referat konstipasi 1.docx

16
 Referat Konstipasi| 1 BAB I PENDAHULUAN Pola defekasi yang normal umumnya dipandang sebagai petanda anak sehat. Terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi, orang tua sangat menaruh perhatian  pada frekuensi defekasi dan karakteristi k tinjanya. Adanya penyimpangan dari yang diangap normal pada anak, merangsang orang tua membawa anaknya ke dokter. Pada umumnya orang tua khawatir tinja anaknya terlalu besar dan keras, nyeri saat berhajat atau defekasinya terlalu  jarang. Pada kenyataannya konstipasi memang merupakan masalah biasa ditemukan pada anak. Konstipasi pada anak sering menimbulkan masalah yang cukup serius. Konstipasi terdiagnosis pada 3% anak yang berobat pada dokter spesialis anak. Keluhan yang  berhubungan dengan defekasi ditemukan pada 25 % anak yang berobat jalan pada dokter gastroenterologi anak. Diperkirakan prevalensi konstipasi pada populasi anak secara umum  bervariasi anta ra 0,3 % - 10,1 % dengan 90 % diantaranya merupakan konstipasi fungsional. (Pedoman Pelayanan Medis IDAI, 2010) Pola defekasi yang normal umumnya dipandang sebagai petanda anak sehat. Terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi, orangtua sangat menaruh perhatian pada frekuensi defekasi dan karakteristik tinjanya. Adanya penyimpangan dari yang dianggap normal pada anak, merangsang orang tua membawa anaknya ke dokter. Pada umumnya orang tua khawatir bahwa tinja anaknya terlalu besar, terlalu keras, nyeri waktu berhajat atau defekasinya terlalu jarang. Kenyataanya, konstipasi memang merupakan masalah yang biasa ditemukan pada anak. Pada awalnya penyebab konstipasi mungkin sederhana saja, misalnya kurangnya konsumsi serat, tetapi karena tidak ditangani secara memadai perjalanan kliniknya kronis, yang membuat frustasi anak orang tua dan juga dokter yang merawatnya. Di lain pihak, terdapat kasus-kasus konstipasi akut yang memerlukan diagnosis etiologi dan tindakan segera dan ada pula kasus konstipasi kronis yang memerlukan kesabaran dan penanganan yang cermat. (Buku Ajar GEH IDAI Jilid I, 2011). 

Upload: maria-rudi

Post on 14-Apr-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 1/16

 

Referat Konstipasi| 1

BAB I

PENDAHULUAN

Pola defekasi yang normal umumnya dipandang sebagai petanda anak sehat.

Terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi, orang tua sangat menaruh perhatian

 pada frekuensi defekasi dan karakteristik tinjanya. Adanya penyimpangan dari yang diangap

normal pada anak, merangsang orang tua membawa anaknya ke dokter. Pada umumnya orang

tua khawatir tinja anaknya terlalu besar dan keras, nyeri saat berhajat atau defekasinya terlalu

 jarang. Pada kenyataannya konstipasi memang merupakan masalah biasa ditemukan pada

anak.

Konstipasi pada anak sering menimbulkan masalah yang cukup serius. Konstipasi

terdiagnosis pada 3% anak yang berobat pada dokter spesialis anak. Keluhan yang

 berhubungan dengan defekasi ditemukan pada 25 % anak yang berobat jalan pada dokter 

gastroenterologi anak. Diperkirakan prevalensi konstipasi pada populasi anak secara umum

 bervariasi antara 0,3 % - 10,1 % dengan 90 % diantaranya merupakan konstipasi fungsional.

(Pedoman Pelayanan Medis IDAI, 2010)

Pola defekasi yang normal umumnya dipandang sebagai petanda anak sehat.

Terutama pada bulan-bulan pertama kehidupan bayi, orangtua sangat menaruh perhatian pada

frekuensi defekasi dan karakteristik tinjanya. Adanya penyimpangan dari yang dianggap

normal pada anak, merangsang orang tua membawa anaknya ke dokter. Pada umumnya orang

tua khawatir bahwa tinja anaknya terlalu besar, terlalu keras, nyeri waktu berhajat atau

defekasinya terlalu jarang. Kenyataanya, konstipasi memang merupakan masalah yang biasa

ditemukan pada anak.

