referat

29
REFERAT KANKER NASOFARING Pembimbing : Dr. Retno Sp. THT Disusun oleh : Ruth Yoknaem 11.2012.170 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA RUMAH SAKIT PANTI WILASA,DR. “ CIPTO” SEMARANG PERIODE 15 APRIL 2013 – 18 MEI 2013

Upload: welci150992

Post on 30-Nov-2015

38 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

semoga bermanfaat

TRANSCRIPT

Page 1: Referat

REFERAT

KANKER NASOFARING

Pembimbing :

Dr. Retno Sp. THT

Disusun oleh :

Ruth Yoknaem

11.2012.170

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT PANTI WILASA,DR. “ CIPTO” SEMARANG

PERIODE 15 APRIL 2013 – 18 MEI 2013

Page 2: Referat

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas segala berkat dan

karuniaNya sehingga referat ilmu penyakit THT “ Kanker Nasofaring “ ini dapat selesai. Referat

ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan Ilmu penyakit THT di

RSU Panti Wilasa dr “ Cipto” Semarang.

Penulis menyadari ada banyak pihak yang turut mendukung pembuatan referat ini. Untuk

itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing saya,

dr.Retno Sp. THT ,dr.Wahyu BM Sp.THT ,dr. Andrianna Sp. THT ,dan Erwinantyo Sp.THT, yang

telah membimbing saya selama kepaniteraan di RSU Panti Wilasa dr “Cipto” dalam pembuatan

referat ini.

Penulis sadar referat ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun. Akhir kata, semoga referat ini dapat bermafaat bagi semua pihak dan

setiap pembaca pada umumnya. Terimakasih.

Semarang 21 april 2013

Penulis

2

Page 3: Referat

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………...

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...1

BAB 1. PENDAHULUAN………………………………………………………..4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………….....4

1. Anatomi dan Histologi Nasofaring………………………………………..4

2. Epidemiologi ……………………………………………………………...7

3. Etiologi ……………………………………………………………………8

4. Patofisiologi ………………………………………………………………9

5. Manifestasi Klinis………………………………………………………..10

6. Diagnosis…………………………………………………………………12

7. klasifikasi…………………………………………………………………14

8. komplikasi………………………………………………………………...15

9. penatalaksanaan…………………………………………………………...16

10. prognosis …………………………………………………………………18

BAB 3 KESIMPULAN…………………………………………………………...25

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….26

3

Page 4: Referat

PENDAHULUAN

Definisi

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan

di Indonesia. Hampir 60%, tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring,

berdasarkan data laboratorium patologik Anatomi tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada

dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia. Diagnosis dini menentukan

prognosis pasien ,namun cukup sulit dilakukan, karena nasofaring tersembunyi dibelakang tabir

langit langit dan terletak dibawah dasar tengorok serta berhubungan dengan banyak daerah penting

didalam tengkorak dan kelateral maupun ke posterior leher. Oleh karena letak nasofaring tidak

mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli, seringkali tumor ditemukan terlambat dan

menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama.1,2,3

Kendala yang dihadapi dalam penanganan karsinoma nasofaring adalah sebagian besar penderita

datang pada stadium lanjut, bahkan sebagian lagi datang dengan keadaan umum yang jelek. Hal ini

disebabkan terlambatnya diagnose ditegakkan, maka perlu ditekankan akan pentingnya

menemukan dan menegakkan diagnosis sedini mungkin. Sampai saat ini terapi yang memuaskan

belum ditemukan. Keberhasilan terapi sangat ditentukan oleh stadium penderita. Keterlambatan

penderita untuk mendapatkan penanganan yang adekuat menyebabkan hasil terapi jauh dari

memuaskan. 1,2,3

Anatomi nasofaring

nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku diatas,belakang dan lateral yang secara

anatomi termasuk bagian faring.1,2,3

batas nasofaring :

1. anterior : koana oleh os vomer dibagi atas choana kanan dan kiri

2. superior : basis cranii

3. posterior : vertebra servicalis yang dipisahkan oleh fascia prevertebra dan m. capitis longus

dan m. cervicis.

4. lateral : dinding medial leher,muara tuba eustachii,fossa rosenmuller

5. inferior : palatum molle.

Bangunan-bangunan penting yang terdapat di nasofaring adalah: 3

4

Page 5: Referat

1. Adenoid atau Tonsila Lushka

Bangunan ini hanya terdapat pada anak-anak usia kurang dari 13 tahun. Pada orang dewasa

struktur ini telah mengalami regresi.

