referat dermatofitosis.docx

25
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit yang disebabkan oleh jamur dapat dibagi berdasarkan penyerangannya, yaitu mikosis profunda, mikosis intermediate dan mikosis superfisialis. Mikosis profunda menunjukkan gejala klinis tertentu di bawah kulit misalnya traktus intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenital, susunan kardiovaskular, susunan saraf sentral, otot, tulang, dan kadang kulit. Mikosis jenis ini jarang ditemukan karena biasanya terlihat dalam klinik sebagai penyakit kronik dan residif. Manisfestasi klinis morfologik dapat berupa tumor, infiltrasi peradangan vegetatif, fistel, ulkus, atau sinus, tersendiri maupun bersamaan (Siregar, 2004). Mikosis intermediate adalah penyakit jamur yang mengenai lapisan kulit (stratum korneum, rambut, dan kuku ), dan alat-alat dalam seperti vagina, kulit, kuku, bronkus, atau paru yang disebabkan oleh jamur golongan Candida sp. (Budimulja, 2013). Sedangkan mikosis superfisialis merupakan infeksi yang disebakan oleh jamur yang menyerang pada daerah superfisial, yaitukulit, 1

Upload: wienda-dida-prihandani

Post on 20-Jan-2016

284 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: referat DERMATOFITOSIS.docx

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit yang

disebabkan oleh jamur dapat dibagi berdasarkan penyerangannya, yaitu

mikosis profunda, mikosis intermediate dan mikosis superfisialis. Mikosis

profunda menunjukkan gejala klinis tertentu di bawah kulit misalnya traktus

intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenital, susunan kardiovaskular,

susunan saraf sentral, otot, tulang, dan kadang kulit. Mikosis jenis ini jarang

ditemukan karena biasanya terlihat dalam klinik sebagai penyakit kronik dan

residif. Manisfestasi klinis morfologik dapat berupa tumor, infiltrasi

peradangan vegetatif, fistel, ulkus, atau sinus, tersendiri maupun bersamaan

(Siregar, 2004).

Mikosis intermediate adalah penyakit jamur yang mengenai lapisan

kulit (stratum korneum, rambut, dan kuku ), dan alat-alat dalam seperti

vagina, kulit, kuku, bronkus, atau paru yang disebabkan oleh jamur

golongan Candida sp. (Budimulja, 2013). Sedangkan mikosis superfisialis

merupakan infeksi yang disebakan oleh jamur yang menyerang pada daerah

superfisial, yaitukulit, rambut, kuku. Insidens mikosis superficialis cukup

tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat luas. Hal tersebut

disebabkan Indonesia merupakan negara tropis beriklim panas dan lembab,

hygiene sebagian masyarakat masih kurang, adanya sumber penularan di

sekitarnya, penggunaan obat-obatan antibiotik, steroid, dan sitostatika yang

meningkat, adanya penyakit kronis dan penyakit sistemik lainnya (Adiguna,

2001).

Mikosis superfisialis dapat dibagi menjadi dua menurut

penyebabnya, yaitu dermatofitosis dan non dermatofitosis. Dermatofitosis

adalah mikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur dermatofita

(Budimulja, 2013). Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh

karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi

jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneurm

1

Page 2: referat DERMATOFITOSIS.docx

sampai dengan stratum basalis. Ada pula beberapa golongan jamur ini yang

dapat menyebabkan perjalanan penyakit menjadi menahun dan residif

seperti Mikrosporon audoinii dan Trikofiton rubrum (Jawetz, Melnick &

Adelberg, 1996).

Manifestasi klinis dermatofitosis bervariasi dapat menyerupai

penyakit kulit lain sehingga selalu menimbulkan diagnosis yang keliru dan

kegagalan dalam penatalaksanaannya. Oleh karena itu pada referat ini akan

dipaparkan dari gambaran klinis hingga penatalaksanaannya.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan referat ini, yaitu :

1. Mengetahui jenis-jenis penyakit dermatofitosis

2. Mengetahui gambaran klinis dari masing-masing penyakit dermatofitosis

3. Mengetahui pencegahan dan penatalaksanaan dari penyakit dermatofitosis.

2

Page 3: referat DERMATOFITOSIS.docx

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung

zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku

yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofita (Radiono, 2001;

Budimulja, 2013).

