referat dbd

49
BAB I Pendahuluan Latar Belakang Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Penyakit DBD mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, dan setelah itu jumlah kasus DBD terus bertambah seiring dengan semakin meluasnya daerah endemis DBD. Penyakit ini tidak hanya sering menimbulkan KLB tetapi juga menimbulkan dampak buruk sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan berkurangnya usia harapan penduduk. 1,2 Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong (Dengue Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya. 3-5 Epidemiologi Berbagai serotipe virus Dengue endemis di beberapa negara tropis. Di Asia, virus Dengue endemis di China Selatan,

Upload: ni-putu-yudiartini-putri

Post on 10-Dec-2015

242 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

dvfsd

TRANSCRIPT

Page 1: referat dbd

BAB I

Pendahuluan

Latar Belakang

Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang

disebabkan oleh virus dengue. Penyakit DBD mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1968 di

Surabaya dan Jakarta, dan setelah itu jumlah kasus DBD terus bertambah seiring dengan

semakin meluasnya daerah endemis DBD. Penyakit ini tidak hanya sering menimbulkan KLB

tetapi juga menimbulkan dampak buruk sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi

antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan

berkurangnya usia harapan penduduk.1,2

Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan

umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong (Dengue

Shock Syndrome / DSS). Sampai saat ini masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah

Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun

mendadak syok sampai meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis

maupun laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya.3-5

Epidemiologi

Berbagai serotipe virus Dengue endemis di beberapa negara tropis. Di Asia, virus Dengue

endemis di China Selatan, Hainan, Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Myanmar, India,

Pakistan, Sri Langka, Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura. Negara dengan

endemisitas rendah di Papua New Guinea, Bangladesh, Nepal, Taiwan dan sebagian besar

negara Pasifik. Virus Dengue sejak tahun 1981 ditemukan di Quesland, Australia Utara.

Serotipe Dengue 1,2,3, dan 4 endemis di Afrika. Di pantai Timur Afrika terdapat mulai dari

Mozambik sampai ke Etiopia dan di kepulauan lepas pantai seperti Seychelles dan Komoro.

Saudi Arabia pernah melaporkan kasus yang diduga DBD. Di Amerika, ke-4 serotipe virus

dengue menyebar di Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan hingga Texas (1977-

1997). Tahun 1990 terjadi KLB di Meksiko, Karibia, Amerika Tengah, Kolombia, Bolivia,

Ekuador, Peru, Venezuela, Guyana, Suriname, Brazil, Paraguai dan Argentina.2,3

Page 2: referat dbd

2

Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia.

Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health

Organization(WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan

kematian akibat DBD, khususnya pada anak. Sejak tahun 2005, nampak adanya

kecenderungan penurunan CFR DBD. Sedikit peningkatan nampak pada tahun 2009.

Kecenderungan penurunan tersebut tidak nampak pada IR DBD per 100.000 penduduk. IR

DBD sejak 2006 hingga 2010 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2010 jumlah kasus DBD yang

dilaporkan sebanyak 155.777 penderita (IR: 65,57/100.000 penduduk) dengan jumlah

kematian sebanyak 1.358 (CFR0,87 %).1,4,5

DHF/ DSS lebih sering terjadi pada daerah endemis virus dengue dengan beberapa serotype.

Penyakit ini biasanya menjadi epidemic tiap 2-5 tahun. DHF/DSS paling banyak terjadi pada

anak di bawah 15 tahun, biasanya pada umur 4-6 tahun. Frekuensi kejadian DSS paling tinggi

pada dua kelompok penderita : a. anak-anak yang sebelumnya terkena infeksi virus dengue, b.

bayi yang darah ibunya mengandung anti dengue antibody. Transmisi penyakit biasanya

meningkat pada musim hujan.Suhu yang dingin memungkinkan waktu survival nyamuk

dewasa lebih panjang sehingga derajat tranmisi meningkat.3,4

Berbagai faktor kependudukan berpengaruh pada peningkatan dan penyebaran kasus DBD,

antara lain: (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi; (2) Urbanisasi yang tidak terencana dan

tidak terkendali; (3) Tidak efektifnya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis;

(4) Peningkatan sarana transportasi. 1,4,5

Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama kontrol vektor

nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi yang optimal pada penderita

DBD, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit ini. Sampai saat

ini, belum ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama dalam terapi DBD adalah terapi

suportif, yakni pemberian cairan pengganti. Dengan memahami patogenesis, perjalanan

penyakit, gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat

dilakukan secara efektif dan efisien.6,7

Page 3: referat dbd

3

BAB II

Pembahasan

Definisi

Demam dengue (dengue fever, DF, DD) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak

remaja atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi

yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam (rash) dan limfadenopati, demam bifasik, sakit

kepala yang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata, rasa mengecap yang terganggu,

trombositopenia ringan dan bintik-bintik perdarahan (petekie) spontan.1,5

Demam berdarah dengue/DBD (dengue henorrhagic fever, DHF), adalah suatu penyakit

trombositopenia infeksius akut yang parah, sering bersifat fatal, penyakit febril yang

disebabkan virus dengue. Pada DBD terjadi pembesaran plasma yang ditandai

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan tubuh, abnormalitas

hemostasis, dan pada kasus yang parah, terjadi suatu sindrom renjatan kehilangan protein

masif (dengue shock syndrome), yang dipikirkan sebagai suatu proses imunopatologik. 1,5

Etiologi

Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus, famili Flaviviridae, genus

flavivirus.Virus berukuran kecil (50 nm) ini memiliki RNA rantai tunggal. Virion-nya terdiri

dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam amplop

lipoprotein.Genome (rangkaian kromosom) virus Dengue berukuran panjang sekitar 11.000

dan terbentuk dari tiga gen protein struktural yaitu nucleocapsid atau protein core (C),

membrane-associatedprotein (M) dan suatu protein envelope (E) serta gen protein non

struktural (NS).Terdapat empat serotipe virus yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-

4. Ke empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Hasil penelitian

di Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan

merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan

Dengue -4.2,3,5

Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe tersebut diatas, akan menyebabkan

kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang bersangkutan. Meskipun keempat

serotipe virus tersebut mempunyai daya antigenis yang sama namun mereka berbeda dalam

Page 4: referat dbd

4

menimbulkan proteksi silang meski baru beberapa bulan terjadi infeksi dengan salah satu dari

mereka. Terdapat reaksi silang antrara serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow

Fever, Japanese Encephalitis, dan West Nile Virus. 2,3,5

Penularan

Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan transmisi virus dengue, yaitu:

1. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di

lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.

2. Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan, mobilisasi dan paparan terhadap

nyamuk, usia dan jenis kelamin;

3. Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, kepadatan penduduk, dan ketinggian di

bawah 1000 di atas permukaan laut

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu

manusia, virus, dan vektor perantara.Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui

gigitan nyamuk Aedes (Ae). Ae aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun

spesies lain seperti Ae.albopictus, Ae.polynesiensis dan Ae. niveus juga dianggap sebagai

vektor sekunder. Kecuali Ae.aegypti semuanya mempunyai daerah distribusi geografis

sendiri-sendiri yang terbatas. Meskipun mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus

dengue, biasanya mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding

Ae.aegypti. Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali

di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. 2,3,5

Nyamuk Ae. aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk

lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki,

dan sayapnya. Nyamuk Ae. aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk

keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih

menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya

padasiang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari

(16.00-17.00). 2,3,5,7

Ae. aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya

dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah

mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau diluar rumah. Tempat

Page 5: referat dbd

5

hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang

agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya

nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat perkembangbiakan, sedikit diatas

permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah

terendam air. Jentik kemudian menjadi pupa dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa. 2,3,5,7

Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia menghisap darah dari

seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viraemia) yaitu 2 hari sebelum panas sampai

5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap darah

penderita yang sedang viremia (periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selama

hidupnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan

transmission). Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah nyamuk

bersangkutan akan terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit

dan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa

inkubasi di tubuh manusia selama 3 - 4 hari (rata-rata selama 4-6 hari disebut sebagai periode

inkubasi intrinsik) timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai demam,

pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya. 2,3,5,7

Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis

berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue (dengue shock

syndrome). Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama

kali mungkin memberi gejala demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa

terlihat pada infeksi virus. Reaksi yang amat berbeda tampak, bila seseorang mendapat

infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal ini Halstead pada tahun

1973 mengajukan hipotesis yang disebut secondary heterologous infection atau sequential

infection hypothesis. Hipotesis ini telah diakui oleh sebagian besar para ahli saat ini.1,4,3

Page 6: referat dbd

6

Gambar 1. Hipotesis secondary heterologus infection4

Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah respon imun humoral.

Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus,

sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi

terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau

makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE). Limfosit T, baik

T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus

dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, interleukin-2

(IL-2) dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Monosit dan

makrofag berperan dalam fagositosis virus. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan

peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu, aktivasi oleh

kompleks imun menyebabkan terbentuknya senyawa proaktivator C3a dan C5a, sementara

proaktivator C1q, C3, C4, C5-C8, dan C3 menurun. 1,4,3

Faktor-faktor di atas dapat berinteraksi dengan sel-sel endotel untuk menyebabkan

peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur akhir nitrat oksida. Sistem pembekuan darah

dan fibrinolisis diaktivasi, dan jumlah faktor XII (faktor Hageman) berkurang. Mekanisme

perdarahan pada DBD belum diketahui, tetapi terdapat hubungan terhadap koagulasi

diseminata intravaskular (dissemintated intravascular coagulation, DIC) ringan, kerusakan

hati, dan trombositopenia. 1,4,3

Page 7: referat dbd

7

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum tulang, serta

destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal

infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan

nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis.

Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru mengalami

kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme

kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan

fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus dengue, konsumsi trombosit selama proses

koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme

gangguan pelepasan senyawa adenin-di-fosfat (ADP), peningkatan kadar β-tromboglobulin

dan faktor prokoagulator IV yang merupakan penanda degranulasi trombosit. 1,4,3

Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan

disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada

demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue

terjadi melalui jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui

aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex). 1,4,3

Kebocoran kapiler menyebabkan cairan, elektrolit, protein kecil, dan, dalam beberapa

kejadian, sel darah merah masuk ke dalam ruang ekstravaskular. Redistribusi cairan internal

ini, bersama dengan defisiensi nutrisi oleh karena kelaparan, haus, dan muntah, berakibat

pada penurunan hemokonsentrasi, hipovolemia, peningkatan kerja jantung, hipoksia jaringan,

asidosis metabolik dan hiponatremia. 1,4,3

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase

pemulihan. Pada fase febris biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka

kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada

beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual

dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan

mukosa, walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan

gastrointestinal. Manifestasi perdarahan ringan seperti ptekie dan perdarahan membran

mukosa dapat terlihat. Hati mungkin teraba membesar dan nyeri setelah beberapa hari

demam. Pada penghitungan darah lengkap, dapat terjadi penurunan leukosit yang progresif.1,4,6

Page 8: referat dbd

8

Fase kritis terjadi pada hari 3 – 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai

kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya berlangsung

selama 24 – 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif disertai

penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok. Bila fase kritis terlewati maka

terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 – 72

jam setelahnya. Fase ini disebut fase pemulihan, keadaan umum penderita membaik, nafsu

makan pulih kembali , hemodinamik stabil dan diuresis membaik. 1,4,6

Dengue berat harus dicurigai bila pada penderita dengue ditemukan : (1) Bukti kebocoran

plasma seperti hematokrit yang tinggi atau meningkat secara progresif, adanya efusi pleura

atau asites, gangguan sirkulasi atau syok (takhikardi, ekstremitas yang dingin, waktu

pengisian kapiler (capillary refill time) > 3 detik, nadi lemah atau tidak terdeteksi, tekanan

nadi yang menyempit (perbedaan tekanan sistol dan diastol ≤20 mmHg) atau pada syok lanjut

tidak terukurnya tekanan darah); (2) Adanya perdarahan yang signifikan; (3) Gangguan

kesadaran; (4) Gangguan gastrointestinal berat (muntah berkelanjutan, nyeri abdomen yang

hebat atau bertambah, ikterik); (5) Gangguan organ berat (gagal hati akut, gagal ginjal akut,

ensefalopati/ensefalitis, kardiomiopati dan manifestasi tak lazim lainnya. 1,4,6

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit,

dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit

plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak

timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam. Pada DBD

yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi, dapat

dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan

lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. 1,2,4

Pada pemeriksaan hematologi didapati penurunan Hb disertai dengan penurunan hematokrit

yang diduga adanya perdarahan internal. Jumlah leukosit normal, tetapi biasanya menurun

dengan dominasi sel neutrofil. Peningkatan jumlah sel limfosit atipikal atau limfosit plasma

biru (LPB) > 4% di darah tepi yang biasanya dijumpai pada hari sakit ketiga sampai hari ke

tujuh. Jumlah trombosit ≤100.000/µl biasanya ditemukan diantara hari ke 3-7 sakit.

