antiseptik rongga mulut

28
MAKALAH DISKUSI KELOMPOK MODUL 2. ANTISEPTIK RONGGA MULUT SEMESTER III TAHUN AKADEMIK 2013/2014 Disusun oleh: Kelompok 6 Stephanie Marcelina (2012.07.0.0003) Melinda Tanadi (2012.07.0.0027) Paramita Devi Oktaviani (2012.07.0.0087) Sheilla Masitha Dewipuspa (2012.07.0.0079) Safira Junieta Ananda (2012.07.0.0088) Wisnu Kuncoro (2012.07.0.0050)

Upload: almirafaizah

Post on 14-Sep-2015

282 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kedokteran gigi

TRANSCRIPT

MAKALAH DISKUSI KELOMPOK MODUL 2. ANTISEPTIK RONGGA MULUT

SEMESTER IIITAHUN AKADEMIK 2013/2014Disusun oleh:Kelompok 6Stephanie Marcelina (2012.07.0.0003)Melinda Tanadi (2012.07.0.0027)Paramita Devi Oktaviani (2012.07.0.0087)Sheilla Masitha Dewipuspa (2012.07.0.0079)Safira Junieta Ananda (2012.07.0.0088)Wisnu Kuncoro (2012.07.0.0050)Reza Nur Alfansyah (2012.07.0.0057)Henry Sebastian (2012.07.0.0065)Safina Majdina (2012.07.0.0066)Ajeng Hanun Winny K (2012.07.0.0047)Rexy Renaldy Lotong (2012.07.0.0016)Albert Susanto Handoyo (2012.07.0.0043)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS HANG TUAHSURABAYA2013KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepadaTuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Penyakit infeksi rongga mulut ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun dengan tujuan agar pembaca memahami bagaimana mekanisme kerja antiseptik dalam rongga mulut beserta terapi obat lokal yang dapat dilakukan. Tentu saja makalah ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, tak lupa kami haturkan terima kasih kepada:1. Rima Parwati Sari, drg. M Kes. (PJM)2. Isidora Karsini S., drg., MS., SpPM.3. Kristanti Parisihni, drg., MKes.

Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga pada makalah selanjutnya kami dapat membuatnya dengan lebih baik. Kami mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan dan kekurangan.

Surabaya, 3 Januari 2014

Penyusun

DAFTAR ISIKata pengantar..........................................................................................iDaftar isi....................................................................................................iiBAB I. Pendahuluan1.1 Latar belakang................................................................................11.2 Batasan topik.................................................................................11.3 Peta konsep...................................................................................3BAB II. Pembahasan 2.1 Ulser 2.1.1 Definisi..72.1.2 Macam..72.2 SAR2.2.1 Definisi.....................82.2.2 Tipe......................82.2.3 Gambaran Klinis...92.2.4 Predisposisi...102.3 Bakteri RM 2.4 Habitat Bakteri RM 2.5 Patogenesis.....................152.5.1 Secara Umum.................................152.5.2 Stres.........................................................................152.6 Terapi Obat Lokal....................162.7 Farmakologi.......172.7.1 Clorhexidine.............................................................172.7.2 As. Hialuronat..........................................................182.8 Penulisan Resep....................................................................20BAB III. PenutupKesimpulan...21Daftar Pustaka..............21

BAB IPENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Jimmy, 21 tahun, seorang mahasiswa FKG UHT semester 7 yang sedang mengambil skripsi, mengeluh adanya sariawan kecil-kecil yang banyak tersebar pada rongga mulutnya. Sering mengalami sariawan tapi tidak sebanyak sekarang ini. Dokter gigi melihat adanya ulser multiple dengan diameter sekitar 1-2 mm menyebar pada bukal fold hingga orofaring. Penderita sudah mengkonsumsi vitamin dan berusaha untuk istirahat yang cukup. Dokter gigi menduga hal ini disebabkan oleh karena stres. Dokter gigi menuliskan resep berupa terapi obat lokal dengan tujuan untuk mempercepat penyembuhan ulser dan mencegah terjadinya infeksi sekunder.

