referat enl

24
BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN REFERAT FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2013 UNIV. MUHAMMADIYAH MAKASSAR ERITEMA NODOSUM LEPROSUM (ENL) OLEH : FITRIAH UBAEDHA, S.Ked NASMINARD QADRI, S.Ked PEMBIMBING : dr.Hj.Sitti Musafirah, Sp. KK

Upload: ubhe-luphh-dolphin

Post on 23-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: Referat ENL

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN REFERATFAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2013UNIV. MUHAMMADIYAH MAKASSAR

ERITEMA NODOSUM LEPROSUM (ENL)

OLEH :FITRIAH UBAEDHA, S.KedNASMINARD QADRI, S.Ked

PEMBIMBING :dr.Hj.Sitti Musafirah, Sp. KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2013

Page 2: Referat ENL

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium Leprae (M.Lepra) yang pertama kali menyerang susunan saraf

tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa (mulut), saluraan pernapasan

bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata otot, tulang, dan testis.1 Bila dibiarkan

begitu saja tanpa diobati, maka akan menyebabkan cacat permanen yang berat

terutama pada tangan, kaki, telinga, dan wajah.

Namun, penularan penyakit kusta ke orang lain memerlukan waktu yang

cukup lama tidak seperti penyakit menular lainnya. Masa inkubasinya adalah 2-5

tahun. Penyakit ini sering menyebabkan tekanan sosial pada penderita dan

keluarganya, bahkan sampai menggangu kehidupan sosial mereka.

Prevalensi kusta di dunia sudah mengalami penurunan selama 50 tahun

terakhir akan tetapi penularan masih terjadi dan kusta masih menjadi masalah di

masyarakat ditandai dengan masih ditemukannya 250.000 kasus baru yang

terdaftar setiap tahun (Rodrigues & Lockwood, 2011). Kasus baru ditemukan

paling banyak di wilayah South East Asia termasuk Indonesia yang saat ini masih

menempati urutan ke-3 negara dengan penderita kusta terbanyak setelah India dan

Brazil (Kemenkes, 2007).

Reaksi Kusta merupakan suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit

kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi antigen-

antibodi (respon humoral) yang berakibat sangat merugikan penderita.

Peradangan dapat terjadi sebagai respon umum oleh kekebalan tubuh terhadap

infeksi, gejalanya berupa pembengkakan, kemerahan, panas, nyeri, dan

kehilangan fungsi. Oleh karena basil lepra menyerang kulit dan saraf, reaksi lepra

dapat menyebabkan peradangan pada kedua organ tersebut. Peradangan pada

bercak kulit menyebabkan rasa tidak nyaman, namun sangat jarang menjadi berat.

Sebaliknya, peradangan pada saraf dapat menyebabkan kerusakan berat dan

Page 3: Referat ENL

kehilangan fungsi atau kecacatan akibat pembengkakan dan penekanan pada

saraf.3

Reaksi imun dapat menguntungkan, tetapi dapat pula merugikan yang

disebut sebagai reaksi imun patologik, dan reaksi kusta ini tergolong di dalamnya.

Dalam klasifikasi yang bermacam-macam itu, yang tampaknya paling banyak

dianut adalah Tipe 1 (reaksi reversal) dan reaksi tipe 2 (ENL), dapat terjadi

sebelum, selama dan sesudah pengobatan MDT. Sebagian besar reaksi terjadi dalam

satu tahun setelah diagnosis. Pada penderita MB, reaksi dapat timbul tiap saat

selama pengobatan bahkan sampai dengan beberapa tahun setelah pengobatan

selesai.4 Pada referat ini lebih lanjut akan dibahas mengenai Erythema Nodosum

Leprosum (ENL).

Page 4: Referat ENL

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi ENL2

Eritema nodosum leprosum (ENL) merupakan masalah yang serius, dan

sulit untuk menangani komplikasi akibat inflamasi kusta tipe lepromatosa (LL)