1 Fosa Nasofaring atau Forniks Nasofaring

Struktur ini berupa lekukan kecil yang merupakan tempat predileksi fibroma nasofaring atau

angiofibroma nasofaring.

2 Torus Tubarius

Merupakan suatu tonjolan tempat muara dari saluran tuba Eustachii (ostium tuba)

3 Fosa Rosenmulleri

Merupakan suatu lekuk kecil yang terletak di sebelah belakang torus tubarius. Lekuk kecil ini

diteruskan ke bawah belakang sebagai alur kecil yang disebut sulkus salfingo-faring. Fossa

Rosenmulleri merupakan tempat perubahan atau pergantian epitel dari epitel kolumnar/kuboid

menjadi epitel pipih. Tempat pergantian ini dianggap merupakan predileksi terjadinya

keganasan nasofaring.

Anatomi Nasofaring Tampak Belakang

Nasofaring juga berhubungan erat dengan beberapa struktur penting, seperti : n. glossopharingeus,

n. vagus dan n. Asesorius saraf spinal cranial dan vena jugularis interna. Faring mendapat darah

dari berbagai sumber dan kadang kadang tidak beraturan. Yang terutama berasal dari cabang a.

karotis eksterna, serta dari cabang a. maksilaris interna, yakni cabang palatine superior.

Histologi

5

Page 6: Referat

Mukosa atau selaput lendir nasofaring terdiri dari epitel yang bermacam-macam, yaitu epitel

kolumnar simpleks bersilia, epitel kolumnar berlapis, epitel kolumnar berlapis bersilia, dan epitel

kolumnar berlapis semu bersilia. Pada tahun 1954, Ackerman dan Del Regato berpendapat bahwa

epitel semu berlapis pada nasofaring ke arah mulut akan berubah mejadi epitel pipih berlapis.

Demikian juga epitel yang ke arah palatum molle, batasnya akan tajam dan jelas sekali. Yang

terpenting di sini adalah pendapat umum bahwa asal tumor ganas nasofaring itu adalah tempat-

tempat peralihan atau celah-celah epitel yang masuk ke jaringan limfe di bawahnya.3,4

Walaupun fosa Rosenmulleri atau dinding lateral nasofaring merupakan lokasi keganasan

tersering, tapi kenyataannya keganasan dapat juga terjadi di tempat-tempat lain di nasofaring.

Moch. Zaman mengemukakan bahwa keganasan nasofaring dapat juga terjadi pada:

1. Dinding atas nasofaring atau basis kranii dan tempat di mana terdapat adenoid.

2. Di bagian depan nasofaring yaitu terdapat di pinggir atau di luar koana.

3. Dinding lateral nasofaring mulai dari fosa Rosenmulleri sampai dinding faring dan palatum

molle. 3,4

Histopatologi.

Berdasarkan gambaran histopatologinya, karsinoma nasofaring dibedakan menjadi 3 tipe menurut

WHO.1,3,7,10 -Pembagian ini berdasarkan pemeriksaan dengan mikroskop elektron di mana

karsinoma nasofaring adalah salah satu variasi dari karsinoma epidermoid. Pembagian ini

mendapat dukungan lebih dari 70% ahli patologi dan tetap dipakai hingga saat ini. 1,2,3,4

a. Tipe WHO 1

Termasuk di sini adalah karsinoma sel skuamosa (KSS). Tipe WHO 1 mempunyai tipe

pertumbuhan yang jelas pada permukaan mukosa nasofaring, sel-sel kanker berdiferensiasi baik

sampai sedang dan menghasilkan cukup banyak keratin baik di dalam dan di luar sel. 1,2,3,4

b. Tipe WHO 2

Termasuk di sini adalah karsinoma non keratinisasi (KNK). Tipe WHO 2 ini paling banyak

variasinya, sebagian tumor berdiferensiasi sedang dan sebagian sel berdiferensiasi baik, sehingga

gambaran yang didapatkan menyerupai karsinoma sel transisional. 1,2,3,4

c. Tipe WHO 3

6

Page 7: Referat

Merupakan karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). Di sini gambaran sel-sel kanker paling

heterogen. Tipe WHO 3 ini termasuk di dalamnya yang dahulu disebut dengan limfoepitelioma,

karsinoma anaplastik, clear cell carcinoma, dan variasi spindel. 1,2,3,4

Epidemiologi

Kanker nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala leher yang paling banyak ditemukan di

Indonesia (hampir 60%), sisanya tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%).

