isi proposal edit 25022015

76
1 1 PENDAHULUAN Latar belakang Upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat dalam program revitalisasi perkebunan yang dilakukan melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan. Program revitalisasi perkebunan tersebut didukung oleh kredit investasi dan subsidi bunga yang diberikan oleh pemerintah melalui kerjasama dengan perusahaan di bidang usaha perkebunan sebagai mitra pengembangan dalam pembangunan, pengolahan dan pemasaran hasil dari perkebunan tersebut. Menurut Dirjen Perkebunan Tahun 2013 program revitalisasi perkebunan kelapa sawit meliputi pemeliharaan seluas 173 000 Ha, penanaman baru dan peremajaan seluas 101 400 Ha, baik itu kebun yang sifatnya Perkebunan dengan Pola PIR, maupun perkebunan yang dilaksanakan melalui kerja sama dengan masyarakat (plasma). Revitalisasi perkebunan juga bertujuan untuk meningkatkan daya saing pada komoditi perkebunan dengan meningkatkan produktivitas serta mengembangkan industri hilir, sehingga mendukung perkembangan wilayah dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Peraturan Pemerintah yang mendukung Program Revitalisasi Perkebunan yaitu, Peraturan Menteri Pertanian (PMP) Nomor : 33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 117/PMK.06/2006 tentang Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 143/Kpts/LB.310/2/2008 tanggal 15 Februari 2008 tentang Penunjukan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) untuk Melaksanakan Penelitian di Bidang Perkebunan Mendukung Revitalisasi Perkebunan di Indonesia, Surat Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan tentang satuan biaya maksimum pembangunan kebun peserta program revitalisasi perkebunan di lahan kering dan basah yang diterbitkan setiap tahun. Keputusan Direktur Jenderal

Upload: tomi-atmadirja

Post on 02-Feb-2016

246 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Isi Proposal Edit 25022015

1

1 PENDAHULUAN

Latar belakang

Upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat dalam program revitalisasi perkebunan yang dilakukan melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan. Program revitalisasi perkebunan tersebut didukung oleh kredit investasi dan subsidi bunga yang diberikan oleh pemerintah melalui kerjasama dengan perusahaan di bidang usaha perkebunan sebagai mitra pengembangan dalam pembangunan, pengolahan dan pemasaran hasil dari perkebunan tersebut. Menurut Dirjen Perkebunan Tahun 2013 program revitalisasi perkebunan kelapa sawit meliputi pemeliharaan seluas 173 000 Ha, penanaman baru dan peremajaan seluas 101 400 Ha, baik itu kebun yang sifatnya Perkebunan dengan Pola PIR, maupun perkebunan yang dilaksanakan melalui kerja sama dengan masyarakat (plasma). Revitalisasi perkebunan juga bertujuan untuk meningkatkan daya saing pada komoditi perkebunan dengan meningkatkan produktivitas serta mengembangkan industri hilir, sehingga mendukung perkembangan wilayah dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Peraturan Pemerintah yang mendukung Program Revitalisasi Perkebunan yaitu, Peraturan Menteri Pertanian (PMP) Nomor : 33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 117/PMK.06/2006 tentang Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 143/Kpts/LB.310/2/2008 tanggal 15 Februari 2008 tentang Penunjukan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) untuk Melaksanakan Penelitian di Bidang Perkebunan Mendukung Revitalisasi Perkebunan di Indonesia, Surat Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan tentang satuan biaya maksimum pembangunan kebun peserta program revitalisasi perkebunan di lahan kering dan basah yang diterbitkan setiap tahun. Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor 141/Kpts/LB.110/06/2010 tanggal 23 Juni 2010 tentang sistem penilaian fisik kebun kelapa sawit rakyat yang dikaitkan dengan program revitalisasi perkebunan, Surat Menteri Keuangan Nomor S-623/MK.05/2010 tanggal 29 November 2010 perihal perpanjangan Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP). Salah satu komoditi program revitalisasi perkebunan adalah kelapa sawit.

Kelapa sawit memiliki peranan potensial yang sangat strategis sebagai sumber pendapatan masyarakat, mampu menyerap tenaga kerja baru, dengan prospek pasar yang sangat baik dan layak untuk dikembangkan sebagai komoditi ekspor. Pengembangan perkebunan rakyat melalui pola PIR pada awal tahun 80an merupakan pendekatan dari pengembangan perkebunan kelapa sawit, maka perkebunan kelapa sawit tidak hanya diusahakan sebagai perkebunan besar namun diusahakan juga pada perkebunan rakyat (masyarakat).

Luas perkebunan rakyat pada komoditi kelapa sawit tahun 2010 mencapai 3 314 663 Ha, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu mencapai 3 013 973 Ha (Dirjen Perkebunan, 2013). Seiring dengan peningkatan perkembangan kelapa sawit, banyak kelapa sawit banyak yang telah berumur di atas 25 tahun yang ditandai dengan penurunan produktivitas menjadi sebesar 12 ton/Ha/Tahun

Page 2: Isi Proposal Edit 25022015

2

sehingga perlu juga dilakukan replanting (peremajaan) agar bisa berproduksi secara normal kembali.

Luas perkebunan kelapa sawit di Provinsi Jambi menurut data BPS tahun 2012 mencapai 532 293 Ha dengan tanaman belum menghasilkan mencapai 110 259 Ha, tanaman menghasikan 417 304 Ha dan jumlah tanaman tua mencapai 4 730 Ha. Kecamatan Sungai Bahar merupakan tempat penanaman kelapa sawit pertama di Provinsi Jambi oleh sebab itu Kecamatan Sungai Bahar menjadi contoh bagi petani ex PIR Trans dan petani plasma dalam melakukan peremajaan di seluruh Provinsi Jambi. Pengusahaan kelapa sawit mulai diusahakan oleh Perusahaan Negara (PTP) tahun 1983/1984 dengan Pola PIR di Sei Bahar, Bunut, Sungai Merkanding dan Tanjung Lebar. Selain itu terdapat pula kerjasama pemerintah dengan perusahaan swasta dalam bentuk Inti Plasma dengan program transmigrasi dan pada saat ini mulai memasuki usia tidak produktif.

Berdasarkan hasil observasi awal diketahui bahwa dalam melakukan peremajaan petani banyak mengalami kendala seperti terbatasnya modal, kemampuan secara teknis dan pengetahuan lainnya. Menurunnya penghasilan petani di Sungai Bahar membuat petani mulai menjual lahan perkebunannya dan membeli lahan baru, berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan pada petani swadaya (petani di luar eks transmigrasi).

Mengingat umur kelapa sawit yang sudah tua, maka pada saat ini petani di Sungai Bahar perlu segera melakukan replanting kelapa sawit, agar tidak kehilangan mata pencahariannya. Pada tahun 2011 sebelum dilakukanya demplot percontohan oleh pemerintah beberapa orang petani telah melakukan replanting pada kebun sawitnya secara mandiri dan menggunakan teknik tebang pilih/tebang sisip dengan inisiatif dan modal sendiri. Hingga saat ini semakin banyak petani yang melakukan peremajaan dengan sistem tersebut, namun masih ada petani yang belum melakukan replanting hingga saat ini. Hal ini menjelaskan adanya persepsi petani yang berbeda-beda terhadap replanting sehingga harapan pemerintah yang semula membantu para petani belum terlaksana sementara beberapa petani telah melakukan replanting secara mandiri dengan teknik lainnya.

Persepsi yang merupakan cara pandang seseorang terhadap sesuatu dapat memengaruhi partisipasi seseorang dalam melakukan kegiatan dalam hal ini adalah replanting. Hasil penelitian Achmad et al. (2012), menyatakan bahwa semakin mudah akses informasi baik melalui penyuluhan maupun media masa maka akan semakin memperluas persepsi petani tentang hutan, lingkungan dan ketersediaan air di dalamnya. Dalam penelitian tersebut lebih menekankan bahwa persepsi juga dipengaruhi oleh berbagai hal seperti akses informasi, penyuluh dan lain-lain. Menurut hasil penelitian Herawati dan Pulungan (2006), dalam sebuah kegiatan pembangunan, partisipasi yang terus tumbuh dan berkembang menjadi hal yang sangat penting. Partisipasi dalam penelitian ini saling terkait dengan pembangunan, sementara partisipasi dalam pembangunan juga merupakan bentukan dari persepsi masyarakat ataupun petani dalam pembangunan itu sendiri. Hasil penelitian Khakheili dan Zamani (2009), menyatakan persepsi petani memiliki efek yang siknifikan terhadap partisipasi petani dalam pengelolaan irigasi di Negara Iran.

Untuk meningkatkan kegiatan pembangunan dalam hal ini replanting kelapa sawit, maka diperlukan persepsi serta partisipasi petani yang baik hingga dapat mendukung kegiatan tersebut. Fenomena di atas sangat urgen dan perlu

Page 3: Isi Proposal Edit 25022015

3

diteliti agar terlihat jelas bagaimana “Partisipasi Petani dalam Replanting Kelapa Sawit Di Provinsi Jambi ”.

Perumusan Masalah

Persepsi secara tidak langsung akan memengaruhi keputusan petani. Namun, sebelum mempersepsikan sesuatu petani terlebih dahulu mendapatkan rangsangan yang bisa berbentuk informasi seperti berasal dari media massa, penyuluh pertanian maupun mengamati lingkungannya. Petani cenderung melihat suatu komoditi berdasarkan nilai ekonomi yang mampu menghasilkan dalam proses usahatani. Rangsangan lainnya dapat datang dari luar (eksternal) diri petani dan datang dari dalam (internal) diri petani yang memengaruhi persepsi petani.