Pemeriksaan trombosit perlu diulang setiap 4-6 jam sampai terbukti bahwa jumlah trombosit

dalam batas normal atau keadaan klinis penderita sudah membaik. Peningkatan nilai

Page 9: referat dbd

9

hematokrit menggambarkan adanya kebocoran pembuluh darah. Penilaian hematokrit ini,

merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan

pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului

peningkatan hematokrit. Hemokonsertrasi dengan peningkatan hematokrit ≥ 20% (misalnya

nilai Ht dari 35% menjadi 42%), mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan

perembesan plasma. Perlu mendapat perhatian, bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh

penggantian cairan atau perdarahan. Namun perhitungan selisih nilai hematokrit tertinggi dan

terendah baru dapat dihitung setelah mendapatkan nilai Ht saat akut dan konvalescen (hari ke-

7). Pemeriksaan hematrokrit antara lain dengan mikro-hematokrit centrifuge Nilai normal

hematokrit: (a) Anak-anak : 33 - 38 vol%; (b) Dewasa laki-laki : 40 - 48 vol%; (c) Dewasa

perempuan : 37 - 43 vol%. Untuk puskesmas yang tidak ada alat untuk pemeriksaan Ht, dapat

dipertimbangkan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb.

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan

isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi,

yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini

membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta

biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode

diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse

transcriptionpolymerase chain reaction(RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil

yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan

ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan

timbulnya hasil positif semu. 1,2,4

Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan

mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5,

meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG

mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari

ke 2. 1,2,4

Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen

spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1(NS1). Antigen NS1 diekspresikan

di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan berbagai literatur

mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan

mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari

Page 10: referat dbd

10

pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada

infeksi sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan

memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai

keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini

terbaik untuk pelayanan primer. 1,2,4

Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada penderita terinfeksi virus

Dengue. Uji Serologi Hemaglutinasi inhibisi (Haemaglutination Inhibition Test) Pemeriksaan

HI sampai saat ini dianggap sebagai uji baku emas (gold standard). Namun pemeriksaan ini

memerlukan 2 sampel darah (serum) dimana spesimen harus diambil pada fase akut dan fase

konvalensen (penyembuhan), sehinggga tidak dapat memberikan hasil yang cepat.

Melalui uji ELISA (IgM/IgG) infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau

sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG. Dengan cara uji

antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu

sampel darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat. Saat ini tersedia

Dengue Rapid Test (misalnya Dengue Rapid Strip Test) dengan prinsip pemeriksaan ELISA.

Interpretasi Hasil Pemeriksaan Dengue Rapid Test Dengue Rapid Test mendiagnosis infeksi

virus primer dan sekunder melalui penentuan cut-off kadar IgM dan IgG dimana cut-off IgM

ditentukan untuk dapat mendeteksi antibodi IgM yang secara khas muncul pada infeksi virus

dengue primer dan sekunder, sedangkan cut off antibodi IgG ditentukan hanya mendeteksi

antibodi kadar tinggi yang secara khas muncul pada infeksi virus dengue sekunder (biasanya

IgG ini mulai terdeteksi pada hari ke-2 demam) dan disetarakan dengan titer HI > 1:2560 (tes

HI sekunder) sesuai standar WHO. Hanya respons antibodi IgG infeksi sekunder aktif saja

yang dideteksi, sedangkan IgG infeksi primer atau infeksi masa lalu tidak dideteksi. Pada

infeksi primer IgG muncul pada setelah hari ke-14, namun pada infeksi sekunder IgG timbul

pada hari ke-2. Interpretasi hasil adalah apabila garis yang muncul hanya IgM dan kontrol

tanpa garis IgG, maka Positif Infeksi Dengue Primer (DD). Sedangkan apabila muncul tiga

garis pada kontrol, IgM, dan IgG dinyatakan sebagai Positif Infeksi Sekunder (DBD).

Beberapa kasus dengue sekunder tidak muncul garis IgM, jadi hanya muncul garis kontrol

dan IgG saja. Pemeriksaan dinyatakan negatif apabila hanya garis kontrol yang terlihat.

Ulangi pemeriksaan dalam 2-3 hari lagi apabila gejala klinis kearah DBD. Pemeriksaan

dinyatakan invalid apabila garis kontrol tidak terlihat dan hanya terlihat garis pada IgM

dan/atau IgG saja.

Page 11: referat dbd

11

Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan

untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan

perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Pada pemeriksaan

USG dapat mendeteksi adanya asites, penebalan dinding kandung empedu dan efusi pleura

minimal.

Diagnosis

Langkah penegakkan diagnosis suatu penyakit seperti anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang tetap berlaku pada penderita infeksi dengue.Riwayat penyakit yang

harus digali adalah saat mulai demam/sakit, tipe demam, jumlah asupan per oral, adanya

tanda bahaya, diare, kemungkinan adanya gangguan kesadaran, output urin, juga adanya

orang lain di lingkungan kerja, rumah yang sakit serupa. 1,4,6

Pemeriksaan fisik selain tanda vital, juga pastikan kesadaran penderita, status hidrasi, status

hemodinamik sehingga tanda-tandasyok dapat dikenal lebih dini, adalah takipnea/pernafasan

Kusmaul/efusi pleura, apakah ada hepatomegali/asites/kelainan abdomen lainnya, cari adanya

ruam atau ptekie atau tanda perdarahan lainnya, bila tanda perdarahan spontan tidak

ditemukan maka lakukan uji torniket. Sensitivitas uji torniket ini sebesar 30 % sedangkan

spesifisitasnya mencapai 82 %.1,4,6

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan hematokrit dan nilai

hematokrit yang tinggi (sekitar 50 % atau lebih) menunjukkan adanya kebocoran plasma,

selain itu hitung trombosit cenderung memberikan hasil yang rendah. 1,4,6

Diagnosis demam dengue (DD) Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis

(nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan,

leukopenia) ditambah pemeriksaan serologis dengue positif; atau ditemukan pasien demam

dengue/ demam berdarah dengue yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama,

tanpa tanda kebocoran plasma. 1,4,6

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi: 1,4,6

1) Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

2) Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,

ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.

3) Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

Page 12: referat dbd

12

4) Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis

kelamin;

b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan

dengan nilai hematokrit sebelumnya;

c. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

hiponatremia.

Sindrom syok dengue ditegakkan bila ditemui seluruh kriteria DBD disertai kegagalan

sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (<20 mmHg),

hipotensi dibandingkan standard sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah. 1,4,6

Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue.4

DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium

DD Demam disertai 2 atau

lebih tanda: sakit kepala,

nyeri retro-orbital,

mialgia, artralgia

leukopenia,

trombositopenia,

tidak ada bukti

kebocoran plasma

Serologi

dengue

positif

DBD I gejala di atas ditambah

uji bendung positif

trombositopenia

<100.000,Ht

meningkat ≥20%

DBD II gejala di atas ditambah

perdarahan spontan

trombositopenia

<100.000,Ht

meningkat ≥20%

DBD III Gejala di atas ditambah

Kegagalan sirkulasi (kulit

dingin dan lembab serta

gelisah)

trombositopenia

<100.000,Ht

meningkat ≥20%

DBD IV Syok berat disertai

dengan tekanan darah

dan nadi tidak terukur.

trombositopenia

<100.000,Ht

meningkat ≥20%

DBD Derajat III & IV adalah Sindrom Syok Dengue Adanya kebocoran plasma (plasma

leakage) yang ditandai dengan hemokonsentrasi membedakan DBD dari DD. Pembagian

derajat penyakit dapat juga dipergunakan untuk kasus dewasa.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu: 1,4,6

Page 13: referat dbd

13

a. Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan

adalah uji torniquet.

b. Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.

c. Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi

menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin

dan lembab, tampak gelisah.

d. Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Diterbitkannya panduan World Health Organization (WHO) terbaru di tahun 2009 lalu,

merupakan penyempurnaan dari panduan sebelumnya yaitu panduan WHO 1997.