Dan tumor ganas rongga mulut ,tonsil, hipofaring (cukup rendah). Prevalensi KNF diindonesia

cukup tinggi yaitu 4,7 per 100.000 penduduk. Sebagian besar datang berobat dalam stadium lanjut,

sehingga hasil pengobatan dan prognosis menjadi buruk .Meskipun banyak ditemukan di Negara

dengan penduduk non mongoloid, namun demikian daerah cina bagian selatan masih menduduki

tempat tertinggi, yaitu dengan 2500 kasus baru pertahun untuk propinsi Guang dong (kwantung)

atau prevalensi 39.84/100.000 penduduk. Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata disetiap

daerah. Di RSUPN Dr.Cipto mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus setahun,

RS. Hasan sadikin 25 kasus ,Palembang 25 kasus,15 kasus setahun di denpasar dan 11 kasus

dipadang dan bukit tinggi. Demikian pula angka angka yang didapatkan di medan, semarang,

Surabaya dan lain lain menunjukkan bahwa tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia. Dalam

THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari ras cina relative sedikit lebih banyak dari suku

bangsa lainnya. KNF jarang dijumpai pada anak anak. Insiden menigkat setelah usia 30 tahun dan

mencapai puncaknya pada usia 40-60 tahun. Semua bentuk KNF banyak dijumpai pada laki laki

dibandingkan perempuan (2.5:1 dan 3:1) dan apa sebabnya belum dapat dijelaskan secara pasti

mungkin terdapat kaitan dengan genetic, kebiasan hidup dan pekerjaan.1.2.4

Etiologi

Meskipun penyelidikan untuk mengetahui penyebab penyakit ini telah dilakukan diberbagai

Negara dan telah memakan biaya yang tidak sedikit, namun sampai sekarang belum berhasil

dikatakan bahwa beberapa factor saling berkaitan sehingga akhirnya disimpulkan bahwa

penyebabnya penyakit adalah multifactor. 1,2,,4

Pada umumnya kanker disebabkan karena adanya pertumbuhan sel kanker yang tidak terkontrol.

Kanker dapat juga timbul karena adanya faktor keturunan (genetik), lingkungan,dan juga virus.

Kanker nasopharing disebabkan karena adanya perkembangan sel kanker yang tidak terkontrol di

bagian nasopharing. 1,2,,4

7

Page 8: Referat

Adapun faktor resiko penyebab adanya kanker nasopharing, antara lain:

1. virus Epstein barr (EBV)

virus Epstein barr merupakan virus DNA dengan capsid icosahedral dan termasuk famili

herpeviridae. Infeksi EBV berhubungan dengan beberapa penyakit seperti limfoma burkitt,

limfoma sel T,mononukleiosis dan karsinoma nasofaring (EBV 1 dan EBV 2.) . EBV dapat

menginfeksi manusia dalam bentuk yang bervariasi. Namun dapat pula menginfeksi orang normal

tanpa factor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses keganasan. 1,2,,4

2. Genetik

Karsinoma nasofaring bukan termasuk tumor genetic. Namun, karsinoma nasofaring pada

kelompok masyarakat tertentu relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisa genetic

menunjukkan gen HLA (Human leukocyte Antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p450 2E1

(CYP2E1) Kemungkinan merupakan gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring. Sitokrom

p450 2E1 merupakan enzim yang bertanggung jawab atas aktivasi metabolic yang terkait

nitrosamine dan karsinogen. 1,2,,4

Analisa genetic pada populasi endemic menunjukkan bahwa orang dengan gen HLA –B17 dan

HLA –B w26 memiliki resiko 2 kali lebih besar menderita karsinoma nasofaring dijumpai adanya

kelemahan lokus pada region HLA. Orang orang dengan HLA * 4601 tetapi tidak pada A *0201

memiliki resiko yang meningkat untuk terkena karsinoma nasofaring. 1,2,,4

3. lingkungan

ikan asin dan makanan yang diawetkan mengandung sejumlah besar nitrosodimethyamine

(NDMA) , N-nitrospurrolidine (NPYR) dan nitrospiperidine (NPIP) yang mungkin merupakan

factor karsinogenik karsinoma nasofaring. Merokok dan perokok pasif yang terkena paparan asap

rokok yang mengandung formaldehyde dan juga debu kayu/ asap kayu baker kemungkinan dapat

mengaktifkan kembali infeksi dari EBV. Resiko untuk menderita KNF pada perokok meningkat 2-

6 kali dibandingkan dengan bukan perokok serta ditemukan juga bahwa menurunnya angka

kematian KNF di amerika utara dan Hongkong merupakan hasil dari mengurangi frekuensi

merokok. 1,2,,4

Terdapat juga hubungan antara terjadinya KNF , infeksi EBV dan penggunaan CHB dapat

menginduksi aktivasi dari virus RBV yang laten seperti TPA (tetradecanoylyphorbol acetate) yaitu

substansi yang ada dialam dan tumbuhan jika dikombinasi dengan N- Butyrate yang merupakan

