referat brain abscess (ainun martoni 1102090093).docx
TRANSCRIPT
BRAIN ABSCESS
(Ainun Martoni, Abdul Mu’ti, Hasanuddin)
I. PENDAHULUAN
Abses otak adalah infeksi pada otak yang diselubungi kapsul dan
terlokalisasi pada satu atau lebih area di dalam otak, yang melibatkan parenkim
otak terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau
melalui sistem vaskular.1,2,3 Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi
timbulnya abses di lobus otak. Abses otak yang penyebarannya secara hematogen,
letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang terdistribusi oleh arteri cerebri
media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak. Sebagian besar
abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis
(paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis, dan maxillaris). Abses dapat timbul akibat
penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru,
bronkhiektasis, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada
penyakit jantung bawaan Tetralogi of Fallot. 4
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika
saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak
tetap masih tinggi yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah
jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena risiko
kematiannya tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang
mengancam kehidupan masyarakat (“life-threatening infection”).4
II. EPIDEMIOLOGI
Abses otak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian sekitar 4 per juta
penduduk dan menyumbang sekitar 1 dari 10.000 rawat inap.5 Menurut Britt,
Richard et al, penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada
perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu
sekitar 20-50 tahun.4 Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD.
Anderson Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang
1
diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita
laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun
dengan rate kematian 55%.4
Abses otak paling sering terjadi antara usia 20 tahun hingga 50 tahun
namun pernah ditemukan dalam semua kelompok usia.1 Abses otak umumnya
terjadi pada dekade ketiga kehidupan, tetapi dapat terjadi pada setiap usia. Abses
akibat infeksi paranasal paling banyak terjadi antara usia 10 dan 30 tahun. Abses
otogenik umumnya ditemukan pada masa kanak-kanak dan setelah usia 40 tahun.
Abses otak pada anak-anak jarang terjadi dan memiliki insiden puncak pada usia
antara 4 dan 7 tahun. 5
Faktor predisposisi, khususnya pada sinusitis, otitis, mastoiditis, trauma
kepala, atau meningitis, muncul hingga mencapai 81% pada anak-anak dengan
abses otak. Dulu, sekitar 25% dari anak-anak dengan abses otak memiliki
penyakit jantung bawaan sianotik. Saat ini, bagaimanapun, hubungan ini tidak
biasa.5
III. ANATOMI, HISTOLOGI, FISIOLOGI
Otak terdiri atas banyak bagian yang fungsinya saling berintegrasi. Bagian
mayor diantaranya adalah medulla, pons, dan otak tengah (ketiganya disebut
batang otak), cerebellum, hipothalamus, thalamus, dan cerebrum. Medulla
memanjang dari medulla spinalis ke pons dan anterior cerebellum. Fungsinya
adalah sebagai tanda vital. Pada medulla terdapat pusat jantung yang mengatur
denyut jantung, pusat vasomotor yang mengatur diameter pembuluh darah dan
tekanan darah, pusat respiratori yang mengatur pernapasan. Di dalam medulla
juga terdapat pusat refleks untuk batuk, bersin, menelan, muntah.6
Pons menonjol ke anterior dari bagian atas medulla. Pada pons terdapat
dua pusat pernapasan yang bekerja dengan medulla untuk menghasilkan ritme
pernapasan normal. Otak tengah memanjang dari pons ke hipothalamus dan
berakhir di cerebral aqueduct, sebuah saluran yang menghubungkan ventrikel
2
ketiga dan keempat. Beberapa macam refleks yang berbeda saling berintegrasi di
otak tengah, termasuk refleks visual dan audiotorik. Cerebellum terpisah dari
medulla dan pons oleh ventrikel keempat dan berada di inferior lobus occipital
cerebrum. Banyak fungsi cerebellum yang berkaitan dengan pergerakan.6
Hipothalamus berada di superior hipofisis dan di inferior thalamus,
hipothalamus adalah area kecil otak dengan banyak fungsi yang berbeda yaitu
produksi antidiuretic hormone (ADH) dan oksitosin, produksi releasing hormone
seperti growth hormone releasing hormone (GNRH), regulasi suhu tubuh,
regulasi food intake, integrasi fungsi sistem saraf autonom, stimulasi respon
visceral selama situasi emosional, dan regulasi ritme tubuh seperti sekresi
hormon, siklus tidur, perubahan mood.6
Gambar 1. Potongan midsagital otak yang terlihat dari sisi kiri.