Persepsi petani terhadap suatu masalah akan timbul setelah menafsirkan apa yang terjadi dengan menggunakan pengetahuan yang terbentuk dari pengalaman dan kemampuan berfikir petani. Petani biasanya menggunakan pengalaman sebagai acuan dalam mempersepsikan sesuatu, sehingga bisa menimbulkan berbagai macam persepsi terkait masalah di antara petani dengan berbagai alternatif pemecahan masalah yang ditimbulkan. Kadang-kadang persepsi yang dominan juga mampu memengaruhi persepsi petani yang lainnya. Persepsi petani terkait replanting kelapa sawit dapat dipengaruhi oleh, pengetahuan, nilai ekonomi usahataninya, dan kebutuhan akan hidup.

Mengingat usia kelapa sawit yang sudah memasuki masa tidak produktif maka replanting kelapa sawit perlu segera dilakukan oleh petani di Kecamatan Sungai Bahar dan pada saat ini seharusnya telah terlaksana secara keseluruhan dalam lingkup Kecamatan Sungai Bahar, namun hanya sebagian kecil petani yang melakukannya. Hal ini menunjukan adanya perbedaan persepsi petani terhadap sesuatu sehingga memengaruhi partisipasinya. Permasalahan lainnya yang dihadapi petani saat ini adalah replanting berupakan suatu inovasi yang baru bagi petani, ketakutan petani kehilangan mata pencahariannya apabila tanaman kelapa sawitnya di replanting, keterbatasan modal yang dimiliki dan berbagai permasalahan lainnya.

Ada banyak faktor yang dapat memengaruhi partisipasi masyarakat, seperti pendapat Setyowati (2010), yang menyatakan bahwa, partisipasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, demikian juga dengan partisipasi petani dalam melakukan replanting kelapa sawit, antara lain adalah faktor internal meliputi: umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, motivasi berusahatani dan faktor eksternal meliputi: tingkat ketersediaan sarana produksi, frekuensi kegiatan penyuluhan, tingkat akses informasi dan dampak perkebunan besar. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat rumusan permasalahan sebagai berikut:

(1) Bagaimana persepsi petani dan tingkat partisipasi petani dalam replanting kepala sawit?

(2) Sejauh mana hubungan persepsi dan partisipasi dalam replanting kelapa sawit?

(3) Sejauh mana hubungan faktor internal dan faktor eksernal dengan persepsi dan partisipasi petani dalam replanting kelapa sawit?

Page 4: Isi Proposal Edit 25022015

4

Tujuan Penelitian

Persepsi dapat memengaruhi partisipasi dalam kegiatan pembangunan pertanian dalam hal ini replanting kelapa sawit. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Menganalisis persepsi inovasi replanting dan tingkat partisipasi dalam replanting kelapa sawit.

(2) Menganalisis hubungan persepsi inovasi replanting dan partisipasi petani dalam replanting kelapa sawit.

(3) Menganalisis faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal dengan persepsi inovasi replanting dan partisipasi petani dalam replanting kelapa sawit.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan dalam meningkatkan partisipasi petani melakukan replanting di Provinsi Jambi. manfaat yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Manfaat Teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai persepsi dan partisipasi petani dalam replanting kelapa sawit di Provinsi Jambi.

(2) Manfaat Praktis, diharapkan sebagai bahan informasi penentu kebijakan bagi pemerintahan Provinsi Jambi dalam mengambil keputusan terkait replanting kelapa sawit di seluruh Provinsi Jambi dan tanaman-tanaman perkebunan lainnya yang berbasis pada kebutuhan masyarakat lokal serta berorientasi pada kebutuhan, kemampuan dan sumber daya lokal yang ada.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji hubungan antara persepsi dan partisipasi petani replanting kelapa sawit di Provinsi Jambi. Penelitian ini juga mengkaji serta menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi dan partisipasi dalam kegiatan replanting kelapa sawit. Penelitian ini menganalisis karakteristik eksternal dan internal petani dalam replanting kelapa sawit. Adapun faktor-faktor yang dianalisis meliputi faktor internal dan eksternal yang berhubungan dengan partisipasi. Penelitian ini juga menganalisi hubungan antar persepsi inovasi replanting dengan partisipasi petani.

Page 5: Isi Proposal Edit 25022015

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Persepsi

Persepsi (perception) dalam arti sempit ialah pengelihatan, yaitu bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana cara seseorang dalam memandang dan mengartikan sesuatu (Leavitt (1978) dalam Sobur 2009). Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses pengindraan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra atau juga bisa disebut dengan proses sensori. Namun proses tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi (Walgito 2010). Persepsi juga diartikan suatu proses membuat penilaian (judgment) atau membangun kesan (impression) mengenai berbagai macam hal yang terdapat di dalam lapangan pengindraan seseorang. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) persepsi adalah proses menerima informasi atau stimuli dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologi.

Menurut Atkinson dan Hilgard (1991) persepsi adalah proses di mana seseorang mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus dalam lingkungannya. Menurut Rahmat (2007) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa yang merupakan hubungan dari berbagai informasi yang kemudian menafsirkan. Dengan demikian persepsi bisa diartikan sebagai gambaran arti atau interpretasi yang bersifat subjektif, artinya persepsi sangat tergantung pada kemampuan dan keadaan diri individu tersebut. Menurut Davidof dan Rogers dalam Walgito (2010) persepsi merupakan aktivitas yang integral dalam diri individu, maka yang ada dalam individu akan ikut aktif dalam persepsi.

Menurut Thoha (1990) dalam Pudjiastuti dan Nurdhiana (2010) persepsi lebih terpusat pada alat indara saat mempersepsikan sesuatu sehingga dapat diartikan bahwa persepsi merupakan. Proses persepsi meliputi suatu interaksi yang sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan dan sebuah pemaknaan (Thoha (1990) dalam Pujiastuti dan Nurdhiana 2010). Sementara Kotler (2000) dalam Hamid et al. (2013) menjelaskan persepsi sebagai proses di mana seseorang dapat memilih, mengelola dan menafsirkan informasi untuk membuat deskripsi yang berarti secara keseluruhan.

Dari penelitian Sihabudin et al. (2010), persepsi dinyatakan sebagai kesan terhadap sesuatu seperti sebuah bentuk objek, keadaan dan sebuah peristiwa. Penelitian Fauzi dalam Hamid et al. (2013), menunjukkan bahwa persepsi positif terhadap faktor-faktor yang memengaruhi proses pembangunan bangsa di Malaysia dan responden memiliki persepsi yang berbeda pada proses pembangunan bangsa dan pembangunan berdasarkan pandangan politik, ekonomi dan sosial. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat banyak faktor yang memengaruhi persepsi seseorang dalam sebuah pembangunan, sama halnya dengan di Indonesia.

Hasil penelitian Kholiq et al. (2008), menemukan bahwa persepsi terhadap lumbung pangan juga dilihat dari apakah masyarakat mengetahui dan mengenal lumbung pangan atau tidak, kemudian bagaimana pandangan serta penilaiannya terhadap lumbung pangan. Selaras dengan pendapat tersebut Chapin dalam

Page 6: Isi Proposal Edit 25022015

6

Hadiwijaya (2011) mengemukakan bahwa persepsi merupakan sebuah proses mengetahui dan mengenali objek serta kejaidian yang bersifat objektif dengan bantuan alat indra. Berdasarkan penelitian tersebut terlihat jelas bahwa persepsi merupakan pandangan terhadap sesuatu yang didasari oleh pengetahuan atau pengenalan sehingga menimbulkan makna yang dibantu oleh alat indra manusia.

Dari definisi di atas dapat ditarik pengertian bahwa persepsi merupakan suatu cara orang dan aktivitas integral diri manusia dalam memandang dan menilai sesuatu secara sadar dengan cara menyeleksi atau mengatur semua informasi yang ada dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam persepsi dapat dikemukakan karena perasaan, kemampuan berfikir (pengetahuan), pengalaman individu yang tidak sama, maka dalam mempersepsikan sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dengan kata lain persepsi bersifat individual yang merupakan interpretasi manusia terhadap sesuatu berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya yang kemudian diiterpretasikan dan membentuk sebuah makna. Persepsi merupakan pemberian makna terhadap suatu objek.

Persepsi Petani terhadap Inovasi Replanting

Rogers dan Shoemaker (1971) menyatakan bahwa inovasi adalah suatu gagasan baru, praktek-praktek baru yang diraskan baru oleh individu atau masyarakat. Beberapa variabel yang memengaruhi laju adopsi, yaitu persepsi tentang sifat inovasi dimana hal tersebut akan memengaruhi pengambilan keputusan dalam menerapkan inovasi. Menurut Mardikanto (1993) dalam Sadono (1999) menjelaskan bahwa inovasi adalah sesuatu yang dianggap baru serta dapat mendorong terjadinya perubahan dalam masyarakat pada tempat tertentu. Menurut Rogers (1995) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor yang dapat memengaruhi kecepatan adopsi dalam suatu sistem sosial yaitu: (1) ciri-ciri inovasi, (2) tipe keputusan inovasi, (3) ciri sistem sosial, (4) sifat saluran komunikasi yang dipergukan dalam menyebarluaskan inovasi dalam proses keputusan inovasi, (5) gencarnya usaha agen perubahan dalam mempromosikan inovasi. Rogers (2003) juga mengungkapkan bahwa difusi inovasi dipengaruhi oleh persepsi tentang sifat inovasi meliputi persepsi tentang keuntungan relatif, kompleksitas, kompatibilitas, triabilitas dan observabilitas. Lima karakteristik inovasi menurut Rogers (2003) meliputi: (1) Keuntungan relatif (relative advantage) adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik dan unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, maka semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi. Para pengguna inovasi akan menilai apakah suatu  inovasi  itu relatif menguntungkan atau lebih unggul dibanding yang  lainnya atau tidak. Untuk  pengguna inovasi yang menerima secara cepat  suatu inovasi, akan melihat inovasi itu  sebagai sebuah keunggulan. (2) Kompatibilitas (compatibility) adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu

Page 7: Isi Proposal Edit 25022015

7

tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible). Pengguna inovasi (adopter)  juga akan mempertimbangkan pemanfaatan inovasi berdasarkan konsistensinya pada nilai-nilai, pengalaman  dan kebutuhannya. (3) Kerumitan (complexity) adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi. Pengguna inovasi juga akan menilai tingkat kesulitan atau kompleksitas yang akan dihadapinya jika mereka memanfaatkan inovasi, artinya bagi individu  yang lambat  mamahami dan menguasainya  tentu akan mengalami tingkat kesulitan lebih tinggi dibanding individu yang cepat memahaminya. Tingkat kesulitan tersebut berhubungan dengan  pengetahuan dan kemampuan seseorang untuk mempelajari istilah-istilah dalam inovasi itu.(4) Kemampuan diuji cobakan (triability) adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat diujicobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya. Kemampuan untuk dapat diuji bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian. Mempunyai kemungkinan untuk diuji coba terlebih dahulu oleh para adopter untuk mengurangi ketidakpastiannya terhadap inovasi itu.(5) Kemampuan diamati (observability) adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi. Kemampuan untuk diamati akan mendorong adopter untuk  memberikan penilaian apakah inovasi itu  mampu meningkatkan status sosial mereka di depan orang lain sehingga dirinya akan dianggap sebagai orang yang inovatif.

Berdasarkan waktu dalam mengadopsi inovasi maka Rogers dan Shoemaker (1971) membagi tingkat keinovativan individu maka sebaran kategori adopter ke dalam lima kategori: innovator, pelopor (early adopter), penganut dini (early majority), penganut akhir (late majority), dan kaum kolot (laggard). Inovator sebesar 2.5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Inovator ini memiliki keberanian mengambil resiko, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi. Early Adopter sebanyak 13.5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi. Early Majority, sebanyak 34% yang menjadi para pengikut awal. Cirinya: penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi. Late Majority sebanyak 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan sosial, terlalu hati-hati. Laggard sebanyak 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas. Orang terlambat adalah yang terakhir di dalam suatu sistem sosial untuk mengadopsi suatu inovasi.

Page 8: Isi Proposal Edit 25022015

8

Hasil penelitian Samboh (2013) mengungkapkan bahwa, terdapat 3 komponen yang berpengaruh signifikan terhadap adopsi inovasi pada program sapta pesona yaitu pengetahuan, persepsi dan adopsi inovasi. Dalam penelitian tersebut terlihat jelas bahwa inovasi merupakan bagian penting yang bisa mempengarusi kecepatan adopsi dalam sebuah program atau kegiatan. Inovasi yang dianggap sesuai akan diadopsi oleh masyarakat dengan baik dan juga sebaliknya.

Replanting kelapa sawit merupakan sebuah inovasi baru karena replanting berupa gagasan baru atau praktek-praktek baru yang digunakan petani dalam mempertahankan keberlangsuangan usahatani kelapa sawitnya dan merupakan salah satu program yang dicanangkan pemerintah dalam upaya revitalisasi tanaman perkebunan. Replanting kelapa sawit di Indonesia baru pertama kali dilakukan dalam satu fase pertumbuhan kelapa sawit sejak kelapa sawit ditanam dalam jumlah besar di negara ini. Hal ini merupakan pengalaman baru bagi petani, pemerintah dan swasta dalam upaya mempertahankan produksi, produktivitas dan pendapatannya.

Beberapa perusahaan besar baik swasta dan pemerintah replanting kelapa sawit seperti di Medan, Aceh dan Jambi telah melakukan replanting kelapa sawit. Untuk perkebunan rakyat, khususnya di Provinsi Jambi replanting kelapa sawit pertama kali dilakukan sehingga muncul berbagai usulan metode atau sistem replanting kelapa sawit yang direkomendasikan oleh pihak swasta dan pemerintah, namun ada satu sistem yang banyak digunakan oleh petani disesuaikan dengan kemampuannya dan keterbatasan yang dimilikinya yaitu sistem underplanting atau tebang pilih, sehingga petani masih dapat memperoleh penghasilan namun tetap dapat melakukan replanting kelapa sawit miliknya.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Persepsi

Persepsi manusia biasanya diawali oleh informasi yang diperoleh baik di masa lalu atau masa sekarang dapat membentuk sebuah pandangan terhadap suatu informasi yang merupakan hasil interpretasi dengan seluruh informasi yang dimiliki tersebut. Krech dan Cruthfied dalam Rahmat (2007) menyatakan bahwa persepsi ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional yang dijelaskan sebagai berikut :(1) Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal

lain termasuk dalam faktor-faktor personal. Persepsi juga tidak ditentukan oleh jenis atau untuk stimuli, akan tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut.

(2) Faktor struktural berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu.

Menurut Robbins dan Stepphens (2003) faktor-faktor yang memengaruhi persepsi antara lain:(1) Pelaku persepsi berupa pemaknaan tentang apa yang diamati dan dilihat oleh

individu dan dipengaruhi oleh karakteristik dari pribadi individu tersebut. Sikap, motif, kepentingan atau minta, pengalaman masa lalu dan pengharapan juga dipengaruhi oleh karateristik pribadi dan persepsi.

(2) Target merupakan bentu dari karakteristik yang dapat memengaruhi persepsi seperti hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan kedekatan. Target

Page 9: Isi Proposal Edit 25022015

Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi:StereotipKepandaian menyaringKonsep diriKeadaan KebutuhanEmosi

Perilaku interpretasi

Evaluasi dan penafsiran kenyataan

Observasi Stimulus

Pembentukan sikap

9

tidak dipandang dalam keadaan terisolasi, hubungan suatu target terhadap latar belakangnya memengaruhi persepsi, seperti kecenderungan untuk mengelompokkan benda-benda yang berdekatan atau mirip.

(3) Situasi merupakan unsur-unsur lingkungan sekitar yang memengaruhi persepsi diantaranya yaitu waktu, keadaan tempat bekerja dan keadaan sosial.

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, terdapat faktor lain yang memengaruhi persepsi yaitu kepribadian individu berupa pengaruh yang bersifat kognitif dengan kata lain berupa pengetahuan dan pengalaman. Hasil penelitian Suryanigsih et al. (2012), menyatakan bahwa pendidikan, pengetahuan yang turun temurun serta mata pencaharian sebagai petani merupakan faktor yang memengaruhi rendahnya persepsi masyarakat terhadap suatu program (pelestarian hutan). Dari penelitian tersebut, pengetahuan, pendidikan dan mata pencaharian bisa menjadi faktor rendahnya persepsi masyarakat. Sementara itu hasil penelitian Hamid et al. (2013) mengemukakan bahwa persepsi yang positif dari masyarakat menggambarkan bahwa masyarakat dapat mengadosi inovasi pertanian dalam kehidupannya, sehingga berdampak positif pada aspek ekonomi dan aspek sosial masyarakat tersebut. Adapun proses terbentuknya persepsi pada individu dapat dilihat pada Gambar 1.

Kenyataan Objek Proses Persepsi Hasil

Stimulus

Gambar 1. Proses terjadinya persepsi (Gibson et al. 1989)

Definisi Partisipasi

Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang partisipasi, antara lain adalah Krach et al. (1962) dalam Manoppo (2009) yang menyatakan bahwa keinginan sebagai partisipan diawali dengan perilaku interpersonal individu. Cristovao (1994) berpendapat bahwa partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat dalam tindakan dan refleksi, atau suatu proses pemberdayaan dan keterlibatan aktif dalam pengambilan keputusan pada seluruh kegiatan pembuatan programa, dalam mengakses dan mengendalikan sumber daya dan institusi. Syahyuti (2006) mengemukakan bahwa partisipasi diperlukan untuk menjamin keberlanjutan pembangunan, karena pembangunan berkelanjutan sangat bergantung pada proses sosial. Tiga pendapat tersebut saling berhubungan karena,

Page 10: Isi Proposal Edit 25022015

10

setelah adanya pengambilan keputusan dan pembuatan program maka diperlukan partisipasi aktif untuk menjamin keberlanjutan pembangunan. Tiga aspek masyarakat yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan harus diintegrasikan di mana individu dan lembaga saling berperan agar terjadi keterlibatan dalam menikmati manfaat dari pembangunan serta dalam evaluasi pelaksanaan program.

Pendapat selanjutnya dikemukakan oleh Cary (1995) dalam Hasim dan Remiswai (2009) bahwa partisipasi masyarakat adalah adanya sebuah kebersamaan dan saling memberikan masukan dalam masalah bersama dan untuk kepentingan bersama, sehingga dengan kata lain, partisipasi merupakan hasil konsensus sosial warga masyarakat ke arah perubahan sosial yang diharapkan. Pada saat ini banyak masyarakat yang tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya, sehingga terjadi kesulitan saat menentukan masalah yang dialami dan dirasakan bersama di dalam masyarakat. Partisipasi akan berjalan baik apabila didukung oleh berbagai elemen masyarakat yang ada untuk ikut berpartisipasi dalam sebuah pembangunan. Secara sederhana, partisipasi berarti ikut ambil bagian dan saling berbagi sesuatu.