8

Page 9: Referat

produk dari bakteri anaerob yang ditemukan dinasofaring dapat menginduksi sintesis antigen EBV

ditikus, meningkatnya transformasi cell mediated immunity dari EBV dan mempromosikan

pembentukan KNF. 1,2,,4

Patofisiologi

Keganasan pada umumnya dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu, pertama

pemendekan waktu siklus sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel yang diproduksi dalam

satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan pada proses apoptosis.

Gangguan pada berbagai protoonkogen dan gen penekan tumor (TSGs) yang menghambat

penghentian proses siklus sel. 1,2,3,4

Gambar 2.2 Skema Patofisiologi Terjadinya Keganasan 2

Pada keadaan fisiologis proses pertumbuhan, pembelahan, dan diferensiasi sel diatur oleh

gen yang disebut protoonkogen yang dapat berubah menjadi onkogen bila mengalami mutasi.

9

Page 10: Referat

Onkogen dapat menyebabkan kanker karena memicu pertumbuhan dan pembelahan sel secara

patologis 1,2,,4

Manifestasi klinis

Karsinoma nasofaring pada kebanyakan tumbuh primer di “ fossa Rosenmuller” , namun dapat

tumbuh primer dari semua tempat di nasofaring , diatap maupun didinding lateral. Sifat tumbuhnya

dapat berbentuk endofilik yaitu tumor tumbuh terus kedalam jaringan dibawahnya sedangkan

permukaan mukosa nasofaring hampir tidak terlihat adanya pertumbuhan tumor. Pertumbuhan

eksofilik , tampak adanya tumor dinasofaring dengan ulkus dan disertai infeksi. Tumor cepat

menyebar ke kelenjar limfe regional di servikal profunda dan biasanya karena limfadenopati

servikal inilah yang mendorong penderita berobat ke dokter. 2,3,4

Gejala atau manifestasi klinis dari karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi beberapa kelompok,

yaitu gejala hidung/nasofaring, gejala telinga, gejala tumor di leher, gejala mata dan gejala saraf.

1. Gejala Hidung/Nasofaring 1,2,,3,4

Harus dicurigaiadanya karsinoma nasofaring, bila ada gejala-gejala:

Bila penderita mengalami pilek lama, lebih dari 1 bulan, terutama penderita usia lebih dari

40 tahun, sedang pada pemeriksaan hidung terdapat kelainan.

Bila penderita pilek dan keluar sekret yang kental, berbau busuk, lebih-lebih jika terdapat

titik atau garis perdarahan tanpa kelainan di hidung atau sinus paranasal.

Pada penderita yang berusia lebih dari 40 tahun, sering keluar darah dari hidung

(epistaksis) sedangkan pemeriksaan tekanan darah normal dan pemeriksaan hidung tidak

ada kelainan.

2. Gejala Telinga

Gejala pada telinga umumnya berupa pendengaran yang berkurang, telinga terasa penuh

seperti terisi air, berdengung atau gemrebeg (tinitus) dan nyeri (otalgia). Gangguan

pendengaran yang terjadi biasanya berupa tuli hantaran dan terjadi bila ada perluasan tumor

atau karsinoma nasofaring ke sekitar tuba, sehingga terjadi sumbatan. 1,2,,3,4

3. Gejala Tumor Leher

10

Page 11: Referat

Pembesaran leher atau tumor leher merupakan penyebaran terdekat secara limfogen dari

karsinoma nasofaring. Penyebaran ini bisa terjadi unilateral maupun bilateral. Spesifitas tumor

leher sebagai metastase karsinoma nasofaring adalah letak tumor di ujung prosesus mastoid, di

belakang angulus mandibula, di dalam muskulus sternokleidomastoideus, keras dan tidak

mudah bergerak. Kecurigaan bertambah besar bila pada pemeriksaan rongga mulut, lidah,

faring, tonsil, hipofaring dan laring tidak ditemukan kelainan. 1,2,,3,4

4. Gejala Mata

Penderita akan mengeluh penglihatannya berkurang, namun bila ditanyakan secara teliti,

penderita akan menerangkan bahwa ia melihat sesuatu menjadi dua atau dobel. Jelas yang

dimaksud di sini adalah diplopia. Hal ini terjadi karena kelumpuhan N.VI yang letaknya di

atas foramen laserum yang mengalami lesi akibat perluasan tumor. Keadaan lain yang dapat

