proses kanonisasi perjanjian baru dan kodifikasi al...

84
PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL-HADITS (STUDI KOMPARASI) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana agama (S.Ag) Disusun oleh: M Mubasyir NIM: 1113032100024 PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

Upload: others

Post on 27-Jan-2020

10 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU

DAN KODIFIKASI AL-HADITS (STUDI KOMPARASI)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana agama (S.Ag)

Disusun oleh:

M Mubasyir

NIM: 1113032100024

PROGRAM STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019 M

Page 2: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan
Page 3: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan
Page 4: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan
Page 5: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

v

ABSTRAK

PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU

DAN KODIFIKASI AL-HADITS (STUDI KOMPARASI)

M.MUBASYIR

Skripsi ini akan mendeskripsikan tentang proses kanonisasi Perjanjian

Baru dan kodifikasi al-Hadits. Proses Kanonisasi Perjanjian Baru

pengumpulannya dilakukan sangat sulit di kalangan umat Kristen, ketika orang-

orang Kristen berhadapan dengan bermacam nasihat sesat, mereka mulai

merasakan pentingnya membedakan tulisan-tulisan yang sesungguhnya diilhami

Allah dan yang tidak. Sedangkan Proses Kodifikasi al-Hadits, prosesnya

memakan waktu yang cukup panjang dan lama. Riwayat ini berasal dari sahabat,

tabi’in ataupun generasi sesudah tabi’in tentang kebolehan dan larangan menulis

hadits tidaklah muncul dari adanya dua kubu, yang satu memperbolehkan dan

yang lain melarang. Berdasarkan masalah tersebut maka penulis ingin mengetahui

bagaimana proses kanonisasi Perjanjian Baru dan kodifikasi al-Hadits.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, penulis akan melakukan penelitian

dengan jenis penelitian kualiatatif dengan pendekatan historis, yaitu dengan

menjelaskan sejarah, proses dan klasifikasi kanonisasi Perjanjian Baru dan

Kodifikasi al-Hadits.

Hasil penelitian ini secara umum menimbulkan masalah dikalangan umat

Kristen maupun Islam, karena dalam setiap prosesnya baik itu Kanonisasi

Perjanjian Baru dan Kodifikasi al-Hadits pasti ada yang menolak.

Kata kunci:

Kanon Perjanjian Baru, Kodifikasi al-Hadits, Penyusunan

Page 6: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabb-il ‘alamiin, allama al-insana maa lam ya’lam. Segala

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan iman,

islam, dan ihsan, serta kesehatan yang tidak terhingga. Serta telah mengajarkan

kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Penulis sangat bersyukur karena

akhirnya mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Proses Kanonisasi

Perjanjian Baru dan Kodifikasi Al-Hadits (Studi Komparasi).” Shalawat serta

salam tidak lupa dihaturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah

membawa manusia dari zaman kegelapan sampai zaman terang benderang seperti

saat ini, dan kelak semoga mendapatkan syafa’at dari-Nya, Amiin.

Bagi penulis, skripsi ini merupakan sebuah proses menuju gelar prestasi

tersendiri. Layaknya sebuah proses dengan lika-liku perjalanan yang

menyertainya, penyelesaian skripsi ini tentu tidak terlepas dari peranan berbagai

pihak. Untuk itu, tidak dapat dipungkiri bahwa perasan bahagia ini bukan

sepenuhnya hasil dari jerih payah penulis sendiri.

Sudah sepatutnya penulis menyampaikan rasa terimakasih dan

penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran

selama proses penyelesaian skripsi ini. Bantuan dan dukungan mereka, sedikit

banyak telah meringankan beban penulis selama penyusunan skripsi ini.

Meskipun tidak semua pihak dapat disebutkan satu persatu, namun setidaknya

penulis merasa perlu menyebutkan sejumlah nama yang membekas di hati

penulis, Yaitu:

Page 7: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

vii

1. Ismatu Ropi, MA, Ph.D selaku Penasehat Akademik yang memberikan

arahan dan persetujuan dalam penulisan skripsi ini.

2. Drs. Moh Nuh HS., M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang

memberikan arahan, motivasi, serta bimbingan kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Saiful Azmi, MA selaku Ketua Jurusan Studi Agama-agama dan Lisfa

Sentosa Aisyah, MA selaku Sektretaris Jurusan Studi Agama-agama

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu

memberikan pelayanan kepada mahasiswanya dengan baik.

4. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A

atas kesempatan belajar dan fasilitas yang diberikan pada Fakultas

Ushuluddin. Tidak lupa kepada Dr. Yusuf Rahman, M.A selaku Dekan

Fakultas Ushuluddin.

5. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin, para staff Akademik Fakultas

Ushuluddin khususnya sahabat Jamil, serta para staff Perpustakaan

Fakultas Ushuluddin dan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

6. Ayahanda dan Ibunda tercinta Bapak Asmuni Abdul Wahab dan Ibu

Rubingah yang telah memberikan Do’a dan Ridlonya hingga akhir masa

studi dan tidak lupa kepada adik yang memberikan dukungan sampai saat

ini, Alfin Husna AS. S.Pd, M. Miftachul Huda, S.Ag.

7. Nheny Chintya Putri Aisyah (umi), Syarah Dwi Cantika Putri (memey),

Suhaila Ilma Nafia Putri (ila) dan Muhammad Al-Fatih Fathurachman

(fatih) adalah orang yang selalu istiqomah ada untuk memberikan

Page 8: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan
Page 9: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv

ABSTRAK ............................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah............................................................................. 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................................. 6

C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6

D. Manfaat penelitian ..................................................................................... 7

E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 7

F. Metode Penelitian ...................................................................................... 9

G. Pendekatan Penelitian .............................................................................. 10

H. Teknik Penulisan ...................................................................................... 10

I. Sistematika Penulisan .............................................................................. 10

BAB II : KANONISASI PERJANJIAN BARU .............................................. 12

A. Apa itu Perjanjian Baru ............................................................................ 12

B. Isi Kitab Perjanjian Baru .......................................................................... 16

B.1 Injil .................................................................................................... 16

B.2 Kisah Para Rasul ............................................................................... 18

B.3 Surat-Surat Paulus ............................................................................. 18

Page 10: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

x

B.4 Surat-Surat Umum/ Surat-Surat Am ................................................. 20

B.5 Kitab Wahyu ..................................................................................... 21

C. Proses Penulisan ....................................................................................... 21

C.1 Kanonisasi Perjanjian Baru ............................................................... 23

C.2 Teori sumber-sumber ........................................................................ 28

D. Standar legalisasi ..................................................................................... 31

BAB III : KODIFIKASI AL-HADITS ............................................................. 34

A. Apa itu al-Hadits ...................................................................................... 34

B. Klasifikasi al-Hadits ................................................................................. 35

B.1 Dari segi Jumlah Periwayat ............................................................... 35

B.2 Dari Segi Penerimaan dan Penolakan ............................................... 37

C. Proses Kodifikasi al-Hadits ...................................................................... 39

C.1 Hadis pada Masa Rasulullah SAW ................................................... 40

C.2 Hadis pada Masa Sahabat Besar (Khulafa` al-Rasyidun) ................. 41

C.3 Hadis pada Masa Tabi’in ................................................................... 51

D. Standar Legalisasi al-Hadits ...................................................................... 52

BAB IV : ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KANONISASI

PERJANJIAN BARU dan KODIFIKASI AL-HADITS ................................ 56

A. Sejarah penulisan ..................................................................................... 56

B. Teori sumber ............................................................................................ 58

C. Standar Legalisasi .................................................................................... 63

D. Proses kanonisasi Perjanjian Baru dan kodifikasi al-Hadits .................... 66

Page 11: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

xi

BAB V : PENUTUP ........................................................................................... 68

A. Kesimpulan .............................................................................................. 68

B. Saran ........................................................................................................ 69

Page 12: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap agama memiliki kitab suci. Kitab suci itu wahyu dari Tuhan ada

yang berbentuk aural (didengar), dan ada yang berbentuk oral (diucapkan).

Kemudian disampaikan kepada manusia, baik nabi-nabinya maupun sejarah

kemanusiaan. Kitab suci pada zaman dahulu belum dibukukan, melainkan di

dengar, dihafal dan diucapkan dari generasi ke generasi. Tradisi menulis

memiliki peran sangat penting dalam pembentukan kitab menjadi kitab suci.

Hanya saja, banyak kitab suci awalnya adalah tradisi lisan sekelompok

masyarakat tertentu, lalu kemudian dituliskan di benda-benda yang ada dan

menjadi teks tertulis seperti saat ini dan dari situlah kitab suci menyebar ke

seluruh dunia. Penulisan dan kodifikasi telah dilakukan untuk membentuk

sebuah kitab yang kita kenal dan selalu di jadikan pedoman setiap agama

hingga saat ini.

Alkitab adalah kitab suci umat Kristen, baik Protestan maupun

Katolik. Isi dari Alkitab itu sendiri merupakan apa yang dikehendaki Allah

untuk dilakukan oleh manusia. Penjelasan tentang Allah dan kebenaran-Nya

terdapat pada kitab Perjanjian Lama. Sedangkan manusia dan keberadaannya

terdapat dalam kitab Perjanjian Baru. Perjanjian Baru ditulis di tengah-tengah

suasana yang dipengaruhi oleh berbagai aliran keagamaan, jadi agar ahli

teologi dapat memahami ajaran Perjanjian Baru dengan benar maka ia harus

Page 13: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

2

memperhatikan pengaruh aliran-aliran itu.1

Menyusun kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru hingga

berbentuk Alkitab temponya lama sekali. Kitab Perjanjian Lama telah tersusun

beberapa abad sebelum Kristus, sedangkan Perjanjian Baru selesai pada akhir

abad pertama. Proses penyusunan ini disebut “Kanonisasi” Alkitab. Artinya,

jemaat Kristen menganggap dan memberi kesaksian bahwa susunan kitab-

kitab yang kita namakan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru itu, menjadi

“Kanon” atau ukuran pedoman iman dan hidup mereka.2

Pada awal Alkitab dibukukan melalui pernyataan Lukas, yang

memberi sedikit pengertian yang lebih mendalam dengan menyatakan,

"Teofilus yang mulia, banyak orang telah berusaha menyusun

suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita,

seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula

adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena itu, setelah aku

menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya,aku

mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur3.

Yohanes juga memberi alasan untuk menulis Injilnya: "Memang

masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-

Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di

sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak

Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-

1 Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta: Gunung Mulia, 2005), h. 19.

2 H.M. Arsyad Thali Lubis, Perbandingan Agama Kristen dan Islam, (Medan: Firma

Islamyah, 1974), h. 306. 3 Alkitab, Luke 1:1-3

Page 14: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

3

Nya.4

Dari alasan Lukas dan Yohanes sudah selayaknya Alkitab itu ditulis

dan dibukukan, dengan tujuan untuk menjaga dan memberi pemahaman

kepada generasi penerusnya. Awalnya belum terbersit untuk mencatat sebuah

kitab mengenai diri dan ajaran-Nya, karena belum dirasa perlu dan para saksi

mata utama masih hidup. Jadi Injil masih dalam bentuk verbal, lisan; dari

mulut ke mulut, oleh para Rasul.

Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah para saksi mata dan para

rasul berkurang, dan semakin banyak ancaman pemberitaan ajaran-ajaran

sesat. Pada masa itu banyak ditemukan tulisan-tulisan yang bercorak rohani,

yang sebenarnya bukan Firman Allah. Oleh karena itu gereja merasakan

pentingnya ditentukan kitab-kitab mana sajakah yang dapat diakui berotoritas

sebagai Firman Allah. Kemudian para rasul mulai menuliskan surat-suratnya

untuk para jemaat, lalu perlahan-lahan dibuat salinan surat-surat itu untuk

berbagai kepentingan gereja dan kemudian salinan itu dibacakan dalam

pertemuan gereja.

Ada alasan-alasan kuat untuk percaya pada daftar kitab-kitab

Perjanjian Baru pada masa itu. Gereja menerima kitab-kitab Perjanjian Baru

hampir sesegera setelah kitab-kitab itu ditulis. Penulis-penulisnya adalah

sahabat-sahabat Yesus atau pengikut-pengikut-Nya yang baru, orang-orang

yang Yesus percayakan kepadanya kepemimpinan gereja mula-mula.5 Setelah

diterima daftar-daftar kitab perjanjian baru tersebut, barulah dipilah-pilah

antara kitab yang kanon dan yang bukan kanon.

4 Alkitab, John 20:30,31

5 A.D. Ajijola, Mitos Ajaran Salib, (Jakarta: DeltaPrint,1990), h. 89.

Page 15: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

4

Sebelum sampai pada proses pengkanonan, terlebih dahulu didahului

proses penulisan (composing) yang berkisar dari sekitar tahun 50 sampai

sekitar 100 Masehi. Kemudian dilanjutkan dengan proses pengumpulan

(collecting) yang berkisar dari tahun 100 sampai 200 Masehi. Proses

pengumpulan ini adalah proses dimana orang-orang percaya mengumpulkan

surat-surat atau tulisan rasul-rasul untuk kebutuhan jemaat maupun kebutuhan

pribadi. Sesudah masa pengumpulan kemudian diikuti masa pembandingan

(comparing), yang berkisar dari tahun 200 sampai 300 Masehi. Proses

pembandingan ini ialah proses dimana tiap-tiap jemaat lokal berusaha

membanding-bandingkan hasil koleksi mereka. Sesudah itu kemudian diikuti

dengan masa pelengkapan (completing), yang berkisar dari tahun 300 sampai

400 Masehi. Masing-masing jemaat melengkapi hasil koleksi mereka. Surat

yang kurang di satu jemaat, dilengkapi oleh jemaat yang lain. Ini adalah

fenomena garis besar proses pengkanonan kitab-kitab Perjanjian Baru.6

Kanon dalam sejarah perjanjian baru adalah sekumpulan kitab yang

dianggap oleh umat Kristen telah terinspirasi secara ilahi. Sebagian besar

kalangan sepakat bahwa kanon dalam perjanjian baru memuat 27 kitab

termasuk injil kanonik, kisah, surat para Rasul dan wahyu, yang sebagian

besarnya ditulis sejak abad pertama dan selesai sekitar tahun 150 M.

Di dalam agama Islam juga terdapat hal yang sama dengan agama

Kristen, ada sebuah proses yang disebut kodifikasi baik al-Quran maupun al-

Hadits. Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk menyampaikan wahyu-Nya.

Hal itu telah dilakukannya, sehingga ia tidak berbicara berdasarkan atas

6 “Kanon Alkitab” diakses pada 19 Juli 2019 dari http://www.sarapanpagi.org/kanon-

alkitab-vt142.html

Page 16: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

5

kemauannya sendiri. Kemudian Allah mewajibkan umat manusia untuk

mengikuti dan mencontoh jejak Nabi Muhammad SAW (Sunnah Nabi). Maka

tidak diragukan lagi bahwa kitab-kitab hadis adalah “gudang pengamanan”

terhadap Sunnah Nabi yang merupakan sumber pokok kedua bagi hukum

Islam.7 Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada-Nya dijelaskannya

melalui perkataan, perbuatan, dan pengakuan atau penetepan Rasulullah

SAW. Sehingga apa yang disampaikan oleh para sahabat dari apa yang

mereka dengar, lihat, dan saksikan merupakan pedoman. Rasulullah adalah

satu-satunya contoh bagi para Sahabat, karena Rasulullah memiliki sifat

kesempurnaan dan keutamaan yang berbeda dengan manusia lainnya.

Nabi wafat pada tahun 11 H, kepada umat beliau meninggalkan dua

pegangan sebagai dasar pedoman hidupnya, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits

yang harus dipegangi bagi pengaturan seluruh aspek kehidupan umat manusia.

Setelah Nabi SAW wafat, kendali kepemimpinan umat Islam berada di tangan

Sahabat Nabi. Sahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan itu adalah

Abu Bakar as Shiddiq ( wafat 13 H/634 M) kemudian disusul oleh Umar bin

Khatthab (wafat 23 H/644 M), Utsman bin Affan (wafat 35 H/656 M), dan Ali

bin Abi Thalib (wafat 40 H/661 M). Keempat khalifah ini dalam sejarah

dikenal dengan sebutan al-khulafa al-Rasyidin dan periodenya biasa disebut

juga dengan zaman sahabat besar.8 Setelah itu kemudian kendali

kepemimpinan umat islam dilanjutkan oleh para Tabi’in, para Tabi’in juga

cukup berhati-hati dalam periwayatan hadis. Hanya saja pada masa ini tidak

terlalu berat seperti seperti pada masa sahabat. Selain itu, pada akhir masa Al-

7 M.M. Azmi, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus,

2012), h. 3. 8 Azmi, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, h. 103.

Page 17: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

6

Khulafa Al-Rasyidin para sahabat ahli hadis telah menyebar ke beberapa

wilayah sehingga mempermudah Tabi’in untuk mempelajari hadis.