atau borderline lepromatous (BL), dengan manifestasi klinis sebagai lesi yang

nyeri, nodul erythematous disertai dengan demam, malaise dan peradangan di

tempat lain dapat berupa iritis, arthritis, neuritis dan limfadenitis. ENL dapat

terjadi sebelum, selama atau setelah pengobatan dengan terapi multidrug tetapi

pada kebanyakan pasien ENL terjadi selama tahun pertama pengobatan.2

ENL (atau tipe 2 reaksi ) adalah suatu imun-yang diperantarai oleh

fenomena yang terjadi pada pasien dengan LL atau BL. Reaksi ini menyebabkan

peradangan akut pada organ atau jaringan yang diserang oleh basil M.Lepra. Lesi

kulit tampak sebagai nodul erythematous, papula lembut atau nodul yang

mungkin dangkal atau dalam. Lesi eritema nodosum berbeda secara klinis dari

perjalanan penyakit secara alamiah, dari banyaknya lesi dan luasnya distribusi

penyebaran sampai pada tungkai bawah. Pada reaksi berat, lesi kulit dapat

menjadi vesikular, bulosa atau nekrotik. Reaksi ini ENL umumnya disertai dengan

gejala umum yaitu dengan demam tinggi, gejala sistemik, edema wajah, tangan

dan kaki, dan proteinuria. Manifestasi lain termasuk iritis, episkleritis, arthritis,

arthralgia, dactylitis, limfadenopati, organomegali dan orkitis. Neuritis dapat

menjadi bagian dari ENL tetapi seringkali lebih ringan dibandingkan yang terlihat

pada reaksi tipe 1.2.10

2.2 Epidemiologi ENL

Reaksi tipe 2 (ENL) lebih jarang terjadi dibandingkan reaksi tipe 1 (reaksi

reversal), meski angka kejadinannya bervariasi antar negara: di Afrika, hanya

sekitar 5% dari total penderita MB mengalami ENL, sedangkan di Amerika

Selatan dapat sampai 50% terkena.

Page 5: Referat ENL

50% dari pasien tipe LL dan 15% pasien tipe BL bisa mengalami reaksi

tipe ENL.10

2.3 Etiopatogenesis ENL6

Pada Workshop Internasional yang membahas tentang ENL November 2012,

Profesor Warwick Britton disajikan review mekanisme ENL dan diterbitkan

secara terpisah. Hal ini menggambarkan perkembangan pemahaman kita

mengenai patofisiologi ENL selama empat dekade terakhir. ENL telah lama

dikenal sebagai kesatuan gambaran klinis yang berbeda, dengan gambaran

histopatologi infiltrasi neutrofil dan vaskulitis pada pembuluh darah kecil,

tetapi mekanisme kekebalan yang mendasarinya tidak jelas. Dia menguraikan

empat tahap dalam pemahaman kita yang lebih baru dari patofisiologi ENL.

Kompleks imun

ENL memiliki fitur yang mirip dengan gangguan hipersensitivitas tipe III

karena kompleks imun (IC). IC adalah kombinasi antibodi, antigen dan

komplemen. Ada respon antibodi poliklonal dalam Tipe lepromatosa

borderline (BL) dan Tipe lepromatosa (LL). Kulit melepuh dari lesi ENL

mengandung IC, tetapi dapat juga ditemukan pada pasien tanpa ENL. M.

leprae mengaktifkan jalur komplemen. Namun IC tidak dapat diidentifikasi

secara tetap pada ENL dan bukan merupakan penjelasan lengkap ENL. Pada

penyakit IC strategi sel anti-B atau strategi anti-antibodi yang bermanfaat.

Pada hepatitis C Cryoglobulinemia (contoh dari penyebab infeksi penyakit

IC) adalah penting untuk memblokir sel B, tetapi juga untuk menghilangkan

antigen dengan mengobati infeksi.

Tumor Necrosis Factor (TNF)

TNF terbukti menjadi sitokin yang sangat penting dalam memediasi ENL.

TNF terdapat dalam serum dan Lesi ENL, protein C-reaktif (CRP) biasanya

meningkat pada ENL. M. leprae dan lipoarabinomannan merangsang TNF

dari monocytes. Sel mononuklear dari pasien ENL secara spontan

Page 6: Referat ENL

memproduksi TNF. Thalidomide dapat menyebabkan penurunan yang cepat

dalam TNF plasma dan memblok pelepasannya dari monosit meskipun tidak

semua pasien kadar TNFnya meningkat. Thalidomide memiliki mekanisme

lain dari aksi seperti yang ditunjukkan oleh efeknya terhadap proliferasi

limfosit pada myeloma. TNF adalah penanda respon proinflamasi pada ENL

tetapi tidak jelas apa yang memicu pelepasan TNF dan Interleukin-6 (IL-6).

