referat brain abscess (ainun martoni 1102090093).docx

31
BRAIN ABSCESS (Ainun Martoni, Abdul Mu’ti, Hasanuddin) I. PENDAHULUAN Abses otak adalah infeksi pada otak yang diselubungi kapsul dan terlokalisasi pada satu atau lebih area di dalam otak, yang melibatkan parenkim otak terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melalui sistem vaskular. 1,2,3 Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak. Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang terdistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak. Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis, dan maxillaris). Abses dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkhiektasis, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi of Fallot. 4 Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak tetap 1

Upload: andi-muthmainnah

Post on 03-Jan-2016

120 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

BRAIN ABSCESS

(Ainun Martoni, Abdul Mu’ti, Hasanuddin)

I. PENDAHULUAN

Abses otak adalah infeksi pada otak yang diselubungi kapsul dan

terlokalisasi pada satu atau lebih area di dalam otak, yang melibatkan parenkim

otak terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau

melalui sistem vaskular.1,2,3 Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi

timbulnya abses di lobus otak. Abses otak yang penyebarannya secara hematogen,

letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang terdistribusi oleh arteri cerebri

media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak. Sebagian besar

abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis

(paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis, dan maxillaris). Abses dapat timbul akibat

penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru,

bronkhiektasis, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada

penyakit jantung bawaan Tetralogi of Fallot. 4

Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika

saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak

tetap masih tinggi yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah

jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena risiko

kematiannya tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang

mengancam kehidupan masyarakat (“life-threatening infection”).4

II. EPIDEMIOLOGI

Abses otak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian sekitar 4 per juta

penduduk dan menyumbang sekitar 1 dari 10.000 rawat inap.5 Menurut Britt,

Richard et al, penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada

perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu

sekitar 20-50 tahun.4 Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD.

Anderson Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang

1

Page 2: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita

laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun

dengan rate kematian 55%.4

Abses otak paling sering terjadi antara usia 20 tahun hingga 50 tahun

namun pernah ditemukan dalam semua kelompok usia.1 Abses otak umumnya

terjadi pada dekade ketiga kehidupan, tetapi dapat terjadi pada setiap usia. Abses

akibat infeksi paranasal paling banyak terjadi antara usia 10 dan 30 tahun. Abses

otogenik umumnya ditemukan pada masa kanak-kanak dan setelah usia 40 tahun.