Adjid (1979) lebih menekankan pada partisipasi yang berupa sebuah peranan dalam melakukan tindakan sosial dalam sebuah masyarakat untuk mencapai tujuan, tindakan sosial tersebut dapat berupa interaksi dan diskusi yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat, selanjutnya diperlukan tindakan berupa perumusan masalah suatu permasalahan yang dirasakan bersama secara bersama-sama. Menurut Budiono (2002) menyatakan bahwa terdapat beberapa unsur penting dalam partisipasi yaitu keterlibata mental dan emosional individu, ketersediaan memberi kontribusi atau sumbangan untuk mencapai tujuan bersama secara sukarela, rasa tanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan dan keterlibatan masyarakat dalam menentukan segala sesuatu sendiri, tidak ditentukan oleh pihak lain.

Menurut World Bank (1996) dalam penelitian Pudjiastuti dan Nurdhiana (2010), mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat sebagai salah satu prinsip good governance, diartikan sebagai keterlibatan masyarakat, di mana dalam sebuah pembangunan para stakeholder sebagai partisipan saling memengaruhi berbagi kontrol, inisiatif, keputusan dan juga sumberdaya yang akan memengaruhi mereka. Sementara menurut Litterer dalam Sihabudin (2010) persepsi adalah pandangan dan pemahaman orang-orang dalam melihat berbagai sesuatu yang ada disekitarnya maupun di dunia baik penilaian secara luas maupun tidak. Dari sisi lain Sumaryadi (2010) mendefinisikan bahwa partisipasi merupakan peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam memberikan modal, tenaga, waktu, pemikiran dalam proses pembangunan dan menikmati hasil-hasil dari pembangunan itu sendiri.

Menurut Iqbal (2007) mengklasifikasikan partisipasi atas dua tipe yaitu:(1) Partisipasi teknis bisa memengaruhi para pemegang kekuasaan untuk

mengakomodasikan kebutuhannya. Partisipasi tipe ini tidak memiliki output berupa pemberdayaan atau perubahan sosial masyarakat.

(2) Partisipasi politis memiliki kemampuan dalam pengambilan langkah pengawasan dalam kondisi dan situasi tertentu. Partisipasi tipe ini mampu meningkatkan kegatan swadaya masyarakat dalam pengembangan dan penguatan kelembagaan.

Page 11: Isi Proposal Edit 25022015

11

Dalam partisipasi ini petani pada umumnya tidak aktif dalam berpartisipasi. Hal ini disebabkan karena petani hanya difungsikan sebagai saaran dari sebuah pembangunan. Petani sebagai pemberi informasi yang kemudian diinterpretasikan oleh pihak luar (kaum profesional dan ahli) . Oleh karena itu, pengenalan tentang bentuk dan tingkatan partisipasi perlu dipahami oleh semua pihak dalam penerapan program/kegiatan agar kegiatan yang dilaksanakan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Hasil penelitian Saardi (2000), mengemukakan bahwa kelengkapan partisipasi terdiri dari 5 (lima) yaitu:(1) Adanya aliran informasi yaitu adanya aliran informasi yang bersifat timbal

balik dari masyarakat yang disampaikan pada masyarakat melalui tokoh dan lembaga masyarakat tersebut.

(2) Konsultasi yaitu perencanaan dan pelaksanaan program yang didahului oleh keterlibatan masyarakat untuk berkonsultasi mengenai isu penting atau permasalahan yang terjadi di lingkunganya

(3) Keputusan yaitu keterlibatan dalam pengambilan keputusan untuk pengontrolan program yang dilakukan oleh masyarakat, tokoh masyarakat yang termasuk dalam sasara program.

(4) Inisiatif yaitu kebebasan dalam megidentifikasian kebutuhan dan strategi dlam pelaksanaan program yang dilakukan oleh mayarakat, jadi ide-ide dan perencanaan yang muncul bukan hanya datang dari luar saja.

(5) Evaluasi yaitu masyarakat ikut mengevaluasi rencana dan pelaksanaan program.

Secara tipologi, Pretty (1995) dalam Iqbal (2007) mengklasifikasikan partisipasi atas tujuh karakteristik seperti sebagai berikut:Tabel 1. Tipologi partisipasi dan operasionalisasiNo Tipologi Operasionalisasi dalam penelitian ini1 Partisipasi pasif Petani berpartisipasi berdasarkan informasi yang diperoleh

dari pihak luar tentang replanting dan berbagai informasi terkait lainnya

2 Partisipasi informasi

Petani berpartisipasi dalam replanting berdasarkan ajakan pemerintah atau pihak luar maupun rekan sesama petani.

3 Partisipasi konsultasi

Petani berpartisipasi melalui konsultasi dengan pihak luar seperti pemerintah dan swasta atau rekan sesama petani dalam melakukan kegiatan replanting.

4 Partisipasi insentif material

Petani berpartisipasi dengan menyediakan tempat untuk penyuluhan tedengan insentif material, namun partisipasi masyarakat terhenti seiring berakhirnya imbalan insentif yang diberikan oleh pihak luar seperti pemerintah dan swasta.

5 Partisipasi fungsional

Petani berpartisipasi dengan membentuk kelompok dan melibatkan pihak luar dalam rangka menentukan tujuan awal kegiatan replanting, di mana pada umumnya pihak luar terlibat setelah keputusan rencana utama dibuat.

6 Partisipasi interaktif

Petani berinteraksi dengan rekan sesama petani, dalam kelompok maupun pihak pemerintah dan swasta mengenai mekanisme melakukan replanting serta memberikan info kesediaan melakukan replanting.

7 Partisipasi mobilisasi swadaya

Petani berpartisipasi dengan cara mengambil inisiatif dan tidak terikat dalam menentukan masa depan, di mana pihak

Page 12: Isi Proposal Edit 25022015

12

luar hanya diminta bantuan dan nasihat sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya namun petani mengambil keputusan sendiri bahkan diluar yang dianjurkan pemerintah atau swasta (petani memilih cara sendiri)

Sumber: Pretty (1995) dalam Iqbal (2007)Menurut Pretty (1995) berdasarkan tipologinya partisipasi diklasifikasikan

berdasarkan 7 karakteristik (Tabel 1). Partisipasi interaktif dinilai merupakan bentuk partisipasi yang dianggap paling sesuai dengan implementasi program pembangunan dari ketujuh karakteristik. Para pelaku merupakan wakil dalam rancangan organisasi, dalam hal ini mereka berpartisipasi dan sekaligus menjalani proses pembelajaran dalam pelaksanaan program pembangunan. Perlu diketahui bahwa tidak semua pelaku memiliki peluang dan kesempatan yang sama, karena sebagian dari mereka terbatas dalam hal kemampuan dan kapasitas untuk berpartisipasi lebih lanjut. Untuk berpartisipasi dibutuhkan pengembangan kapasitas pelaku yang merupakan salah satu unsur efektif dalam memotivasi (Iqbal 2007).

Dari berbagai teori yang dikemukakan oleh para ahli di atas, partisipasi dapat diartikan sebagai bagian dari pembangunan dan keberlanjutannya sesuai dengan harapan masyarakat serta secara bersama-sama ikut serta dalam mengambil keputusan, pengawasan, mendapatkan manfaat dan penghargaan untuk tercapainya pembangunan. Oleh sebab itu partisipasi merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan perubahan dalam masyarakat di mana masyarakat bisa menilai dan mengambil keputusan yang akan dilakukannya. Sejalan dengan hal tersebut, maka penelitian ini akan mengkaji partisipasi petani dalam kegiatan replanting kelapa sawit.

Tingkat Partisipasi

Sajogyo (1974) menyebutkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat pedesaan dalam pembangunan perekonomian usahatani padi yang didasarkan pada penerapan bibit unggul (input berupa penggunaan pupuk anorganik, obat-obatan kimiawi, air dan tenaga) hanya sebatas pada lapisan elit desa atau pemilik lahan luas. Dalam kasus tersebut hanya sebagian kecil masyarakat yang mau berpartisipasi dalam kegiatan, partisipasi juga dipengaruhi rangsangan dari luar diri individu. Sajogyo juga menyatakan bahwa sebagai indikator partisipasi masyarakat dalam pembangunan meliputi 3 hal yaitu (a) peluang ikut serta menentukan kebijakan pembangunan, (b) peluang untuk melaksanakan rencana pembangunan, (c) peluang menilai hasil pembangunan.

Menurut Sumarto dan Hatifah (2003) partisipasi dapat dimulai pada tahap menentukan di mana tujuan yang akan dicapai, atau disebut juga dengan tahapan perumusan tujuan, kebijakan dan rencana. Selanjutnya ditentukan cara mencapai tujuan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang ada agar tujuan dapat dicapai. Akhirnya partisipasi sampai pada tahap mencapai kesamaan pandangan dalam mencapai suatu tujuan. Dengan demikian partisipasi dilakukan dimulai dari menentukan tujuan, kebijakan dan penyusunan rencana, tahap implementasi hingga tahap pemantauan dan evaluasi. Yadav (1980) dalam Mardikanto (2010) mengemukakan tentang adanya empat macam kegiatan yang menunjukan partisipasi masyarakat di dalam pembangunan, yaitu: (1) partisipasi dalam pengambilan keputusan tentang perencanaan program, (2) partisipasi pelaksanan

Page 13: Isi Proposal Edit 25022015

13

kegiatan, (3) partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi, serta (4) partisipasi dalam pemanfaatan hasil-hasil pembangunan.