Berangkat dari keunikan diatas, penulis kemudian berinisiatif untuk

meneliti lebih lanjut dalam bentuk Skripsi yang berjudul Proses Kanonisasi

Perjanjian Baru dan Kodifikasi al-Hadits.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Agar penelitian ini tidak melebar dan bisa fokus pada satu persoalan,

penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti dengan pertimbangan

sebagai berikut: Pembahasannya terfokus masalah proses kanonisasi

Perjanjian Baru dan Kodifikasi al-Hadits saja, karena inti tokoh sentral

Perjanjian Baru adalah Yesus, sedangkan di dalam Islam tokohnya Nabi

Muhammad saw.

Adapun rumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana proses kanonisasi Perjanjian Baru dan kodifikasi al-

Hadits?

2. Adakah Persamaan dan perbedaan dalam proses kanonisasi Perjanjian

Baru dan kodifikasi al-Hadits?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan akhir perkuliahan

untuk gelar Strata I, (S1) Sarjana Agama (S.Ag) dalam Jurusan Studi

Page 18: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

7

Agama-Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Secara Intelektual untuk mengembangkan pengetahuan terutama dalam

masalah Kanonisasi Alkitab khususnya Perjanjian Baru dan Kodifikasi al-

Hadits.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:

a. Diperkirakan skripsi ini bisa dimanfaatkan untuk para adek-adek

mahasiswa yang membutuhkan sumber-sumber bacaan tentang kajian

yang ingin diteliti.

b. Diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan untuk para pembaca

selanjutnya, dan untuk dikaji kembali di masa mendatang.

E. Tinjauan Pustaka

Dari hasil penelusuran yang dilakukan oleh penulis, penulis

berkeyakinan bahwa penelitian mengenai proses kanonisasi Perjanjian Baru

dan kodifikasi al-Hadits ini belum ada sarjana yang melakukan studi

komparasi baik dalam skripsi, tesis, disertasi maupun karya ilmiah lainnya.

Untuk menghindari terjadinya plagiarisme maka penulis menampilkan

beberapa karya ilmiah yang membahas masalah ini.

Pertama, Jurnal karya Yusron Jurusan Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir,

judul jurnal “Kodifikasi Hadis Sejak Masa Awal Islam Hingga Terbitnya

Kitab Al-Muwattha”, Fakultas Ushuluddin Filsafat dan Politik UIN Alauddin

Page 19: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

8

Makassar, Volume 8 Nomor 2 Tahun 2017.

Kedua, Jurnal karya Munawir, dengan judul “Problematika Seputar

Kodifikasi al-Hadits” Ilmu Al-Quran dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Adab

dan Humaniora, Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, Juli-Desember,

Vol. 3, No. 2, 2018. Di dalam jurnal ini hanya membahas kodifiaksi al-Hadits,

sedangkan penulis melengkapi sedemikian rinci dan mengkomparasikan

dengan Alkitab, Penulis yakin belum ada sarjana manapun yang melakukan

studi komparasi ini, hanya penulis yang baru melakukannya.

Ketiga, Skripsi karya Fauzan Umam, dengan judul “Sejarah

Perkembangan Hadis Pada Masa Prakodifikasi Dan Kodifikasi” Universitas

Darussalam (UNIDA) Gontor, 2006. Di dalam Skripsi ini kurang lengkap

dalam menyinggung kodifikasi al-Hadits, penulis melakukan studi komparasi

dengan Alkitab dan baru saya yang melakukannya studi komparasi ini.

Keempat, Skripsi karya Ifa Nur Rofiqoh, dengan judul “THE DA

VINCI CODE DAN TRADISI GEREJA Sebuah Kritik terhadap Tradisi Gereja

dalam Novel Karya Dan Brown” Fakultas Ushuluddin, Jurusan Perbandingan

Agama, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015. Di Dalam

Skripsi ini membahas sedikit tentang sejarah Kanonisasi Alkitab, penulis

berusaha untuk melengkapi bahasan tersebut.

Kelima, Skripsi karya Mohm Hishamuddin bin Abdul Aziz, dengan

judul “Nubuwah Muhammad dalam Injil Barnabas dan Injil Kanonik”

Fakultas Ushuluddin, Jurusan Perbandingan Agama, Universitas Islam Negeri

Sultan Syarif Kasim Riau, 2010. Di dalam skripsi ini membahas sedikit

mengenai kanon Alkitab secara umum, penulis berusaha menjabarkan dan

Page 20: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

9

menambahkan karya tersebut agar sesuai dengan kehendak penulis.

F. Metodelogi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu penelitian

yang digunakan untuk menyelidiki, dan menjelaskan kualitas atau

keistimewaan yang penulis akan teliti. Proses pengumpulan data dilakukan

dengan penelitian kepustakaan (library research), suatu cara untuk

mengadakan penelitian berdasarkan naskah yang diterbitkan baik melalui

buku-buku, jurnal-jurnal maupun buku-buku yang berkaitan dengan tema

pembahasan penelitian, sehingga dapat dijadikan acuan dalam penulisan yang

relevan dengan pokok rumusan masalah diatas.9

2. Sumber Data

Terdapat dua sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

data primer dan data sekunder yang sesuai dengan tema penelitian.

a. Sumber primer artinya data yang didapat dari sumber pertama, seperti

wawancara kepada seseorang atau pengamatan peneliti langsung pada

objek penelitian, atau segala sesuatu yang sudah diolah menjadi buku,

artikel, jurnal, ceramah, arsip, dokumen, majalah, dan surat kabar yang

tekait langsung dengan topik penelitian ini.

b. Sumber Sekunder artinya data-data yang diperoleh dari hasil penelitian

orang lain yang sudah dioleh menjadi data-data, buku, koran, majalah dan

lain-lain,10

9 Taufik Abdullah, Metodologi Penelitian Agama (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989), h.

22. 10

Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h.

32.

Page 21: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

10

G. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dengan

pendekatan historis. Pendekatan historis merupakan sebuah kajian ilmu yang

berkaitan dengan sejarah-sejarah, apa sebabnya, dan siapa yang terlibat dalam

peristiwa tersebut. Melalui pendekatan historis seseorang akan diajak melihat

dari segi pendukung suatu peristiwa sejarah sehingga mampu mengungkapkan

banyak dimensi dari peristiwa tersebut. Dalam menggunakan data historis

maka akan dapat menyajikan secara detail dari situasi sejarah tentang sebab

akibat dari suatu persoalan agama.11

Pendekatan Historis ini digunakan juga

untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas, yang mana pendekatan ini tepat

sekali untuk melihat persamaan dan perbedaan kanonisasi Perjanjian Baru dan

kodifikasi al-Hadits.

H. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam Penulisan skripsi ini, Penulis

menggunakan buku Pedoman Akademik Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi,

Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan

CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2013.

I. Sistematika Penulisan

Untuk mendapat gambaran yang menyeluruh tentang apa yang akan

diuraikan dalam skripsi ini, perlu Penulis kemukakan susunan atau sistematika

11

Taufik Abdullah. Sejarah dan Masyarakat. (Jakarta : Pustaka Firdaus. 1987), h. 105.

Page 22: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

11

penulisan. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi terdiri dari 5 (lima)

bab yang tiap-tiap bab tediri dari sub-bab yang membahas materi penulisan

skripsi ini.

Di dalam bab pertama, berisi Pendahuluan, dalam bab ini memaparkan

hal-hal mendasar yang harus ada dalam sebuah laporan penelitian meliputi;

latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, pendekatan

penelitian, teknik penulisan serta sistematika penulisan

Di dalam bab kedua, membahas tentang kanonisasi Perjanjian Baru

yang meliputi: Apa itu Perjanjian Baru, Isi Kitab Perjanjian Baru, Proses

Kanonisasi Perjanjian Baru, Teori Sumber-Sumber, Dasar legalitas Perjanjian

Baru dan Pembagian Kitab dalam Perjanjian Baru sesuai Kanon.

Di dalam bab ketiga, membahas tentang kodifikasi al-Hadits yang

meliputi: Apa itu al-Hadits, Klasifikasi al-Hadits, dan Proses Kodifikasi al-

Hadits.

Di dalam bab keempat, membahas tentang Analisis Perbandingan

antara kanonisasi Perjanjian Baru dan kodifikasi al-Hadits yang meliputi:

Persamaan dan Perbedaan Kanonisasi Perjanjian Baru dan Kodifikasi al-

Hadits, Proses kanonisasi Perjanjian Baru dan kodifikasi al-Hadits, Teori

Sumber dan Standar Legalisasi.

Terakhir bab kelima yaitu Penutup yang berisi: Kesimpulan dan Saran.

Page 23: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

12

BAB II

KANONISASI PERJANJIAN BARU

A. Apa itu Perjanjian Baru

Sebelum membahas mengenai masalah kanonisasi Perjanjian Baru

alangkah baiknya mengetahui definisi Alkitab. Alkitab atau Bible berasal dari

bentuk latin kata Yunani yang berarti dokumen-dokumen, pada abad ke-2 SM,

kelompok-kelompok Yahudi telah menyebut kitab-kitab Alkitab sebagai "kitab-

kitab suci" ( scriptures) dan menyebutnya "kudus" atau "suci", atau ק ה שד כ

dalam bahasa Ibrani. Kata "Alkitab" berasal dari bahasa (Kitvei hakkodesh)יב

Arab, Al dan Kitab, yang secara harfiah berarti "kitab itu" atau "buku itu", di mana

kata Al merupakan kata sandang khas dalam bahasa Arab. Kalangan Kristen masa

kini yang berbahasa Inggris pada umumnya menyebut Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru dari Alkitab Kristen dengan sebutan "The Holy Bible" (dalam

bahasa Yunani: τὰ βιβλία τὰ ἅγια, tà biblía tà ágia) atau "the Holy Scriptures" (η

Αγία Γραφή, e Agía Graphḗ).1

Untuk lebih jelasnya, Berikut adalah bagan dari Alkitab:

1 CHR. Barth, Theologia Perdjandjian Lama, (Djakarta : Badan Penerbit Kristen, 1990),

h. 9.

Page 24: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

13

Alkitab adalah sekumpulan buku yang ditulis pada zaman berbeda dan

oleh banyak pengarang yang berbeda. Tidak satupun dari manuskrip asli masih

bertahan.2 Kitab suci yang diakui dan dianggap sah oleh gereja Roma Katolik

sebenarnya sama dengan kitab suci yang dipakai oleh Protestan, kecuali ada

perbedaan tambahan. Alkitab dipercayai merupakan wahyu atau firman Allah,

dalam arti penulisnya mendapat bimbingan dari Roh Kudus.3 Ini berarti bahwa

Alkitab berasal dari Allah karena inisiatornya adalah Allah. Allah yang

mengambil inisiatif untuk mendorong penulisnya. Hal tersebut tidak terkesan

bahwa Allah mendikte pengarangnya, dan bukan pula berarti bahwa isi Alkitab

diturunkan dari langit. Alkitab tidak mengatakan bahwa semua pernyataan Allah

2 Michael Keene, Alkitab : Sejarah, Proses Terbentuk dan Pengaruhnya, (Yogyakarta :

Penerbit Kanisius, 2001), h. 66. 3 W.S. LaSor, D.A, Hubbard, F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1 taurat dan

sejarahnya, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1993), h. 39.

Page 25: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

14

dituliskan. Sebaliknya, kitab-kitab injil dengan jelas menunjukan bahwa Yesus

Kristus melakukan dan mengatakan banyak hal yang tercatat, semuanya itu

merupakan bagian dari pernyataan Allah kepada generasi yang akan datang dan

dalam terang rencana keselamatan-Nya yang sedang berlangsung.4

Sejarah mengenai Alkitab sangat panjang dan kompleks. Sepanjang

sejarah Kristen, banyak metode dipakai untuk menafsirkan firman Allah

tersebut. Sebab, penafsiran Alkitab merupakan ikatan pokok antara kehidupan

dan pikiran gereja yang berlangsung dan dokumen-dokumen yang berisi tradisi-

tradisi yang paling awal. Pada abad-abad terdahulu sering difikirkan perlunya

untuk membenarkan setiap doktrin gereja dengan pernyataan-pernyataan Kitab

Suci baik yang tersurat maupun tersirat. Namun demikian, Kitab Suci

disampaikan pada kesempatan tertentu untuk memenuhi kebutuhan tertentu.5

Di dalam agama Kristen ada Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.6

Orang-orang Yahudi telah membakukan bahwa kitab-kitab yang kita sebut

Perjanjian Lama diilhami Allah, sedangkan lainnya tidak. Kadang kala, Alkitab

disebut sebagai Firman Allah, hal itu memang benar, namun harus dipahami

bahwa Firman Allah mempunyai arti yang lebih luas dibanding dengan Alkitab.

Firman Allah sering kali diidentikan dengan tiga bentuk: Yesus Kristus, Alkitab,

dan Khotbah. Menurut Karl Barth, Alkitab dan Firman Allah dapat diidentikkan

hanya dibawah kondisi tertentu. Bagi Barth, dalil “Alkitab adalah Firman Allah”

tidak dapat diputar balikkan menjadi pernyataan: Firman Allah adalah Alkitab.

Sesuai ketritunggalan Allah, Barth membedakan dengan “tiga bentuk” Firman

4 LaSor, dkk, Pengantar Perjanjian Lama 1 taurat dan sejarahnya, h. 39.

5 Robert M. Grant dan David Tracy, A short history of the interpretation of the

Bible, terjemahan oleh Agustinus Maleakhi (Jakarta, Gunung Mulia, 2000), h. 3. 6 H.M Arsyad Thalib Lubis, Perbandingan Agama Kristen dan Islam, (Medan: Firma

Islamiyah, 1394-1974), h. 21.

Page 26: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

15

Allah: Firman Allah yang dinyatakan, Firman Allah yang tertulis, dan Firman

Allah yang disaksikan.

Dalam sejarah Perjanjian Baru menyebutkan bahwa Perjanjian Baru

adalah sebuah antologi yaitu kumpulan berbagai koleksi karya-karya Kristiani

yang ditulis menggunakan bahasa Yunani. Pada abad pertama bahasa Yunani

sangat umum digunakan di waktu yang berbeda-beda oleh berbagai penulis yang

merupakan murid-murid Yahudi pertama dari Yesus. Perjanjian baru meliputi 27

kitab, dimana teks aslinya dituliskan pada abad pertama dan kemungkinan abad

kedua era Kristen. Secara umum juga dipercaya tertulis dalam bahasa Yunani

Koine yaitu bahasa umum di Mediterania Timur pada masa penaklukan Alexander

Agung (335 – 323 SM) hingga evolusi bangsa Yunani Bizantium (sekitar 600 M).

Semua karya-karya yang tergabung dalam perjanjian baru tampaknya dituliskan

pada masa paling akhir yaitu sekitar 150 M, tidak lebih dari 70 M atau 80 M.

Koleksi-koleksi teks terkait adalah surat-surat dari Rasul Paulus yang telah

ada pada awal abad ke 2, dan injil kanonik dari Matius, Markus, Lukas dan

Yohanes yang ditegaskan lagi oleh Ireneus pada akhir abad ke-2 sebagai keempat

injil. Secara bertahap koleksi tersebut bergabung dengan karya-karya tunggal dan

koleksi lain dalam berbagai kombinasi yang berbeda hingga membentuk berbagai

kanon Kitab Suci Kristen. Seiring waktu, ada beberapa kitab yang menjadi

perdebatan yang pada awalnya tidak dianggap sebagai kitab suci seperti Kitab

Wahyu dan beberapa surat-surat umum juga dimasukkan ke dalam kanon tersebut.

Sedangkan beberapa karya lama yang pada awalnya dianggap sebagai kitab suci

justru tidak dimasukkan dalam kanon sejarah perjanjian baru.

Page 27: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

16

Ketika orang-orang Kristen berhadapan dengan bermacam nasihat sesat,

mereka mulai merasakan pentingnya membedakan tulisan-tulisan yang

sesungguhnya diilhami Allah dan yang tidak. Untuk mengetahui tulisan-tulisan

yang diilhami Allah maka Alkitab dibukukan atau yang dikenal dengan sebutan

Kanonisasi. Dalam hal kanon, gereja menghayati petunjuk Ireneus bahwa gereja

harus berpihak pada tradisi yang asli dan mengesampingkan tradisi sekunder.

Dalam masalah ini prinsip Reformasi, apa yang kemudian disebut Sola Scriptura,

sudah mulai berkembang.7

B. Isi Kitab Perjanjian Baru

Sebagaimana kitab-kitab pada sejarah Perjanjian Lama, kitab-kitab pada

Perjanjian Baru juga bukan merupakan hasil karya dari satu orang. Kitab dalam

Perjanjian Baru adalah hasil karya dari setidaknya sejumlah delapan orang dan 27

buah karangan yang berlainan sifatnya.8 Biasanya keseluruhan itu terbagi atas

empat golongan besar:

B.1 Injil

Injil berarti „Kabar Baik‟ berisi empat narasi mengenai kehidupan, ajaran,

kematian, dan juga tentang kebangkitan Yesus. Ada orang yang menyebut

bagian ini sebagai kitab-kitab sejarah, akan tetapi nama itu tidak tepat, karena

maksud pengarang-pengarang bukanlah menulis riwayat hidup Yesus dari

Nazaret atau sejarah gereja mula-mula, melainkan untuk memberi kesaksian.