B. ETIOLOGI

Dermatofitosis disebabkan oleh golongan jamur dermatofita.

Golongan jamur ini bersifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas

fungi imperfecti yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum,

Trichophyton, dan Epidermophyton. 41 spesies dermatofita telah

ditemukan, masing-masing adalah 2 spesies Epidermophyton, 17 spesies

Microsporum, dan 21 spesies Trichophyton. Dematofita dimasukkan

dalam famili Gymnoascaceae (Jawetz, Melnick & Adelberg, 1996).

3

Page 4: referat DERMATOFITOSIS.docx

C. KLASIFIKASI

Simons dan Gohar membagi dermatofitosis menjadi

dermatomikosis, trikomikosis dan onikomikosis yang didasarkan pada

bagian tubuh manusia yang terserang. Klasifikasi dari dermatofitosis dapat

dibagi berdasarkan lokasi, antara lain :

1. Tinea kapitis

Dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala

2. Tinea barbae

Dermatofitosis pada dagu dan jenggot

3. Tinea cruris

Dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong dan

kadang sampai perut bagian bawah

4. Tinea pedis et manum

Dermatofitosis pada kaki dan tangan

5. Tinea unguium

Dermatofitosis pada kuku tangan dan kaki

6. Tinea korporis

Dermatofitosis pada tempat lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea

yang telah disebutkan.

Enam bentuk tinea lainnya yang mempunyai arti khusus, yaitu

(Budimulja, 2013):

1. Tinea imbrikata

Dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris dan

disebabkan Trichophyton concentricum

2. Tinea favosa atau favus

Dermatofitosis terutama disebabkan Trichophyton schoenleini : secara

klinis terbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy odor)

3. Tinea fasialis, tinea aksilaris

4. Tinea sirsinata, arkuata

4

Page 5: referat DERMATOFITOSIS.docx

5. Tinea inkognito

Dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah

diobati dengan steroid topikal kuat.

D. DERMATOFITOSIS

1. Tinea kapitis

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala

yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai

dengan kulit bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi

gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion (Madani, 2000;

Budimulja, 2013).

Di dalam klinik tinea kapitis dapat dilihat sebagai 3 bentuk

yang jelas:

a. Grey patch ringworm

1) Tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus

Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak.

2) Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil di sekitar

rambut

3) Papul melebar dan membentuk bercak , yang menjadi pucat

dan bersisik

4) Keluhan penderita adalah rasa gatal

5) Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi

6) Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga

mudah dicabut tanpa rasa nyeri

7) Semua rambut di daerah tersebut terserang jamur sehingga

dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat-tempat ini terlihat

sebagai grey patch

8) Grey patch secara klinis tidak menunjukkan batas-batas daerah

sakit dengan pasti

5

Page 6: referat DERMATOFITOSIS.docx

9) Pemeriksaan menggunakan lampu Wood menunjukkan

fluoresensi hijau kekuning-kuningan pada rambut yang sakit

melampaui batas-batas grey patch tersebut

10) Tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouini

biasanya disertai tanda peradangan ringan, hanya sesekali

dapat terbentuk kerion.