Asngari (2001) mengintisarikan makna partisipasi atas enam poin: (1) partisipasi dalam pengambilan keputusan, (2) partisipasi dalam pengawasan, (3) partisipasi mendapatkan manfaat dan penghargaan, (4) partisipasi sebagai proses pemberdayaan (empowerment), (5) partisipasi bermakna kerja kemitraan (partnership), (6) partisipasi akibat pengaruh stakeholder dalam pengambilan keputusan, pengawasan dan penggunaan “resource” yang bermanfaat pada perubahan. Dalam konteks pembangunan, partisipasi telah diterima sebagai alat yang esensial. Menurut Cohen dan Uphoff (1977) membagi bentuk keterlibatan masyarakat yang menunjukkan adanya partisipasi dalam pembangunan, yaitu sebagai berikut:(1) Partisipasi dalam pembuatan keputusan, yaitu masyarakat terlibat dalam

memutuskan program/proyek apa yang sesuai daan bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

(2) Partisipasi dalam penerapan kegiatan, yaitu masyarakat ikut serta melaksanakan program/proyek yang sudah ditetapkan oleh masyarakat itu sendiri.

(3) Partisipasi dalam menikmati hasil, yaitu masyarakat ikut memanfaatkan hasil-hasil proyek yang telah dilaksanakan.

(4) Partisipasi dalam evaluasi, yaitu masyarakat ikut mengevaluasi dan menilai berhasil tidaknya sebuah program/proyek yang telah dikerjakan.

Berdasarkan tingkat kedalaman, Hussein dalam Iqbal (2007) menyebutkan partisipasi dibedakan menjadi dua yaitu partisipasi yang bersifat dangkal dan partisipasi mendalam. Perbedaannya terletak pada esensi, kegiatan, dan tujuannya. penggalian informasi secara kualitatif dan semi-terstruktur (konsultatif), diikuti oleh proses pengambilan keputusan dalam menentukan kriteria indikator-indikator kunci untuk kalangan profesional dan diakhiri dengan penentuan indikator-indikator yang terkait dengan implementasi suatu kegiatan merupakan bukti empiris dari mulainya proses partisipasi dari yang bersifat dangkal sampai yang mendalam dimulai. Dapat disimpulkan bahwa ada berbagai tahapan dan tingkat partisipasi antara lain keterlibatan dalam pembangunan meliputi perencanaan, pelaksannaan program, menikmati hasil dari kegiatan serta partisipasi dalam pemanfaatan hasil-hasil pembangunan.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi

Menurut Oppenheim dalam Ndraha (1987) untuk dapat berperilaku tertentu terdapat dua hal yang mendukungnya, yaitu: (1) ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu itu pada diri seseorang (person inner determinant) dan (2) terdapat iklim atau lingkungan (environmental factors) yang memungkinkan terjadinya perilaku tertentu itu. Hasil penelitian Dorojatin (1990) terdapat dua faktor yang dominan berhubungan dengan partisipasi, yaitu faktor dari dalam dan dari luar diri. Selanjutnya diperjelas bahwa faktor internal secara nyata memengaruhi partisipasi adalah tingkat pendidikan formal dan non formal, serta luas lahan garapan, sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah intensitas pendampingan, manfaat yang dirasakan, dan aktifitas kelompok. Faktor

Page 14: Isi Proposal Edit 25022015

14

eksternal seperti kegiatan penyuluhan, pelatihan dan kelompok juga berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat.

Menurut Sutrisno (1995) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat seperti: (2) kemiskinan yang menyebabkan terbatasnya waktu dan tenaga masyarakat untuk datang pada pertemuan dan kurang memperhatikan lingkungannya; (2) kurangnya pengetahuan sehinga tidak mampu menggerakan masyarakat lainnya secara efektif; (3) lemahnya rasa kebersamaan seperti dalam lingkungan baru; (4) tidak adanya ketertarikan terhadap partisipasi masyarakat karena pengalaman yang mengecewakan di masa lalu; (5) terdapat perbedaan kepentingan dan kurang mau mengemukakan pendapat; (6) kurangnya kesadaran bahwa setiap masyarakat punya hak untuk berpartisipasi.

Yulianto (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa interaksi positif antara faktor strategi dan faktor tingkat pemahaman budaya sangat memengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelestarian Kawasan Lindung Trowulan. Jadi salah satu strategi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat maka harus mempertimbangkan pemahaman kebudayaan. Sedangkan hasil penelitian Goldsmith dan Blustain (Ndraha 1987) menyimpulkan bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika: (1) partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan; (2) partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang bersangkutan; (3) manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat; (4) dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata berkurang jika mereka tidak atau kurang berperan dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian di beberapa daerah di Indonesia menurut Mubyarto (Ndraha 1987) menunjukkan partisipasi masyarakat berkaitan dengan peranan mereka dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan hasil penelitian Supadi (2008), pola dan tata kerja penyuluhan, penyaluran sarana produksi dan perkreditan perlu disesuaikan dan disempurnakan agar dapat mendukung pengembangan kelompok tani sebagai wadah kerja sama dan partisipasi petani dalam menerapkan teknologi anjuran karena titik berat interaksi terdapat pada tingkat kelompok tani. Partisipasi dalam penerapan teknologi juga dipengaruhi interaksi antar kelompok (masyarakat) dan ditunjang dengan penyuluhan, penyaluran sarana produksi dan pengreditan. Selanjutnya dalam penelitian Ife dan Tesoriero (2008), bahwa partisipasi juga menyebabkan mobilisasi psikis dan fisik (perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku) petani berjalan dengan cepat karena program yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, prioritas dan kondisi sumber.

Tindakan petani untuk berpartisipasi dipengaruhi oleh kemampuannya secara individu yang melakukan perhitungan untung rugi sesuai dengan versinya. Secara logika petani tentu saja tidak akan melakukan hal-hal di luar kemampuannya atau yang merugikan dirinya dan keluargannya. Dalam Lingani et al. (2011), beberapa penelitian telah menemukan bahwa kurangnya kontrol masyarakat yang efektif dalam program nasional manajemen hutan, maka menumbuhkan keinginan untuk lebih memahami faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan hutan partisipatif. Dari penelitian tersebut terlihat jelas bahwa terdapat beberapa faktor-faktor yang

Page 15: Isi Proposal Edit 25022015

15

memengaruhi partisipasi masyarakat terhadap suatu program baik dari pemerintah maupun swasta.

Dalam penelitian yang dilakukan Lingani et al. (2011), di Afrika Selatan ditemukan bahwa hasil partisipasi dibentuk oleh struktur insentif bagi anggota, yang dipengaruhi oleh konteks. Konteksnya ditentukan oleh: (1) sistem jaringan sosial (norma, nilai-nilai dan modal sosial), (2) sosio-ekonomi dan demografi atribut anggota (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan dan pendapatan, dan lain-lain) dan (3) konteks kelembagaan internal dan eksternal (bantuan teknis dan pola otoritas yang mengatur sistem pengelolaan hutan). Hasil penelitian Zhang (2011), menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang menghambat partisipasi petani dalam konstruksi budaya masyarakat pedesaan saat ini mencakup tiga aspek yaitu (1) fasilitas budaya dasar dan kesempatan dimana petani kurang berartisipasi dalam pembentukan budaya masyarakat pedesaan, (2) petani tidak memiliki pengetahuan yang cukup dalam konstruksi budaya masyarakat pedesaan, (3) kualitas budaya relatif rendah warga masyarakat pedesaan sehingga kemampuan petani untuk berpartisipasi menjadi rendah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2012) menyatakan bahwa ada beberapa faktor internal dan eksternal yang berpengaruh pada partisipasi petani dalam kegiatan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu adalah, (1) Faktor internal yang terdiri dari umur, pendidikan, pengalaman berusahatani, penguasaan lahan, etos kerja. (2) faktor eksternal terdiri dari komunikasi kelompok, klik sosial, proses belajar di sekolah lapang.

Dari berbagai teori di atas maka disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi adalah faktor eksternal yang merupakan faktor dari luar yang memengaruhi partisipasi sedangkan faktor internal adalah faktor dari dalam yang memengaruhi partisipasi. Dalam penelitian ini fokus melihat berbagai faktor internal dan eksternal yang memengaruhi partisipasi masyarakat terhadap kegiatan replanting. Untuk kelembagaan dan system jaringan sosial tidak diamati dalam penelitian ini.

Faktor Internal Petani

Faktor internal yang dimaksud dalam penelitian ini merujuk dari berbagai pendapat para ahli yaitu menurut Lionberger (1960) mengemukakan bahwa karakteristik individu atau personal adalah semua faktor yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungan, yaitu umur, pendidikan dan karakteristik psikologis. Karakteristik psikologis ialah rasionalitas, fleksibilitas mental, orientasi pada usahatani sebagai bisnis dan kemudahan menerima inovasi. Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Damihartini dan Jahi (2005), menemukan bahwa perbedaan karakteristik petani menyebabkan perbedaan kebutuhan akan pengetahuan dan keterampilan.

Siagian (2004) menjelaskan bahwa faktor individu yang berpengaruh terhadap motivasi antara lain adalah karakteristik biografikal, kepribadian, persepsi, kemampuan belajar, nilai-nilai yang dianut, dan sikap. Rakhmat (2001), menyatakan bahwa faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk oleh faktor biologis dan sosiopsikologis. Karakteristik individu merupakan sesuatu yang peting untuk diketahui dalam rangka mengetahui perilaku dalam masyarakat. Menurut Scott dalam

Page 16: Isi Proposal Edit 25022015

16

Purnaningsih (2006) kekuatan sosial dapat memengaruhi perilaku petani. Sementara menurut Redfield dalam Purnaningsih (2006) perbedaan perilaku petani baik sacara normal maupun rasional dipengaruhi oleh perbedaan dalam tingkat keterikatan petani, perbedaan struktural komunitas petani serta perbedaan pengaruh kolonialisasi. Faktor lainnya adalah petani mendapat pengaruh dari kolonialitas, dimana petani menjadi perubahan dalam dirinya. Sedangkan menurut Asngari (1984) faktor internal yang memengaruhi persepsi tidak hanya pengalaman masa silam tetapi juga karakteristik seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan status kependudukan karena persepsi merupakan proses pengamatan serapan yang berasal dari kemampuan kognitif seseorang.