Penyempurnaan ini dilakukan karena dalam temuan di lapangan ada hal-hal yang kurang

sesuai dengan panduan WHO 1997 tersebut. Diusulkan adanya redefinisi kasus terutama

untuk kasus infeksi dengue berat. Keberatan lain dari panduan WHO 1997 adalah karena

penyusunannya banyak mengambil rujukan pada kasus infeksi dengue di Thailand, yang

walaupun sangat berharga, tetapi tidak dapat mewakili semua kasus di belahan dunia lain

yang memiliki perbedaan-perbedaan. Sering juga ditemukan kasus DBD yang tidak

memenuhi ke empat kriteria WHO 1997 yang dipersyaratkan, namun terjadi syok. Sehingga

disepakatilah panduan terbaru WHO tahun 2009.6,8

Kriteria WHO 2009:

1. Suspek Infeksi Dengue ialah penderita demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas

berlangsung selama 2-7 hari dan disertai dengan 2 atau lebih tandatanda : mual,

muntah, bintik perdarahan, nyeri sendi, tanda-tanda perdarahan :sekurang-kurangnya

uji tourniquet (Rumple Leede) positif, leucopenia dan trombositopenia. Infeksi

Dengue dapat bermanifestasi 2 macam yaitu infeksi Dengue Ringan danBerat.

Tanda-tanda yang mengarah kepada infeksi Dengue Berat adalah :5

a. Nyeri abdominal

b. Muntah yang terus menerus

c. Tanda-tanda kebocoran plasma (asites, efusi pleura)

d. Perdarahan mukosa (epistaksis, gusi)

e. Letargi

f. Pembesaran hati > 2 cm

g. Pemeriksaan Lab. : Peningkatan hematokrit dan penurunan trombosit.

Page 14: referat dbd

14

DD ditegakkan setelah melewati masa kritis (saat demam turun) dengan dasar nilai

hematokrit normal atau tidak ditemukan adanya kebocoran plasma sistematik. Pasien

dapat dipulangkan setelah diobservasi dalam waktu 24 jam setelah melewati masa

kritis.5

2. Demam Dengue (DD) ialah demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta seperti sakit

kepala, nyeri dibelakang bola mata, pegal, nyeri sendi ( athralgia ), rash, mual,

muntah dan manifestasi perdarahan. Dengan hasil laboratorium leukopenia ( lekosit <

5000 /mm3 ), jumlah trombosit cenderung menurun < 150.000/mm3 dan didukung

oleh pemeriksaan serologis.5

3. Demam Berdarah Dengue (DBD) ) ialah demam 2 - 7 hari disertai dengan manifestasi

perdarahan, Jumlah trombosit < 100.000 /mm3, adanya tanda tanda kebocoran plasma

(peningkatan hematokrit ≥ 20 % dari nilai normal, dan/atau efusi pleura, dan/atau

ascites, dan/atau hypoproteinemia/ albuminemia) dan atau hasil pemeriksaan serologis

pada penderita tersangka DBD menunjukkan hasil positif atau terjadi peninggian

(positif) IgG saja atau IgM dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis

laboratoris.5

4. Sindrom syok Dengue (SSD) ialah kasus DBD yang masuk dalam derajat III dan IV

dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan

lemah, menyempitnya tekanan nadi (≤ 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan

kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah sampai terjadi syok berat (tidak

terabanya denyut nadi maupun tekanan darah).5

Diagnosis Suspek Infeksi dengue ditegakkan bila terdapat 2 kriteria berikut: (1) Demam

tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 2-7 hari; (2) Manifestasi

perdarahan: sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif.

Diagnosis demam dengue (DD) dibagi menjadi probable DD dan diagnosis pasti DD. Kriteria

probable DD ditegakkan bila terdapat demam tinggi mendadak ditambah 2 atau lebih

gejala/tanda penyerta: (a) Muka kemerahan; (b) Konjungtiva kemerahan; (c) Nyeri kepala;

(d) Nyeri belakang bola mata; (e) Nyeri otot & tulang;; (f) Ruam kulit; (g) Manifestasi

perdarahan; (h) Mual dan muntah; (i) Leukopenia (Lekosit = 5000 /mm3);

(j)Trombositopenia (Trombosit < 150.000 /mm3); (k) Peningkatan hematokrit 5 - 10 %,

sebagai akibat dehidrasi; Dan terdapat sekurang-kurangnya satudari kriteria berikut:

Page 15: referat dbd

15

1. Pemeriksaan serologi Hemaglutination Inhibition (HI) test sampel serum tunggal; titer

≥ 1280 atau tes antibodi IgM dan IgG positif, atau antigen NS1 positif.

2. Kasus berlokasi di daerah dan waktu yang bersamaan dimana terdapat kasus konfirm

Demam Dengue/Demam Berdarah Dengue

Diagnosis pasti DD ditegakkan pada kasus probable disertai sekurang-kurangnya satukriteria

berikut: (1) Isolasi virus Dengue dari serum; (2) Pemeriksaan HI Test Peningkatan titer

antibodi 4 kali pada pasangan serum akut dan konvalesen atau peningkatan antibodi IgM

spesifik untuk virus dengue; (3) Positif antigen virus Dengue pada serum atau cairan

serebrospinal (LCS=Liquor Cerebro Spinal) dengan metode immunohistochemistry,

immunofluoressenceatau ELISA, (4) Positif pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR).

Untuk menegakkan diagnosis DBD diperlukan sekurang-kurangnya terdapat kriteria klinis a

dan b serta dua kriteria laboratorium:5

1. Klinis

a) Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari.

b) Terdapat manifestasi/ tanda-tanda perdarahan ditandai dengan:

Uji Bendung (Tourniquet Test) positif

Petekie, ekimosis, purpura

Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

Hematemesis dan/ atau melena

c) Pembesaran hati ( di jelaskan cara pemeriksaan pembesaran hati )

d) Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi ( ≤ 20 mmHg),

hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah

2. Laboratorium: (a) Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang); (b) Adanya

kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, yang ditandai adanya:

Hemokonsentrasi/ Peningkatan hematokrit ≥ 10% dari data baseline saat pasien belum

sakit atau sudah sembuh atau adanya efusi pleura, asites atau hipoproteinemia

(hipoalbuminemia).