Pada awalnya penyebab konstipasi mungkin sederhana saja, misalnya kurangnya

konsumsi serat, tetapi karena tidak ditangani secara memadai perjalanan kliniknya kronis,

yang membuat frustasi anak orang tua dan juga dokter yang merawatnya. Di lain pihak,

terdapat kasus-kasus konstipasi akut yang memerlukan diagnosis etiologi dan tindakan segera

dan ada pula kasus konstipasi kronis yang memerlukan kesabaran dan penanganan yang

cermat. (Buku Ajar GEH IDAI Jilid I, 2011). 

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 2/16

 

Referat Konstipasi| 2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Dalam kepustakaan belum ada kesepakatan mengenai batasan konstipasi. Menurut

kriteria klasik, secara umum konstipasi ditegakkan bila terdapat minimal dua kondisi berikut :

(1) Frekuensi dua kali atau kurang dalam seminggu tanpa pemberian laksatif; (2) terdapat dua

kali atau lebih episode soiling/enkopresis setiap minggunya, (3) terdapat periode pengeluaran

feses dalam jumlah besar setiap 7-30 hari (4) teraba massa abdominal atau masa rektal pada

 pemeriksaan fisik.

Didalam istilah konstipasi juga dikenal soiling dan enkopresis. Soiling mempunyai

arti sebagai pengeluaran feses secara tidak disadari dalam jumlah sedikit sehingga sering

mengotori pakaian dalam. Sedangkan enkopresis diartikan sebagai pengeluaran feses dalam

 jumlah besar secara tidak disadari.

(Pedoman Pelayanan Medis IDAI, 2010)

Dalam kepustakaan belum ada kesepakatan mengenai batasan konstipasi. (Rogers,

1997) mendefinisikan konstipasi sebagai kesulitan melakukan defekasi atau berkurangnya

frekuensi defekasi tanpa melihat apakah tinjanya keras atau tidak. (Lewis dan Mui r, 1996)  

menambahkan bahwa kesulitan defekasi yang terjadi menimbulkan nyeri dan distress pada

anak, sedangkan (Abel, 2001) mengatakan konstipasi sebagai perubahan dalam frekuensi dan

konsistensi dibandingkan dengan pola defekasi individu yang bersangkutan, yaitu frekuensi

 berhajat lebih jarang dan konsistensi tinja lebih keras dari biasanya. Definisi lain adalah

frekuensi defekasi kurang dari 3x per minggu. Stefen dan Loein ing-Baucke mengatakan

konstipasi sebagai buang air besar kurang dari 3x perminggu atau riwayat buang air besar 

dengan tinja yang banyak dan keras. Penulis sendiri berpendapat bahwa konstipasi adalah

ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna, yang tercermin dari 3 aspek,

yaitu berkurangnya frekuensi berhajat dari biasanya, tinja lebih keras dari

sebelumnya, dan pada palpasi abdomen teraba masa tinja (skibala) dengan atau tanpa

disertai enkopresis (kecipirit). (Buku Ajar GEH IDAI Jilid 1, 2011).

Definisi konstipasi bersifat relatif, tergantung pada konsistensi tinja, frekuensi buang

air besar dan kesulitan keluarnya tinja. Pada anak normal yang hanya berak setiap 2-3 hari

dengan tinja yang lunak tanpa kesulitan bukan disebut konstipasi. Namun, berak setiap 3 haridengan tinja yang keras dan sulit keluar, sebaiknya dianggap sebagai konstipasi. Konstipasi

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 3/16

 

Referat Konstipasi| 3

dapat timbul dari adanya defek pengisian maupun pengosongan direktum. Bayi yang sedang

menyusui mungkin sangat jarang buang air besar dengan konsistensi normal, hal ini

umumnya masih dalam batas normal. Konstipasi sesungguhnya yang paling mungkin terjadi

 pada masa neonatus adalah akibat penyakit Hirschsprung, pseudo obstruksi intestinum atau

hipotiroidisme. (Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol.2, 2000).

Tabel 1. Frekuensi normal defekasi pada anak 

Umur Defekasi/minggu Defekasi/hari

0-3 bulan

ASI

Formula

5-40

5-28

2,9

2,0

6-12 bulan 5-28 1,8

1-3 tahun 4-21 1,4

>3tahun 3-14 1,0

Sumber : Weaver 

(Buku Ajar GEH IDAI Jilid I, 2011)

2.2 KLASIFIKASI

Menurut waktu berlangsungnya adalah :

1.  Konstipasi akut

Bila keluhan berlangsung kurang dari 1-4 minggu.

2.  Konstipasi kronis

Bila keluhan berlangsung lebih dari 1 bulan.

(Buku Ajar GEH IDAI Jilid I, 2011).