Dikutip dari kepustakaan 6
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak dan terletak di fossa kranial
anterior dan medial. Cerebrum dibagi oleh celah yang dalam, longitudinal
cerebral fissure, menjadi hemisfer kanan dan kiri, masing-masing memiliki satu
3
ventrikel lateral. Di bagian dalam hemisfer otak dihubungkan oleh suatu massa
putih (serabut saraf) yang disebut corpus callosum. Falx cerebri terbentuk di
duramater. Yang memisahkan dua hemisfer dan masuk ke dalam corpus callosum.
Bagian superfisial (perifer) cerebrum terdiri atas badan sel saraf atau grey matter,
yang membentuk korteks serebri, dan lapisan lebih dalam terdiri atas serabut-
serabut saraf atau white matter.7
Gambar 2. Potongan frontal otak dilihat dari anterior
Dikutip dari kepustakaan 6
Untuk mendeskripsikan tiap hemisfer cerebrum maka dibagi ke dalam
lobus-lobus yang diberi nama sesuai dengan letak tulang craniumnya:7
Frontal
Parietal
Temporal
Occipital
4
Gambar 3. Lobus dan Sulcus pada CerebrumDikutip dari kepustakaan 7
Jaringan saraf terdiri atas dua jenis sel utama: neuron (sel saraf) dan
neuroglia (sel penyokong). Sel struktural dan fungsional jaringan saraf adalah
neuron. Neuron-neuron membentuk jaringan penghubung yang sangat rumit,
terdiri atas sel yang menerima dan menghantar impuls sepanjang jalur neural atau
akson. Tiga kelompok utama neuron adalah multipolar, bipolar, dan unipolar.
Neuroglia adalah sel penyokong pada susunan saraf pusat (SSP) yang non-neural,
dengan banyak cabang yang terdapat di antara neuron. Sel-sel ini tidak
menghantar impuls dan secara morfologik dan fungsional berbeda dengan neuron.
Ada 3 jenis sel neuroglia: astrosit, oligodendrosit, dan mikroglia.8
Gambar 4. Lapisan V cortex cerebral. Pewarnaan : Silver Impergnation (Metode Cajal)
Dikutip dari kepustakaan 9
5
Bagian fungsional korteks serebri merupakan sebuah selaput tipis yang
mengandung neuron-neuron yang menutupi permukaan seluruh bagian cerebrum
yang berbelit. Selaput ini hanya setebal 2 sampai 5 milimeter, dengan jumlah total
daerah ini kira-kira seperempat meter persegi. Seluruh korteks serebri
mengandung kira-kira 100 miliar neuron.10
Cerebrum memiliki tiga varietas aktivitas yang berhubungan dengan
korteks serebri:7
Aktivitas mental yang berkaitan dengan memori, intelegensi, rasa tanggung
jawab, pemikiran, alasan, rasa moral dan pembelajaran yang dihubungkan ke
pusat yang lebih tinggi.
Persepsi sensorik, termasuk persepsi nyeri, suhu, raba, penglihatan,
pendengaran, pengecapan, dan penghidu.
Inisiasi dan kontrol kontraksi otot skeletal (volunteer).
