proposal sudah edit 3
DESCRIPTION
proposal penelitianTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk densil)1125 kg/m3, dengan nilai
kalori 1 kg sekam sebesar 3300 k. kalori, serta memiliki bulk density 0,100
g/ml, nilai kalori antara 3300-3600 kkalori/kg sekam dengan konduktivitas
panas 0,271 BTU (Houston, 1972). Sekam dikategorikan sebagai biomassa
yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri,
pakan ternak dan energi atau bahan bakar ataupun sebagai adsorpsi pada
logam-logam berat. Sekam tersusun dari jaringan serat-serat selulosa yang
mengandung banyak silica dalam bentuk serabut-serabut yang sangat keras.
Pada keadaan normal, sekam berperan penting melindungi biji beras dari
kerusakan yang disebabkan oleh serangan jamur, dapat mencegah reaksi
ketengikan karena dapat melindungi lapisan tipis yang kaya minyak terhadap
kerusakan mekanis selama pemanenan, penggilingan dan pengangkutan
( Haryadi. 2006 ).
1.1 Komposisi Kandungan Kimia Sekam Padi
Sumber: Ismunadji, 1988 dalam Sihombing
1
Komponen % Berat
Kadar air 32,40 – 11,35
Protein kasar 1,70 – 7,26
Lemak 0,38 – 2,98
Ekstrak nitrogen bebas 24,70 – 38,79
Serat 31,37 – 49,92
Abu 13,16 – 29,04
Pentosa 16,94 – 21,95
Sellulosa 34,34 – 43,80
Lignin 21,40 – 46,97
Penggunaan surfaktan (Surface Active Agent) dalam industri sangat
besar karena kemampuannya dapat menurunkan tegangan permukaan dan
antarmuka, sebagai penstabil sistem emulsi dan sebagai agen pendispersi yang
baik. Aplikasinya, yaitu digunakan sebagai bahan tambahan yang penting
untuk beberapa industri seperti industri sabun dan deterjen, industri bahan
pembersih, industri produk perawatan diri, industri tekstil, industri karet dan
plastik, industri kosmetik, industri pangan dan bahan kostruksi.
Perkembangan surfaktan tidak hanya dalam pencarian jenis surfaktan
yang baru untuk suatu applikasi tertentu dalam suatu industri, tetapi juga
melakukan pencarian bahan baku yang potensial untuk pembuatan surfaktan
adalah bahan yang banyak mengandung lignin seperti tandan kosong kelapa
sawit dan lindi hitam industri pulp. Bahan-bahan tersebut mempunyai potensi
untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan surfaktan lignosulfonat.
Surfaktan lignosulfonat adalah surfaktan yang berbasis lignin dalam
pembuatannya.
Lignosulfonat merupakan surfaktan yang larut air yang banyak
digunakan sebagai dispersant yang berfungsi sebagai retarder. Penggunaan
lignosulfonat sangat beragam, mulai dari sebagai penstabil dalam industri
pengeboran minyak, pelarut dalam industri tekstil, emulsifier dalam pembuatan
pelumas, bahan perekat pada papan gipsum, hingga bahan aditif untuk media
kultur. Sifat larut air yang dimiliki lignosulfonat membuatnya banyak
digunakan juga sebagai bahan untuk membantu proses pengadukan dalam
cement mill, dan membuat konstruksi bangunan menjadi lebih kokoh karena
lignosulfonat juga merupakan binding agent yang sangat baik.
1.2. Rumusan Masalah
A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang muncul
sebagai berikut :
1. Bagaimana cara pengolahan limbah sekam padi sehingga dapat menjadi
Natrium Lignosulfonat?
2
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pembuatan Natrium Lignosulfonat dari
Sekam Padi?
3. Bagaimana karakteristik Natrium Lignosulfonat yang dihasilkan?
B. Perumusan Masalah
Dari uraian permasalahan diatas maka di dapatkan perumusan masalah berupa.
1. sejauh mana pengaruh waktu terhadap proses pembuatan Natrium
Lignosulfonat?
2. pengaruh jumlah konsentrasi NaOH pada saat proses Pengendapan Lignin
pada pembuatan Natrium Lignosulfonat?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari tahapan-tahapan proses
pembuatan Natrium Lignosulfonat, mengetahui pengaruh waktu optimum dan
konsentrasi NaOH terhadap pengendapan lignin untuk pembuatan Natrium
Lignosulfonat untuk mendapatkan rendemen Natrium Lignosulfonat yang maksimum.
1.4. Luaran Penelitian
Natrium Lignosulfonat bisa dibuat dengan mereaksikan bahan yang
mengandung lignin dengan NaHSO3. NaHSO3 berfungsi untuk mengikat lignin dari
bahan baku. Menurut Ismunadji dari hasil penelitiannya sekam padi mengandung
21,40 – 46,97% Lignin. Natrium Lignosulfonat yang di hasilkan dari sekam padi ini
selanjutnya di analisa untuk mengetahui karakteristiknya.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat dari kegiatan penelitian ini adalah :
1. Memanfaatkan limbah sekam padi sebagai bahan baku pembuatan Natrium
Lignosulfonat
2. Pengembangan teknologi pembuatan Natrium Lignosulfonat
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. BAHAN BAKU
2. 1.1. Sekam Padi
Sekam padi merupakan bagian pelindung terluar dari padi (Oryza sativa). Dari
proses penggilingan dihasilkan sekam sebanyak 20-30%, dedak 8- 12% dan beras
giling 52% bobot awal gabah (Hsu dan Luh, 1980). Pada proses penggilingan padi,
sekam akan terpisah dari butiran beras dan menjadi bahan sisa atau limbah
penggilingan. Karena bersifat abrasif, nilai nutrisi rendah, bulk density rendah, serta
kandungan abu yang tinggi membuat penggunaan sekam padi terbatas. Diperlukan
tempat penyimpanan sekam padi yang luas sehingga biasanya sekam padi dibakar
untuk mengurangi volumenya. Jika hasil pembakaran sekam padi ini tidak digunakan,
akan menimbukan masalah lingkungan (Hsu dan Luh, 1980). Salah satu proses
alternatif untuk meningkatkan manfaat sekam padi adalah dengan pirolisis. Pirolisis
merupakan proses dekomposisi suatu zat/ material yang dilakuan pada suhu relatif
tinggi. Hasil pirolisis sekam padi berupa char mengandung karbon dan silika dengan
komposisi tergantung pada kondisi pirolisis (Danarto, et al., 2010). Sekam padi
mempunyai bulk density 96 sampai 160 kg/m3. Penggilingan sekam padi dapat
meningkatkan bulk density dari 192 menjadi 384 kg/m3 Dengan pembakaran pada
kondisi tertentu dapat menghasilkan abu sekam padi yang lebih mudah dihaluskan
(Hsu dan Luh, 1980).