Menurut penyebabnya, dibagi menjadi 2 :

1.  Konstipasi Fungsional : Konstipasi yang tidak ada kelainan patologi yang mendasarinya.

2.  Konstipasi Organik : Konstipasi yang ada kelainan patologi yang mempengaruhinya,

contohnya akibat penyakit Hirschsprung khususnya pada bayi.

Tabel 2. Yang membedakan Tanda-tanda Penyakit Hirschsprung dan Konstipasi Fungsional

Variabel Fungsional (didapat) Penyakit Hirschsprung

Riwayat 

Mulai konstipasi

Enkopresis

Gagal tumbuh

Setelah umur 2 tahun

Lazim

Tidak Lazim

Saat lahir 

Sangat jarang

Mungkin

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 4/16

 

Referat Konstipasi| 4

Enterokolitis

 Nyeri perut

Tidak 

Lazim

Mungkin

Lazim

Pemeriksaan 

Perut kembung

Pertambahan BB jelek 

Tonus anus

Pemeriksaan rektum

Jarang

Jarang

 Normal

Tinja diampula

Lazim

Lazim

 Normal

Ampula kosong

Laboratorium 

Manometri anorektal

Biopsi rektum

Enema barium

Rektum mengembang

karena relaksasi sfingter 

interna

 Normal

Jumlah tinja banyak, tidak 

ada daerah peralihan

Tak ada sfingter atau

relaksasi paradoks atau

tekanan naik 

Tak ada sel ganglion

Pewarnaan

asetilkolinesterase

Daerah peralihan,

 pengeluaran tertunda

(lebih dari 24 jam).

(Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol.2, 2000). 

2.3 INSIDEN

Sekitar 3 % kunjungan ke dokter anak dan 10 % - 15 % kasus yang ditangani oleh ahli

gastroenterologi anak merupakan kasus konstipasi kronis. Sebagian besar (90 % - 95 %)

konstipasi pada anak merupakan konstipasi fungsional, hanya 5 % - 10 % yang mempunyai

 penyebab organik. (Buku Ajar GEH IDAI Jilid I, 2011) 

Gejala konstipasi dikeluhkan oleh kira-kira 3 % dari pasien yang datang ke dokter 

spesialis anak atau 25 % pasien yang datang ke klinik gastroenterologi. Konstipasi terjadi

 pada 1,5 % anak umur 7 tahun, anak laki-laki 6 kali lebih sering dibandingkan anak 

 perempuan. (Standar Pelayanan Kesehatan Ana IDAI Edisi I, 2004)  

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 5/16

 

Referat Konstipasi| 5

2.4 ETIOLOGI

Penyebab konstipasi akut :

•  Diet. Kurangnya asupan serat (dietary fiber ) sebagai kerangka tinja ( stool bulking ), kurang

minum dan meningkatnya kehilangan cairan merupakan faktor penyebab konstipasi.

•  Pada anak biasanya karena menahan defekasi akibat pengalaman nyeri pada defekasi

sebelumnya, biasanya disertai fisura ani.

•  Infeksi virus.

Infeksi virus dapat menyebabkan ileus nonspesifik dan berkurangnya frekuensi defekasi.

Anak juga mengalami anoreksia serta kehilangan banyak cairan melalui saluran nafas dan

demam.

•  Obat.

Obat juga sering menyebabkan efek samping berupa konstipasi akut, seperti antasida,

antikolinergik, antikonvulsan, antidepresan, diuretika, preparat besi, relaksan otot,

narkotika, dan psikotropika.

Penyebab konstipasi kronis :

•  Penyebab konstipasi kronis biasanya fungsional, tetapi perlu dipertimbangkan adanya

 penyakit Hirschsprung karena berpotensi menimbulkan komplikasi yang serius.

•  Pada sekitar 5 % - 10 % bayi dan anak, konstipasi dapat disebakan kelainan anatomis,

neurologis, atau penyebab lain.

(Buku Ajar GEH IDAI Jilid I, 2011)

Tabel 3. Penyebab konstipasi berdasarkan umur :

 Neonatus/Bayi

-  Meconium plug

Meconium yang kental dan menyumbat lumen usus paling sering dan paling

ringan dari obstruksi usus distal. Kadang ada hubungannya dengan volvulus,atresia atau perforasi.

-  Penyakit Hirschsprung

Karena tidak adanya inervasi saraf akibat kegagalan perpindahan neuroblast

dari usus proximal ke distal. Pada Segmen yang aganglionik rektosigmoid

 penderita 75%, sedangkan kolon tanpa sel-sel ganglion terjadi pada 10%.