Injil dibagi menjadi empat yaitu:

7 Becker, Pedoman Dogmatika, h. 44.

8 M.E.Duyverman, Pembimbing kedalam Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1985), h. 35.

Page 28: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

17

a. Injil Matius

Maksud dan tujuan Injil Matius ialah untuk meyakinkan dengan

sistematis dan dengan penuh hormat bahwa Yesuslah Messias yang sudah

dijanjikan oleh Allah di dalam perjanjian Lama. Di dalam Dia itu Kerajaan

Allah telah datang dan nanti akan berkembang sampai kepada kesudahan

alam.

Barang siapa menerima Dia, ia menjadi anak Kerajaan Sorga,terang

dunia, yang kebenarannya melebihi kebenaran yang sebelumnya, dan injil

matius ini ditulis dalam bahasa Yahudi.9

b. Injil Markus

Maksud dari Injil Markus ialah untuk memberi kabar baik tentang

kemenangan Allah atas segala kuasa jahat. Kemenangan ini diwujudkan di

dalam dan oleh Yesus Kristus dan berlaku untuk seluruh dunia. Markus

terutama menunjukan karangannya kepada yang bukan Yahudi.

c. Injil Lukas

Maksud Lukas yaitu untuk memberi kesaksianm yang berdasarkan

kepercayaan, tentang pekerjaan Yesus, yakni bahwa di dalam Dia, menurut

rencana Allah, keselamatan itu disuguhkan sepenuhnya kepada orang yang

bukan Yahudi, orang yang hina-dina, orang berdosa.10

d. Injil Yohanes

Maksud Yohanes bukanlah untuk mengulang hal-hal yang sudah

diketahui melainkan, berdasarkan pengetahuan itu, menembus sampai kepada

intisari kabar suka cita: Allah mengutus AnakNya kedalam dunia, untuk

9 Duyverman, Pembimbing kedalam Perjanjian Baru, h. 46.

10 Duyverman, Pembimbing kedalam Perjanjian Baru, h. 58.

Page 29: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

18

membangkitkan kepercayaan kepadaNya memperoleh kehidupan yang kekal:

hidup dalam persekutuan abadi dengan Bapa dan Anak (Yoh 14:23). Siapa

yang tidak percaya kepadaNya dengan sendiriannya akan dihukum. Dengan

kata-kata injil ini “Semua yang tercantum di sini telah tercatat, supaya kami

percaya, bahwa Yesuslah Messias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh

imanmu memperoleh hidup dalam namaNya” (Yoh 20:31).

B.2 Kisah Para Rasul

Bagian ini berisi catatan sejarah dari kenaikan Yesus, kisah pengabaran

Injil di Yerusalem, Yudea dan Samaria, sampai kepada kisah mengenai

perjalanan misi Paulus ke Roma. Pada dasarnya, bagian ini memuat riwayat

sejarah awal gereja. Berisi mengenai pelayanan para Rasul dalam gereja

perdana dan ada kemungkinan ditulis oleh penulis yang sama seperti pada Injil

Lukas.11

B.3 Surat-Surat Paulus

1. Roma: Telaah yang dilakukan secara sistematis akan pembenaran,

pengkudusan dan pemuliaan, rencana Tuhan atas orang Yahudi dan non

Yahudi.

2. 1 Korintus: Surat ini menyoroti terjadinya perpecahan dalam jemaat dan

teguran kepada pelanggaran susila, masalah pencarian keadilan pada

orang-orang yang tidak beriman dan juga mengenai kebiasaan-kebiasaan

yang salah yang dilakukan pada Perjamuan Kudus. Selain itu juga berisi

mengenai penyembahan berhala, pernikahan dan kebangkitan.

3. 2 Korintus: Berisi pembelaan dari Paulus akan status kerasulannya.

11

Duyverman, Pembimbing kedalam Perjanjian Baru, h. 71.

Page 30: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

19

4. Galatia: Isinya berupa pembuktian Paulus akan kesalahan dari legalisme

yang menganggap hukum Taurat adalah mutlak dalam memperoleh

keselamatan, juga telaah mengenai tempat yang layak bagi anugrah yang

didapatkan dalam hidup orang-orang Kristen.

5. Efesus: Membahas mengenai posisi orang yang percaya di dalam Kristus

dan informasi mengenai peperangan rohani yang terjadi.

6. Filipi: Kisah Paulus tentang pemenjaraannya, kasih sayang kepada

jemaatnya di Filipi. Bagaimana ia mendesak mereka agar menjadi orang

saleh dan memperingatkan bahaya legalisme kepada jemaatnya.

7. Kolose: Fokus Paulus kepada keutamaan Yesus Kristus dalam hal

penciptaan, penebusan dan kekudusanNya.

8. 1 Tesalonika: Berisi pelayanan Paulus kepada jemaat Tesalonika,

mengenai kesucian dan kembalinya Kristus untuk yang kedua kali.

9. 2 Tesalonika: Berisi koreksi-koreksi mengenai pendapat yang salah

tentang Hari Tuhan.

10. 1 Timotius: Instruksi kepada Timotius untuk cara kepemimpinan yang

benar dan cara untuk menghadapi ajaran sesat, mengenai peranan wanita

dalam gereja, doa dan syarat bagi penilik jemaat serta diaken.

11. 2 Timotius: Berisi surat untuk menguatkan diri Timotius.

12. Titus: Paulus dulu meninggalkan Titus di Kreta untuk membimbing

gereja-gereja disana, juga berisi syarat-syarat menjadi penatua gereja dan

penilik jemaat.

Page 31: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

20

13. Filemon: Berisi sepucuk surat kepada seorang pemilik budak mengenai

budaknya yang melarikan diri. Surat ini berisi permohonan ampun Paulus

kepada Filemon agar mengampuni Onesimus, sang budak.

B.4 Surat-Surat Umum/ Surat-Surat Am

1. Ibrani: Berisi sepucuk surat kepada jemaat dari Kristen Yahudi yang

sedang berada di ambang kembali kepada Yudaisme. Isi surat ini

menggambarkan keunggulan Kristus dibandingkan dengan Perjanjian

Lama. Tidak diketahui juga siapa penulisnya tetapi beberapa ahli menilai

gaya tulisannya mirip dengan Paulus, namun bukti-buktinya kurang

mendukung.12

2. Yakobus: Yaitu ajaran tentang hubungan antara iman dengan perbuatan.

3. 1 Petrus: Isi surat dalam sejarah perjanjian baru ini untuk memperkuat

siapapun penerimanya agar tetap rendah hati dalam penderitaan mereka.

4. 2 Petrus: Membicarakan mengenai batin dari tiap-tiap pribadi, adanya

peringatan mengenai ajaran palsu dan juga menyinggung mengenai Hari

Tuhan.

5. 1 Yohanes: Isi suratnya berupa peringatan kepada jemaat terhadap ajaran-

ajaran sesat yang ada pada permulaan sejarah gereja.

6. 2 Yohanes: Berisi puji-pujian untuk mereka yang berjalan di bawah

naungan Kristus dan peringatan untuk tetap berada dalam kasih Tuhan.

7. 3 Yohanes: Ungkapan rasa terima kasih Yohanes kepada Gayus atas

kebaikannya pada jemaat dan juga teguran kepada Diotrefes.

12

Duyverman, Pembimbing kedalam Perjanjian Baru, h. 146.

Page 32: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

21

8. Yudas: Mengungkapkan para guru palsu dan ibarat-ibarat dalam Perjanjian

Lama untuk melukiskan penghakiman pada guru-guru palsu tersebut, dan

nasihat-nasihat untuk meneguhkan iman.

B.5 Kitab Wahyu

Bagian ini merupakan kitab eskatologi atau apokaliptis, yaitu bagian dari

teologi dan filsafat yang berhubungan dengan peristiwa pada masa depan

dalam sejarah dunia atau nasib akhir seluruh umat manusia (kiamat) yang

dikirimkan kepada jemaat-jemaat yang dianiaya oleh Pemerintah Roma dan

berisi anjuran agar mereka dapat tetap setia dalam iman mereka.

Kata eskatologis dibentuk berdasarkan kata Yunani: taeskhata: hal ihwal

yang akhir; khusunya dalam arti theologis: akhir zaman. Kata apokaliptis pun

diambil dari bahasa yunani: apokalyptein artinya membuka tudung,

menyingkapkan, khususnya penyataan tentang akhir zaman itu.13

C. Proses Penulisan

Alkitab ditulis di atas bahan yang berbeda beda. Alkitab yang ada saat ini

usianya sudah berabad-abad. Bahan yang digunakan untuk menulis pada saat

itupun masih kuno.14

Pertama, tanah liat. Tanah liat adalah material paling umum yang

digunakan manusia untuk menulis pada zaman dahulu. Sebuah jarum (alat tulis

berbentuk segitiga) digunakan untuk menuliskan huruf-huruf di tanah liat yang

lunak.

13

Duyverman, Pembimbing kedalam Perjanjian Baru, h. 177. 14

Jonar S, Bibliologi Menyingkap Sejarah Perjalanan Alkitab dari Masa ke Masa,

(Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2013), h. 31.

Page 33: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

22

Kedua, batu. Dua loh batu digunakan untuk menuliskan sepuluh Hukum

Allah. Kitab Keluaran 24:12 mengatakan, "Tuhan berfirman kepada Musa:

Naiklah menghadap Aku, ke atas gunung, dan tinggalah di sana, maka Aku akan

memberikan kepadamu loh batu, yakni hukum dan perintah, yang telah

Kutuliskan untuk diajarkan kepada mereka.

Ketiga, papirus. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini menjelaskan panjang lebar

tentang papirus. Dalam buku itu dikatakan bahwa papirus mengacu pada tiga hal,

yaitu: Tumbuh-tumbuhan air yang besar dari fam ili gelagah. Alat tulis yang

terbuat dari sumsum yang terkandung di dalamnya. Naskah tulisan tangan

(manuskrip) yang menggunakan bahan ini.15

Keempat, Perkamen, dan Vellum. Peerkamen adalah alat tulis yang lebih

awet daripada papirus, semacam kulit binatang yang dibersihkan dan digunakan

sebagai bahan untuk menulis di Palestina pada zaman Roma, seperti yang

digunakan persekutuan Qumran.

Kelima, Logam. Allah menyuruh Musa memberi tahu bangsa Israel, “Juga

haruslah engkau membuat patam dari emas murni dan pada patam itu

kauukirkanlah, diukirkan seperti meterai: Kudus bagi TUHAN” (Kel. 28:36).

Ayub mengeluh, “Ah, kiranya perkataanku ditulis, dicatat dalam kitab, terpahat

dengan besi pengukir dan timah pada gunung batu untuk selama-lamanya!”

(Ayb. 19:23-24). Para penulis Alkitab tidak hanya menggunakan emas tetapi

unsur-unsur yang lain yang tersedia bagi mereka.

15

Jonar S, Bibliologi Menyingkap Sejarah Perjalanan Alkitab dari Masa ke Masa, h. 31.

Page 34: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

23

C.1 Kanonisasi Perjanjian Baru

Setelah Tuhan Yesus naik ke surga, belum sebuah kitab pun ditulis

mengenai diri dan ajaran-Nya, karena belum dirasa perlu para dan saksi mata

utama masih hidup. Jadi Injil masih dalam bentuk verbal, lisan; dari mulut ke

mulut, oleh para rasul. Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah para saksi mata

dan para rasul berkurang, dan semakin banyak ancaman pemberitaan ajaran-ajaran

sesat, oleh karena itu gereja merasakan pentingnya ditentukan kitab-kitab mana

sajakah yang dapat diakui berotoritas sebagai Firman Allah dan kemudian

dikanonisaikan. Kemudian para rasul mulai menuliskan surat-suratnya untuk para

jemaat, lalu perlahan-lahan dibuat salinan surat-surat itu untuk berbagai gereja.

Proses pengkanonan kitab-kitab Perjanjian Baru sedikit berbeda dari

proses pengkanonan kitab Perjanjian Lama, namun tetap memiliki prinsip

dasarnya. Sebagaimana proses pengkanonan kitab Perjanjian Lama tidak melalui

sebuah konferensi,16

demikian juga dengan proses pengkanonan kitab Perjanjian

Baru. Keduanya sama-sama melalui proses waktu yang panjang. Kitab-kitab yang

terkandung di dalam kedua kelompok kitab itu diakui satu persatu. Misalnya kitab

Musa yang terdiri dari kitab Kejadian sampai Ulangan itu adalah yang pertama

diakui sebagai Taurat (hukum) yang diberikan Allah kepada bangsa Israel.

Demikian juga kitab-kitab Perjanjian Baru diakui oleh jemaat Kristen satu

persatu.17

Sebelum sampai pada proses pengkanonan, terlebih dahulu didahului

proses penulisan (composing) yang berkisar dari sekitar tahun 50 sampai sekitar

100 Masehi. Kemudian dilanjutkan dengan proses pengumpulan (collecting) yang

16

John Drane, Memahami Perjanjian Baru Pengantar Historis-Teologis, (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 2002), h. 185. 17

Haskin, Pengantar Perjanjian Baru, h. 345.

Page 35: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

24

berkisar dari tahun 100 sampai 200 Masehi. Proses pengumpulan ini adalah proses

dimana orang-orang percaya mengumpulkan surat-surat atau tulisan rasul-rasul

untuk kebutuhan jemaat maupun kebutuhan pribadi. Sesudah masa pengumpulan

kemudian diikuti masa pembandingan (comparing), yang berkisar dari tahun 200

sampai 300 Masehi. Proses pembandingan ini ialah proses dimana tiap-tiap jemaat

lokal berusaha membanding-bandingkan hasil koleksi mereka. Sesudah itu

kemudian diikuti dengan masa pelengkapan (completing), yang berkisar dari

tahun 300 sampai 400 Masehi. Masing-masing jemaat melengkapi hasil koleksi

mereka. Surat yang kurang di satu jemaat, dilengkapi oleh jemaat yang lain. Ini

adalah fenomena garis besar proses pengkanonan kitab-kitab Perjanjian Baru.18

Kanonisasi Perjanjian Baru dimulai sekitar tahun 200 M.19

Pada masa itu

mulai disusun daftar-daftar kitab suci yang kurang semakin resmi. Seratus tahun

pertama gereja Kristen kanonnya hanya terdiri dari Perjanjian Lama. Namun

sebelum tahun 100 M, sebagian dari kitab-kitab Perjanjian Baru sudah ditulis.

Hingga abad ke-2 M, barulah kitab-kitab Injil dan tulisan Paulus diangkat

kedudukannya sebagai kanon. Kita tahu sebelumnya bahwa Perjanjian Lama pada

mulanya adalah Kitab Suci yang hanya milik orang-orang Yahudi, ketika gereja

awal Kristen mengakui Perjanjian Lama sebagai kanon maka mulailah gereja

menghadapi tugas bagaimana menafsirkan Perjanjian Lama kalau dibandingkan

dengan Yudaisme.20

Misalnya pada tahun 190 M di Roma muncul sebuah daftar

yang dinamakan Kanon Muratori. Kanon Muratori yaitu kanon tertua yang

18

“Kanon Alkitab” diakses pada 19 Juli 2019 dari http://www.sarapanpagi.org/kanon-

alkitab-vt142.html 19

Van den End, Harta dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2009), h. 40-42. 20

Bernhard Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen: dari Abad Pertama sampai Masa

Kini, Penerjemah A. A. Yewangoe (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), h. 31 - 32

Page 36: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

25

disimpan sebagai sebuah fragmen dalam sebuah naskah salinan dari 100 tahun

VIII. Nama Muratori yaitu nama seorang pustakawan Milano, L.A. Muratori yang

menemukan fragmen tersebut dan menerbitkannya pada tahun 1740.21

Kanon ini

ada isinya daftar kitab-kitab yang dipakai jemaat di Roma dan sejumlah karangan

yang diasumsikan palsu. Daftar ini meliputi beberapa besar Perjanjian Baru

seperti yang kita ketahui masa sekarang, dan menambahkan Wahyu Petrus dan

Kebijaksanaan Salomo. Kumpulan yang muncul di kemudian hari telah mencerai-

beraikan satu buku dan membiarkan lainnya, namun semuanya itu tetap mirip.

Karya-karya seperti Gembala Hermas, Didache dan Surat Barnabas sangat

disanjung, meskipun banyak orang enggan mengakui buku itu sebagai tulisan

yang diiihami.

Pada tahun yang sama, ada orang-orang yang menulis kitab-kitab tentang

Yesus dan surat-surat ke gereja-gereja, yang tidak termasuk kanon. Lambat laun

gereja-gereja mulai jelas mengenai kitab-kitab mana yang diilhami oleh Roh

Kudus. Pada abad ke-2 M kanon Perjanjian Baru telah lengkap.22

Hal ini kita bisa

ketahui dari:

1. The Old Syriac terjemahan Perjanjian Baru pada abad kedua dalam bahasa

Syria. Semua kitab ada, kecuali: 2 Petrus, 2 Yohanes, 3 Yohanes, Yudas, dan

Wahyu.