Abses otak pada anak-anak jarang terjadi dan memiliki insiden puncak pada usia

antara 4 dan 7 tahun. 5

Faktor predisposisi, khususnya pada sinusitis, otitis, mastoiditis, trauma

kepala, atau meningitis, muncul hingga mencapai 81% pada anak-anak dengan

abses otak. Dulu, sekitar 25% dari anak-anak dengan abses otak memiliki

penyakit jantung bawaan sianotik. Saat ini, bagaimanapun, hubungan ini tidak

biasa.5

III. ANATOMI, HISTOLOGI, FISIOLOGI

Otak terdiri atas banyak bagian yang fungsinya saling berintegrasi. Bagian

mayor diantaranya adalah medulla, pons, dan otak tengah (ketiganya disebut

batang otak), cerebellum, hipothalamus, thalamus, dan cerebrum. Medulla

memanjang dari medulla spinalis ke pons dan anterior cerebellum. Fungsinya

adalah sebagai tanda vital. Pada medulla terdapat pusat jantung yang mengatur

denyut jantung, pusat vasomotor yang mengatur diameter pembuluh darah dan

tekanan darah, pusat respiratori yang mengatur pernapasan. Di dalam medulla

juga terdapat pusat refleks untuk batuk, bersin, menelan, muntah.6

Pons menonjol ke anterior dari bagian atas medulla. Pada pons terdapat

dua pusat pernapasan yang bekerja dengan medulla untuk menghasilkan ritme

pernapasan normal. Otak tengah memanjang dari pons ke hipothalamus dan

berakhir di cerebral aqueduct, sebuah saluran yang menghubungkan ventrikel

2

Page 3: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

ketiga dan keempat. Beberapa macam refleks yang berbeda saling berintegrasi di

otak tengah, termasuk refleks visual dan audiotorik. Cerebellum terpisah dari

medulla dan pons oleh ventrikel keempat dan berada di inferior lobus occipital

cerebrum. Banyak fungsi cerebellum yang berkaitan dengan pergerakan.6

Hipothalamus berada di superior hipofisis dan di inferior thalamus,

hipothalamus adalah area kecil otak dengan banyak fungsi yang berbeda yaitu

produksi antidiuretic hormone (ADH) dan oksitosin, produksi releasing hormone

seperti growth hormone releasing hormone (GNRH), regulasi suhu tubuh,

regulasi food intake, integrasi fungsi sistem saraf autonom, stimulasi respon

visceral selama situasi emosional, dan regulasi ritme tubuh seperti sekresi

hormon, siklus tidur, perubahan mood.6

Gambar 1. Potongan midsagital otak yang terlihat dari sisi kiri.

Dikutip dari kepustakaan 6

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak dan terletak di fossa kranial

anterior dan medial. Cerebrum dibagi oleh celah yang dalam, longitudinal

cerebral fissure, menjadi hemisfer kanan dan kiri, masing-masing memiliki satu

3

Page 4: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

ventrikel lateral. Di bagian dalam hemisfer otak dihubungkan oleh suatu massa

putih (serabut saraf) yang disebut corpus callosum. Falx cerebri terbentuk di

duramater. Yang memisahkan dua hemisfer dan masuk ke dalam corpus callosum.

Bagian superfisial (perifer) cerebrum terdiri atas badan sel saraf atau grey matter,

yang membentuk korteks serebri, dan lapisan lebih dalam terdiri atas serabut-

serabut saraf atau white matter.7

Gambar 2. Potongan frontal otak dilihat dari anterior

Dikutip dari kepustakaan 6

Untuk mendeskripsikan tiap hemisfer cerebrum maka dibagi ke dalam

lobus-lobus yang diberi nama sesuai dengan letak tulang craniumnya:7

Frontal

Parietal

Temporal

Occipital

4

Page 5: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

Gambar 3. Lobus dan Sulcus pada CerebrumDikutip dari kepustakaan 7

Jaringan saraf terdiri atas dua jenis sel utama: neuron (sel saraf) dan

neuroglia (sel penyokong). Sel struktural dan fungsional jaringan saraf adalah

neuron. Neuron-neuron membentuk jaringan penghubung yang sangat rumit,

terdiri atas sel yang menerima dan menghantar impuls sepanjang jalur neural atau

akson. Tiga kelompok utama neuron adalah multipolar, bipolar, dan unipolar.

Neuroglia adalah sel penyokong pada susunan saraf pusat (SSP) yang non-neural,

dengan banyak cabang yang terdapat di antara neuron. Sel-sel ini tidak

menghantar impuls dan secara morfologik dan fungsional berbeda dengan neuron.

Ada 3 jenis sel neuroglia: astrosit, oligodendrosit, dan mikroglia.8

Gambar 4. Lapisan V cortex cerebral. Pewarnaan : Silver Impergnation (Metode Cajal)

Dikutip dari kepustakaan 9

5

Page 6: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

Bagian fungsional korteks serebri merupakan sebuah selaput tipis yang

mengandung neuron-neuron yang menutupi permukaan seluruh bagian cerebrum

yang berbelit. Selaput ini hanya setebal 2 sampai 5 milimeter, dengan jumlah total

daerah ini kira-kira seperempat meter persegi. Seluruh korteks serebri

mengandung kira-kira 100 miliar neuron.10

Cerebrum memiliki tiga varietas aktivitas yang berhubungan dengan

korteks serebri:7

Aktivitas mental yang berkaitan dengan memori, intelegensi, rasa tanggung

jawab, pemikiran, alasan, rasa moral dan pembelajaran yang dihubungkan ke

pusat yang lebih tinggi.

Persepsi sensorik, termasuk persepsi nyeri, suhu, raba, penglihatan,

pendengaran, pengecapan, dan penghidu.

Inisiasi dan kontrol kontraksi otot skeletal (volunteer).

