referat imunisasi.docx

50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu. Guna terwujudnya kesehatan yang tinggi, pemerintah telah menempatkan fasilitas pelayanan. Angka kesakitan bayi di Indonesia relative masih cukup tinggi, meskipun menunjukkan penurunan dalam satu decade terakhir. Program imunisasi bisa didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah sakit saja, akan tetapi juga diberikan di posyandu yang dibentuk masyarakat dengan dukungan oleh petugas kesehatan dan diberikan secara gratis kepada masyarakat dengan maksud program imunisasi dapat berjalan sesuai dengan harapan. Program imunisasi di posyandu telah menargetkan sasaran yang ingin dicapai yakni pemberian pemberian imunisasi pada bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan lengkap apabila mendapat BCG 1 kali, DPT 3kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1 kali, dan polio 4 kali. Bayi yang tidak mendapat imunisasi secara lengkap dan mengalami berbagai penyakit, misalnya difteri, tetanus, campak, polio dan sebagainya. Oleh karena itu, imunisasi harus diberikan

Upload: anak-mak-aji

Post on 11-Dec-2015

272 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT IMUNISASI.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan

anak terhadap penyakit tertentu. Guna terwujudnya kesehatan yang tinggi,

pemerintah telah menempatkan fasilitas pelayanan.

Angka kesakitan bayi di Indonesia relative masih cukup tinggi, meskipun

menunjukkan penurunan dalam satu decade terakhir. Program imunisasi bisa

didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah sakit saja, akan tetapi juga

diberikan di posyandu yang dibentuk masyarakat dengan dukungan oleh petugas

kesehatan dan diberikan secara gratis kepada masyarakat dengan maksud

program imunisasi dapat berjalan sesuai dengan harapan. Program imunisasi di

posyandu telah menargetkan sasaran yang ingin dicapai yakni pemberian

pemberian imunisasi pada bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan lengkap

apabila mendapat BCG 1 kali, DPT 3kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1 kali, dan

polio 4 kali. Bayi yang tidak mendapat imunisasi secara lengkap dan mengalami

berbagai penyakit, misalnya difteri, tetanus, campak, polio dan sebagainya. Oleh

karena itu, imunisasi harus diberikan dengan lengkap sesuai jadwal. Imunisasi

secara lengkap dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit tersebut.

Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas

utama. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat

efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi

adalah sarana untuk mencegah penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan

kematian pada bayi. Penurunan insiden penyakit menular telah terjadi berpuluh –

puluh tahun yang lampau di Negara – Negara maju yang telah melakukan

imunisasi dengan teratur dengan cakupan yang luas.

Untuk dapat melakukan pelayanan imunisasi yang baik dan benar

diperlukan pengetahuan dan keterampilan tentang vaksin (vaksinologi), ilmu

kekebalan (imunologi) dan cara atau prosedur pemberian vaksin yang benar.

Dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak, tidak hanya memberikan

Page 2: REFERAT IMUNISASI.docx

perlindungan pada anak tersebut tetapi juga berdampak kepada anak lainnya

karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi

penyebaran infeksi. Banyak penyakit menular yang bisa menyebabkan gangguan

serius pada perkembangan fisik dan mental anak. Imunisasi bisa melindungi

anak – anak dari penyakit melalui vaksinasi yang bisa berupa suntukan atau

melalui mulut.

Page 3: REFERAT IMUNISASI.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Imunisasi adalah suatu cara meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang

serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti

kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan

kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari

penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya.3

Vaksinasi, merupakan suatu tindakan yang dengan sengaja memberikan

paparan pada suatu antigen berasal dari suatu patogen. Antigen yang diberikan

telah dibuat demikian rupa sehingga tidak menimbulkan sakit namun

memproduksi limfosit yang peka, antibodi dan sel memori. Cara ini menirukan

infeksi alamiah yang tidak menimbulkan sakit namun cukup memberikan

kekebalan. Tujuannya adalah memberikan “ infeksi ringan “ yang tidak

berbahaya namun cukup untuk menyiapkan respon imun sehingga apabila

terjangkit penyakit yang sesungguhnya dikemudian hari anak tidak menjadi sakit

karena tubuh dengan cepat membentuk antibodi dan mematikan antigen /

penyakit yang masuk tersebut.3

Vaksin adalah mikroorganisme bakteri, virus atau riketsia) atau toksoid

yang diubah ( dilemahkan atau diamtikan) sedemikian rupa sehingga

patogenisitas atau toksisitasnya hilang, tetapi tetap mengandung sifat

antigenisitas. Bila vaksin diberikan kepada manusia maka akan menimbulkan

kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.3

B. JENIS VAKSIN

Pada dasarnya, vaksin dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

Live attenuated ( bakteri atau virus hidup yang dilemahkan )

Inactivate ( bakteri, virus atau komponennya dibuat tidak aktif )

Page 4: REFERAT IMUNISASI.docx

Vaksin attenuated

Diproduksi di laboratorium dengan cara melakukan modifikasi

virus atau bakteri penyebab penyakit. Vaksin mikroorganisme yang

dihasilkan masih memiliki kemampuan untuk tumbuh menjadi banyak

(replikasi) dan menimbulkan kekebalan tetapi tidak menyebabkan

penyakit. Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar (wild) penyebab

penyakit. Virus atau bakteri liar ini dilemahkan (attinuated)

dilaboratorium, biasanya dengan cara pembiakan berulang-ulang.5,6

Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami

kerusakan bila kena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan

dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati.6

Vaksin hidup attenuated yang tersedia

Berasal dari virus hidup :

Vaksin campak, gondongan (parotitis), rubela, polio, rotavirus,

demam kuning (yellow fever).

Berasal dari bakteri :

Vaksin BCG dan demam tifoid oral. 6

Kelebihan dari vaksin hidup attenuated adalah:

a. Vaksin merangsang respon seluler dan antibodi yang kuat sehingga

dapat bertahan seumur hidup dengan hanya satu atau dua dosis

pemberian.

b. Untuk beberapa jenis vaksin virus mudah diproduksi.6

Kekurangan dari vaksin hidup attenuated adalah:

a. Vaksin bersifat labil dan dapat mengalami kerusakan bila terkena

panas atau sinar.

b. Vaksin dapat menyebabkan penyakit yang umumnya bersifat ringan

dan dianggap sebagai kejadian ikutan (adverse event).

c. Vaksin dapat berubah menjadi bentuk patogenik seperti semula (hanya

terjadi pada vaksin polio hidup).6

Page 5: REFERAT IMUNISASI.docx

Vaksin Inactivated

Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri

atau virus dalam media pembiakan ( persemaian ), kemudian dibuat tidak

aktif dengan penambahan bahan kimia ( biasanya formalin ). Vaksin

inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis

antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan

penyakit (walaupun pada orang dengan defisiensi imun) dan tidak dapat

mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. 6

Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya

pada dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya

memacu atau menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif baru

timbul setelah dosis kedua atau ketiga. 6

Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :

a. Seluruh sel virus yang inactivated, contoh influenza, polio, rabies,

hepatitis A.