Sifat Fisika
Bulk Densil = 1125 kg/m3,
Nilai kalori 1 kg sekam = 3300 k. kalori
Konduktivitas panas = 0,271 BTU
2.1.2. Etanol
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja,
adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan
4
merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman
beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang paling
tua.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH
dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomerkonstitusional dari dimetil eter. Etanol
sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil
(C2H5). Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling
awal yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang memabukkan
juga telah diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang ditujukan untuk
kegunaan industri dihasilkan dari produk sampingan pengilangan minyak bumi.
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia yang ditujukan
untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada parfum, perasa,
pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting
sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia lainnya. Dalam sejarahnya
etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.
Sifat Fisika
Rumus Molekul = C2H5OH
Massa Molar = 46,07 g/mol
Wujud = Cairan Tidak Berwarna
Densitas = 0,789 g/cm3
Titik lebur = -114,3
Titik didih = 78,4
Viskositas = 1,200 cP (20 °C)
Sifat Kimia
Reaksi asam-basa
Gugus hidroksil etanol membuat molekul ini sedikit basa. Ia hampir netral dalam
air, dengan pH 100% etanol adalah 7,33, berbanding dengan pH air murni yang
5
sebesar 7,00. Etanol dapat diubah menjadi konjugat basanya,
ion etoksida (CH3CH2O−), dengan mereaksikannya dengan logam
alkali seperti natrium:
2CH3CH2OH + 2Na → 2CH3CH2ONa + H2
ataupun dengan basa kuat seperti natrium hidrida:
CH3CH2OH + NaH → CH3CH2ONa + H2.
Reaksi seperti ini tidak dapat dilakukan dalam larutan akuatik, karena air lebih asam
daripada etanol, sehingga pembentukan hidroksida lebih difavoritkan daripada
pembentuk etoksida.
Halogenasi
Etanol bereaksi dengan hidrogen halida dan menghasilkan etil
halida seperti etil klorida dan etil bromida:
CH3CH2OH + HCl → CH3CH2Cl + H2O
Reaksi dengan HCl memerlukan katalis seperti seng klorida Hidrogen klorida
dengan keberadaan seng klorida dikenal sebagai reagen Lucas.
CH3CH2OH + HBr → CH3CH2Br + H2O
Reaksi dengan HBr memerlukan proses refluks dengan katalis asam sulfat. Etil halida
juga dapat dihasilkan dengan mereaksikan alkohol dengan agen halogenasi yang
khusus, seperti tionil klorida untuk pembuatan etil klorida, ataupun fosforus
tribromida untuk pembuatan etil bromida.
CH3CH2OH + SOCl2 → CH3CH2Cl + SO2 + HCl
Pembentukan ester
Kondisi di bawah katalis asam, etanol bereaksi dengan asam karboksilat dan
menghasilkan senyawa etil eter dan air:
RCOOH + HOCH2CH3 → RCOOCH2CH3 + H2O.
Agar reaksi ini menghasilkan rendemen yang cukup tinggi, air perlu dipisahkan dari
campuran reaksi seketika ia terbentuk.
6
Etanol juga dapat membentuk senyawa ester dengan asam anorganik. Dietil
sulfat dan trietil fosfat dihasilkan dengan mereaksikan etanol dengan asam
sulfat dan asam fosfat. Senyawa yang dihasilkan oleh reaksi ini sangat berguna
sebagai agen etilasi dalam sintesis organik.
Dehidrasi
Asam kuat yang sangat higroskopis seperti asam sulfat akan menyebabkan
dehidrasi etanol dan menghasilkan etilena maupun dietil eter:
2 CH3CH2OH → CH3CH2OCH2CH3 + H2O (pada 120'C)
CH3CH2OH → H2C=CH2 + H2O (pada 180'C)
Oksidasi
Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida, yang kemudian dapat dioksidasi lebih
lanjut menjadi asam asetat. Dalam tubuh manusia, reaksi oksidasi ini dikatalisis
oleh enzimtubuh. Pada laboratorium, larutan akuatik oksidator seperti asam
kromat ataupun kalium permanganat digunakan untuk mengoksidasi etanol menjadi
asam asetat. Proses ini akan sangat sulit menghasilkan asetaldehida oleh karena
terjadinya overoksidasi. Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida tanpa oksidasi
lebih lanjut menjadi asam asetat menggunakan piridinium kloro kromat (Pyridinium
chloro chromate, PCC).
C2H5OH + 2[O] → CH3COOH + H2O
Produk oksidasi etanol, asam asetat, digunakan sebagai nutrien oleh tubuh manusia
sebagai asetil-koA.
Pembakaran
Pembakaran etanol akan menghasilkan karbon dioksida dan air:
C2H5OH(g) + 3 O2(g) → 2 CO2(g) + 3 H2O(l) (ΔHr = −1409 kJ/mol)
7
2.1.3. Benzena
Benzena, juga dikenal dengan rumus kimia C6H6, PhH, dan benzol,
adalah senyawa kimia organik yang merupakan cairan takberwarna dan mudah
terbakar serta mempunyai bau yang manis. Benzena terdiri dari 6 atom karbon yang
membentuk cincin, dengan 1 atom hidrogen berikatan pada setiap 1 atom karbon.
Benzena merupakan salah satu jenis hidrokarbon aromatik siklik dengan ikatan
pi yang tetap. Benzena adalah salah satu komponen dalam minyak bumi, dan
merupakan salah satu bahanpetrokimia yang paling dasar serta pelarut yang penting
dalam dunia industri. Karena memiliki bilangan oktan yang tinggi, maka benzena juga
salah satu campuran penting pada bensin. Benzena juga bahan dasar dalam
produksi obat-obatan, plastik, bensin,karet buatan, dan pewarna. Selain itu, benzena
adalah kandungan alami dalam minyak bumi, namun biasanya diperoleh dari senyawa
lainnya yang terdapat dalam minyak bumi. Karena bersifat karsinogenik, maka
pemakaiannya selain bidang non-industri menjadi sangat terbatas.