2. Justin Martyr pada tahun 140 M. Semua kitab Perjanjian Baru ada, kecuali:

Filipi dan 1 Timotius.

3. Polycarp pada tahun 150 M pernah mengutip: Matius, Yohanes, sepuluh surat

Paulus, 1 Petrus, 1 Yohanes dan 2 Yohanes.

21

C. Groenen, "Pengantar ke dalam Perjanjian Baru".(Yogyakarta: Kanisius, 2006), h.

76. 22

Haskin, Pengantar Perjanjian Baru, h. 345.

Page 37: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

26

4. Irenaeus (murid Polycarp) pada tahun 170 M. Semua kitab Perjanjian Baru

ada, kecuali: Filemon, Yakobus, 2 Petrus, dan 3 Yohanes.23

5. The Muration Canon pada tahun 170 M. Semua Perjanjian Baru ada, kecuali:

Ibrani, Yakobus, 1 Petrus dan 2 Petrus (sama dengan The Old Latin).

6. The Old Latin sebuah terjemahan sebelum tahun 200 M. Terkenal sebagai

Alkitab dari gereja Barat. Semua Perjanjian Baru ada, kecuali Ibrani,

Yakobus, 1 Petrus dan 2 Petrus.

7. Codex Barococcio pada tahun 206 M. Semua kitab Perjanjian Lama dan

Perjanjian Baru ada, kecuali: Ester dan Wahyu.24

8. Origen pada sekitar tahun 230 M menulis daftar kitab-kitab Perjanjian Baru,

sebagai berikut: ke-4 Injil, Kisah Para Rasul, ke-13 surat-surat Paulus, 1

Petrus, 1 Yohanes dan Wahyu.

9. Pada tahun 367, Athanasius, uskup Alexandria yang ortodoks dan

berpengaruh itu, menulis "Surat Paskah" yang beredar cukup lapang.25

Di

dalamnya dia menyebut kedua puluh tujuh buku yang sekarang kita kenal

dengan nama Perjanjian Baru. Dengan harapan mencegah jemaatnya dari

kekeliruan, Athanasius menyalakan bahwa tiada buku lain bisa diasumsikan

sebagai Injil Kristen, meskipun dia longgarkan beberapa, seperti Didache,

yang menurutnya, akan berjasa untuk ibadah pribadi. Kanon yang dihasilkan

Athanasius tidak menempatkan masalah.26

10. Jerome pada tahun 382 M, Ruffinua pada tahun 390 M dan Augustine pada

tahun 394 M mencatat kanon Perjanjian Baru sebanyak 27 kitab.

23

Duyverman, Pembimbing kedalam Perjanjian Baru, h. 196. 24

Duyverman, Pembimbing kedalam Perjanjian Baru, h. 204. 25

Duyverman, Pembimbing kedalam Perjanjian Baru, h. 199. 26

Haskin, Pengantar Perjanjian Baru, h. 347.

Page 38: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

27

11. Akhirnya pada tahun 397 M, Konsili gereja Kartago mengesahkan daftar

kanon tersebut, tetapi gereja-gereja wilayah Barat agak lamban menempatkan

kanon. Pergumulan berlanjut atas kitab-kitab yang dipertanyakan, meskipun

pada kesudahannya semua pihak menerima Kitab Wahyu. Pada kesudahannya,

daftar kanon yang dihasilkan Athanasius mendapat pengakuan umum, dan

sejak itu gereja-gereja di seluruh dunia tidak pernah menyimpang dari

kebijakannya.

12. Eusebius di awal abad ke 4 menyebut semua kitab Perjanjian Baru.

Penetapan kanon yang berwibawa adalah pertahanan utama Gereja

melawan pandangan-pandangan kaum bid’ah yang sering kali persuasif. Kriteria

untuk menetapkan yang mana kitab-kitab itu masuk dalam kanon adalah : Ditulis

oleh seorang rasul, Tahan ujinya kesaksian kitab-kitab itu tentang Yesus Kristus,

Persetujuan luas di antara Gereja-Gereja tentang nilai rohani kitab-kitab itu.

Mengenai kitab-kitab mana yang layak dan bisa diberi isi ke dalam kanon

Perjanjian Baru mengonsumsi waktu yang sangat lama,27

akan tetapi ada beberapa

hal yang dihasilkan menjadi landasan kanonisitas Perjanjian Baru, yaitu: Tidak

jauh dengan tradisi kerasulan, Diterima secara umum di kalangan jemaat

(katolisitas), Bergantung pada ortodoksi.

Buku-buku yang paling penting seperti empat Injil dan surat-surat Paulus

sejak akhir abad ke-2 dan seterusnya telah dipandang sebagai kanon Perjanjian

Baru, baik di Timur maupun di Barat.28

Dan sejak abad ke-5 M hampir setiap

27

Lubis, Perbandingan Agama Kristen dan Islam, h. 312. 28

Kadang-kadang dikatakan (khususnya oleh Harnack), bahwa formasi atau pembentukan

kanon Perjanjian baru secara menentukan dipengaruhi oleh Marcion. Marcion yang mempunyai

ide-ide aliran gnostik tertentu, menciptakan kanonnya sendiri tidak lama sebelum pertengahan

abad ke-2. Ia membuang Perjanjian lama, demikian pula banyak tulisan lainyang kemudia oleh

gereja dimasukkan dalam kanon Perjanjian Baru. Kanonnya yang mencakup Injil Lukas dan

Page 39: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

28

orang Kristen, di mana saja di dunia ini, berpegang pada Perjanjian Baru sebagai

suatu kumpulan tulisan yang terdiri dari dua puluh tujuh kitab.29

Proses pengkanonan berkembang secara alamiah dari saling

membandingkan hasil koleksi di kalangan jemaat-jemaat lokal sampai akhirnya

secara universal mengakui dan menerima ke-27 kitab Perjanjian Baru sebagai

kitab-kitab yang diilhamkan Allah.

C.2 Teori sumber-sumber

a. Teori dua sumber

Salah satu diantara teori-teori yang paling terkenal didalam penelitian

Penjanjian Baru, ada teori yang mengatakan bahwa Injil Markus ditulis lebih

dahulu, dan teori ini beranggapan bahwa Matius dan Lukas mendasarkan

penulisan Injilnya pada Injil Markus dan suatu sumber lainnya yang disebut

"Q" dari bahasa jerman quelle , artinya sumber. Teori ini mengajarakan bahwa

Kitab Matius dan Lukas mengambil bahan yang sama dari Markus, dan kitab

Markus merupakan Injil yang ditulis paling awal. Ide mengenai suatu sumber

yang disebut "Q" ini sebenarnya adalah suatu perkembangan yang relatif baru

dalam penelitian sebagian dari peneliti Perjanjian Baru.30

Banyak orang beranggapan bahwa persesuaian-persesuaian yang luas

diantara ketiga Injil ini menunjukkan semacam kerja sama penulisan. Selama

abad yang terakhir para sarjana Perjanjian Baru telah berusaha untuk

sepuluh surat pertama Paulus, merupakan kanon Perjanjian Baru yang pertama. Baca Lohse,

Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 35 29

Richard W. Haskin. “Kanonisasi Perjanjian Baru” diakses pada 19 Juli 2019 dari

http://www.alkitab.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=149&Itemid=131 30

Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia,

2006), h. 29.

Page 40: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

29

menjelaskan gejala ini. Salah satu faktor yang menyulitkan ialah bahwa

banyak kali ini satu Injil memberi gambaran yang berbeda dari satu atau kedua

Injil lainnya.

Usaha pencarian akan suatu cara penyelesaian mengenai bagaimana

persamaan dan ketidaksamaan ini sampai terjadi dikenal sebagai " Problema

Sinoptik", sedangkan bidang studi yang menekuni cara-cara penyelesaian

problema ini disebut dengan "Kritisisme Sumber".

Gereja mula-mula tidak terlalu menaruh perhatian akan masalah ini.

Mereka berpendapat bahwa penulis-penulis Injil mencatat informasi mereka

dari ingatan pribadi dan dari laporan-laporan orang pertama. Pendapat ini

menentang perlunya saling menyalin atau perlunya suatu sumber tertulis yang

umum.

Menurut kesaksian EUSEBIUS, seorang penulis di zaman Gereja mula-

mula, Injil yang pertama-tama ditulis adalah Injil Matius. Eusebius

menceritakan bahwa Matius menuliskan Injilnya menjelang keberangkatannya

dari negeri Palestina. Kisahnya itu sebagian besar didasarkan oleh

pengalamannya sendiri sebagai seorang murid Yesus Kristus.31

CLEMENTS dari Aleksandria berpendapat bahwa Markus mendasarkan

Injilnya atas kenang-kenangan Petrus, sedangkan Lukas memberi kesaksian

bahwa karyanya diambil dari banyak sumber (Lukas 1:1-4).

Meskipun hampir semua sarjana pada abad permulaan masehi setuju

bahwa Injil Matius lah yang ditulis pertama, namun pada abad ke 19 ada

hipotesis teori yang mengatakan bahwa Markuslah yang pertama kali ditulis.

31

Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, h. 198

Page 41: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

30

Dewasa ini kebanyakan buku yang menulis "problema sinoptik" menyatakan

teori ini. Maka timbullah keperluan akan teori ini kebanyakan buku yang

menulis "problema sinoptik" menyatakan teori ini. Maka timbullah keperluan

akan teori "dua sumber" (Markus dan Q) untuk menjelaskan bahan-bahan

yang dijumpai didalam Matius dan Lukas, tetapi tidak ada dalam Markus.

Ada alasan yang layak untuk mempertanyakan TEORI Q ini bahwa Matius

dan Lukas menggunakan "Q" selain Injil Markus sebagai sumber materinya,

sebagai berikut :

1. Bahwa dokumen yang bernama "Q" itu tidak pernah ditemukan.

2. Tidak ada persetujuan mengenai keterangan-keterangan apa yang terdapat

dalam dokumen "Q".

3. Tidak ada ksaksian historis mengenai adanya suatu dokumen macam "Q"

ini dari siapapun, baik ahli sejarah atau penulis.

4. Seperti yang telah dijelaskan, fakta-fakta sejarah tidak menunjukkan

Markus sebagai Injil yang pertama-tama ditulis, suatu hal yang penting

demi teori ini.

Dengan demikian teori sumber "Q" adalah hypothesis saja diantara

sebagian peneliti-peneliti Alkitab. Dengan pandangan mereka yang

mendasarkan karena Injil Markus isinya mirip dengan Matius dan Lukas,

maka diperkirakan mereka mengambil dari sumber yang sama.32

Namun

Sumber "Q" sendiri tak pernah ada ditemukan.

32

Drane, Memahami Perjanjian Baru Pengantar Historis-Teologis, h. 198.

Page 42: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

31

b. Teori empat sumber

Streeter mengusulkan empat sumber asli yang berdiri selain bentuk tulisan

akhir dari injil-injil itu: Markus di Roma kira-kira tahun 60 masehi. “Q” di

Antiokhia kira-kira tahun 50 Masehi, “M” (kata-kata pribadi sumber dari

Matius) di Yerusalem kira-kira tahun 65 masehi, dan “L”(sumber pribadi

Lukas) di Kaisarea kira-kira tahun 60 masehi.

Teori ini menyebutkan bahwa Markus merupakan Injil pertama yang

ditulis dan bahwa Matius dan Lukas menggunakan baik Markus dan Q secara

independen, lazimnya disebut “hipotesis dua sumber”. Namun disamping itu

mereka juga memberi tempat bahwa ada sumber-sumber khusus yang lain

yang digunakan oleh Matius dan Lukas, yaitu bahan-bahan tradisi yang hanya

dikenal dan dipakai oleh salah satu dari mereka.33

Bahan-bahan khas ini lazimnya diberi tanda “L” dan “M”. “M” merupakan

“kata-kata” pribadi sumber dari Matius yang ditulis sekitar tahun 65 Masehi

dan “L” sumber pribadi Lukas ditulis di Kaisarea sekitar tahun 60 Masehi,

sedangkan “Q” ditulis di Antiokhia sekitar tahun 50 Masehi dan Markus

ditulis di Roma sekitar tahun 60 Masehi.

D. Standar Legalitas

Standar legalitas yang pertama yaitu Kitab Apokrif memuat campuran

antara legenda dan sejarah, serta fakta dan khayalan yang janggal. Terkadang doa

dan pernyataan yang tertulis di dalamanya menyatakan pengalaman rohani

tertinggi. Selain intu kitab apokrif juga tidak diketahui asal-usulnya, dilupakan

33

Drane, Memahami Perjanjian Baru Pengantar Historis-Teologis, h. 200.

Page 43: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

32

dan dianggap palsu. Kitab Apokrif muncul pada sekitar waktu tenggang antara

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yaitu setelah zaman Nabi Maleakhi sampai

menjelang kemunculan Yohanes Pembaptis.34

Kitabi ini diperkirakan ditulis pada

200 SM-100 M. penulisnya pun tidak dapat dipastikan atau dilacak. Kitab apokrif

mencakup dua kategori, yaitu:

a. Kitab yang ditulis Yahudi di Palestina dalam bahasa Ibrani dan Aramik.

Sebagian besar berisi tentang catatan sejarah dan legenda, seperti Kitab 1

Makabe, 2 Makabe dan Yudit.

b. Kitab yang ditulis oleh orang Yahudi yang sudah dipengaruhi bahasa

Yunani, kitab ini merupakan karya sastra yang bernilai. Isi kitab ini

banyak dicapuri filsafat dan ajaran Yunani.

Kitab yang disebut kitab Apokrifa (oleh gereja Protestan) malah dianggap dan

disebut sebagai kitab deutero-kanonika (kanon kedua) bagi gereja katolik.

Sedangkan menurut gereja Katolik Roma, kitab apokrif adalah kitab

pseudepigrafa, yang menurut gereja Protestan, sebagian besar kitab ini munvul

dalam alam Yahudi pada sekitar Perjanjian Lama.

Standar legalitas yang kedua yaitu istilah kanon. Dalam istilah kekristenan, hal

ini berarti peraturan tertulis mengenai iman, yaitu daftar kitab-kitab asli dan

berkuasa, yang menjadi firman Tuhan yang telah diilhamkan.

Istilah kanon menunjuk pada standar yang digunakan untuk mengukur kitab

manakah yang ditentukan sebagai kitab yang diilhamkan dan yang tidak. Hal yang

penting untuk dicatat adalah konsili agama tidak pernah berkuasa untuk membuat

34

Jonar S, Bibliologi Menyingkap Sejarah Perjalanan Alkitab dari Masa ke Masa, h. 143.

Page 44: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

33

kitab diilhamkan. Mereka hanya sekedar mengenali kitab manakah yang

diilhamkan Allah saat kitab-kitab ditulis.35

Woodrow Kroll menyebutkan lima kriteria yang dapat digunakan dalam

memutuskan hal-hal yang seharusnya dimasukkan dalam Alkitab yaitu:

penulisannya, penerimaan gereja setempat, pengakuan para tua-tua gereja,

topiknya, pendidikan pribadi.

35

Jonar S, Bibliologi Menyingkap Sejarah Perjalanan Alkitab dari Masa ke Masa, h. 191.

Page 45: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

34

BAB III

KODIFIKASI AL-HADITS

A. Apa itu al-Hadits

Secara etimologi, sunnah atau al-Hadits berarti tata cara. Menurut pengarang

kitab Lisan al-„Arab mengutip pendapat Syammar, Sunnah pada mulanya berarti

cara atau jalan, yaitu jalan yang dilalui orang-orang dahulu kemudian diikuti oleh

orang-orang belakangan. Sejarah perkembangan studi hadis dari fase ke fase menarik

untuk diperbincangkan, mengingat peran hadis sangat begitu sentral bagi umat Islam,

sebagaimana peranya sebagai sumber primer ajaran Islam, bahkan pelengkap

keberadaan al-Quran. Sehingga keberadaan hadis menjadi sangat urgen sekali untuk

mengungkap ajaran al-Quran yang masih bersifat global.1 Sebagaimana kita ketahui,

pada awal perkembangannya, studi hadis mengalami perkembangan yang sangat

begitu pesat, sehingga studi hadis menjadi bahasan populer kala itu, sebab di masa-

masa sebelumnya para sahabat lebih fokus dalam mengkaji al-Quran. Kajian hadis

memasuki puncak kepopuleranya ketika memasuki masa tadwin pada abad ke II

hijriah yang dikomandoi oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz,2 Khalifah Umar bin

Abdul Aziz memang dikenal berbeda dengan khalifah-khalifah sebelumnya, karena

Umar bin Abdul Aziz merupakan pencetus kodifikasi hadis,3 sehingga ketika itu,

1 Muh. Tasrif, “Studi Hadis di Indonesia (Telaah Historis terhadap Studi Hadis dari Abad

XVII hingga Sekarang)”, Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Quran-Hadis, (Vol. 05, No. 01, Januari 2004), hlm.

116. 2 Miftakhul Asror, Imam Musbikhin, Membedah Hadis Nabi SAW (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar: 2015), h. 56. 3 Saifuddin Zuhri Qudsi, “Umar bin Abdul Aziz dan Semangat Penulisan Hadis”, ESENSIA,

( Vol. XIV No. 2 Oktober, 2013), h. 258.