b. Kerion

1) Reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis berupa

pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan

sel radang yang padat di sekitarnya

2) Bila penyebabnya Microsporum canis dan Microsporum

gypseum, pembentukkan kerion ini lebih sering dilihat, adak

kurang terlihat bila penyebabnya Trichophyton tonsurans, dan

sedikit sekali terlihat apabila penyebabnya Trichophyton

violaceum

3) Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat

alopesia yang menetap

4) Jaringan parut yang menonjol kadang-kadang dapat terbentuk

c. Black dot ringworm

1) Terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan

Trichophyton violaceum

2) Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai

kelainan yang disebabkan oleh genus Microsporum

3) Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada muara folikel,

dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora

4) Ujung rambut yang hitam didalam folikel rambut ini

memberikan gambaran khas, yaitu black dot

5) Ujung rambut yang patah, bila tumbuh kadang-kadang masuk

ke bawah permukaan kulit, dalam hal ini perlu dilakukan irisan

kulit untuk mendapatkan bahan biakan jamur

6

Page 7: referat DERMATOFITOSIS.docx

Tinea kapitis juga akan menunjukkan reaksi peradangan yang

lebih berat, bila disebabkan oleh Trichophyton mentagrophytes dan

Trichophyton verrucosum yang keduanya bersifat zoofilik.

Trichophyton rubrum sangat jarang menyebabkan tinea kapitis.

Walaupun demikian, bentuk klinis granuloma, kerion, alopesia, dan

black dot yang disebabkan Trichophyton rubrum pernah ditulis

(Audring et al., 2006; Budimulja, 2013).

Diagnosis banding tinea kapitis antara lain :

a. Alopesia areata

b. Dermatitis seboroika

c. Psoriasis pada kulit kepala

d. Impetigo yang menyertai pedikulosis kapitis

e. Karbunkel

f. Trikotilomania

g. Lupus eritomatosus

2. Tinea cruris

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dari keluhan

tambahan rasa gatal hebat pada daerah kruris (lipat paha), lipat

perineum, bokong dan dapat ke genitalia, ruam kulit berbatas tegas,

eritematosa dan bersisisk, semakin hebat jika banyak berkeringat

(Siregar, 2005).

Pemeriksaan kulit

Lokalisasi : regio inguinalis bilateral , simetris . Meluas ke

perineum sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula

meluas ke suprapubis dan abdomen bagian bawah.

7

Page 8: referat DERMATOFITOSIS.docx

Efloresensi : makula eritematosa numular sampai geografis ,

berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari pustula atau papula.

Jika kronik makula menjadi hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya.

Diagnosis banding tinea cruris antara lain :

a. Eritrasma

b. Kandidiasis

c. Psoariasis intertriginosa

3. Tinea pedis

Tinea pedis terdapat beberapa tipe yang manifestasi klinisnya

sebagai berikut :

a. Tipe papulo skuamosa hiperkeratotik kronik :

Jarang didapat vesikel dan pustul, sering pada tumit dan tepi kaki,

kadang- kadang sampai ke punggung kaki. Eritema dan plak

hiperkeratotik diatas daerah lasi yang mengalami likenifikasi.

Biasanya simetris, jarang dikeluarkan, dan kadang kadang tak

begitu dihiraukan oleh penderita.

b. Tipe intertriginosa kronik

Manifestasi klinis berupa fisura pada jari – jari, tersering pada sela-

sela jari kaki ke 4 dan ke 5, basah dan maserasi disertai bau yang

tidak enak.

c. Tipe subakut

Lesi intertriginosa berupa vesikel atau pustula. Dapat sampai ke

punggung kaki dan tumit dengan eksudat yang jernih, kecuali jika

mengalami infeksi sekunder. Proses subakut dapat diikuti selulitis,

limfangitis, limfadeniti dan erisepelas.

8

Page 9: referat DERMATOFITOSIS.docx

d. Tipe akut

Gambaran lesi akut, eritema,edema, berbau. Lebih sering

menyerang pria. Kondisi hiperhidrosis dan maserasi pada kaki,

statis vaskular, bentuk sepatu yang kurang baik terutama

merupakan predisposisi untuk mengalami infeksi (Siregar, 2005).

Apabila dilakukan pemeriksaan fisik pada kulit yang terdapat

lesi, dapat dilihat ciri khasnya yaitu

a. Lokalisasi : interdigilitas, antara jari ke 3, 4 dan 5 serta telapak

kaki

b. Efloresensi : fisura pada sisi kaki, beberapa milimeter sampai 0,5

cm. Sisik halus putih kecoklatan. Vesikula miliar dan dalam.

Vesikopustula miliar sampai lentikular pada telapak kaki dan sela

jari. Hiperkeratotik biasanya pada telapak kaki.