Gambar 5 memperlihatkan struktur histologi khusus permukaan neuron

pada korteks serebri, serta rangkaian lapisan yang mengandung bermacam-macam

neuron. Neuron-neuron ini ada tiga macam, yakni: (1) granular (disebut juga

stelatta), (2) fusiformis, dan (3) piramidalis, yang terakhir dinamakan demikian

karena bentuknya yang menyerupai piramid.10

6

Page 7: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

Gambar 5. Struktur korteks serebri, dalam gambar ini tampak I, lapisan molecular; II, lapisan granular eksterna; III, lapisan sel-sel pyramidal; IV, lapisan granular interna; V, lapisan sel-sel pyramidal besar; VI, lapisan sel-sel fusiformis atau sel-sel polimorfik.

Dikutip dari kepustakaan 10

Sebagian besar sinyal sensorik spesifik dari tubuh yang masuk akan

berakhir di lapisan kortikal IV. Kebanyakan sinyal output meninggalkan korteks

melalui neuron-neuron yang terletak di lapisan V dan VI; serabut-serabut yang

sangat besar yang berjalan kea rah batang otak dan medulla umumnya berasal dari

lapisan V; dan serabut-serabut yang luar biasa banyaknya yang menuju ke

thalamus berasal dari lapisan VI. Lapisan I, II, dan III membentuk sebagian besar

fungsi asosiasi intrakortikal, dengan kekhususan pada sejumlah besar neuron pada

lapisan II dan III yang membuat hubungan horizontal pendek dengan area kortikal

yang berdekatan.10

7

Page 8: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

IV. KLASIFIKASI

Proses pembentukan abses otak oleh bakteri Streptococcus alpha

hemolyticus secara histologis dibagi dalam 4 fase dan waktu 2 minggu untuk

terbentuknya kapsul abses.4

A. Early cerebritis (hari 1-3)

Terjadi reaksi radang lokal dengan infiltrasi polymorphonuclear leukosit,

limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada

hari pertama dan meningkat pada hari ke-3. Sel-sel radang terdapat pada tunika

adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi.

Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekitar

otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.4

B. Late cerebritis (hari 4-9)

Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat

nekrosis membesar oleh karena peningkatan “acellular debris” dan pembentukan

nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang, makrofag-makrofag besar

dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi retikulum yang

akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal

sehingga lesi menjadi sangat besar.4

C. Early capsule formation (hari 10-13)

Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag menelan “acellular

debris” dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast

membentuk anyaman retikulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel,

pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di

daerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang

terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam

substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis.

Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman retikulum yang tersebar

membentuk kapsul kolagen. Reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.4

8

Page 9: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

D. Late capsule formation (hari 14 atau lebih)

Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai

berikut: bentuk pusat nekrosis diisi oleh “acellular debris” dan sel-sel radang.

Daerah tepi dari sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal.

Lapisan neovaskular sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit,

gliosis dan edema otak di luar kapsul.4

V. ETIOLOGI

Abses otak sering terjadi saat bakteri atau jamur menginfeksi bagian otak.

Pembengkakan dan iritasi (radang) berkembang sebagai respon terhadap infeksi

ini. Sel otak yang terinfeksi, sel darah putih, bakteri hidup dan mati, dan jamur

berkumpul di daerah otak. Jaringan terbentuk di sekitar daerah ini dan membuat

suatu massa.11

Sementara respon kekebalan dapat melindungi otak dengan mengisolasi

infeksi, hal ini juga dapat menyebabkan lebih banyak bahaya daripada

keselamatan. Otak membengkak. Karena tengkorak tidak dapat membesar, massa

dapat menekan jaringan otak yang halus. Sel-sel yang terinfeksi dapat memblokir

pembuluh darah otak.11

Kuman yang menyebabkan abses otak dapat mencapai otak melalui darah.