Page 46: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

35

hadis menjadi sebuah bahan kajian yang begitu menggiurkan, bahkan pasca setelah

tadwin muncul berbagai karya kitab yang sangat luar biasa, sebagaimana munculnya

ragam literatur hadis.4 Namun sayang, perkembangan studi hadis sempat terkendala

sejak tahun 656 H hingga 911 H, karena diakibatkan oleh kejumudan umat Islam

hingga waktu itu, sampai akhirnya perkembangan hadis tahun 656 H hingga 911 H

mengalami perkembangan kembali dan sudah sampai menerbitkan isi kitab-kitab

hadis, menyaringnya serta menyusun kitab-kitab takhrij.5 Dan setelah masa itu, para

ulama pra kontemporer juga semakin geliat untuk mengembangan kajian hadis,

puncaknya kembali memasuki era kontemporer hadis menjadi suatu kajian yang

sangat begitu di minati dari kalangan pesantren hingga akademisi. Bahkan memasuki

era-era globalisasi, hadis sudah mulai dimasukan didalamnya guna memberikan

kemudahan bagi pengkaji hadis kajian.

B. Klasifikasi al-Hadits

B.1 Dari segi Jumlah Periwayat

Dalam menyampaikan sebuah hadis terkadang Nabi berpendapat dengan

orang yang jumlahnya amat banyak, terkadang dengan beberapa orang, terkadang

pula hanya dengan satu atau dua orang saja. Demikian juga halnya dengan Sahabat

Nabi, untuk menyampaikan hadis tertentu ada yang didengar oleh banyak murid,

bahkan ada yang hanya didengar oleh satu orang saja. Begitu seterusnya sampai

generasi yang mengabadikan hadis dalam kitab-kitab. Sudah barang tentu, informasi

4 Musbikhin, Membedah Hadis Nabi SAW, h. 56.

5 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis (Semarang:

PT. Pustaka Rizki Putra, 1999), h 105.

Page 47: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

36

yang dibawa oleh hanya satu atau dua orang. Maka, ada pembagian hadis dari segi

jumlah periwayat, yaitu: Hadis Mutawatir, Hadis Masyur dan Hadis Ahad.6

1. Hadis Mutawattir

Ada beberapa orang merumuskan Hadis Mutawatir dengan kalimat yang

berbeda-beda tetapi maksudnya sama. Pada intinya yaitu, hadis yang diriwayatkan

oleh banyak orang di setiap generasi, sejak generasi sahabat hingga generasi akhir

(Penulis kitab), orang banyak tersebut layaknya mustahil sepakat untuk bohong.

Hadis Mutawatir berada di tingkatan paling tinggi dalam meyakini penerima

informasi. Ia sejajar dengan al-Qur‟an, dalam arti, sama diriwayatkan secara

Mutawatir. Hadis Mutawatir ada dua yaitu Mutawatir Lafzhi (mutawatir redaksinya)

dan Mutawatir Ma‟nawi (Mutawatir redaksinya berbeda-beda).7

2. Hadis Masyur

Hadis Masyur yaitu hadis yang diriwayatkan dari Nabi oleh beberapa Sahabat

tetapi tidak mencukupi tingkat Mutawatir karena sedikitnya orang dalam

periwayatannya. Derajat Hadis Masyur tidak setinggi mutawatir, kalau riwayat

mutawatir mendatangkan ilmu yakin, maka riwayat hadis masyur membuat hati

tumakninah, karena membuat orang cenderung yakin bahwa informasinya berasal

dari Nabi.

3. Hadis Ahad

Hadis Ahad yaitu hadis yang diriwayatkan oleh satu orang, dua atau sedikit

orang yang tidak mencapai derajat masyhur, apalagi mutawatir. Keterikatan ikatan

6 Muh Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis & Metodologis, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,

1997), h. 83. 7 Bustamin. M.SI, dasar-dasar ilmu Hadis, (Jakarta : Ushul Press, 2009), h. 133.

Page 48: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

37

orang islam terhadap inforamasi hadis ahad tergantung pada kualitas periwayatnya

dan kualitas persambungan sanadnya. Bila sanad hadis itu tidak bersambung atau ada

periwayat yang tidak dapat dipercaya kendati sanadnya bersambung maka hadis itu

bagai dasar beramal. Sebaliknya jika sanadnya bersambung dan kualitas

periwayatnya bagus maka menurut jumhur, hadis itu harus dijadikan dasar.8

B.2 Dari Segi Penerimaan dan Penolakan

Sesuai dengan sejarah perjalanan hadis, ternyata tidak semua yang disebut

hadis berasal dari Nabi. Dalam menentukan dapat diterima dan ditolaknya hadis

tidak cukup hanya dengan memperhatikan terpenuhinya syarat-syarat diterimanya

rawi yang bersangkutan.9 Apalagi kita mengetahui hadis palsu itu memang ada.

Benar bahwa tadinya, hadis itu segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi, yang

fungsinya sebagai rujukan dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam.

Selanjutnya apa yang dinisbatkan kepada sahabat pun disebut hadis, bahkan, yang

disandarkan kepada tabi‟in.10

Di masa Imam al-Bukhori, Imam Muslim, dan imam-imam sebelumnya, nilai

hadis itu ada dua. Yang maqbul disebut shahih, dan yang mardud disebut dhaif.

B.2.a Hadis Shahih

Hadis Shahih adalah hadis yang musnad (yang sanadnya bersambung,

semenjak Nabi, Sahabat, hingga periwayat terakhir). Periwayatnya orang yang

memiliki sifat adil (periwayat tidak pernah bohong apalagi pembohong) dan

8 Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis & Metodologis, h. 84.

9 Dr. Nurddin „Itr, Ulumul Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 239.

10 Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis & Metodologis, h. 85.

Page 49: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

38

dhabith (Periwayat tidak pelupa).11

Informasi hadisnya tidak syadz (tidak

bertentangan dengan informasi yang lain yang dibawa oleh orang yang

berkualitas atau dalil lain lebih kuat). Hadis yang diriwatkan tidak cacat, seperti

tidak ada pengelabuhan dengan cara menyambung sanad hadis yang sebenarnya

memang tidak bersambung, atau mengatasnamakan dari Nabi, padahal

sebenarnya bukan dari Nabi.12

Sumber-sumber hadis sahih yang paling masyhur

di antaranya adalah sahih al-Bukhari dan sahih muslim.

B.2.b Hadis Hasan

Sebenarnya hadis hasan itu sama dengan hadis shahih, bedanya kalau di

dalam hadis shahih semua periwayatnya harus sempurna kedhabitannya, maka

dalam hadis hasan, ada perawi yang kedhabitannya,kecermatan atau hafalannya

kurang sempurna (pelupa).

B.2.c Hadis Dha’if

Setiap hadis yang tidak ada padanya sifat-sifat hadis shahih dan hadis

hasan. Para ahli hadis mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadis ini bisa

dilihat dari dua jurusan, yaitu sanad hadis dan matan hadis. Mengingat bahwa

hadis dhaif memiliki dampak yang sangat besar bagi agama, para imam hadis

menyusun kitab untuk mengungkap problematika hadis dhaif dan menjelaskan

sebab-sebab kedhaifan, agar jelas mana hadis yang dapat menjadi kuat atau

11

„Itr, Ulumul Hadis, h. 242. 12

Bustamin, dasar-dasar ilmu Hadis, h. 144.

Page 50: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

39

dapat diamalkan dalam fardha il al-a‟mal dan mana hadis yang tidak dapat

diamalkan sama sekali.13

Sumber-sumber dhaif yang terpenting diantarnya sebagai berikut.

1. Kitab-kitab yang disusun oleh para ulama tentang para rawi yang dhaif

sebagaimana yang telah disebutkan dimuka. Sehubungan dengan uraian

setiap rawi; mereka mencontohkan beberapa hadis yang diriwayatkannya

untuk menjelaskan kedhaifannya atau sebagai dalil kedhaifan rawi itu.

Hadis-hadis tersebut termasuk kategori hadis yang sering disebut dhaif

secara mutlak, yakni hadis yang dhaif katena jarh rawinya.

2. Kitab-kitab yang telah ditegaskan oleh para ulama bahwa apabila ada

hadis yang hanya terdapat dalam salah satu kitab hadis, maka hadis

tersebut adalah dhaif

3. Kitab-kitab yang disusun para ulama tentang hadis dhaif yang bukan

karena jarh pada para rawi, seperti kitab-kitab yang membuat hadis-hadis

mursal, mudraj, mushahhaf, dan kitab al-ilal.

C. Proses Kodifikasi al-Hadits

Kodifikasi hadis yang dimaksud di sini adalah penulisan, penghimpunan dan

pembukuan hadis-hadis Nabi yang dilakukan berdasarkan perintah resmi khalifah

„Umar ibn Abdul al-Aziz (99-101 H/717-720 M), Khalifah kedelapan Bani Umayah,

yang kemudian kebijakannya itu ditindaklanjuti oleh para ulama di berbagai daerah

13

„Itr, Ulumul Hadis, h. 304.

Page 51: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

40

hingga pada masa-masa berikutnya hadis-hadis terbukukan dalam kitab-kitab hadis.14

Proses kodifikasi al-Hadits penulis membagi menjadi tiga periode yaitu masa

Rasulullah SAW, masa sahabat dan masa Tabi‟in. Adapun periode tersebut

dijelaskan sebagai berikut:

C.1 Hadis Pada Masa Rasulullah SAW

Membicarakan Hadis pada masa Rasulullah SAW berarti membicarakan

Hadis pada awal kemunculannya. Uraian ini akan terkait langsung kepada Rasulullah

SAW sebagai sumber Hadis. Rasulullah SAW membina umat islam selama 23 tahun.

Masa ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu sekaligus diwurudkannya hadis.15

Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai

pewaris pertama ajaran islam.

Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadaanya dijelaskannya melalui

perkataan, perbuatan, dan pengakuan atau penetepan Rasulullah SAW. Sehingga apa

yang disampaikan oleh para sahabat dari apa yang mereka dengar, lihat, dan saksikan

merupakan pedoman. Rasulullah adalah satu-satunya contoh bagi para sahabat,

karena Rasulullah memiliki sifat kesempurnaan dan keutamaan yang berbeda dengan

manusia lainnya.

Adapun metode yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam mengajarkan

Hadis kepada para sahabat sebagai berikut:

1. Para sahabat berdialog langsung dengan Rasulullah SAW

2. Para sahabat menyaksikan perbuatan dan ketetapan Rasulullah SAW

14

Dr. Idri, M.Ag, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 93. 15

Muhammad Ali Al-Shobuni, Al-Tibyan Fi „Ulumil qur‟an (Madinah: Daru Al-Shobuni,

2003), h. 29.

Page 52: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

41

3. Para sahabat mendengarkan perkataan sesama sahabat yang diperoleh dari

Rasulullah SAW.

4. Para sahabat menyaksikan perbuatan sesama sahabat yang diperoleh dari

Rasulullah SAW.16

C.2 Hadis Pada Masa Sahabat Besar (Khulafa` al-Rasyidun)

Nabi wafat pada tahun 11 H, kepada umatnya beliau meninggalkan dua

pegangan sebagai dasar pedoman hidupnya, yaitu al-Qur‟an dan Hadis yang harus

dipegangi bagi pengaturan seluruh aspek kehidupan umat. Setelah Nabi saw wafat,

kendali kepemimpinan umat Islam berada di tangan sahabat Nabi. Sahabat Nabi yang

pertama menerima kepemimpinan itu adalah Abu Bakar as- Shiddiq ( wafat 13 H/634

M) kemudian disusul oleh Umar bin Khatthab (wafat 23 H/644 M), Utsman bin Affan

(wafat 35 H/656 M), dan Ali bin Abi Thalib (wafat 40 H/661 M). keempat khalifah

ini dalam sejarah dikenal dengan sebutan al-khulafa al-Rasyidin dan periodenya biasa

disebut juga dengan zaman sahabat besar.17

Sesudah Ali bin Abi Thalib wafat, maka berakhirlah era sahabat besar dan

menyusul era sahabat kecil. Dalam pada itu munculah para tabi‟in yang bekerjasama

dalam perkembangan pengetahuan dengan para sahabat Nabi yang masih hidup pada

masa itu. Diantara sahabat Nabi yang masih hidup setelah periode al-Khulafa al-

Rasyidin dan yang cukup besar peranannya dalam periwayatan hadis Nabi saw ialah

„A‟isyah istri Nabi (wafat 57 H/578 M), Abu Hurairah (wafat 58 H/678 M),

16

Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), h. 39. 17

M. Syuhudi Ismail, Kaedah-Kaedah Keshahehan Sanad Hadits (Jakarta: Bulan Bintang,

1995), h. 41.

Page 53: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

42

„Abdullah bin Abbas (wafat 68 H/687 M), Abdullah bin Umar bin al-Khatthab (wafat

73 H/692 M), dan Jabir bin Abdullah (wafat 78 H/697 M).18

Para sahabat mengetahui kedudukan As-Sunnah sebagai sumber syari‟ah

pertama setelah al-Qur‟an Al-karim. Mereka tidak mau menyalahi as-Sunnah jika as-

Sunnah itu mereka yakini kebenarannya, sebagaimana mereka tidak mau berpaling

sedikitpun dari as-Sunnah warisan beliau. Mereka berhati-hati dalam meriwayatkan

hadis dari Nabi saw. karena khawatir berbuat kesalahan dan takut as-Sunnah yang

suci tiu ternodai oleh kedustaan atau pengubahan. Oleh karena itu mereka menempuh

segala cara untuk memelihara hadis, mereka lebih memilih bersikap “sedang dalam

meriwayatkan hadis” dari Rasulullah., bahkan sebagian dari mereka lebih memilih

bersikap “sedikit dalam meriwayatkan hadis”.19

Periode sahabat disebut dengan

“‟Ashr al-Tatsabut wa al-Iqlal min al-riwayah” yaitu masa pemastian dan

menyedikitkan riwayat. Dalam prakteknya, cara sahabat meriwayatkan hadis ada dua,

yakni:20

1. Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi saw

yang mereka hafal benar lafazhnya dari Nabi saw.

2. Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya bukan dengan

lafazhnya karena tidak hafal lafazhnya asli dari Nabi saw.

Berikut ini dikemukakan sikap al-Khulafa al-Rasyidin tentang periwayatan hadis

Nabi.

18 Ismail, Kaedah-Kaedah Keshahehan Sanad Hadis , h. 41.

19 Akrom Fahmi, Sunnah Qabla Tadwin (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 124.

20 H. Endang Soetari, Ilmu Hadis (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), h. 46.

Page 54: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

43

C.2.a Abu Bakar al-Shiddiq

Menurut Muhammad bin Ahmad al-Dzahabiy (wafat 748 H/1347 M), Abu

Bakar merupakan sahabat Nabi yang pertama-tama menunjukkan kehati-

hatiannya dalam meriwayatkan hadis.21

Pernyataan al-Dzahabiy ini didasarkan

atas pengalaman Abu Bakar tatkala menghadapi kasus waris untuk seorang nenek.

Suatu ketika, ada seorang nenek menghadap kepada Khalifah Abu Bakar,

meminta hak waris dari harta yang ditinggalkan cucunya. Abu Bakar menjawab,

bahwa ia tidak melihat petunjuk al-Qur‟an dan prektek Nabi yang memberikan

bagian harta waris kepada nenek. Abu Bakar lalu bertanya kepada para sahabat.

Al-Mughirah bin Syu‟bah menyatakan kepada Abu Bakar, bahwa Nabi telah

memberikan bagian harta warisan kepada nenek sebesar seperenam bagian. Al-

Mughirah mengaku hadir tatkala Nabi menetabkan kewarisan nenek itu.

Mendengar pernyatan tersebut, Abu Bakar meminta agar al-Mughirah

menghadirkan seorang saksi. Lalu Muhammad bin Maslamah memberikan

kesaksian atas kebenaran pernyataan al-Mughirah itu. Akhirnya Abu Bakar

menetapkan kewarisan nenek dengan memberikan seperenam bagian berdasarkan

hadis Nabi saw yang disampaikan oleh al-Mughirah tersebut.22

Kasus di atas menunjukkan, bahwa Abu Bakar ternyata tidak bersegera

menerima riwayat hadis, sebelum meneliti periwayatnya. Dalam melakukan

penelitian, Abu Bakar meminta kepada periwayat hadis untuk menghadirkan

saksi.

21

M.M. Azmi, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus,

2012), h. 133. 22

Soetari, Ilmu Hadis, h. 42.

Page 55: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

44

Bukti lain tentang sikap ketat Abu Bakar dalam periwayatan hadis terlihat

pada tindakannya yang telah membakar catatan-catatan hadis miliknya. Putri

Aisyah, menyatakan bahwa Abu Bakar telah membakar catatan yang berisi sekitar

lima ratus hadis. Menjawab pertanyaan Aisyah, Abu Bakar menjelaskan bahwa

dia membakar catatannya itu karena dia khawatir berbuat salah dalam

periwayatan hadis. Hal ini menjadi bukti sikap kehati-hatian Abu Bakar dalam

periwayatan hadis.