-  Fibrosis kistik (setara ileus mekonium)

-  Malformasi anorektal bawaan, termasuk anus imperforata, stenosis ani (anus

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 6/16

 

Referat Konstipasi| 6

sangat kecil), anal band

-  Chronic idiophathic intestinal pseudo-obstruction

-  Endokrin : hipotiroid

-  Alergi susus sapi

-  Metabolik : diabetes insipidus, renal tubular asidosis

-  Retensi tinja (menahan tinja)

-  Perubahan diet

Toddler dan umur 2-4 tahun

-  Fisura ani, retensi tinja

Fisura ani merupakan luka robek kecil sambungan mukokutaneus anus. Lesi

ini ini merupakan lesi yang didapat akibat lewatnya tinja keras secara paksa.

-  Toilet refusal

-  Alergi susu sapi

-  Penyakit Hirschcprung segmen pendek 

-  Penyakit saraf : sentral atau muskular dengan hipotoni

-  Medula spinalis : meningimielokel, tumor, tethered cord

Usia Sekolah

-  Retensi tinja

-  Ketersediaan toilet terbatas

-  Keterbatasan kemampuan mengenali rangsang fisiolog

Adolesen

-  Iritable Bowel Syndrome

-  Jejas medulla spinalis (kecelakaan, trauma)

-  Diet

-  Anoreksia

-  Kehamilan

Segala usia

-  Efek samping obat, perubahan diet, pasca operasi

-  Riwayat operasi anal-rektum

-  Retensi tinja dan enkopresis akibat distensi tinja kronis

-  Perubahan aktivitas fisik, dehidrasi

-  Hipotiroid

Sumber : Steffen

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 7/16

 

Referat Konstipasi| 7

Tabel 4. Penyebab Konstipasi

Non-Organik (Fungsional) : juga dikenal sebagai kebiasaan atau konstipasi

 psikogenik.

Organik 

I ntestinal 

Penyakit Hirschsprung

Stenosis non-rektal

Striktur 

Volvulus

Pseudoobstruksi

Obat-obatan 

 Narkotik 

Antidepresan

Psikoaktif (thorazine)

Vinkristin

Metabolik 

Dehidrasi

Fibrosis Kistik (setara ileus mekonium)

Hipotiroidisme

Hipokalemi

Asidosis Tubuler Ginjal

Hiperkalsemia

Neuromuskuler 

Retardasi psikomotor 

Tidak ada otot perut

Distrofi mototrik 

Lesi tulang belakang (tumor,spina bifida, diastematomielia)

Amiotonia kongenital

Psikiatri 

Anoreksia nervosa

(Diambil dari Behrman RE, Kliegman RM : Nelson essentials of Pediatrics. Philadelphia, WB Saunders, 1990).

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 8/16

 

Referat Konstipasi| 8

2.5 FAKTOR PREDISPOSISI 

Berkurangnya aktifitas fisik pada individu yang sebelumnya aktif merupakan faktor 

 predisposisi konstipasi, misalnya pada keadaan sakit, pascabedah, kecelakaan atau gaya

hidup bermalas-malasan. Stres dan perubahan aktivitas rutin sehari-hari dapat mengubah

frekuensi defekasi, seperti liburan, berkemah, masuk sekolah kembali setelah liburan,

ketersediaan toilet dan masalah psikososial, dapat menyebabkan konstipasi. (Buku Ajar GEH

IDAI Jilid I, 2011).

2.6 PATOFISIOLOGI

Konstipasi dapat terjadi apabila salah satu atau lebih faktor yang terkait dengan faktor 

anatomi dan fisiologi dalam proses mekanisme buang air besar terganggu. Gangguan dapat

terjadi pada kekuatan propulsif, sensasi rektal ataupun suatu obstruksi fungsional pengeluaran

( functional outlet). Konstipasi dikatakan idiopatik apabila tidak dapat dijelaskan adanya

abnormalitas anatomik, fisiologik, radiologik dan histopatologik sebagai penyebabnya.

Konstipasi pada masa bayi biasanya disebabkan masalah diet atau pemberian minum.

BAB yang nyeri dapat merupakan pencetus primer dari konstipasi pada awal masa anak. Pada

masa bayi dan anak, konstipasi kronik dapat disebabkan lesi anatomis, masalah neurologis,

disfungsi neuromuskuler otot intrinsik, obat farmakologis, faktor metabolik atau endokrin.