Diagnosis banding tinea pedis antara lain (Siregar, 2005) :

a. Kandidiasis

b. Akrodermatitis perstans

c. Pustular bacterid

d. Dermatitis

4. Tinea Unguium

Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh

jamur dermatofita (Siregar, 2004). ZAIAS membaginya dalam 3

bentuk klinis:

a. Bentuk subungual distalis

1) Bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku

2) Proses ini menjalar ke proksimal dan di bawah kuku terbentuk

sisa kuku yang rapuh

3) Kalau proses berjalan terus, maka permukaan kuku bagian

distal akan hancur dan yang terlihat hanya kuku rapuh yang

menyerupai kapur

9

Page 10: referat DERMATOFITOSIS.docx

b. Leukonikia trikofita / leukonikia mikotika

1) Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonikia atau

keputihan di permukaan kuku yang dapat dikerok untuk

dibuktikan adanya elemen jamur

2) Kelainan ini dihubungkan dengan Trichophyton

mentagrophytes sebagai penyebabnya

c. Bentuk subungual proksimalis

1) Bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal terutama

menyerang kuku

2) Gambaran klinis khas, yaitu terlihat kuku di bagian distal

masih utuh, sedangkan bagian proksimal rusak

3) Biasanya penderita tinea unguium mempunyai dermatofitosis

di tempat lain yang sudah sembuh maupun yang belum

4) Kuku kaki lebih sering terserang daripada kuku tangan

5) Tinea unguium merupakan dermatofitosis yang paling sukar

dan lama disembuhkan. Kelainan kuku kaki lebih sukar

disembuhkan daripada kuku tangan

6) Di Indonesia, tinea unguium ada namun tidak banyak (Siregar,

2005).

5. Tinea korporis

Tinea korporis adalah penyakit karena infeksi jamur

dermatofita (berbagai spesies Trichophyton, Microsporum, dan

Epidermophyton) pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin)

yaitu di kulit daerah selain kulit kepala, selangkangan, telapak tangan

dan telapak kaki (Djuanda et al., 2008).

Efloresensi yang terdapat pada tinea corporis merupakan lesi

bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-

kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya

lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif (tanda peradangan

10

Page 11: referat DERMATOFITOSIS.docx

lebih jelas) yang sering disebut dengan central healing. Kadang-

kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada

umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain.

Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang

polisiklik karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan

tanda radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada anak-anak

daripada orang dewasa karena umumnya mereka mendapat infeksi

baru pertama kali. Pada tinea corporis yang menahun, tanda radang

mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada

tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha.

Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea

cruris et corporis (Budimulja, 2013).

Gambar 2. Tinea Corporis

Diagnosis Banding pada tinea corporis antara lain :

a. Dermatitis seboroik

Kelainan kulit pada dermatitis seboroika walaupun

menyerupai tinea corporis, biasanya dapat terlihat pada tempat

predileksi lain, seperti kulit kepala (scalp), lipatan-lipatan kulit

11

Page 12: referat DERMATOFITOSIS.docx

(contoh: belakang telinga), daerah nasolabial, dan

sebagainya.Gambaran klinis yang khas dari dermatitis seboroika

adalah skuamanya yang berminyak dan kekuningan (Budimulja,

2013).

b. Psoriasis

Psoriasis pada stadium penyembuhan menunjukkan

gambaran eritema pada bagian pinggi rsehingga menyerupai tinea.

Perbedaannya adalah pada psoriasis terdapa ttanda-tanda khas

seperti skuama kasar, transparan serta berlapis-lapis, fenomena

tetes lilin, dan fenomena auspitz. Psoriasis jugamemiliki tempa

tpredileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku, dan

punggung (Budimulja, 2013).

c. Ptiriasis rosea

Pitiriasis rosea memiliki distribusi kelainan kulit yang

simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota

badan. Perbedaannya pada pitiriasis rosea gatalnya tidak begitu

berat seperti pada tinea korporis dan skuamanya halus, sedangkan

pada tinea corporis skuamanya kasar. Pitiriasis rosea dapat sulit

dibedakan dengan tinea korporis apabila tidak ditemukan herald

patch pada pitiriasis rosea. Pemeriksaan laboratorium yang dapat

memastikan diagnosisnya (Budimulja, 2013).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis

terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pemeriksaan

lain, misalnya pemeriksaan histopatologik, percobaan binatang, dan

imunologik tidak diperlukan.