Sifat Fisika
a. Benzena merupakan senyawa yang tidak berwarna.
b. Benzena berwujud cair pada suhu ruang (270C).
c. Titik didih benzena : 80,10C, Titik leleh benzena : -5,50C
d. Benzena tidak dapat larut air tetapi larut dalam pelarut nonpolar
e. Benzena merupakan cairan yang mudah terbakar
Sifat Kimia
a. Benzena merupakan cairan yang mudah terbakar
b. Benzena lebih mudah mengalami reaksi substitusi daripadaadisi
c. Halogenasi
8
Benzena dapat bereaksi dengan halogen dengan katalis besi(III) klorida membentuk
halida benzena dan hydrogen klorida.
Contoh :
d. Sulfonasi
Benzena bereaksi dengan asam sulfat membentuk asam benzenasulfonat, dan air.
Contoh :
e. Nitrasi
Benzena bereaksi dengan asam nitrat menghasilkan nitrobenzena dan air.
Contoh :
9
f. Alkilasi
Benzena bereaksi dengan alkil halida menmbentuk alkil benzena dan hidrogen klorida.
Contoh:
2.1.4. NaOH
Natrium hidroksida (Na OH ), juga dikenal sebagai soda kaustik, soda api, atau sodium
hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk
dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk
larutanalkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan di berbagai
macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses
produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium
hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium kimia.
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk
pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50% yang biasa disebut larutan
Sorensen. Ia bersifat lembap cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari
udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan,
karena pada proses pelarutannya dalam air bereaksi secara eksotermis. Ia juga larut
dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih
kecil daripada kelarutanKOH. Ia tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar
lainnya. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan
kertas.
Sifat fisika
- Berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun
larutan jenuh 50%.
- Bersifat lembab cair
10
- Sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan.
- Titik leleh 318 °C
- Titik didih 1390 °C.
- NaOH membentuk basa kuat bila dilarutkan dalam air
- Densitas NaOH adalah 2,1 gr/ml
- Senyawa ini sangat mudah terionisasi membentuk ion natrium dan hidroksida
Sifat kimia
Dengan larutan natrium hidroksida, (HCl) asam klorida dinetralkan dimana akan
terbentuk garam dan air
NaOH + HCl → NaCl + H2O
2.1.5. ASAM SULFAT
Asam sulfat terbentuk secara alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya
besi sulfida. Air yang dihasilkan dari oksidasi ini sangat asam dan disebut sebagai air
asam tambang. Air asam ini mampu melarutkan logam-logam yang ada dalam bijih
sulfida, yang akan menghasilkan uap berwarna cerah yang beracun. Asam
sulfat(H2SO4) merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air
pada semua perbandingan. Kegunaan utamanya termasuk pemprosesan bijih mineral,
sintesis kimia, pemprosesan air limbah dan pengilangan minyak. Asam sulfat murni
yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara alami di bumi oleh karena
sifatnya yang higroskopis. Walaupun demikian, asam sulfat merupakan komponen
utama hujan asam, yang terjadi karena oksidasi sulfur dioksida di atmosfer dengan
keberadaan air (oksidasi asam sulfit). Sulfur dioksida adalah produk sampingan utama
dari pembakaran bahan bakar seperti batu bara dan minyak yang mengandung sulfur
(belerang).Reaksi hidrasi (pelarutan dalam air) dari asam sulfat adalah reaksi eksoterm
yang kuat.
A. Sifat fisika
Titik leleh : 10°C
Titik didih : 290°C
Tekanan uap : 1 (146 °C) mmHg
Berat jenis cairan : 1,84 gr/ml
11
Berat jenis uap : 3,4 (udara = 1)
B. Sifat kimia
a) Reaksi dengan air
Reaksi hidrasi asam sulfat sangatlah eksotermik. Selalu tambahkan
asam ke dalam air dari pada air ke dalam asam. Air memiliki massa jenis yang
lebih rendah daripada asam sulfat dan cenderung mengapung di atasnya,
sehingga apabila air ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, ia akan dapat
mendidih dan bereaksi dengan keras. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan
ion hidronium:
H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4-
HSO4- + H2O → H3O+ + SO4
2-
Karena hidrasi asam sulfat secara termodinamika difavoritkan, asam
sulfat adalah zat pendehidrasi yang sangat baik dan digunakan untuk
mengeringkan buah-buahan. Afinitas asam sulfat terhadap air cukuplah kuat
sedemikiannya ia akan memisahkan atom hidrogen dan oksigen dari suatu
senyawa. Sebagai contoh, mencampurkan pati (C6H12O6)ndengan asam sulfat
pekat akan menghasilkan karbon dan air yang terserap dalam asam sulfat (yang
akan mengencerkan asam sulfat) :
(C6H12O6)n → 6n C + 6n H2O
Efek ini dapat dilihat ketika asam sulfat pekat diteteskan ke permukaan
kertas. Selulosa bereaksi dengan asam sulfat dan menghasilkan karbon yang
akan terlihat seperti efek pembakaran kertas. Reaksi yang lebih dramatis terjadi
apabila asam sulfat ditambahkan ke dalam satu sendok teh gula. Seketika
ditambahkan, gula tersebut akan menjadi karbon berpori-pori yang
mengembang dan mengeluarkan aroma seperti karamel.
b) Reaksi lainnya
Sebagai asam, asam sulfat bereaksi dengan kebanyakan basa,
menghasilkan garam sulfat. Sebagai contoh, garam tembaga tembaga(II)
sulfat dibuat dari reaksi antara tembaga(II) oksida dengan asam sulfat:
12
CuO + H2SO4 → CuSO4 + H2O
Asam sulfat juga dapat digunakan untuk mengasamkan garam dan
menghasilkan asam yang lebih lemah. Reaksi antara natrium asetat dengan
asam sulfat akan menghasilkanasam asetat, CH3COOH, dan natrium bisulfat:
H2SO4 + CH3COONa → NaHSO4 + CH3COOH
Hal yang sama juga berlaku apabila mereaksikan asam sulfat
dengan kalium nitrat. Reaksi ini akan menghasilkan asam nitrat dan
endapat kalium bisulfat. Ketika dikombinasikan dengan asam nitrat, asam
sulfat berperilaku sebagai asam sekaligus zat pendehidrasi, membentuk
ion nitronium NO2+, yang penting dalam reaksi nitrasi yang
melibatkansubstitusi aromatik elektrofilik. Reaksi jenis ini sangatlah penting
dalam kimia organik.
