kwashiorkor (farmasi)
DESCRIPTION
kwarshiorkorTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan
nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Gizi buruk ini biasanya
terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh
membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di
mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan
lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe
malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh
kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).
Salah satu masalah gizi utama di Indonesia adalah KEP
(Kekurangan Energi Protein). KEP disebabkan karena defisiensi makro
nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran
masalah gizi dari defisiensi makro nutrient kepada defisiensi mikro
nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi
(> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya
penurunan prevalensi KEP. Salah satu penyakit karena kekurangan protein
yaitu kwashiorkor.Tanda-tanda anak yang mengalami Kwashiorkor adalah
badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka
bulan (Aritonang, 2004).
1
2
Kwashiorkor adalah bentuk gizi buruk yang terjadi pada anak-
anak. Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat
diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal
2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan
pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia
bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang
bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi
istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat
atau akut. Kwashiorkor umum terjadi di daerah yang dilanda kelaparan,
kurang persedian makanan, atau rendahnya tingkat pendidikan (ketika
orang tidak mengerti bagaimana untuk makan diet yang baik). Penyakit ini
lebih umum terjadi di negara-negara yang sangat miskin. Sering terjadi
selama musim kemarau atau bencana alam lainnya, atau selama kerusuhan
politik. Kondisi ini menyebabkan kurangnya makanan, yang menyebabkan
kekurangan gizi (Pardede, J, 2006).
Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya
kondisi anak. Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin
dengan restorasi volume darah dan mengkontrol tekanan darah. Pada tahap
awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula sederhana, dan
lemak. Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat
menberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan.
Dikarenan anak telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka waktu
yang lama, memberikan makanan per oral dapat menimbulkan masalah,
3
khususnya apabila pemberian makanan dengan densitas kalori yang tinggi.
Makanan harus diberikan secara bertahap/ perlahan. Banyak dari anak
penderita malnutrisi menjadi intoleran terhadap susu (lactose intolerance)
dan diperlukan untuk memberikan suplemen yang mengandung enzim
lactase.Penatalaksaan gizi buruk menurut standar pelayanan medis
kesehatan anak – IDAI (ikatan dokter anak Indonesia)
1.2. Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran umum tentang penyakit kwashiorkor.
B. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui penyebab dari penyakit kwashiorkor.
b. Untuk mengetahui patogenesis dari kwashiorkor
c. Untuk mengetahui tatalaksana kwashiorkor.
d. Untuk mengetahui pencegahan penyakit kwashiorkor
1.3. Manfaat
A. Menambah wawasan atau pengetahuan tentang penyakit kwashiorkor.
B. Memberi informasi kepada pembaca tentang penyakit kwshiorkor.
C. Dapat digunakan sebagai referensi bagi penulis makalah selanjutnya.
4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat yang
disebabkan oleh intake protein yang inadekuat dengan intake karbohidrat
yang normal atau tinggi. Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah
pitting edema. Pitting edema adalah edema yang jika ditekan, sulit
kembali seperti semula. Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein,
sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka
terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak
ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari
ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi
protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada
intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran
sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi
sel yang rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena
pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Sadewa, 2008).
4
5
Gambar 2.1. Kwashiorkor
2.1.1. Patogenesis
Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolisme dan
perubahan sel menyebabkan edema dan perlemakan hati. Pada penderita
defisiensi protein tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan
karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup
dalam dietnya. Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan
kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis.
Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin
akan meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang
jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya
asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan
albumin oleh hati, sehingga kemudian timbul edema. Perlemakan hati
terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta sehingga transport
6
lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi
akumulasi lemak dalam hati (Masnjoer dkk, 2000).
2.1.2. Etiologi
Menurut Van Voorhees BW, penyebab terjadinya kwashiorkor adalah
inadekuatnya intake protein yang berlansung kronis. Faktor yang dapat
menyebabkan hal tersbut diatas antara lain :
A. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak
untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung
kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam
amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya
mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang
tidak memperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain (susu, telur,
keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan.Kurangnya pengetahuan
ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap
terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan
pengganti ASI.
B. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi,
keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk
7
menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat
menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
C. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak
terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan
proteinnya.
D. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP
dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi.
Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan
imunitas tubuh terhadap infeksi.
2.1.3. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
A. Anamesis
Keluhan yanga sering ditemukan adalah pertumbuhan anak yang kurang,
seperti berat badan yang kurang dibandingkan anak lain (yang sehat). Bisa
juga didapatkan keluhan anak yang tidak mau makan (anoreksia), anak
tampak lemas serta menjadi lebih pendiam, dan sering menderita sakit
yang berulang.
8
B. Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik antara lain :
a) Perubahan mental sampai apatis
b) Edema (terutama pada muka, punggung kaki dan perut)
c) Atrofi otot
d) Ganguan sistem gastrointestinal
e) Perubahan rambut (warna menjadi kemerahan dan mudah dicabut)
f) Perubahan kulit (perubahan pigmentasi kulit)
g) Pembesaran hati
h) Tanda-tanda anemia
C. Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap, urin lengkap, feses lengkap, protein serum (albumin,
globulin), elektrolit serum, transferin, feritin, profil lemak. Foto thorak,
dan EKG (Kumar SP, 2007).
2.1.4. Gejala klinis
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan
protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat
adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung
kaki sampai seluruh tubuh
A. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
9
B. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala
kusam.
C. Wajah membulat dan sembab
D. Pandangan mata anak sayu
E. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
F. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi coklat kehitaman dan terkelupa (Krisnansari, 2010).
2.1.5. Tatalaksana
Prinsip pengobatan kwashiorkor adalah:
A. Memberikan makanan yang mengandung banyak protein bernilai biologi
tinggi, tinggi kalori, cukup cairan, vitamin dan mineral.
B. Makanan harus mudah dicerna dan diserap.
C. Makanan diberikan secara bertahap, karena toleransi terhadap makanan
sangat rendah.
D. Penanganan terhadap penyakit penyerta.
E. Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita dan penyuluhan
gizi terhadap keluarga. (A.H. Markum, 1991)
Pemberian terapi :
A. Bila ada dehidrasi, atasi dahulu, dan edema bisa diatasi dengan furosemide
Sehari 1 – 3 mg per kg bb/hari, maksimum 40 mg/hari.
B. Perbaiki diit
10
C. Formula harus mudah dicerna, murah, pekat kalori/protein: Modisco I, II,
dan III memenuhi syarat-syarat tertentu.
D. Bila ada intoleransi, mulailah dengan susu skim yang diencerkan (2,5-5-
7,5) + glukosa 5%, disusul dengan modisco ½. I, II, III.
E. Vitamin A 100.000-200.000 IU IM 1 kali.
F. Vitamin B komplek, C, A, D tetes per oral.
G. Bila perlu beri transfusi sel darah merah padat (‘PRC’) atau plasma.
H. Pengobatan penyakit penyerta/penyebab. Bila lemah, ada hipotermi,
hipertensi dan gangguan pembekuan darah ada kemungkinan infeksi
kuman gram negatif serta endotoksemia. Resiko meningkat bila disertai
kekurangan vitamin A.
I. Terapi gentamicin 6-7,5 mg/kg perhari dibagi 2 kali Amikin 15 mg/kg/hari
dibagi 2 kali.
J. Penyuluhan pada ibu disertai demonstrasi cara membuat modisco.
K. Kontrol di poliklinik anak. (Ratna Indrawati, dkk, 1994).
2.1.6. Pencegahan
Pencegahannya dapat berupa diet adekuat dengan jumlah-jumlah yang
tepat dari karbohidrat, lemak (minimal 10% dari total kalori), dan protein
(12 % dari total kalori). Sentiasa mengamalkan konsumsi diet yang
seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup lemak dan protein bisa
mencegah terjadinya kwashiorkor. Protein terutamanya harus disediakan
dalam makanan. Untuk mendapatkan sumber protein yang bernilai tinggi
bisa didapatkan dari protein hewan seperti susu, keju, daging, telur dan
11
ikan. Bisa juga mendapatkan protein dari protein nabati seperti kacang ijo
dan kacang kedelai (Lukman.R.A., 2013).