memberikan gejala mata adalah karena kelumpuhan N.III dan N.IV, sehingga menyebabkan

kelumpuhan mata yang disebut dengan oftalmoplegia. Bila perluasan tumor mengenai kiasma

optikus dan N.II maka penderita dapat mengalami kebutaan. 1,2,,3,4

5. Gejala Saraf

Sebelum terjadi kelumpuhan saraf kranialis biasanya didahului oleh beberapa gejala subyektif

yang dirasakan sangat menganggu oleh penderita seperti nyeri kepala atau kepala terasa

berputar, hipoestesia pada daerah pipi dan hidung, dan kadang mengeluh sulit menelan

(disfagia). Tidak jarang ditemukan gejala neuralgia trigeminal oleh ahli saraf saat belum ada

keluhan yang berarti. Proses karsinoma yang lebih lanjut akan mengenai N. IX, X, XI, dan XII

jika perjalanan melalui foramen jugulare. Gangguan ini disebut dengan sindrom Jackson. Bila

sudah mengenai seluruh saraf kranial disebut dengan sindrom unilateral. Dapat pula disertai

dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah demikian prognosisnya menjadi buruk. 1,2,,3,4

Diagnostic ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis / pemeriksaan fisik 1,2,,3,4

11

Page 12: Referat

Anamnesis dilakukan dengan mencari keluhan yang dirasakan pasien ( tanda dan gejala KNF) .

menurut formula Digby, setiap symptom mempunyai nilai diagnostic dan berdasarkan jumlah nilai

dapat ditentukan karsinoma nasofaring.

Gejala Nilai

Massa terlihat pada nasofaring

Gejala khas dihidung

Gejala khas pendengaran

Sakit kepala unilateral /bilateral

Gangguan neurologik syaraf otak

Eksophtalmus

Limfadenopati leher

25

15

15

5

5

5

25

Bila jumlah nilai mencapai 50. diagnosis klinik karsinoma nasofaring dapat dipertanggung

jawabkan. Sekalipun secara klinis jelas karsinoma nasofaring, namun biopsy tumor primer mutlak

dilakukan selain untuk konfirmasi diagnosis histopatologi, juga menentukan subtype histopatologi

yang erat kaitannya dengan pengobatan dan prognosis. 1,2,,3,4

2. Pemeriksaan nasofaring

rinoskopi anterior

setelah dilakukan aplikasi dengan larutan vasokonstriktor missal epidrin 1%, dengan speculum

hidung lewat rongga hidung dilihat dinding belakang nasofaring. Penderita disuruh mengucapkan

huruf i-i-i diperhatikan gerakan palatum molle dari rongga hidung. Bila terjadi gerakan palatum ke

superior membuktikan tidak ada hambatan elevasi palatum molle ( palatal phenomen positif) 1

rinoskopi posterior

setelah dilakukan anestesi local difaring misalnya dengan larutan xylocain secara menyeprot,

dengan cermin laring ukuran kecildiarahkan ke nasofaring maka akan terlihat bayangan : koana,

turus tubarius dengan osteum tuba ,adenoid dan fossa Rosenmulleri.1

nasofaringoskopi

Dengan lumina yang dihubungkan sumber cahaya dapat melihat bagian bagian nasofaring.1

3. pemeriksaan patologi anatomi

12

Page 13: Referat

Biopsi

Ini merupakan diagnosis pasti untuk karsinoma nasofaring . Biopsi dapat dilakukan dengan 2 cara

yaitu dari hidung dan mulut. Biopsy melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind

biopsy). Cunam biospi dimasukkan melalui rongga hidung menyusuri konka media kenasofaring

kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy. Biopsy melalui mulut dengan

memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada

didalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama sama dengan ujung kateter yang dihidung.

Demikian juga dengan kateter disebelahnya sehingga palatum molle tertarik keatas. Kemudian

dengan kaca laring dilihat didaerah nasofaring. Biospi dilakukan dengan melihat tumor melalui

kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan

terlihat lebih jelas. Biopsy tumor nasofaring umumnya dilakukan dengan anestesi topical dengan

xylocain 10%.1,2

4. Pemeriksaan radiology

Pemeriksaan radiology bertujuan untuk melihat massa tumor dinasofaring dan massa tumor yang

menginvasi jaringan sekitarnya yaitu dengan menggunakan :