Pada masa anak penyebab terbanyak adalah konstipasi fungsional yang biasanya berawal dari

kurangnya makanan berserat, kurang minum atau kurangya aktifitas.

Pengisian rektum yang tidak sempurna terjadi bila peristaltik kolon tidak efektif 

(misalnya pada kasus-kasus hipotiroidisme atau pemakaian opium, dan bila ada obstruksi

usus besar yang disebabkan oleh kelainan struktur atau karena penyakit Hirschsprung). Stasis

tinja dikolon menyebabkan proses pengeringan tinja yang berlebihan dan kegagalan untuk 

memulai reflek dari rektum, yang normalnya memicu evakuasi. Pengosongan rektum melalui

evakuasi spontan tergantung pada refleks defekasi yang dicetuskan oleh reseptor tekanan

 pada otot-otot rektum. Karenanya retensi tinja dapat disebakan oleh lesi yang melibatkan

otot-otot rektum, serabut-serabut aferen dan eferen dari tulang belakang bagian sakrum atau

otot-otot perut dan dasar panggul. Kelainan pada relaksasi sfingter ani bisa juga

menyebabkan retensi tinja. (Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol.2, 2000). 

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 9/16

 

Referat Konstipasi| 9

Akibat dari konstipasi 

Sebagaimana diketahui, fungsi kolon di antaranya melakukan absorpsi cairan

elektrolit, zat-zat organik misalnya glukose dan air, hal ini berjalan terus sampai di kolon

descendens. Pada seseorang yang mengalami konstipasi, sebagai akibat dari absorpsi cairan

yang terus berlangsung, maka tinja akan menjadi lebih padat dan mengeras. Tinja yang keras

dan padat menyebabkan makin susahnya defekasi, sehingga akan menimbulkan heamorrhoid.

Sisa-sisa protein di dalam makanan biasanya dipecahkan di dalam kolon dalam

 bentuk indol, skatol, fenol, kresol dan hydrogen sulfide. Sehingga akan memberikan bau yang

khas pada tinja. Pada konstipasi juga akan terjadi absorpsi zat-zat tersebut terutama indol dan

skatol, sehingga akan terjadi intestinal toksemia. Bila terjadi intestinal toksemia pada

 penderita dengan sirhosis hepatis merupakan hal yang berbahaya. Terutama jika terjadi kolon

stasis dan adanya pemecahan urea oleh bakteri mungkin akan mempercepat timbulnya

“hepatik encepalopati”. 

Konstipasi cenderung menetap dengan sendirinya, apapun penyebabnya. Tinja yang

 besar dan keras didalam rektum menjadi sulit dan bahkan sakit bila dikeluarkan, jadi lebih

sering terjadi retensi dan kemudian terbentuklah suatu lingkaran setan. Distensi rektum dan

kolon mengurangi sensitivitas refleks defeksi dan efektivitas peristaltik. Akhirnya, cairan dari

kolon proksimal dapat menapis disekitar tinja yang keras dan keluar dari rektum tanpa terasa

oleh anak. Gerakan usus yang tidak disengaja (enkopresis) mungkin keliru dengan diare.

Konstipasi itu sendiri tidak mempunyai pengaruh yang merusak organ sistemik. Stasis

saluran kemih dapat meyertai kasus berat yang lama. Konstipasi bisa menimbulkan

kecemasan, mempunyai dampak emosional yang mencolok pada penderita dan keluargnya.

(Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol.2, 2000). 

2.7 GEJALA KLINIS

-  Berkurangnya frekuensi defekasi.

-   Nyeri dan distensi abdomen, yang sering hilang sesudah defekasi.

-  Mempunyai riwayat tinja yang keras dan atau tinja yang sangat besar yang mungkin

menyumbat saluran toilet.

-  Enkopresis antara tinja yang keras.

-  Bisa mengalami anoreksia dan kurangnya kenaikan BB.

-  Pada konstipasi kronik kadang kala sering ditemukan retensi urin, megakistik, dan reflux

vesikoureter.

-  Distensi abdomen dengan bising usus normal, meningkat atau berkurang.

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 10/16

 

Referat Konstipasi| 10

-  Teraba masa abdomen kiri dan kanan bawah dan daerah suprapubis.

-  Pada kasus berat, masa tinja kadang teraba didaerah epigastrium.

-  Fisura ani serta ampula rekti yang besar dan lebar.

(Buku Ajar GEH IDAI Jilid I, 2011).