2.2. Obat Kwashiorkor
2.2.1. Gentamicin
A. Farmakodinamik
Aktivitas antibakteri terutama tertuju pada basil gram Negatif yang
aerobik. Aktivitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri
fakultatif dalam kondisi anaerobik rendah sekali. Hal ini dapat dijelaskan
berdasarkan kenyataan bahwa transpor gentamisin (golongan
aminoglikosida) membutuhkan oksigen (trasnpor aktif). Aktivitas terhadap
bakteri Gram-positif sangat terbatas. Gentamisin aktif terhadap
enterokokus dan streptokokus lain tetapi efektivitas klinis hanya dicapai
bila digabung dengan penisilin. Walaupun in vitro 95% galur S. aureus
sensitif terhadap gentamisin tetapi manfaat klinik belum terbukti sehingga
sebaiknya obat ini jangan digunakan tersendiri untuk indikasi tersebut.
Galur resisten gentamisin cepat timbul selama pajanan tersebut.
Mekanisme kerja aminoglikosida berdifusi lewat kanal air yang
dibentuk oleh porin protein pada membran luar dari bakteri gram negatif
masuk ke ruang periplasmik. Sedangkan transpor melalui membran dalam
sitoplasma membutuhkan energi. Fase transpor yang tergantung energi ini
bersifat rate limitting, dapat di blok oleh Ca2+ dan Mg2+,
hiperosmolaritas, penurunan pH dan anaerobik suatu abses yang bersifat
hiperosmolar. Setelah masuk sel, aminoglikosid terikat pada ribosom 30S
dan menghambat sintesis protein. Terikatnya aminoglikosid pada ribosom
ini mempercepat transpor aminoglikosid ke dalam sel, diikuti dengan
kerusakan membran sitoplasma, dan disusul kematian sel. Yang diduga
terjadi adalah miss reading kode genetik yang mengakibatkan
terganggunya sintesis protein. Aminoglikosida bersifat bakterisidal cepat.
Pengaruh aminoglikosida menghambat sintesis protein dan menyebabkan
12
miss reading dalam penerjemahan mRNA, tidak menjelaskan efek letalnya
yang cepat (Syarief,2009).
B. Farmakokinetik
Gentamisin sebagai polikation bersifat sangat polar, sehingga
sangat sukar diabsorpsi melalui saluran cerna. Gentamisin dalam bentuk
garam sulfat yang diberikan IM baik sekali absorpsinya. Kadar puncak
dicapai dalam waktu ½ sampai 2 jam. Sifat polarnya menyebabkan
aminoglikosid sukar masuk sel. Kadar dalam sekret dan jaringan rendah,
kadar tinggi dalam korteks ginjal, endolimf dan perilimf telinga,
menerangkan toksisitasnya terhadap alat tersebut.
Ekskresi gentamisin berlangsung melalui ginjal terutama dengan
filtrasi glomerulus. Gentamisin diberikan dalam dosis tunggal
menunjukkan jumlah ekskresi renal yang kurang dari dosis yang diberikan.
Karena ekskresi hampir seluruhnya berlangsung melalui ginjal, maka
keadaan ini menunjukkan adanya sekuestrasi ke dalam jaringan. Walaupun
demikian kadar dalam urin mencapai 50-200 mg/mL, sebagian besar
ekskresi terjadi dalam 12 jam setelah obat diberikan.
Gangguan fungsi ginjal akan menghambat ekskresi gentamisin,
menyebabkan terjadinya akumulasi dan kadar dalam darah lebih cepat
mencapai kadar toksik. Keadaan ini tidak saja menimbulkan masalah pada
penyakit ginjal, tetapi perlu diperhatikan pula pada bayi terutama yang
baru lahir atau prematur, pada pasien yang usia lanjut dan pada berbagai
keadaan, yang disertai dengan kurang sempurnanya fungsi ginjal. Pada
gangguan faal ginjal t ½ gentamisin cepat meningkat. Karena
kekerapannya terjadi nefrotoksisitas dan ototoksitas akibat akumulasi
gentamisin, maka perlu penyesuaian dosis pada pasien gangguan ginjal
(Tjay dan Rahardja, 2002).
C. Kontraindikasi
Alergi terhadap Gentamisina serta penderita yang hipersensitif
terhadap salah satu antibiotik golongan aminoglikosid (Syarief,2009).
13
D. Efek Samping
Hipersensitivitas dan alergi dapat terjadi meskipun jarang, iritasi
(Syarief,2009).