Computed tomografi (CT) dapat memperlihatkan penyebaran ke jaringan ikat

lunak pada nasofaring dan penyebaran ke ruang paranasofaring. Sensitive

mendeteksi erosi tulang ,terutama pada dasar tengkorak. 1

Magnetic resonance imaging (MRI) , lebih baik dibandingkan CT dalam

membedakan tumor pada peradangan. MRI lebih sensitive dalam mengevaluasi

metastasis pada retrofaringeal dan kelenjar limfe yang dalam. MRI dapat

mendeteksi infiltrasi tumor ke sumsum tulang, dimana CT tidak dapat

mendeteksinya. 1

5. Pemeriksaan serologi IgA untuk infeksi virus Epstein-Barr

Pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan karenan

spesifisitasnya yang rendah. Titer yang didapat berkisar antara 80 hingga 1280 dan terbanyak

pada titer 160. 1

6. Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dapat dilakukan

pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis. 1,2

13

Page 14: Referat

Diagnosis banding

1. angiofibroma juvenilis

biasanya ditemui pada usia relative muda dengan gejala gejala menyerupai KNF. Tumor ini kaya

akan pembuluh darah dan biasanya tidak infiltrative. Pada foto polos akan didapat suatu massa

pada atap nasofaring yang berbatas tegas. Proses dapat meluas seperti pada penyebaran karsinoma,

walaupun jarang menimbulkan dektruksi tulang hanya erosi saja karena penekanan tumor.

Biasanya ada pelengkungan kearah depan dari dinding belakang sinus belakang sinus maksila yang

dikenal sebagai antral sign. Karena tumor ini kaya akan vascular maka arterigrafi carotis eksterna

sangat diperlukan sebab gambarannya sangat karakteristik. Kadang kadang sulit pula membedakan

angiofobroma juvenils dengan polip hidung pada foto polos.1,2,3,4,5

2. hyperplasia adenoid

biasanya terdapat pada anak anak ,jarang pada orang dewasa , pada anak anak hyperplasia ini

terjadi karena infeksi berulang. Pada foto polos akan terlihat suatu massa jaringan lunak pada atap

nasofaring umumnya berbatas tegas dan umumnya simetris serta struktur struktur sekitarnya tak

tampak tanda tanda infiltrasi seperti tampak karsinoma1,2,3,4,5

Klasifikasi Stadium

Karsinoma nasofaring dapat diklasifikasikan berdasarkan stadium klinis dan gambaran

histopatologisnya. Penentuan stadium karsinoma nasofaring digunakan sistem TNM menurut

UICC (1992).1,2

T (Tumor Primer)

T0 = Tidak tampak tumor

T1 = Tumor terbatas pada satu lokasi saja (lateral, porterosuperior, atap, dll)

T2 = Tumor terdapat pada dua lokasi atau lebih tetapi masih di dalam

rongga nasofaring

T3 = Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau orofaring

T4 = Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak atau

mengenai saraf-saraf otak

Tx = Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap

14

Page 15: Referat

N (Pembesaran kelenjar getah bening regional)

N0 = Tidak ada pembesaran KGB

N1 = Terdapat pembesaran KGB homolateral dan masih bisa digerakkan

N2 = Terdapat pembesaran KGB kontralateral/bilateral dan masih bias digerakkan

N3 = Terdapat pembesaran baik homolateral/kontralateral/bilateral yang sudah melekat

pada jaringan sekitar

M (Metastasis jauh)

M0 = Tidak ada metastasis jauh

M1 = Terdapat metastasis jauh

Dari keterangan di atas, karsinoma nasofaring dikelompokkan menjadi 4 stadium, yaitu:

a. Stadium I : T1 N0 M0

b. Stadium II : T2 N0 M0

c. Stadium III : T1/2/3 N1 M0 atau T3 N0 M0

d. Stadium IV : T4 N0 M0 atau T1/2/3/4 N2/3 M0 atau T1/2/3/4 N0/1/2/3 M1

Komplikasi

1. petrospenoid sindrom 8,9,10

tumor tumbuh keatas menuju dasar tengkorak melalui foramen laserum samapi sinus kavernosus

menekan N.III,IV,VI . juga menekan N. II yang memberikan kelainan:

neuralgia trigeminus (N.V)

Neuralgia trigeminal merupakan suatu nyeri pada wajah yang ditandai dengan rasa seperti terkena

aliran listrik yang terbatas pada daerah distribusi dari nervus trigeminus.

Ptosis palpera( N.III)

Opthalmoplegia ( N.III,IV,VI)

2. retroparidean sindrom 8,9,10

tumor tumbuh kedepan kearah rongga hidung kemudian dapat menginfiltrat sekitarnya. Tumor ke

samping dan belakang menuju arah daerah para pharing dan retropharing dimana ada kelenjar

getah bening. Tumor ini menekan saraf N.IX,X ,XI,XII dengan manifestasi gejala antara lain.