Gambar 5 memperlihatkan struktur histologi khusus permukaan neuron
pada korteks serebri, serta rangkaian lapisan yang mengandung bermacam-macam
neuron. Neuron-neuron ini ada tiga macam, yakni: (1) granular (disebut juga
stelatta), (2) fusiformis, dan (3) piramidalis, yang terakhir dinamakan demikian
karena bentuknya yang menyerupai piramid.10
6
Gambar 5. Struktur korteks serebri, dalam gambar ini tampak I, lapisan molecular; II, lapisan granular eksterna; III, lapisan sel-sel pyramidal; IV, lapisan granular interna; V, lapisan sel-sel pyramidal besar; VI, lapisan sel-sel fusiformis atau sel-sel polimorfik.
Dikutip dari kepustakaan 10
Sebagian besar sinyal sensorik spesifik dari tubuh yang masuk akan
berakhir di lapisan kortikal IV. Kebanyakan sinyal output meninggalkan korteks
melalui neuron-neuron yang terletak di lapisan V dan VI; serabut-serabut yang
sangat besar yang berjalan kea rah batang otak dan medulla umumnya berasal dari
lapisan V; dan serabut-serabut yang luar biasa banyaknya yang menuju ke
thalamus berasal dari lapisan VI. Lapisan I, II, dan III membentuk sebagian besar
fungsi asosiasi intrakortikal, dengan kekhususan pada sejumlah besar neuron pada
lapisan II dan III yang membuat hubungan horizontal pendek dengan area kortikal
yang berdekatan.10
7
IV. KLASIFIKASI
Proses pembentukan abses otak oleh bakteri Streptococcus alpha
hemolyticus secara histologis dibagi dalam 4 fase dan waktu 2 minggu untuk
terbentuknya kapsul abses.4
A. Early cerebritis (hari 1-3)
Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymorphonuclear leukosit,
limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada
hari pertama dan meningkat pada hari ke-3. Sel-sel radang terdapat pada tunika
adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi.
Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekitar
otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.4
B. Late cerebritis (hari 4-9)
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat
nekrosis membesar oleh karena peningkatan “acellular debris” dan pembentukan
nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang, makrofag-makrofag besar
dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi retikulum yang
akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal
sehingga lesi menjadi sangat besar.4
C. Early capsule formation (hari 10-13)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan “acellular
debris” dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast
membentuk anyaman retikulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel,
pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di
daerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang
terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam
substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis.
Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman retikulum yang tersebar
membentuk kapsul kolagen. Reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.4
8
D. Late capsule formation (hari 14 atau lebih)
Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai
berikut: bentuk pusat nekrosis diisi oleh “acellular debris” dan sel-sel radang.
Daerah tepi dari sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal.
Lapisan neovaskular sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit,
gliosis dan edema otak di luar kapsul.4
V. ETIOLOGI
Abses otak sering terjadi saat bakteri atau jamur menginfeksi bagian otak.
Pembengkakan dan iritasi (radang) berkembang sebagai respon terhadap infeksi
ini. Sel otak yang terinfeksi, sel darah putih, bakteri hidup dan mati, dan jamur
berkumpul di daerah otak. Jaringan terbentuk di sekitar daerah ini dan membuat
suatu massa.11
Sementara respon kekebalan dapat melindungi otak dengan mengisolasi
infeksi, hal ini juga dapat menyebabkan lebih banyak bahaya daripada
keselamatan. Otak membengkak. Karena tengkorak tidak dapat membesar, massa
dapat menekan jaringan otak yang halus. Sel-sel yang terinfeksi dapat memblokir
pembuluh darah otak.11
Kuman yang menyebabkan abses otak dapat mencapai otak melalui darah.