E. Dosis
Kwashiorkor : Terapi gentamicin 6-7,5 mg/kg perhari dibagi 2 kali
Amikin 15 mg/kg/hari dibagi 2 kali (Syarief,2009).
2.2.2. Vitamin A
A. Farmakodinamik
Vitamin A dosis kecil tidak menunjukkan efek farmakidinamik
yang berarti. Sebaliknya pemberian dosis besar Vitamin A menimbulkan
keracunan.
Vitamin A dalam bentuk 11-cis-retinal diperlukan untuk regenerasi
pigmen retina mata dalam proses adaptasi gelap. Pigmen retina yang
fotosensitif yaitu rodopsin dan iodopsin, bila terkena cahaya, akan
memutih terurai dan menimbulkan impuls listrik yang dialirkan melalui n.
optikus ke otak. Sebaliknya pada tempat gelap akan terjadi regenerasi
pigmen yang memerlukan Vitamin A. pada defisiensi vitamin A,
regenerasi pigmen terutama rodopsin yang penting untuk melihat dalam
keadaan gelap akan terhalang atau berlangsung lebih lambat, sehingga
kemampuan untuk adaptasi gelap akan berkurang dan timbul keadaan yang
disebut buta senja atau niktalopia. Defisiensi vitamin A yang sangat berat
dapat menyebabkan kebutaan.
Retinol memegang memegang perananpenting pada
kessempurnaan fungsi dan struktur sel epitel, karena retinol berperan
penting pada kesempurnaan fungsi dan sel epitel. Dengan adanya retinol
sel epitel basalis distimulasi untuk memproduksi mucus. Kelebihan retinol
akan menyebabkan pembentukan mucus yang berlebihan dan menghambat
keratinisasi. Bila tidak ada retinol, sel goblet mukosa hilang dan terjadi
14
atrofi epitel yang diikuti oleh proliferasi sel basal yang berlebihan. Sel-sel
baru yang terbentuk ini merupakan epitel berkeratin dan menggantikan
epitel yang mensekresi mucus menyebabkan mudah terjadi iritasi dan
infeksi. Bila hal ini terjadi pada kornea mengakibatkan xeroftalmia, yang
dapat menyebabkan kebutaan permanen (Syarief,2009).
B. Farmakokinetik
Vitamin A diabsorbsi sempurna melalui usus halus dan kadarnya
dalam plasma mencapai puncak setelah 4 jam, tetapi absorbs dosis besar
vitamin A kurang efisien karena sebagian akan keluar melalui tinja.
Gangguan absorbs lemak akan menyebabkan gangguan absorbs vitamin A,
maka pada keadaan ini dapat digunakan sediaan vitamin A yang larut
dalam air. Absorbs vitamin A berkurang bila diet kurang mengandung
protein atau pada penyakit infeksi tertentu dan pada penyakit hati seperti
hepatitis, sirosis hepatis atau obstruksi biliaris. Berkurangnya absorbs
vitamin A pada penyakit hati berbanding lurus dengan derajat insufisiensi
hati. Sebelum diabsorbsi, sebagian retinol akan mengalami hidrolisis dari
reesterifikasi terutama menjadi palmitat.
Dalam darah, retinol terutama diikat oleh α1-globulin yang disebut
Retinol Binding Protein (RBP). RBP disintesis dan diekskresi oleh hati
dan selanjutnya dalam sirkulasi membentuk kompleks dengan transtiretin,
suatu prealbumin pengikat tiroksin. Pembentukkan kompleks ini
melindungi RBP dan retinol dari metabolism dan ekskresi melalui ginjal.
Vitamin A terutama disimpan dalam hati sebagai palmitat, dalam jumlah
kecil ditemukan juga di ginjal, adrenal, paru, lemak intraperitoneal dan
retina.
Kadar normal vitamin A dalam plasma ialah 100-230 unit/dL.
Selama kadar vitamin A cukup, kadar normal akan dipertahankan. Gejala
defisiensi vitamin A timbul bila kadar plasma dibawah 10-20 µg/dL.
Absorbsi karoten tidak sebaik dan semudah vitamin A. hanya
sekitar 1/3 β-karoten dan karotenoid lain yang diabsorbsi. Proses absorbs
15
juga tergantung dari adanya empedu dan lemak yang diabsorbsi. Di
dinding usus halus, karoten diubah menjadi vitamin A (Sekarsari, 2004).