1.2 BATASAN TOPIK 1. Ulser a. Definisib. Macam2. SARa. Definisi b. Tipe c. Gambaran Klinisd. Predisposisi3. Bakteri RM4. Habitat Bakteri RM 5. Patogenesisa. Secara Umumb. Stres6. Terapi obat lokal 7. Sifat farmakologi a. Clorhexidinea. As. Hialuronat

8. kesimpulan

PETA KONSEP

Stres

Ulser Multiple

Diagnosa (SAR Herpetiformis)

Terapi Obat Lokal Infeksi Sekunder

Penulisan Resep(Antiseptik)

BAB IIPEMBAHASAN

1. ULCERa. Definisi Kerusakan mukosa/ kulit yang melebihi membrane basalis. Biasanya berwarna putih kekuningan. Terdapat sel radang, epitel yang mengalami deskuamasi, sisa makanan, bakteri. Adanya gigi yang fraktur, karies, malposisi, malformasi ataupun fitting denture, juga berperan dalam proses terbentuknya ulser. Trauma fisik yang lain terjadi oleh pipi, lidah tergigit, trauma tekanan sikat gigi yang terlalu besar.b. Macam/ Tipe Ulser Ulser Akut (timbul mendadak):

Nyeri karena adanya inflamasi akut Tertutup eksudat Berwarna kuning putih Dikelilingi halo eritematus Biasanya tidak lebih tinggi dari permukaan mukosa Merupakan lesi yang dangkal dan sembuh dalam waktu lebih dari 2 minggu

Ulser Kronis (timbul bertahap):

Tidak terlalu sakit Tertutup membrane berwarna kuning Terjadi indurasi karena jaringan parut Dikelilingi tepi yang lebih tinggi dari permukaan mukosa Tidak sembuh dalam waktu lebih dari 2 minggu

2. SAR

a. Definisi SAR:SAR merupakan ulser oval rekuren pada mukosa mulut tanpa tanda-tanda adanya penyakit lain dan salah satu kondisi ulseratif mukosa mulut yang paling menyakitkan terutama sewaktu makan, menelan dan berbicara. Penyakit ini relatif ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Tetapi bagi orang orang yang menderita SAR dengan frekuensi yang sangat tinggi akan merasa sangat terganggu. Beberapa ahli menyatakan bahwa SAR bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan gambaran beberapa keadaan patologis dengan gejala klinis yang sama.Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal, labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa orofaring.

b. Tipe:

SAR tipe minorTipe minor mengenai sebagian besar pasien SAR yaitu 75% sampai dengan 85% dari keseluruhan SAR, yang ditandai dengan adanya ulser berbentuk bulat dan oval, dangkal, dengan diameter 1-10 mm, dan dikelilingi oleh pinggiran yangeritematous. Ulserasi dari tipe minor cenderung mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut. Ulserasi biasa tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri atas 4-5 ulser dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa meninggalkan bekas jaringan parut. SAR tipe mayorTipe mayor diderita 10%-15% dari penderita SAR dan lebih parah dari tipe minor. Ulser biasanya tunggal, berbentuk oval dan berdiameter sekitar 1-3 cm, berlangsung selama 2 minggu atau lebih dan dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin.Ulser yang besar, dalam serta bertumbuh dengan lambat biasanya terbentuk dengan bagian tepi yang menonjol serta eritematous dan mengkilat, yang menunjukkan bahwa terjadi edema. Selalu meninggalkan jaringan parut setelah sembuh dan jaringan parut tersebut terjadi karena keparahan dan lamanya ulser. SAR tipe herpetiformisIstilah herpetiformis pada tipe ini dipakai karena bentuk klinisnya (yang dapat terdiri dari 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-virus herpes tidak mempunyai peran etiologi pada SAR tipe herpetiformis. SAR tipe herpetiformis jarang terjadi yaitu sekitar 5%-10% dari kasus SAR. Setiap ulser berbentuk bulat atau oval, mempunyai diameter 0,5- 3,0 mm dan bila ulser bergabung bentuknya tidak teratur. Setiap ulser berlangsung selama satu hingga dua minggu dan tidak akan meninggalkan jaringan parut ketikasembuh.

c. Gambaran Klinis

Gambaran klinis SAR penting untuk diketahui karena tidak ada metode diagnosa laboratoriam spesifik yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa SAR. SAR diawali gejala prodormal yang digambarkan dengan rasa sakit dan terbakar selama 24-48 jam sebelum terjadi ulser. Ulser ini menyakitkan, berbatas jelas, dangkal, bulat atau oval, tertutup selaput pseudomembran kuning keabu-abuan, dan dikelilingi pinggiran yang eritematus dan dapat bertahan untuk beberapa hari atau bulan.