Data sejarah tentang kegiatan periwayatan hadis dikalangan umat Islam

pada masa Khalifah Abu Bakar sangat terbatas. Hal ini dapat dimaklumi, karena

pada masa pemerintahan Abu Bakar tersebut, umat Islam dihadapkan pada

berbagai ancaman dan kekacauan yang membahayakan pemerintah dan Negara.

Berbagai ancaman dan kekacauan itu berhasil diatasi oleh pasukan pemerintah.

Dalam pada itu tidak sedikit sahabat Nabi, khususnya yang hafal Qur‟an, telah

gugur di berbagai peperangan. Atas desakan Umar bin al-Khatthab, Abu Bakar

segara melakukan penghimpunan al-Qur‟an (jam‟ al-Qur‟an).

Jadi disimpulkan, bahwa periwayatan hadis pada masa Khalifah Abu

Bakar dapat dikatakan belum merupakan kegiatan yang menonjol di kalangan

umat Islam. Walaupun demikian dapat dikemukakan, bahwa sikap umat Islam

dalam periwayatan hadis tampak tidak jauh berbeda dengan sikap Abu Bakar,

yakni sangat berhati-hati. Sikap hati-hati ini antara lain terlihat pada pemerikasaan

hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat.

Page 56: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

45

C.2.b Umar bin al-Khattab

Umar dikenal sangat hati-hati dalam periwayatan hadis, dan sangat

menghormati Ubai bin Kaab yang merupakan tokoh Sahabat dan ahli qiraat.23

Hal

ini terlihat, misalnya, ketika umar mendengar hadis yang disampaikan oleh Ubay

bin Ka‟ab. Umar barulah bersedia menerima riwayat hadis dari Ubay, setelah para

sahabat yang lain, diantaranya Abu Dzarr menyatakan telah mendengar pula hadis

Nabi tentang apa yang dikemukakan oleh Ubay tersebut. Akhirnya Umar berkata

kepada Ubay: “Demi Allah, sungguh saya tidak menuduhmu telah berdusta. Saya

berlaku demikian, karena saya ingin berhati-hati dalam periwayatan hadis ini.

Apa yang dialami oleh Ubay bin Ka‟ab tersebut telah dialami juga oleh

Abu Musa al-As‟ariy, al-Mughirah bin Syu‟bah, dan lain-lain. Kesemua itu

menunjukkan kehati-hatian Umar dalam periwaytan hadis. Disamping itu, Umar

juga menekankan kepada para sahabat agar tidak memperbanyak periwayatan

hadis di masyarakat. Alasannya, agar masyarakat tidak terganggu konsentrasinya

untuk membaca dan mendalami al-Qur‟an.Kebijakan Umar melarang para sahabat

Nabi memperbanyak periwayatan hadis, sesungguhnya tidaklah bahwa Umar

sama sekali melarang para sahabat meriwayatkan hadis. Larangan umar

tampaknya tidak tertuju kepada periwayatan itu sendiri, tetapi dimaksudkan: agar

masyarakat lebih berhati-hati dalam periwayatan hadis, agar perhatian masyarakat

terhadap al-Qur‟an tidak tergangu. Hal ini diperkuat oleh bukti-bukti berikut ini:24

23

Azmi, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, h. 142. 24

Soetari, Ilmu Hadis, h. 46.

Page 57: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

46

1. Umar pada suatu ketika pernah menyuruh umat islam untuk mempelajari

hadis Nabi dari para ahlinya, karena mereka lebih menetahui tentang

kandungan al-Qur‟an.

2. Umar sendiri cukup banyak meriwayatkan hadis Nabi, Ahmad bin Hanbal

telah meriwayatkan hadis Nabi yang berasal dari riwayat Umar sekitar tiga

ratus hadis. Ibnu Hajar al-Asqalaniy telah menyebutkan nama-nama

sahabat dan tabi‟in terkenal yang telah meneriam riwayat hadis Nabi dari

Umar. Ternyata jumlahnya cukup banyak.

3. Umar pernah merencanakan menghimpun hadis nabi secara tertulis. Umar

meminta pertimbangan kepada para sahabat. Para sahabat menyetujuinya.

Tetapi satu bulan umar memohon petunjuk kepada Allah dengan jalan

melakukan shalat istikharah, akahirnya dia mengurungkan niatnya itu. Dia

khawatir himpunan hadis itu akan memalingkan perhatian umat Islam dari

al-Qur‟an. Dalam hal ini, dia sama sekali tidak nenampakkan larangan

terhadap periwayatan hadis. Niatnya menghimpun hadis diurungkan

bukan karena alas an periwayatan hadis, melainkan karena factor lain,

yakni takut terganggu konsentrasi umat islam terhadap al-Qur‟an.

Dari uraian di atas dapat dinyatakan, bahwa periwayatan hadis pada

zaman Umar bin al-Khatthab telah lebih banyak dilakukan oleh umat Islam bila

dibandingkan dengan zaman Abu Bakar. Hal ini bukan hanya disebabkan karena

umat islam telah lebih banyak menghajatkan kepada periwayatan hadis semata,

melainkan juga karena khalifah Umar pernah memberikan dorongan kepada umat

Page 58: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

47

islam untuk mempelajari hadis Nabi.25

Dalam pada itu para periwayat hadis masih

agak “terkekang” dalam melakukan periwaytan hadis, karena Umar telah

melakukan pemeriksaan hadis yang cukup ketat kepad para periwayat hadis.

Umar melakukan yang demikian bukan hanya bertujuan agar konsentrasi umat

Islam tidak berpaling dari al-Qur‟an, melainkan juga agar umat Islam tidak

melakukan kekeliruan dalam periwayatan hadis. Kebijakan Umar yang demikian

telah menghalangi orang-orang yang tidak bertanggung jawab melakukan

pemalsuan-pemalsuan hadis.

C.2.c Usman bin Affan

Secara umum, kebijakan „Usman tentang periwayatan hadis tidak jauh

berbeda dengan apa yang telah ditempuh oleh kedua khalifah penduhulunya.

Hanya saja, langkah „Usman tidaklah setegas langkah „Umar bin Khatthab.

„Usman secara pribadi memang tidak banyak meriwayatkan hadis. Ahmad

bin Hambal meriwayatkan hadis nabi yang berasal dari riwayat „Usman sekitar

empat puluh hadis saja. Itupun banyak matan hadis yang terulang, karena

perbedaan sanad. Matn hadis yang banyak terulang itu adalah hadis tentang

berwudu‟.26

Dengan demikian jumlah hadis yang diriwayatkan oleh „Usman tidak

sebanyak jumlah hadis yang diriwayatkan oleh „Umar bin Khatthab.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan, bahwa pada zaman „Usman bin

Affan, kegiatan umat Islam dalam periwayatan hadis tidak lebih banyak

dibandingkan bila dibandingkan dengan kegiatan periwayatan pada zaman „Umar

25

Azmi, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, h. 185. 26

Soetari, Ilmu Hadis, h. 47.

Page 59: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

48

bin Khatthab. Usman melalui khutbahnya telah menyampaikan kepada umat

Islam berhati-hati dalam meriwayatkan hadis. Akan tetapi seruan itu tidak begitu

besar pengaruhnya terhadap para perawi tertentu yang bersikap “longgar” dalam

periwaytan hadis. Hal tersebut terjadi karena selain pribadi „Usman tidak sekeras

pribadi „Umar, juga karena wilayah Islam telah makin luas. Luasnya wilayah

Islam mengakibatkan bertambahnya kesuliatan pengendalian kegiatan

periwayatan hadis secara ketat.

C.2.d Ali bin Abi Thalib

Khalifah Ali bin Abi Thalib pun tidak jauh berbeda dengan sikap para

khalifah pendahulunya dalam periwayatan hadis. Secara umum, Ali barulah

bersedia menerima riwayat hadis Nabi setelah periwayat hadis yang bersangkutan

mengucapkan sumpah, bahwa hadis yang disampaikannya itu benar-benar dari

Nabi saw. hanyalah terhadap yang benar-benar telah diparcayainya. Dengan

demikian dapat dinyatakan, bahwa fungsi sumpah dalam periwayatan hadis bagi

„Ali tidaklah sebagai syarat muthlak keabsahan periwayatan hadis. Sumpah

dianggap tidak perlu apabila orang yang menyampaikan riwayat hadis telah

benar-benar tidak mungkin keliru.

„Ali bin Abi Thalib sendiri cukup banyak meriwayatkan hadis Nabi. Hadis

yang diriwayatkannya selain dalam bentuk lisan, juga dalam bentuk tulisan

(catatan). Hadis yang berupa catatan, isinya berkisar tentang hukuman denda

(diyat), pembahasan orang Islam yang ditawan oleh orang kafir, dan larang

Page 60: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

49

melakukan hokum kisas (qishash) terhadap orang Islam yang membunuh orang

kafir.27

Ahmad bin Hambal telah meriwayatkan hadis melalui riwayat „Ali bin

Abi Thalib sebanyak lebih dari 780 hadis. Sebagian mant dari hadis tersebut

berulang-ulang karena perbedaan sanad-nya. Dengan demikian, dalam Musnad

Ahmad, Ali bin Abi Thalib merupakan periwayat hadis yang terbanyak bila

dibandingkan dengan ke tiga khalifah pendahulunya.

Dilihat dari kebijaksanaan pemerintah, kehati-hatian dalam kegiatan

periwayatan hadis pada zaman khalifah „Ali bin Abi Thalib sama dengan pada

zaman sebelumnya. Akan tetapi situasi umat Islam pada zaman Ali telah berbeda

dengan siatuasi pada zaman sebelumnya. Pada zaman Ali, pertentang politik

dikalangan umat Islam telah makin menajam. Peperangan antara kelompok

pendukung Ali dengan pendukung Mu‟awiyah telah terjadi. Hal ini membawa

dampak negative dalam bidang kegiatan periwayatan hadis. Kepentingan politik

telah mendorong terjadinya pemalsuan hadis.28

Dari urai di atas dapat disimpulkan, bahwa kebijaksanaan para khulafa al-

Rasyidin tentang periwayatan hadis adalah sebagai berikut:

1. Seluruh khalifah sependapat tentang pentingnya sikap hati-hati dalam

periwayatan hadis

2. Larangan memperbanyak hadis, terutama yang ditekankan oleh khalifah

„Umar, tujuan pokoknyaialah agar periwayat bersikap selektif dalam

27

Soetari, Ilmu Hadis, h. 48. 28

Soetari, Ilmu Hadis, h. 49.

Page 61: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

50

meriwayatakan hadis dan agar masyarakat tidak dipalingkan perhatiannya

dari al-Qur‟an

3. Penghadiran saksi atau mengucapkan sumpah bagi periwayat hadis

merupakan salah satu cara untuk meneliti riwayat hadis. Periwayat yang

dinilai memiliki kredibilitas yang tinggi tidak dibebani kewajiabn

mengajukan saksi atau sumpah

4. Masing-masing khalifah telah meriwayatkan hadis. Riwayat hadis yang

disampaikan oleh ketiga khalifah yang pertama seluruhnya dalam bentuk

lisan. Hanya „Ali yang meriwayatkan hadis secara tulisan disamping

secara lisan.

Adapun penulisan hadis pada masa Khulafa al-Rasyidin masih tetap

terbatas dan belum dilakukan secara resmi, walaupun pernah khalifah umar bin

khattab mempunyai gagasan untuk membukukan hadis, namun niatan tersebut

diurungkan setelah beliau melakukan shalat istikharah. Para sahabat tidak

melakukan penulisan hadis secara resmi, karena pertimbang-pertimbangan:29

1. Agar tidak memalingkan umat dari perhatian terhadap al-Qur‟an.

Perhatian sahabat masa khulafa al-Rasyidin adalah pada al-Qur‟an seperti

tampak pada urusan pengumpulan dan pembukuannya sehingga menjadi

mush-haf.

2. Para sahabat sudah menyebar sehingga terdapat kesulitan dalam menulis

hadis.

29

Soetari, Ilmu Hadis, h. 41-46.

Page 62: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

51

C.3 Hadis Pada Masa Tabi’in

Sebagaimana para sahabat para tabiin juga cukup berhati-hati dalam

periwayatan hadis. Hanya saja pada masa ini tidak terlalu berat seperti seperti pada

masa sahabat. Pada masa ini al-Qur‟an sudah terkumpul dalam satu mushaf dan sudah

tidak menghawatirkan lagi. Selain itu, pada akhir masa Al-Khulafa Al-Rasyidun para

sahabat ahli hadis telah menyebar ke beberapa wilayah sehingga mempermudah

tabi‟in untuk mempelajari hadis.

Para sahabat yang pindah ke daerah lain membawa perbendaharaan hadis

sehingga hadis tersebar ke banyak daerah. Kemudian muncul sentra-sentra hadis

sebagai berikut:30

1. Madinah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti „Aiyah dan Abu

Hurayrah.

2. Mekkah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti Ibn „Abbas

3. Kufah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti „Abd Allah Ibn Mas‟ud

4. Basrah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti „Utbah Ibn Gahzwan

5. Syam, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti Mu‟ad Ibn Jabal

6. Mesir, dengan tokoh dari kalangan sahabat „Abd Allah Ibn Amr Ibn Al-Ash

Pada masa ini muncul kekeliruan dalam periwayatan hadis dan juga muncul

hadis palsu. Faktor terjadinya kekeliruan pada masa setelah sahabat itu antara lain:31

1. Periwayat hadis adalah manusia maka tidak akan lepas dari kekeliruan.

2. Terbatasnya penulisan dan kodifikasi hadis.

30

Idri, Studi Hadis, h. 44-45. 31

Idri, Studi Hadis, h. 45-46.

Page 63: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

52

3. Terjadinya periwayatan secara makna yang dilakukan oleh sahabat.

Pemalsuan hadis dimulai sejak masa „Ali Ibn Abi Thalib bukan karena

masalah politik tetapi masalah lain. Menghadapi terjadinya pemalsuan hadis dan

kekeliruan periwayatan maka para ulama mengambil langkah sebagai berikut:32

1. Melakukan seleksi dan koreksi oleh tentang nilai hadis atau para periwayatnya

2. Hanya menerima hadis dari periwayat yang tsiqoh saja

3. Melakukan penyaringan terhadap hadis dari rawi yang tsiqah

4. Mensyaratkan tidak adanya penyimpangan periwayat yang tsiqoh pada

periwayat yang lebih tsiqah.

5. Meneliti sanad untuk mengetahui hadis palsu

D. Standar Legalitas al-Hadits

D.1 Sanad

Menurut bahasa Sanad artinya apa yang dijadikan sandaran. Sedangkan

menurut istilah, sanad adalah jalan yang dapat menghubungkan matan hadis kepada

nabi Muhammad saw.33

Pembahasan sanad merupakan sandaran yang sangan

prinsipil dalam ilmu hadis dan merupakan jalur utama untuk mencapai tujuan yang

luhur, yakni untuk membedakan antara hadis yang diterima (makbul) dan hadis yang

ditolak (mardud). Sebuah hadis dapat memiliki beberapa jalur sanad. Banyaknya

sanad itu mempengaruhi kualitas sebuah hadis. Apabila sebuah hadis dinilai lemah

(dlaif) karena kelemahan hafalannya, tetapi memiliki jalur sanad yang lain dimana

32

Idri, Studi Hadis, h. 44-45. 33

Bustamin, dasar-dasar ilmu Hadis, h. 124.

Page 64: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

53

para rawinya dinilai tsiqah (terpercaya karena kuat hafalan dan baik akhlaknya), atau

bahkan para perawinya sama kualitasnya (sama-sama lemah), maka hadis tersebut

meningkatkan kualitas menjadi hasan li ghairih.

Karena tingkat sanad-sanad hadis bervariasi, maka sebagian ulama

menetapkan sebagian sanad yang paling tinggi secara mutlak, sehingga mereka

berkata “Sanad ini adalah sanad yang paling sahih” yakni apabila dibandingkan

dengan seluruh sanad yang lain. Namun para ulama berbeda pendapat dalam

menetapkan sanad yang paling sahih itu. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Sanad yang paling sahih adalah Malik bin Nafi dari Ibnu Umar. Ini adalah

pendapat al-Bukhari. Sanad ini disenangi oleh seluruh jiwa dan menarik

semua hati. Untaian sanad ini sebagai silsilah al-dzahab.

2. Sanad yang paling sahih adalah Muhammad bin Muslim bin Syihab al-Zuhri

dari Salim bin Abdullah dari bapaknya. Ini adalah pendapat Ahmad bin

Hanbal dan Ishaq dan Rahawayh.34

3. Muhammad bin Sirin dari Abidah al-Salmani dari Ali. Ini adalah pendapat Ali

bin al-Madini dan sulaiman bin Harb. Hanya saja sulaiman berkata bahwa

sambungan sanad tersebut yang paling baik adalah Ayyub al-Sakhtiyani dari

Ibnu Sirin, sedangkan Ibnu al-Madini berkata bahwa yang paling baik adalah

Abdullah bin „aun dari Ibnu Sirin.