12

Page 13: referat DERMATOFITOSIS.docx

Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan

bahan klinis, yang dapat berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku. Bahan

unuk pemeriksaan mikologik diambil dan dikumpulkan sebagai berikut:

terlebih dahulu tempat kelainan dibersihkan dengan spiritus 70%,

kemudian untuk:

1. Kulit tidak berambut (glaborous skin): dari bagian tepi kelainan

sampai dengan bagian sedikit di luar kelainan sisik kulit dan kulit

dikerok dengan pisau tumpul steril.

2. Kulit berambut: rambut dicabut pada bagian kulit yang mengalami

kelainan; kulit di daerah terserbut dikerok untuk mengumpulkan sisik

kelit, pemeriksaan dengan lampu Wood dilakukan sebelum

pengumpulan bahan untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terkena

infeksi dengan kemungkinan adanya fluoresensi pada kasus-kasus

tinea kapitis tertentu.

3. Kuku: bahan diambil dari permukaan kuku yang sakit dan dipotong

sedalam-dalamnya sehingga mengenai seluruh tebal kuku, bahan di

bawah kuku diambil pula.

Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop,

mula-mula dengan pembesaran 10x10, kemudian dengan pembesaran

10x45. Pemeriksaan dengan pembesaran 10x100 biasanya tidak diperlukan

(Madani, 2000; Radiono, 2001).

Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan di atas gelas alas,

kemudian ditambah 1 – 2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH

untuk sediaan rambut adalah 10% dan untuk kulit dan kuku 20%. Setelah

sediaan dicampur dengan larutan KOH, ditunggu 15-20 menit hal ini

diperlukan untuk melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses

pelarutan dapat dilakukan pemanasan sediaan basah di atas api kecil. Pada

saat mulai keluar uap dari sediaan tersebut, pemanasansudah cukup. Bila

terjadi penguapan, maka akan terbentuk Kristal KOH, sehingga tujuan

13

Page 14: referat DERMATOFITOSIS.docx

yang diinginkan tidak tercapai. Untuk melihat elemen jamur lebih nyata

dapat ditambahkan zat warna pada sediaan KOH, misalnya tinta Parker

superchroom blue black (Siregar, 2004; Siregar, 2005).

Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua

garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet

(artrospora) pada kelainan kulit lama dan/atau sudah diobati. Pada sediaan

rambut yang dilihat adalah spora kecil (mikrospora) atau besar

(makrospora). Spora dapat tersusun di luar rambut (ekrotriks) atau di

dalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat juga hifa pada

sediaan rambut (Djuanda et al., 2008).

Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong

pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media

buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar

dekstrosa Saboraoud (Siregar, 2004; Siregar, 2005).

F. PENGOBATAN

Dermatofitosis umumnya dapat diatasi dengan pemberian

griseofulvin yang bersifat fungistatik. Secara umum, griseofulvin dalam

bentuk fine particle dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 gram untuk orang

dewasa dan 0,25 – 0,5 gram untuk anak-anak sehari atau 10 – 25 mg per

kg BB. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab

penyakit, dan keadaan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis

dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif. Untuk mempertinggi absorpsi obat

dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama-sama makanan yang banyak

mengandung lemak. Untuk mempercepat waktu penyembuhan, kadang-

kadang diperlukan tindakan khusus atau pemberian obat topikal tambahan

(Siregar, 2005; Budimulja, 2013).