Sumber infeksi sering tidak ditemukan. Namun, sumber yang paling umum adalah

infeksi paru-paru. Kadang, infeksi jantung adalah penyebabnya. Kuman juga

dapat berasal dari daerah terinfeksi di dekatnya (misalnya, infeksi telinga atau

abses gigi) atau masuk ke dalam tubuh saat ada perlukaan (seperti pistol atau

pisau) atau bedah saraf. Pada anak-anak dengan penyakit jantung kongenital atau

defek pembuluh darah sejak lahir, seperti Tetralogy of Fallot, infeksi lebih cepat

mencapai otak dari usus, gigi atau daerah tubuh lainnya.11

Organisme penyebab yang dominan, diantaranya :12

- Staphylococcus aureus, termasuk methicillin-resistant

9

Page 10: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

- Aerobik, anaerobik, dan mikroaerofilik streptococci, termasuk alfa-hemolitik streptococci dan Streptococcus anginosus (milleri) grup (Streptococcus anginosus, Streptococcus constellatus, dan Streptococcus intermedius)

- Prevotella dan Fusobacterium species dan B fragilis

- Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae, Escherichia coli, dan spesies Proteus)

- Spesies Pseudomonas

- Anaerob lainnya (Veillonella, Eubacterium)

Faktor-faktor risiko :3,11

- Tanpa faktor/sumber yang diketahui

- Didahului infeksi lokal (sinusitis dan mastoiditis)

- Berasal dari jantung (penyakit jantung sianotik kongenital)

- Pascaoperasi intrakranial

- Pascatrauma intrakranial

- Bersumber dari paru

- Pada penderita imunosupresi (HIV, transplantasi)

- Penyakit kronik, seperti kanker

- Obat-obatan yang menekan sistem imun (kortikosteroid atau kemoterapi)

VI. DIAGNOSIS

A. Anamnesis dan pemeriksaan fisis

Trias abses otak klasik adalah peningkatan tekanan intrakranial (TIK),

defisit neurologis fokal, dan demam. Gejala awal peningkatan TIK berupa nyeri

kepala, mual, dan muntah. Gejala lainnya adalah mengantuk dan bingung; kejang

umum atau fokal; dan defisit fokal motorik (hemiparesis), sensorik

(hemihipestesia) dan kemampuan bicara.3

10

Page 11: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

Simptom : 13

- Gejala yang sering timbul seperti demam, sakit kepala, perubahan status

mental (mengantuk, bingung), defisit fokal neurologik, grand mal seizures,

mual dan muntah, ketegangan pada leher.

- Tiba-tiba sakit kepala memberat diikuti dengan tanda-tanda kegawatan

meningism, yang sering berhubungan dengan ruptur abses.

Sign :13

- Demam

- Defisit fokal motor atau sensori

- Peningkatan tekanan darah dan bradikardia yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial

- Papilloedema

- Ataxia

- Bingung, mengantuk

- Bulging fontanelle pada bayi

B. Pemeriksaan laboratorium

1. Pemeriksaan darah rutin

Leukositosis dan peningkatan laju endap darah dapat ada atau tidak.14

Leukositosis polinuklearis bergandengan dengan abses serebri akut,

sedangkan pada abses serebri kronik darah perifer biasanya normal.15

2. Pemeriksaan CSF (Cerebrospinal Fluid)

Pada semua tipe abses, tekanan CSF meningkat dan biasanya diikuti

pleocytosis dengan peningkatan protein tapi glukosa normal.16 CSF steril

kecuali jika abses ruptur. Kandungan protein biasanya meningkat, dan

leukosit mungkin meningkat dengan predominan limfosit. CSF

mempunyai arti diagnostik yang terbatas dan lumbal punksi harus

11

Page 12: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

dihindari jika tekanan intrakranial tinggi.14 Lumbal punksi tidak dianjurkan

(tidak spesifik untuk abses otak), karena dapat dengan cepat menunjukkan

tanda-tanda herniasi otak.4

3. Pemeriksaan EEG (Electroencephalography)

Pada abses supratentorial, EEG memperlihatkan fokus gelombang lambat

yang mencolok pada daerah lesi.14

C. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan pertama yang dipilih untuk pasien yang dicurigai abses otak