15

Page 16: Referat

N.IX kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor superior serta gangguan

pengecapan pada sepertiga belakang lidah

N.X hipo/hiperestesi mukosa palatum molle, faring dan laring disertai gangguan respirasi

dan saliva

N.XI kelumpuhan /atrofi otot trapezius ,otot strenokleidomastoideus serta hemiparesis

palatum molle.

N.XII hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah

3. sel sel kanker dapat mengalir bersama aliran getah benih atau darah menuju organ tubuh

yang letaknya jauh dari nasofaring. Dalam penelitian lain, ditemukan karsinoma nasofaring

dapat bermetastase jauh menuju paru paru (20%),hati (10%),otak 4%, ginjal 0.4% dan

tiroid 0.4%.8,9,10

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan karsinoma nasofaring pada dasarnya ada 2 macam, yaitu pencegahan dan

pengobatan.

1) Pencegahan 5,6,7,8,9

Karena penyebab kanker nasofaring belum jelas, maka pencegahan yang dilakukan hanya

berdasarkan faktor-faktor yang dinilai berpengaruh akan timbulnya karsinoma nasofaring

tersebut. Usaha tersebut adalah

1. pemberian vaksinasi dengan vaksin spesifik membrane glikoprotein EBV yang dimurnikan

pada penduduk yang bertempat tinggal didaerah dengan resiko tinggi

2. memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah resiko tinggi ketempat lainnya.

3. penerangan akan kebiasaan hidup hidup yang salah ,mengubah cara memasak makanan

untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan bahan yang berbahaya.

4. penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat

5. melakukan tes serologic IgA anti VCA dan Ig A anti EA (screening) secara missal yang

bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secraa lebih dini.

2) Pengobatan

16

Page 17: Referat

Dalam pengobatan kanker umumnya meliputi tindakan bedah atau operasi, penggunaan obat-

obatan sitostatika dan hormon, radioterapi dan imunoterapi. 5,6,7,8,9

a. Pembedahan

Pembedahan dapat dilakukan dengan cara pembedahan transpalatal (Diefenbach,

Welson) maupun transmaksiler paranasal (Moure Ferguson), tetapi terapi bedah ini tidak

berkembang, dan hasilnya menjadi kurang efektif. Terapi bedah dapat juga dilakukan pada

tumor metastase dengan membuang kelenjar limfe di leher. Operasi ini untuk membuang

kelenjar limfe permukaan tetapi sulit untu membuang kelenjar di daerah retrofaring dan

parafaring.,8,9,12,13

b. Radioterapi

Radiasi ditujukan pada daerah tumor induk dan daerah perluasannya. Radioterapi

dikenal 2 macam, yaitu teleterapi dan brakiterapi. Teleterapi bila sumber sinar jauh dari

tumor dan di luar tubuh penderita. Sedangkan brakiterapi, sumber sinar dekat dengan

tumor dan dipasang dalam tubuh penderita. Teknik penyinaran dengan teleterapi diberikan

bila ada perluasan tumor ke depan yaitu daerah hidung dan sekitarnya serta belum ada

metastase ke kelenjar limfe leher. 5,6,7,8,9

c. Obat-obatan Sitostatika

Dapat diberikan sebagai obat tunggal maupun kombinasi. Obat tunggal umumnya

dikombinasikan dengan radioterapi. Obat yang dapat dipergunakan sebagai sitostatika

tunggal adalah methotrexat, metomycine C, Endoxan, Bleocyne, Fluorouracyne, dan

Cisplastin. Obat ini memberikan efek adiktif dan sinergistik dengan radiasi dan diberikan

pada permulaan seri pemberian radiasi. Obat bisa juga diberikan sebelum dan sesudah

penyinaran sebagai sandwich terapy. 5,6,7,8,9

Obat kombinasi diberikan sebagai pengobatan lanjutan setelah radiasi, serta penting

pada pengobatan karsinoma yang kambuh. Banyak kombinasi obat ganda yang dipakai

antara lain kombinasi: BCMF (Adriamycin, Cyclophosphamide, Methotrexat dan

Fluoroacil), ABUD (Adriamycin, Bleomycin, Umblastin dan Decarbazine), COMA

(Cyclophosphamide, Vincristine, Methotrexat, dan Adriamycin). 5,6,7,8,9

d. Imunoterapi

17

Page 18: Referat

Dalam pengobatan keganasan, imunoterapi telah banyak dilakukan di klinik

onkologi, tetapi sampai saat ini tampaknya masih merupakan research dan trial. Untuk