14

Page 15: referat DERMATOFITOSIS.docx

Pada pengobatan kerion stadium dini, diberikan kortikosteroid

sistemik sebagai anti-inflamasi, yakni prednisone 3x5mg atau prednisolon

3 x 4mg sehari selama 2 minggu. Obat tersebut diberikan bersama-sama

dengan griseofulvin. Griseofulvin diteruskan selama 2 minggu setelah

sembuh klinis. Terbinafin yang bersifat fungisidal juga dapat diberikan

sebagai pengganti griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5mg –

250mg sehari bergantung pada berat badan.

Efek samping griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan

keluhan utama ialah sefalgia yang didapati pada 15% penderita. Efek

samping yang lain dapat berupa gangguan traktus digestivus yaitu nausea,

vomitus dan diare. Obat tersebut juga bersifat fotosensitif dan dapat

mengganggu fungsi hepar (Siregar, 2005; Budimulja, 2013).

Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10% penderita,

yang tersering adalah gangguan gastrointestinal diantaranya nausea,

vomitus, nyeri lambung, diare, konstipasi, umumnya ringan. Efek samping

lain dapat berupa gangguan pengecapan yang bersifat sementara. Sefalgia

ringan juga dapat terjadi. Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3 –

7% (Siregar, 2005; Budimulja, 2013).

Obat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu

ketokonazol yang bersifat fungistatik. Pada kasus resisten griseofulvin

dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200mg per hari selama 10 hari – 2

minggu pada pagi hari setelah makan. Obst tersebut kontraindikasi untuk

penderita kelainan hepar (Siregar, 2005; Budimulja, 2013).

Pada masa kini, selain obat-obat topikal konvensional, misalnya

asam salisil 2-4%, asam benzoate 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, asam

undesilenat 2-5%, dan zat warna (hijau brilian1% dalam cat castellani)

dikenal banyak obat topikal baru. Obat-obat baru ini diantaranya tolnaftat

2%, tolsiklat, haloprogin, derivate-derivat imidazol, siklopiroksamin, dan

naftiline masing-masing 1% (Siregar, 2005; Budimulja, 2013).

15

Page 16: referat DERMATOFITOSIS.docx

III. KESIMPULAN

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat

tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut dan kuku yang

disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Klasifikasi dari dermatofitosis dapat

dibagi berdasarkan lokasi tinea kapitis, tinea barbae, tinea cruris, tinea pedis et

manum, tinea unguium dan tinea korporis. Umumnya dermatofitosis pada kulit

memberikan morfologi yang khas yaitu bercak-bercak yang berbatas tegas disertai

efloresensi-efloresensi yang lain, sehingga memberikan kelainan-kelainan yang

polimorf, dengan bagian tepi yang aktif serta berbatas tegas sedang bagian tengah

tampak tenang. Pemeriksaan mikologik dapat digunakan untuk membantu

menegakkan diagnosis melalui bahan berupa kerokan kulit, rambut, dan kuku.

Dermatofitosis umumnya dapat diatasi dengan pemberian griseofulvin yang

bersifat fungistatik. Namun pada kasus-kasus resisten terhadap griseofulvin dapat

diberikan obat ketokonazol atau terbinafin. Lama pengobatan bergantung pada

lokasi penyakit, penyebab penyakit, dan keadaan imunitas penderita

16

Page 17: referat DERMATOFITOSIS.docx

DAFTAR PUSTAKA

Adiguna, MS. 2001. Epidemiologi dermatomikosis di Indonesia. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai Pustaka FKUI.

Audring, et.al., 2006. Fungal Diseases. In: Sterry, W, Paus, R, and Burgdorf, W.(eds). Dermatologi. New York : Thieme Medical Pub.

Budimulja, U. 2013. Mikosis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Djuanda, A.,et al. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5 . Jakarta: FK UI.

Jawetz, Melnick & Adelberg. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC : Jakarta.

Madani, A.F., 2000. Infeksi Jamur Kulit. Dalam: Harahap, M., 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.

Radiono, S., 2001. Dermatomikosis Superfisialis Pedoman untuk Dokter dan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: FK UI.

Siregar, 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC.

Siregar, R.S., 2004. Penyakit Jamur Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC.

17