Asam sulfat bereaksi dengan kebanyakan logam via reaksi penggantian
tunggal, menghasilkan gas hidrogen dan logam sulfat. H2SO4 encer
menyerang besi, aluminium, seng,mangan, magnesium dan nikel. Namun
reaksi dengan timah dan tembaga memerlukan asam sulfat yang panas dan
pekat. Timbal dan tungsten tidak bereaksi dengan asam sulfat. Reaksi antara
asam sulfat dengan logam biasanya akan menghasilkan hidrogen seperti yang
ditunjukkan pada persamaan di bawah ini. Namun reaksi dengan timah akan
menghasilkan sulfur dioksida daripada hidrogen.
Fe (s) + H2SO4 (aq) → H2 (g) + FeSO4 (aq)
Sn (s) + 2 H2SO4 (aq) → SnSO4 (aq) + 2 H2O (l) + SO2 (g)
Hal ini dikarenakan asam pekat panas umumnya berperan sebagai
oksidator, manakala asam encer berperan sebagai asam biasa. Sehingga ketika
asam pekat panas bereaksi dengan seng, timah, dan tembaga, ia akan
menghasilkan garam, air dan sulfur dioksida, manakahal asam encer yang
beraksi dengan logam seperti seng akan menghasilkan garam dan hidrogen.
2.2. PRODUK
2.2.1. LIGNIN
13
Lignin merupakan komponen makromolekul kayu ketiga. Struktur
molekul lignin sangat berbeda bila dbandingkan dengan polisakarida karena
terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenilpropan. Selama
perkembangan sel, lignin dimasukkan sebagai komponen terakhir dalam
dinding sel, menembus diantara fibril-fibril sehingga memperkuat dinding sel (
Fengel dan Wegener, 1995)
Polimer lignin tidak dapat dikonfersi ke monomernya tanpa mengalami
perubahan bentuk pada bentuk dasarnya. Lignin yang melindungi selulosa
bersifat tahan terhadap hidrolisa karena adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter.
Pada suhu tinggi, lignin dapat mengalami perubahan struktur dengan
membentuk asam format, metana, asam asetat dan vanilin. Pada bagian lainnya
lignin mengalami kondensasi (Judoamidjojo et al.,1998).
Lignin ada di dalam dinding sel maupun di daerah antar sel (lamela
tengah) dan menyebabkan kayu menjadi keras dan kaku sehingga mampu
menahan tekanan mekanis yang besar. Menurut Sjostrom (1995), konsentrasi
lignin tertinggi terdapat dalam dinding sel yaitu pada bagian lamela tengah dan
akan semakin mengecil pada lapisan di dinding sekunder.
Jumlah lignin yang terdapat dalam tumbuhan yang berbeda sangat
bervariasi. Distribusi lignin di dalam sel dan kandungan lignin bagian pohon
yang berbeda tidak sama. Contohnya yaitu kandungan lignin yang tinggi
adalah khas untuk bagian batang yang paling rendah, paling tinggi dan paling
dalam untuk cabang kayu lunak, kulit dan kayu tekan. Umumnya pada
penggunaan kayu, lignin digunakan sebagai bagian integral kayu. Dalam
pembuatan pulp dan pengelantangan, lignin dilepaskan dari kayu dalam bentuk
terdegradasi dan berubah, serta merupakan sumber karbon lebih dari 35 juta
ton tiap tahun di seluruh dunia yang sangat potensial untuk keperluan kimia
dan energi. p-hidroksisinamil alkohol, p-koumaril alkohol, koniferil alkohol
dan sinapil alkohol merupakan senyawa induk (prekursor) primer dan
merupakan unit pembentuk semua lignin (Fengel dan Weneger,1995).
14
Tabel 2.1. Kandungan lignin dalam berbagai bio massa
Biomassa Lignin % b/b
TKKS (oil palm empty fruit bunches) 15-22
Pelepah sawit (oil palm petiole) 18-20
Batang sawit (oil palm bunk) 22,6
Buah sawit (oil palm hush) 38,9
Jerami padi (paddy slaves) 12-16
Jerami gandum (wheat) 16-21
Bambu (bamboo) 21-31
Kayu karet (rubber) 22
Kayu akasia (acacia) 30
Ket. % b/b dihitung atas dasar berat kering kayu setelah dioven
Sumber : Susanto et al, 1999
Menurut Sjostrom (1995), gugus-gugus fungsi sangat mempengaruhi
reaktivitas lignin. Polimer lignin mengandung gugus-gugus metoksil yang
karakteristik, gugus hidroksi fenol, dan beberapa gugus aldehida ujung dalam
rantai samping.
Faktor yang membatasi permeabilitas dinding sel tanaman dapat
dibedakan menjadi efek kimia dan fisika. Efek kimia yaitu hubungan lignin-
karbohidrat dan asetilasi hemiselulosa. Lignin secara fisik membungkus
mikrofibril selulosa dalam suatu matriks hidrofobik dan terikat secara kovalen
baik pada selulosa maupun hemiselulosa (Sa’id,1994).
Lignin dapat dibagi menjadi beberapa kelas menurut unsur-unsur
strukturnya yaitu (Sjostrom,1995) :
1. Lignin guaiasil : terdapat pada kayu lunak, sebagian besar merupakan
produk polimerisasi dari koniferil alkohol.
15
2. Lignin guaiasil-siringil : khas kayu keras merupakan kopolimer dari
koniferil dan sinapil alkohol.
Secara fisis lignin berwujud amorf (tidak berbentuk), berwarna kuning
cerah dengan bobot jenis berkisar antara 1.3 – 1.4 bergantung pada sumber
ligninnya. Indeks refraksi lignin sebesar 1.6, oleh karena itu dengan sifatnya
yang amorf, lignin sulit dianalisa dengan sinar-X. Lignin juga tidak larut dalam
air, larutan asam dan larutan hidrokarbon. Dikarenakan lignin tidak larut dalam
asam sulfat 72 %, maka saat ini sering digunakan untuk uji kuantitatif lignin.