Tahap perkembangan SAR dibagi kepada 4 tahap yaitu:

1. Tahap premonitori, terjadi pada 24 jam pertama perkembangan lesi SAR. Pada waktu prodromal, pasien akan merasakan sensasi mulut terbakar pada tempat dimana lesi akan muncul. Secara mikroskopis sel-sel mononuklear akan menginfeksi epitelium, dan edema akan mulai berkembang.

2. Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan lesi SAR. Pada tahap ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi eritematus. Intensitas rasa nyeri akan meningkat sewaktu tahap pre-ulserasi ini.

3. Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu. Pada tahap ini papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan diselaputi oleh lapisan fibromembranous yang akan diikuti oleh intensitas nyeri yang berkurang.

4. Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke - 4 hingga 35. Ulser tersebut akan ditutupi oleh epitelium. Penyembuhan luka terjadi dan sering tidak meninggalkan jaringan parut dimana lesi SAR pernah muncul. Semua lesi SAR menyembuh dan lesi baru berkembang.

Berdasarkan hal tersebut SAR dibagi menjadi tiga tipe yaitu stomatitis aftosa rekuren tipe minor, stomatitis aftosa rekuren tipe mayor, dan stomatitis aftosa rekuren tipe herpetiformis.d. Predisposisi

1. Pasta gigi dan obat kumur SLSPenelitian menunjukkan bahwa produk yang mengandungi SLS yaitu agen berbusa paling banyak ditemukan dalam formulasi pasta gigi dan obat kumur, yang dapat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya ulser, disebabkan karena efek dari SLS yang dapat menyebabkan epitel pada jaringan oral menjadi kering dan lebih rentan terhadap iritasi.

2. TraumaUlser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat trauma. Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut.

3. GenetikFaktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang menderita SAR. Faktor genetik SAR diduga berhubungan dengan peningkatan jumlah human leucocyte antigen (HLA), namun beberapa ahli masih menolak hal tersebut.

4. Gangguan ImunologiTidak ada teori yang seragam tentang adanya imunopatogenesis dari SAR, adanya disregulasi imun dapat memegang peranan terjadinya SAR. Salah satu penelitian mungungkapkan bahwa adanya respon imun yang berlebihan pada pasien SAR sehingga menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa.

5. StressStres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi.

6. Defisiensi NutrisiWray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam folat dan zat besi dan 2% defisiensi ketiganya.

7. HormonalPada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron.

8. Infeksi BakteriGraykowski dan kawan-kawan pada tahun 1966 pertama kali menemukan adanya hubungan antara bakteri Streptokokus bentuk L dengan lesi SAR dengan penelitian lebih lanjut ditetapkan bahwa Streptokokus sanguis sebagai penyebab SAR.

9. Alergi dan SensifitasAlergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi.

10. Obat-ObatanPenggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen kemoterapi dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang pada resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR

11. Penyakit SistemikBeberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR. Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian oleh dokter.

12. MerokokAdanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan dengan yang bukan perokok.

3. Bakteri RM

A.Coccus1.Gram (+)a.Genus streptococcus : s. mutan serotypes, s, sabrinus serotypes, s. cricetus serotypes, s. rattus serotypes.b.Salivatorius group : s. vestibularis, s. intermedius.c.Anginosus group : s. constellatus, s. intermedius, s. anginous.d.Mitis groups : s. mitis, s. sangurs, s. crista, s. gardinri, s. oralis.e.Anaerobic streptococcus : reptococcus anaerobic, micromonas micros, einegoldia magnus.f.Genus stomacoccus : Stomaicoccus mucitagenosus.g.Genus staphylococcus & micrococcus.