Sumber infeksi sering tidak ditemukan. Namun, sumber yang paling umum adalah
infeksi paru-paru. Kadang, infeksi jantung adalah penyebabnya. Kuman juga
dapat berasal dari daerah terinfeksi di dekatnya (misalnya, infeksi telinga atau
abses gigi) atau masuk ke dalam tubuh saat ada perlukaan (seperti pistol atau
pisau) atau bedah saraf. Pada anak-anak dengan penyakit jantung kongenital atau
defek pembuluh darah sejak lahir, seperti Tetralogy of Fallot, infeksi lebih cepat
mencapai otak dari usus, gigi atau daerah tubuh lainnya.11
Organisme penyebab yang dominan, diantaranya :12
- Staphylococcus aureus, termasuk methicillin-resistant
9
- Aerobik, anaerobik, dan mikroaerofilik streptococci, termasuk alfa-hemolitik streptococci dan Streptococcus anginosus (milleri) grup (Streptococcus anginosus, Streptococcus constellatus, dan Streptococcus intermedius)
- Prevotella dan Fusobacterium species dan B fragilis
- Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, dan spesies Proteus)
- Spesies Pseudomonas
- Anaerob lainnya (Veillonella, Eubacterium)
Faktor-faktor risiko :3,11
- Tanpa faktor/sumber yang diketahui
- Didahului infeksi lokal (sinusitis dan mastoiditis)
- Berasal dari jantung (penyakit jantung sianotik kongenital)
- Pascaoperasi intrakranial
- Pascatrauma intrakranial
- Bersumber dari paru
- Pada penderita imunosupresi (HIV, transplantasi)
- Penyakit kronik, seperti kanker
- Obat-obatan yang menekan sistem imun (kortikosteroid atau kemoterapi)
VI. DIAGNOSIS
A. Anamnesis dan pemeriksaan fisis
Trias abses otak klasik adalah peningkatan tekanan intrakranial (TIK),
defisit neurologis fokal, dan demam. Gejala awal peningkatan TIK berupa nyeri
kepala, mual, dan muntah. Gejala lainnya adalah mengantuk dan bingung; kejang
umum atau fokal; dan defisit fokal motorik (hemiparesis), sensorik
(hemihipestesia) dan kemampuan bicara.3
10
Simptom : 13
- Gejala yang sering timbul seperti demam, sakit kepala, perubahan status
mental (mengantuk, bingung), defisit fokal neurologik, grand mal seizures,
mual dan muntah, ketegangan pada leher.
- Tiba-tiba sakit kepala memberat diikuti dengan tanda-tanda kegawatan
meningism, yang sering berhubungan dengan ruptur abses.
Sign :13
- Demam
- Defisit fokal motor atau sensori
- Peningkatan tekanan darah dan bradikardia yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
- Papilloedema
- Ataxia
- Bingung, mengantuk
- Bulging fontanelle pada bayi
B. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah rutin
Leukositosis dan peningkatan laju endap darah dapat ada atau tidak.14
Leukositosis polinuklearis bergandengan dengan abses serebri akut,
sedangkan pada abses serebri kronik darah perifer biasanya normal.15
2. Pemeriksaan CSF (Cerebrospinal Fluid)
Pada semua tipe abses, tekanan CSF meningkat dan biasanya diikuti
pleocytosis dengan peningkatan protein tapi glukosa normal.16 CSF steril
kecuali jika abses ruptur. Kandungan protein biasanya meningkat, dan
leukosit mungkin meningkat dengan predominan limfosit. CSF
mempunyai arti diagnostik yang terbatas dan lumbal punksi harus
11
dihindari jika tekanan intrakranial tinggi.14 Lumbal punksi tidak dianjurkan
(tidak spesifik untuk abses otak), karena dapat dengan cepat menunjukkan
tanda-tanda herniasi otak.4
3. Pemeriksaan EEG (Electroencephalography)
Pada abses supratentorial, EEG memperlihatkan fokus gelombang lambat
yang mencolok pada daerah lesi.14
C. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan pertama yang dipilih untuk pasien yang dicurigai abses otak
adalah MRI dengan dan tanpa enhancement gadolinium. Diagnostik yang sama
bisa didapatkan dari CT Scan kranial tanpa dan dengan intravenous
administration medium kontras yang diiodinisasi. Kedua teknik pencitraan ini
membantu mendeteksi efek massa abses; namun, pemeriksaan pada MRI dengan
protokol diffusion lebih spesifik untuk membedakan tumor cerebral, stroke, dan
abses.17
1. CT Scan
Pada pasien dengan suspek sepsis intraparenkimal, pre dan post kontras
scan sebaiknya harus diperoleh, kecuali dengan rencana untuk melanjutkan
pemeriksaan MRI terlepas dari temuan pada CT Scan.18 Pada CT tampak area
hipodens di daerah korteks atau persambungan kortikomeduler yang bisa soliter
atau multipel. Pada pemberian media kontras tampak enhancement berbentuk
cincin sekeliling daerah hipodens. Di luar daerah yang enhancement tampak
edema perifokal.19 Tampilan khas meliputi :18
- Cincin iso/hiperdens jaringan, biasanya ketebalan seragam
- Atenuasi sentral rendah (cairan/nanah)
- Densitas sekitar rendah (edema vasogenik)
- Ventrikulitis bisa ada, terlihat sebagai enhancement ependima
12
- Hidrosefalus obstruktif biasanya akan terlihat saat terjadi penyebaran intraventrikular.