Penghambatan TNF merupakan tujuan terapeutik, tetapi beberapa strategis

anti-TNF secara signifikan mening-katkan risiko tuberculosis. Memblokir

molekul efektor seperti sebagai NF-kB downstream TNF mungkin memiliki

peran.

Aktivasi Limfosit T

Respon sel T mungkin relevan dengan ENL meskipun sangat minimal

ataupun tidak ada sama sekali pada kusta tipe BL dan LL. Modlin

menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel T CD4 pada ENL dibandingkan

dengan kasus LL lainnya. Terapi Interferon ᵞ jangka panjang mengindukdi

ENL pada pasien LL. Kemungkinan terjadi penghambatan sel T dengan agen

seperti Siklosfosfamid, pulse methylprednisolon atau metotreksat. Namun

bukti tersebut tidak cukup kuat untuk menjelaskan sepenuhnya patofisiologi

ENL

Rekrutmen Neutrofil

Ekspresi gen pada lesi ENL baru-baru ini dilaporkan. Gen rekrutmen

neutrofil, seperti E-selectin, diregulasi dan meningkat dibandingkan dengan

lesi pasien LL. Beberapa Penelitian telah menunjukkan bahwa tingginya

Indeks Bakteri merupakan salah satu faktor risiko pada perkembangan ENL

yang kuat menunjukkan bahwa proses tersebut merupakan pengendalian

antigen. Slit Skin Smear (SSS) sangat berguna untuk memprediksi resiko

tinggi tetapi SSS tidak dilakukan, pengukuran sederhana lainnya dari

peningkatan antigen sangat dibutuhkan, misalnya fenolik glikolipid. darah

atau urin.

Page 7: Referat ENL

Kesimpulannya, Profesor Britton menekankan fakta bahwa ENL jelas secara

klinis, tetapi tampaknya heterogenitas jelas pada immunopathology.

Thalidomide sangat efektif untuk meringankan kondisi tersebut, tetapi

mencari alternatif lain yang lebih aman sejauh ini tidak berhasil.

Dr Gigi Ebenezer memberikan presentasi tentang patologi ENL. Gambaran

histopatologi yang klasik pada lesi ENL yaitu infiltrasi neutrofil dengan

granuloma makrofak yang sudah ada sebelumnya pada lesi lepromatosa yang

sering dikaitkan dengan vaskulitis, panniculitis, dan makrofag dengan basil

terfragmentasi. Bukti histologi dari kerusakan endotel dengan perubahan

pembuluh darah yang nekrotik dan pembentukan trombus mencerminkan

keanekaragaman gambaran klinis dari lesi ENL. Ekspresi gen pada lesi ENL

memberikan bukti dari sebuah mekanisme inflamasi lokal yang berhubungan

dengan IL-1b, E-selectin dan pengikatan neutrofil. Ini merupakan jalur

penting bagi jaringan yang cedera dan thalidomide dapat menghambat

pengikatan neutrofil ini. E-selectin adalah sebuah protein transmembran yang

terlibat dalam pengikatan neutrophil ke dalam endotelium, sebagai langkah

awal dalam pengikatan neutrofil . Alpha-1-acid glikoprotein levelnya tinggi

pada pasien ENL dibandingkan dengan pasien LL. Pada fase akut terjadi

penurunan protein ke tingkat normal setelah pengobatan ENL dengan

thalidomide. Para penulis tersebut menyarankan hal ini mungkin bermanfaat

sebagai biomarker dari ENL.

Dr Barreto membahas beberapa penelitian awal yang konsen terhadap

angiogenesis pada kusta. Terjadi peningkatan ekspresi CD31 dan CD105

pada lesi kulit pasien dengan ENL dibandingkan pada pasien LL lainnya.

CD31 merupakan penanda sel endotel dan limfatik dan CD105 penanda

proliferasi sel endotel. Data ini menunjukkan bahwa studi lebih lanjut dari

CD105 pada ENL mungkin berguna.5

Page 8: Referat ENL

2.4 Gejala Klinis ENL

Pada kulit akan timbul gejala klinis yang berupa nodus eritema, dan nyeri

dengan tempat predileksi di lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dapat

menimbulkan gejala seperti iridosiklitis (rasa sakit dan merah pada mata, pupil

mengecil dengan bentuk tidak rata serta terdapat fotofobia), neuritis akut,

limfadenitis, artritis, orkitis, dan nefritis yang akut dengan adanya proteinuria.4