4. Sufyan al-Tsauni dari Manshur dari „Alqamah dari Abdullah bin Mas‟ud. -Ini

adalah pendapat Ibnu al-Mubarak dan al-Ajali dan di unggulkan oleh al-

Nasa‟i.

34

„Itr, Ulumul Hadis, h. 248.

Page 65: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

54

D.2 Pembukuan hadis dan pengaruhnya terhadap kesahihan hadis

Persoalan ini sejak dahulu telah dilontarkan oleh sejumlah orientalis yang

ekstrim, mereka mendasarkan tuduhan-tuduhannya kepada anggapan yang salah.

Mereka menyatakan bahwa selama 200 tahun, hadis Nabi tidak ditulis, kemudian

setelah masa yang cukup panjang itu para muhadditsin menetapkan untuk

mnegadakan pengumpulan hadis. Untuk itu mereka mengambil hadis dari orang-

orang yang pernah mendengarkannya. Maka orang-orang itu satu persatu berkata:

„aku mendengar fulan berkata: aku mendengar Rasulullah berkata tentang sesuatu.”

Akan tetapi, ketika muncul fitnah ditubuh kaum muslimin yang menimbulkan

perpecahan umat, terutama yang mengakibatkan lairnya aliran-aliran politikm, maka

sebagian kelompok membuat hadis-hadis palsu dengan tujuan agar kelompoknya

terkesan berada pada jalan yang besar.35

Para ahli hadis telah meneliti berbagai macam hadis dan membaginya banyak

sekalim sehingga menjadi sulit untuk menentukan mana hadis sahih dan mana hadis

yang maudhu. Sanggahan tentang tuduhan ini telah dikemukakan sehubungan dengan

pembahasan penulisan hadis, sejarah isnad dan syarat-syarat rawi dan akhirnya dapat

diambil kesimpulan:

a. Pembukuan hadis telah dimulai sejak masa Nabi saw, dan telah mencakup

sejumlah besar hadis. Di samping itu, tercatat dalam sejarah yang tersebar

dalam berbagai kitab tentang rijal yang hanya dapat diketahui oleh orang-

orang yang mempelajarinya dengan tekun.

35

„Itr, Ulumul Hadis, h. 500.

Page 66: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

55

b. Penyusunan kitab hadis berdasarkan bab-bab fikih dalam kitab-kitab al-

mushannaf dan al-jami merupakan tahap perkembangan penulis hadis yang

sangat maju, tahapan ini berakhir sebelum tahun 200 H, bahkan telah selesai

pada awal abad kedua, yakni antara tahun 120 -130 H.

c. Para ulama hadis telah menetapkan syarat-syarat diterimanya suatau hadis

yang mengharuskan proses periwayatan hadis dari generasi ke generasi

berjalan penuh amanah dan dhabith, sehingga hadis dapat disampaikan dalam

keadaan seperti ketika didengar dari Rasulullah saw.

d. Dalam periwayatan tertulis para muhadditsin menggunakan syarat-syarat

hadis sahih. oelh karena itu, dalam naskah-naskah hadis tulisan tangan ditulis

rangkaian sanad dari awal hingga akhirk, sampai penyusunannya.

e. Pembahasan sanad tidak menunggu sampai tahun 200 H, melainkan para

sahabat telah mengadakan penelitian sanad sejak terjadi fitnah pada tahun 35

H untuk menjaga kemurniah Hadis.36

f. Umat islam tidak membiarkan tindakan para pemalsu hadis, para ahli bidah,

dan kelompok-kelompok politik membuat hadis. Mereka memberantasnya

dengan pola pendekatan ilmiah yang mampu memelihara kemurnian sunah

dan campur tangan pembuat bidah. Serta mampu mengungkap latar belakang

pemalsuan hadis dan tanda-tanda hadis palsu.

g. Klasifikasi hadis menjadi sedemikian banyak itu bukan hanya didasarkan atas

tingkat ekseptibilitasnya saja, melainkan juga gitunjau dari keadaan para

rawinya, sanadnya, dan matannya.

36

„Itr, Ulumul Hadis, h. 503.

Page 67: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

56

BAB IV

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA KANONISASI ALKITAB

DAN KODIFIKASI AL-HADITS

A. Sejarah Penulisan

Alkitab ditulis di atas bahan yang berbeda beda. Alkitab yang ada saat ini

usianya sudah berabad-abad. Bahan yang digunakan untuk menulis pada saat itupun

masih kuno.1

Pertama, tanah liat. Tanah liat adalah material paling umum yang digunakan

manusia untuk menulis pada zaman dahulu. Sebuah jarum (alat tulis berbentuk

segitiga) digunakan untuk menuliskan huruf-huruf di tanah liat yang lunak.

Kedua, dua loh batu. Dua loh batu digunakan untuk menuliskan sepuluh

Hukum Allah. Kitab Keluaran 24:12 mengatakan, "Tuhan berfirman kepada Musa:

Naiklah menghadap Aku, ke atas gunung, dan tinggalah di sana, maka Aku akan

memberikan kepadamu loh batu, yakni hukum dan perintah, yang telah Kutuliskan

untuk diajarkan kepada mereka.

Ketiga, papirus. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini menjelaskan panjang lebar

tentang papirus. Dalam buku itu dikatakan bahwa papirus mengacu pada tiga hal,

yaitu: Tumbuh-tumbuhan air yang besar dari fam ili gelagah. Alat tulis yang terbuat

1 Jonar S, Bibliologi Menyingkap Sejarah Perjalanan Alkitab dari Masa ke Masa,

(Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2013), h. 31.

Page 68: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

57

dari sumsum yang terkandung di dalamnya. Naskah tulisan tangan (manuskrip) yang

menggunakan bahan ini.2

Keempat, Perkamen, dan Vellum. Peerkamen adalah alat tulis yang lebih awet

daripada papirus, semacam kulit binatang yang dibersihkan dan digunakan sebagai

bahan untuk menulis di Palestina pada zaman Roma, seperti yang digunakan

persekutuan Qumran.

Kelima, Logam. Allah menyuruh Musa memberi tahu bangsa Israel, “Juga

haruslah engkau membuat patam dari emas murni dan pada patam itu

kauukirkanlah, diukirkan seperti meterai: Kudus bagi TUHAN” (Kel. 28:36). Ayub

mengeluh, “Ah, kiranya perkataanku ditulis, dicatat dalam kitab, terpahat dengan

besi pengukir dan timah pada gunung batu untuk selama-lamanya!” (Ayb. 19:23-24).

Para penulis Alkitab tidak hanya menggunakan emas tetapi unsur-unsur yang lain

yang tersedia bagi mereka.

Di dalam sejarah penulisan al-Hadits para sahabat sangat antusias dalam

mencari, menyaksikan, dan mendengar langsung dari Nabi SAW, tetapi Hadis pada

waktu itu hanya diingat-ingat saja di luar kepala. Secara umum penulisan Hadits

dilarang Rasul SAW karena khawatir campur aduk dengan penulisan al-Qura‟an,

kecuali secara khusus bagi mereka yang lemah hafalannya seperti Abu Syah atau

rapih tulisannya seperti Abd Allah bin Amr bin Al-Ash. Penulisan Hadis pada waktu

itu berfungsi untuk membantu ingatan mereka yang lupa, setelah hafal bagi sebagian

mereka catatan itu bisa jadi dibakar. Pada masa khulafaur Rasyidin para sahabat

memperkecil periwayatan Hadis atau tidak boleh meriwayatkan kecuali saksi dan

2 Jonar S, Bibliologi Menyingkap Sejarah Perjalanan Alkitab dari Masa ke Masa, h. 31.

Page 69: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

58

berani bersumpah. Hal ini dimaksudkan untuk memelihara perhatian mereka agar

tetap mengutamakan al-Qur‟an.3

Setelah al-Qur‟an terkodifikasi (pada masa Usman) para sahabat senior

terpencar ke berbagai daerah, timbul dan tersebar Hadis Mawdhu, dan para ulama

banyak yang meninggal, pada masa Umar bin Abd Al-aziz abad ke 2 H Hadis

dihimpun dan dikodifikasikan pertama kali dalam Islam. Namun, pada masa ini

hanya sekedar menghimpun dalam sebuah buku dan belum difilter mana yang Hadis

dari Nabi dan mana perkataan Sahabat, seperti al-Muwatha karya Malik. Baru pada

abad ke 3 H Hadis mulai dapat dihimpun, dikodifikasi, diklasifikasikan, dan diadakan

filterisasi/penyaringan antara Hadis dari Nabi dan perkataan atau fatwa sahabat dan

dapat pula diklasifikasikan mana yang shahih dan mana yang dhaif. Pada abad ketiga

inilah perkembangan kodifikasi Hadis mengalami puncaknya yaitu timbulnuya 6

buku induk Hadis.4 Pada abad berikutnya yaitu abad ke 4 H dan seterusnya tidak

mengalami perkembangan yang signifikan, karena para ulama ahli Hadis bereferensi

dari kitab-kitab abad sebelumnya. Perkembangan pengkodifikasian Hadis berikutnya

hanya terfokus dari segi kuantitas belaka.

B. Teori sumber

Sumber-sumber mengenai perjanjian baru dibagi menjadi dua, yakni teori dua

sumber dan teori empat sumber. Untuk lebih jelasnya saya akan uraikan di bawah ini:

3 Dr. Bustamin, Dasar-dasar Ilmu Hadis, (Jakarta: Ushul Press, 2009), h. 45.

4 Bustamin, Dasar-dasar Ilmu Hadis, h. 46.

Page 70: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

59

a. Teori dua sumber

Salah satu diantara teori-teori yang paling terkenal didalam penelitian

Penjanjian Baru, ada teori yang mengatakan bahwa Injil Markus ditulis lebih dahulu,

dan teori ini beranggapan bahwa Matius dan Lukas mendasarkan penulisan Injilnya

pada Injil Markus dan suatu sumber lainnya yang disebut "Q" dari bahasa jerman

quelle, artinya sumber. Teori ini mengajarakan bahwa Kitab Matius dan Lukas

mengambil bahan yang sama dari Markus, dan kitab Markus merupakan Injil yang

ditulis paling awal. Ide mengenai suatu sumber yang disebut "Q" ini sebenarnya

adalah suatu perkembangan yang relatif baru dalam penelitian sebagian dari peneliti

Perjanjian Baru.5

Ada alasan yang layak untuk mempertanyakan TEORI Q ini bahwa Matius

dan Lukas menggunakan "Q" selain Injil Markus sebagai sumber materinya, sebagai

berikut :

1. Bahwa dokumen yang bernama "Q" itu tidak pernah ditemukan.

2. Tidak ada persetujuan mengenai keterangan-keterangan apa yang terdapat

dalam dokumen "Q".

3. Tidak ada ksaksian historis mengenai adanya suatu dokumen macam "Q" ini

dari siapapun, baik ahli sejarah atau penulis.

4. Seperti yang telah dijelaskan, fakta-fakta sejarah tidak menunjukkan Markus

sebagai Injil yang pertama-tama ditulis, suatu hal yang penting demi teori ini.

5 Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia,

2006), h. 29.

Page 71: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

60

Dengan demikian teori sumber "Q" adalah hypothesis saja diantara sebagian

peneliti-peneliti Alkitab. Dengan pandangan mereka yang mendasarkan karena Injil

Markus isinya mirip dengan Matius dan Lukas, maka diperkirakan mereka

mengambil dari sumber yang sama.6 Namun Sumber "Q" sendiri tak pernah ada

ditemukan.

b. Teori empat sumber

Streeter mengusulkan empat sumber asli yang berdiri selain bentuk tulisan

akhir dari injil-injil itu: Markus di Roma kira-kira tahun 60 masehi. “Q” di Antiokhia

kira-kira tahun 50 Masehi, “M” (kata-kata pribadi sumber dari Matius) di Yerusalem

kira-kira tahun 65 masehi, dan “L”(sumber pribadi Lukas) di Kaisarea kira-kira tahun

60 masehi.

Teori ini menyebutkan bahwa Markus merupakan Injil pertama yang ditulis

dan bahwa Matius dan Lukas menggunakan baik Markus dan Q secara independen,

lazimnya disebut “hipotesis dua sumber”. Namun disamping itu mereka juga

memberi tempat bahwa ada sumber-sumber khusus yang lain yang digunakan oleh

Matius dan Lukas, yaitu bahan-bahan tradisi yang hanya dikenal dan dipakai oleh

salah satu dari mereka.

Bahan-bahan khas ini lazimnya diberi tanda “L” dan “M”. “M” merupakan

“kata-kata” pribadi sumber dari Matius yang ditulis sekitar tahun 65 Masehi dan “L”

sumber pribadi Lukas ditulis di Kaisarea sekitar tahun 60 Masehi, sedangkan “Q”

6 Drane, Memahami Perjanjian Baru Pengantar Historis-Teologis, h. 198.

Page 72: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

61

ditulis di Antiokhia sekitar tahun 50 Masehi dan Markus ditulis di Roma sekitar tahun

60 Masehi.7

Mengenai sumber-sumber hadis tidak akan terlepas dengan namanya sanad

dan matan karena itu yang menjadi pokok dalam keaslian dan menjadi pedoman serta

digunakan oleh kalangan umat islam di seluruh dunia.

Para ahli hadis telah meneliti berbagai macam hadis dan membaginya banyak

sekali sehingga menjadi sulit untuk menentukan mana hadis sahih dan mana hadis

yang maudhu. Sanggahan tentang tuduhan ini telah dikemukakan sehubungan dengan

pembahasan penulisan hadis, sejarah isnad dan syarat-syarat rawi dan akhirnya dapat

diambil kesimpulan:

a. Pembukuan hadis telah dimulai sejak masa Nabi saw, dan telah mencakup

sejumlah besar hadis. Di samping itu, tercatat dalam sejarah yang tersebar

dalam berbagai kitab tentang rijal yang hanya dapat diketahui oleh orang-

orang yang mempelajarinya dengan tekun.

b. Penyusunan kitab hadis berdasarkan bab-bab fikih dalam kitab-kitab al-

mushannaf dan al-jami merupakan tahap perkembangan penulis hadis yang

sangat maju, tahapan ini berakhir sebelum tahun 200 H, bahkan telah selesai

pada awal abad kedua, yakni antara tahun 120 -130 H.

c. Para ulama hadis telah menetapkan syarat-syarat diterimanya suatau hadis

yang mengharuskan proses periwayatan hadis dari generasi ke generasi

berjalan penuh amanah dan dhabith, sehingga hadis dapat disampaikan dalam

keadaan seperti ketika didengar dari Rasulullah saw.

7 Drane, Memahami Perjanjian Baru Pengantar Historis-Teologis, h. 200

Page 73: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

62

d. Dalam periwayatan tertulis para muhadditsin menggunakan syarat-syarat

hadis sahih. oleh karena itu, dalam naskah-naskah hadis tulisan tangan ditulis

rangkaian sanad dari awal hingga akhir, sampai penyusunannya.

e. Pembahasan sanad tidak menunggu sampai tahun 200 H, melainkan para

sahabat telah mengadakan penelitian sanad sejak terjadi fitnah pada tahun 35

H untuk menjaga kemurniah Hadis.8

f. Umat islam tidak membiarkan tindakan para pemalsu hadis, para ahli bidah,

dan kelompok-kelompok politik membuat hadis. Mereka memberantasnya

dengan pola pendekatan ilmiah yang mampu memelihara kemurnian sunah

dan campur tangan pembuat bidah. Serta mampu mengungkap latar belakang

pemalsuan hadis dan tanda-tanda hadis palsu.

g. Klasifikasi hadis menjadi sedemikian banyak itu bukan hanya didasarkan atas

tingkat ekseptibilitasnya saja, melainkan juga gitunjau dari keadaan para

rawinya, sanadnya, dan matannya.

h. Ulama hadis telah menyusun sejumlah kitab untuk membahas setiap cabang

ilmu hadis, sanad-sanad hadis, dan para rawi hadis.

Dari kedua teori sumber diatas antara Perjanjian Baru dan al-Hadits dapat

disimpulkan bahwa dalam menentukan sumber-sumber diatas tidaklah mudah. Di

dalam penulisan Perjanjian Baru sendiri menentukan sumber dengan dua teori yaitu

teori 2 sumber dan teori 4 sumber yang sudah dipaparkan di atas, sedangkan di dalam

al-Hadits mengenai sumber-sumbernya tidak akan terlepas dengan namanya sanad

dan matan, serta menentukan mana hadis sahih dan mana hadis yang maudhu.

8 „Itr, Ulumul Hadis, h. 503.

Page 74: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

63

C. Standar Legalisasi

Yang menjadi standar paling pokok di dalam kanonisai Perjanjian Baru yaitu:

Penetapan kanon yang berwibawa adalah pertahanan utama Gereja melawan

pandangan-pandangan kaum bid’ah yang sering kali persuasif. Kriteria untuk

menetapkan yang mana kitab-kitab itu masuk dalam kanon adalah : Ditulis oleh

seorang rasul, Tahan ujinya kesaksian kitab-kitab itu tentang Yesus Kristus,

Persetujuan luas di antara Gereja-Gereja tentang nilai rohani kitab-kitab itu.