Menurut Slamet (1994) faktor internal yang memengaruhi partisipasi juga berasal dari dalam kelompok masyarakat itu sendiri seperti individu dan kesatuan kelompok di dalamnya. Bahkan hasil penelitian Neupane (2002) dan Zbinden dan Lee (2005) menambahkan faktor internal seperti umur, kepemilikan lahan, jumlah anggota keluarga, pendapatan, dan persepsi masyarakat sebagai faktor yang juga sangat memengaruhi partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan di Nepal dan Kostarika. Faktor-faktor internal individu tersebut diduga berhubungan dengan persepsi dan partisipasi petani dalam replanting kelapa sawit. Jadi berdasarkan pernyataan tersebut di atas faktor internal yang menjadi fokus dalam penelitian ini dijelaskan dibawah ini.

a. UmurAkibat dari umur merupakan faktor fisiologis. Umur seseorang berkaitan

dengan kemampua belajar orang tersebut. Dengan asumsi bahwa kemampuan belajar seseorang berkembang menurut usianya. Kemampuan belajar anak yang lebih tua cenderunglebih baik daripada anak yang masih kecil karena anak yang lebih tua mampu mempertahankan retensi dalam julah besar dari pada anak yang masih kecil. Menurut Padmowiharjo (1994) kemampuan belajar orang dewasa akan menurun setelah menginjak usia 5- atau 60 tahun. Latifah et al. (2010) menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia seseorang maka akan memengaruhi seseorang dalam menghadapi permasalahan dan alternatif penyelesaiannya.

b. Tingkat pendidikanUndang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 mendefinisikan pendidikan

sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan merupakan sebagai usaha mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman-pengalaman yang sudah diakui dan diterima oleh masyarakat (Padmowihardjo 1994). Perubahan perilaku bisa disebabkan oleh berbagai hal seperti perubahan dalam pengetahuan, perbahan dalam keterampilan dan perubahan sikap dan mental. Pendidikan seseorang memengaruhi perilaku individu baik dari segi pengetahuan, sikap, maupun keterampilan (Slamet 2002). Mardikanto (2010) menyatakan bahwa pendidikan petani dapat memengaruhi cara atau pola pikir dalam mengelola usahataninya. Pendidikan juga diasumsikan memengaruhi cara manusia dalam bertindak dan mengambil keputusan.

Page 17: Isi Proposal Edit 25022015

17

Simanjuntak et al. (2010) menyatakan bahwa pendidikan seseorang dapat memengaruhi pola fikir dan cara pandang serta nilai-nilai yang dianutnya bahkan persepsianya terhadap suatu permasalahan. Menurut Sahabuddin (1987) tingkat pendidikan berpengaruh terhadap partisipasi seseorang dalam perencanaan. Hal ini dipertegas oleh pertanyataan Hernanto (1993) bahwa rendahnya tingkat pendidikan memengaruhi penyerapan teknologi. Pendudukan mampu menciptakan manusia-manusia yang berkualitas, memiliki keunggulan, tangguh, kreatif, mandiri serta profesional dalam bidangnya (Mulyasa 2002). Pendidikan formal dalam penelitian ini merupakan usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh pengetahuan dalam jenjang pendidikan formal.

c. Jumlah tanggungan keluargaJumlah anggota merupakan besarnya anggota keluarga yang menjadi

tanggungan bagi kepala keluarga. Pendapatan keluarga juga erat kaitanya dengan besar kecilnya anggota keluarga karena diasumsikan akan mempegaruhi besar kecilnya biaya atau pengeluaran yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan setiap anggota keluarga. Menurut Sutiyah (1990) semangat kerja yang tingggi pada perempuan miskin dikarenakan perempuan tersebut mempunyai anggota keluarga yang relatif banyak. Hasil penelitian Khakheili dan Zamani (2009) mengemukakan bahwa petani dengan luas lahan besar dan jumlah anggota keluarga besar cenderung berpartisipasi lebih aktif dalam pengelolaan irigasi di Negara Iran.

d. Motivasi berusahataniMenurut Pudmowiharjo (1994) motivasi terdiri dari kata ‘motif’ yang artinya

dorongan dan ‘asi’ yang artinya usaha sehingga motivasi diartikan sebagai usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan dalam berbuat sesuatu tindakan. Menurut Robbins (2002) motivasi merupakan keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan kebutuhan individu. Suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi menciptakan ketegangan, sehingga merangsang dorongan dalam diri individu. Dorongan-dorongan tersebut menghasilkan suatu pencarian untuk menemukan tujuan-tujuan tertentu yang jika tercapai, akan memuaskan kebutuhan dan menyebabkan penurunan ketegangan. Menurut Sobur (2009) motif adalah suatu alasan atau dorongan yang menyebabakan seseorang melakukan tindakan dan berbuat sesuatu. Faktor psikologis merupakan bagian terpenting dlaam motivasi, selain itu erat kaitanya dengan kebutuhan manusia.

Faktor Eksternal

Rakhmat (2001) mengemukakan bahwa faktor yang dapat menekan seseorang dari luar dirinya merupakan faktor eksternal. Faktor eksternal individu ini juga merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui untuk melihat dan mengetahui upaya seseorang untuk melakukan suatu. Adapun faktor eksternal yang termasuk dalam penelitian ini dijelaskan di bawah ini.

(1) Ketersediaan Sarana ProduksiFaktor yang ikut mendukung petani dalam melakukan replanting adalah

ketersediaan sarana produksi. Ketersediaan sarana produksi sangat dibutuhkan agar dapat menjadi perangsang untuk meningkatkan produksi. Sumarno (1989) mengemukakan, ketersedian dari sarana produksi sangat memengaruhi perilaku,

Page 18: Isi Proposal Edit 25022015

18

petani dalam menetapkan ide baru sehubungan dengan kegiatan usahataninya. Lunandi (1989), juga mengemukakan bahwa dalam hal tertentu penyediaan materi (peralatan maupun sarana produksi) dibutuhkan dalam suatu proses belajar ke arah perubahan perilaku disamping pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam usaha atau kegiatan yang dilakukan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa ketersediaan sarana produksi dalam usahatani berpengaruh terhadap kemampuan petani mengupayakan usahataninya. Pada dasarnya masyarakat pertanian merupakan sistem ekologi yang utuh dan unsur pendukungnya saling berkaitan dalam penerapan pola usahatani. Uraian tersebut maka dapat diduga bahwa faktor ketersediaan sarana produksi dapat memengaruhi petani dalam keikutsertaan petani dalam replanting kelapa sawit.

(2) Kegiatan Penyuluhan Menurut Mardikanto (1992) kegiatan penyuluhan sebagai usaha untuk

memberikan keterangan, penjelasan, petunjuk, bimbingan, bantuan jalan keluar dan arah yang harus ditempuh oleh setiap orang yang berusaha hingga dapat menaikkan hasil, mutu dan hal produknya sehingga lebih bermanfaat bagi kehidupannya sendiri dan keluarganya dan bagi masa depannya. Dalam pembangunan pertanian dibutuhkan penyuluhan yang bertujuan merubah pola fikir petani menjadi modern, dengan memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang baik. Samsudin (1982) menjelaskan tentang tujuan penyuluhan pertanian adalah untuk menumbuhkan perubahan yang lebih terarah pada kegiatan usahatani di pedesaan. Salah satu strategi penyuluhan pertanian dalam membangun kemandirian prakarsa, tanggung jawab serta partisipasi masyarakat tani dalam pembangunan pertanian yang berencana dan terukur adalah dengan terwujudnya Programa Penyuluhan Pertanian di setiap tingkatan wilayah (Herawati dan Pulungan 2006). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan pertanian merupakan suatu kegiatan yang penting berupa penjelasan, petunjuk dan bimbingan yang diharapkan mampu merubah pengetahuan, keterampilan dan sikap petani sehingga petani bisa meningkatkan mutu dan hasil usahataninya serta menjalankan usahataninya dengan baik ditunjang dengan strategi penyuluhan pertanian yang baik dan programa penyuluhan yang baik dan terukur.

Kegiatan penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan non formal, dimana dengan kegiatan ini akan berdampak terhadap perubahan perilaku dalam hal perubahan perilaku pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan yang dimaksud adalah dalam bentuk pengetahuan, kecakapan, sikap dan motif tindakan petani. Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat tani atau agar kesejahteraan hidup petani lebih terjamin, sehingga kegiatan penyuluhan menjadi hal yang sangat penting dalam proses pembangunan yang ditandai dengan terjadinya perubahan perilaku pada masyarakat.

(3) Akses informasiAkses informasi merupakan faktor dari luar diri petani yang dapat

memengaruhi petani untuk ikut berpartisipasi terhadap program yang dicanangkan oleh pemerintah setempat. Informasi bisa diperoleh dari media televisi, koran, pamflet, radio, penyuluh, pedagang dan berbagai sumber informasi yang dapat diakses petani. Keadaan geografis Kecamatan Sungai Bahar dapat ditempuh

Page 19: Isi Proposal Edit 25022015

19

dengan jarak yang dekat dengan ibu kota provinsi, hal ini memungkinkan arus informasi mudah untuk diperoleh oleh petani.