Klasifikasi kasus yang disepakati tahun 2009 adalah: 8

1. Dengue tanpa tanda bahaya (dengue without warning signs),

2. Dengue dengan tanda bahaya (dengue with warning signs), dan

3. Dengue berat (severe Dengue)

Page 16: referat dbd

16

Kriteria dengue tanpa/dengan tanda bahaya:8

a) Tersangka dengue:

1. Bertempat tinggal di /bepergian ke daerah endemik dengue

2. Demam disertai 2 dari hal berikut : (1) Mual, muntah; (2) Ruam; (3) Sakit dan

nyeri; (4) Uji torniket positif; (5) Lekopenia; (6) Adanya tanda bahaya

b) Dengue dengan konfirmasi laboratorium (penting saat tidak ada tanda kebocoran

plasma)

c) Tanda bahaya (memerlukan observasi ketat dan intervensi medis): (1) Nyeri perut

atau nyeri ringan pada perut; (2) Muntah terus menerus; (3) Terdapat akumulasi

cairan; (4) Perdarahan mukosa; (5) Letargi, lemah; (6) Pembesaran hati > 2 cm; (7)

Kenaikan hematokrit seiring dengan penurunan jumlah trombosit yang cepat.

Kriteria dengue berat :8

1. Kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan syok (DSS), akumulasi cairan

dengan distress pernafasan.

2. Perdarahan hebat, sesuai pertimbangan klinisi

3. Gangguan organ berat, hepar (AST atau ALT ≥ 1000, gangguan kesadaran, gangguan

jantung dan organ lain)

Diagnosis Banding

Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri virus, atau infeksi

parasit seperti demam tifoid,campak, influenza hepatitis, demam, chikungunya, leptospirosis,

dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat membedakan

antara DBD dengan penyakit lain. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam

chikungunya (DC). Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan

penularannya mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan

serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu

disertai ruam makulopapular,injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi.

Proporsi uji tourniquet positif, petekie epistaksis hampir sama dengan DBD.3,5,7

Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.c. Perdarahan seperti petekie

dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis

meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak sakit berat, demam naik turun, dan

Page 17: referat dbd

17

ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel

polimorfonuklear (pergeseran kekiri pada hitung jenis) pemeriksaan LED dapat dipergunakan

untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus, jelas

terdapat gejala rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinal.3,5,7

Idiophatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh

karena didapatkan demam disertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari-hari pertama,

diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat

menghilang, tidak dijumpai leukopeni, tidak dijumpai hemokonsentrasi, tidak dijumpai

pergeseran kekanan pada hitung jenis. Pada fase penyembuhan DBD jumlah trombositlebih

cepat kembali normal daripada ITP. 3,5,7

Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada leukemia demam

tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan

sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik akan sangat

anemic, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan darahditemukan

pansitopenia (leukosit, hemoglobin, trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan

hebat pemeriksaan foto toraks dan atau kadar protein dapat membantu menegakkan diagnosis.

Pada DBD ditemukan efusi pleura dan hipoproteinemia sebagai tanda perembesan plasma. 3,5,7

Penatalaksanaan

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan ditujukan

untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi

komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang

perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran

plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak

demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan

kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara

bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup

atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya

efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.1,4

Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang

berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang cukup, lunak dan tidak

mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis,

Page 18: referat dbd

18

dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi

keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya

dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas

(lambung/duodenum). 1,4

Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti

5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai

berikut:

1. Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok.

Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama

pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalansi Gawat Darurat dan juga

dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Seseorang yang

tersangka menderita DBD di Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan hemoglobin

(Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit. Apabila: (a) Hb, Ht, dan Trombosit normal atau

ttrombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat dipulangkan dngan anjuran kontrol

atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan

pemeriksaan Hb, Ht, Leukosit, dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita

memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat; (b) Hb, Ht, normal tetapi

trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat; (c) Hb, Ht meningkat dan trombosit

normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.4

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat.

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok

maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus

berikut ini:

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut ini:

1500+{20x(BB dalam kg-20)}

Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam: (a) apabila Hb,

Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian cairan tetap seperti

rumus di atas tetapi pemantauan Hb,Ht trombo dilakukan tiap 12 jam; (b) bila Hb, Ht

meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai dengan

protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht>20%.4

3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%.

Page 19: referat dbd

19

Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan

sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan

memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. pasien kemudian

dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai

dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil

produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam.

Dua jam kemdian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap

menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam.

Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dihentikan

24-48 jam kemudian. 4

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap

tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan

nadimenurun <20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah

cairan infus menjadi 10 ml/kgBb/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan

kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus

dinaikkan 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi memburuk dan

didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol

tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka

pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal. 4

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.

Perdarahan spontan dan masif pada enderita DBD dewasa adalah: perdarahan

hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,

perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematokesia), perdarahan

saluran kencing (hematuria), perdarahan otak, atau perdarahan tersembunnyi dengan

jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan

kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya.

Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernapasan, dan jumlah urin dilakukan sesering

mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostatis harus segera

dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberian apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan

tandatanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah

diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor—faktor

pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang). PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari

Page 20: referat dbd

20

10 mg/dL. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan

spontan dan masif dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa 4

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain

resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigenasi 2-4 liter/menit. Dilakukan juga

pemeriksan darah perifer lengkap, hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium,

kalium, dan klorida, serta ureum dan kreatinin. Pada fase awal, cairan kristaloid

diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila rejatan

telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100mmHg dan tekanan nadi

lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100x/menit dengan voume yang

cukup, akral hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5 ml/kgBB/jam) jumlah

cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian

keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah

rejatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka

pemberian cairan perinfus harus diihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma

yang mengalami ekstravasasi telah terjadi , ditandai dengan turunnya hematokrit,

cairan terus diberikan maka akar terjadi hipervolemi, edema paru, gagal jantung). 4

Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata rejatan belum teratasi, maka

pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 mg/kgBB, dan

kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Apabila keadaan tetap belum teratasi, maka

perhatian nilai hematokrit. Bila nilai Ht meningkat berarti perembesan plasma masih

berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan. Akan tetapi bila nilai

Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada penderita

diberikan transfusi darah 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan. 4

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada

penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah

jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk

mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer

laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi

kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid,

kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya

dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular,

Page 21: referat dbd

21

aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki

efek alergi yang minimal.1,4,6,8

Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif. Beberapa efek

samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema, asidosis laktat,

instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu bertahan yang

singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan

menyebabkan efek penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum

didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3,

sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam

ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial. 1,4,6

Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid

antara lain mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi

plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi

anafilaktik.Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan

yaitu: pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma

(intravaskular) yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular.