Gambar 6. CT Scan tanpa kontras
Dikutip dari kepustakaan 20
Gambar 7. CT Scan dengan kontras
Dikutip dari kepustakaan 20
13
Gambar 8. CT non-kontras (kiri), CT kontras (kanan)
Dikutip dari kepustakaan 20
Pada CT nonkontras, Toxoplasma encephalitis muncul sebagai area efek
massa isointense atau hipodense. Ganglia basal dan corticomedullary junction
yang umumnya terkena. CT dengan kontras menunjukkan bentuk cincin atau
nodular enhancement dengan diameter lesi 1-3 cm. Enhancement lebih banyak
berkumpul di zona intermediet di mana inflamasi paling parah terjadi.17
Gambar 9. Abses otak. CT Scan axial dengan enhancement kontras
intravenous (IV) pada pasien dengan sakit kepala dan demam. CT Scan awal
menunjukkan efek massa dan edema pada lobus temporal kiri. Karena
bentuk edema dan massa yang tidak bagus, biopsi lobus temporal kiri yang
dapat menyingkirkan diagnosis tumor.
Dikutip dari kepustakaan 17
14
CT abses intrakranial tergantung pada stadium formasi abses. Fase awal
mungkin berhubungan dengan meningitis, dengan tidak ditemukannya pada
pemeriksaan CT non-kontras. Enhancement permukaan meningeal tidak spesifik
dan inkonsisten pada pada pasien dengan meningitis. Selama awal cerebritis, CT
Scan non-kontras mungkin bisa menunjukkan gambaran normal atau hanya area
hipodense subkortikal yang marginasi kurang baik. Pemeriksaan CT dengan
kontras menggambarkan area yang diisi kontras dengan regio edematous. Selama
stadium awal pembentukan abses, lesi coalesces, dengan irregular enhancing rim
yang mengelilingi area low-attenuating sentral. Abses yang terbentuk tidak akan
mengisi porsi sentral abses. Stadium kapsul awal dikarakteristik oleh adanya
kapsul kolagenous, yang relatif tipis, well-delineated capsule menandakan stadium
akhir pembentukan abses.17
2. MRI
MRI lebih sensitif dan khususnya dengan penambahan DWI lebih spesifik
untuk diagnosis abses otak.18
T1
T1 : Longitudinal relaxation time (TR pendek, TE pendek)22
- Intensitas sentral rendah (hiperintens pada CSF)
- Intensitas perifer rendah (edema vasogenik)
- Ring enhancement
- Ventrikulitis mungkin ada, pada kasus hidrosefalus umumnya akan terlihat.18
15
Gambar 10. Axial contrast-enhanced T1 weighted image menunjukkan lesi 1,7
cm rim-enhancing pada lobus frontal kiri.
Dikutip dari kepustakaan 21
Gambar 11. Gambar Axial T1-weighted dan dua gambar T1 setelah
pemberian gadolinium. Hal ini menggambarkan enhancement ependima dan
pembesaran plexus choroid, sesuai dengan ventriculitis. Yang ditunjuk
panah adalah lesi parenkimal sinyal tinggi dengan penambahan gadolinium,
sesuai dengan abses otak.