adalah MRI dengan dan tanpa enhancement gadolinium. Diagnostik yang sama

bisa didapatkan dari CT Scan kranial tanpa dan dengan intravenous

administration medium kontras yang diiodinisasi. Kedua teknik pencitraan ini

membantu mendeteksi efek massa abses; namun, pemeriksaan pada MRI dengan

protokol diffusion lebih spesifik untuk membedakan tumor cerebral, stroke, dan

abses.17

1. CT Scan

Pada pasien dengan suspek sepsis intraparenkimal, pre dan post kontras

scan sebaiknya harus diperoleh, kecuali dengan rencana untuk melanjutkan

pemeriksaan MRI terlepas dari temuan pada CT Scan.18 Pada CT tampak area

hipodens di daerah korteks atau persambungan kortikomeduler yang bisa soliter

atau multipel. Pada pemberian media kontras tampak enhancement berbentuk

cincin sekeliling daerah hipodens. Di luar daerah yang enhancement tampak

edema perifokal.19 Tampilan khas meliputi :18

- Cincin iso/hiperdens jaringan, biasanya ketebalan seragam

- Atenuasi sentral rendah (cairan/nanah)

- Densitas sekitar rendah (edema vasogenik)

- Ventrikulitis bisa ada, terlihat sebagai enhancement ependima

12

Page 13: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

- Hidrosefalus obstruktif biasanya akan terlihat saat terjadi penyebaran intraventrikular.

Gambar 6. CT Scan tanpa kontras

Dikutip dari kepustakaan 20

Gambar 7. CT Scan dengan kontras

Dikutip dari kepustakaan 20

13

Page 14: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

Gambar 8. CT non-kontras (kiri), CT kontras (kanan)

Dikutip dari kepustakaan 20

Pada CT nonkontras, Toxoplasma encephalitis muncul sebagai area efek

massa isointense atau hipodense. Ganglia basal dan corticomedullary junction

yang umumnya terkena. CT dengan kontras menunjukkan bentuk cincin atau

nodular enhancement dengan diameter lesi 1-3 cm. Enhancement lebih banyak

berkumpul di zona intermediet di mana inflamasi paling parah terjadi.17

Gambar 9. Abses otak. CT Scan axial dengan enhancement kontras

intravenous (IV) pada pasien dengan sakit kepala dan demam. CT Scan awal

menunjukkan efek massa dan edema pada lobus temporal kiri. Karena

bentuk edema dan massa yang tidak bagus, biopsi lobus temporal kiri yang

dapat menyingkirkan diagnosis tumor.

Dikutip dari kepustakaan 17

14

Page 15: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

CT abses intrakranial tergantung pada stadium formasi abses. Fase awal

mungkin berhubungan dengan meningitis, dengan tidak ditemukannya pada

pemeriksaan CT non-kontras. Enhancement permukaan meningeal tidak spesifik

dan inkonsisten pada pada pasien dengan meningitis. Selama awal cerebritis, CT

Scan non-kontras mungkin bisa menunjukkan gambaran normal atau hanya area

hipodense subkortikal yang marginasi kurang baik. Pemeriksaan CT dengan

kontras menggambarkan area yang diisi kontras dengan regio edematous. Selama

stadium awal pembentukan abses, lesi coalesces, dengan irregular enhancing rim

yang mengelilingi area low-attenuating sentral. Abses yang terbentuk tidak akan

mengisi porsi sentral abses. Stadium kapsul awal dikarakteristik oleh adanya

kapsul kolagenous, yang relatif tipis, well-delineated capsule menandakan stadium

akhir pembentukan abses.17

2. MRI

MRI lebih sensitif dan khususnya dengan penambahan DWI lebih spesifik

untuk diagnosis abses otak.18

T1

T1 : Longitudinal relaxation time (TR pendek, TE pendek)22

- Intensitas sentral rendah (hiperintens pada CSF)

- Intensitas perifer rendah (edema vasogenik)

- Ring enhancement

- Ventrikulitis mungkin ada, pada kasus hidrosefalus umumnya akan terlihat.18

15

Page 16: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

Gambar 10. Axial contrast-enhanced T1 weighted image menunjukkan lesi 1,7

cm rim-enhancing pada lobus frontal kiri.