Dengan kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan

hemodinamik terjaga lebih stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan

penggunaan koloid yakni risiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun

beberapa jenis koloid terbukti memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah

(contoh: hetastarch). 1,4,6,8

Penelitian cairan koloid diban-dingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS) pada

pasien anak dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan,

memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan. Jumlah cairan yang diberikan sangat

bergantung dari banyaknya kebocoran plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut

masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan

rumatan (maintenance)dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis,

kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang

lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang terjadi sebanyak 2,5-5% dari

berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD

dengan hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian,

pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih

Page 22: referat dbd

22

berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu

ditambah. 1,4,6,8

Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien, stabilitas hemodinamik

serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan

diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan setelah

hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benar-benar

stabil. Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi

hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan

untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal.1,4,5

Penderita infeksi Dengue yang harus dirawat inap adalah seperti berikut. Bila ditemukan

tanda bahaya, keluhan dan tanda hipotensi, perdarahan, gangguan organ (ginjal, hepar,

jantung dan nerologik), kenaikan hematokrit pada pemeriksaan ulang, efusi pleura, asites,

komorbiditas (kehamilan, diabetes mellitus, hipertensi, tukak petik dll), kondisi social tertentu

(tinggal sendiri, jauh dari fasilitas kesehatan, transportasi sulit). 1,4,6,8

Komplikasi

Infeksi primer pada demam dengue dan penyakit mirip dengue biasanya ringan dan dapat

sembuh sendirinya. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam adalah

komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak. Epistaksis, petekie, dan lesi purpura tidak

umum tetapi dapat terjadi pada derajat manapun. Keluarnya darah dari epistaksis, muntah atau

keluar dari rektum, dapat memberi kesan keliru perdarahan gastrointestinal. Pada dewasa dan

mungkin pada anak-anak, keadaan yang mendasari dapat berakibat pada perdarahan

signifikan. Kejang dapat terjadi saat temperatur tinggi, khususnya pada demam chikungunya.

Lebih jarang lagi, setelah fase febril, astenia berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, dan

ekstrasistol ventrikular dapat terjadi.Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama

rawatan inap juga dapat terjadi berupa kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan

hipoglikemia, ketidak seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi nosokomial, serta praktik

klinis yang buruk. Di daerah endemis, demam berdarah dengue harus dicurigai terjadi pada

orang yang mengalami demam, atau memiliki tampilan klinis hemokonsentrasi dan

trombositopenia. 1,8

Pencegahan

Page 23: referat dbd

23

Belum ada vaksin yang tersedia melawan dengue, dan tidak ada pengobatan spesifik untuk

menangani infeksi dengue. Hal ini membuat pencegahan adalah langkah terpenting, dan

pencegahan berarti menghindari gigitan nyamuk jika kita tinggal di atau bepergian ke area

endemik. Jalan terbaik untuk mengurangi nyamuk adalah menghilangkan tempat nyamuk

bertelur, seperti bejana/ wadah yang dapat menampung air. Nyamuk dewasa menggigit pada

siang hari dan malam hari saat penerangan menyala. Untuk menghindarinya, dapat

menggunakan losion antinyamuk atau mengenakan pakaian lengan pajang/celana panjang dan

mengamankan jalan masuk nyamuk ke ruangan. Penggunaan insektisida untuk memberantas

nyamuk dapat dilakukan dengan malathion. Cara penggunaan malathion adalah dengan

pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging). Untuk pemakaian rumah

tangga dapat menggunakan golongan organofosfat, karbamat atau pyrethoid.7,8

Pengendalian vektor adalah upaya menurunkan faktor risiko penularan oleh vektor dengan

meminimalkan habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan dan umur vektor,

mengurangi kontak antara vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit

Metode pengendalian vektor DBD bersifat spesifik lokal, dengan mempertimbangkan

faktorñfaktor lingkungan fisik (cuaca/iklim, permukiman, habitat perkembangbiakan);

lingkungan sosial-budaya (Pengetahuan Sikap dan Perilaku) dan aspek vektor. Pada dasarnya

metode pengendalian vektor DBD yang paling efektif adalah dengan melibatkan peran serta

masyarakat (PSM). Sehingga berbagai metode pengendalian vektor cara lain merupakan

upaya pelengkap untuk secara cepat memutus rantai penularan.5Berbagai metode

PengendalianVektor (PV) DBD, yaitu:5

1. Kimiawi

Pengendalian vektor cara kimiawi dengan menggunakan insektisida merupakan salah satu

metode pengendalian yang lebih populer di masyarakat dibanding dengan cara

pengendalian lain. Sasaran insektisida adalah stadium dewasa dan pra-dewasa. Karena

insektisida adalah racun, maka penggunaannya harus mempertimbangkan dampak

terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran termasuk mamalia. Disamping itu

penentuan jenis insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting

untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang

di satuan ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi serangga sasaran. 5 Golongan

insektisida kimiawi untuk pengendalian DBD adalah :

Page 24: referat dbd

24

a) Sasaran dewasa (nyamuk) adalah : Organophospat (Malathion, methyl

pirimiphos), Pyrethroid (Cypermethrine, lamda-cyhalotrine, cyflutrine,

Permethrine & S-Bioalethrine). Yang ditujukan untuk stadium dewasa yang

diaplikasikan dengan cara pengabutan panas/Fogging dan pengabutan

dingin/ULV

b) Sasaran pra dewasa (jentik) : Organophospat (Temephos).

2. Biologi

Pengendalian vektor biologi menggunakan agent biologi seperti predator/pemangsa,

parasit, bakteri, sebagai musuh alami stadium pra dewasa vektor DBD. Jenis predator

yang digunakan adalah Ikan pemakan jentik (cupang, tampalo, gabus, guppy, dll),

sedangkan larva Capung, Toxorrhyncites, Mesocyclopsdapat juga berperan sebagai

predator walau bukan sebagai metode yang lazim untuk pengendalian vektor DBD. Jenis

pengendalian vektor biologi : (a) Parasit : Romanomermes iyengeri; (b) Bakteri : Baccilus

thuringiensis israelensis.5

Golongan insektisida biologi untuk pengendalian DBD (Insect Growth Regulator/IGRdan

Bacillus Thuringiensis Israelensis/BTi), ditujukan untuk stadium pra dewasa yang

diaplikasikan kedalam habitat perkembangbiakan vektor. Insect Growth Regulators

(IGRs)mampu menghalangi pertumbuhan nyamuk di masa pra dewasa dengan cara

merintangi/menghambat proses chitin synthesisselama masa jentik berganti kulit atau

mengacaukan proses perubahan pupae dan nyamuk dewasa. IGRs memiliki tingkat racun

yang sangat rendah terhadap mamalia (nilai LD50 untuk keracunan akut pada methoprene

adalah34.600 mg/kg). Bacillus thruringiensis (BTi) sebagai pembunuh jentik

nyamuk/larvasida yang tidak menggangu lingkungan. BTi terbukti aman bagi manusia

bila digunakan dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan BTi adalah

menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator entomophagus dan spesies lain.