Informasi dapat diartikan sebagai apapun yang dikirimkan dari seseorang ke orang lain dengan tujuan agar orang lain tersebut mempunyai persepsi yang sama dengan si pengirim pesan. Informasi sebagai benda dapat berupa pengetahuan yang diperoleh dari studi atau investigasi, data keadaan, sinyal atau karakter tentang data, sesuatu yang menggambarkan fisik atau mental, pengalaman atau konsep lain (Pujiharti 2007). Pengertian informasi dalam proses belajar adalah fase penerimaan materi dari seorang guru kepada peserta didik (Syah 2005). Selanjutnya Pujiharti (2007) menyatakan dengan mendapat informasi-informasi yang relevan dengan usahataninya, para petani akan meningkat kemampuan dan kemungkinannya untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih baik dan menguntungkan bagi dirinya sendiri dan tidak tergantung pada keputusan orang atau pihak lain. Petani yang telah maju dan berorientasi pada pasar akan selalu berusaha dapat bertani dengan lebih baik dan selalu mengikuti perkembangan kebutuhan pasar. Berusahatani yang baik akan selalu memerlukan adanya informasi baru tentang segala hal yang lebih berkaitan dengan usahataninya (Pujiharti 2007).

Hasil penelitian Sihabudin et al. (2010) menegaskan bahwa persepsi yang terbentuk pada seseorang dipengaruhi oleh informasi yang sampai kepadanya, informasi tersebut kemudian disaring, dipilih, kemudian disusun membentuk suatu mana tersendiri yang kemudian diinterpretasikan dengan keseluruhan fakta dari informasi tersebut. Selain informasi, persepsi juga dipengarui oleh pengetahuan dan pengelaman masa silam yang tersimpan pada memori setiap orang. Dapat disimpulkan bahwa informasi menjadi bagian penting yang dapat memengaruhi persepsi seseorang terhadap sesuatu serta disesuaikan dengan pengalaman dan pengetahuan pada masa lalunya.

(4) Dampak Perusahaan Perkebunan BesarKeberadaan perkebunan pemerintah dan swasta di daerah secara tidak

langsung dapat memengaruhi lingkungannya yaitu desa-desa yang berada di sekitar perusahaan tersebut. Berdasarkan pendekatan ekonomi wilayah oleh teori Peroux (1995) dalam Mara dan Fitri (2011) menjelaskan bahwa pendekatan ekonomi wilayah tentang dampak perkebunan besar kelapa sawit terhadap desa-desa di lingkungannya yang menyatakan tentang kutub pertumbuhan (growth pole) dan pusat pertumbuhan (growth center). Selanjutnya ia menjelaskan bahwa pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah dalam waktu yang sama, kemunculannya hanya terjadi di beberapa tempat atau pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda, serta berkembang melalui saluran yang berbeda, dengan akibat akhir yang ditimbulkannya yang berbeda pula terhadap keseluruhan perekonomian, sehingga terlihat jelas pengaruh yang ditimbulkan oleh perkebunan besar terhadap masyarakat di sekitarnya.

Pendapat tersebut semakin dipertegas pula oleh John Glasson (1977) dalam Mara dan Fitri (2011) yang menjelaskan tentang perkebunan kelapa sawit akan membentuk leading industry (industri yang unggul) bagi desa-desa dan lingkungan yang ada di sekitarnya. Suatu leading industry mempunyai ciri-ciri yaitu perusahaan telah berkembang menjadi perusahaan besar, perusahaan memberikan kontribusi berupa dorongan yang dapat dirasakan lingkungan sekitar

Page 20: Isi Proposal Edit 25022015

20

perusahaan tersebut, memiliki kemampuan dan kretifitas serta inovasi yang tinggi dan terus bertumbuh dengan cepat.

Hasil penelitian Mara dan Fitri (2011) menemukan bahwa perkebunan besar kelapa sawit baik pemerintah maupun swasta, berdampak terhadap perkembangan desa, terutama terhadap aspek demografi, perkembangan industri kecil, meningkatkan pendapatan rata-rata penduduk, besarnya ketimpangan pendapatan, perkembangan desa dalam aspek sosial. Karena berbagai alasan di atas maka keberadaan perusahaan perkebunan pemerintah dan swasta dapat memengaruhi persepsi dan partisipasi masyarakat yang ada di sekitarnya.

Hubungan Persepsi dan Partisipasi

Ada beberapa faktor yang memengaruhi keterlibatan petani dalam melakukan sesuatu seperti pengetahuan petani dan juga persepsi petani terhadap kegiatan yang dilaksanakan. Dasar dari pembentukan sebuah perilaku dan sikap adalah sebuah persepsi. Menurut Rahmat (2007) perilaku seseorang merupakan tindakan yang dipengaruhi oleh persepsi, sehingga persepsi bukan saja suatu proses pemahaman tentang tindakan seseorang tetapi juga memahami motif tindakannya. Sugiono (1996) berpendapat bahwa persepsi yang negatif dapat menimbulkan tingkat partisipasi yang rendah dalam hubungannya dengan keterlibatan pembangunan.

Hasil penelitian Baba et al. (2009) menyatakan bahwa persepsi petani terhadap penyuluhan berpengaruh positif terhadap tingkat partisipasinya dalam penyuluhan. Semakin baik persepsi mereka terhadap penyuluhan, tingkat partisipasinya semakin tinggi. Kotler (2005) mengatakan bahwa persepsi juga memengaruhi motivasi seseorang untuk bertindak dalam situasi tertentu. Selanjutnya Susiatik (1998) menyatakan bahwa dukungan agar partisipasi tinggi maka dibutuhkan tingkat motivasi yang positif, begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian Elhaq dan Satria (2011) menyebutkan adanya hubungan signifikan antara persepsi dan partisipasi pesanggem pada tahapan monitoring pada pengelolaan tambak mangrove. Penelitian ini menegaskan bahwa terdapat hubungan antara persepsi dan partisipasi.

Dari uraian dan penjelasan di atas terlihat jelas bahwa persepsi dapat melandasi dalam berpartisipasi pada sebuah kegiatan, karena akan berkaitan dengan penentuan sikap dan perilaku yang akan ditunjukannya. Hal ini disebabkan oleh petani memiliki informasi tentang sesuatu yang dipersepsikannya, ditambah dengan informasi dari masa lalu yang dimilikinya. Setiap petani memiliki persepsi yang berbeda-beda tergantung dengan apa yang diperolehnya di masa lalu dan di masa kini tentang suatu permasalahan yang dialaminya.

Komoditi Kelapa Sawit

Menurut Sunarko (2008) kelapa sawit (Elaeus geuneensis Jack) berasal dari Afrika dan Amerika Selatan dan pada tahun 1848 pertama kali diperkenalkan oleh Kolonial Belanda. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia diprakarsai oleh Andrien Hellet pada tahun 1911, berasal dari Negara Belgia dan telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika, langkah tersebut diikuti oleh K. Schadet yang menandai lahirnya perkebunan di Indonesia.

Page 21: Isi Proposal Edit 25022015

21

Pantai Timur Sumatra (Dili) dan Aceh merupakan perkebunan kelapa sawit pertama di Indonesia dengan luas areal mencapai 5.123 Ha. Semenjak orde baru dilakukan perluasan melalui sistem PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dan KKPA (Pola Kredit Koperasi). Harga minyak bumi sebagai energi alternatif yang terus meningkat memicu perluasan areal perkebunan kelapa sawit, karena permintaan pasar akan minyak nabati dunia meningkat. Pada tahun 1919 Indonesia mulai mengekspor minyak kelapa sawit sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa, kemudian pada tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton (Sunarko 2008).

Di Indonesia pekembangan usahatani kelapa sawit dinilai cukup menjanjikan karena didukung oleh kondisi tanah dan iklim yang sesuai untuk perkembangannya. Menurut Fauzi et al. (2008) tanaman sawit akan tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian 0-500 m dari permukaan laut, curah hujan merata sebanyak 1 500-2 500 mm/Tahun atau tidak terjadi defisit air sebayak 250 mm/Tahun, suhu optimum berkisar 24 0C-28 0C namun dapat tumbuh dengan suhu terendah 18 0C dan suhu tertinggi mencapai 32 0C dan kelembaban optimum berkisar 80%. Hal ini sejalan dengan pendapat Pahan (2008), mengatakan bahwa lahan yang optimal untuk kelapa sawit harus mengacu pada tiga faktor, yaitu lingkungan dan sifat kimia tanah dan kesuburan tanah.

Menurut Sunarko (2008) prospek pemasaran dunia untuk minyak kelapa sawit cukup menjajikan. Untuk menyeimbangkan produksi yang semakin banyak akibat perkembangan kelapa sawit yang sangat cepat, dibangun pabrik-pabrik ekstraksi minyak sawit kasar (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Minyak kelapa sawit merupakan salah satu hasil produk olahan kelapa sawit. Minyak yang dihasilkan dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki nilai gizi yang cukup lengkap. Minyak kelapa sawit juga dikembangkan sebagai salah satu bahan bakar dan digunakan untuk kebutuhan industri sebagai bahan baku, diantarannya adalah industri pangan serta industri non-pangan, seperti kosmetik dan farmasi (Fauzi et al. 2008)

Pada tahun 1984 dan 1985 kelapa sawit mulai dikembangkan di kecamatan Sungai Bahar Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi dengan pola PIR. Hingga saat ini di Provinsi Jambi banyak petani yang membudidayakan kelapa sawit sebagai tanaman yang diharapkan mampu menopang perekonomian keluarga, selain itu prospek kelapa sawit dinilai cukup menjanjikan. Pada saat ini komoditi kelapa sawit menjadi salah satu tanaman perkebunan yang paling banyak diusahakan petani di Provinsi Jambi.