Dikutip dari kepustakaan 21

Gambar 11. Gambar Axial T1-weighted dan dua gambar T1 setelah

pemberian gadolinium. Hal ini menggambarkan enhancement ependima dan

pembesaran plexus choroid, sesuai dengan ventriculitis. Yang ditunjuk

panah adalah lesi parenkimal sinyal tinggi dengan penambahan gadolinium,

sesuai dengan abses otak.

Dikutip dari kepustakaan 23

16

Page 17: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

T2/FLAIR (Fluid Attenuated Inversion Recovery)

T2 : Transversal relaxation time (TR panjang dan TE panjang).22

- Intensitas sentral tinggi (hipointens pada CSF, tidak melemahkan FLAIR)

- Intensitas perifer tinggi (edema vasogenik)

- Kapsul abses mungkin terlihat sebagai perantara untuk sinyal rendah yang sedikit.18

Gambar 12. Di atas menunjukkan satu gambar axial T2-weighted dan dua

gambar Flair. Ada dilatasi ventrikel lateral kanan, pergeseran minor garis

tengah ke kiri dan sinyal tinggi periventricular.

Dikutip dari kepustakaan 23

DWI(Diffusion Weighted Imaging)/ADC (Apparent Diffusion

Coefficient)18

- Sinyal DWI tinggi biasanya menampilkan lebih ke sentral

- Tampilan ini sering menunjukkan difusi terbatas yang benar (sinyal rendah pada ADC)

- Difusi terbatas bercak atau perifer mungkin bisa terlihat

- Dalam banyak kasus DWI tinggi berhubungan dengan sinyal ADC tinggi, konsisten dengan cahaya T2 melalui bagian tengah nekrotik.

17

Page 18: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

Gambar 13. Axial diffusion-weighted image menunjukkan pusat abses yang

isotense (tanda bintang) dan edema disekelilingnya (panah) yang

hiperintense.

Dikutip dari kepustakaan 21

VII. DIAGNOSIS BANDING

A. Metastasis serebral

Gambar 14. Ring enhancing cerebral metastasis

Dikutip dari kepustakaan 18

18

Page 19: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

B. Stroke hemoragik subakut

Gambar 15. Stroke hemoragik subakut

Dikutip dari kepustakaan 18

C. Demyelinasi

Gambar 16. Demyelinasi

Dikutip dari kepustakaan 18

19

Page 20: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

D. Radionecrosis

Gambar 17. Radionecrosis

Dikutip dari kepustakaan 18

E. Glioblastoma multiforme

Gambar 18. Glioblastoma multiforme

Dikutip dari kepustakaan 18

20

Page 21: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

VIII. PENATALAKSANAAN

- Intervensi bedah saraf untuk dekompresi dan drainase abses mungkin harus

dilakukan untuk mengatasi gejala klinis dan mendapatkan diagnosis

bakteriologis.24

- Antibiotik spektrum luas (misalnya sefotaksim dengan metronidazol)

diberikan sampai diagnosis bakteriologis ditegakkan.24

- Kortikosteroid (dengan perlindungan antibiotik) mungkin diperlukan untuk

mengatasi edema serebri.24

IX. PENUTUP

Abses otak adalah infeksi pada otak yang diselubungi kapsul dan

terlokalisasi pada satu atau lebih area di dalam otak, yang melibatkan parenkim

otak terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau

melalui sistem vaskular. Abses otak paling sering terjadi antara usia 20 tahun

hingga 50 tahun namun pernah ditemukan dalam semua kelompok usia. Proses

pembentukan abses otak oleh bakteri Streptococcus alpha hemolyticus secara

histologis dibagi dalam 4 fase dan waktu 2 minggu untuk terbentuknya kapsul

abses.

Trias abses otak klasik adalah peningkatan tekanan intrakranial (TIK),

defisit neurologis fokal, dan demam. Gejala awal peningkatan TIK berupa nyeri

kepala, mual, dan muntah. Gejala lainnya adalah mengantuk dan bingung; kejang

umum atau fokal; dan defisit fokal motorik (hemiparesis), sensorik

(hemihipestesia) dan kemampuan bicara.

Untuk membantu penegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan fisis,

laboratorium, pemeriksaan radiologi berupa CT Scan dan MRI. Pengobatan yang

diberikan yaitu intervensi bedah, antibiotik spektrum luas, dan kortikosteroid.