Lignin tidak dapat mencair, tetapi akan melunak dan kemudian menjadi hangus
bila dipanaskan. Lignin yang diperdagangkan larut dalam alkali encer dan
dalam beberapa senyawa organik (Kirk dan Othmer, 1952 dalam Santoso,
1995).
Salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi lignin adalah bobot
molekul. Bobot molekul rata-rata lignin tidak seragam karena beragamnya
proses pembuatan pulp, proses isolasi lignin, degradasi makromolekul selama
isolasi, efek kondensasi terutama pada kondisi asam dan tidak keteratusan sifat
fisis lignin larutan. Lignin umumnya tidak larut dalam pelarut sederhana,
namun lignin alkali dan lignin sulfonat larut dalam air dan alkali encer. Lignin
yang terlarut mempunyai distribusi bobot molekul yang bersifat ganda.
Beberapa dari komponen lignin memiliki bobot molekul yang lebih tinggi.
Lignin yang bobot molekulnya rendah, dalam larutan bobot molekulnya lebih
tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa lignin mempunyai berat molekul
lebih tinggi ketika terlarut (Salminah, 2001).
Menurut Kirk dan Othmer (1952) dalam Santoso (1995), lignin terdiri
dari 61-65 % karbon, 5-6.1 % hidrogen dengan panas pembakarannya sebesar
11.300 Btu/lb (6.280 kal/gram). Jumlah gugus metoksil dalam lignin
bergantung pada sumber lignin dan proses isolasi yang digunakan.
Karakteristik kimia lignin dapat diperoleh dengan analisis unsur dan
penentuan gugus metoksil. Di samping itu, komponen-komponen non-lignin
diperhitungkan dengan cara penentuan abu polisakarida. Karakteristik analitik
lebih lanjut adalah kandungan gugus fungsional lain (misalnya gugus fenolat
16
dan hidroksil alifatik, gugus karbonil, karboksil) yang menunjukkan
perubahan-perubahan struktur lignin yang disebabkan oleh prosedur isolasi
atau perlakuan kimia (Meier et al., 1981 dalam Fengel dan Wegener, 1995).
Menurut Rutadin (1989), kemampuan lignin untuk meredam kekuatan
mekanis yang dikenakan pada kayu, memungkinkan usaha pemanfaatan lignin
sebagai bahan perekat (adhesive) dan bahan pengikat (binder) pada papan
partikel (particle board) dan kayu lapis (plywood). Ketahanan terhadap
perlakuan biokimia (fisiologis) dan perlakuan kimia didalam batang melalui
mekanisme enzimatik dan reaksi redoks, memungkinkan lignin untuk diolah
lebih lanjut menjadi zat antioksidan. Lignin dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bakar jika dibuat dalam jumlah besar dan dalam keadaan benar-benar kering.
Lignin relatif lebih tinggi kandungan atom C dan H-nya, namun kandungan O-
nya lebih rendah dibandingkan selulosa dan hemiselulosa karena nilai panas
pembakarannya lebih besar (Judoamidjojo et al., 1989).
pabrik pengolahan minyak sawit, akan tetapi mendapat masalah dalam
aplikasinya yaitu dapat mengganggu lingkungan dan kesehatan para pekerja.
Tandan kosong dan serat dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp,
namun kualitas kertas yang dihasilkan masih rendah oleh sebab itu diperlukan
penelitian yang lebih mendalam (Naibaho, 1990).
Limbah padat industri kelapa sawit merupakan limbah lignoselulosa
yang sulit dikonversi menjadi bahan yang lebih sederhana, seperti konversi
komponen selulosa menjadi gula sederhana (glukosa). Ikatan lignin pada
selulosa yang sangat erat dan rumit memerlukan perlakuan tersendiri sebelum
proses pengolahan (Said, 1994).
2.2.2. LIGNOSULFONAT
Lignosulfonat merupakan hasil sulfonasi lignin dan garamnya
menghasilkan garam lignosulfonat, magnesium lignosulfonat dan ammonium
lignosulfonat. Tujuan dilakukan sulfonasi adalah untuk mengubah sifat
hidrofilitasnya sehingga lignosulfonat larut dalam air. Senyawa utama
penyusun lignosulfonat adalah senyawa fenolik bebas, karbosiklik dan
polisakarida.
17
Proses sulfonasi konvensional umumnya dilakukan dengan sulfonasi
lignin yaitu mereaksikan lignin (25 % padatan) dengan formaldehid dan
natrium sulfite. Proses sulfonasi ini terbagi menjadi dua reaksi yaitu : metilolat
dimana lignin bereaksi dulu dengan formaldehid membentuk methylolated
lignin pada suhu 70 OC selama 1 jam, dan Sulfonasi dimana methylolated
lignin bereaksi dengan natrium sulfat membentuk natrium lignosulfonat pada
suhu 140 OC selama 2 jam. Keberhasilan proses sulfonasi tergantung pada
kondisi lignin, temperatur dan pH (Fengel & Wegner 1995 ; Gargulak dan
Lebo 2000).
Namun Fengel & Wegner (1995) juga menyatakan pada reaksi
sulfonasi terhadap lignin berlangsung serupa dengan sulfonasi terhadap
1,2,diguaiasilpropana-1,3-diol, seperti yang terlihat pada Gambar 2.2. Langkah
pertama berlangsung melalui pembentukan kuinonmetida dengan pemecahan
gugus ⍺-hidroksil (eliminasi air). Reaksi adisi elektrofilikterhadap
kuinonmetida oleh bisulfit menghasilkan natrium 1,2-diguasilpropana-⍺-
sulfonat (eliminasi air ) dan diikuti adisi elektrofilik yang menghasilkan
natrium 1,2-diguasilpropana-⍺, γ -diasulfat.
18
Gambar 2.2. Reaksi Sulfonasi terhadap 1,2-diguasilpropana-1,3-diol
Produk lignosulfonat dijual dalam bentuk bubuk dan cair. Produk-
produk lignosulfonat dapat berupa amonium lignosulfonat, kalsium
lignosulfonat dan zinc lignosulfonat. Pada Tabel 2.4 disajikan karakteristik
lignosulfonat komersial.