b. Seluruh bakteri yang inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera, lepra.

c. Vaksin fraksional yang masuk sub-unit, contoh hepatitis B, influenza,

pertusis a-seluler, tifoid Vi, lyme disease.

d. Toksoid, contoh difteria, tetanus, botulinum.

e. Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus, dan

haemophilus influenzae tipe b.

f. Gabungan polisakarida ( haemophillus influenzae tipe B dan

pneumokokus ).6

Kelebihan dari vaksin inactivated adalah:

a. Vaksin tidak menyebabkan penyakit (walaupun pada orang dengan

defisiensi imun).

b. Vaksin tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik.6

Kekurangan dari vaksin inactivated adala h :

a. Vaksin selalu membutuhkan dosis multipel untuk membentuk respon

Page 6: REFERAT IMUNISASI.docx

imun protektif.

b. Respon imun terhadap vaksin inactivated sebagian besar humoral,

hanya sedikit atau tak menimbulkan imunitas seluler.6

C. PEMBERIAN IMUNISASI

1. Tata cara pemberian imunisasi

Memberitahukan secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila

tidak divaksinasi.

Periksa kembali persiapan untuk melakukan pelayanan secepatnya bila

terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan.

Baca dengan teliti informasi tentang produk ( vaksin ) yang akan diberikan

dan jangan lupa mendapat persetujuan orang tua. Melakukan tanya jawab

dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.

Tinjau kembali apakah ada kontraindikasi terhadap vaksin yang diberikan.

Periksa identitas penerima vaksin dan berikan antipiretik bila diperlukan.

Periksa jenis vaksin dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan

dengan baik.

Periksa vaksin yang akan diberikan apakah tampak tanda-tanda perubahan.

Periksa tanggal kadarluwarsa dan catat hal-hal istimewa, misalnya adanya

perubahan warna yang menunjukkan adanya kerusakan.

Yakin bahwa vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan

pula vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal ( catch up

vaccination ) bila diperlukan.

Berikan vaksin dengan teknik yang benar. Lihat uraian mengenai

pemilihan jarum suntik, sudut arah jarum suntik, lokasi suntikan, dan

posisi bayi/anak penerima vaksin.

Setelah pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut :

Berilah petunjuk ( sebaiknya tertulis ) kepada orang tua atau

pengasuh apa yang harus dikerjakan dalam kejadian reaksi yang

biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.

Page 7: REFERAT IMUNISASI.docx

Catat imuniasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan

klinis.

Catatan imunisasi secar rinci harus disampaikan kepada Dinas

Kesehatan bidang Pemberantasan Penyakit Menular.

Periksa status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan

vaksinasi untuk mengejar ketinggalan, bila diperlukan.

2. Penyimpanan

Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, Bahwa vaksin harus

didinginkan pada temperatur 2-8°C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin

(DPT, Hib, hepatitis B, dan hepatitis A ) menjadi tidak aktif bila beku.6

3. Cara penyuntikan vaksin7

1) Subkutan

Penyuntikan subkutan diperuntukan imunisasi MMR, varisela,

meningitis. Perhatikan rekomendasi untuk umur anak.

Tabel 1. Penyuntikan subcutan

Umur Tempat Ukuran jarum Insersi jarum

Bayi (lahir s/d12

bulan)

Paha

anterolateral

Jarum 5/8’’-3/4

Spuit no 23-25

Arah jarum 45o

Terhadap kulit

1-3 tahun paha

anterolateral/

Lateral

lengan atas

Jarum 5/8’’-3/4

Spuit no 23-25

Cubit tebal untuk

suntikan subkutan

Anak > 3 tahun Lateral

lengan atas

Jarum 5/8’’-3/4

Spuit no 23-25

Aspirasi spuit

sebelum disuntikan

Untuk suntikan

multipel diberikan

pada ekstremitas

berbeda

Page 8: REFERAT IMUNISASI.docx

2) Intramuskular

Diperuntukan Imunisasi DPT, DT,TT, Hib, Hepatitis A & B, Influenza.

Perhatikan rekomendasi untuk umur anak

Tabel 2. Penyuntikan Intramuscular

Umur Tempat Ukuran jarum Insersi jarum

Bayi (lahir s/d

12 bulan

Otot vastus

lateralis pada

paha daerah

anterolateral

Jarum 7/8’’-1’’

Spuit n0 22-25

1. Pakai jarum yang

cukup panjang untuk

mencpai otot

1-3 tahun Otot vastus

lateralis pada

paha daerah

anterolateral

sampai masa

otot deltoid

cukup besar

(pada umumnya

umur 3 tahun

Jarum 5/8’’-1

¼’’ (5/8 untuk

suntikan di

deltoid umur

12-15 bulan

Spuit no 22-25

2. Suntik dengan arah

jarum 80-90o. lakukan

dengan cepat

1. Tekan kulit sekitar

tepat suntikan dengan

ibu jari dan telunjuk saat

jarum ditusukan

Anak > 3

tahun

Otot deltoid, di

bawah akromion

Jarum 1’’-1

¼’’

Spuit no 22-25

2. Aspirasi spuit sblm

vaksin disuntikan, untuk

meyakinkan tidak masuk

ke dalam

vena.Apabilaterdapat

darah, buang dang ulangi

dengan suntik yang baru.

3. Untuk suntikan

multipel diberikan pada

bagian sekstremitas

berbeda

Page 9: REFERAT IMUNISASI.docx

4. KIPI ( Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi )1

Setiap tindakan medis apa pun bisa menimbulkan risiko bagi

pasien si penerima layanan baik dalam skala ringan maupun berat.

Demikian halnya dengan pemberian vaksinasi, reaksi yang timbul setelah

pemberian vaksinasi disebut kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) atau

adverse following immunization (AEFI). Dengan semakin canggihnya

teknologi pembuatan vaksin dan semakin meningkatnya teknik pemberian

vaksinasi, maka reaksi KIPI dapat diminimalisasi. Meskipun risikonya

sangat kecil, reaksi KIPI berat dapat saja terjadi. Oleh karena itu, petugas

imunisasi atau dokter mempunyai kewajiban untuk menjelaskan

kemungkinan reaksi KIPI apa saja yang dapat terjadi. Dan bagi orang yang

hendak menerima vaksinasi mempunyai hak untuk bertanya dan mengetahui

apa saja reaksi KIPI yang dapat terjadi.