Dikutip dari kepustakaan 23
16
T2/FLAIR (Fluid Attenuated Inversion Recovery)
T2 : Transversal relaxation time (TR panjang dan TE panjang).22
- Intensitas sentral tinggi (hipointens pada CSF, tidak melemahkan FLAIR)
- Intensitas perifer tinggi (edema vasogenik)
- Kapsul abses mungkin terlihat sebagai perantara untuk sinyal rendah yang sedikit.18
Gambar 12. Di atas menunjukkan satu gambar axial T2-weighted dan dua
gambar Flair. Ada dilatasi ventrikel lateral kanan, pergeseran minor garis
tengah ke kiri dan sinyal tinggi periventricular.
Dikutip dari kepustakaan 23
DWI(Diffusion Weighted Imaging)/ADC (Apparent Diffusion
Coefficient)18
- Sinyal DWI tinggi biasanya menampilkan lebih ke sentral
- Tampilan ini sering menunjukkan difusi terbatas yang benar (sinyal rendah pada ADC)
- Difusi terbatas bercak atau perifer mungkin bisa terlihat
- Dalam banyak kasus DWI tinggi berhubungan dengan sinyal ADC tinggi, konsisten dengan cahaya T2 melalui bagian tengah nekrotik.
17
Gambar 13. Axial diffusion-weighted image menunjukkan pusat abses yang
isotense (tanda bintang) dan edema disekelilingnya (panah) yang
hiperintense.
Dikutip dari kepustakaan 21
VII. DIAGNOSIS BANDING
A. Metastasis serebral
Gambar 14. Ring enhancing cerebral metastasis
Dikutip dari kepustakaan 18
18
B. Stroke hemoragik subakut
Gambar 15. Stroke hemoragik subakut
Dikutip dari kepustakaan 18
C. Demyelinasi
Gambar 16. Demyelinasi
Dikutip dari kepustakaan 18
19
D. Radionecrosis
Gambar 17. Radionecrosis
Dikutip dari kepustakaan 18
E. Glioblastoma multiforme
Gambar 18. Glioblastoma multiforme
Dikutip dari kepustakaan 18
20
VIII. PENATALAKSANAAN
- Intervensi bedah saraf untuk dekompresi dan drainase abses mungkin harus
dilakukan untuk mengatasi gejala klinis dan mendapatkan diagnosis
bakteriologis.24
- Antibiotik spektrum luas (misalnya sefotaksim dengan metronidazol)
diberikan sampai diagnosis bakteriologis ditegakkan.24
- Kortikosteroid (dengan perlindungan antibiotik) mungkin diperlukan untuk
mengatasi edema serebri.24
IX. PENUTUP
Abses otak adalah infeksi pada otak yang diselubungi kapsul dan
terlokalisasi pada satu atau lebih area di dalam otak, yang melibatkan parenkim
otak terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau
melalui sistem vaskular. Abses otak paling sering terjadi antara usia 20 tahun
hingga 50 tahun namun pernah ditemukan dalam semua kelompok usia. Proses
pembentukan abses otak oleh bakteri Streptococcus alpha hemolyticus secara
histologis dibagi dalam 4 fase dan waktu 2 minggu untuk terbentuknya kapsul
abses.
Trias abses otak klasik adalah peningkatan tekanan intrakranial (TIK),
defisit neurologis fokal, dan demam. Gejala awal peningkatan TIK berupa nyeri
kepala, mual, dan muntah. Gejala lainnya adalah mengantuk dan bingung; kejang
umum atau fokal; dan defisit fokal motorik (hemiparesis), sensorik
(hemihipestesia) dan kemampuan bicara.
Untuk membantu penegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan fisis,
laboratorium, pemeriksaan radiologi berupa CT Scan dan MRI. Pengobatan yang
diberikan yaitu intervensi bedah, antibiotik spektrum luas, dan kortikosteroid.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Hartwig, M.S.; Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi Generalisata; dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi ke-6, Volume 2, Price, S., Wilson, L, 2005, Jakarta: Penerbit EGC, hal : 1155.
