sistem imunitas rongga mulut

42
Sistem Imunitas Rongga Mulut Rongga mulut merupakan pintu masuk utama mikroorganisme, oleh karena itu baanyak faktor yang terlibat dalam organisasi pertahanan terhadap kuman pathogen. Menurunnya fungsi faktor- faktor ini akan menimbulkan masalah karena adanya bakteri oportunistik yang dapat menjadi pathogen dan menimbulkan berbagai kelainan. Faktor-faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi barier anatomi dan fisiologi, seperti epitel, aliran air liur atau anatomi gigi : pertahanan seluler misalnya fagositosis oleh leukosit dan makrofag; dan imunitas humoral melalui antibody di dalam air liur dan celah gusi. Berbagai faktor ini, merupakan fungsi beberapa jaringan di dalam rongga mulut seperti membrane mukosa, jaringan limfoid rongga mulut, kelenjar air liur, dan celah gusi. Mukosa sangat berperan paada kesehatan di dalam rongga mulut kaarena pada keadaan normal, integritasnya berfungsi untuk menahan penetrasi mikroorganisme. Daerah yang agak rawan di dalam rongga mulut pada pertemuan antara gigi dan gusi Adapun beberapa komponen jaringan rongga mulut yang terlibaat, antara lain : · Membran mukosa Barier protektif mukosa mulut terlihat berlapis-lapis terdiri atas air liur pada permukaannya, lapisan keratin, lapisan granular, membrane basal, dan komponen seluler serta humoral yang berasal dari pembuluh darah. Komposisi jaringan lunak mulut merupakan mukosa yang terdiri dari skuamosa yang karena bentuknya, berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme

Upload: trianike-nur-aini

Post on 05-Dec-2014

811 views

Category:

Documents


325 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sistem Imunitas Rongga Mulut

Sistem Imunitas Rongga Mulut

Rongga mulut merupakan pintu masuk utama mikroorganisme, oleh karena itu

baanyak faktor yang terlibat dalam organisasi pertahanan terhadap kuman pathogen.

Menurunnya fungsi faktor-faktor ini akan menimbulkan masalah karena adanya bakteri

oportunistik yang dapat menjadi pathogen dan menimbulkan berbagai kelainan. Faktor-faktor

tersebut dapat dikategorikan menjadi barier anatomi dan fisiologi, seperti epitel, aliran air liur

atau anatomi gigi : pertahanan seluler misalnya fagositosis oleh leukosit dan makrofag; dan

imunitas humoral melalui antibody di dalam air liur dan celah gusi.

Berbagai faktor ini, merupakan fungsi beberapa jaringan di dalam rongga mulut seperti

membrane mukosa, jaringan limfoid rongga mulut, kelenjar air liur, dan celah gusi. Mukosa

sangat berperan paada kesehatan di dalam rongga mulut kaarena pada keadaan normal,

integritasnya berfungsi untuk menahan penetrasi mikroorganisme. Daerah yang agak rawan

di dalam rongga mulut pada pertemuan antara gigi dan gusi

Adapun beberapa komponen jaringan rongga mulut yang terlibaat, antara lain :

· Membran mukosa

Barier protektif mukosa mulut terlihat berlapis-lapis terdiri atas air liur pada

permukaannya, lapisan keratin, lapisan granular, membrane basal, dan komponen

seluler serta humoral yang berasal dari pembuluh darah. Komposisi jaringan lunak

mulut merupakan mukosa yang terdiri dari skuamosa yang karena bentuknya,

berguna sebagai barier mekanik terhadap infeksi. Mekanisme proteksi, tergantung

pada deskuamasinya yang konstan sehingga bakteri sulit melekat pada sel-sel epitel

dan derajat keratinisasinya yang mengakibatkan epitel mukosa mulut sangaat efisien

sebagai barier. Kedua hal ini, haruslah dalam keadaan seimbang. Keratinisasi

palatum durum dan gusi sangat baik sedangkan keratinisasi epitel kantong gusi

sangat baik, karenanya merupakan barier pertahanan yang agaak lemah. Namun,

kontak yang rapat antara epitel kantong gusi dan permukaan gigi dapat menurunkan

kemungkinan penetrasi mikroorganisme.

Jaringan lunaak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstraoral

dan agregasi limfoid intraoral. Suatu jaringan halus kapiler limfatik yang terdapat

pada permukaan mukosa lidah, dasar mulut. Palatum, pipi, bibir mirip yang berasal

dari gusi dan pilpa gigi. Kapiler-kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik

besar dan bergabung dengan pembuluh limfatik yang berasal dari bagian di dalam

otot lidah dan struktur lainnya. Antigen mikrobial yang dapat menembus epitel

Page 2: Sistem Imunitas Rongga Mulut

masuk ke lamina propria. Akan difagositosis oleh sel-sel Langerhans yang banyak

ditemukan pada mukosa mulut.

Kelenjar saliva yang mengandung sel plasma dan limfosit, terdiri atas 6

kelenjar saliva utama dan beberapa kelenjar saliva kecil yang tersebar di bawah

mukosa mulut. Kelenjar saliva ini memproduksi IgA yang akan disekresikan ke

dalam rongga mulut dalam bentuk sIgA. Pada jaringaan gusi ditemukan berbagai

komponen selular dan humoral, seperti PMN neutrofil, makrofag, limfosit dan sel

plasma yang penting dalam respon imun terhadap plak bacterial. Pada daerah

submukosa jugaa tersebar sel limfoid yang akan berproliferasi bila barier pertahanan

pertama pada permukaan mukosa dapat ditembus antigen.

· Saliva

Air liur disekresikan oleh kelenjar parotis, submandibularis, submaksilaris,

dan beberapa kelenjar ludaah kecil pada permukaan mukosa. Aliran air liur sangat

berperan dalam membersihkan rongga mulut dari mikroorganisme. Dalam hal ini,

air liur bertindak sebagai pelumas aksi otot lidah, bibir, dan pipi. Aliran liur aakan

mencuci permukaan mukosa mulut sedangkan sirkulasi darah subepitel bertindak

sebagai suplemen paada batas jaringan lunak daan keras melalui cairan celah gusi.

Air liur akan tetap mengalir meskipun tanpa dirangsang, rata-rata sekitar 19

ml/jam atau sekitar 500 ml/hari. Rata-rata sekresi air liur meningkaat paada saat

makan atau rangsangan psikis dan menurun pada waktu tidur. Bila jumlah aliran

aair liur menurun, dapat meningkatkan frekuensi karies gigi, parotitis atau

peradangan kelenjar parotis. Pada pH air liur yang rendah, mikroorgnisme dapat

berkembang dengan baik. Sebaliknya, pada pH tinggi dapat mencegah terjadinya

karies tinggi.

· Celah gusi

Pengetahuan tentang struktur dan fungsi epitel jungsional yang terletak pada

celah gusi, berguna untuk memahami hubungan biologic antara komponen

vaskuler dan struktur periodontal. Epitel ini mempunyai dua lamina basalis,

satu melekat pada jaringan konektif dan yang lainnya pada permukaan gigi.

Polipeptida keratin pada epitel junctional berbeda pada keratin epitel sirkular.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa diantara keduanya funsinya juga berbeda.

Komponen selular dan humoral dari darah akan melewati epitel junctional

yang terletak pada celah gusi dalam bentuk cairan celah gusi. Apakah aliran

celah gusi ini merupakan proses fisiologik atau merupakan respon terhadap

Page 3: Sistem Imunitas Rongga Mulut

inflamasi, sampai saat ini masih belum ada kesatuan pendapat. Pendapat yang

banyak dianut saat ini adalah, pada keadaan normal cairan celah gusi yang

mengandung leukosit ini akan melewati epitel junctional menuju ke

permukaan gigi. Aliran cairan ini akan meningkat bila terjadi gingivitis atau

periodontitis. Selain leukosit cairan celah gusi ini juga mengandung komponen

komplemen selular dan humoral yang terlibat dalam respon imun.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2 Sistem kekebalan tubuh ( imunitas ) adalah sistem mekanisme pada organisme yang

melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh

patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang

luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta

menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat

dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa (Anwar, 2009).Yang dimaksud dengan

system imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan

keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai

bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja,1996).

Page 4: Sistem Imunitas Rongga Mulut

Sistem imun adalah semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan

keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai

bahan dalam lingkungan hidup. Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila ke dalam

tubuh masuk suatu zat yang oleh sel at au jaringan tadi dianggap asing, yaitu yang disebut

antigen. Sistem imun dapat membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuh

sendiri (self). Dari beberapa keadaan patologik, sistem imun ini tidak dapat membedakan self

dan non-self sehongga sel-sel dalam sist em imun membentuk zat anti terhadap jaringan

tubuhnya sendiri yang disebut autoantibodi. Bila sistem imun terpapar pada zat yang

dianggap asing, maka ada dua jenis respon imun yang mungkin terjadi, yaitu respon imun

nonspesifik dan respon imun spesifik.

Tugas dasar sistem imunitas tersebut antara lain adalah membedakan ‘dirinya sendiri’

(seluruh sel di dalam tubuh) dengan ‘pendatang asing’ (bakteri, virus, toksik, jamur, serta

jaringan asing). Menghadapi pendatang asing tadi, sistem imunitas harus membentuk sel

khusus melalui sel darah putih, untuk mengeliminasi pendatang asing tersebut. Karena

manusia berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sistem imunitas mampu beradaptasi dengan

kondisi sehari-hari. Sistem imun terdiri dari sistem imun spesifik dan sistem imun

nonspesifik, keduanya berperan terutama dalam proses fagositosis. Dalam laporan ini akan

dijelaskan mengenai sistem imun dan proses fagositosis tersebut.

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 SISTEM IMUN

Sistem imun pada manusia terdiri dari sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik

3.1.1 NONSPESIFIK

Respon imun nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity) dalam

arti bahwa respon zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar

pada zat tersebut, sedangkan respon imun spesifik merupakan respon didapat (acquired) yang

timbul terhadap antigen tertentu, terhadap bagian tubuh mana yang terpapar sebelumnya.

Perbedaan utama terhadap kedua jenis respon imun itu adalah dalam hal spesifisitas dan

pembentukan memory terhadap antigen tertentu pada respon imun spesifik yang tidak

terdapat pada respon imun nonspesifik. Namun telah dibuktikan pula bahwa kedua jenis

respon di atas saling meningkat kan efektifitas dan bahwa respon imun yang terjadi

sebenarnya merupakan int eraksi antara satu komponen dengan komponen lain yang dapat

terdapat di dalam sistem imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa

Page 5: Sistem Imunitas Rongga Mulut

sehingga menghasilkan suatu aktivasi biologik yang seirama dan serasi.

Sistem imun nonspesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi

mikroorganisme, oleh karena itu dapat memberikan respon langsung terhadap antigen,

sedangkan sistem imun spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu

sebelum dapat memberikan responnya.

Respon imun nonspesifik. Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap

masuknya antigen, misalnya antigen bakteri, adalah menghancurkan bakteri bersangkutan

secara nonspesifik dengan proses fagositosis. Dalam hal ini leukosit yang termasuk fagosit

memegang peranan peranan yang sangat penting, khususnya makrofag demikian pula

neutrifil dan monosit. Supaya dapat terjadi fagositosis sel-sel fagosit tersebut harus berada

dala jarak dekat dengan part ikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus

melekat pada permukaan fagosit . Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus bergerak

menuju sasaran. Hal ini dimungkinkan berkat dilepaskannya zat atau mediator tertentu yang

disebut factor leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari bakteri maupun yang dilepaskan

oleh neutrofil atau makrofag yang sebelumnya telah berada di lokasi bakteri atau yang

dilepaskan oleh komplemen. Selain factor kemotaktik yang menarik fagosit menuju antigen

sasaran, untuk proses fagositosis selanjutnya bakteri perlu mengalami opsonisasi terlebih

dahulu.

Ini berarti bahwa bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh immunoglobulin atau komplemen

(C3b), agar supaya lebih mudah ditangkap oleh fagosit. Selanjutnya partikel bakteri masuk ke

dalam sel dengan cara endositosis dan oleh pembentukan fagosom yang terperangkap dalam

kantung fagosom seolah-olah ditelan untuk kemudian dihancurkan, baik dengan proses

oksidasi-reduksi maupun oleh derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau penghancuran

oleh lisozim dan gangguan metabolisme bakteri.

Kekebalan tubuh nonspesifik adalah bagian dari tubuh kita yang telah ada sejak kita lahir.

Ciri-cirinya: Sistem ini tidak selektif,artinya semua benda asing yang masuk ke dalam tubuh

akan diserang dan dihancurkan tanpa seleksi, Tidak memiliki kemampuan untuk mengingat

infeksi yan terjadi sebelumnya.

Komponen-komponen yang berperan dalam sistem imun nonspesifik dalam rongga mulut

adalah:

1. Protein-Enzim

a. Enzim lisozomal : merupakan enzim mukolitik yang mampu memecahkan ikatan

glikopeptide dinding bakteri gram positif, sehingga lisis. Termasuk kolagenase,

Page 6: Sistem Imunitas Rongga Mulut

elastase, hyaluronidase. Mesikupun enzim-enzim ini diproduksi oleh sel-sel neutrofil,

sebagian besar dihasilkan oleh kelenjar ludah. Perlu ditekankan bahwa enzim

penghancur juga di produksi oleh bakteri sehingga hadirnya enzim ini juga dapat

merusak jaringan gingivanya sendiri. bahkan disebut suatu protase yang dapat

mengaktifkan IgA. 

b. Laktoferin dan laktoperoksidase: yang mempunyai aktifitas antibakteri dan antivirus.

c. Musin: yang menghambat perlekatan virus pada sel epitel.

d. Interferon: diproduksi oleh sel hospes, sebagai reaksi terhadap invasi virus.

Dibedakan tiga tipe interferon manusia, yaitu: α(alfa), dihasilkan oleh sel-ael darah

putih,β(beta) oleh fibroblas dan γ(gamma) oleh limfosit yang teraktivasi. Zat ini

mempunyai spectrum luas dari aktivitas biologiknya termasuk melindungi sel dari

infeksi virus, menekan replikasi virus, meningkatkan aktivitas sel NK (Natural Killer)

dan menghadirkan HLA pada permukaan sel makrofag dan sel limfosit B.

e. Sitokin: merupakan zat biologik aktif yang diproduksi berbagai tipe sel dari kelompok

non-limfoid, sebagai reaksi terhadap suatu radang. Misalnya: histamin yang dikenal

sebagai vasodilator; prostaglandin, sebagai mediator rasa sakit yang potean bersama

dengan leukotrin, SRA-A (Slow Reacting Substance of Anaphylaxis) yang

menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah dan kontraksi otot polos.

IL1 (Interleukin-1 diproduksi oleh sel monosit yang paling banyak dibicarakan,

memobilisasi sel yang terlibat dalam proses radang. 

2. Komplemen

Sudah ada dalam darah, sebelum dibentuknya IgM dalam mobilitas elektroforosis termasuk

kelompok alfa dan beta globulin. Terutama dihasilkan oleh hari beredar dalam darah sebagai

bentuk yang tidak aktif, dan bersifat termolabil. Dalam cairan saku gusi ditemukan bentuk

C2, C4, dan C5. Mengenai C3 disamping dalam bentuk yang tidak aktif, juga dalam bentuk

yang berubah, artinya aktivasi komplemen sudah terjadi secara in vivo. Kehadiran ikatan

kompleks Ag-Ab, akan mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik seperti model kaskade

pembekuan darah (self amplifying). Dimulai dengan pengaktifan C142, berlanjut ke C3 dan

berakhir dengan lisisnya membran sel target oelh C5-9. Pengaktifan C3 juga dapat

brlangsung dengan jalan pintas tanpa adanya antibody yang disebut jalur alternatif. Plak gigi

ternyata berpotensi membuka jalur ini, akan mengaktifkan C3 yang berakhir juga dengan

membranolisis/antigenolisis. Konsentrasi C2 dan C4 dalam cairan gingival yang meradang,

meningkat dibandingkan dengan normal. Sel-sel ini baru aktif bekerja kalau tubuh dimasuki

zat-zat bersifat allergen ang biasanya terdapat dalam makanan.

Page 7: Sistem Imunitas Rongga Mulut

3. Sel N.K (Natural killer)

Sel ini baru jelas peranannya dalam system pertahanan, terutama menghadapi perubahan

komponen tubuh sendiri, sebagai akibat dari perlakuan virus ataupun zat-zat kimia tertentu.

Sel ini tidak memiliki permukaan sel T ataupun sel B. dapat mengenal benda asing tanpa

memerlukan pengenalan spesifik terlebih dahulu (tidak mempunyai memori). Tidak memiliki

sifat fagosit tetapi mempunyai reseptor IgG sehingga membunuh sel targetnya dengan

mekanisme intim kontak ekstraseluler. Sel ini menempati garis pertahanan yang terdapat

dalam system pertahanan seperti halnya natural antibody dari system kekebalan humoral.

Terutama dalam upayanya mengendalikan kecenderungan sel menjadi ganas. Sel NK tidak

membunuh bakteri maupun benda asing lainnya dengan fagositosis. Sel NK memiliki vesikel

yang berisi perforin, dimana zat ini akan menempel pada dinding sel bakteri dan membuat

lubang pada sel bakteri yang menyebabkan air, garam maupun zat lain yang berada di luar

tubuh bakteri masuk ke dalam tubuh bakteri sehingga bakteri akan lisis.

3.1.2 SPESIFIK

Kekebalan tubuh spesifik adalah system kekebalan yang diaktifkan oleh kekebalan tubuh

nonspesifik dan merupakan system pertahanan tubuh yang ketiga. Ciri-cirinya: Bersifat

selektif terhadap bendaasing yang masuk ke dalam tubuh. Sistem reaksi ini tidak memiliki

reaksi yang sama terhadap semua jenis benda asing, Memiliki kemampuan untuk mengingat

infeksi sebelumnya, Melibatkan pembentukan sel-sel tertentu dan zat kimia ( antibody ),

Perlambatan, waktu antara eksposur dan respon maksimal.

Tanggap kebal seluler dikendalikan oleh sel-sel yang tersebar dalam jaringan submukosa,

gingival, kelenjar ludah, epitel, cairan saku gusi, tonsil dan kelenjar getah bening ekstraoral.

1. Agregasi Jaringan Limfoid Submukosa

Sel-sel mononuclear (limfosit dan makrofag) ditemukan tersebar tepat dibawah epitel mulut,

didaerah palatum lunak, dasar mulut, permukaan ventral dari lidah dan kadang-kadang di pipi

dan di bibir. Secara histologik, massa jaringan ini seperti jaringan tonsil.

2. Jaringan Limfoid Gingival

Melalui rangsang plak bakteri, jaringan ini menarik sel-sel terutama sel-sel limfosit yang

dalam situasi radang berubah menjadi sel-sel plasma. Rasio sel T dan B dalam cairan saku

gingival sehat akan meningkat menjadi 1:3 dibandingkan rasio dalam darah. Selain itu, dalam

proporsinya, sel-sel ini mampu membuat antibody yang spesifik. Bagaimanapun juga

Page 8: Sistem Imunitas Rongga Mulut

kebanyakan sel-sel ini memproduksi zat-zat immunoglobulin non-reaktif. Makrofag hadir

dalam gingiva, disamping memproses antigen juga ikut membantu penghancuran plak gigi.

Reaksi timbal balik antara merusak dan melindungi berlangsung jelas dalam limfoid gingiva. 

3. Kelenjar Getah Bening Ekstraoral

Anyaman halus saluran getah bening berjalan dari mucus saliva dasar mulut, palatum, bibir,

dan pipi seperti juga dari gingival dan pulpa. Semuanya bergabung membentuk saluran yang

lebih besar yang bersatu dengan saluran getah bening lainnya dari anyaman yang lebih dalam

pada otot lidah. Saluran ini melayani pengangkutan antigen menuju kelenjar getah bening

submental, submaksilaris, dan servikal. Tiap antigen yang berhasil masuk disebarkan

langsung melalui getah bening ini ataupun melalui sel-sel fagosit. Lalu diteruskan ke

kelenjarnya untuk dibangkitkan tanggap kebalnya. Gambaran khas dari kelenjar ini ialah

adanya sel-sel dendritik yang berperan dalam pemrosesan dan pemaparan antigen. Demikian

juga tonsil faringeal, lingual dan nasofaring memiliki sel-sel dendritik dan menjadi tempat

berlangsungnya sekresi antibody local. Tenggap kebal yang ditunjukan, dapat berbeda sesuai

dengan antigen dan prosentasinya . tanggap kebal seluler menyebabkan pembesaran daerah

parakortikal yang mengemban sel T. sedangkan tanggap kebal humoral melibatkan bagian

korteks yang didominasi oleh sel B. bagaimanapun juga sel-sel plasma yang memproduksi

antibody sebagian besar terdapat didalam medula.

4. Jaringan Limfoid Kelenjar Ludah

Limfosit, makrofag dan sel-sel plasma ditemukan di dalam kelenjar baik yang besar ataupun

kecil, tersebar dalam kelompok-kelompok dibawah mukosa mulut. Kebanyakan sel plasma

memproduksi IgA dan beberapa diantaranya IgG dan IgM. Tampak bawah kebanyakan IgA

dalam saliva disintesis secara local oleh sel-sel plasma kelenjar yang bersangkutan dalam

bentuk dimerik.

5. Sel-Sel Langerhans

Antigen yang masuk melalui mukosa difagositosis oleh sel-sel ini yang tersebar di atas

selaput dasar. Sel-sel ini merupakan sel-sel dendritik yang besar kemampuan kerja seperti

makrofag, memiliki reseptor Fe dan C3 serta antigen permukaan seperti Ia, yaitu antigen

transplantasi yang dtemukan terutama pada sel B dan makrofag yang identik dengan antigen

HLA-D. sesudah fagositosit, langerhans bermigrasi menuju kelenjar getah bening local dan

menatap di daerah sel T parakortikal. Dengan demikian memprakarsai tanggap kebal seluler.

Page 9: Sistem Imunitas Rongga Mulut

3.1.3 SKEMA SISTEM IMUN NONSPESIFIK DAN SPESIFIK

Non-spesifik Spesifik

SELULER Neutrofil, eusinofil, basofil, platelet, makrofag, monosit sel N.K Sel T dan B, sel

dendritik, sel langerhans, sel pemresentasi antigen

HUMORAL Lisozim, sitokin, interferon, komplemen protein Antibody IgG, IgM, IgA, IgE,

IgD, limfokin

3.2 KEMOTAKSIS

Banyak jenis zat kimia dalam jaringan dapat menyebabkan netrofil dan makrofag bergerak

menuju sumber zat kimia. Fenomena ini dikenal sebagai kemotaksis. Bila jaringan

mengalami peradangan, sedikitnya terbentuk selusin produk yang dapat menyebabkan

kemotaksis ke arah area yang mengalami peradangan, misalnya beberapa toksin bakteri atau

virus, produk degeneratif dari dareah yang mengalami radang itu sendiri, dan beberapa

produk reaksi “kompleks komplemen”.

Proses kemotaksis bergantung pada perbedaan konsentrasi zat-zat kemotaktik. Pada daerah

dekat sumber, konsentrasi zat-zat ini paling tinggi dan menyebabkan gerakan sel darah putih

yang terarah. Kemotaksis efektif sampai jarak 100 mikrometer dari jaringan yang meradang.

Karena hamper tidak ada area jaringan yang jauhnya lebih dari 50 mikrometer dari kapiler,

maka sinyal kemotaktik dapat dengan mudah memindahkan sekelompok sel darah putih dari

kapiler ke daerah yang meradang.

3.3 FAGOSITOSIS

Fungsi netrofil dan makrofag yang terpenting adalah fagositosis, yang berarti pencernaan

intraseluler terhadap agen yang mengganggu. Sel fagosit harus memilih bahan-bahan yang

akan difagositosis; kalau tidak demikian, sel normal dan struktur tubuh pun akan dicerna. 

Sistem imun tubuh membentuk antibody untuk melawan agen infeksius seperti bakteri.

Antibody kemudian melekat pada membrane bakteri dan dengan demikian membuat bakteri

menjadi rentan khususnya terhadap fagositosis. Untuk melakukan hal ini, molekul antibody

juga bergabung dengan produk C3 dari kaskade komplemen. Molekul C3 ini kemudian

melekatkan diri pada reseptor di atas membrane sel fagosit, dengan demikian memicu

fagositosis. Proses seleksi dan fagositosis ini disebut opsonisasi.

Fagositosis merupakan suatu istilah yang secara harafiah berarti sel makan dapat

dipersamakan dengan pimositosis yang berarti sel minum. Fagositosis merupakan suatu

Page 10: Sistem Imunitas Rongga Mulut

proses atau cara untuk memakan bakteri atau benda asing yang dilakukan dimana setelah

benda asing atau bakteri melekat pada permukaan makrofag maka makrofag membentuk

sitoplasma dan melekuk kedalam membungkus bakteri atau benda tersebut. Tonjolan

sitoplasma yang saling bertemu itu akan melebur menjadi satu sehingga benda asing atau

bakteri akan tertangkap didalam sebuah vakuol fagostik intra sel. 

Segera setelah partikel asing difagositosis, lisosom dan granula sitoplasmik lainnya segera

datang untuk bersentuhan dengan gelembung fagositik dan membrannya bergabung dengan

membrane gelembung, selanjutnya mengeluarkan banyak enzim pencernaan dan bahan

bakterisidal ke dalam gelembung. Jadi, gelembung fagositik sekarang menjadi gelembung

pencerna, dan segera dimulailah proses pencernaan partikel yang sudah difagositosis. Netrofil

dan makrofag, mempunyai sejumlah besar lisosom yang berisi enzin proteolitik yang khusus

dipakai untuk mencerna bakteri dan protein asing lainnya. Lisosom yang ada pada makrofag

(tetapi tidak pada netrofil) juga mengandung banyak lipase, yang mencerna membrane lipid

tebal yang dimiliki ileh beberapa bakteri tertentu seperti basil tuberkolosis.

Selain mencerna bakteri yang dicerna dalam fagosom, netrofil dan makrofag juga

mengandung bahan bakterisidal yang membunuh sebagian besar bakteri, bahkan bila enzim

lisosomal gagal mencerna bakteri tersebut. Hal ini penting karena beberapa bakteri

mempunyai selubung pelindung atau factor lain yang mencegah penghancurannya oleh enzim

pencernaan. 

3.3.1 SEL-SEL FAGOSIT

Sel-sel fagosit terdiri dari :

a) Sel monosit : sel yang berasal dan matang di sum-sum tulang dimana setelah matang

akan bermigrasi ke sirkulasi darah dan berfungsi sebagai fagosit. 

b) Sel makrofag : diferensiasi dari sel monosit yang berada dalamm sirkulasi. Ada 2

golongan , yaitu :

• Fagosit professional : monosit dan makrofag yang menempel pada permukaan dan akan

memakan mikroorganisme asing yang masuk. Monosit dan makrofag juga mempunyai

rseptor interferon dan migration inhibition Facktor (MIF).

• Antigen Presenting Cell (APC) : sel yag mengikat antigen asing yang masuk lalu

memprosesnya sebelum dikenal oleh limfosit. Sel-sel yang dapat menjadi APC antara lain :

kelenjar limfoid, sel langerhans dikulit, sel kupferr dihati, sel mikrogrial di SSP dan sel  

3.3.2 Bentuk dan Sifat Makrofag

Page 11: Sistem Imunitas Rongga Mulut

Fagosit mononukleus memiliki ciri marfologis dengan spectum luas berdasarkan keadaan

aktifitas gungsional dan jaringan yang dihuni. Makrofag dapat terfiksasi atu mengembara,

makrofag ini mengembara bergerak dengan mempergunakan gerakan amuboid, gerakan

amuboid ini juga terjadi jika ada rangsangan. Pada saat ini mereka mempunyai bentuk sangat

tidak teratur, dengan kaki palsu yang terjulur kesegala arah. Dengan mikroskop electron

terlihat permukaan makrofag tidak teratur, kaki palsu yang terjulur kesegala arah. Membran

plasma berlipat-lipat dan mengandung tonjolan dan lekukan Nukleus mengandung kromotin

padat, berbentuk bulat, lebih kecil, nucleoli tidak mencolok, sitoplasma terpulas gelap dan

sedikit mengandung vakuol kecil yang secara supra vital dengan merah netral. Makrofag

mempunyai lisozom primer yang mengeluarkan isinya kedalam vakuol, sitoplasma terpulas

terpulas gelap dan sedikit mengandung vakuol kecil yang terpulas secara supra vital dengan

merah netral. Makrofag mempunyai lisozom primer yang mengeluarkan isinya kedalam

vakuol yang mengandung bahan yang telah difagositose sehingga menghasilkan lisosom

sekunder atau disebut juga fagozomdimana terjadi pencernaan bahan yang ditelan tersebut.

Fagositosis dan perluasan dibantu juga dengan permukaan yang berlipatlipat. Umumnya

mempunyai apparatus Golgi yang berkembang baik, disamping lisosom dan sebuah retikulum

endoplasma kasar yang jelas. Pada proses transformasi monosit kemakrofag terdapat

peningkatan sitesis protein dan ukuran sel, juga terdapat peningkatan komplek Golgi, lisosom

mikrotubul dan mikro filamen. Makrofag terfiksasi pengembara merupakan fase-fase berbeda

dari sel yang sama dan satu fase dapat merubah dirinya sendiri menjadi fase lain. Karena

kesanggupan makrofag untuk bergerak dan memfagositer maka fungsi utama dari makrofag

adalah dalam pertahanan organisme tersebut. Makrofag menelan sisa-sisa sel, zat inter sel

berubah, mikro organisme dan partikel yang memasuki tubuh. Jika makrofag menjumpai

benda yang berukuran besar, makrofag-makrofag bersatu untuk membentuk sel besar dengan

100 nukleus atau lebih yang disebut dengan sel raksasa benda asing multi nuklir. Dalam

keadaan sehat, makrofag merupakan fase akhir dalam siklus hidup monosit, setelah

meninggalkan sum-sum tulang monosit tinggal selama 8 – 74 dalam dan melintasi dinding

venula atau kapiler untuk menembus jaringan penyambung, yang akhirnya menjadi

makrofag.

Makrofag juga berperan pada reaksi imunologis tubuh, dengan menelan memproses, dan

menyimpan antigen dan menyampaikan informasi kepada sel-seln berdekatan secara

imunologis kompeten (limfosit dan sel plasma). Makrofag mempunyai reseptor yang

mengikat antibody dan makrofag bersenjata demikian sanggup mencari dan menghancurkan

antigen yang khas terhadap antibody itu. Selama proses infeksi limfosit – T yang terangsang

Page 12: Sistem Imunitas Rongga Mulut

menghasilkan sejumlah limfokin yang menarik makrofag ketempat yang membutuhkannya

dan terus mengaktifkannya. Makrofag berukuran 10 – 30 mm, bentuk tidak teratur, inti

lonjong atau bentuk ginjal letak exentrik, mengandung granula azurofilik, Makro. Makrofog

merupakan sel yang panjang umurnya dapat bertahan berbulan-bulan dalam jaringan. Bila

cukup dirangsang sel-sel ini dapat bertumbuh besar, membentuk sel epiteloid (yn epi=diatas

+ thele = putting + eidos = seperti sel) atau beberapa melebur menjadi sel datia (sel raksasa)

multinukleus, jenis-jenis sel yang ditemukan dalam keadaan patologis. Makrofag kadang-

kadang mempunyai bentuk yang sangat tidak teratur dengan kaki-kaki palsu yang terjulur

keseluruh arah, membran plasma yang melipat-lipat dan bertonjolan kecil-kecil. Keadaan

permukaan demikian itu membantu perluasan fagositosis dan gerakan sel. Sajian jaringan dari

hewan yang telah disuntik secara vital dengan karbon koloid atau zat warna koloid seperti

biru tripan menampakkan makrofag dengan kumpulan zat warna tadi dalam vakuol-vakuol

dalam sitoplasma.

Makrofag terutama berasal dari sel precursor dari sum-sum tulang, dari promonosit yang

akan membelah menghasilkan monosit yang beredar dalam darah. Pada tahap kedua monosit

berimigrasi kedalam jaringan ikat tempat mereka menjadi matang dan inilah yang disebut

makrofag (makro=besar+phagen=makan). Di dalam jaringan makrofag dapat berproliferasi

secara lokal menghasilkan sel sejenis lebih banyak. Pada penelitian yang terutama

menggunakan sel berlabel radioaktif mendapatkan bahwa kebanyakan bahkan mungkin

semua, sel fagostik ini berasal dari promonosit sel mononuclear yang berasal dari sum-sum

tulang. Jadi nama yang paling cocok untuk system ini adalah Sistem Fagosit. Pada penelitian

yang terutama menggunakan sel berlabel radio aktif, didapati bahwa kebanyakan bahkan

mungkin semua, sel fagostik ini berasal dari promonosi sel mononuklir yang berasal dari

sumsum tulang. Jadi nama yang paling cocok untuk system ini adalah Sistem Fagosit. Pada

penelitian yang terutama menggunakan sel berlabel ardio aktif, didapati bahwa kebanyakan

bahkan mungkin semua, sel fagositik ini berasal dari promonosi sel mononuklir yang berasal

dari sumsum tulang. Jadi nama yang paling cocok untuk system ini adalah Sistem Fagosit

Mononuklir atau lebih sederhana system makrofag. Sel-sel system makrofag terdapat pada: 

1. Jaringan ikat Inggar berupa macrofag atau histiosit 

2. Didalam darah berupa monosit

3. Didalam hati melapisi sinusoid dikenal sebagai sel Kupffer

4. Makrofag perivaskuler sinusod limpa, limfonodus, dan sum-sum tulang.

5. Pada susunan syaraf pusat berupa mikroglia yang berasal dari mesoderm.

3.3.3 Fungsi Makrofag

Page 13: Sistem Imunitas Rongga Mulut

Karena sifat fagositik atau gerakan amuboidnya mereka aktif dalam pertahanan tubuh

terhadap mikroorganisme, memiliki reseptor untuk immunoglobihin pada membran selnya.

Makrofag mempunyai fungsi antara lain. 

1. Fungsi utama adalah melahap partikel dan mencernakannya oleh lisozom dan

mengalarkan sederetan substansi yang berperan dalam fungsi pertahanan dan

perbaikan.

2. Dalam system imun tubuh sel ini berperan serta dalam mempengaruhi aktivitas dari

respon imun, mereka menelan, memproses dan menyimpan antigen dan

menyampaikan informasi pada sel-sel berdekatan secara imunologis compoten

(limposit dan sel plasma)

3. Macrofag yang aktif juga merupakan sel sektori yang dapat mengeluarkan beberapa

substansi penting, termasuk enzim-enzim, lisozim, elastase, kolagenase, dua protein

dari sistim komplemen dan gen anti virus penting, interveron.

Fagositosis sel makrofag terjadi secara bertahap dan mekanisme fagositosis

dipengaruhi oleh fakto eksentrik dan faktor intrinsic. Daya fagositosis maksimum

dicapai setelah 2 (dua) hari suntikan trypan blue. Hal berikutnya daya fagositosis sel

makrofag mulai berkurang.

 Imunologi Mukosa

Sistem imunitas mukosa  merupakan bagian sistem imunitas yang penting dan

berlawanan sifatnya dari sistem imunitas yang lain. Sistem imunitas mukosa lebih

bersifat menekan imunitas, karena hal-hal berikut; mukosa berhubungan langsung

dengan lingkungan luar dan berhadapan dengan banyak antigen yang terdiri dari

bakteri komensal, antigen makanan dan virus dalam jumlah yang lebih besar

dibandingkan sistem imunitas sistemik. Antigen-antigen tersebut  sedapat mungkin

dicegah agar tidak menempel mukosa dengan pengikatan oleh IgA, barier fisik dan

kimiawi dengan enzim-enzim mukosa.

Antigen yang telah menembus mukosa juga dieliminasi dan reaksi imun yang terjadi

diatur oleh sel-sel regulator. Hal ini untuk  mencegah terjadinya respons imun yang

berlebihan yang akhirnya merugikan oleh karena adanya paparan antigen yang sangat

banyak. Sedangkan sistem imunitas sistemik bersifat memicu respons imun oleh karena

adanya paparan antigen.

Page 14: Sistem Imunitas Rongga Mulut

Sistem imunitas mukosa menggunakan beberapa mekanisme untuk melindungi pejamu

dari respons imunitas yang berlebihan terhadap isi lumen usus. Mekanisme yang dipakai

adalah barier fisik yang kuat, adanya enzim luminal yang mempengaruhi antigen diri

yang alami, adanya sel T regulator spesifik yang diatur fungsinya oleh jaringan limfoid

usus, dan adanya produksi antibodi IgA sekretori yang paling cocok dengan lingkungan

usus.

Semua mekanisme ini ditujukan untuk menekan respons imunitas. Kelainan beberapa

komponen ini dapat menyebabkan peradangan  atau alergi.

  

STRUKTUR SISTEM IMUNOLOGI MUKOSA

Jaringan mukosa ditemukan di saluran napas bagian atas, saluran cerna, saluran genital

dan kelenjar mammae. Mekanisme proteksi terhadap antigen pada mukosa, terdiri dari:

membran mukosa yang menutupi mukosa dan enzim adalah perlindungan mekanik dan

kimiawi yang sangat kuat, sistem imun mukosa innate berupa eliminasi antigen dengan

cara fagositosis dan lisis, sistem imun mukosa adaptif  dimana selain melindungi

permukaan mukosa juga melindungi bagian dalam badan dari masuknya antigen

lingkungan. Sistem imun lokal ini merupakan 80% dari semua imunosit tubuh pada orang

sehat. Sel-sel ini terakumulasi di dalam atau transit antara berbagai Mucosa-Assosiated

Page 15: Sistem Imunitas Rongga Mulut

Lymphoid Ttisssue (MALT), bersama-sama membentuk sistem organ limfoid terbesar

pada mamalia.

Sistem imun mukosa mempunyai tiga fungsi utama yaitu; (i) melindungi membran

mukosa dari invasi dan kolonisasi mikroba berbahaya yang mungkin menembus masuk,

(ii) melindungi pengambilan (uptake) antigen-antigen terdegradasi meliputi protein-

protein asing dari makanan yang tercerna, material di udara yang terhirup dan bakteri

komensal, (iii) melindungi berkembangnya respons imun yang berpotensi merugikan

terhadap antigen-antigen tersebut bila antigen tersebut mencapai dalam tubuh. Sehingga

disini MALT menyeleksi mekanisme efektor yang sesuai dan mengatur intensitasnya

untuk menghindari kerusakan jaringan dan proses imun berlebih. Sistem MALT terlihat

sebagai suatu sistem imun kompartemenisasi yang bagus dan fungsi esensialnya berdiri

sendiri dari aparatus sistem imun. Secara fungsional, MALT terdiri dari dua komponen

yaitu jaringan limfoid mukosa terorganisir dan sistem imunologi mukosa tersebar.

 

Depiction of the human mucosal immune system. Inductive sites for mucosal immunity are

constituted by regional MALT with their B-cell follicles and M-cell (M)-containing follicle-

associated epithelium through which exogenous antigens are transported actively to reach

APCs, including DCs, macrophages, B cells, and FDCs. In addition, quiescent intra- or

subepithelial DCs may capture antigens at the effector site (exemplified by nasal mucosa in

the middle) and migrate via draining lymphatics to local/regional lymph nodes where they

become active APCs, which stimulate T cells for productive or downregulatory (suppressive)

Page 16: Sistem Imunitas Rongga Mulut

immune responses. Naive B and T cells enter MALT (and lymph nodes) via HEVs. After

being primed to become memory/effector B and T cells, they migrate from MALT and lymph

nodes to peripheral blood for subsequent extravasation at mucosal effector sites (exemplified

by gut mucosa on the right). This process is directed by the local profile of vascular adhesion

molecules and chemokines, the endothelial cells thus exerting a local gatekeeper function for

mucosal immunity. The gut lamina propria contains few B lymphocytes but many J-chain-

expressing IgA (dimers/polymers) and IgM (pentamers) plasmablasts and plasma cells. Also,

there are normally some rare IgG plasma cells with a variable J-chain level (J), and many T

cells (mainly CD4+). Additional features are the generation of SIgA and SIgM via pIgR

(mSC)-mediated epithelial transport, as well as paracellular leakage of smaller amounts

(broken arrow) of both locally produced and plasma-derived IgG antibodies into the lumen.

There may also be some active transport of IgG mediated by the neonatal Fc receptor (not

indicated). Note that IgG cannot interact with J chain to form a binding site for pIgR. The

distribution of intraepithelial lymphocytes (mainly T-cell receptor  / +CD8+ and some  / + T

cells) is also depicted. The inset (lower left corner) shows details of an M cell and its

“pocket” containing various cell types. The cartoon is modified from Brandtzaeg and

Pabst1 with permission from Elsevier. APCs, antigen-presenting cells; DCs, dendritic cells;

FDCs, follicular dendritic cells; HEVs, high endothelial venules; MALT, mucosa-associated

lymphoid tissue; mSC, membrane secretory component; pIgR, polymeric Ig receptor; SIgA,

secretory IgA; SIgM, secretory IgM

RESPONS UMUM IMUNOLOGI MUKOSA

Antigen yang berada di lumen  diambil oleh sel epitelial abortif dan sel epitelial spesifik

(sel membran atau sel mikrofold atau sel M) di mukosa induktif, dibawa atau langsung

ditangkap oleh antigen-presenting cel (APC) profesional (APC terdiri dari; sel dendritik

(DC), sel limfosit B dan makrofag) dan dipresentasikan kepada sel-sel T konvensional αβ

CD4+ dan CD8+, semuanya berada pada tempat induktif. Beberapa antigen juga bisa

langsung diproses dan dipresentasikan oleh sel epitelial kepada sel T intraepitelial

tetangga (neighboring intraepithelial T cells) meliputi sel T dengan limited resevoire

diversity (sel T γδ dan sel NKT). Respons imun mukosa dipengaruhi oleh alamiah

antigen, tipe APC yang terlibat dan lingkungan mikro lokal. Dengan kebanyakan tipe

adalah antigen non patogen (protein makanan), jalur normal untuk sel dendritik mukosa

dan APC lain terlihat melibatkan sel T helper 2 dan respons berbagai sel T regulator,

biasanya hasilnya adalah supresi aktif imunitas sistemik, toleransi oral. Antigen dan

adjuvant, meliputi kebanyakan patogen, mempunyai motif disensitisasi oleh APC mukosa

Page 17: Sistem Imunitas Rongga Mulut

sebagai pertanda bahaya (contoh; ligan toll-like reseptor (TLR)) disatu sisi dan kondisi

proinflamasi pada umumnya, menghasilkan respons imun yang lebih kuat dan luas, baik

sekresi hormonal maupun sisi efektor imunitaas seluler dan tidak menghasilkan toleransi

oral. Ini diasumsikan bahwa pengenalan patogen oleh TLR APC mukosa membedakan

dari respons pada flora komensal. Tetapi terakhir ditemukan bahwa pada kondisi normal,

bakteri komensal dapat dikenali oleh TLR, interaksi ini tampaknya suatu yang penting

untuk menjaga homeostasis epitel di usus.

Sel B maupun sel T yang tersensitisasi, meninggalkan tempat asal dimana berhubungan

dengan antigen (contohnya plak payeri), transit melewati kelenjar limfe, masuk ke

sirkulasi, dan kemudian menempatkan diri pada mukosa terseleksi, umumnya pada

mukosa asal dimana mereka kemudian berdeferensiasi menjadi sel plasma dan sel

memori, membentuk IgA sekretori (Gambar 11-1). Afinitas sel-sel ini kelihatannya

dipengaruhi secara kuat oleh integrin pada tempat spesifik (homing reseptors) pada

permukaannya dan reseptor jaringan spesifik komplementari (adressin) pada sel endotel

kapiler. Pada penelitian terbaru mengindikasikan bahwa sel dendritik mukosa dapat

mempengaruhi properti homing . Sel dendritik dari plak payeri dan limfonodi mesentrik,

tetapi tidak sel dendritik dari limfa dan perifer, meningkatkan ekspresi reseptor homing

mukosa α4β7 dan reseptor CCR9, suatu reseptor untuk gut-assosiated chemokine sel T

memori dan sel T CD8+ memori, untuk lebih suka homing di epitel intestinal. Juga, sel

dendritikimprinting of gut homing specifity, terlihat terdiri dari retinoid acid yang

diproduksi oleh sel dendritik intestinal tetapi tidak oleh sel dendritik limfoid lain. Ini

mungkin bisa menjelaskan dugaan sistem imun mukosa umum dimana imunosit

teraktivasi pada suatu tempat menyebarkan imunitas ke jaringan mukosa jauh dari pada

oleh karena imunitas sistemik. Pada saat yang sama, oleh karena kemokin, integrin dan

sitokin terekspresi berbeda diantara jaringan mukosa, fakta tersebut juga bisa

menerangkan sebagian, mengapa didalam sistem imun mukosa, ada hubungan

kompartemenisasi khas dengan tempat mukosa terinduksi (contohnya usus dengan

glandula mamae dan hidung dengan saluran pernafasan dan genital).

Adanya hubungan kompartemenisasi ini menjadi pertimbangan tempat diberikannya

imunisasi mukosa akan efek yang diharapkan. Imunisasi oral akan menginduksi antibodi

di usus halus (paling kuat di proksimal), kolon asenden, glandula mamae dan glandula

saliva tetapi tidak efektif menginduksi antibodi di segmen bawah usus besar, tonsil dan

genital wanita. Sebaliknya imunisasi perektal, akan menghasilkan respons antibodi yang

kuat di rektum tetapi tidak di usus halus dan colon proksimal. Imunisasi per nasal dan

Page 18: Sistem Imunitas Rongga Mulut

tonsil akan memberikan respons antibodi di mukosa pernafasan atas dan regio sekresi

(saliva dan nasal) tanpa respons imun di usus, tetapi juga terjadi respons imun di mukosa

vagina seperti yang terlihat pada usaha imunisasi HIV. Penelitian pada tikus ditemukan

bahwa suntikan transkutan bisa menimbulkan efek imunitas di mukosa vagina. 

Mekanisme efektor pada imunologi mukosa

Selain mekanisme pembersihan antigen mekanis dan kimiawi, imuitas mukosa terdiri dari

sel lain berupa sistem imune innate yang meliputi netrofil fagositik dan makrofag,

denritik sel, sel NK (natural killer), dan sel mast. Sel-sel ini berperan dalam eliminasi

patogen dan inisisasi respons imun adaptif.  

Mekanisme pertahanan sistem imun adaptif di permukaan mukosa adalah suatu sistem

yang diperantarai antibodi IgA sekretori, kelas imunoglobulin predominan dalam sekresi

eksternal manusia. Imunoglobulin ini tahan terhadap protease sehingga cocok berfungsi

pada sekresi mukosa. Induksi IgA melawan patogen mukosa dan antigen protein terlarut

bergantung pada sel T helper. Perubahan sel B menjadi sel B penghasil IgA dipengaruhi

oleh TGF-β dan iterleukin (IL)10 bersama-sama dengan IL-4. Diketahui bahwa sel T

mukosa menghasilkan dalam jumlah yang banyak TGF-β, IL-10 dan IL-4, sel epitelial

mukosa menghasilkan TGF-β dan IL-10, menjadi petunjuk bahwa maturasi sel B

penghasil IgA melibatkan lingkungan mikro mukosa yaitu sel epitel dan limfosit T

tetangga 

Walaupun IgA predominan sebagai mekanisme pertahanan humoral, IgM dan IgG  juga

diproduksi secara lokal dan berperan dalam mekanisme pertahanan secara signifikan. Sel

T limfosit sitolitik mukosa (CTL) mempunyai peran penting dalam imunitas pembersihan

patogen virus dan parasit intraseluler. Sel CTL ini juga akan terlihat setelah pemberian

imunisasi oral, nasal, rektal ataupun vaginal dan yang terbaru perkutaneus.

 

Mekanisme regulator pada imunologi mukosa

Sistem imun mukosa telah mengembangkan berbagai cara untuk menjaga toleransi

terhadap antigen-self, antigen lingkungan pada mikroflora, antigen makanan dan material

udara terhirup. Tolerasi tersebut melalui mekanisme; aktifasi sel penginduksi kematian

(induce-cell death), anergi dan yang paling penting induksi sel T regulatori. Anergi

terhadap sel T antigen spesifik terjadi bila inhalasi atau menelan sejumlah besar protein

terlarut, dan penghilangan (deleting) sel T spesifik terjadi setelah pemberian antigen

dosis nonfisiologis, secara masif. Pada percobaan tikus sudah diketahui ada 4 sel T

regulator, yaitu; (i) antigen-induced CD4+ T helper 2 like cells yang memproduksi IL-4

Page 19: Sistem Imunitas Rongga Mulut

dan IL-10, dan antagonis sel efektor T helper 1, (ii) sel CD4+CD45RB lowyang

memproduksi IL-10, (iii) sel CD4+ dan CD8+ yang memproduksi TGF-β (T helper 3),

(iv) Sel Treg  (CD4+CD25+) yang mensupresi proliferasi melalui suatu sel contact-

dependent mechanism.

Meskipun in vitro, sel yang terakhir dapat dikembangkan menjadi suatu bentuk sel

antigen spesifik in vivo setelah imunisasi. Sel ini bisa juga mengubah aktifitas supresor

pada sel CD4+ lain dengan cara menginduksi ekspresi dari transkripsi faktor Foxp3 dan

atau ikatan MHC klas II dengan molekul LAG-3 pada sel seperti infectious

tolerance. Mereka juga mempunyai hubungan langsung antara sel T inhibitor oleh Sel

Treg , T helper 3, sel Tr 1. Selanjutnya natural human CD4+CD25+ Treg mengekspresikan

integrin α4β7 mukosa, ketika bersama sel T CD4+ konvensional menginduksi sel T

sekresiTr 1 like IL 10 dengan aktifitas supresor kuat terhadap sel T efektor, dimana α4β1

Treg –positif lain memperlihatkan cara yang sama dengan cara menginduksi Thelper 3-like

TGF-β-secreting supressor T cells.

Data dari studi terakhir mengindikasikan bahwa kesemua sel regulator yang berbeda

tipenya dan mekanismenya dapat diinduksi atau ditambah (expand) oleh adanya antigen

mukosa mengawali terjadinya toleransi perifer. (Sun et al). Sel T CD8+ γδ intraepitelial 

mukosa respirasi dan usus juga dicurigai berperan dalam toleransi mukosa. Jadi,

mekanisme pertahanan mukosa dariautoagressive dan penyakit alergi melibatkan

berbagai tahap regulasi. Sedangkan aktivasi, survival dan ekspansi sel regulator ini

tampaknya dikontrol oleh jenis terspesialisasi APC, khususnya sel dendritik jaringan

spesifik meliputi sel dendritik di hati, plak payeri, mukosa intestinal dan paru.

Page 20: Sistem Imunitas Rongga Mulut

 

(a) Bacteroides fragilis releases zwitterionic carbohydrates that enhance CD4+ T cell

development in the mammalian host. If the integrity of the intestinal mucosa is compromised

and B. fragilis invades submucosal tissues, abscess formation is induced by zwitterionic

carbohydrates. (b) Clostridium difficile, on the other hand, causes disease only when the

endogenous commensal flora is compromised, resulting in toxin-mediated damage (orange)

to epithelial cells. (c) Helicobacter pylori adheres to the surface of gastric epithelial cells,

inducing an inflammatory response that results in gastritis, peptic ulcers and, in some

circumstances, gastric cancer.

IMNITAS MUKOSA PADA MASING-MASING ORGAN

Folikel limfoid yang terisolir ditemukan tersebar di seluruh mukosa saluran napas, cerna, dan

urogenital.

Sistem imunitas mukosa saluran napas Sistem imunitas mukosa saluran napas terdiri

dari nose-associated lymphoid tissue (NALT), larynx-associated lymphoid tissue (LALT),

and the bronchus-associated lymphoid tissue (BALT).1BALT terdiri dari folikel limfoid

dengan atau tanpa germinal center terletak pada dinding bronkus. Sistem limfoid ini

terdapat pada 100% kasus fetus dengan infeksi amnion dan jarang terdapat walaupun

dalam jumlah sedikit pada fetus yang tidak terinfeksi. Pembentukan jaringan limfoid

intrauterin ini merupakan fenomena reaktif dan tidak mempengaruhi prognosis.

Respons imun diawali oleh sel M (microfold cells) yang berlokasi di epitel yang melapisi

folikel MALT. Folikel ini berisi sel B, sel T dan APC yang dibutuhkan dalam

Page 21: Sistem Imunitas Rongga Mulut

pembentukan respons imun. Sel M bertugas untuk uptake dan transport antigen lumen

dan kemudian dapat mengaktifkan sel T. Sel APC dalam paru terdiri dari sel dendritik

submukosa dan interstitial dan makrofag alveolus. Makrofag alveolus merupakan 85%

sel dalam alveoli, dimana sel dendritik hanya 1%. Makrofag alveolus ini merupakan APC

yang lebih jelek dibandingkan sel dendritik. Karena makrofag alveolus paling banyak

terdapat pada alveolus, sel ini berperan melindungi saluran napas dari proses inflamasi

pada keadaan normal. Saat antigen masuk, makrofag alveolus akan mempengaruhi

derajat aktivitas atau maturasi sel dendritik dengan melepaskan sitokin. Sel dendritik

akan menangkap antigen, memindahkannya ke organ limfoid lokal dan setelah melalui

proses maturasi, akan memilih limfosit spesifik antigen yang dapat memulai proses imun

selanjutnya

Setelah menjadi sel memori, sel B dan T akan bermigrasi dari MALT dan kelenjar

limfoid regional menuju darah perifer untuk dapat melakukan ekstravasasi ke efektor

mukosa. Proses ini diperantarai oleh molekul adesi vaskular dan kemokin lokal,

khususnya mucosal addressin cell adhesion molecule-1 (MAdCAM-1). Sel T spesifik

antigen adalah efektor penting dari fungsi imun melalui sel terinfeksi yang lisis atau

sekresi sitokin oleh Th1 atau Th2. Perbedaan rasio atau polarisasi sitokin ini akan

meningkatkan respons imun dan akan membantu sel B untuk berkembang menjadi sel

plasma IgA.

Sistem imunitas mukosa saluran cernaLuas permukaan saluran cerna mencapai hampir

400m2 dan selalu terpajan dengan berbagai antigen mikroba dan makanan sehingga dapat

menerangkan mengapa sistem limfoid saluran cerna (gut associated lymphoid tissue

/GALT) memegang peranan pada hampir 2/3 seluruh sistem imun. Pertahanan mukosa

adalah struktur komplek yang terdiri dari komponen selular dan non selular. Pertahanan

yang paling kuat masuknya antigen ke jaringan limfoid mukosa adalah adanya enzim

yang terdapat mulai dari mulut sampai ke kolon. Enzim proteolitik di dalam lambung

(pepsin, papain) dan usus halus (tripsin, kimotripsin, protease pankreatik) berfungsi untuk

digesti. Pemecahan polipeptida menjadi dipeptida dan tripeptida bertujuan agar dapat

terjadi proses digesti dan absorpsi bahan makanan, dan membentuk protein imunogenik

yang bersifat nonimun(peptida dengan panjang asam amino <8-10 bersifat imunogenik

yang buruk). Efek protease berlipat ganda dengan adanya garam empedu yang memecah

karbohidrat dan akan didapatkan suatu sistem yang poten untuk meningkatkan paparan

antigen(Ag). Kadar pH yang sangat rendah di dalam lambung dan usus halus dan produk

bakteri di dalam kolon berfungsi sebagai respons imun terhadap antigen oral. Sebagian

Page 22: Sistem Imunitas Rongga Mulut

besar respons imun ini berfungsi melindungi manusia dari bahann patogen. Perubahan

untuk merespons atau menekan respons imun berhubungan dengan cara antigen masuk ke

dalam tubuh. Patogen invasif (yang merusak pertahanan) memicu respons agresif,

sedangkan untuk kolonisasi luminal dibutuhkan yang lebih bersifat respons toleran.  

Komponen utama pertahanan tubuh adalah produk gen musin. Glikoprotein musin

melapisi permukaan epitel dari rongga hidung/orofaring sampai ke rektum. Sel goblet

yang menghasilkan mukus secara kontinu memberikan pertahanan yang kuat pada

persambungan epitel. Partikel, bakteri dan virus menjadi terperangkap dalam lapisan

mukus dan akan dikeluarkan dengan proses persitaltik. Pertahanan ini mencegah patogen

dan antigen masuk ke bagian bawah epitel, disebut proses eksklusi nonimun. Musin juga

berfungsi sebagai cadangan IgA. Antibodi ini berasal dari epitel dan dikeluarkan ke

dalam lumen.  

Antibodi sIgA terdapat dalam lapisan mukus berikatan dengan bakteri/virus dan

mencegah menempel pada epitel. Hubungan faktor-faktor, disebut sebagai faktor trefoil,

membantu memperkuat pertahanan dan memicu pemulihannya bila terdapat defek. Tidak

adanya produk gen musin atau faktor trefoil, manusia menjadi lebih rentan terhadap

inflamasi dan kurang mampu memperbaiki kerusakan barier. Apakah defek tersebut

berperan pada pasien dengan alergi makanan masih dalam penelitian.

Lapisan barier berikutnya adalah sel epitel. Bersama-sama dengan persambungan bagian

apeks dan basal yang kuat, membran  dan ruang antara sel membatasi masuknya

makromolekul yang besar. Namun demikian, persambungan yang kuat ini masih

mungkin dilalui oleh di- dan tripeptida serta oleh ion-ion tertentu. Pada keadaan

inflamasi, persambungan ini menjadi kurang kuat sehingga makromolekul dapat masuk

ke dalam lamina propria, contohnya respons terhadap antigen makanan atau masuknya

mikroorganisme lumen. Pada keadaan ini, antigen makanan akan menjadi antigen asing,

dimana pada individu yang memiliki bakat alergi akan menginduksi proses alergi

menjadi berlanjut.

Sel epitel usus dapat memproses sebagian antigen lumen dan mempresentasikannya ke

sel T dalam lamina propria. Dalam keadaan normal, interaksi ini menyebabkan aktivasi

selektif sel T CD8+ regulator. Pada penyakit tertentu (contohnya inflammatory bowel

disease), aktivasi beberapa sel rusak sehingga menyebabkan inflamasi menetap. Pada

alergi makanan, alergen yang menembus epitel akan menempel pada sel mast mukosa .

Sel T yang teraktivasi dalam Peyer’s patch setelah paparan dengan antigen disebut

sebagai Th3. Sel ini berfungsi mengeluarkan transforming growth factor-β, memicu sel B

Page 23: Sistem Imunitas Rongga Mulut

untuk menghasilkan IgA dan berperan pada terjadinya toleransi oral (aktivasi antigen

spesifik non respons terhadap antigen yang masuk per oral).

Sel T regulator yang paling baru dikenal adalah dengan fenotip CD4+ CD25+

CD45RA+. Sel ini awalnya dikenal pada gastritis autoimun dan berfungsi menghambat

kontak antar sel dan dapat menyebabkan kelainan autoimun pada neonatus yang

mengalami timektomi.

 

Imunoglobulin A sekretori pada saluran cerna

Antibodi IgA adalah antibodi yang tidak dapat berikatan dengan komplemen (yang dapat

memicu respons inflamasi) dan berfungsi utama sebagai inhibitor penempelan bakteri/virus

ke epitel. Antibodi IgA dapat menggumpalkan antigen, menjebaknya dalam lapisan mukus

dan membantu mengeluarkannya dari tubuh (Gambar 11-4). Antibodi IgA sekretorik

dilindungi oleh sel epitel dari protease lumen dengan diproduksinya komponen sekretori

yaitu glikoprotein. Molekul ini menutupi bagian Fc dari antibodi dimer dan melindunginya

dari proses proteolitik.  Sistem IgA tidak akan matur sebelum usia 4 tahun sehingga pada

umur tersebut dapat terjadi peningkatan respons imun terhadap antigen makanan. IgA

sekretorik dari ASI dapat memberikan imunisasi pasif dalam menghadapi patogen dan

berperan menjadi barier bagi neonatus. IgE tidak ditemukan dalam saluran cerna karena

mudah dipecah oleh protease lambung dan usus halus. Pada alergi makanan harus terdapat

IgE dalam saluran cerna. Hal ini dapat terjadi karena adanya antigen yang melewati barier

mukosa dan mempresentasikannya ke sel mast.

 

Flora komensal pada saluran cerna

Komponen terakhir dari MALT adalah flora komensal yang berperan membentuk kumpulan

imunologi dari sistem imun mukosa usus. Flora komensal diperkirakan ada 1012-1014

bakteri per gram jaringan kolon. Flora ini menguntungkan manusia karena membantu digesti,

memicu pertumbuhan dan diferensiasi sel epitel, memproduksi vitamin, dll. Bila ada

penyakit, flora dapat terpengaruh dan terjadi pertumbuhan berlebihan dari strain yang kurang

dapat ditoleransi, contohnya pada kolitis pseudomembran akibat Clostridium difficile. Flora

komensal normalnya dapat menjaga keseimbangan spesies bakteri ini. Pada beberapa kasus,

flora normal dapat dikembalikan dengan pemberian probiotik. 

Sistem imunitas mukosa saluran genital Secara umum, sistem imun mukosa di saluran

genital sama dengan yang terjadi di saluran pernafasan ataupun gastro intestinal. Pada

Page 24: Sistem Imunitas Rongga Mulut

mukosa genital wanita, terjadi keseimbangan yang baik antara imunotoleransi terhadap

antigen asing di dalam sperma/fetus dan kebutuhan imunitas lokal melawan patogen. Ada

perbedaan epitel vagina berupa epitel terstratifikasi yang lebih berespons terhadap

kemokin dan sitokin dan epitel endoserviks yang kolumnar yang berespons terhadap

sitokin serupa dengan pada saluran nafas dan pencernakan. Ini kemungkinan adanya

keperluan endoserviks harus relatif steril terhadap patogen.

Berbagai macam patogen bisa melewati mukosa genital yang menyebabkan sakit. Disini

peran imunitas mukosa sangat penting. Seperti yang terlihat pada infeksi Human

papilomavirus (HPV) di genital. Dari penelitian terbukti bahwa eradikasi virus HPV

tersebut lebih oleh karena proses seluler dari pada proses humoral.  Protein awal HPV

yang berfungsi untuk replikasi dan proliferasi dikenali oleh sel T antigen-spesifik.

Respons ini tergandung dari tingkat lesi dan kemungkinan onkogenik oleh infeksi HPV.

Infeksi alam HPV sangat lambat dan tidak imunogenik karena sedikit sekali

dipresentasikan ke sel dendritik profesional dan tidak menimbulkan reaksi inflamasi serta

mempunyai jalur yang berbeda pada respons imun terhadap virus. Sedangkan sekresi IgA

di mukosa vagina terlihat lemah, sehingga seakan-akan terjadi defisiensi imun relatif

terhadap HPV. Padahal HPV ini punya potensi untuk menjadikan kanker serviks. Untuk

itu khusus HPV perlu diklarifikasi mekanismenya sehingga bisa dibuat suatu vaksin

untuk HPV.

Terhadap virus herpes simplek (HSV), mukosa vagina memberikan efek protektif respons

imun innate berupa; (i) sekresi protein, komplemen dan defensin, (ii) respons awal

terhadap virus oleh sel epitel dan sel dendritik khas ditandai dengan produksi interferon,

yang selanjutnya mengawali respons imun adaptif, (iii) rekruitmen sel efektor seperti

neutrofil, makrofag dan sel NK. Sekali partikel virus HSV2 mencoba menginfeksi

mukosa vagina, dihadapkan pada  mekanisme pertahanan berupa; mukus, flora normal

bakteri, pH asam dan berbagai sekresi protein. Mukosa genital kaya akan substansi

seperti defensin, secretory leucocyte protease inhibitor (SLPI), laktoferin, surfaktan,

lisosim dan lainnya meskipun komplemen adalah yang paling sebagai innate protein. 

Page 25: Sistem Imunitas Rongga Mulut

 RM : merup pintu masuk utama mo

* Jaringan RM : kategori barier anatomi & fisiologi => fs : Sistem pertahanan thd kuman

patogen a.l. : 

     - membran mukosa, jar limfoid rm,

     - kel air liur/saliva, celah gusi/sulkus gv

* Barier : epitel, aliran air liur, anatomi gigi, pertahanan seluler, imunitas humoral (Ab dlm

saliva & cairan sulkus gv 

* Penurunan fungsi faktor2 tsb => bakteri oportunis => bakteri patogen

KOMPONEN JARINGAN

1. Membran mukosa

    * berlapis - lapis

    * jar lunak RM => epitel skuamosa :

       - btknya sbg barier mekanik

       - mekanisme : tgt

          " deskuamasi yg konstan => bakteri sulit melekat

          " keratinisasi => efisien sbg barier

    * dlm lamina propria dekat membran basal : tdp sel limfoid & Ab

2. Jar Limfoid RM

    * tonsil palatal, lingual, faringeal : merup. massa limfoid

    * mgd byk sel B & sel T : fs pengawasan resp. imun.

3. Kel. Air liur/ Saliva

    * mgd sel plasma & limfosit, m’prod IgA : dlm btk sIgA

4. Saliva

    * disekresi o/ kel saliva (parotis, submandibula, submaksila, bbrp kel kecil) : 500mL/hari

    * peningkatan/penurunan pH => mempengaruhi frek. karies, p’kembangbiakan mo

    * flow : pembersih, pelumas otot

    * mgd : sIgA, laktoferin (dr sulkus : IgG, IgM, C3 leukosit – 1jt/mnt) 

5. Celah Gusi/Sulkus Gv

    * komponen seluler & humoral dr darah keluar melewati junctional ep. dlm btk cairan sulk.

gv

    * flow : fisiologis or resp. infl => blm pasti

KOMPONEN SELULER dan HUMORAL SI-RM 

Æ komponen seluler :

     - PMN neutrofil, makrofag,

Page 26: Sistem Imunitas Rongga Mulut

     - sel T, sel B 

Æ komponen humoral :

     - sIgA (200mg/L/hari),

     - IgG (1,4mg/dL),

     - IgM (0,2mg/dL) , C

Fs sIgA : 

mencegah transfer Ag lewat perm mukosa

mencegah p’lekatan S.sanguis di perm.epitel

mencegah p’btkan plak gigi : m’hambat p’btkan glukan dr sukrosa o/ S.mutans

(m’cegah karies)

Gingivitis, kel. periodontal : komp. imun humoral meningkat => proses fagositosis tjd dlm

sulkus gv