DIAGNOSIS 

Anamnesis

-  Keluhan kesulitan BAB kurang dari 3 kali dalam seminggu.

-   Nyeri dan distensi abdomen menyertai retensi tinja dan menghilang sesudah defekasi.

-  Riwayat tinja yang keras atau tinja yang besar yang mungkin menyumbat saluran toilet,

kecepirit antara tinja yang keras (sering dianggap diare).

-  Anoreksia dan berat badan sulit naik.

-  Upaya menahan tinja (sering disalah tafsir sebgai upaya mengejan untuk defeksi) dengan

menyilangkan kedua kaki, menarik kaki kanan dan kiri bergantian kedepan dan

kebelakang (seperti berdansa).

-  Inkontinensia urin dan infeksi saluran kemih seringkali berkaitan dengan konstipasi pada

anak.

-  Riwayat konsumsi obat-obatan (antasida, antikolinergik, antikonvulsan, antidepresan,

diuretika, preparat besi, relaksan otot, narkotika, psikotropika).

-  Pola diet yang berubah, kurang sayur dan buah, banyak minum susu.

-  Masalah dalam keluarga, pindah rumah, perubahan akivitas rutin sehari-hari,

ketersediaan toilet, adanya kemungkinan child abuse.

-  Umur pada saat awitan gejala timbul, bila gejala timbul sejak lahir, kemungkinaan

 penyebab anatomis seperti Hirschsprungharus dipikirkan. Bila awitan gejala timbul pada

saat usia toilet training (> 2 tahun) kemungkinan besar penyebabnya fungsional.

-  Adanya demam, perut kembung, anoreksia, nausea, vomiting, penurunan berat badan,

atau berat badan sulit naik mungkin merupakan gejala gangguan organik. Diare berdarah

 pada bayi dengan riwayat konstipasi dapat merupakan indikasi dari enterokolitis

komplikasi dari penyakit Hirschsprung.

Pemeriksaan Fisik 

-  Distensi abdomen dengan bisis usus normal, meningkat, atau berkurang.

-  Massa abdomen teraba pada palpasi abdomen kiri dan kanan bawah dan daerah

suprapubis. Pada konsipasi berat masa tinja kadang dapat teraba didaerah epigastrium.-  Fisura ani.

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 11/16

 

Referat Konstipasi| 11

-  Pemeriksaan colok dubur : dirasakan tonus sfingter, ukuran rektum, jepitan rektum,

apakah teraba tinja yang mengeras didalam rektum (skibala), adakah massa lain, apakah

terlihat adanya darah dan tinja pada sarung tangan, adakah tinja menyemprot bila jari

dicabut.

-  Punggung dilihat adakah spina bifida.

-   Neurologi : dilihat tonus, refleks kremaster, refleks tendon.

Pemeriksaan Penunjang

-  Uji darah samar dalam tinja dianjurkan pada semua bayi dengan konstipasi dan pada

anak dengan konstipasi yang juga mengalami sakit perut, gagal tumbuh, diare atau

riwayat keluarga menderita polip atau kanker kolorektal. NASPGAN merekomendasikan

 pemeriksaan darah samar feses semua anak dengan konstipasi. Bila didapatkan gejala

infeksi saluran kencing dilakukan pemeriksaan urin rutin.

-  Pemeriksaan foto polos abdomen untuk melihat kaliber kolon dan masa tinja dalam

kolon. Pemeriksaan ini tidak rutin, dilakukan bila pemeriksaan colok dubur tidak dapat

dilakukan atau bila pada pemeriksaan colok dubur tidak teraba adanya distensi rektum

oleh masa tinja.

-  Pemeriksaan enema barium untuk mencari penyebab organik seperti Morbus

Hirschsprung dan obstruksi usus.

-  Biopsi hisap rektum untuk melihat ada tidaknya ganglion pada mukosa rektum secara

histopatologis untuk memastikan adanya penyakit Hirschsprung.

-  Pemeriksaan manometri untuk menilai motilitas kolon.

-  Pemeriksaan lain-lain untuk mencari penyebab organik lain, seperti hipotiroidisme,

hipoparatiroid, diabetes insipidus, ultrasonografi abdomen, MRI,dll.

(Pedoman Pelayanan Medis IDAI, 2010)

2.8 PENANGANAN

Konstipasi Fungsional

Tatalaksana meliputi edukasi orangtua, evakuasi tinja, terapi rumatan, modifikasi perilaku,

obat dan konsultasi.