21

Page 22: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartwig, M.S.; Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi Generalisata; dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi ke-6, Volume 2, Price, S., Wilson, L, 2005, Jakarta: Penerbit EGC, hal : 1155.

2. Dorland, N.; Kamus Kedokteran Dorland, Edisi ke-29, 2002, Jakarta: Penerbit EGC, hal : 7.

3. Dewanto, G., Suwono, WJ., Riyanto, B., Turana, Y.; Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf, 2009, Jakarta: Penerbit EGC, hal : 51-52.

4. Hakim, A.A.; Abses Otak, Majalah Kedokteran Nusantara, 2005, Volume 38, Edisi ke-4, hal : 324-326.

5. Greenlee, JE; Brain Abscess; Medmerits; updated 2011.

6. Scanlon, V.C., Sanders, T.; Essentials of Anatomy and Physiology, 5th Edition, 2007, Philadelphia: Davis Company, hal : 176-179.

7. Waugh, A., Grant, A.; Ross and Wilson: Anatomy and Physiology in Health and Illness, Edisi ke-9, 2004, Philadelphia: Elvesier Limited, hal : 150-151.

8. Eroschenko, V.P.; Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional, Edisi ke-9, 2003, Jakarta: Penerbit EGC, hal : 85.

9. Erenchenko, V.P.; DiFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations, 12th Edition, 2013, Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, hal : 187.

10. Guyton, A.C., Hall, J.E.; Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Textbook of Medical Physiology), Edisi ke-11, 2008, Jakarta: Penerbit EGC, hal : 750-751.

11. Dugdale, D.C., Vyas, J.M., Zieve, D.; Brain Abscess; MedlinePlus; updated 23 Maret 2013.

12. Brook, I., Band, J.D., Talavera, F., Greenfield, R.A et al; Brain Abscess Clinical Presentation; Medscape; updated 28 Februari 2012.

13. Tidy, C., Rull, G., Bonsall, A; Intracranial Abscesses; Patient.co.uk; updated 12 Oktober 2012.

14. Behrman, R.E., Vaughan, V.C.; Nelson: Ilmu Kesehatan Anak (Nelson: Textbook of Pediatrics), Edisi ke-12, Bagian 3, 1992, Jakarta: Penerbit EGC, hal : 406.

22

Page 23: REFERAT BRAIN ABSCESS (AINUN MARTONI 1102090093).docx

15. Mardjono, M., Sidharta, P.; Neurologi Klinis Dasar, 2004, Jakarta: Dian Rakyat, hal : 321.

16. Victor, M., Ropper, A.H.; Adam’s and Victor’s: Manual of Neurology, 7th

edition, 2002, New York: McGraw-Hill, hal : 276.

17. Nadalo, L.A., Hunter, L.K., Levy, L.M., Smirniotopoulos, J.G et al; Brain Abscess Imaging; Medscape; updated 25 Mei 2011.

18. Sorrentino, S., Gaillard F et al; Brain Abscess; Radiopaedia.org; updated Desember 2012.

19. Sjair, Z.; Tomografi Komputer Kepala; dalam Radiologi Diagnostik, Edisi ke-2; Rasad, S, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal : 387.

20. Gomersall, C; Brain Abscess; Maquet; updated Maret 2013.

21. Chong-Han, C.H., Cortez, S.C., Tung, G.A.; Diffusion-Weighted MRI of Cerebral Toxoplasma Abscess, American Journal of Roentgenology, 2003, Edisi ke-181, hal : 1712-1713.

22. Abdullah, A.A.; Pencitraan Resonansi Magnetik; dalam Radiologi Diagnostik, Edisi ke-2; Rasad, S, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal : 592.

23. Kai, A., Cooke, F., Antoun, N., Siddhartan, C., Sule, O.; A Rare Presentation of Ventriculitis and Brain Abscess caused by Fusobacterium Nucleatum, Journal of Medical Microbiology, 2008, Edisi ke-57, hal : 669.

24. Ginsberg, L.; Lecture Notes Neurologi, Edisi ke-8, 2007, Jakarta: EMS, hal : 125.

23