19
Tabel 2.4 Karakteristik Lignosulfonat Komersial
Karakteristik
Jenis lignosulfonat
Ammonium
lignosulfonat
Calsium
lignosulfonat
Sodium
lignosulfonat
Zinc
lignosulfonat
Lignosulfonat,
%
57 80 80 42
Reducing
sugar, %
24 7 7 -
Sulfur, % 6.8 6.6 6.6 -
Calcium, % 0.4 5.0 0.5 0.2
Sodium, % 0.2 0.2 7 4.3
Nitrogen, % 4.7 0.1 0.1 -
Abu, % 1.0 20 22 -
Kadar air, % 52 5 <6 52
pH (10 %
larutan)
4 -5 4.5 7.5 4 – 5
Viskositas,
csp (50 %
larutan)
800 900 1000 100
Spesific
gravity, lbs/cft
23 23 23 10.8
Sumber : Wesco Technology (1995)
Gargulak dan Lebo (2000) melaporkan lignosulfonat dapat bertindak
sebagai surfaktan, agen pemisah, agen pengikat, dan stabiliser. Berbagai
macam kegunaan lignosulfonat antara lain :
1) Sebagai penstabil tanah saat pengeboran dalam industri perminyakan
2) Sebagai pelarut dalam industri tekstil
3) Meningkatkan viskositas dari minyak yang memiliki densitas rendah,
serta sebagai emulsifier untuk membuat pelumas.
20
4) Bertindak sebagai pengikat debu/partikel dari batu bara, dan saat ini
aplikasinya juga banyak dalam dunia industri batu bata untuk
menghasilkan pembakaran dengan asap yang minimum.
5) Sebagai bahan pembantu proses pengadukan dalam gilingan semen
(cement mill)
6) Sebagai bahan penghambat dalam semen untuk memperlambat proses
pengeringan adonan untuk menghindari terjadinya keretakan dalam
kontruksi bangunan
7) Sebagai bahan aditif dalam industri karet
8) Sebagai bahan aditif untuk media kultur dalam studi in-vitro
2.3. PROSES PEMBUATAN PRODUK
PEMBUATAN LINDI HITAM
Tahapan persiapan bahan baku dengan membersihkan sekam padi
kemudian di oven sampai kering selama 3 hari pada suhu 1200c. Lalu sekam padi
di giling sampai menjadi serbuk, serbuk yang telah siap ini lalu ditimbang
sebanyak 50 gr dan selanjutnya dimasukkan ke dalam soxhlet untuk dilakukan
ekstraksi. Ekstraksi ini menggunakan Benzena : Etanol 96%(2 : 1 v/v) sebagai
pelarutnya selama 6 jam, ekstraksi ini dimaksudkan untuk menghilanngkan zat
ekstraktif yang ada di sekam padi. Setelah itu ekstraksi dilanjutkan dengan
menggunakan pelarut air selama 1 jam pada suhu 1000c sehingga dihasilkan serduk
sekam padi bebas zat ekstraktif.
Serbuk sekam padi yang telah bebas zat ekstraktif selanjutnya dimasak
dalam labu leher tiga. Penambahan larutan pemasak pada perbandingan 10 : 1
(v/b), dimana komposisi larutan pemasak adalah etanol 96% : air (1 :1 ) pada labu
leher tiga ditambahkan katalis NaOH dengan variasi 10%, 15%, 20%, 25%, 30%
dari bahan baku dan di masak pada titik didiselama 1, 1.5, 2, 2.5, 3 jam sehingga
diperoleh lindi hitam ( lignin terlarut ). Lalu dilakukan penyaringan dengan kain
untuk memisahkan residu sekam padi agar terpish dari lindi hitam.
ISOLASI LIGNIN
Lignin dapat diisolasi dari kayu bebas ekstraktif sebagai sisa yang tidak
larut setelah penghilangan polisakarida dengan hidrolisis. Secara alternatif,
21
lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi dari kayu atau diubah menjadi turunan
yang larut. Lignin Klakson diperoleh setelah penghilangan polisakarida dari
kayu yang diekstraksi (bebas damar) dengan hidrolisis asam sulfat 72 %.
Asam-asam lain dapat digunakan juga untuk hidrolisis, tetapi metodenya
mempunyai kekurangan yang serius, yaitu struktur lignin berubah secara
intensif selama hidrolisis. Polisakarida dapat dihilangkan dengan enzim-enzim
dari bubuk kayu yang digiling halus. Metodanya menjemukkan, tetapi lignin
enzim selulotik (CEL) yang dihasilkan pada dasarnya tetap mempertahankan
struktur aslinya tanpa perubahan. Lignin juga dapat dihidrolisis dengan
dioksana yang mengandung air dan asam klorida tetapi terjadi perubahan
struktur yang cukup besar.
Turunan lignin yang larut (lignosulfonat) dibentuk dengan
memperlakukan kayu pada suhu tinggi dengan larutan yang mengandung
belerang dioksida dan ion-ion hidrogen sulfit. Lignin juga larut sebagai alkali
lignin bila kayu diperlakukan pada suhu tinggi (170oC) dengan natrium
hidroksida atau lebih baik dengan campuran natrium hidroksida dan natrium
sulfida (lignin sulfat atau lignin kraft). Lignin lebih lanjut diubah menjadi
turunan yang larut alkali dengan larutan asam klorida dan asam tioglikolat
pada suhu 100 OC (Sjohtrom, 1995).
Berbagai teknik isolasi telah dipelajari, tetapi pada prinsipnya sama
yaitu diawali dengan proses pengendapan padatan. Menurut Sjohtrom (1995),
isolasi lignin dibedakan pada tiga metode yaitu isolasi dengan pengasaman
yang menggunakan pereaksi anorganik seperti H2SO4 pekat atau HCl pekat,
isolasi dengan metode Cellulolytic Enzyme Lignins (CEL), dan Milled Wood
Lignin (MWL).
Beberapa cara untuk memisahkan lignin dari bahan baku digunakan
pereaksi anorganik yaitu H2SO4 pekat dan HCl pekat dengan tujuan untuk
mendekstruksi karbohidrat (Sugesty, 1991 dalam Salminah 2001). Isolasi yang
dilakukan pada pH rendah menghasilkan rendemen lignin yang tinggi. Hal ini
terjadi karena adanya reaksi polimerisasi membentuk polimer lignin.