Secara khusus KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik

yang berhubungan dengan imunisasi, baik oleh karena efek vaksin maupun

efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, kesalahan

program, reaksi suntikan, atau penyebab lain yang tidak dapat ditentukan.

Secara umum, reaksi KIPI dapat dikategorikan sebagai akibat kesalahan

program, reaksi suntikan, dan reaksi vaksin.

Kesalahan program. Sebagian besar kasus KIPI berhubungan

dengan kesalahan teknik pelaksanaan vaksinasi, misalnya kelebihan dosis,

kesalahan memilih lokasi dan cara menyuntik, sterilitas, dan penyimpanan

vaksin. Dengan semakin membaiknya pengelolaan vaksin, pengetahuan, dan

ketrampilan petugas pemberi vaksinasi, maka kesalahan tersebut dapat

diminimalisasi.

Reaksi suntikan. Reaksi suntikan tidak berhubungan dengan

kandungan vaksin, tetapi lebih karena trauma akibat tusukan jarum,

misalnya bengkak, nyeri, dan kemerehan di tempat suntikan. Selain itu,

reaksi suntikan dapat terjadi bukan akibat dari trauma suntikan melainkan

karena kecemasan, pusing, atau pingsan karena takut terhadap jarum suntik.

Page 10: REFERAT IMUNISASI.docx

Reaksi suntikan dapat dihindari dengan melakukan teknik penyuntikan

secara benar.

Reaksi vaksin. Gejala yang muncul pada reaksi vaksin sudah bisa

diprediksi terlebih dahulu, karena umumnya perusahaan vaksin telah

mencantumkan reaksi efek samping yang terjadi setelah pemberian

vaksinasi. Keluhan yang muncul umumnya bersifat ringan (demam, bercak

merah, nyeri sendi, pusing, nyeri otot). Meskipun hal ini jarang terjadi,

namun reaksi vaksin dapat bersifat berat, misalnya reaksi anafilaksis dan

kejang. Untunglah bahwa reaksi alergi serius relatif jarang terjadi, misalnya

reaksi alergi serius akibat campak kemungkinan kejadiannya hanya

1/1000.000 dosis.

Mengingat hampir setiap vaksin mempunyai potensi memberikakn

reaksi efek samping atau KIPI, maka sebaiknya bertanya terlebih dahulu

kepada petugas gejala apa saja yang dapat terjadi setelah vaksinasi. Bila

keluhan KIPI bersifat ringan, misalnya demam, nyeri tempat suntikan, atau

bengkak maka dapat dilakukan pengobatan sederhana, misalnya dengan

minum obat antipiretik saja. Tetapi bila kejadian pasca imunisasi bersifat

serius, maka harus secepat mungkin dibawa kerumah sakit. Setiap

pelayanan kesehatan yang melakukan pemberian vaksinasi mempunyai

kewajiban untuk melaporkan KIPI ke Dinas Kesehatan Tingkat Kabupaten,

dengan tembusan ke Sekretariat KOMDA PP KIPI yang berkedudukan di

setiap provinsi.

D. IMUNISASI YANG DIWAJIBKAN

1. BCG8

Bacille Calmete-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari

Mycobacterium Bovis yang dilemahkan, sehingga didapatkan basil yang

tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCG

menimbulkan sensitivitas terhadap tuberculin.

Page 11: REFERAT IMUNISASI.docx

Imunisasi BCG diberikan pada umur sebelum 3 bulan. Namun untuk

mencapai cakupan yang lebih luas, dianjurkan pemberian imunisasi BCG

pada umur antara 0-12 bulan.

Gambar 1. Vaksin BCG

Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak

(>1 tahun). Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan

atas pada insersio M.Deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak ditempat lain

(bokong, paha) .

Vaksin BCG tidak dapat mencegah infeksi tuberculosis, namun dapat

mencegah komplikasinya. Apabila BCG diberikan pada umur lebih dari 3

bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu. Vaksin BCG

diberikan apabila uji tuberculin negatif.

Efek proteksi timbul 8-12 minggu setelah penyuntikkan.

Berhubungan dengan beberapa faktor yaitu mutu vaksin yang dipakai,

lingkungan dengan Mycobacterium atipik atau faktor pejamu (umur, keadaan

gizi dan lain-lain).8

Page 12: REFERAT IMUNISASI.docx

Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari, harus disimpan pada

suhu 280C, tidak boleh beku. Vaksin yang telah dienccerkan harus

dipergunakan dalam waktu 8 jam.

Kejadian ikutan pasca imunisasi pada penyuntikan BCG

intradermal akan menimbulkan ulkus local yang superficial 3 minggu setelah

penyuntikkan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuh dalam 2-3 bulan, dan

meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm, apabila dosis terlalu

tinggi maka ulkus yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikkan

terlalu dalam maka parut yang terjadi tertarik ke dalam.

a. Limfadenitis Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-

kadang dijumpai setelah penyuntikan BCG. Limfadenitis akan sembuh

sendiri, jadi tidak perlu diobati. Apabila limfadenitis melekat pada kulit

atau timbul fistula maka dapat dibersihkan (drainage) dan diberikan

obat anti tuberculosis oral. Pemberian obat anti tuberculosis sistemik

tidak efektif.

b. BCG-itis diseminasi Jarang terjadi, seringkali berhubungan dengan

imunodefisiensi berat. Komplikasi lainnya adalah eritema nodosum,

iritis, lupus vulgaris dan osteomielitis. Komplikasi ini harus diobati

dengan kombinasi obat anti tuberculosis.

Kontra indikasi BCG8

1) Reaksi uji tuberculin >5 mm

2) Menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV,

imunokompromais akibat penggunaan kortikosteroid, obat

imunosupresif, mendapat pengobatan radiasi, penyakit keganasan

yang mengenai sumsum tulang atau system limfe. - Menderita gizi

buruk. - Menderita demam tinggi. - Menderita infeksi kulit yang

luas.

3) Pernah sakit tuberculosis.

4) Kehamilan.

Page 13: REFERAT IMUNISASI.docx

2. Hepatitis B8

Vaksin hepatitis B (hep B) harus segera diberikan setelah lahir,

mengingat vaksinasi hepB merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif

untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu

kepada bayinya.

Vaksin diberikan secara intramuscular dalam. Pada neonatus dan bayi

diberikan di anterolateral paha, sedangkan pada anak besar dan dewasa,

diberikan di region deltoid.

Gambar 2. Vaksin Hepatitis B Rekombinan

Secara umum, vaksin diberikan 3 kali pemberian, disuntikan secara

dalam (sampai ke otot). Vaksinasi diberikan dengan jadwal 0, 1, 6 bulan

(kontak pertama, 1 bulan, dan 6 bulan kemudian). Khusus vaksinasi bayi

baru lahir diberikan dengan jadwal berikut :

1. Dosis pertama : sebelum umur 12 jam

2. Dosis kedua : umur 1-2 bulan

3. Dosis ketiga : umur 6 bulan

Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah meperoleh imunisasi

hepatitis B, maka secepatnya diberikan.