C. Kontraindikasi
Penggunaan vitamin A dalam jumlah banyak dan jangka panjang
dapat menyebabkan toksisitas. Efek samping yang akut dan jarang terjadi
dapat muncul pada penggunaan dengan dosis yang sangat tinggi.
Hipervitaminosis A (toksisitas kronik) ditandai dengan kelelahan, rentan,
anoreksia, dan kehilangan berat badan, muntah dan gangguan pencernaan
lainnya, demam yang tidak terlalu tinggi, hepatomegali, perubahan warna
kulit (menjadi kuning, kering, sensitif terhadap sinar matahari), pruritus,
alopecia (kebotakan), rambut kering, bibir pecah-pecah dan berdarah,
anemia, sakit kepala, hiperkalsemia, pembengkakan subkutan, nokturia,
dan nyeri pada tulang dan sendi. ;Gejala dari toksisitas kronik termasuk
meningkatnya tekanan intrakranial dan tumor otak papilloedema, dan
gangguan penglihatan yang mungkin parah. Gejala dapat hilang jika
pemakaian vitamin A dihentikan, tapi pada anak penutupan prematur dari
epifises tulang panjang dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan.
Intoksikasi vitamin A akut ditandai dengan sedasi, pusing, konfusi, diare
dan muntah, sariawan, gusi berdarah, desquamation, dan meningkatnya
tekanan intrakranial. Hepatomegali dan gangguan penglihatan dapat terjadi
(Sekarsari,2004).
D. Efek Samping
Absorpsi vitamin A di saluran cerna dapat dikurangi oleh adanya
neomisin, kolestiramin, atau parafin likuid. Meningkatkan risiko
16
hipervitaminosis vitamin A jika diberikan bersama dengan retinoid
sintetik, seperti acitretin, isotretinoin, dan tretinoin.1 Direkomendasikan
diminum 2 jam setelah orlistat atau malam sebelum tidur.7 ;Dapat
meningkatkan risiko perdarahan jika vitamin A diberikan bersama dengan
abciximab, clopidogrel, fondaparinux, heparin, warfarin. Dapat
meningkatkan toksisitas vitamin A jika diberikan bersama dengan
etretinat, isotretinoin, dan tretinoin. ;Dapat meningkatkan risiko
pseudotumor serebri (hipertensi intrakranial yang ringan) jika diberikan
bersama minosiklin (Sekarsari,2004).
E. Dosis
Vitamin A 100.000-200.000 IU IM 1 kali (Syarief,2009).
2.2.3. Furosemide
A. Farmakodinamik
Furosemida adalah suatu derivat asam antranilat yang efektif
sebagai diuretik. Mekanisme kerja furosemida adalah menghambat
penyerapan kembali natrium oleh sel tubuli ginjal (Katzung,2007).
B. Farmakokinetik
Furosemida meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida,
kalium dan tidak mempengaruhi tekanan darah yang normal
(Katzung,2007).
C. Kontraindikasi
Pasien dengan gangguan defisiensi kalium, glomerolunefritis akut, insufisiensi ginjal akut, wanita hamil dan pasien yang hipersensitif terhadap furosemida, Anuria, danIbu menyusui (Katzung,2007).
17
D. Efek Samping
Setiap obat mempunyai efek samping, tetapi beberapa orang ada
yang tidak menunjukkan efek samping, ada yang sedikit yang
menunjukkan efek samping, dan ada yang menunjukkan efek samping.
Furosemide menimbulkan efek samping sebagai berikut :anemia, sensasi
abnormalitas kulit, kejang kandung kemih, penglihatan kabur,
konstipasi/sembelit, kram, pusing, demam, iritasi mulut dan lambung,
kemerahan, sedikit ikterik, kejang otot, telinga berdengung,
fotosensitivitas, inflamasi vena, mual, jaundice. Biasanya frekuensi urin
maksimal sampai enam jam setelah dosis pertama, dan akan menurun
setelah mengkonsumsi furosemide dalam waktu beberapa minggu
(Katzung,2007).
E. Dosis
Sehari 1 – 3 mg per kg bb/hari, maksimum 40 mg/hari. (Syarief,2009).
