proposal edit 1
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Asfiksia
1. Definisi
Beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum dengan berbeda. Menurut
IDAI Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia
dan asidosis.
Sebuah kondisi dimana terjadi penurunan jumlah oksigen secara ekstrim dalam
tubuh disertai dengan peningkatan jumlah karbondioksida yang menyebabkan kehilangan
kesadaran atau kematian (Medical Dictionary of American Heritage, 2007).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses
ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia
juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya (Saifuddin, 2001).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan
ibu hamil, kelainan tali pusat atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi
selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
2. Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi
di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia
bayi baru lahir.
Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada
bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini :
a. Faktor ibu
1) Preeklampsia dan eklampsia
2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus macet
4) Demam selama persalinan infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
1) Lilitan tali pusat
2) Tali pusat pendek
3) Simpul tali pusat
4) Prolapsus tali pusat
c. Faktor Bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (kongenital)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
Penolong persalinan harus mengetahui faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan asfiksia. Apabila ditemukan adanya faktor risiko tersebut maka hal itu
harus dibicarakan dengan ibu dan keluarganya tentang kemungkinan perlunya tindakan
resusitasi. Akan tetapi, ada kalanya faktor risiko menjadi sulit dikenali atau
(sepengetahuan penolong) tidak dijumpai tetapi asfiksia tetap terjadi. Oleh karena itu,
penolong harus selalu siap melakukan resusitasi bayi pada setiap pertolongan persalinan.
3. Manifestasi Klinis
Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama
kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian
asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi.
Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada
dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan
asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik.
Bila berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme anaerob yang berupa
glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan
berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang
disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
b. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.
c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem
sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan, (Rustam, 1998).
4. Gejala dan Tanda Asfiksia
a. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap
b. Warna kulit kebiruan
c. Kejang
d. Penurunan kesadaran.
5. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia
janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian menurut
Wiknjosastro (1999), yaitu :
a. Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan
tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan
lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
b. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus
diwaspadai. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan
mudah.
c. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks di buat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan di ambil contoh darah janin. Darah ini di
periksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun
sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin
disertai asfiksia.
6. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi,
menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan
resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian
tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda
penting, yaitu :
a. Penafasan
b. Denyut jantung
c. Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat
keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan
bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar
pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).
7. Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi
dalam keadaan siap pakai, yaitu :
a. 2 helai kain / handuk.
b. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk
kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala
bayii.
c. Alat penghisap lendir de lee atau bola karet.
d. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal.
e. Kotak alat resusitasi.
f. Jam atau pencatat waktu, (Wiknjosastro, 2007).
8. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai
ABC resusitasi, yaitu :
a. Memastikan saluran terbuka
1) Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
2) Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
3) Bila perlu masukkan pipa endo trakheal (pipa ET) untuk memastikan saluran
pernafasan terbuka.
b. Memulai pernafasan
1) Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
2) Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon atau
mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
c. Mempertahankan sirkulasi
Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
1) Kompresi dada
2) Pengobatan.
9. Langkah-langkah Resusitasi
a. Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh bayi dan
selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
b. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar.
c. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
d. Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut sudah bersih
kemudian lanjutkan ke hidung.
e. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-
usap punggung bayi.
f. Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik,
hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai warna kulit jika merah / sinosis
penfer lakukan observasi, apabila biru beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit,
lakukan ventilasi tekanan positif.
1) Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan positif.
2) Ventilasi tekanan positif / PPV dengan memberikan O2 100 % melalui ambubag
atau masker, masker harus menutupi hidung dan mulut tetapi tidak menutupi
mata, jika tidak ada ambubag beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV
40 – 60 x / menit.
3) Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan
10.
a) 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
b) 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV.
c) 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV, disertai
kompresi jantung.
d) < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
e) Kompresi jantung
Perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2 cara
kompresi jantung :
1) Kedua ibu jari menekan sternum sedalam 1 cm dan tangan lain mengelilingi tubuh
bayi.
2) Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain menahan belakang
tubuh bayi.
g. Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah kompresi dada.
h. Denyut jantung 80x/menit kompresi jantung dihentikan, lakukan PPV sampai denyut
jantung > 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan.
i. Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian obat epineprin 1 :
10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
j. Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit hentikan obat.
k. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis diatas tiap
3 – 5 menit.
l. Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap / tidak respon terhadap di
atas dan tanpa ada hiporolemi beri bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV
selama 2 menit (Wiknjosastro, 2007).
10. Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif, kedua
faktor utama yang perlu dilakukan adalah :
a. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat
terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau asfiksia
dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.
b. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil.
Persiapan minumum antara lain :
1) Alat pemanas siap pakai – Oksigen
2) Alat pengisap
3) Alat sungkup dan balon resusitasi
4) Alat intubasi
5) Obat-obatan
11. Prinsip-prinsip Resusitasi yang Efektif
a. Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus
rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.
b. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus
dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien.
c. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai suatu
tim yang terkoordinasi.
d. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya
ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.
e. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan siap
pakai.