Untuk ibu dengan HbsAg positif, selain vaksin hepatitis B

diberikan juga hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml disisi tubuh yang

berbeda dalam 12 jam setelah lahir. Sebab, Hepatitis B imunoglobulin (HBIg)

dalam waktu singkat segera memberikan proteksi meskipun hanya jangka

pendek (3-6 bulan).

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

Page 14: REFERAT IMUNISASI.docx

Reaksi KIPI yang sering terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang

ringan dan bersifat sementara, terkadang dapat menimbulkan demam ringan

untuk 1-2 hari. Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi absolut pemberian

vaksin Hepatitis B. Kehamilan dan laktasi bukan kontraindikasi vaksin

Hepatitis B.

3. DTP3,9

Imunisasi DTP mengandung toksoid difteri, toksoid tetanus dan

vaksin pertusis. Dengan demikian vaksin ini memberikan perlindungan

terhadap 3 penyakit sekaligus, yaitu difteri, pertusis, dan tetanus.

Gambar 3. Vaksin DTP

Vaksin DTP dibedakan menjadi 2, yaitu DTwP dan DtaP berdasarkan

perbedaan pada vaksin tetanus. DTwP (Difteri Tetanus whole cell Pertusis)

mengandung suspense kuman B. pertusis yang telah mati, sedangkan DTaP

(Difteri Tetanus acellular Pertusis) tidak mengandung seluruh komponen

kuman B.Pertusis, melainkan hanya beberapa komponen yang berguna

dalam pathogenesis dan memicu pembentukan antibody. Vaksin DTaP

mempunyai efek samping yang lebih ringan dibandingkan vaksin DTwP.

Vaksin DTP diberikan saat anak berumur 2, 4 , dan 6 bulan. Setelah

Page 15: REFERAT IMUNISASI.docx

itu, dapat dilanjutkan dengan pemberian vaksin kembali saat anak berumur

18 bulan, 5 tahun dan 12 tahun.

Ulangan booster DTP selanjutnya diberikan satu tahun setelah DTP-3

yaitu pada umur 18-24 bulan dan DTP-5 pada saat masuk sekolah umur 5

tahun. Pada booster umur 5 tahun harus tetap diberikan vaksin dengan

komponen pertusis (sebaiknya diberikan DTaP untuk mengurangi demam

pasca imunisasi) mengingat kejadian pertusis pada dewasa muda meningkat

akibat ambang proteksi telah sangat rendah sehingga dapat menjadi sumber

penularan pada bayi dan anak. DT-5 diberikan pada kegiatan imunisasi di

sekolah dasar. Ulangan DT-6 diberikan pada 12 tahun, mengingat masih

dijumpai kasus difteria pada umur lebih dari 10 tahun. Dosis DTwP atau

DTaP atau DT adalah 0,5 ml, intramuscular, baik untuk imunisasi dasar

maupun ulangan. Jadwal untuk imunisasi rutin pada anak, dianjurkan

pemberian 5 dosis pada usia 2,4,6,15-18 bulan dan usia 5 tahun atau saat

masuk sekolah. Dosis ke 4 harus diberikan sekurang-kurangnya 6 bulan

setelah dosis ke 3. kombinasi toksoid difteria dan tetanus(DT) yang

mengandung 10-12 Lf dapat diberikan pada anak yang memiliki kontra

indikasi terhadap pemberian yang pertusis.

Kejadian ikutan pasca imunisasi DTP

a. Reaksi local kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi injeksi terjadi

pada separuh penerima DTP.

b. Proporsi Demam ringan dengan reaksi local sama dan diantaranya

dapat mengalami hiperpireksia.

c. Anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam paska

suntikan (inconsolable crying).

d. Dari suatu penelitian ditemukan adanya kejang demam sesudah

vaksinasi yang dihubungkan dengan demam yang terjadi.

e. Kejadian ikutan yang paling serius adalah terjadinya ensefalopati akut

atau reaksi anafilaksis dan terbukti disebabkan oleh pemberian vaksin

pertusis.

Page 16: REFERAT IMUNISASI.docx

Kontra indikasi

Saat ini didapatkan dua hal yang diyakini sebagai kontra indikasi

mutlak terhadap pemberian vaksin pertusis baik whole cell maupun acelular.

Yaitu :

a. anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya.

b. Ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya.

c. Keadaan lain dapat dinyatakan sebagai perhatian khusus (precaution).

Misalnya pemberian vaksin pertusis berikutnya bila pada pemberian

pertama dijumpai riwayat hiperpireksia, keadaan hipotonik-

hiporesponsif dalam 48 jam, anak menangis terus menerus selama 3

jam dan riwayat kejang dalam 3 hari sesudah imunisasi DTP Riwayat

kejang dalam keluarga dan kejang yang tidak berhubungan dengan

pemberian vaksin sebelumnya, kejadian ikutan paska imunisasi atau

alergi terhadap vaksin bukanlah suatu indikasi kontra terhadap

pemberian vaksin DTaP. Walaupun demikian keputusan untuk

pemberian vaksin pertusis harus dipertimbangkan secara individual

dengan memperhitungkan keuntungan dan resiko pemberiannya.

4. Polio

Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang

disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang

dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi

saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem

saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan

(paralisis).

Gambar 4. Vaksin Polio Oral

Page 17: REFERAT IMUNISASI.docx

Gambar 5. Vaksin OPV Trivalen dan droper

Pada saat ini ada dua jenis vaksin polio yaitu OPV (oral polio vaccine)

dan IPV (inactivated polio vaccine). OPV diberikan 2 tetes melalui mulut,

sedangkan IPV diberikan melalui suntikan dengan dosis 0,5 ml dengan

suntikan subkutan dalam 3 kali di lengan dengan jarak 2 bulan. Vaksin polio

oral diberikan pada bayi baru lahir kemudian dilanjutkan dengan imunisasi

dasar, diberikan pada usia 2, 4, dan 6 bulan. Pada PIN (pekan imunisasi

nasional) semua balita harus mendapat imunisasi tanpa memandang status

imunisasi kecuali pada penyakit dengan daya tahan tubuh menurun

(imunokompromais). Bila pemberiannya terlambat, jangan mengulang

pemberiannya dari awal tetapi lanjutkan dan lengkapi imunisasi sesuai

dengan jadwal. Bagi ibu yang anaknya diberikan OPV, diberikan 2 tetes

dengan jadwal seperti imunisasi dasar. Pemberian air susu ibu tidak

berpengaruh terhadap respons pembentukan daya tahan tubuh terhadap polio,

jadi saat pemberian vaksin, anak tetap bisa minum ASI.