22
Prose isolasi dengan metode pengasaman banyak digunakan untuk
mendapatkan lignin dengan kemurnian tinggi (Kim et al., 1987). Urutan
prosesnya adalah sebagai berikut :
1. Pengandapan lignin dengan asam sulfat
2. Pelarutan endapan lignin dengan menggunakan NaOH
3. Pengendapan lagi dengan menggunakan asam sulfat
4. Pencucian dengan air
5. Pengeringan padatan lignin
PEMBUATAN LIGNOSULFONAT
Lignin dengan berat tertentu (5 gram) disuspensikan dengan 150 ml air
atau perbandingan lignin : air (1:15 w/w), dalam labu bulat leher 2 ukuran
500 ml dan diaduk menggunakan magnetic stirrer. Suspense ini
ditambahkan natrium bisulfit 40-60% pada pH 5-7 yang ditunjukkan dalam
skala indicator pH universal. Campuran tadi diaduk dengan magnetic
stirrer agar campuran bereaksi sempurna pada suhu 100oC dengan
pemanasan listrik selama 4 jam yang dimonitir dengan thermometer. Hasil
reaksi berupa produk lignosulfonat, sisa reaksi (lignin dan natrium bisulfit)
serta air.
Proses pemisahan produk lignosulfonat dan pemurnian hasil dilakukan
melalui beberapa tahap, yaitu:
a) Hasil refluks didestilasi untuk menguapkan air pada suhu 100oC, guna
mengurangi volume
b) Larutan yang telah pekat disaring dengan corong Bucher. Filtratnya
berupa natrium lignosulfonat yang masih mengandung lignin dan
natrium bisulfit (sisa reaksi)
c) Filtrate kemudian ditambahkan methanol sambil dikocok kuat sehingga
bisulfit terendapkan dan disaring dalam corong Bucher
d) Filtrate natrium lignosulfonat dan sisa lignin diuapkan dengan
rotavapor-R Buchtri dan memekatkan natrium lignosulfonat
e) Natrium lignosulfonat pekat yang diperoleh dikeringkan dalam oven
vakum T 60oC ditimbang sampai diperoleh berat konstan. Kemudian
23
ditentukan % berat rendemennya, kandungan lignosulfonat ditentukan
dengan UV-Vis dan dibuat spectrum FTIR nya
f) Endapan berupa lignin yang tidak bereaksi, dikeringkan dalam oven
vakum T 60oC dan dapat dikembalikan sebagai bahan baku.
2.4 HIPOTESA
Natrium Lignosulfonat Dapat di buat dengan mereaksikan lindi hitam
yang mengandung lignin dengan NaHSO3 sehingga lignin tersulfonasi oleh bahan
penyulfonasinya.
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. WAKTU DAN TEMPAT
Waktu : Di mulai pada bulan Mei 2015
Tempat : Laboratorium PTK III Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Metode penelitian ini meliputi penelitian isolasi lignin dari sekam padi,
dilanjutkan dengan proses sulfonasi lignin isolat sekam padi dan optimasi
produksi lignosulfonat.
METODE PENELITIAN ISOLASI LIGNIN SEKAM PADI, SULFONASI LIGNIN
ISOLAT SEKAM PADI, SERTA OPTIMASI PRODUKSI LIGNOSULFONAT
3.2. Bahan dan Alat
Bahan:
Sekam padi
Bahan-bahan kimia untuk pulping NaOH, dan methanol
Bahan-bahan kimia untuk isolasi yaitu: H2SO4, NaOH, H2O
Bahan-bahan kimia untuk sulfonasi yaitu: Nat bisulfit
Ethanol (EtOH), digunakan dalam pemurnian natrium lignosulfonat
dari campuran reaksi dengan cara mengendapkan bisulfit yang tidak
bereaksi
Bahan-bahan kimia untuk alat analisis proksimat
Alat:
Degester 500 ml, untuk proses pulping
25
Penyaring vakum dengan corong kaca Masir dan sentrifuge : untuk
memisahkan lindi hitam dengan sellulosa
Tabung Erlenmeyer 1000 ml, untuk proses isolasi lignin
Oven pengering, untuk mengeringkan alat dan zat hasil lignin
Rangkaian reactor tangki berpengaduk secara batch dan alat
pendukungnya (labu leher tiga dilengkapi dengan pengaduk,
thermometer, water bath)
3.3. Prosedur Penelitian
A. Tahapan persiapan bahan baku dengan membersihkan sekam padi
kemudian di oven sampai kering selama 3 hari pada suhu 1200c. Lalu
sekam padi di giling sampai menjadi serbuk, serbuk yang telah siap ini
lalu ditimbang sebanyak 50 gr dan selanjutnya dimasukkan ke dalam
soxhlet untuk dilakukan ekstraksi. Ekstraksi ini menggunakan Benzena :
Etanol 96%(2 : 1 v/v) sebagai pelarutnya selama 6 jam, ekstraksi ini
dimaksudkan untuk menghilanngkan zat ekstraktif yang ada di sekam
padi. Setelah itu ekstraksi dilanjutkan dengan menggunakan pelarut air
selama 1 jam pada suhu 1000c sehingga dihasilkan serduk sekam padi
bebas zat ekstraktif.
Serbuk sekam padi yang telah bebas zat ekstraktif selanjutnya dimasak
dalam labu leher tiga. Penambahan larutan pemasak pada perbandingan
10 : 1 (v/b), dimana komposisi larutan pemasak adalah etanol 96% : air
(1 :1 ) pada labu leher tiga ditambahkan katalis NaOH dengan variasi
10%, 15%, 20%, 25%, 30% dari bahan baku dan di masak pada titik
didiselama 1, 1.5, 2, 2.5, 3 jam sehingga diperoleh lindi hitam ( lignin
terlarut ). Lalu dilakukan penyaringan dengan kain untuk memisahkan
residu sekam padi agar terpish dari lindi hitam.
26
27
Sekam padi
Pengeringan dengan oven pada suhu 1200c
Size reduction
Ekstraksi dengan pelarut C6H6 & C2H4OH 2 : 1 (V/V) selama 6 jam
Ampas sekam padi bebas zat ekstraktif
Pemasakan ampas sekam padi dengan penambahan NaOH sesuai variable
dengan pelarut Etanol dan Air
Padatan Non Lignin
Lindi hitam
Ekstraksi dengan pelarut air selama 1 jam
Filtrasi
B. Proses pulping/delignifikasi sekam padi
Proses yang dipilih adalah proses organosolv.