-  Edukasi kepada orangtua mengenai pengertian konstipasi, meliputi penyebab, gejala

maupun terapi yang diberikan.

-  Evakuasi atau pembersihan skibala adalah awal yang penting sebelum dilakukan

terapi rumatan. Skibala dapat dikeluarkan dengan obat per oral atau per rektal.Pemberian secara oral merupakan pengobatan yang tidak invasif namun memerlukan

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 12/16

 

Referat Konstipasi| 12

ketaatan dalam meminum obat. Sebaliknya, pemakaian obat melalui rektal ataupun

enema memberikan efek yang cepat tetapi sering memberikan efek psikologis yang

kurang baik pada anak dan dapat menimbulkan trauma pada anus (Johson dan Oski,

1997). Sehingga pemilihan obat dapat berdasarakan pengalaman klinis atau hasil diskusi

dengan orang tua atau anak yang sudah kooperatif.

A.  Obat-obat peroral yang bisa dipakai, adalah :

a.  Mineral oil (Parafin liquid) dengan dosis 15-30 ml/tahun umur (max. 240 ml

sehari), kecuali pada bayi.

 b.  Larutan polietilen glikol (PEG) 20 ml/kgBB/jam (max. 1000 ml/jam) diberikan

dengan pipa nasogastrik selama 4 jam/hari.

B.  Evakuasi tinja dengan obat per rektum dapat menggunakan :

a.  Enema fosfat hipertonik (3 ml/kgBB 1-2 x/hari max. 6 x enema).

 b.  Enema garam fisiologis (600-1000 ml) atau 120 ml mineral oil.

c.  Pada bayi digunakan supositoria/enema gliserin 2-5 ml. Program evakuasi tinja

dilakukan selama 3 hari berturut-turut agar evakuasi tinja sempurna.

-  Setelah berhasil melakukan evakuasi tinja, dilanjutkan dengan terapi rumatan untuk 

mencegah kekambuhan, meliputi :

a.  Intervensi diet, anak dianjurkan banyak minum, mengkonsumsi karbohidrat dan

serat.

 b.  Modifikasi prilaku dan toilet training. Segera setelah makan, anak dianjurkan untuk 

BAB, berilah waktu sekitar 10-15 menit bagi anak untuk BAB. Bila dilakukan

secara teratur akan mengembangkan refleks gastrokolik pada anak.

c.  Pemberian laksatif.

-  Laktulosa (larutan 70 %) dapat diberikan dengan dosis 1-3 ml/kgBB/hari dalam 2

kali pemberian.

-  Sorbitol (larutan 70%) diberikan 1-3 ml/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.

-  Mineral oil (parafin liquid) diberikan 1-3 ml/kgBB/hari, tetapi tidak dianjurkan

untuk anak dibawah 1 tahun.

-  Larutan magnesium hidroksida (400 mg/5 ml) diberikan 1-3 ml/kgBB/hari,

tetapi tidak diberikan pada bayi dan anak dengan gangguan ginjal.

-  Bila respon terapi belum memadai, mungkin perlu ditambahkan Cisapride

dengan dosis 0,2 mg/kgBB/x untuk 3-4x/hari selama 4-5 minggu untuk 

menjamin interval defekasi yang normal dengan evakuasi tinja yang sempurna.

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 13/16

 

Referat Konstipasi| 13

-  Terapi rumatan mungkin diperlukan selama beberapa bulan. Ketika anak telah

mempunyai pola defekasi yang teratur tanpa ada kesulitan, maka terapi rumatan

dapat dihentikan. Namun, harus disadarai bahwa sering terjadi kekambuhan dan

kesulitan defekasi dapat berlanjut sampai dewasa.

Konstipasi Organik 

Berbagai kelainan organik antara lain Morbus Hirschsprung, Striktura ani merupakan

kelainan konstipasi dan umumnya dapat dilakukan tindakan pembedahan.

(Pedoman Pelayanan Medis IDAI, 2010)

Tatalaksana

Tahap I

•  Melakukan modifikasi makanan dengan banyak makanan berserat.  

•  Banyak minum. 

•  Olahraga cukup. 

•  Toilet training. 

Tahap 2

•  Gunakan laksansia, untuk melunakkan tinja, dosis sesuai umur.

Tahap 3

•  Apabila terjadi konstipasi kronik, mohon dirujuk ke dokter spesialis

gastroenterohepatologi anak.

Bedah

Diperlukan pada kasus Hirschsprung, striktura ani dan adanya kelainan organik.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll).