Imunisasi polio ulangan diberikan saat masuk sekolah (5-6 tahun) dan

dosis berikutnya diberikan pada usia 15-19 tahun. Sejak tahun 2007, semua

Page 18: REFERAT IMUNISASI.docx

calon jemaah haji dan umroh dibawah usia 15 tahun harus mendapat 2 tetes

OPV.

K ejadian I kutan P asca I munisasi

Pernah dilaporkan bahwa penyakit poliomielitis terjadi setelah

pemberian vaksin polio. Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat

menimbulkan gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot. Vaksinasi polio

tidak dianjurkan diberikan ketika seseoarang sedang demam, muntah, diare,

sedang dalam pengobatan radioterapi atau obat penurun daya tahan tubuh,

kanker, penderita HIV, dan alergi pada vaksin polio.

OPV tidak diberikan pada bayi yang masih dirumah sakit karena OPV berisi

virus polio yang dilemahkan dan vaksin jenis ini bisa diekskresikan melalui

tinja selama 6 minggu, sehingga bisa membahayakan bayi lain. Untuk bayi

yang dirawat dirumah sakit, disarankan pemberian IPV.

5. Campak

Penyakit Campak adalah suatu infeksi virus yang sangat menular,

yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat

mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi

virus campak golongan Paramyxovirus.

Gambar 6. Vaksin Campak Kering

Page 19: REFERAT IMUNISASI.docx

Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-

anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan

dan campak jerman (vaksin MMR). Jika hanya mengandung campak vaksin

diberikan pada usia 9 bulan dalam 1 dosis 0,5 ml subkutan dalam. Terdapat 2

jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak hidup dan

dilemahkan (tipe Edmonston-B) dan vaksin yang berasal dari virus campak

yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang

dicampur dengan garam aluminium).

Imunisasi ulangan juga dianjurkan dalam situasi tertentu :1

a. Mereka yang memperoleh imunisasi sebelum umur 1 tahun dan terbukti

bahwa potensi vaksin yang digunakan kurang baik (tampak peningkatan

insidens kegagalan vaksinasi). Pada anak-anak yang memperoleh

imunisasi ketika berumur 12-14 bulan tidak disarankan mengulangi

imunisasinya tetapi hal ini bukan kontra indikasi

b. Apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus campak, maka

anak SD, SLTP dan SLTA dapat diberikan imunisasi ulang

c. Setiap orang yang pernah memperoleh imunoglobulin

d. Seseorang yang tidak dapat menunjukkan catatan imunisasinya

Kontraindikasi :

Bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, sedang

memperoleh pengobatan imunosupresif, hamil, memiliki riwayat alergi,

sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal

dari darah, alergi terhadap protein telur.

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

- Demam lebih dari 39,50C yang terjadi pada 5%-15% kasus, demam

dijumpai pada hari ke-5 sampai ke-6 sesudah imunisasi dan berlangsung

selama 2 hari

- Kejang demam

- Ruam timbul pada hari ke-7 sampai ke-10 sesudah imunisasi dan

berlangsung selama 2-4 hari

Page 20: REFERAT IMUNISASI.docx

- Reaksi KIPI yang berat dapat menyerang sistem saraf, yang reaksinya

diperkirakan muncul pada hari ke-30 sesudah imunisasi.

E. IMUNISASI YANG DIANJURKAN

1. Vaksinasi Hib (Haemophilus influenza tipe b)1,3

Vaksin Hib merupakan vaksin yang tidak aktif, dibuat dari kapsul

Haemophilus influenza Tipe B yang disebut polyribosribitol phospat (PRP).

Terdapat 2 jenis vaksin Hib di Indonesia yaitu PRP-T dan PRP-OMP.

Kedua vaksin ini termasuk vaksin konjugasi. Vaksin Hib PRP-T diberikan

pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Vaksin Hib PRP-OMP diberikan pada usia 2 dan

4 bulan. Dosis ketiga tidak diperlukan. Vaksin ulangan, baik PRP-T maupun

PRP-OMP diberikan pada usia 15 - 18 bulan. Apabila anak datang pada usia

1-5 tahun, maka vaksin Hib hanya diberikan 1 kali. Vaksin ini diberikan

secara intramuskular sebanyak 0,5 ml didaerah paha atas. Kekebalan tubuh

akan mulai terbentuk setelah pemberian suntikan yang pertama dengan

vaksin jenis PRP-OMP dan setelah 2 kali suntikan dengan vaksin jenis PRP-

T.

Anak-anak usia diatas 6 bulan yang belum mendapat vaksin diberikan

2 kali suntikan, sedangkan bagi anak diatas usia 1 tahun cukup mendapat 1

kali suntikan saja tanpa perlu pemberian ulangan. Dengan pemberian vaksin

ini diharapkan 95% anak-anak terlindungi dari infeksi Hib setelah dosis

kedua atau ketiga.

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi setelah pemberian vaksinasi Hib,

5%-30% anak memperoleh vaksinasi bisa mengalami demam, bengkak

kemerahan, dan nyeri pada tempat suntikan selama 1-3 hari. Vaksin Hib

tidak direkomendasikan diberikan bila seseorang sedang demam,

mengalami infeksi akut, dan orang dengan riwayat alergi yang mengancam

jiwa.

Page 21: REFERAT IMUNISASI.docx

2. PCV

Jenis imunisasi ini tergolong baru di Indonesia. PCV atau

Pneumococcal Vaccine alias imunisasi pneumokokus memberikan

kekebalan terhadap serangan penyakit IPD (Invasive Peumococcal

Diseases), yakni meningitis (radang selaput otak), bakteremia (infeksi

darah), dan pneumonia (radang paru). Ketiga penyakit ini disebabkan

kuman Streptococcus Pneumoniae atau Pneumokokus yang penularannya

lewat udara.

Vaksin pneumokokus diberikan secara intramuskular atau subkutan di

daerah deltoid atau paha tengah lateral sebanyak 0,5 ml. Vaksin ini

diberikan sejak usia 2 bulan dengan interval 2 bulan sebanyak 3 kali.

Kemudian ulangan hanya dilakukan pada anak yang memiliki risiko tinggi

tertular pneumokokus pada usia 12-18 bulan. PCV7 sebaiknya diberikan

jika anak sudah berusia lebih dari 2 bulan, diberikan pada bayi umur 12-15

bulan. Interval antara 2 dosis minimal 4-8 minggu. Anak yang telah

mendapat imunisasi PCV7 lengkap sebelum umur 2 tahun, pada umur 2

tahun diberi PPV23 1 dosis, dengan selang waktu suntik > 2 bulan setelah

PCV7 terakhir.