karsinoma nasofaring telah dilakukan penelitian antara lain dengan menggunakan

interferon dan Poly ICLC. 5,6,7,8,9

e. Obat Antivirus

Acyclovir dapat menghambat sintesis DNA virus sehingga dapat menghambat

pertumbuhan virus termasuk juga Virus Epstein Barr. Obat antivirus ini penting pada

karsinoma nasofaring anaplastik yang merupakan EBV carrying tumor dengan DNA EBV

positif . 5,6,7,8,9

Prognosis

Studi terakhir dengan menggunakan TNM ataging system menunjukkan angka bertahan hidup 5

tahun untuk stadium 98%, stadium IIA-B 86%, dan stadium IV A-B 73%.secara mikroskopiks,

prognosis lebih buruk pada keratinizing squamous cell carcinoma disbanding dengan yang lainnya.

Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45%. Prognosis diperburuk oleh

beberapa factor seperti : 5,6,7,8,9

1. stadium yang lebih lanjut

2. usia > 40 tahun

3. laki laki dan perempuan

4. ras cina

5. adanya pembesaran kelenjar leher

6. adanya kelumpuhan saraf otak dan adanya kerusakan tulang tengkorak

7. adanya metastasis jauh

PENUTUP

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor

ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas

dengan frekwensi tertinggi, sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama.

Tumor ini berasal dari fossa Rosenmulleri pada nasofaring yang merupakan daerah transisional

dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa. Insidens karsinoma nasofaring berbeda

secara geografis dan etnik serta hubungannya dengan Epstein-Barr Virus (EBV).12

18

Page 19: Referat

DAFTAR PUSTAKA

1. Roezin, Averdi dan Syafril, Anida. 2006. “Karsinoma Nasofaring”. Disunting oleh Efiaty

Arsyad Soepardi dan Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorokan Kepala & Leher, Edisi Keenam. Jakarta : FKUI.

2. Bambang S.S. 1992. Diagnostik dan Pengelolaan Kanker Telinga, Hidung, Tenggorok dan

Kepala Leher. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

3. Maitra, Anirban dan Kumar, Vinay. 2007. “Paru dan Saluran Napas Atas”. Disunting oleh

Vinay Kumar Ramzi S Cotran, dan Stanley L. Robbins. Buku Ajar Patologi Robbins, Ed. 7,

Vol.2. Jakarta : EGC.

4. Marur, S dan Forastiere A.A. 2008. Head and Neck Cancer: Changing Epidemiology,

Diagnosis, and Treatment. Mayo Clin Proc. April 2008;83(4):489-501

5. Asroel, Harry A. 2002. Penatalaksanaan Radioterapi Pada Karsinoma Nasofaring. USU

digital library : Bagian Tenggorokan Hidung danTelinga Universitas Sumatera Utara.

6. 4. Administrator. 2011. Pengobatan Kanker Nasofaring. [serial online].

http://www.indononi.com/wp-content/uploads/2011/06/Kanker-Nasofaring.jpeg. Diakses 27

Juli 2011.

19

Page 20: Referat

7. Widjoseno-Gardjito. 2005. “Tindakan Bedah Organ dan Sistem Organ, Kepala dan Leher”.

Disunting oleh R Sjamsuhidajat dan Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. 2. Jakarta: EGC

8. Guigay, J., Temam, S., Bourhis, J., Pignon, J.P. dan Armand, J.P. 2006. Nasopharyngeal

carcinoma and therapeutic management: the place of chemotherapy. Annals of Oncology 17

(Supplement 10): x304–x307, 2006. doi:10.1093/annonc/mdl278.

9. Hao, Sheng-Po dan Tsang, Ngan-Ming. 2010. Surgical Management of Recurrent

Nasopharyngeal Carcinoma. Chang Gung Med J Vol. 33 No. 4.

10. Jeyakumar, Anita et al. 2006. Review of Nasopharyngeal Carcinoma. ENT-Ear, Nose & Throat

Journal March 2006.

11.Leu, Yi-Shing dan Lee, Jehn-Chuan. 2009. “Carcinoma in the Pharynx: Nasopharynx,

Oropharynx and Hypopharynx”. J. Chinese Oncol. Soc. 25(2), 102-113.

12.Brennan, Bernadette. 2005. Nasopharyngeal Carcinoma. United Kingdom: Orphanet

Encyclopedia. http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-NPC.pdf.

13.Wei, William I. 2001. Nasopharyngeal Cancer: Current Status of Management. Arch

Otolaryngol Head Neck Surg. 2001;127:766-769.

20