Serpih sekam padi yang bebas zat ekstraktif dilakukan pemasakan di
dalam digester untuk mendapatkan lindi hitam (black liquor). Serbuk
sekam padi, larutan pemasak dan bahan kimia yang telah ditetapkan
komposisinya dimasukkan ke dalam digester. Pemasakan ini dilakukan
dua tahap, yaitu pemasakan dari suhu kamar sampai suhu maksimum dan
pemasakan yang dipertahankan pada suhu maksimum selama waktu
tertentu.
Kondisi delignifikasi serpih terdiri dari:
Berat keping serpih : 50 gram
Komposisi larutan pemasak : etanol teknis 95% : air (1:1)
Larutan pemasak : 10:1 (v/b) terhadap sekam padi
Katalis (NaOH) : sesuai variable, terhadap sekam
padi
Suhu maksimum : 170oC
Hasil delignifikasi terdiri dari dua bagian yaitu lindi hitam (black
liquor) dan serpih (pulp) yang agak lunak. Serpih yang dihasilkan dicuci
dengan aseton teknis kemudian dengan air dan sisa cairan pencucian
ditambahkan pada lindi hitam (black liquor). Lindi hitam memisahkan
bahan terlarut dalam lindi hitam (filtrate) dan tidak terlarut (residu)
kemudian dianalisa pH dan kadar padatan total lindi hitam.
C. Isolasi lignin dari lindi hitam (black liquor)
Isolasi lignin yang dilakukan mengacu pada metode isolasi yang
dikembangkan kim et al. (1987). Sebanyak 500 ml lindi hitam yang telah
disaring (filtrate) diendapkan ligninnya dengan cara titrasi dengan asam
28
sulfat, H2SO4 20% (%v/v). Titrasi dilakukan secara perlaha-lahan (±1 ml
per menit) sampai pH 2 kemudian didiamkan minimal selama 8 jam agar
pengendapan sempurna. Endapan lignin dipisahkan dari lindi hitam yang
telah diasamkan dengan kertas saring. Untuk meningkatkan kemurnian
lignin, endapan lignin dilarutkan dalam larutan alkali yaitu NaOH 1N,
kemudian disaring dengan kertas saring sehingga dihasilkan larutan lignin
dengan kemurnian yang lebih tinggi. Selanjutnya larutan lignin
diendapkan kembali dengan cara titrasi mengguanakan asam (H2SO4 20%)
seperti pengendapan pertama. Endapan lignin dipisahkan dari larutan
dengan menggunakan kertas saring, kemudian endapan dicuci
menggunakan H2SO4 0,01 N, dilanjutkan pencucian dengan aquadest dan
disaring menggunakan penyaring vakum. Endapan yang telah dicuci
dikeringkan dalam oven (50-60oC) selama 24 jam sehingga dihasilkan
lignin berbentuk serbuk/tepung.
29
30
Penyaring dengan kertas saring
Pengendapan Lignin dengan H2SO4 20%(1 ml per menit sampai pH 2)
Endapan Lignin
Pelarutkan dengan NaOH 1 N
Larutan Lignin
Pengendapan Lignin dengan H2SO4 20%(sama seperti pengenpadan pertama)
Endapan Lignin
Pengendapan Lignin dengan H2SO4 20%(sama seperti pengenpadan pertama)
Lindi Hitam
Sisa – sisa padatan
Larutan Non Lignin
Padatan Non Lignin
Larutan Non Lignin
Larutan Non Lignin
D. Sulfonasi Lignin
Lignin dengan berat tertentu (5 gram) disuspensikan dengan 150 ml air
atau perbandingan lignin : air (1:15 w/w), dalam labu bulat leher 2 ukuran
500 ml dan diaduk menggunakan magnetic stirrer. Suspense ini
ditambahkan natrium bisulfit 40-60% pada pH 5-7 yang ditunjukkan dalam
skala indicator pH universal. Campuran tadi diaduk dengan magnetic
stirrer agar campuran bereaksi sempurna pada suhu 100oC dengan
pemanasan listrik selama 4 jam yang dimonitir dengan thermometer. Hasil
reaksi berupa produk lignosulfonat, sisa reaksi (lignin dan natrium bisulfit)
serta air.
Proses pemisahan produk lignosulfonat dan pemurnian hasil dilakukan
melalui beberapa tahap, yaitu:
g) Hasil refluks didestilasi untuk menguapkan air pada suhu 100oC, guna
mengurangi volume
h) Larutan yang telah pekat disaring dengan corong Bucher. Filtratnya
berupa natrium lignosulfonat yang masih mengandung lignin dan
natrium bisulfit (sisa reaksi)
i) Filtrate kemudian ditambahkan methanol sambil dikocok kuat sehingga
bisulfit terendapkan dan disaring dalam corong Bucher
j) Filtrate natrium lignosulfonat dan sisa lignin diuapkan dengan
rotavapor-R Buchtri dan memekatkan natrium lignosulfonat
k) Natrium lignosulfonat pekat yang diperoleh dikeringkan dalam oven
vakum T 60oC ditimbang sampai diperoleh berat konstan. Kemudian
ditentukan % berat rendemennya, kandungan lignosulfonat ditentukan
dengan UV-Vis dan dibuat spectrum FTIR nya
31
Lignin Isolat
Pengeringan dengan oven (50-60oC)
l) Endapan berupa lignin yang tidak bereaksi, dikeringkan dalam oven
vakum T 60oC dan dapat dikembalikan sebagai bahan baku.
Lignin
Air
Metanol
NaHSO3
32
Nisbah reaktan: 1 : 0.5 (lignin-NaHSO3)pH: 5-7, suhu: 100oC, waktu: 4 jam
Lignosulfonat
NLS + NaHSO3
Filtrat NLS dan MeOH
Isolat Lignin
Penyaringan
Penyaringan
Pemurnian
Pengeringan
MeOH
Gambar: bagan alir sulfonasi lignin (Modifikasi Dilling et al. 1990, Kamouna et.al.
2003, Syahmani 2000)
DAFTAR PUSTAKA
Darnoko.1995. Pembuatan Pulp dari Tandan Kosong Sawit dengan
Penambahan Surfaktan. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 3 (1): hal 75-87
Fengel, D. dan G. Wegener. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi.
Diterjemaahkan oleh Sastrohamidjojo, H.
http://wikipedia.co.id
Ismiyati. 2008. Perancangan prose sulfonasi lignin isolat tkks menjadi surfaktan
natrium lignosulfonat(NLS). Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sjostrom, Eero. Kimia Kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan Edisi Kedua, 1995.
33
NLS