ENL dapat disertai dengan gejala konstitusional dari ringan sampai berat

yang dapat diterangkan secara imunologik pula. Perlu ditegaskan bahwa pada

ENL tidak terjadi perubahan tipe. Bila diperhatikan kembali reaksi ENL dan

reversal secara klinis, ENL dengan lesi eritema nodosum sedangkan reversal

tanpa nodus, sehingga disebut reaksi lepra nodular sedangkan reaksi reversal

adalah reaksi non-nodular. Hal ini penting membantu menegakkan diagnosis

reaksi atas dasar lesi, ada atau tidak adanya nodus. Kalau ada berarti reaksi

nodular atau ENL. Jika tidak ada bererti reaksi non-nodular atau reaksi

borderline.4

Menurut Sri Lanka College of Dermatologists : Guidelines on the

management of Leprosi reaction, membagi gejala klinis ENL menjadi dua tipe

yaitu :

1. MILD ENL

Pada ENL yang ringan, nodus kulit terjadi dengan atau tanpa demam

ringan dan malaise

2. SEVERE ENL

Nodus kulit berat dapat mencakup satu atau lebih dari hal berikut ini:

neuritis ditandai dengan nyeri saraf atau secara mencolok

terlihat atau tanpa kehilangan fungsi saraf.

demam sedang atau tinggi berkepanjangan bersama dengan

malaise yang parah.

lesi kulit Pustular yang dapat berlanjut menjadi ulserasi luas.

kelenjar getah bening Lembut dan membesar.

iridocyclitis, orchitis, periostitis atau sendi bengkak.

Page 9: Referat ENL

Proteinuria

Gambar 1. Plak Infiltrasi pada wajah Gambar 2. Plak eritematosa dan nodul

Page 10: Referat ENL

2.5 Diagnosis ENL

Untuk mediagnosis ENL diperlukan pengamatan gejala klinis berserta

pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan penanda peradangan

sistemik (Amiloid Serum dan CRP), dan yang merupakan Standar Baku dari

diagnosis reaksi ENL adalah pemeriksaan histologi.

Berikut adalah beberapa penelitian yang telah dilakukan di berbagai negara

ataupun organisasi khusus lepra :

Hasil penelitian di Pakistan menjelaskan 16 dari 45 (36%) penderita

kusta dengan fitur klinis akut eritema nodosum leprosum (ENL) tidak

menunjukkan adanya karakteristik neutrofil (polimorf) pada histologi

dari lesi ENL. Reaktan fase akut, amiloid serum A (SAA) dan protein

C-reaktif (CRP) yang merupakan penanda peradangan sistemik, dan

IgM dan IgG antibodi terhadap Mycobacterium leprae ditentukan pada

pasien ini untuk memahami perbedaan dalam diagnosis histologis.

Kedua SAA dan CRP meningkat pada pasien ENL, terlepas dari

kehadiran polimorf infiltrat, dibandingkan dengan pasien lepromatosa

nonreactional, pasien dengan reaksi reversal histologi dikonfirmasi dan

Gambar 3. Lesi eritema nodosum

Page 11: Referat ENL

kontrol endemik, menunjukkan bahwa semua pasien ENL klinis

didiagnosis mengalami reaksi inflamasi yang berlangsung. Di sisi lain,

IgM dan IgG antibodi secara signifikan lebih rendah (> 70%) pada

pasien ENL dibandingkan dengan pasien lepromatosa nonreactional.