2.2.4. Protein
Protein adalah penyusun kurang lebih 50% berat kering
organisme.Protein bukan hanya sekedaar bahan simpanan atau baha
struktural,seperti karbohidrat dan lemak.Tetapi juga berperan penting
dalam fungsi kehidupan (Wiraadikusumah,2000).
A. Struktur Kimia
Protein adalah senyawa organik kompleks yang tersusun atas
unsur Karbon(C),Hidrogen(H),Oksigen(O),Nitrogen(N) dan kadang-
kadang mengandung zat Belerang(S),dan Fosfor(P).
Protein merupakan makromolekul yang terdiri dari satu atau lebih
polimer.Setiap Polimer tersusun atas monomer yang di sebut asam
amino.Masing-masing asam amino mengandung satu atom Karbon(C)
18
yang mengikat satu atom Hidrogen(H),satu gugus amin(NH2),satu gugus
karboksil(-COOH),dan lain-lain(Gugus R).
Berbagai jenis asam amino membentuk rantai panjang melalui
ikatan peptida.Ikatan Peptida adalah ikatan antara gugus karboksil satu
asam amino dengan gugus amin dari asam amino lain yang ada di
sampingnya.Asam amino yang membentuk rantai panjang ini disebut
protein (Polipeptida).Polipeptida di dalam tubuh manusia disintesis di
dalam ribosom.Setelah disintesis,protein mengalami”pematangan”menjadi
protein yang lebih kompleks.
Asam amino yang diperlukan tubuh ada 20 macam.sepuluh
diantaranya sangat penting bagi pertumbuhan sel-sel tubuh manusia dan
tidak dapat dibuat dalam tubuh,sehingga harus didapatkan dari luar
tubuh.Asam amino itu disebut asam amino esensial.selain asam amino
esensial terdapat juga asam emino non-esensial.Asam amino non-esensial
merupakan asam amino yang dapat dibuat dalam tubuh manusia.Bahan
bakunya berasal dari asam amino lainnya.Namun ada juga yang
mengatakan bahwa asam amino terbagi menjadi 3,ditambah dengan asam
amino semiesensial.Asam amino semiesensial adalah asam amino yang
dapat menghemat pemakaian beberapa asam amino esensial
(Wirahadikusumah,2000).
B. Fungsi
Protein yang membangun tubuh disebut Protein Struktural
sedangkan protein yang berfungsi sebagai enzim,antibodi atau hormon
19
dikenal sebagai Protein Fungsional. Protein struktural pada umumnya
bersenyawa dengan zat lain di dalam tubuh makhluk hidupContoh protein
struktural antara lain nukleoprotein yang terdapat di dalam inti sel dan
lipoprotein yang terdapat di dalam membran sel.Ada juga protein yang
tidak bersenyawa dengan komponen struktur tubuh,tetapi terdapat sebagai
cadangan zat di dalam sel-sel makhluk hidup.Contoh protein seperti ini
adalah protein pada sel telur ayam,burung,kura-kura dan penyu
(Wirahadikusumah,2000).
C. Proses Pencernaan Protein Dalam Tubuh
Protein dalam makanan hampir sebagian besar berasal dari daging
dan sayur-sayuran.Protein dicerna di lambung oleh enzim pepsin,yang
aktif pada pH 2-3 (suasana asam).
Pepsin mampu mencerna semua jenis protein yang berada dalam
makanan.Salah satu hal terpenting dari penceranaan yang dilakukan pepsin
adalah kemampuannya untuk mencerna kolagen.Kolagen merupakan
bahan daasar utama jaringan ikat pada kulit dan tulang rawan.
Pepsin memulai proses pencernaan Protein.Proses pencernaan yang
dilakukan pepsin meliputi 10-30% dari pencernaan protein
total.Pemecahan protein ini merupakan proses hidrolisis yang terjadi pada
rantai polipeptida.
Sebagian besar proses pencernaan protein terjadi di usus.Ketika
protein meninggalkan lambung,biasanya protein dalam bentuk
proteosa,pepton,dan polipeptida besar.Setelah memasuki usus,produk-
20
produk yang telah di pecah sebagian besar akan bercampur dengan enzim
pankreas di bawah pengaruh enzim proteolitik,seperti
tripsin,kimotripsin,dan peptidase.Baik tripsin maupun kimotripsin
memecah molekul protein menjadi polipeptida kecil.Peptidase kemudian
akan melepaskan asam-asam amino (Wirahadikusumah,2000).