Buku-buku yang paling penting seperti empat Injil dan surat-surat Paulus

sejak akhir abad ke-2 dan seterusnya telah dipandang sebagai kanon Perjanjian Baru,

baik di Timur maupun di Barat.9 Dan sejak abad ke-5 M hampir setiap orang Kristen,

di mana saja di dunia ini, berpegang pada Perjanjian Baru sebagai suatu kumpulan

tulisan yang terdiri dari dua puluh tujuh kitab.10

Proses pengkanonan berkembang secara alamiah dari saling membandingkan

hasil koleksi di kalangan jemaat-jemaat lokal sampai akhirnya secara universal

mengakui dan menerima ke-27 kitab Perjanjian Baru sebagai kitab-kitab yang

diilhamkan Allah.

Perkataan, perbuatan dan ketetapan dari Rasulullah merupakan salah satu

sumber pengambilan hukum yang dilakukan oleh para sahabat Nabi selain al-Quran.

Dua sumber hukum dalam agama kita ini adalah yang utama karena bersifat pasti.

9 Kadang-kadang dikatakan (khususnya oleh Harnack), bahwa formasi atau pembentukan

kanon Perjanjian baru secara menentukan dipengaruhi oleh Marcion. Marcion yang mempunyai ide-

ide aliran gnostik tertentu, menciptakan kanonnya sendiri tidak lama sebelum pertengahan abad ke-2.

Ia membuang Perjanjian lama, demikian pula banyak tulisan lainyang kemudia oleh gereja dimasukkan

dalam kanon Perjanjian Baru. Kanonnya yang mencakup Injil Lukas dan sepuluh surat pertama Paulus,

merupakan kanon Perjanjian Baru yang pertama. Baca Lohse, Pengantar sejarah dogma Kristen, h. 35 10

Richard W. Haskin. “Kanonisasi Perjanjian Baru” diakses pada 19 Juli 2019 dari

http://www.alkitab.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=149&Itemid=131

Page 75: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

64

Segala yang berasal dari Rasulullah baik dari segi perkataan dan perbuatan adalah asli

berasal dari beliau yang mempunyai sifat kemanusiaan disamping beliau memiliki

alam kenabian yang tidak dapat dijangkau oleh manusia, sehingga apapun yang

berasal dari beliau tidak terlepas dari bimbingan Allah dan bukan atas dasar nafsu

belaka.11

Seiring dengan perkembangan zaman pun, banyak sekali ilmuan dari

berbagai kalangan yang menganalisa hadis Rasulullah dengan berbagai keilmuan

seperti teknologi, sains, ekonomi dan lain sebagainya. Ini merupakan bukti kebenaran

tentang keagungan Allah yang telah mewahyukan apa yang Dia kehendaki dan

kepada siapa Dia kehendaki pula. Dan Maha Benar Allah yang telah berfirman dalam

Surat An-Najm ayat 3-4:

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa

nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

Pada zaman Rasulullah, hadis belum disusun dan dikembangkan seperti yang

kita pelajari sekarang atau yang kita kenal dengan ilmu hadis. Seperti halnya Al-

Quran, hadis juga memiliki sejarah dan kepadatan ilmunya yang sangat lengkap.

Bahkan dalam ilmu hadis ini juga dibahas tentang kepribadian orang-orang yang

membawakan hadis tersebut. Karena hadis merupakan perkataan manusia yang

disebarkan oleh manusia kepada manusia, sehingga ada kemungkinan di dalam

periwayatan itu terdapat perubahan atau dustanya salah satu orang yang

11

Dr. Idri, M.Ag, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 95.

Page 76: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

65

menyampaikan hadis. Kalau kita kembali pada sejarah, kita akan merasa heran pada

rentang waktu yang begitu lama dari sejak wafatnya Rasulullah hingga disusun dan

dibukukannya hadis-hadis beliau. Secara akal, bisa saja terjadi sebuah kedustaan atau

membuat-buat periwayatan hadis, namun karena kuatnya sikap amanah para sahabat

dan tabi‟in kepada wahyu serta keteguhan mereka dalam mempertahankan hukum

Islam, maka dengan izin Allah tentunya hadis-hadis Rasulullah ini dapat

dikumpulkan. Kehati-hatian para sahabat sangat membantu generasi umat setelahnya

terutama para ulama` dalam menentukan kevalidan hadis. Maka wajarlah jika agama

kita ini semakin berkembang karena sumber-sumber hukumnya masih terjaga

keaslian dan kesucian redaksinya.

Bisa diambil kesimpulan standar legalisasi dari Perjanjian baru dan al-Hadits,

di dalam Perjanjian baru sendiri sangat mengutamakan penetapan kanon yang

berwibawa adalah pertahanan utama Gereja melawan pandangan-pandangan kaum

bid’ah yang sering kali persuasif. Kriteria untuk menetapkan yang mana kitab-kitab

itu masuk dalam kanon adalah : Ditulis oleh seorang rasul, Tahan ujinya kesaksian

kitab-kitab itu tentang Yesus Kristus, Persetujuan luas di antara Gereja-Gereja

tentang nilai rohani kitab-kitab itu.12

Sedangkan di dalam al-Hadits perkataan,

perbuatan dan ketetapan dari Rasulullah merupakan salah satu sumber pengambilan

hukum yang dilakukan oleh para sahabat Nabi selain al-Quran. Sehingga apapun

yang berasal dari beliau tidak terlepas dari bimbingan Allah dan bukan atas dasar

nafsu belaka.

12

Richard W. Haskin. “Kanonisasi Perjanjian Baru” diakses pada 19 Juli 2019 dari

http://www.alkitab.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=149&Itemid=131

Page 77: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

66

D. Proses kanonisasi Perjanjian Baru dan kodifikasi al-Hadits

Dengan terlebih dahulu menguraikan proses penulisan kanonisasi Perjanjian

Baru, yang dalam penulisannya dilakukan oleh berpuluh-puluh ahli kitab suci yang

dengan teliti dan serius memilah-milah banyak tulisan yang dianggap suci untuk

menemukan kitab-kitab yang benar-benar suci dan diwahyukan Allah untuk

kemudian dijadikan satu. Di waktu menentukan kanon dan kumpulan perjanjian lama,

yang pertama-tama dianggap sebagai berwibawa ialah segala apa yang dapat

menentukan asalnya dari thora/taurat imamat dan teks-teks juridis (teks-teks hukum)

yang berhubungan dengan itu.13

Penting membedakan antara tulisan tentang kitab-

kitab sebenarnya dalam Kitab Suci. Untuk sebagian dari kitab-kitab itu butuh waktu

yang lama untuk melewati kedua tahap ini, meskipun beberapa diterima jauh lebih

cepat. Sampai pada akhirnya sedikit ada keraguan.

Sedangkan kodifikasi hadis yang dimaksud di sini adalah penulisan,

penghimpunan dan pembukuan hadis-hadis Nabi yang dilakukan berdasarkan

perintah resmi khalifah „Umar ibn Abdul al-Aziz (99-101 H/717-720 M), Khalifah

kedelapan Bani Umayah, yang kemudian kebijakannya itu ditindaklanjuti oleh para

ulama di berbagai daerah hingga pada masa-masa berikutnya hadis-hadis terbukukan

dalam kitab-kitab hadis.14

Proses kodifikasi al-Hadits dibagi menjadi tiga periode

yaitu masa Rasulullah SAW, masa sahabat dan masa Tabi‟in. Ibnu Hajar yang

menyebutkan bahwa hadis Nabi disusun dan dibukukan pada masa Sahabat dan

Tabi‟in tua. Hal itu karena adanya dua faktor. Pertama semula memang mereka

13

Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama, h. 18. 14

Idri, Studi Hadis, h. 93.

Page 78: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

67

dilarang menulis hadis seperti tersebut dalam Shahih Muslim karena khawatir

tercampur dengan al-Quran. Kedua, hafalan mereka sangat kuat dan otak mereka juga

cerdas, disamping umumnya mereka tidak dapat menulis. Baru pada masa Tabi‟in,

hadis-hadis dibukukan dan disusun.15

Kesimpulan yang dapat diambil dari Perjanjian Baru adalah penulisannya

dilakukan oleh berpuluh-puluh ahli kitab suci yang dengan teliti dan serius memilah-

milah banyak tulisan yang dianggap suci untuk menemukan kitab-kitab yang benar-

benar suci dan diwahyukan Allah untuk kemudian dijadikan satu dalam waktu yang

cukup lama, sedangkan di dalam pengkodifikasian al-Hadits yaitu penulisan,

penghimpunan dan pembukuan hadis-hadis Nabi yang dilakukan berdasarkan

perintah resmi Khalifah kedelapan Bani Umayah yaitu „Umar ibn Abdul al-Aziz.16

Dan setelah itu barulah pengkodifikasian al-Hadits dilakukan pada masa Rasulullah

SAW, masa sahabat dan masa Tabi‟in.

15

M.M. Azmi, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, (Jakarta: PT. Pustaka

Firdaus,2012), h. 108. 16

Idri, Studi Hadis, h. 93.

Page 79: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

68

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dipaparkan penulis, maka untuk menjawab

rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai kesimpulan antara lain adalah

sebagai berikut:

Proses kanonisasi tidak terjadi menurut salah satu kriteria saja melainkan

merupakan kesimpulan dari sebuah proses panjang. Di dalam surat Yahya yang

pertama pasal 5 ayat 7 dijelaskan bahwa yang menjadi saksi di surga itu adalah

Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan Rohul Kudus maka ketiganya menjadi satu.

Kanon Perjanjian Baru itu sendiri untuk menegaskan patokan yang diyakini gereja

dengan bimbingan Roh Kudus bahwa kitab-kitab itu mewartakan dan meneruskan

ajaran Kristus melalui para rasul dan penerusnya. Berbeda dengan halnya proses

kodifikasi al-Hadits yaitu masih banyaknya orang yang beranggapan bahwa hadis

Nabi SAW tersebar secara lisan dari generasi ke generasi. Sedangkan orang

pertama kali yang mempunyai ide untuk menulis hadis adalah Khalifah Umar bin

Abd al-Aziz. Kemudian ide itu diteruskan dan dikodifikasi pada masa sahabat

besar dan selanjutnya dikodifikasi oleh Tabi’in.

Persamaan dan perbedaan dalam proses Kanonisasi Alkitab dan Kodifikasi

al-Hadits penulis akan paparkan sebagai berikut: persamaan dalam proses

kanonisasi Al-kitab dan Kodifikasi al-Hadits yaitu Perjanjian Baru sumber hukum

Gereja (mungkin yang ke II sesudah perjanjian lama) dan al-Hadits sumber

hukum Islam ke II sesudah al-Qur-an. Begitu juga tentang penulisan,

Page 80: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

69

pengumpulan dan perkembangannya, yakni didewankan atau dikanonkan.

Sedangkan perbedaan dalam proses Kanonisasi Perjanjian Baru dan Kodifikasi al-

Hadits adalah dalam sejarah kanon, diceritakan bahwa Perjanjian Baru sejak

lahirnya sampai abad belakangan ini, berkali-kali mengalami perubahan dan

penyisipan di samping pengurangan pada bagian-bagian kalimat tertentu, bukan

saja itu, tetapi juga telah mengalami tahap-tahap Synode dan Konsili, hingga

resmi menjadi Perjanjian Baru sebagai yang terpakai sekarang ini. Di kalangan

Islam, al-Qur-an tidak pernah terjadi perselisihan penggunaannya (114 surat), baik

Islam di timur maupun Islam di daerah lainnya. Hadis di dalam Islam, yang terdiri

dari Hadis Shahih, Hasan dan Dhaif, selalu dijelaskan tentang kedudukannya

masing-masing; terlebih lagi yang Maudhu’.Jadi inti dari pembahasan diatas

menimbulkan titik kelemahan dan kekuatan.

B. Saran

Untuk kelanjutan penelitian ini di masa yang akan datang, agar bermanfaat

terhadap dunia keilmuwan dan kajian-kajian yang lain khususnya di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, maka ada beberapa hal yang penulis dapat sarankan yaitu:

1. Bagi para peneliti selanjutnya, ada baiknya meneliti kajian ini dengan

pendekatan-pendekatan yang lain.

2. Untuk peneliti yang akan datang bisa menambahkan tokoh-tokoh disetiap

agama, seperti agama kristen maupun islam.

3. Dengan selesainya penelitian ini bukan berarti kajian tentang penelitian ini

berakhir sampai di sini. Perlu ada penelitian lebih lanjut untuk lebih

mendalami dalam kajian ini.

Page 81: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

70

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku-Buku

Abdullah, Taufik. Metodologi Penelitian Agama, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989.

Abdullah, Taufik. Sejarah dan Masyarakat, Jakarta : Pustaka Firdaus. 1987.

Amal, Taufik Adnan. Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, Jakarta : Yayasan Abad

Demokrasi, 2011.

Ajijola, A.D. Mitos Ajaran Salib, Jakarta: DeltaPrint,1990.

Al-Khathib, Muhammad ‘Ajjaj. Ushul Al-Hadits: Pokok-pokok Ilmu Hadits, Jakarta:

Gaya Media Pratama, 1998.

Azami, Muhammad Mustafa. Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Jakarta, PT

Pustaka Firdaus, 1994.

Baker, David L. Satu Alkitab Dua Perjanjian: Suatu Studi tentang Hubungan

Teologis antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1993.

Barth, CHR. Theologia Perdjandjian Lama, Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 1990.

Barr, James. Alkitab di dunia Modern, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.

Becker, Theol. Dieter. Pedoman Dogmatika Suatu Kompedium Singkat, Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1991.

Brill, J. W. Dasar Yang Teguh, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1990.

Bustamin, M.Si, Dasar-dasar Ilmu Hadis, Jakarta: Ushul Press, 2009.

C. Groenen, "Pengantar ke dalam Perjanjian Baru", Yogyakarta: Kanisius, 2006.

Drane, John. Memahami Perjanjian Baru Pengantar Historis-Theologis, Jakarta:

Page 82: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

71

BPK Gunung Mulia, 1996.

End, Van den. Harta dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2009.

Fahmi, Akrom. Sunnah Qabla Tadwin, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.

F.W. Bush, W.S. LaSor, D.A. Hubbard. Pengantar Perjanjian Lama 1 Taurat dan

Sejarah, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.

Indri, Studi Hadis, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

Ismail, M Syuhudi. Kaedah-Kaedah Keshahehan Sanad Hadits, Jakarta: Bulan

Bintang, 1995.

Ismail, M Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: PT Bulan Bintang,

2007.

Itr, Nurddin, Ulumul Hadis, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.

J.Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama, Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1996.

Keene, Michael. Alkitab : Sejarah, Proses Terbentuk dan Pengaruhnya, Yogyakarta :

Penerbit Kanisius, 2001.

Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, 2012.

Lohse, Bernard. Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1989.

Lubis, H.M. Arsyad Thali. Perbandingan Agama Kristen dan Islam, Medan: Firma

Islamyah, 1974.

Marxsen, Willi. Pengantar Perjanjian Baru Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-

Page 83: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

72

masalahnya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994.

M.E. Duyverman, Pembimbing kedalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1985.

Robert B. Coote, Mary P. Coote, Kuasa politik dan Proses Pembuatan Alkitab Suatu

Pengantar, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

Robert M. Grant dan David Tracy. A short history of the interpretation of the Bible,

terjemahan oleh Agustinus Maleakhi, Jakarta, Gunung Mulia, 2000.

Roham, Abujamin. Pembicaraan di sekitar Bible dan Qur’an dalam segi isi dan

Riwayat Penulisannya, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1984.

S. Jonar, Bibliologi Menyingkap Sejarah Perjalanan Alkitab dari Masa ke Masa,

Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2013

Sumbulah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadis, Malang: UIN-Maliki Press, 2010.

Urban, Linwood. Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2003.

W. Haskin, Richard. Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kitis Terhadap

Masalah-masalahnya, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994.

Zuhri, Muhammad. Hadis Nabi Telaah Historis & Metodologis, Yogyakarta: Tiara

Wacana Yogya, 1997.

B. Sumber Jurnal

Tasrif, Muh. “Studi Hadis di Indonesia (Telaah Historis terhadap Studi Hadis dari

Abad XVII hingga Sekarang)”, Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Quran-Hadis, Vol.

05, No. 01, Januari 2004.

Page 84: PROSES KANONISASI PERJANJIAN BARU DAN KODIFIKASI AL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48344/1/M MUBASYIR... · mulut ke mulut, oleh para Rasul. Seiring dengan

73

Qudsi, Saifuddin Zuhri. “Umar bin Abdul Aziz dan Semangat Penulisan Hadis”,

ESENSIA, Vol. XIV No. 2 Oktober, 2013.

C. Sumber Internet

http://www.sarapanpagi.org/kanon-alkitab-vt142.html

http://www.alkitab.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=149&Itemi

d=131

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Gereja-gereja_katolik_timur.

https://www.tongkronganislam.net/sketsa-dan-pemikiran-rasyid-ridha-tentang-hadis/