Ketika dua kelompok ENL [ENL-PMN ve (positif bagi neutrofil) dan

ENL-PMN-ve (negatif untuk neutrofil)] dibandingkan, tidak ada

perbedaan yang signifikan dalam mean SAA, IgM atau konsentrasi

antibodi IgG, tetapi CRP delapan kali lipat lebih rendah pada ENL-

PMN-ve dibandingkan dengan ENL-PMN + ve kelompok. Hal ini

mungkin menunjukkan bahwa waktu atau modulasi reaksi berbeda

dalam dua kelompok ENL. Dengan demikian, pengukuran respon fase

akut dan rasio SAA / CRP khususnya membantu dalam diagnosis

klinis reaksi ENL pada kusta.8

Dr Peter Nicholls menyajikan analisis sekunder dari ENL dalam

penelitian Cohort INFIR yang terdaftar 303 pasien MB. Secara total 16

pasien didiagnosis dengan ENL. Lima diantaranya didiagnosis dengan

menggunakan kriteria klinis dan 11 berikutnya terdiagnosis setelah

biopsi kulit. Menariknya, hanya dua orang yang terdiagnosis secara

klinis memiliki fitur histologis ENL pada biopsi kulit mereka. Hal ini

memiliki implikasi untuk konfirmasi ENL menggunakan histologi

sebagai standar baku. Faktor-faktor yang memprediksi diagnosis ENL

adalah adanya demam dan bercak kulit positif. Individu dengan ENL

tampaknya hanya memiliki moderat NFI yang dinilai melaui tes otot

volunter atau tes sensorik dengan menggunakan monofilamen, tapi ada

bukti keterlibatan saraf subklinis yang signifikan dengan menggunakan

konduksi saraf sensorik dan motorik dan ambang deteksi panas.6

ENL juga didiagnosis berbeda oleh dokter dan patolog dalam

kelompok ini. Temuan ENL di 17% dari biopsi kulit dari pasien LL

dan 7% dari pasien BL menunjukkan bahwa ENL merupakan masalah

berkelanjutan. ENL ini dapat didiagnosa pada awal, sementara yang

diharapkan tingkat kejadian ENL lebih tinggi setelah beberapa bulan

Page 12: Referat ENL

pengobatan. Perubahan yang terlihat pada biopsi di sini ketika

diagnosis ENL dibuat khas, dengan infiltrasi polimorf ke dalam lesi

dan vasculitis. Hal Ini bisa menjadi sulit untuk mendiagnosa ENL

dengan klinis terutama gejala dalam bentuk ringan. Namun cukup

mengejutkan dimana 80% diagnosis hitologi ENL pada kejadian awal

tidak memiliki tanda-tanda klinis sebagai suatu rekasi. Mungkin sulit

untuk mendeteksi ENL dalam kasus LL yang baru didiagnosis ketika

lesi kulit tipe LL aktif. Studi ini menunjukkan bahwa subklinis ENL

mungkin penting. Perlunya menentukan pengaruh subklinis ENL.9

2.6 Diferensial Diagnosis

ENL3

Erythema

Nodosum

Panniculitis

Sepsis

Sweet’s syndrome

2.7 Penatalaksanaan

Menurut WHO Guidelines for the management of severe erythema nodosum

leprosum (ENL) reactions penatalaksanaan ENL sebagai berikut :

2.7.1 Manajemen dengan kortikosteroid:

1. Jika masih dalam pengobatan anti-lepra, lanjutkan pengobatan

standar tentunya dengan MDT.

2. Gunakan dosis analgetic yang adekuat untuk mengontrol demam

dan nyeri.

3. Gunakan saja standar prednisolon dalam dosis per hari tidak

melebihi 1 mg per Kg berat badan. Total durasi 12 minggu.

Histologi : Granuloma dengan Mycobacterium

Leprae basil-Laden makrofag (Perbesaran · 400x)

Page 13: Referat ENL

2.7.2 Manajemen dengan klofazimin dan kortikosteroid:

Hal ini diindikasikan pada kasus ENL yang berat dimana responnya

tidak memuaskan terhadap pengobatan dengan kortikosteroid atau

dimana risiko toksisitas kortikosteroid yang tinggi.

1. Jika masih dalam pengobatan anti-lepra, lanjutkan pengobatan

standar tentunya dengan MDT.

2. Gunakan dosis analgetik yang adekuat untuk mengontrol demam

dan nyeri

3. Gunakan saja standar prednisolon dalam dosis per hari tidak

melebihi 1 mg per berat badan Kg

4. Mulai klofazimin 100 mg tiga kali sehari selama maksimum 12

minggu

5. Selesaikan pengobatan standar prednisolon. Lanjutkan clofazimin

seperti di bawah ini.

6. taper dosis clofazimin sampai 100 mg dua kali sehari selama 12

minggu dan kemudian 100 mg sekali sehari selama 12-24 minggu.

2.7.3 Manajemen dengan hanya clofazimin:

hal Ini diindikasikan pada kasus ENL berat di mana penggunaan

kortikosteroid merupakan kontraindikasi.

1. Jika masih dalam pengobatan anti-lepra, lanjutkan standar

tentunya dengan MDT.

2. Gunakan dosis analgetik yang adekuat untuk mengontrol demam

dan nyeri.

3. Mulai klofazimin 100 mg tiga kali sehari selama maksimum 12

minggu

4. Taper dosis clofazimin sampai 100 mg dua kali sehari selama 12

minggu dan kemudian 100 mg sekali sehari selama 12-24 minggu.