Formula BTi cenderung secara cepat mengendap di dasar wadah, karena itu dianjurkan

pemakaian yang berulang kali. Racunnya tidak tahan sinar dan rusak oleh sinar matahari.5

3. Manajemen Lingkungan

Lingkungan fisik seperti tipe pemukiman, sarana-prasarana penyediaan air, vegetasi dan

musim sangat berpengaruh terhadap tersedianya habitat perkembangbiakan dan

pertumbuhan vektor DBD. NyamukAedes aegypti sebagai nyamuk pemukiman

mempunyai habitat utama di kontainer buatan yang berada di daerah pemukiman.

Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan sehingga tidak kondusif

sebagai habitat perkembangbiakan atau dikenal sebagai source reduction seperti 3M plus

Page 25: referat dbd

25

(menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas, dan plus: menyemprot,

memelihara ikan predator, menabur larvasida); dan menghambat pertumbuhan vektor

(menjaga kebersihan lingkungan rumah, mengurangi tempat-tempat yang gelap dan

lembab di lingkungan rumah). 5

4. Pemberantasan Sarang Nyamuk

Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan memutus rantai

penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya di masyarakat dilakukan

melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD)

dalam bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3

M Plus ini harus dilakukan secara luas/serempak dan terus menerus/berkesinambungan.

Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat beragam sering menghambat

suksesnya gerakan ini. Untuk itu sosialisasi kepada masyarakat/ individu untuk

melakukan kegiatan ini secara rutin serta penguatan peran tokoh masyarakat untuk mau

secara terus menerus menggerakkan masyarakat harus dilakukan melalui kegiatan

promosi kesehatan, penyuluhan di media masa, serta reward bagi yang berhasil

melaksanakannya. PSN bertujuan Mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti,

sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Sasarannya adalah semua tempat

perkembangbiakan nyamuk penular DBD : tempat penampungan air (TPA) untuk

keperluan sehari-hari, tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-

TPA), Tempat penampungan air alamiah.5

Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik

(ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat

dicegah atau dikurangi. PSN DBD dilakukan dengan cara ‘3M-Plus’, 3M yang dimaksud

yaitu: 5

a) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/wc,

drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1)

b) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan

lain-lain (M2)

c) Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat menampung

air hujan (M3).

Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti: 5

a) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang

sejenis seminggu sekali.

Page 26: referat dbd

26

b) Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak

c) Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain (dengan

tanah, dan lain-lain)

d) Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras atau

di daerah yang sulit air

e) Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air

f) Memasang kawat kasa

g) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar

h) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai

i) Menggunakan kelambu

j) Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk

5. Pengendalian Vektor Terpadu

IVM merupakan konsep pengendalian vektor yang diusulkan oleh WHO untuk

mengefektifkan berbagai kegiatan pemberantasan vektor oleh berbagai institusi. IVM

dalam pengendalian vektor DBD saat ini lebih difokuskan pada peningkatan peran serta

sektor lain melalui kegiatan Pokjanal DBD, Kegiatan PSN anak sekolah.

Dalam program pengendalian vektor, kegiatan pengendalian larva dengan insektisida disebut

sebagai larvasidasi. Larvasidasi merupakan kegiatan pemberian insektisida yang ditujukan

untuk membunuh stadium larva. Larvasiding dimaksudkan untuk menekan kepadatan

populasi vektor untuk jangka waktu yang relatif lama (3 bulan), sehingga transmisi virus

dengue selama waktu itu dapat diturunkan atau dicegah (longterm preventivemeasure).

Spesies nyamuk perlu diketahui dan diidentifikasi atau dilakukan pemetaan tempat

perkembangbiakan nyamuk di tiap-tiap musim. Larvaciding akan efektif bila tempat

perkembangbiakan mudah dicapai, tempat perkembangbiakan di area yang kecil, dan efek

larvaciding hanya bertahan tidak lebih dari 2 bulan. Larvaciding tidak menimbulkan dampak

residu, namun kontrolnya perlu diadakan setiap 2 bulan sehingga keputusan untuk melakukan

intervensi ini akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dalam kenyataan,larvaciding ini

sulit dilakukan secara optimal, karena tempat perkembangbiakan biasanya tersebar dimana-

mana dan sulit untuk menentukan waktu yang tepat. Untuk melakukan larvaciding,

dibutuhkan pengetahuan tentang area tempat perkembangbiakan vektor dan hubungannya

dengan curah hujan. Untuk memperoleh hasil yang baik dan bersinambungan, pemberantasan

sarang nyamuk harus dilakukan secara rutin dan berkesinambungan.5

Page 27: referat dbd

27

Mengingat vektor DBD pada umumnya tidak hinggap di dinding, tetapi pada benda yang

tergantung, maka pengendalian nyamuk Aedes dilakukan dengan space spraying. Space

sprayingadalah knock down effect,oleh sebab itu sasarannya adalah vektor yang sedang

terbang baik didalam maupun diliar rumah. Ada 2 macam cara space spraying yaitu : 1)

Sistim panas (Thermal fogging) dan 2) Sistim dingin (Cold spraying). 5

1) Thermal Fogging

a. Insektisida yang dipergunakan dalam system thermal biasanya dilarutkan

dalam minyak solar (light diesel oil) atau minyak tanah biasa (kerosene).

Operasional fogging:

b. Sasaran fogging; rumah/bangunan dan halaman/pekarangan sekitarnya

c. Waktu operasional: pagi hari atau sore (Ae. aegypti) dan malam hari

(Anophelesatauculex)

d. Kecepatan gerak fogging; seperti orang berjalan biasa (2-3 km/jam)

Temperatur udara ideal: 18˚C, maksimal 28 ˚C.

e. Fogging di dalam rumah ; dimulai dari ruangan yang paling belakang,jendela

dan pintu ditutup kecuali pintu depan untuk keluar masuk petugas

f. Fogging di luar rumah : tabung pengasap harus searah dengan arah angin, dan

petugas berjalan mundur.

g. Penghuni rumah; selama rumah di fog dengan sistem thermal, semua penghuni

supaya berada diluar, Setelah fog dalam ruangan menghilang baru para

penghuni boleh masuk kembali. (15-30 menit setelah fogging).

h. Binatang peliaraan, makanan dan minuman; untuk menghindari halhal yang

tidak diinginkan, maka dianjurkan semua makanan, bahan makanan dan tempat

penampungan air minum agar ditutup.

i. Berdasarkan pengalaman, lama fogging: dari berbagai studi dan pengalaman

selama ini untuk rumah dan halaman didaerah urban di Indonesia memakan

waktu fogging antara 2-3 menit/rumah. Output petugas: 1 hari kerja +/_ 20-25

rumah /petugas atau disesuaikan dengan keadaan setempat. Kebutuhan bahan

bakar (bahan bakar untuk mesin fog; setiap 10 liter larutan malathion 4,8%

diperlukan 1,2 liter bahan bakar.