2.Gram (-)a.Genus Nersseria (diplococci) : N. subfalvo, N. mucosa, N. sicca.b.Genus veilionella (kecil) : V. parvola, V. dispar, V. atypical.

B.Basil / Batang1.Gram (+)a.Genus Actinomyces : A. israelli, A. gonencseriae, G. odontolyticus, A. naesiondri, A. myeri.b.Genus lactobacillus : L. casei, L. fermentum, L. acidophilus.c.Genus prepioni bacterium : propionibacterium acnes.

2.Gram (-)a.Facultative anaerobic dan caphophilic genera :Genus Haemophillus : H. haemolyticus, H. parainfluenza.Genus Actinobacillus : Actinobacillus, Actinomycetemcomitans.Genus fikonella : cocobacilli.Genus capnocytophage : c. granulose, c. gingivalis.b.Obligat anaerobic genera.Genus porphyromonas : P. gingivalis, P. cotoniae.Genus proveteila : P. intermedia, P. nigrescens.Genus Leprotrichia : L. bucallis.Genus Wolinella : W. succinogenes.Genus Selenomonas : S. sputigens, S. noxic.Genus trepunema : T.denticula, T. macrodentium.

c.Oral protozoaGenus Entamoeba : E. gingivalis.Genus Trichomonas : T. tenax

4. Habitat Bakteri RM

Mukosa bukal dan dorsum lidah

ciri spesial dari mukosa mulut->beragam flora pada papila lidah yang paling tinggi kondilnya karenamerupakantempat pelindung yang aman. papila lidah punya redox potensial yang rendah,meningkatnya pertumbuhan flora anaerob dan sebagai tempat berkumpulnya bakteri gram negatif yang menyebabkan penyakit periodontal.

Permukaan gigi (supragingival dan subgingival)

tempat pada tubuh sebagai ladang populasi mikroba banyak bakteri yang ada pada permukaan gigi->plak yang dihasilkan. plak merupakan pencetus karies dan penyakit periodontal.

Epitel crevicular dan gingival crevice

meskipun pada area minor di rongga mulut,bakteri yang ada pada daerah ini memegang peranan penting pada pencetus penyakit periodontal dan gingival.

Alat" ortho dan prosto

jika alat-alat ortho dan prosto tidak dibersihkan secara baik -> wadah yang penuh dengan bakteri/jamur mati. jamur pada permukaan full denture->candida->dentule stomatitis

5. Patogenesis

Stadium Pronormal Terjadi pada 24-48 jam pertama, muncul perasaan geli pada tempat dimana lesi berkembang. Bisa disertai gejala demam, malaise, mialgia, athralgia, mual, muntah, sakit kepala dan pembesaran kelenjar limfe. Stadium ini disertai dengan peningkatan rasa nyeri serta lesi berkembang menjaadi edema popular lokal yang berhubungan dengan vakuolisasi keratinosit yang dikelilingi oleh lingkaran eritematus yang menggambarkan vaskulitis lokal dengan peningkatan infiltrasi sel mononuclear.37 Stadium Ulseratif Terjadi ulseratif yang nyeri dan ditutupi membran fibrous, dasar ulkus diinfiltrasi terutama oleh neutrofil, limfosit, dan sel plasma. Stadium ini terjadi dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.37 Stadium PenyembuhanTerjadi regenerasi epitel yang mulai menutupi ulkus serta berkurangnya rasa nyeri yang ditimbulkan.37 Rekuren aftosa stomatitis minor biasanya sembuh dengan spontan tanpa pembentukan jaringan parut, dalam waktu 14 hari

MenurutKilic SS (2004)Beberapa etiologi dan patogenesis belum dapat diketahui, namun memiliki komponen herediter yang kuat dan muncul untuk dapat berhubungan dengan reaksi imun terhadap mukosa oral. Lesi SAR tidak disebabkan oleh suatu faktor(single factor)namun terjadinya bisa padatempat ataupun daerah yang memperbolehkan lesi tersebut untuk berkembang. Faktor-faktor tersebut antara lain: trauma, merokok, stres, kondisi hormonal, riwayat keluarga, hipersensitif terhadap makanan (alergi), infeksi, maupun faktor imun (misalnya AIDS).