Page 14: Referat ENL

2.7.4 Terapi Lini kedua adalah Thalidomide7 :

Thalidomide adalah obat yang sangat efektif untuk ENL namun

penggunaannya dibatasi karena potensi teratogenesitas. Uji klinis

prospektif telah menunjukkan bahwa Thlaidomide memiliki onset

lebih kerja lebih cepat dan mengurangi gejala lebih cepat

dibandingkan dengan pentoxifylline dan non steroid anti inflamasi

drugs.

Indikasi untuk thalidomide pada ENL :

ENL berat yang tidak merespon terhadap prednisolon dan

klofazimin

ENL Sedang sampai berat pada pasien dengan efek samping yang

serius akibat prednisolon

ENL Sedang sampai berat pada pasien yang tergantung pada

prednisolon

Dosis thalidomide pada ENL :

Dalam ENL berat, 300mg thalidomide dapat diberikan pada malam

hari atau dosis dibagi 3. Mengurangi dosis 100mg secara perlahan,

untuk menghindari memburuknya ENL.

Pasien harus distabilkan pada dosis serendah mungkin pada

thalidomide untuk mengontrol gejala (50-100mg setiap hari) dan

dipertahankan pada dosis ini untuk 2-3 bulan.

2.8 Komplikasi ENL10

Serangan ENL bisa menjadi serangan akut, kronik, ataupun serangan

berulang dalam beberapa tahun dan akhirnya tenang, namun membahayakan,

terutama pada mata. ENL adalah suatu penyakit sistemik yang sering disertai

dengan uveitis, dactylitis (Gbr. 5) , arthritis, neuritis, limfadenitis, myositis,

dan orchitis. Neuritis saraf perifer dan uveitis dengan komplikasinya sinekia,

katarak, dan glaucoma adalah komplikasi ENL yang sangat serius.

Page 15: Referat ENL

2.9 Prognosis ENL

Kerusakan saraf dan komplikasinya dapat sangat mematikan, terutama ketika

keempat anggota badan dan kedua mata yang terpengaruh. Perempuan

beresiko reaksi selama masa nifas.7

Gambar 5. Tangan yang menunjukkan gejala dactylitis dan nodules

Page 16: Referat ENL

DAFTAR PUSTAKA

1. Harahap.Marwali. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta. Hipokrates. 2000

2. Kahawita,I.P. Towards UnderstandingThe Pathology Of Erythema

Nodosum Leprosum. Dept. Of Infectious and Tropical Diseases, London

School Of Hygiene and Tropical Medicine. London, UK. Elsevier Ltd.

2008.

3. Mary, Tamplin et al. Bagaimana Mengenali dan Menatalaksana Reaksi

Lepra. The International Federation of Anti-Leprosy Association (ILEP).

London. 2002

4. Djuanda.A, Hamzah Mochtar, Aisah Siti. Ilmu Penyakit Kulit Dan

Kelamin. Edisi Kelima. FKUI. Jakarta. 2007

5. Djuanda.A, Hamzah Mochtar, Aisah Siti. Ilmu Penyakit Kulit Dan

Kelamin. Edisi Kelima. FKUI. Jakarta. 2007

6. Walker, Stephen et al. Workshop Report : International Workshop on

Erythema Nodosum Leprosum (ENL)-Concensus Report; The Formation

ENLIST, The ENL International Study Group. 2012

7. Kahawita, I.P et al. Guidelines on The Management of Leprosy Reactions.

Sri Lanka College Of Dermatologists.

8. R, Hussein et al. Clinical and Histological Discrepancies in Diagnosis of

ENL Reactions Classified by Assessment of Acute Phase Proteins SAA and

Page 17: Referat ENL

CRP. Dept. Of Microbiology Aga Khan University, Karachi. Pakistan.

1993

9. Lockwood, Diana N.J. et al. Comparing The Clinical and Histological

Diagnosis of Leprosy and leprosy Reactions in The INFIR Cohort of

Indian Patients With Multibacillary Leprocy. PLOS Neglected Tropical

Disease. 2012

10. Burns, Tony et al. Rook’s Textbook Of Dermatology. Eighth Edition.

Wiley-Backwell Publication. 2007

11. WHO Guidlines for The Reaction Management of Severe Erythema

Nodosum Leprosum (ENL) Reaction.