21
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Gizi buruk adalah salah satu penyakit gangguan gizi yang
disebabkan rendahnya asupan karbohidrat dan protein dalam makanan
sehari-hari. Individu yang mengalami kwashiorkor dapat mengalam
berbagai macam manifestasi atau gejala antara lain: penurunan berat
badan, penurunan massa otot, diare, lemah lesu, perut buncit, bengkak
pada tungkai, perubahan warna rambut, dan lain-lain. Seperti yang kita
ketahui protein berfungsi dalam pembentukan enzim-enzim penting dalam
tubuh. Kurangnya protein mengakibatkan kurangnya enzim tersebut. Pada
anak kecil seringkali terjadi intoleransi laktosa akibat enzim pencernaan
yang kurang dan hal ini mengakibatkan terjadinya diare pada anak-anak
kurang energi protein.
Pada individu yang mengalami keadaan ini, pemberian makanan
haruslah dilakukan.secara bertahap. Zat makanan pertama yang perlu
diberikan adalah karbohidrat karena karbohidrat merupakan sumber utama
pembentukan energi oleh tubuh. Setelah itu barulah lemak dan protein
diberikan. Penatalaksanaan yang baik akan menyelamatkan nyawa anak
tersebut namun efek gangguan perkembangan anak yang telah terjadi
belum tentu akan pulih dan umumnya akan menetap. Keadaan
kwashiorkor merupakan suatu keadaan bahaya yang dapat menyebabkan
21
22
kematian oleh karena itu usaha promotif dan preventif adalah yang utama.
Pencegahan agar anak terhindar dari kwashiorkor adalah cukup mudah,
tidak perlu ada obat-obatan yang wajib dikonsumsi. Pemberian makanan
dengan komposisi yang baik sudah dapat “menjamin” bahwa anak tersebut
tidak akan jatuh ke keadaan kwashiorkor. Karbohidrat harus merupakan
sumber energi yang utama selain lemak (10% asupan), dan protein (12%).
23
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang,Evawany. 2004.Kurang Energi Protein (Protein Energy Malnutrition). Universitas Sumatera Utara.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2004.Malnutrisi energi protein. Dalam : Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta hal.217-222.
G.katzung,B.2007.Farmakologi dasar dan klinik edisi 3. Jakarta : EGC
Krisnansari, Dyah.2010. Nutrisi dan Gizi Buruk, Volume 4 Nomor 1 Januari 2010. Mandala of health : Purwokerto
Kumar SP.2007. WHO Global Database on Child Growth and Malnutrition – World Health Organization. Avaliable from : http://www.Who.int//nutgrowthdb>.
Lukman, R.A.2013.Kekurangan Protein (Kwashiorkor). Yogyakarta.
Markum AH 1991. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I.Jakarta: FKUI.
Masnjoer A, dkk.2000. Penyakit Gizi Anak. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II hal. 512-519. FKUI. Jakarta.
Nency, Y, 2005, Gizi Buruk Ancaman Generasi Yang Hilang,http://io.ppi-jepang.org/article.php?id=113,
Pardede, J, 2006. Atasi Gizi Buruk dengan Komprehensif dan Berkelanjutan, http://analisadialy.com.
RSUD Dr. Soetomo, 1994, Pedoman Diagnosis Dan Terapi, Lab. / UPF Ilmu kesehatan anak Surabaya FK Unair.
Sadewa, A.L, 2008. Makalah KEP, http://ayahaja.wordress.com,
Sekarsari, Nyoman.2004. Efek Suplementasi Vitamin A Terhadap Sensitivitas Kontras Penderita Defisiensi Vitamin A. Tesis UI.
Syarif, Amir., dkk. 2009. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 5. Jakarta; Balai Penerbit FKUI
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2002). Obat-Obat Penting, Edisi V. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
23
24
Van Voorhees BW. Kwashiorkor. Avaliable from http://Pennhealth.com/ency/article/001604.htm.
Wirahadikusumah, M. 2000. Biokimia : Proteine, Enzima & Asam Nukleat. ITB. Bandung.