MenurutScully C. (2008)Etiologi SAR tidaklah jelas sehingga aphtae disebut dengan bentuk idiopatic. Belum ada satupun bukti yang menunjukkan bahwa SAR merupakan penyakit autoimun karena tak satupun antibodi ditemukan dan SAR itu sendiri akan sembuh dengan sendinya dan tiba-tiba sejalan dengan bertambahnya usia. SAR tidak hanya pada suatu kondisi saja, namun SAR bisa bermanifestasi pada kelompok kelaianan dalam etilogi yang berbeda. Reaksia silang antara mukosa oral dengan mikroorganisme bisa juga terjadi. Kemungkinan yang pertama ialah terjadinyaheat shock protein.

Mekanisme Mikrobiologik

MenurutKilic SS (2004)Meskipun tidak ada data yang eksis untuk menetapkan etiologi SAR, beberapa penelitian menyatakan kemungkinan masuknyaStreptococcusmaupunHelicobacter pyloridalam perkembangan SAR. Streptococcus bersama dengan antigen terkaitnya, glucosyltransferase D (GtfD), dapat juga dimasukkan ke dalam proses terjadinya penyakit SAR, khususnya pada tahap exerbasi. Suatu latar imunlah yang menyebabkan adanya reaksi silang denganStreptococcus sanguisyang sering kali terpisah dari lesi ataupun bisa jugaheat shock protein.Helicobacter pyloritelah terdeteksi juga pada jaringan yang terkena lesi berupa ulser rongga mulut. Adanya Herpesvirus virions tidak dapat dibuktikan pada lesi SAR, meskipun RNA compliment pada cvirus herpes simplex yang terrdeteksi dalam sirkulasi sel-sel mononuklear pada beberapa pasien SAR. Kemungkinan termasukhuman herpesvirus 6 (HHV-6), dan Ebstein-Barr virus pada perkembangan SAR yang telah di kembangkan. Tidak ada kontradiksi serologis dan data data molekuler pada bentuk etiologis pada human cytomegalovirus (HCMV), ataupun varicella zoster virus (VZV) pada pasien SAR.

6. Terapi Obat Lokal

Menurut fisika kimiaObat higroskopis dipilih larutan, puyer/ tablet : basahobat padat : padat/cairan asal stabilobat padat : salep/cremobat cair : cairan kecuali vitamin yang larut dalam minyak (soft capsul )Faktor penderita

efek obat yang dikehendakidalam keadaan akutefek sistemikefek local dengan sediaan padatefek local lebih dalamumur penderitaanak-anak : dipilih larutan tidak larut dengan air dipilih puyer atau suspenselansia = anak-anaklokasiefek local : efek obat dipakai untuk kulit, kulit berambut atau mukosapenetrasi : obat melalui kulit dan mudah dijangkauefek sistemik : per oral lebih mudahkeadaan umumpenderitatidak sadar : parenteral atau rectalpenderita berobat jalan : per oralpenderita kooperatif atau tidak

Jadi dalam kasus ini menggunakan obat kumur soalnya dalam kasus ini ulser multiple menyebar bukal fold hingga orofaring. Kalau menggunakan salep atau crem kurang efisien dan dalam kasus ini penderita dewasa sehingga dengan mudah menggunakan obat kumur.

7. Farmakologi

HYALURONIC ACIDProteoglican yang secara umum ditemukan pada jaringan occuran intracellular(aqueus dan vitreus humourr dan cairan sinovial). Hyaluronic acid adalah komponen dari intracellular cement. Dapat digunakan dalam perawatan dari lesi pada mukosa rongga mulut. Memiliki fungsi utama untuk penyembuhan jaringan.Mekanisme kerja : Aktivasi dan moderasi respon inflamasi Meningkatkan proliferasi sel Meningkatkan migrasi sel Meningkatkan angiogenesis Meningkatkan re-ephitelisasi Menurunkan deposisi kollagen dan jaringan parut

indikasi : Untuk perawatan RAU Terutama karena mempunyai efek anti inflamasi

Efek samping: Ulcer muncul lagi pada hari ke 4 Menyebabkan hidrasi jaringan Melemahkan ikatan sel pada matriks extracellular, sehingga terjadi migrasi sel Restriksi pergerakan air dan molekul kecil

Efek jangka panjang dan pendek Efek jangka pendek : Rasa sakit berkurang(setelah 60menit ) Efek jangka panjang : Rasa tidak nyaman muncul kembali

CHLORHEXIDINE

Antibakteri yang memiliki spectrum luas.Sangat efektif untuk bakteri gram +, gram - , bakteri, ragi, jamur, protozoa, algae, dan virus.Mekanismekerja : Mengikat bakteri, berinteraksi dengan molekul dinding sel bakteri, meningkatkan permeabilitas dinding sel bakteri, sehingga dapat penetrasi kedalam sitoplasma bakteri. Diserap oleh hidroxyapatite permukaan gigi, dan mucin dari saliva. Dilepas perlahan lahan dalam bentuk yang aktif, menghambat pertumbuhan plak.Indikasi :Kumur 2 x sehari dengan chlorhexidine 0,2% dapat mengurangi mikroorganisme saliva hingga 80%.Digunakan dalam : Terapi gingivitis Pencegahan kelainan periodontal Membantu pembersihan gigi secara konvensional Membatu kebersihan RM setelahoperasi Menjaga kebersihan gigitiruan

Efek jangka panjang & pendek : Efek jangka pendek : Menurunkan jumlah bakteri saliva hingga 80 %.Jika penggunaan dihentikan, dalam 24 jam jumlah mikroorganisme kembali normal. Efek jangka panjang : Menyembuhkan infeksi candidiasis akutdan leukemia akut ( dalam 2 4 hari ) Menghambat terbentuknya caries Pemakaian fixed orthodonsiaEfeksamping : Bila tertelan dapat terjadi dermatitis danurtrikaria. Pemakaian dalam waktu lama dapat menyebabkand iskolorasi dari mahkota jacket akrilik dan tumpatan pada gigi.

8. Penulisan Resep

Drg Wisnu KuncoroJln Surabaya No. 37SurabayaSIP: 123456SID: 789102

Surabaya, 9 januari 2014

R/ Asam hialuronat garg. No.I S 2 d. d. I collut or.

R/ Chlorhexidine garg. No. I S 2 d. d. I collut or.

Pro : AlbetUsia : 21 tahunAlamat : Jln. Sidoarjo 8

BAB IIIPENUTUP

KESIMPULAN

Pada kasus kali ini, pasien mendertita Stomatitis Apthosa Rekuren (SAR) yang dipicu karena stres. Sehingga muncul ulser multiple . gambaran klinis menunjukan ulser yang berdiameter 1-2 mm dan menyebar dari bukal hingga ke orofaring. Dan resep yang dianjurkan untuk digunakan adalah asam hialuronat atau Clorhexidine karena ulser ini menyebar sehingga jika menggunakan sediaan obat lain seperti cream atau salep hasilnya kurang efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA http://ryodental.blogspot.com/2011/08/antiseptik-rongga-mulut.html

Bruce AJ dan Rogers RS, 2003. Acute Oral Ulcers. Dermatologic Clinics, 21: 1-15. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12622264. Accesed June 14, 2012

Nisa R, 2011. Stomatitis Aftosa Rekuren (Sar) Yang Dipicu Oleh Stres Pada Mahasiswa Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Skripsi, chapter II. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Available from url : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/27287. Accessed December 29th 2013

Nareswari A, 2010. Perbedaan Efektivitas Obat Kumur Chlorhexidine Tanpa Alkohol Dibandingkan Dengan Chlorhexidine Beralkohol Dalam Menurunkan Kuantitas Koloni Bakteri Rongga Mulut. Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, Medan. Available From Url : Http://Eprints.Uns.Ac.Id/10157/1/136690908201005241.Pdf. Accessed Nolan A. Et Al, 2006. The Efficacy Of Topical Hyaluronic Acid In The Management of recurrent aphthous ulceration. Available from url : http://oraldent.org/dloads/Recurrent%20Apthous%20Ulcers%20Nolan%20Study.pdf. Accessed