Reaksi KIPI pada 30-50% resipien yang mendapatkan vaksin ini akan

mengalami eritema atau nyeri pada tempat suntikan, biasanya berlangsung

kurang dari 48 jam. Reaksi lain berupa demam, gelisah, pusing, nafsu

makan menurun, mialgia (pada anak <1%). Demam ringan sering timbul.

Reaksi ikutan pasca imunisasi ini biasanya terjadi setelah pemberian dosis

kedua, namun berlangsung tidak lama dan menghilang dalam 3 hari.

Ada beberapa kondisi dimana imunisasi pneumokokus ini tak dapat

diberikan, yaitu:

Kontraindikasi absolut: bila timbul anafilaksis setelah pemberian vaksin.

Kontraindikasi relatif:

- Usia kurang dari 2 tahun, karena respon terhadap vaksin masih kurang

baik

- Dalam pengobatan imunosupresif atau radiasi kelenjar limfe.

Page 22: REFERAT IMUNISASI.docx

3. MMR

Vaksin MMR merupakan vaksin kering, mengandung virus hidup.

Bagi Balita, pada usia 12-15 bulan (jika tidak mendapatkan imunisasi

campak) dapat diberikan vaksinasi MMR untuk mencegah risiko tinggi yang

membahayakan bagi kesehatan.

Imunisasi MMR adalah imunisasi kombinasi untuk mencegah

penyakit campak, gondongan, dan rubella. Pemberian vaksin biasanya

dilakukan pada usia anak 12-15 bulan. Dosis tunggal 0,5 ml diberikan

secara intramuskular atau subkutan dalam.

4. Influenza

Virus influenza mengandung virus yang tidak aktif (inactivated

influenza virus). Terdapat 2 macam vaksin, yaitu whole virus dan split-virus

vaccine.

Dosis bagi anak berumur < 3 tahun adalah 0,25 ml dan dosis bagi anak

berumur > 3 tahun adalah 0,5 ml disuntikan di otot paha. Bila anak telah

berusia > 9 tahun, vaksin cukup diberikan satu dosis dan diulang setiap

tahun.

KIPI dari penyuntikan vaksin yang mungkin terjadi adalah bengkak,

nyeri, kemerahan pada tempat suntikan, demam, dan pegal. Gejala-gejala

tersebut dapat terjadi setelah penyuntikan dan bertahan 1-2 hari.

5. Tifoid

Ada 2 jenis vaksin tifoid yang bisa diberikan ke anak, yakni vaksin

oral (Vivotif) dan vaksin suntikan (TyphimVi). Keduanya efektif mencekal

demam tifoid alias penyakit tifus, yaitu infeksi akut yang disebabkan bakteri

Salmonella typhi.

Jenis vaksin

1) Vaksin kapsuler Vi polisakarida

Diberikan pada umur lebih dua tahun, ulangan dilakukan setiap

Page 23: REFERAT IMUNISASI.docx

3 tahun. Kemasan dalam prefilled syringe 0,5 ml pemberian secara

intramuskular.

Keadaan yang dihindarkan saat pemberian vaksin adalah jangan

diberikan sewaktu demam, riwayat alergi, dan keadaan penyakit akut.

KIPI yang timbul berupa demam, pusing, sakit kepala, nyeri sendi,

nyeri otot tempat suntikan.

2) Tifoid oral Ty21a

Diberikan pada umur lebih dari 6 tahun. - Dikemas dalam

kapsul, diberikan 3 dosis dengan interval selang sehari (hari 1,3,5). -

Imunisasi ulangan diberikan setiap 3-5 tahun. Yang perlu diperhatikan

dalam pemberian vaksin ini adalah tidak boleh dilakukan saat sedang

demam, tidak boleh dilakukan pada orang dengan penurunan sistem

kekebalan tubuh (HIV, keganasan, sedang kemoterapi atau sedang

terapi steroid) dan riwayat anafilaksis, tidak boleh kepada orang yang

alergi gelatin.

KIPI yang ditimbulkan oleh vaksin ini cukup ringan, yaitu

muntah, diare, demam, dan sakit kepala. Dengan efektivitas vaksin

yang lebih tinggi dan disertai efek samping yang lebih rendah daripada

jenis vaksin tifoid lainnya, maka vaksin tifoid oral ini merupakan

pilihan utama. Sayangnya, vaksin oral belum tersedia di Indonesia.

6. Hepatitis A

Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa vaksinasi Hepatitis A dapat

memberikan perlindungan hampir 100% dan dapat bertahan sekitar 15 - 20

tahun. Vaksin Hepatitis A berisi virus Hepatitis A yang dilemahkan dan

tersedia dalam 2 kemasan dosis, yaitu untuk anak-anak 2-18 tahun dan

dewasa usia > 18 tahun. Vaksin diberikan sebanyak 2 kali, suntikan kedua

diberikan 6-12 bulan dari suntikan pertama, dan selanjutnya tidak

diperlukan pengulangan. Untuk pemberian yang cepat dapat langsung

diberikan suntikan 2 dosis sekaligus dengan daya perlindungan > 90%

Page 24: REFERAT IMUNISASI.docx

dalam 2 minggu. Dosisnya bervariasi bergantung pada produk dan usia,

disuntik secara intramuskular di deltoid.

Umumnya aman dan KIPI yang sering ditemukan adalah reaksi lokal

tetapi umumnya ringan, kadang-kadang juga ada sedikit demam. Efek

samping akibat pemberian vaksinasi terbanyak 10 %-15% berupa nyeri dan

bengkak di tempat injeksi. Vaksin tidak boleh diberikan pada individu yang

mengalami efek samping berat sesudah pemberian dosis pertama.

7. Varicela

Vaksin berisi virus hidup varicella-zoster yang dilemahkan yang

berasal dari galur OKA. Vaksin ini berasal dari virus varicella zooster liar

yang diisolasi dari seorang anak yang bernama belakang oka berusia 3

tahun. Vaksin ini dikembangkan pertama kali di Jepang oleh Takahashi dan

di Amerika mendapat lisensi untuk digunakan pada anaksejak tahun 1995.

Menurut rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak seluaruh Indonesia),

vaksin varisela dianjurkan pada anak dengan usia > 1 tahun, cukup 1 dosis.

Namun berdasarkan penelitian mengenai pencegahan dan penanganan

wabah varisela maka pada tahun 2006 The Advisory Commitee on

Immunization Practices (ACIP) dan America Academy of Pediatrics (AAP)

merekomendasikan 2 dosis untuk semua anak. Hal ini disebabkan masih

timbulnya wabah varisela terutama pada populasi yang sebagian besar telah

dievakuasi. Disimpan dalam suhu 2-8oC. Suntikan pertama diberikan saat

usia 12-15 bulan dan suntikan kedua pada usia 4-6 tahun sebanyak 0,5 ml

secara subkutan.11

K ejadian I kutan P asca I munisai

Jarang terjadi, tetapi bila terjadi reaksi yang muncul bersifat lokal

(1%) yaitu bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan yang terjadi

beberapa jam sesudah suntikan. Kadang-kadang didapatkan demam (1%)

dan timbul bercak kemerahan dan lenting ringan.

Page 25: REFERAT IMUNISASI.docx

Kontra indikasi

Vaksin varisela tidak dapat diberikan pada keadaan demam tinggi,

gangguan kekebalan karena pengobatan penyakit keganasan atai sesudah

diradioterapi, pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid tinggi dan

alergi neomisin.

8. HPV

Pengembangan vaksin pencegahan vaksin HPV menawarkan harapan

baru untuk mencegah kanker leher rahim. Uji klinis dari 2 generasi pertama

vaksin, satu untuk HPV tipe 16 dan 18, sedangkan yang lainnya untuk tipe

6, 11, 16, 18 telah memperlihatkan proteksi yang cukup tinggi melawan

insiden dan infeksi persisten.

Vaksin diberikan 3 dosis (bulan ke-0, ke-1, dan ke-6) secara

intramuskular lengan atas. Vaksin tidak akan memberikan proteksi

maksimal jika tidak menyeleseikan ke-3 dosis tersebut. Sampai saat ini,

penelitian selama 5 tahun dan masih berjalan bahwa vaksin ini tidak

memerlukan booster, sehingga masih efektif setidaknya untuk 5 tahun.

Vaksin HPV aman dan efektif jika diberikan pada wanita usia 9-26

tahun. Namun panduan dari Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia

(HOGI) menyarankan vaksin diberikan pada wanita usia 10-55 tahun.

Vaksin pencegahan terhadap infeksi HPV akan bekerja secara efisien bila

vaksin ini diberikan sebelum individu terpapar infeksi HPV.

Vaksin HPV relatif aman, reaksi KIPI relatif ringan dapat berupa

nyeri pada lokasi penyuntikan, sakit kepala, demam, mual, dan demam.

Page 26: REFERAT IMUNISASI.docx

F.JADWAL IMUNISASI

G. HALAL HARAM IMUNISASI

Islam mengutamakan aspek pencegahan dalam berbagai bidang

kehidupan. Sebagai contoh dalam menghadapi kemungkinan timbulnya penyakit

menular seksual, Islam dengan tegas melarang ummatnya untuk mendekati zina.

Dalam surat al Isra 32 :"Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu

adalah suatu perbuatan keji dan jalan yang buruk.” Panduan terhadap

pencegahan penyakit dalam al Qur'an maupun al Hadits (petunjuk Nabi saw)

dapat dilihat pada beberapa ayat dan hadits berikut:

1. Jagalah lima keadaan sebelum datang lima keadaan, di antaranya:

jagalah kesehatanmu sebelum datang masa sakitmu. Al Hadits.

2. Bila terjadi wabah di suatu tempat, maka penduduk setempat dilarang

meninggalkan daerahnya dan orang luar dilarang berkunjung sampai

Page 27: REFERAT IMUNISASI.docx

wabah berlalu. Al Hadits. Inilah konsep isolasi daerah wabah yang

sudah diajarkan oleh Nabi SAW sejak dahulu.

3. Mukmin yang kuat lebih disukai Allah SWT daripada mukmin yang

lemah. Al Hadits.

4. Dan persiapkanlah kekuatan semaksimal mungkin dalam menghadapi

musuhmusuhmu...QS 8:60

5. Barangsiapa makan tujuh butir kurma Madinah maka ia tidak akan

terkena pengaruh sihir atau racun. Al Hadits.

Dari beberapa hadits dan ayat Qur'an tersebut di atas kita dapat melihat bahwa

Islam sangat menganjurkan aspek pencegahan terhadap penyakit. Karena biaya

yang dikeluarkan untuk aspek pencegahan akan jauh lebih murah dibandingkan

dengan pengobatan penyakit. Hal ini telah dibuktikan kebenarannya oleh ilmu

kedokteran modern. Islam memberi kebebasan dalam hal teknik pencegahan

sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada saat itu.

a. Pendapat para ulama mengenai vaksinasi

Kita perlu tahu bahwa vaksinasi bukan hanya dilaksanakan di

Indonesia namun juga dilaksanakan di lebih dari 190 negara di seluruh

dunia, termasuk negara-negara muslim. Sampai saat ini tidak pernah

terdengar seorang pun dari ulama-ulama di negara-negara muslim itu yang

melarang diberikannya vaksinasi kepada bayi dan anak di negaranya.

Sebagai contoh Syaikh Abdullah Bin Bazz seorang mufti dari Saudi Arabia

membolehkan vaksinasi. DR Yusuf Al Qaradhawy seorang ulama mujtahid

yang berdomisili di Qatar pun membolehkan imunisasi. Bahkan beliau

banyak menyerahkan masalah ini kepada para dokter yang menguasai ilmu

vaksinologi secara mendalam dan kemudian beliau berikan fatwa terhadap

apa yang diungkapkan para dokter. Kalau para ulama di tingkat

internasional saja membolehkan vaksinasi lalu mengapa ada orang yang

bukan ulama malah mempermasalahkan bolehnya vaksinasi dalam Islam.

Adapun pendapat sebagian kelompok Islam yang mengatakan vaksinasi

dilarang dalam Islam karena menggunakan kuman yang disuntikkan ke

Page 28: REFERAT IMUNISASI.docx

dalam tubuh sehingga berpotensi membahayakan tubuh, adalah pendapat

yang tidak berlandaskan ilmu. Hanya berdasarkan zhan atau prasangka

belaka. Padahal Islam melarang umatnya untuk berprasangka, karena

sebagian prasangka adalah dosa. Saat ini ada sebagian orang yang bukan

ahlinya namun seringkali berkomentar mengenai sesuatu yang tidak

difahaminya secara mendalam.

b. Masalah enzym babi dalam proses pembuatan vaksin

Salah satu persoalan yang sering dipermasalahkan mengenai kehalalan

vaksin adalah digunakannya enzym tripsin dari babi selama pembuatan

beberapa jenis vaksin tertentu. Seringkali masalahnya ada pada perbedaan

persepsi. Sebagian besar orang mengira bahwa proses pembuatan vaksin itu

seperti orang membuat puyer. Bahan-bahan yang ada semua dicampur jadi

satu, termasuk yang mengandung babi, dan kemudian digerus menjadi

vaksin. Hal semacam ini adalah persepsi keliru mengenai proses pembuatan

vaksin di era modern ini. Bila prosesnya demikian sudah tentu hukum

vaksin menjadi haram.

Namun sebenarnya proses pembuatan vaksin di era modern ini

amatlah kompleks. Ada beberapa tahapan, dan tidak ada proses seperti

menggerus puyer tadi. Enzym tripsin babi digunakan sebagai katalisator

untuk memecah protein menjadi peptida dan asam amino yang menjadi

bahan makanan kuman. Kuman tersebut setelah dibiakkan kemudian

dilakukan fermentasi dan diambil polisakarida sebagai antigen bahan

pembentuk vaksin. Selanjutnya dilakukan proses purifikasi, yang mencapai

pengenceran 1/67,5 milyar kali sampai akhirnya terbentuk produk vaksin.

Pada hasil akhir proses sama sekali tidak terdapat bahan-bahan yang

mengandung babi. Bahkan antigen vaksin ini sama sekali tidak

bersinggungan dengan babi baik secara langsung maupun tidak.

Dengan demikian isu bahwa vaksin mengandung babi menjadi sangat tidak

relevan dan isu semacam itu timbul karena persepsi yang keliru pada

Page 29: REFERAT IMUNISASI.docx

tahapan proses pembuatan vaksin. Majelis Ulama Indonesia sudah

mengeluarkan fatwa halal terhadap vaksin meningitis yang pada proses

pembuatannya menggunakan katalisator dari enzym tripsin babi. Hal serupa

terjadi pula pada proses pembuatan beberapa vaksin lain yang juga

menggunakan tripsin babi sebagai katalisator proses. Sebagai dokter kita

perlu memahami konteks ini agar dapat berdiskusi dengan pasien yang

mempunyai kesalah-pahaman terhadap vaksinasi dengan informasi keliru

khususnya yang berkaitan dengan ajaran agama (Islam). Diharapkan dengan

diskusi intensif dengan pasien yang masih ragu kita bisa meyakinkan bahwa

vaksinasi itu halal dan aman.

c. Fatwa Lembaga dan Organisasi Islam di Indonesia

1. Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia)

Fatwa MUI 4 Sya’ban 1431 H/16 Juli 2010 M (fatwa terbaru MUI)

fatwa no. 06 tahun 2010 tentang penggunaan vaksin meningitis bagi

jemaah haji atau umrah. Menetapkan ketentuan hukum :

a) vaksin MencevaxTM ACW135Y hukumnya haram

b) vaksin Monveo meningicocal dan vaksin meninggococcal

hukumnya halal

c) vaksin yang boleh digunakan hanya vaksin yang halal

d) ketentuan dalam fatwa MUI nomor 5 tahun 2009 yang menyatakan

bahwa bagi orang yang melaksanakan wajib haji atau umrah wajib,

boleh menggunakan vaksin meningitis haram karena Al-hajah

(kebutuhan mendesak) dinyatakan tidak berlaku lagi.

(sumber: http://jambi.kemenag.go.id/file/dokumen/fatwavaksin.pdf)

2. Fatwa dari Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat

Muhammadiyah

Pertanyaan dari Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Majelis Kesehatan dan

Lingkungan Hidup, tentang status hukum vaksin, khususnya untuk

imunisasi polio yang dicurigai memanfaatkan enzim dari babi.

Page 30: REFERAT IMUNISASI.docx

Jawaban: sebagai kesimpulan, dapatlah dimengerti bahwa vaksinasi

polio yang memanfaatkan enzim tripsin dari babi hukumnya adalah

mubah atau boleh, sepanjang belum ditemukan vaksin lain yang bebas

dari enzim itu : sehubungan dengan itu, kami menganjurkan pada pihak-

pihak yang berwenang dan berkompeten agar melakukan penelitian-

penelitian terkait dengan penggunaan enzim dari binatang selain babi

yang tidak diharamkan memakannya. Sehingga suatu saat nanti dapat

ditemukan vaksin yang benar-benar bebas dari barang-barang yang

hukum asalnya adalah haram.

(sumber: http://www.fatwatarjih.com/2011/08/hukum-vaksin.html)

3. Fatwa LBM-NU [Lembaga Bahtsul Masa’il Nahdlatul Ulama]

Indonesia

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) akan menindaklanjuti hasil

sidang Lembaga Bahtsul Matsail NU (LBM-NU). Kesimpulan sidang

menyatakan secara umum hukum vaksin meningitis suci dan boleh

dipergunakan.

Page 31: REFERAT IMUNISASI.docx

BAB III

KESIMPULAN

Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan banyak cara. Salah

satunya adalah dengan meningkatkan kekebalan atau imunitas tubuh dalam

menghadapi ancaman penyakit yang dilakukan dengan pemberian imunisasi.

Imunisasi dasar pada anak usia dibawah 2 tahun sangat penting untuk dilakukan

oleh karena bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian yang seharusnya

dapat dicegah walaupun imunisasi tidak menjamin 100% bahwa seseorang tidak

akan terjangkit penyakit tersebut.

Pada tahun 2014 berdasarkan rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak

Indonesia) ditetapkan program imunisasi wajib dan program imunisasi yang

dianjurkan.

Dalam hal ini maka harus terus digalakkan program imunisasi kepada

masyarakat luas sehingga masyarakat menyadari pentingnya imunisasi dan mau

membawa anaknya untuk melakukan imunisasi, khususnya imunisasi yang

diwajibkan. Jika imunitas pada masyarakat tinggi, maka risiko terjadinya

penularan dan wabah juga akan berkurang.

Page 32: REFERAT IMUNISASI.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius : 2010

2. Sri, Rezeki S Hadinegoro. Prof. Dr. dr. SpA(K), dkk. Pedoman imunisasi

di Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta 2005

3. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, penyunting.

Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Satgas Imunisasi

Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.

4. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB, penyunting.

Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Edisi kedua. Jakarta: UKK

Respiratologi PP IDAI; 2007.

5. Lawrence M Tierney Jr MD, Stephen J McPhee MD, Maxine A Papadakis

MD. Current Medical Diagnosis and Treatment 2002. Page 1313-1319.

6. Eric AF Simoes MD DCH and Jessie R Groothius MD. Immunization.

Page 235-258.

7. Eric AF Simoes MD DCH, Matthew F. Daley, MD Sean T. O’Leary, MD,

Ann-Christine Nyquist, MD, MSPH. Immunization; chapter 240-272.

8. Jadwal Imunisasi Anak - Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

(IDAI) 2008 [image on the Internet]. Jakarta: Ikatan Dokter Anak

Indonesia, 2008 Available from :

http://pediatricinfo.wordpress.com/2009/04/20/jadwal-imunisasi-2008-

idai/

9. Jadwal Imunisasi Anak - Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia

(IDAI) 2008 [image on the Internet]. Jakarta: Ikatan Dokter Anak

Indonesia, 2014 Available from :

http://idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-idai-

2014.html