Bila terjadi konstipasi kronik lebih dari 3 bulanm rujuk konsultan gastroenterohepatologi.

(Standar Pelayanan Kesehatan Anak IDAI Edisi I, 2004) 

2.9 LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF

•  Mengajarkan pola makan yang benar.

•  Mengandung cukup serat.

•  Pemberian cairan yang cukup.

•  Melatih berdefekasi yang benar.

•  Toilet training mulai diajarkan sejak usia 1 tahun dan dikatakan gagal apabila pada usis 3

tahun anak belum dapat BAB dengan benar.

(Standar Pelayanan Kesehatan Anak IDAI Edisi I, 2004) 

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 14/16

 

Referat Konstipasi| 14

2.10 KOMPLIKASI

•   Nyeri anus atau abdomen

•  Enkopresis

•  Fisura ani

•  Enuresis

Dilaporkan terjadi pada lebih dari 40 % anak dengan enkopresis. Pada beberapa

kasus, eneuresis menghilang bila masa tinja dievakuasi sehingga memungkinkan

kandung kemih mengembang.

•  Infeksi saluran kemih/obstruksi ureter 

Komplikasi urologis penting lainnya adalah dilatasi kolon distal, sehingga berperan

dalam meningkatkan frekuensi infeksi saluran kemih dan obstruksi ureter kiri.

•  Prolaps rektum

•  Ulkus soliter 

•  Sindrom stasis

-  Bakteri tumbuh lampau

-  Fermentasi karbohidrat, maldigesti

-  Dekonjugasi asam empedu

-  Steatore

Sindrom statis terutama terlihat pada pseudo-obstruksi. Stigma sosial yang berkaitan

dengan sering kentut dan kecipirit yang menimbulkan bau tidak sedap dapat

mempengaruhi anak. Sebagian besar anak dengan enkopresis kronis akan menyangkal

 bila ditanya tentang masalah enkopresisnya dan bahkan sering menyembunyikan celana

dalamnya yang kena kecipirit.

(Buku Ajar GEH IDAI Jilid I, 2011)

2.11 PEMANTAUAN (MONITORING)

Tumbuh Kembang

Pada konstipasi kronik dapat dijumpai gagal tumbuh. Bila ditemukan gagal tumbuh

 pasien perlu dirujuk ke konsultan gastrohepatologi dan gizi.

(Standar Pelayanan Kesehatan Anak IDAI Edisi I, 2004) 

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 15/16

 

Referat Konstipasi| 15

BAB III

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

Adanya penyimpangan dari yang diangap normal pada anak, merangsang orang tua

membawa anaknya ke dokter. Pada umumnya orang tua khawatir tinja anaknya terlalu besar 

dan keras, nyeri saat berhajat atau defekasinya terlalu jarang. Pada kenyataannya konstipasi

memang merupakan masalah biasa ditemukan pada anak.

Edukasi kepada orangtua mengenai pengertian konstipasi, meliputi penyebab, gejala

maupun terapi yang diberikan dapat mengurangi rasa khawatir pada orang tua dan evakuasi

atau pembersihan skibala adalah awal yang penting sebelum dilakukan terapi rumatan.

Skibala dapat dikeluarkan dengan obat per oral atau per rektal. Pemberian secara oral

merupakan pengobatan yang tidak invasif namun memerlukan ketaatan dalam meminum

obat. Sebaliknya, pemakaian obat melalui rektal ataupun enema memberikan efek yang cepat

tetapi sering memberikan efek psikologis yang kurang baik pada anak dan dapat

menimbulkan trauma pada anus

7/29/2019 referat konstipasi 1.docx

http://slidepdf.com/reader/full/referat-konstipasi-1docx 16/16

 

Referat Konstipasi| 16

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Kliegman, dan Arvin.  Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 2 BAB

 XVIII : Sistem Saluran Pencernaan, Konstipasi dan Perbedaan Hirschsprung dsn

 Fungsional, hal.1274-1275, hal. 1317. 2000. Jakarta : EGC.

Jufrie, Mohammad, dkk.  Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid I   Cetakan

kedua, BAB XII : Konstipasi Pada Anak, hal. 201. 2011. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

Pusponegoro, Hardiono D, dkk. Standar  Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I,BAB Gastro-hepatologi : Konstipasi, hal. 53. 2004. Jakarta : Ikatan Kedokteran Anak 

Indonesia.

Pudjiati, Antonius H.  Pedoman Pelayanan Medis IDAI Jilid I, BAB Konstipasi,hal.

175. 2010. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesis.