rongga mulut

Upload: nadya-pratiwi-dh

Post on 14-Jul-2015

530 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Rongga Mulut (Cavum Oris)

Posted on September 5, 2010 | Leave a comment

1. RONGGA MULUT (CAVUM ORIS) Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan dan sistem pernafasan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Proses mengunyah terjadi di dalam mulut. Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, selain itu mengunyah akan membantu pencernaan makanan untuk alasan sederhana yaitu karena enzim enzim pencernaan hanya bekerja pada permukaan partikel makanan. Dalam proses mengunyah terjadi proses mencerna secara mekanik maupun secara kimiawi. Secara mekanik dilakukan oleh gigi dan dengan bantuan lidah, secara kimiawi karena adanya kerja enzim pencerna. a. Glandula/kelenjar saliva dalam mulut Saluran dari kelenjar liur di pipi (glandula parotis), dibawah lidah (Glandula sublingualis) dan dibawah rahang (Glandula submandibularis) mengalirkan isinya ke dalam mulut. Pada saat makan, aliran dari ludah membersihkan bakteri yang bisa menyebabkan pembusukan gigi dan kelainan lainnya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung Gambar 2 Kelenjar parotis (1), kelenjar sublingual (2) dan kelenjar submandibularis (3) Pengeluaran air liur biasanya diatur oleh rangsangan syaraf, misalnya karena terstimulasi oleh aroma makanan. Pada saat membaui aroma makanan tertentu, apa yang kalian rasakan pada daerah di sekitar lidah ? Sekresi saliva normal sehari hari berkisar 800 1500 ml dengan pH 6,0 7,0. Fungsi air ludah adalah untuk : Melindungi lapisan lunak rongga mulut dari kerusakan akibat dari gesekan.

-

Melumasi makanan supaya lebih mudah ditelan Ludah mengandung buffer yang membantu mencegah pembusuka geligi

dengan cara ,menetralkan asam dalam mulut. Zat antibakteri dalam ludah juga akan membunuh banyak bakteri yang

memasuki mulut melalui makanan. Saliva mengandung dua tipe sekresi protein yang utama : (1) sekresi serus yang mengandung ptialin (suatu amilase ludah), yang

merupakan enzim yang mencernakan pati (polimer glukosa dari tumbuhan) dan glikogen (polimer glukosa dari hewan).dan (2) sekresi mukus yang mengandung musin untuk tujuan pelumasan dan

perlindungan permukaan. b. Lidah Gambar 3 Papila Papila di Lidah Di dasar mulut terdapat lidah, yangnberfungsi untuk merasakan dan mencampur makanan. Makna penting dari pengecapan terletak pada fakta bahwa hal itu memungkinkan manusia memilih makanan sesuai dengan keinginannya dan mungkin juga sesuai dengan kebutuhan jaringan akan substansi nutrisi tertentu. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Terdapat 3 jenis papila di lidah Yaitu : papila filiformis papila fungiformis papila circumvallate

Di dalam papila ini tersebar kuncup kuncup rasa /taste bud yaitu daerah yang memiliki reseptor untuk menerima impuls dan akan mengirimkan impuls rasa ini menuju sistem syaraf pusat. Gambar 4 Daerah sensasi rasa di Lidah Sensasi utama . pengecapan terbagi menjadi empat kategori yaitu asam , asin, manis dan pahit. Seorang manusia dapat menerima beratus ratus pengecapan yang berbeda . Semua itu merupakan kombinasi dari sensasi sensasi dasar dengan cara yang sama seperti kita melihat warna , yang merupakan kombinasi dari ketiga sensasi warna utama. Rasa asam. Rasa asam disebabkan oleh asam, dan intensitas dari ion hidrogen. Semakin asam suatu asam , makin kuat sensasi yang terbentuk. Rasa Asin. Rasa asin dibentuk oleg garam garam yang terionisasi . Kualitas rasanya berbeda beda antara garam yang satu dengan garam yang lainnya karena garam juga membentuk sensasi rasa yang lain selain rasa asin. Kation dari garam terutama berperan membentuk rasa asin, tetapi anionnya juga ikut berperan walaupun kecil. Rasa Manis. Rasa manis tidak dibentuk oleh satu golongan kelas substansi kimia saja. Beberapa tipe substansi kimia yang menyebabkan rasa ini mencakup gula, glokol,alkohol, aldehid, keton,amida,ester,asam amino, beberapa protein kecil, asam sulfonat,asam halogenasi dan garam-garam anorganik dari timah dan berilium. Perhatikan bahwa kebanyakan substansi yang membentuk rasa manis adalah substansi kimia organik . Rasa pahit. Rasa pahit ,seperti rasa manis tidak dibentuk hanya oleh satu tipe substansi kimia, tetapi substansi yang membentuk rasa pahit hampir seluruhnya merupakan substansi organik. Dua golongan substansi tertentu yang cenderung menimbulkan rasa pahit adalah (1) substansi organik rantai panjang yang mengandung nitrogen dan (2) alkaloid . Alkaloid meliputi banyak zat yang digunakan dalam obat obatan seperti kuinin, kafein,striknin, dan nikotin. Lidah akan mengecap makanan, memanipulasinya selama pengunyahan dan membantu membentuk makanan menjadi bolus . Selama penelanan, lidah akan mendorong bolus ke bagian belakang rongga mulut dan akhirnya ke dalam faring. c. Gigi Gambar 5,

Bagian Rongga mulut Gigi sudah dirancang dengan sangat tepat untuk mengunyah, gigi anterior(insisivus) menyediakan kerja untuk memotong yang kuat, dan gigi posterior (molar) menyediakan kerja untuk menggiling. c.1. Gigi susu Gambar 6,

Formula gigi susu

Jumlah total gigi susu ada 20. masing-masing rahang atas dan rahang bawah ada 10 gigi. 4 gigi yang terletak paling depan adalah gigi insisif atau biasa disebut gigi seri. lalu disebelahnya (gigi ke3 bila dihitung dari midline) adalah kaninus atau yang biasa kita sebut taring. kemudian 2 sisanya yang terletak paling belakang adalah gigi geraham (molar).disebutkan dari depan adalah Insisif 1, insisif 2, kaninus, molar 1 dan molar 2. c.2. Gigi permanen

Pada gigi permanen. gigi geraham susu digantikan oleh gigi premolar dan bukan geraham permanen. geraham permanen tumbuh di belekang gigi premolar. dan berjumlah 3 untuk setiap bagian. sehingga gigi permanen seluruhnya berjumlah 32 gigi. bila disebutkan dari depan adalah Insisif 1, insisif 2, kaninus, premolar, premolar 2, molar 1, molar 2 dan molar 3. Penampang gigi tetap d. Struktur gigi

Struktur gigi Struktur jaringan keras gigi Secara klinis, gigi terdiri mahkota, leher gigi, dan akar gigi. Mahkota adalah bagian gigi yang terlihat pada rongga mulut, akar adalah bagian gigi yang tertanam pada tulang rahang, dan leher gigi adalah bagian pertemuan mahkota dengan akar. Struktur gigi terdiri dari 4 bagian yaitu enamel, dentin, pulpa, dan sementum. Mahkota tersusun atas: enamel/email (bagian terluar), adalah lapisan terluar gigi, yang menutupi

seluruh mahkota gigi dan merupakan bagian tubuh yang paling keras dan dibentuk oleh sel-sel yang disebut ameloblast. Jaringan email adalah struktur kristalin yang tersusun oleh jaringan anorganik 96 %, material organik hanya 1 % dan sisanya adalah air. Komposisi ini membuat sifat email gigi mirip seperti keramik. Meskipun sangat keras, email rentan terhadap serangan asam, baik langsung dari makanan atau dari hasil metabolisme bakteri yang memfermentasi karbohidrat yang kita makan dan menghasilkan asam. Pola makan yang kaya asam akan mempercepat kerusakan email gigi. Demikian juga pada penderita penyakit tertentu misalnya bulimia yang selalu memuntahkan kembali makanan yang baru dimakan, di mana makanan yang dimuntahkan tersebut telah bercampur dengan asam lambung sehingga bersifat erosif bagi gigi. dentin, merupakan struktur penyusun gigi yang terbesar. Jaringan ini jauh

lebih lunak dibandingkan email karena komposisi material organiknya lebih banyak

dibandingkan email yaitu mencapai 20 %, di mana 85 % dari material organik tersebut adalah kolagen. Sisanya adalah air sebanyak 10 % dan material anorganik 70 %. Secara anatomis, dentin sangat berhubungan erat dengan jaringan pulpa. Secara mikroskopis, dentin berbentuk seperti saluran yang disebut tubuli dentin dan berisi sel odontoblast dan cairan tubuli dentin. Sel ini dianggap sebagai bagian dari dentin maupun jaringan pulpa karena badan selnya ada di rongga pulpa namun serabutnya (yang disebut serabut tomes) memanjang ke dalam tubuli-tubuli dentin yang termineralisasi. Serabut tomes inilah yang membuat dentin dianggap sebagai jaringan hidup dengan kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang fisiologis maupun patologis. pulpa (bagian terdalam). Pulpa adalah suatu rongga yang berisi pembuluh darah dan persyarafan bagi gigi. Pulpa gigi banyak memiliki kemiripan dengan jaringan ikat lain pada tubuh manusia, namun ia memiliki karakteristik yang unik. Di dalam pulpa terdapat berbagai elemen jaringan seperti pembuluh darah, persyarafan, serabut jaringan ikat, cairan interstitial, dan sel-sel seperti fibroblast, odontoblast dan sel imun. Di dalam pulpa, terdapat dua jenis serabut syaraf yaitu serabut syaraf bermyelin (serabut A) dan tanpa myelin (serabut C). Serabut sensorik pada pulpa berasal dari syaraf trigeminal dan memasuki ujung akar pulpa melalui foramen apikal. Serabut syaraf A terletak di daerah perbatasan dentin-pula, dan bila terstimulasi maka akan terasa rasa sakit yang tajam. Sedangkan serabut syaraf C terdistribusi di seluruh kamar pulpa, bila serabut syaraf tipe ini terangsang maka akan terasa rasa sakit yang lebih berat dan biasanya gigi telah mengalami cedera, misalnya karena benturan atau karies mencapai pulpa Akar tersusun atas: sementum (bagian terluar), Semen gigi melapisi akar gigi dan membantu

menahan gigi agar tetap melekat pada gusi. Terdiri atas: Lapisan semen, merupakan pelindung akar gigi dalam gusi. Gusi, merupakan tempat tumbuh gigi. dentin, dan pulpa (bagian terdalam). Pada pulpa gigi terdapat banyak pembuluh saraf

dan pembuluh darah.

2. Faring Faring merupakan daerah yang kita sebut sebagai kerongkongan, di bagian atas faring terdapat persimpangan yang menuju ke esofagus dan trakea (batang tenggorokan). Pada permukaan faring terdapat penutup dari tulang rawan yang disebut sebagai epiglottis. Ketika kita menelan , epiglotis menutup lubang yang menuju tenggorokan untuk melindungi sistem pernapasan terhadap masuknya makanan atau cairan selama penelanan. 3. Esofagus Esofagus mengalirkan makanan dari faring turun menuju lambung . Gerakan peritaltis akan mendorong bolus sepanjang esofagus yang sempit. Otot pada bagian atas paling atas esofagus adalah otot lurik (otot sadar). Dengan demikian tindakan penelanan dimulai secara sadar , tetapi kemudian gelombang kontraksi tak sadar oleh otot polos pada sisa esofagus selanjutnya akan menggantikannya. Amilase ludah akan terus menghidrolisis pati dan glokogen sementara bolus makanan lewat melalui esofagus. Sumber teori : Arthur C. Guyton,M.D.,(1992), Human Physiology and Mechanisms of Disease, Saunders Company. Campbell Reece-Mitchell, (2002), BIOLOGI, Erlangga , Jakarta. Guyton & Hall, (1997), FISIOLOGI KEDOKTERAN, EGC, Jakarta. Wiiliam F.Ganong,MD., (1983), FISIOLOGI KEDOKTERAN, EGC.

MulutDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasBelum Diperiksa

Mulut

Skema melintang mulut, hidung, faring, dan laring

Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaanlengkap yang berakhir di anus. Bagian-bagian yang terdapat dalam mulut:

Gigi (dens) Lidah (lingua) adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan. Berfungsi untuk: 1. 2. 3. sebagai indera pengecap/perasa mengaduk makanan di dalam rongga mulut membantu proses penelanan

4. 5.

membantu membersihkan mulut membantu bersuara/berbicara

Ludah (saliva) dihasilkan oleh kelenjar ludah

ABSES PADA RONGGA MULUTAbses merupakan infeksi yang gambaran utamanya berupa pembentukan pus. Pus merupakan pertahanan efektif terhadap penjalaran infeksi dan cenderung berpindah akibat pengaruh tekanan, gravitasi, panas lokal atau lapisan otot dekat permukaan (1). Abses pada rongga mulut dapat terjadi akibat infeksi dentoalveolar. Infeksi dentoalveolar dapat didefinisikan sebagai infeksi pada gigi dan jaringan sekitarnya (seperti periodontium dan tulang alveolar) yang menghasilkan pus. Salah satu bentuk dari kondisi ini adalah abses dentoalveolar (2).

ABSES DENTOALVEOLARAbses dentoalveolar biasanya terbentuk melalui penyebaran dari lesi karies gigi dan penyebaran dari bakteri atau pulpa melalui tubulus dentin. Respon pulpa terhadap infeksi dapat berupa inflamasi akut yang mengenai seluruh pulpa yang secara cepat menyebabkan nekrosis atau dapat berupa perkembangan dari abses kronis yang terlokalisir dimana sebagian besar pulpanya dapat bertahan hidup (2). Etiologi (3): - pulpitis - pasien dengan imunitas yang rendah - gingivitis - infeksi postrauma atau infeksi postoperatif Penyebaran abses dentoalveolar dapat terjadi (2) : penyebaran secara langsung - pada jaringan lunak superfisial - pada daerah sekitar wajah dengan resistensi yang rendah. - Pada bagian medulla dari tulang alveolar. penyebaran secara tidak langsung - melalui jalur limfatik - melalui jalur hematogenik Gambaran Klinis (3,4): nyeri lokal yang berkembang dalam beberapa jam sampai beberapa hari gigi sensitif terhadap panas dan dingin demam ginggiva : berdarah, bengkak, panas, kemerahan gigi : goyang, lunak, ekstrusi pembengkakan kelenjar limfe di sekitar leher infeksi yang lebih serius : trismus, disphagia, gangguan pernafasan Mortalitas/morbiditas : kematian jarang terjadi dan biasanya terjadi akibat gangguan pada pernafasan. Morbiditas berhubungan dengan dehidrasi (3). Ras : tidak ada predileksi yang berhubungan dengan ras (3).

1.

2.

1. 2. 3. 4. 5. 6.7.

Jenis kelamin : tidak ada predileksi yang berhubungan dengan jenis kelamin (3). Usia : abses dental jarang terjadi pada bayi karena abses tidak terbentuk sampai erupsi gigi. Pada anak-anak, abses periapikal merupakan abses dental yang paling sering terjadi. Hal ini terjadi karena lapisan enamelnya yang masih tipis, dan suplai darah gigi susu lebih banyak. Pada orang dewasa, abses periodontal lebih sering terjadi dibandingkan abses periapikal (3). Diagnosis (3,4): 1. Anamnesa : keluhan berupa nyeri pada saat mengunyah dan jika kontak dengan panas atau dingin 2. Pemeriksaan fisik : Inspeksi dan palpasi : gusi merah dan bengkak Perkusi : nyeri 3. Pemeriksaan laboratorium Diperlukan jika ada komplikasi abses. Diagnosis banding (3): - abses peritonsilar - ginggivostomatitis - parotiditis - selulitis wajah - neoplasma Terapi Tujuan dari terapi adalah menghilangkan infeksi, perbaikan gigi dan mencegah komplikasi (3). Langkah-langkah yang dapat dilakukan, yaitu (2) : 1. mengeringkan pus 2. menghilangkan sumber infeksi 3. pemberian antibiotik, standar antibiotic yang sering digunakan adalah phenoxymethylphenicillin (penicillin V) atau amoksisilin dosis tinggi, dan jika pasien hipersensitif terhadap penisilin dapat digunakan eritromisin atau metronidazol. Prognosis Prognosis baik karena abses dapat sembuh melalui terapi yang tepat. Preservasi gigi memungkinkan untuk beberapa kasus (3). Komplikasi (3) Pencegahan Terapi yang tepat dari karies gigi menurunkan resiko terjadinya abses gigi. Trauma gigi sebaiknya diperiksa secepatnya oleh dokter gigi (3). ABSES ALVEOLAR Infeksi ini terbatas pada daerah mulut dengan pembengkakan terpusat di sekitar alveolus yang dekat dengan penyebabnya. Biasanya dalam 2 hari dapat terlihat gejala awal berupa kehilangan gigi penyebaran infeksi pada jaringan lunak (selulitis wajah, Ludwigs angina) penyebaran infeksi pada tulang rahang (osteomyelitis mandibula atau maksila) penyebaran infeksi pada daerah tubuh yang lain, menghasilkan abses serebral, endokarditis, pneumonia, atau gangguan lainnya.

pembentukan pus dan meningkat menjadi pembengkakan yang berfluktuasi pada sisi labiabuccal dari alveolus. Derajat dari gangguan sistemik biasanya ringan (1) . ABSES PERIODONTAL Abses periodontal disebabkan oleh proses destruktif akut atau kronis pada periodontium, yang menghasilkan kumpulan pus yang terlokalisir, berhubungan dengan rongga mulut melalui sulcus ginggiva dan sisiperiodontal lainnya (tidak berasal dari pulpa gigi) (2). Etiologi Abses ini kemungkinan dibentuk dari oklusi atau trauma pada rongga periodontal pocket menyebabkan perluasan infeksi dari pocket ke dalam jaringan sekitar. Hal ini disebabkan masuknya makanan di sela-sela gigi seperti tulang ikan, lepasnya bulu sikat gigi, atau penekanan dinding pocket akibat tindakan terapi orthodentik atau kekuatan mengunyah yang tidak wajar. Normalnya sisa abses berada pada jaringan periodontal, kemudian perkembangannya tergantung pada (2): - virulensi, tipe dan jumlah organisme penyebab - kesehatan jaringan periodontal pasien - efisiensi dari mekanisme pertahanan tubuh host yang spesifik dan non spesifik Gambaran Klinis (2) onset cepat, gusi mengalami pembengkakan, berwarna kemerahan serta terjadi perlunakan nyeri yang berlanjut pada saat mengunyah dan pada tindakan perkusi tidak ada gambaran radiografi yang spesifik, meskipun umumnya berhubungan dengan periodontal pocket yang dalam pus dari lesi biasanya akan mengering sepanjang permukaan akar ke muara periodontal pocket; di dalam pocket pus dapat meluas melalui tulang alveolar untuk bermuara ke sinus yang terbuka pada ginggiva yang berdekatan akibat drainase pus yang intermiten, infeksi cenderung terlokalisir, pembengkakan ekstraoral bukan hal yang lazim abses yang tidak diterapi akan mengarah ke destruksi yang lebih berat dari jaringan periodontal dan tanggalnya gigi.

Mikrobiologi

Pada pemeriksaan mikrobiologi mikroorganisme penyebab infeksi yang umum ditemukan, yaitu (2): - gram negative anaerob, seperti fusobacteria - streptococcus sp - golongan lain : spirochaeta sp, capnocytophaga sp, dan actinomyces sp Terapi (2) Penilaian keadaan klinis penyakit berdasarkan riwayat penyakit sistemik pasien, seperti diabetes

- Jika prognosisnya buruk, dilakukan ekstraksi gigi. Namun, infeksi akut yang berlangsung harus diatasi terlebih dahulu. - Irigasi pocket dengan larutan sodium klorida 0,9% yang hangat dan memberikan garam pencuci mulut yang panas.

- Jika terjadi demam dan selulitis, berikan antibiotik : penicillin, eritromysin atau metronidazol sebagai obat pilihan. - Drainase dianjurkan dan pembersihan subginggiva dilakukan untuk menghilangkan calculus dan benda-benda asing.

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. Pedlar, J. Spreading Infection Dentoalveolar Infection Schneider, Karen. Dental Abscess. http./www.eMedicine.com.2004, diakses 5 Agustus 2004 Kapner, Michael. MedlinePlus Medical Encyclopedia: Tooth Abscess, 2004

Ciri Ciri Kanker Rongga Mulut oke sobat sebelumnya anda membaca : Cara Efektif Melawan Kanker dengan Brokoli dan postingan ini membahas Tanda Sakit Kanker Rongga Mulut Sepertinya memang benar kata orang kalau kesehatan itu sangat penting dan sangat mahal sekali, lebih baik mencegah dari pada mengobati, penyakit kanker memang sangat mengerikan sekali efeknya, misalnya saja pada kanker payudara dan kanker serviks yang sekarang ini menjadi penyakit yang di takuti. Pada artikel yang lalu kemi juga memberikan refrenis tentang cara menurunkan berat badan, sekarang ini kami lagi memberikan informasi tentang ciri-ciri kanker tenggorokan, silahkan di simak saja di bawah ini : 1. Adanya luka pada wajah, leher kepala atau mulut yang tidak sembuh dalam waktu 2 minggu. 2. Pembekakan, benjolan pada bibir, gusi atau daerah lainnya di dalam rongga mulut. 3. Adanya tanda kemerahan, pengerasan di sekitar rongga mulut. 4. Pendarahan yang berulang di dalam rongga mulut. 5. Parasthesia, nyeri di sekitar wajah, mulut atau leher. 6. Nyeri pada telinga. 7. Kesulitan pada menggerakkan rahang atau lidah. 8. Pembekakan rahang sehingga gigi tiruan menjadi tidak fit dan stabil. 9. Perubahan suara. 10. Massa di leher. 11. Kehilangan berat badan. demikian penjelasan mengenai Ciri Ciri Kanker Rongga Mulut Sumber : http://m-wali.blogspot.com/2012/01/ciri-ciri-kanker-rongga-mulut.html#ixzz1kdm6Ghcb

PROSEDUR DETEKSI DINI DAN DIAGNOSIS KANKER RONGA MULUT SAYUTI HASIBUAN

Bagian Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN Masalah kedokteran gigi dewasa ini tidak hanya membahas gigi geligi saja, tetapi telah meluas ke rongga mulut yang terdiri dari jaringan keras maupun jaringan lunak. Penyakit-penyakit jaringan lunak rongga mulut telah menjadi perhatian serius oleh para ahli terutama dengan meningkatnya kasus kematian yang diakibatkan oleh kanker yang ada di rongga mulut terutama sekali pada negaranegara yang sedang berkembang. Menurut Lynch, 1994, kanker rongga mulut merupakan kira-kira 5% dari semua keganasan yang terjadi pada kaum pria dan 2% pada kaum wanita (Lynch,1994). Telah dilaporkan bahwa kanker rongga mulut merupakan kanker utama di India khususnya di Kerala dimana insiden rata-rata dilaporkan paling tinggi, sekitar 20% dari seluruh kanker (Balaram dan Meenattoor,1996). Walaupun ada perkembangan dalam mendiagnosa dan terapi, keabnormalan dan kematian yang diakibatkan kanker mulut masih tinggi dan sudah lama merupakan masalah didunia. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk ini adalah terutama karena kurangnya deteksi dini dan identifikasi pada kelompok resiko tinggi, serta kegagalan untuk mengontrol lesi primer dan metastase nodus limfe servikal (Lynch,1994; Balaram dan Meenattoor,1996). Untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh kanker mulut, WHO telah membuat petunjuk untuk mengendalikan kanker mulut, terutama bagi negaranegara yang sedang berkembang. Pengendalian tersebut berdasarkan pada tindakan

pencegahan primer dimana prinsip utamanya mengurangi dan mencegah paparan bahan-bahan yang bersifat karsinogen. Pendekatan kedua adalah melalui penerapan pencegahan sekunder, yaitu berupa deteksi dini lesi-lesi kanker dan prakanker rongga mulut (Subita,1997). Folson dkk, 1972, memperkirakan bahwa 80% dari semua kasus kematian akibat kanker rongga mulut dapat dicegah dengan deteksi dini keganasan dalam mulut (Folson dkk,1972). Pada umumnya, untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut dapat dilakukan dengan melalui anamnese, pemeriksaan klinis dan diperkuat oleh pemeriksaan tambahan secara laboratorium. Dalam makalah ini akan dikemukakan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh dokter gigi untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut. Dengan demikian diharapkan dokter gigi dapat menemukan lesi-lesi yang dicurigai sebagai proses keganasan lebih awal sehingga prognosis kanker rongga mulut lebih baik. 2004 Ditigitized by USU digital library 1BAB 2 ETIOLOGI KANKER RONGGA MULUT Kanker rongga mulut memiliki penyebab yang multifaktorial dan suatu proses yang terdiri dari beberapa langkah yang melibatkan inisiasi, promosi dan perkembangan tumor (Scully,1992). Secara garis besar, etiologi kanker rongga mulut dapat dikelompokkan atas : 1. Faktor lokal, meliputi kebersihan rongga mulut yang jelek, iritasi kronis dari restorasi, gigi-gigi karies/akar gigi, gigi palsu (Smith,1989; Bolden,1982; Tambunan,1993). 2. Faktor luar, antara lain karsinogen kimia berupa rokok dan cara penggunaannya, tembakau, agen fisik, radiasu ionisasi, virus, sinar matahari

(Scully,1992; Bolden,1982; Smith,1989). 3. Faktor host, meliputi usia, jenis kelamin, nutrisi imunologi dan genetik (Scully,1992; Smith,1989). Faktor-fakto r etiologi tersebut tidak bekerja 'secara terpisah, kombinasi dari berbagai faktor sering dijumpai bersama-sama. Pada dasawarsa terakhir, patogenesis molekular neoplasma menunjukkan bahwa neoplasma merupakan penyakit genetik. Terbentuknya tumor sebagai akibat terjadinya penyimpangan genetik yang disebabkan oleh faktor-faktor etiologi sehingga terjadi pembelahan gel yang berlebihan dan tidak terkendali. Gen yang menjadi sasaran perubahan genetik adalah onkogen (gen yang meningkatkan pertumbuhan), anti onkogen (gen yang menghambat pertumbuhan) dan gen yang mengatur apoptosis (Scully,1992). BAB 3 DETEKSI DINI KANKER RONGGA MULUT. Dokter gigi, dimana dalam perawatan rongga mulut dan gigi selalu melihat bibir dan mukosa mulut mempunyai kesempatan yang luas untuk menemukan kanker rongga mulut sedini mungkin. Penemuan dini kanker rongga mulut merupakan faktor penting, bertujuan untuk terapi kuratif, prognosa yang makin baik, kepentingan kosmetik dan mengurangi kecacatan serta kelangsungan hidup yang lebih lama (Lynch,1994; Tambunan,1993). Tetapi sayangnya hampir semua penderita kanker rongga mulut ditemukan dalam stadium yang sudah lanjut, yang biasanya sudah terdapat selama berbulanbulan atau bahkan lebih lama (Lynch,1994). Akibatnya prognosa dari kanker rongga mulut relatif buruk, suatu kenyataan yang menyedihkan dimana seringkali prognosa ini diakibatkan oleh diagnosa dan perawatan yang terlambat (Pinborg,1991). Faktor-faktor yang dapat menimbulkan keterlambatan ini antara lain perkembangan kanker pada tahap awal seringkali tidak menimbulkan keluhan,

kenyataan bahwa mereka yang sudah tua serta lemah tidak mau repot-repot datang ke dokter, pendidikan masyarakat pada umumnya masih rendah, lokasi lesi yang tidak langsung terlihat dan lesi dirawat sebagai lesi jinak (Lynch,1994; Pinborg,1991). Faktor lain adalah dokter gigi kurang teliti pada pemeriksaan rutin rongga mulut atau tidak mengetahui tanda-tanda awal keganasan dalam mulut atau ragu-ragu karena tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai gambaran klinis keganasan mulut sehingga terlambat untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut (Folson,1972). Untuk itu seorang dokter gigi seharusnya memiliki pengetahuan yang cukup mengenai sifat dan riwayat kanker mulut yang meliputi tanda dan gejala awal, gambaran klinis, lokasi yang sering terlibat, faktor-faktor etiologi dan cara diagnosis untuk mendeteksi penyakit ini (Bolden,1982) . 2004 Ditigitized by USU digital library 2Terdapat beberapa prosedur klinis yang dapat dilakukan dokter gigi untuk mendeteksi dini kanker rongga mulut. Umumnya prosedur-prosedur tersebut mengikuti prosedur standart diagnosa penyakit mulut. Pada artikel ini, untuk deteksi dini dan diagnosis kanker rongga mulut dikelompokkan atas diagnosis klinis yang meliputi anamnesis, pemeriksaan klinis, gambaran klinis dan predileksi; serta diagnosis histopatologis yang terdiri dari sitologi rongga mulut dan biopsi. 3.1. DIAGNOSA KLINIS. Anamnesis. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik pada pasien, dokter gigi sebaiknya melakukan anamnesis yang meliputi : Keluhan pasien, keluhan-keluhan gigi sebelumnya, riwayat medis umum yang lalu dan sekarang, gaya hidup dan

kebiasaan, riwayat keluarga, status sosioekonomi dan pekerjaan (Bolden,1982). Sambil melakukan anamnese dokter gigi dapat juga melihat keadaan ekstra oral pasien, seperti bibir dan asimetri wajah. Pemeriksaan klinis. Pada pemeriksaan klinis, dokter gigi boleh memiliki teknik yang berbeda antara pemeriksa yang satu dengan yang lainnya, tetapi prinsip dasarnya adalah sama. Setiap pasien berhak mendapatkan pemeriksaan yang lengkap dari jaringan mulut dan para oral. Pemeriksaan ini meliputi : 1. Perubahan warna, apakah mukosa mulut berwarna abnormal, misalnya putih, merah atau hitam. 2. Konsistensi, apakah jaringan keras, kenyal, lunak, fIuktuan atau nodular. 3. Kontur, apakah permukaan mukosa kasar, ulserasi, asimetri atau pembengkakan. 4. Temperatur. 5. Fungsi, apakah pasien dapat membuka mulut dengan sempurna. 6. Lymphnode servikal. Gambaran klinis. Kebanyakan pasien kanker rongga mulut mempunyai riwayat lesi/keadaan prakanker mulut sebelumnya, seperti leukoplakia, eritrplakia, submukus fibrosis dan lain-lain. Untuk itu dokter gigi seharusnya mengenali gambaran klinis lesi-lesi tersebut (Balaram dan Meenattoor,1996). Umumnya kanker rongga mulut tahap dini tidak menimbulkan gejala, diameter kurang dari 2 cm, kebanyakan berwarna merah dengan atau tanpa disertai komponen putih, licin, halus dan memperlihatkan elevasi yang minimal (Lynch,1994). Seringkali awal dari keganasan ditandai oleh adanya ulkus. Apabila

terdapat ulkus yang tidak sembuh-sembuh dalam waktu 2 minggu, maka keadaan ini sudah dapat dicurigai sebagai awal proses keganasan. Tanda-tanda lain dari ulkus proses keganasan meliputi ulkus yang tidak sakit, tepi bergulung, lebih tinggi dari sekitarnya dan indurasi (lebih keras), dasarnya dapat berbintil-bintil dan mengelupas. Pertumbuhan karsinoma bentuk ulkus tersebut disebut sebagai pertumbuhan endofitik (Williams,1990; Tambunan,1993). Selain itu karsinoma mulut juga terlihat sebagai pertumbuhan yang eksofitik (lesi superfisial) yang dapat berbentuk bunga kol atau papiler, mudah berdarah. Lesi eksofitik ini lebih mudah dikenali keberadaannya dan memiliki prognosa lebih baik (Williams; 1990; Tambunan,1993). Gambaran klinis kanker rongga mulut pada berbagai lokasi rongga mulut mungkin memiliki beberapa perbedaan (Daftary,1992). Untuk lebih jelas, gambaran klinis akan dibahas secara terpisah menurut lokasinya. 2004 Ditigitized by USU digital library 3Kanker pada lidah. Hampir 80% kanker lidah terletak pada 2/3 anterior lidah (umumnya pada tepi lateral dan bawah lidah) dan dalam jumlah sedikit pada posterior lidah (Daftary,1992; Tambunan,1993; Pinborg,1986). Gejala pada penderita tergantung pada lokasi kanker tersebut. Bila terletak pada bagian 2/3 anterior lidah, keluhan utamanya adalah timbulnya suatu massa yang seringkali terasa tidak sakit. Bila timbul pada 1/3 posterior, kanker tersebut selalu tidak diketahui oleh penderita dan rasa sakit yang dialami biasanya dihubungkan dengan rasa sakit tenggorokan. Kanker yang terletak 2/3 anterior lidah lebih dapat dideteksi dini daripada rang terletak pada 1/3 posterior lidah. Kadang-kadang metastase limph node

regional mungkin merupakan indikasi pertama dari kanker kecil pada lidah :Pinborg,1986). Pada stadium awal, secara klinis kanker lidah dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk, dapat berupa bercak leukoplakia, penebalan, perkembangan eksofitik atau endofitik bentuk ulkus. Tetapi sebagian besar dalam bentuk ulkus :Daftary,1992). Lama-kelamaan ulkus ini akan mengalami infiltrasi lebih dalam jangan tepi yang mengalami indurasi (Pinborg,1986). Umumnya tidak menimbulkan rasa sakit kecuali ada infeksi sekunder. Kanker pada bibir. Kanker bibir selalu dihubungkan dengan orang-orang yang memiliki aktivitas diluar seperti nelayan dan petani. Sinar matahari mungkin terlibat dalam Datogenese kanker bibir. Umumnya lebih banyak terjadi pada bibir bawah jaripada bibir atas (Daftary,1992; Pinborg,1986; Smith,1989). Pada awal pertumbuhan, lesi dapat berupa modul kecil atau ulkus yang tidak sembuh-sembuh. Deteksi tumor pada keadaan ini memberikan kesempatan untuk menemukan karsinoma dini (Daftary,1992; Pinborg,1986,Tambunan,1993). Lesi yang lebih lanjut dapat berbentuk papillari, ulseratif atau infiltratif. Tipe papilomatous dapat diawali dari epitel yang menebal dan sebagian dari epitel ini tetap berada pada superficial. Lesi-lesi yang ulseratif dan infiltratif diawali dari epitel yang menebal tetapi selanjutnya mengalami infiltrasi lebih dalam (Daftary,1992). Tanda yang paling penting adalah terdapat indurasi yang didapat pada pinggiran ulkus. Kanker dasar mulut. Kanker pada dasar mulut biasanya dihubungkan dengan penggunaan alkohol dan tembakau. Pada stage awal mungkin tidak menimbulkan gejala. Bila lesi

berkembang pasien akan mengeluhkan adanya gumpalan dalam mulut atau perasaan tidak nyaman (Pinborg,1986; Daftary,1992). Secara klinis yang paling sering dijumpai adalah lesi berupa ulserasi dengan tepi yang timbul dan mengeras yang terletak dekat frenulum lingual (Pinborg,1986). Bentuk yang lain adalah penebalan mukosa yang kemerah-merahan, nodul yang tidak sakit atau dapat berasal dari leukoplakia (Daftary, 1992). Pada kanker tahap lanjut dapat terjadi pertumbuhan eksofitik atau infiltratif. Kanker pada mukosa pipi. Di negara yang sedang berkembang, kanker pada mukosa pipi dihubungkan dengan kebiasaan mengunyah campuran pinang, daun sirih, kapur dan tembakau. Susur tersebut berkontak dengan mukosa pipi kiri dan kanan selama beberapa jam (Daftary,1992). Pada awalnya lesi tidak menimbulkan simptom, terlihat sebagai suatu daerah eritematus, ulserasi yang kecil, daerah merah dengan indurasi dan kadangkadang dihubungkan dengan leukoplakia tipe nodular (Daftary,1992; Pinborg,1986). Dengan 2004 Ditigitized by USU digital library 4meningkatnya ukuran tumor, akan menjadi target trauma pada waktu mengunyah, sehingga cenderung menjadi ulserasi dan infiltratif. Kanker pada gingiva. Kanker pada gingiva umumnya berasal dari daerah dimana susur tembakau ditempatkan pada orang-orang yang memiliki kebiasaan ini. Daerah yang terlibat biasanya lebih sering pada gingiva mandibula daripada gingiva maksila (Daftary,1992; Pinborg,1986). Lesi awal terlihat sebagai ulger indolen, granuloma yang kecil atau sebagai

nodul. Sekilas lesi terlihat sama dengan lesi yang dihasilkan oleh trauma kronis atau hiperplasia inflamatori (Daftary,1992). Lesi yang lebih lanjut berupa pertumbuhan eksofitik atau pertumbuhan infiltratif yang lebih dalam. Pertumbuhan eksofitik seperti bunga kol, mudah berdarah. Pertumbuhan infiltratif biasanya tumbuh invasif pada tulang mandibula dan menimbulkan desdruktif (Tambunan,1993). Kanker pada palatum. Pada daerah yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan menghisap rokok secara terbalik, kanker pada palatum merupakan kanker rongga mulut yang umum terjadi dari semua kanker mulut. Perubahan yang terjadi pada mukosa mulut yang dihubungkan dengan menghisap rokok secara terbalik adalah adanya ulserasi, erosi, daerah nodul dan bercak. Reddy dkk, 1974. menggambarkan suatu microinvasive carcinoma untuk melukiskan suatu lesi awal dalam bentuk yang kecil, oval atau bulat berwarna kemerah-merahan, erosi yang licin dengan daerah hiperkeratosis disekelilingnya lesi ini biasanya terjadi pada zona glandular palatum keras dan asimptomatik. Jika mendapatkan tekanan dapat berdarah (Daftary, 1992). Kebanyakan kanker palatum merupakan pertumbuhan eksofitik dan dasar yang luas dengan permukaan bernodul. Jika lesi terus berkembang mungkin akan mengisi seluruh palatum. Kanker pada palatum dapat menyebabkan perforasi palatum dan meluas sampai ke rongga hidung (Daftary, 1992). Predileksi. Selain mengenali gambaran klinis awal proses keganasan dan keganasan, dokter gigi harus mengetahui faktor-faktor predileksi umur, jenis kelamin dan

tempat dari kanker rongga mulut. Sebagaimana dengan kanker pada bagian tubuh lainnya, sebagian besar kasus-kasus kanker mulut terjadi pada usia tua diatas 40 tahun. Keadaan ini dihubungkan dengan daya tahan tubuh yang menurun dengan semakin bertambahnya usia. Pria lebih sering terkena, kemungkinan dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan minum alkohol. Walaupun kanker rongga mulut dapat terjadi disemua daerah mukosa mulut, penting untuk mengetahui predileksi tempat. Kanker dini yang tidak bergejala pada dasarnya terlokalisir pada tiga tempat yang spesifik dalam rongga mulut, meliputi dasar mulut, kompleks palatum lunak dan bagian permukaan ventral lidah dan sepertiga tengah serta sepertiga posterior dari aspek lateral lidah (Pinborg,1986; Lynch,1994). 2.2. DIAGNOSA HISTOPATOLOGIS. Walaupun seorang klinisi memiliki pengalaman klinis yang baik sekali, untuk memastikan diagnosa defenitif dari proses awal keganasan dan keganasan diperlukan pemeriksaan laboratorium. Dalam hal ini yang sering dilakukan adalah pemeriksaan sitologi mulut dan biopsi. 2004 Ditigitized by USU digital library 5Sitologi mulut. Sitologi mulut telah lama digunakan untuk menyelidiki berbagai macam panyakit mulut, dimana prosedurnya paling bermanfaat dalam evaluasi terhadap suatu keadaan yang dicurigai sebagai suatu keganasan, khususnya bila keadaan tersebut merupakan suatu lesi yang mengalami ulserasi atau lesi merah yang tidak berkeratin (Lynch, 1994). Sitologi mulut merupakan suatu teknik yang sederhana dan efektif untuk

mendeteksi dini lesi-lesi mulut yang mencurigakan. Ketepatan hasil diagnostik sitologi mulut tidaklah sama dengan biopsi sehingga tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa akhir yang defenitif (Skhlar,1984). Tetapi merupakan hal yang kurang praktis jika kita segera melakukan biopsi untuk setiap lesi dalam mulut. Untuk itu diperlukan suatu cara yang dapat diandalkan dan diterima sebelum kita melakukan biopsi, yaitu pemeriksaan sitologi mulut. Secara defenisi, pemeriksaan sitologi mulut merupakan suatu pemeriksaan mikroskopik gel-gel yang dikerok/dikikis dari permukaan suatu lesi didalam mulut (Coleman dan Nelson,1993). Untuk aplikasi klinisnya, seorang dokter gigi harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kapan pemeriksaan ini dilakukan dan kapan tidak dilakukan, peralatan yang digunakan, prosedur kerja, data klinis yang disertakan sampai pengirimannya ke bagian Patologi anatomi (Kerr dkk,1978). Klasifikasi dan interpretasi yang digunakan dalam laporan sitologi mulut adalah seperti dibawah ini (McKinney dkk,1985; Lynch,1994). Kelas I : gel-gel normal; Kelas II ; gel-gel yang tidak khas (atipik), tidak ada bukti keganasan ; Kelas III: Perubahan pada pola nuklear yang sifatnya tidak jelas, tidak ada tanda-tanda keganasan, tetapi terdapat gel yang menyimpang dari normal; Kelas IV: Memberi kesan sebagai suatu keganasan ; Kelas V: Perubahan keganasan terlihat jelas. Untuk kelas IV dan V indikasi untuk biopsi. Biopsi. Jika hasil pemeriksaan sitologi meragukan, segera lakukan biopsi. Biopsi merupakan pengambilan spesimen baik total maupun sebagian untuk pemeriksaan mikroskopis dan diagnosis (Pedersen,1996; Coleman dan Nelson,1993). Cara ini

merupakan cara yang penting dan dapat dipercaya untuk menegakkan diagnosa defenitif dari lesi-lesi mulut yang dicurigai (Bolden, 1982). Teknik biopsi memerlukan bagian dari lesi yang mewakili dan tepi jaringan yang normal. Biopsi dapat dilakukan dengan cara insisional atau eksisional. Biopsi insisional dipilih apabila lesi permukaan besar (lebih dari 1 cm) dan biopsi eksisional yaitu insisi secara intoto dilakukan apabila lesi kecil (Pedersen,1996; Bolden;1982; Coleman dan Nelson,1993). Hasil interpretasi mikroskopis dari suatu biopsi dapat menunjukkan suatu rentang yang luas. Hasil-hasil seperti parakeratosis, ortokeratosis, akantosis, hiperplasia pseudoepiteliomatus, peradangan akut dan kronis menunjukkan golongan jinak. Untuk karsinoma gel skuamus, hasil pemeriksaan mikroskopis biasanya meliputi adanya abnormalitas seluler, terputusnya kontinuitas membran basalis oleh sarang gel-gel abnormal yang meluas sampai ke dalam jaringan ikat, ukuran gel yang berubah, peningkatan kecepatan mitosis perubahan ukuran dan bentuk nukleus, gangguan dalam proses maturasi dan hiperkromatin (Lynch,1994). Untuk memenuhi kebutuhan yang lebih seksama dalam mengidentifikasi kanker rongga mulut pada tahap dini, telah dikembangkan suatu cara biopsi dengan menggunakan sikat (Oral CDx). Pada penelitian yang dilakukan oleh Sciubba (1999) dengan menggunakan biopsi dengan cara sikat menunjukkan bahwa cara ini dapat memberikan bantuan yang tidak terhingga nilainya dalam memeriksa lesi di rongga mulut. Pada penelitian tersebut, biopsi dengan memakai sikat merupakan alat deteksi yang sepadan dengan biopsi memakai skalpel. Walaupun begitu, harus

2004 Ditigitized by USU digital library 6ditekankan bahwa Oral CDx bukanlah pengganti untuk biopsi dengan memakai skalpel (Sciubba,1999). BAB 4 KESIMPULAN Kanker rongga mulut pada tahap awal sukar untuk dideteksi secara klinis, karena seringkali tidak menimbulkan gejala pada pasien atau perubahanperubahan yang menyertainya mungkin tidak begitu jelas, hanya menghasilkan perubahan yang sedikit dalam hal fungsi, warna, tekstur, kontinuitas atau konsistensi dari jaringan yang dikenai. Akibatnya seringkali pasien datang ke dokter gigi dengan lesi kanker yang sudah dalam keadaan tahap lanjut. Untuk itu diperlukan suatu tindakan oleh dokter gigi untuk mendeteksi lesi-lesi prakanker dan kanker rongga mulut pada tahap dini. Lesi-lesi kanker pada tahap dini tidak dapat diidentifikasi secara adekuat hanya dengan pemeriksaan visual saja. Pengetahuan mengenai gambaran klinis yang baik sekalipun dari seorang dokter gigi belumlah dapat menegakkan diagnosa yang tepat dari lesi kanker pada tahap awal, sebab belum ada indikator klinis yang pasti untuk menentukan jinak atau ganasnya suatu lesi. Tetapi walaupun begitu, dokter gigi harus mengetahui gejala dan gambaran klinis lesi kanker rongga mulut pada tahap awal, agar nantinya dapat merencanakan tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya. Berikut ini merupakan tanda-tanda yang harus diwaspadai oleh dokter gigi terhadap kemungkinan adanya kanker mulut yang baru mulai terjadi atau dalam tahap lanjut (Bolden, 1982):

1. Bercak putih, bersisik, persisten. 2. Bintik pigmen yang tiba- tiba ukurannya membesar. 3. Ulser yang tidak sembuh-sembuh. 4. Gusi bengkak dan berdarah yang tidak dihubungkan dengan obat-obatan. 5. Asimetri wajah yang progresif. 6. Gigi yang tanggal secara tiba-tiba, tanpa adanya riwayat trauma pada rahang. 7. Parastesi, anestesi dan mati rasa di rongga mulut. 8. Trismus dan sakit sewaktu menggerakkan rahang. 9. Adanya gumpalan pada leher, wajah atau jaringan mulut. 10. Luka pencabutan yang tidak sembuh-sembuh. 11. Perubahan Bila terdapat salah satu atau beberapa tanda-tanda tersebut, dokter gigi harus segera melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mendeteksi secara dini lesi kanker pada tahap awal, yang hasilnya dapat mendukung gambaran klinis yang ada didalam rongga mulut. Biasanya dilakukan pemeriksaan histopatologi. Hasil pemeriksaan dan ketepatan diagnosis histopatologis tergantung pada kerjasama antara klinikus dan ahli patologi, terutama dalam hal ketepatan mengumpulkan dan memproses bahan pemeriksaan serta mengidentifikasikan gel-gel. DAFTAR PUSTAKA Balaram, P; Meenattoor,G. 1996. Imunology of Oral Cancer-A Review. Singapore Dental Journal. Vol.21. No.1. 36. Bolden, T.E. 1982. The Prevention and Detection of Oral Cancer, dalam Stallard,R.E. A Textbook of Preventif Dentistry. Ed. Ke.2. Philadelphia. W.B. Sainders Company. 277-306.

2004 Ditigitized by USU digital library 7Coleman, G.C; Nelson,J.F. 1993. Principles of Oral Diagnosis. St. Louis Mosby Year Book. 211-214. Daftari, D.K: Mukti,P.R; Bhonsle, R.B [et.al]. 1992. Oral Squamus Cell Carcinoma, dalam Prabhu S.R. Oral Diseases in the Tropics. New York. Oxford Medical Publications. 429 -446. Folson, T.C; White, C.P; Broner,l. [et,al]. 1972. Oral Exfoliatif Study. Review of the Literature and Report of Three Year Study. Oral Surgery. 33. 61-64. Kerr, D.A; Ash,M.M; Dean,M.H.1978.Oral Diagnosis. Ed. Ke-5 St. Louis. C.V.Mosby Company.336-338. Lynch, M.A.1994. Burket's Oral Medicine. Diagnosis and Treatment. Ed.Ke-9. Philadelphia. J.B.Lippincott Company. 203-213. McKinney,R.V; Singh,B.B; Schafmer,D.L. 1985. Biopsi Techniques for the General Practioner, dalam Clark,J.W. Clinical Dentistry Vol Philadelphia. Haeper dan Row Publisher.9-14. Pedersen,W.G. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut, alih bahasa drg. Purwanto dan drg. Basoeseno. Ed.Ke-1. Penerbit Buku KeJokteran EGC. Jakarta. 147-150 . Pinborg,J.J. 1986. Oral Precancer and Cancer, dalam Levine ,N. Current Treatment in Dental Practice. Philadelphia. W.B. Saunders Company. 8-13. Pinborg, J.J. 1991. Kanker dan Prakanker Rongga Mulut, alih bahasa drg.Lilian Yuwono.Ed.ke-1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 21-93,125. Sciubba, J.J. 1999. Improving Detection of Precancerous and Cancerous Oral lesions. JADA. Vol.130. 1445-1457. Scully, C. 1992. Oncogen, Onco-Supressor, Carcinogenesis and Oral Cancer. British Dental Journal. 173. 53.

Skhlar, G.1984. Oral Cancer. The Diagnosis, Therapy, Management and Rehabilitation of The Oral Cancer Patient. Philadelphia. W.B. Saunders Company. 63-70. Subita, G.P. 1997. Kemopreventif Sebagai Satu Modalitas Pengendalian Kanker Mulut. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Ed. Khusus KPPIKG XI.582-585. Tambunan, G. W. 1993. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia. Editor dr. Maylani Handoyo. Ed.Ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGG. Jakarta. 185-198. Williams, J.H. 1990. Oral Cancer and Precancer: Cliniccal Features. British Dental Journal.168.13-17.