2) Pengabutan ULV

Page 28: referat dbd

28

Space spraying system dingin dikenal juga sebagai system ULV, Cold aerosols and

mists. Ultra Low volume (ULV) dimaksudkan sebagai space spraying dengan

menggunakan racun serangga yang seefisien mungkin, untuk area yang luas dan tetap

efektif terhadap vektor. Oleh sebab itu pada ULV dipergunakan pestisida dalam

konsentrasi yang biasanya cukup tinggi (lebih dari 20%) dengan jangkauan semburan

yang cukup luas, idealnya 80-100 meter. Vmd dropet size untuk ULV cold aerosolt

dan mists adalah: Vmd aerosols : 15-50u dan Vmd mists : 50-100u 5

Sesuai dengan perkembangan teknologi dibidang pembuatan insektisida kimia dan

mesin sprayer, untuk ULV cold spraying digunakan pestisida golongan

organophosphate, carbamat atau syntetic pyrethroid dalam formulasi konsentrasi yang

lebih tinggi dibanding untuk pemakaian pada thermal fogging. Sasaran fogging adalah

serangga yang sedang terbang, sehingga fogging harus meliputi seluruh target area

yang terdiri dari indoor dan outdoor. Fogging dilakukan dari luar/pinggir jalan semua

pintu dan jendela rumah/bangunan harus dibuka lebar.5

Waktu operasi pada pagi atau sore hari dalam keadaan udara tidak terlalu

panas/kurang dari 28˚C dan angin cukup tenang, maximum kecepatan angin

20km/jam. Kecepatan jalan kendaraan pengangkut ULV sprayer adalah 5-8 km/jam.

Beberapa test menunjukkan bahwa jarak sembur yang paling baik adalah 80-100 meter

dangan kecepatan angin 10-15 km/jam. Pada kecepatan angin lebih dari 20 km/jam

fogging supaya dihentikan saja. Jumlah petugas yang melayani 1 unti ULV ground

sprayer mountedadalah 3 orang, terdiri dari 1 petugas penunjuk arah, 1 petugas

operasional dan 1 orang pengemudi. Dengan out put area 10-15 ha/jam, apabila

fogging berjalan selama 3 jam (pk 07.00 s/d 10.00) maka dapat mencakup daerah

seluas 30-40 ha. Hal ini jauh lebih efisien disbanding dengan menggunakan portable

thermal machineyanghanya mampu menyelesaikan daerah seluas 1 ha per petugas.

Dosis maksimum 500ml malathion 96% atau penitrition 95% per ha, kabut ULV cold

aerosols dalam udara bebas selama 15-30 menit tidak berbahaya bagi manusia,

mamalia lain dan burung, kecuali pada ikan yang berumur muda (benih ikan).

Beberapa keuntungan ULV ground spraying application dibanding thermal fogging

yaitu: 5

Page 29: referat dbd

29

a. Polusi udara lebih kecil. Untuk target area dan efektifitas yang sama

penggunaan pestisida (dosis) dapat lebih kecil dibanding operasional thermal

foging (dapat sampai 50%nya).

b. Mengurangi bahaya terhadap organisme bukan target.

c. Tidak ada bahaya kebakaran, karena ULV tidak memerlukan dorongan gas

yang panas.

d. Tidak memberi dampak gangguan pada kesibukan kota dan keramaian lalu

lintas, karena fog ULV tidak mengganggu pengelihatan bila dibanding dengan

thermal fogging.

e. Biaya operasional dan penggunaan bahan-bahan lebih sedikit (efisien), namun

memberi dampak bila langsung mengenai cat minyak pada kayu dan cat mobil

pada jarak <3 meter.

Prognosis

Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang didapat

secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50% pasien

dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1%

kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan intensif.

Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok berkepanjangan atau

perdarahan intrakranial.8

Page 30: referat dbd

30

BAB III

Penutup

Kesimpulan

Penegakkan diagnosis yang baik sangat penting untuk penatalaksanaan Demam Berdarah

Dengue. Demam berdarah dengue (DBD) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa

dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk pada hari kedua.

Virus dengue tergolong dalam grup Flaviviridae dengan 4 serotipe, DEN – 3, merupakan

serotie yang paling banyak. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes Aegypti.

Demam berdarah dengue tetap menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Dengan

mengikuti kriteria WHO 1997, diagnosis klinis dapat segera ditentukan. Di samping modalitas

diagnosis standar untuk menilai infeksi virus Dengue, antigen nonstructural protein 1(NS1)

Dengue, sedang dikembangkan dan memberikan prospek yang baik untuk diagnosis yang

lebih dini.

Gejala utama demam berdarah dengue (DBD) adalah demam, pendarahan, hepatomegali dan

syok. Kriteria diagnosis terdiri dari kriteria klinis dan kriteria laboratoris. Dua kriteria klinis

ditambah trombosipenia dan peningkatan hmatokrit cukup untuk menegakkan diagnosis

demam berdarah dengue. Penatalaksanaan demam berdarah dengue bersifat simptomatif yaitu

mengobati gejala penyerta dan suportif yaitu mengganti cairan yang hilang. Terapi cairan

pada DBD diberikan dengan tujuan substitusi kehilangan cairan akibat kebocoran plasma.

Dalam terapi cairan, hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah: jenis cairan, jumlah serta

kecepatan, dan pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris untuk menilai respon

kecukupan cairan.

Page 31: referat dbd

31

Daftar Pustaka

1. Chien K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan terapi cairan pada demam berdarah

dengue. Medicinus.2009;22(1):3-7.

2. Candra A. Demam berdarah dengue: epidemiologi, patogenesis, dan faktor risiko

penularan. Aspirator.2010;2(2):110-9.

3. World Health Organization. Dengue: guidelines for diagnosis, treatment, prevention

and control. New edition 2009. Jenewa: WHO Press;2009.p.3-12, 25-9,59-60

4. Suhendro, Nainggolan L, Chien K, Pohan HT . Demam berdarah dengue. Dalam:

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K. Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam. Jilid 3. Ed ke-5. Jakarta: Interna Publishing;2009.h.2773-9.

5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta:

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.h.17-23, 44-60.

6. Sudjana P. Diagnosis dini penderita DBD dewasa. Buletin Jendela

Epidemiologi.2010;2:21-5.

7. World Health Organization. Pencegahan dan penggendalian dengue dan demam

berdarah dengue: Panduan lengkap. Jakarta: EGC;2005.h.6-11,13-23.

8. World Health Organization. Handbook for clinical management of dengue. Jenewa:

WHO Press;2012.p.1-4,10-15.