2. Dorland, N.; Kamus Kedokteran Dorland, Edisi ke-29, 2002, Jakarta: Penerbit EGC, hal : 7.
3. Dewanto, G., Suwono, WJ., Riyanto, B., Turana, Y.; Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf, 2009, Jakarta: Penerbit EGC, hal : 51-52.
4. Hakim, A.A.; Abses Otak, Majalah Kedokteran Nusantara, 2005, Volume 38, Edisi ke-4, hal : 324-326.
5. Greenlee, JE; Brain Abscess; Medmerits; updated 2011.
6. Scanlon, V.C., Sanders, T.; Essentials of Anatomy and Physiology, 5th Edition, 2007, Philadelphia: Davis Company, hal : 176-179.
7. Waugh, A., Grant, A.; Ross and Wilson: Anatomy and Physiology in Health and Illness, Edisi ke-9, 2004, Philadelphia: Elvesier Limited, hal : 150-151.
8. Eroschenko, V.P.; Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional, Edisi ke-9, 2003, Jakarta: Penerbit EGC, hal : 85.
9. Erenchenko, V.P.; DiFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations, 12th Edition, 2013, Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, hal : 187.
10. Guyton, A.C., Hall, J.E.; Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook of Medical Physiology), Edisi ke-11, 2008, Jakarta: Penerbit EGC, hal : 750-751.
11. Dugdale, D.C., Vyas, J.M., Zieve, D.; Brain Abscess; MedlinePlus; updated 23 Maret 2013.
12. Brook, I., Band, J.D., Talavera, F., Greenfield, R.A et al; Brain Abscess Clinical Presentation; Medscape; updated 28 Februari 2012.
13. Tidy, C., Rull, G., Bonsall, A; Intracranial Abscesses; Patient.co.uk; updated 12 Oktober 2012.
14. Behrman, R.E., Vaughan, V.C.; Nelson: Ilmu Kesehatan Anak (Nelson: Textbook of Pediatrics), Edisi ke-12, Bagian 3, 1992, Jakarta: Penerbit EGC, hal : 406.
22
15. Mardjono, M., Sidharta, P.; Neurologi Klinis Dasar, 2004, Jakarta: Dian Rakyat, hal : 321.
16. Victor, M., Ropper, A.H.; Adam’s and Victor’s: Manual of Neurology, 7th
edition, 2002, New York: McGraw-Hill, hal : 276.
17. Nadalo, L.A., Hunter, L.K., Levy, L.M., Smirniotopoulos, J.G et al; Brain Abscess Imaging; Medscape; updated 25 Mei 2011.
18. Sorrentino, S., Gaillard F et al; Brain Abscess; Radiopaedia.org; updated Desember 2012.
19. Sjair, Z.; Tomografi Komputer Kepala; dalam Radiologi Diagnostik, Edisi ke-2; Rasad, S, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal : 387.
20. Gomersall, C; Brain Abscess; Maquet; updated Maret 2013.
21. Chong-Han, C.H., Cortez, S.C., Tung, G.A.; Diffusion-Weighted MRI of Cerebral Toxoplasma Abscess, American Journal of Roentgenology, 2003, Edisi ke-181, hal : 1712-1713.
22. Abdullah, A.A.; Pencitraan Resonansi Magnetik; dalam Radiologi Diagnostik, Edisi ke-2; Rasad, S, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal : 592.
23. Kai, A., Cooke, F., Antoun, N., Siddhartan, C., Sule, O.; A Rare Presentation of Ventriculitis and Brain Abscess caused by Fusobacterium Nucleatum, Journal of Medical Microbiology, 2008, Edisi ke-57, hal : 669.
24. Ginsberg, L.; Lecture Notes Neurologi, Edisi ke-8, 2007, Jakarta: EMS, hal : 125.
23