Replanting Kelapa Sawit

Menurut Rajino (1984) dalam Ernah (2010) di dalam perkebunan yang mengusahakan tanaman tahunan (parenial crops) terdapat dua pengertian peremajaan yang didasarkan atas pelaksanaannya yaitu peremajaan tanaman (replanting) yang dilakukan di atas lahan bekas tanaman lama atau tua yang serupa dan penanaman baru (newplanting) dilakukan di atas lahan baru bagi tanaman tersebut. Herman dan Puranawo (2011) menjelaskan bahwa salah satu tujuan dari replanting kelapa sawit adalah dalam untuk meningkatkan produktifitas tanaman kelapa sawit, upaya tersebut dinilai sangat efektif dilakukan untuk meningkatkan produksi khususnya di negara Indonesia. Terdapat banyak

Page 22: Isi Proposal Edit 25022015

22

faktor yang mendasari rendahnya produktifitas tanaman kelapa sawit Indonesia. Faktor utamanya adalah sedikitnya tanaman kelapa sawit yang dikelola masyarakat secara moderen dan dengan luas lahan yang reatif kecil. Terdapat juga banyak tanaman yang menginjak usia tidak produktif (tidak ekonomis) dan tanaman yang rusak sehingga memengaruhi produktivitasnya.

Dalam melakukan replanting kelapa sawit membutuhkan biaya yang tinggi (25-30 juta rupiah per hektar). Hal ini dapat menyebabkan tanaman kelapa sawit rakyat sangat sulit untuk diremajakan, sedangkan tanpa peremajaan produktivitas kelapa sawit secara nasional akan terus menurun. Disamping itu, petani akan kehilangan pendapatan dari hasil kelapa sawit selama masa peremajaan, sehingga banyak petani yang menunda melakukan replanting kelapa sawitnya.

Hasil dari penelitian Herman dan Puranawo (2011) menyatakan bahwa pola peremajaan sawit rakyat secara tebang bertahap (tebang pilih) menyebabkan tanaman sawit muda mengalami etiolasi (perkembangan tanaman yang abnormal ditandai dengan batang memanjang, kandungan klorofil berkurang dan warna daun pucat) sehingga pertumbuhannya kurang maksimal. Sementara berdasarkan hasil observasi awal yang terjadi di lapangan adalah selama ini petani telah melakukan replanting dengan teknik tebang pilih yang hampir sama dengan teknik peremajaan underplanting.

Berdasarkan Sutarta et al (2012) terdapat empat sistem peremajaan yang biasa dilakukan di Indonesia yaitu tumbang serempak, sistem underplanting, sistem tumpang sari dan sistem peremajaan bertahap dan masing-masing sistem tersebut memiliki kelebihan dan juga kekurangan.

(1) Sistem penumbangan serempak merupakan suatu teknik yang biasa diterapkan oleh perkebunan besar. Peremajaan yang dilakukan dengan cara menumbang tanaman tua sacara keseluruhan diikuti dengan pengelolaan tanah dan penanaman tanaman baru, setelah itu ditanami tanaman kacangan sebagai tanaman penutup tanah.

(2) Sistem peremajaan underplanting merupakan teknik peremajaan dengan menanam tanaman muda diantara tanaman tua (tanaman yang akan diremajakan). Pola yang digunakan adalah dengan melakukan penumbangan sebanyak 50% dari populasi tanaman tua sebelum menanam tanaman baru, hal ini dilakukan agar tidak menghambat pertumbuhan tanaman baru. Untuk tanaman tua lainnya dilakukan peracunan sebesar 25% setiap tahunnya sampai tanaman muda berumur 3 tahun. Tanaman tua yang tersisa masih bisa dipanen sehingga petani tetap masih memiliki penghasilan. Pada tahun ke 4 petani sudah bisa menikmati hasil panen dari tanaman yang baru.

(3) Sistem peremajaan tumpang sari (intercropping) merupakan sistem peremajaan yang dilakukan dengan menanam tanaman sela (tanaman semusim) diantara tanaman kelapa sawit yang telah direplanting dan belum menghasilkan. Tanaman semusim bisa berupa jagung, kacang tanah, kacang kedelai atau padi gogo. Sistem peremajaan ini dinilai lebih ekonomis dan petani tidak kehilangan penghasilannya selama dilakukannya penanaman tanaman baru.

(4) Sistem peremajaan bertahap dalam pelaksanaanya dilakukan secara bertahap pada luasan tertentu. Penumbangan dilakukan dua tahap atau

Page 23: Isi Proposal Edit 25022015

23

lebih dan sistem ini dikombinasikan dengan penanaman tanaman sela untuk meningkatkan pendapatan petani.Mubyarto (1989) menyatakan bahwa teknologi (perubahan teknik dan

inovasi) mempunyai peranan yang penting dalam suatu pembangunan atau nunjukkan unsur perubahan suatu cara baik dalam produksi serta perbaikan dan peningkatan produktivitas yang sudah ada. Penerapan bibit baru, penumbangan dan segala sesuatu dalam kegiatan replanting kelapa sawit merupakan salah satu inovasi. Menurut Sutarta et al (2008) dari berbagai sistem peremajaan yang ada, sistem underplanting merupakan salah satu sistem yang memungkinkan petani tidak kehilangan pendapatan yaitu menanam tanaman baru di antara tanaman tua.

Pada tahun 2011 telah dilaksanakan demplot percobaan dengan menggunakan teknik tumpang sari oleh pemerintah di tempat tersebut dengan menggunakan areal kebun rakyat seluas 30 Ha yang dimiliki oleh 15 kepala keluarga. Percobaan demplot tersebut merupakan solusi yang diberikan pemerintah terhadap permasalahan replanting yang dihadapi petani saat ini. Pemerintah juga melakukan kerjasama dengan perkebunan besar milik negara PTPN VI dan Bank BRI untuk melaksanakan program ini, namun hingga saat ini masyarakat masih melakukan replanting dengan cara yang dipilihnya sendiri.

Kerangka Berfikir

Replanting kelapa sawit perkebunan rakyat Provinsi Jambi pertama kali dilakukan di Kecamatan Sungai Bahar pada tahun 2011, sehingga hendaknya dapat menjadi contoh bagi daerah lain yang yang akan melaksanakan replanting di Provinsi Jambi. Untuk melihat keberlangsungan kegiatan replanting dan bagaimana proses pelaksanaanya serta bagaimana keberlanjuttanya maka perlu diadakan penelitian untuk menganalisis persepsi masyarakat terkait replanting yang dilaksanakanya. Leavit (1978) menyatakan bahwa partisipasi merupakan pandangan masing-masing individu dalam menilai sesuatu. Persepsi yang terjadi dalam diri individu tersebut dipengaruhi oleh faktor dari dalam dirinya (faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar dirinya (faktor eksternal).

Tingkat partisipasi pada kegiatan replanting kelapa sawit dapat diketahui dengan melihat dari peran serta petani dalam kegiatan tersebut. Keberlangsungan kegiatan sangat ditentukan oleh berbagai hal salah satunya adalah partisipasi petani dalam kegiatan tersebut. Sjaifudian (2002) mengemukakan bahwa partisipasi merupakan suatu proses di mana masyarakat sebagai pribadi, kelompok sosial dan organisasi dapat mengambil tempat dalam melakukan proses perencanaan, pelaksanaan, dan memantau kebijakan-kebijakan yang secara langsung memengaruhi kehidupan mereka.

Untuk melihat partisipasi dan persepsi petani maka perlu diamati karakteristik individu petani dan keterkaitannya dengan partisipasi petani dalam replanting kelapa sawit. Dalam penelitian ini karakteristik yang merupakan faktor-faktor internal yang diteliti adalah: umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dan motivasi berusahatani. Faktor eksternal meliputi, tingkat ketersediaan saprodi, frekuensi kegiatan penyuluhan, tingkat akses informasi dan dampak perusahaan perkebunan besar (negara dan swasta). Hubungan antar faktor tersebut dapat dilihat dalam gambar 1. Diduga beberapa

Page 24: Isi Proposal Edit 25022015

Faktor Internal (X1)Umur (X1.1)

Tingkat pendidikan (X1.2)

Jumlah tanggungan keluarga (X1.3)

Motivasi berusaha tani (X1.4)

Faktor Eksternal (X.2)Tingkat ketersediaan sarana produksi (X2.1)Frekuensi kegiatan penyuluhan (X2.2)Tingkat akses informasi (X2.3)Dampak perkebunan besar (X2.4)

Partisipasi petani dalam kegiatan replanting kelapa sawit (Y.3)Teknik budidaya (Y3.1)PenumbanganPembibitanPerawatanPencatatan dan pengaturan keuangan (Y3.2)

Persepsi Petani terhadap inovasi replanting kelapa sawit (Y.2)Tingkat keuntungan relatif (Y2.1)Tingkat kompleksitas (Y2.2)Tingkat kompatibilitas (Y2.3)Tingkat observabilitas (Y2.4)Tingkat triabilitas (Y2.5)

24

karakteristik tersebut berpengaruh terhadap persepsi dan partisipasi petani dalam replanting. Faktor internal dan eksternal tersebut diduga berpengaruh terhadap tingkat partisipasi petani dalam replanting kelapa sawit.

Persepsi petani dalam replanting kelapa sawit yang dianalisis dalam penelitian ini adalah anggapan atau pendapat petani tentang inovasi replanting kelapa sawit yang meliputi tingkat keuntungan relatif, tingkat kompleksitas, tingkat kompatibilitas, tingkat observabilitas, dan tingkat triabilitas. Partisipasi petani dalam kegiatan replanting kelapa sawit meliputi partisipasi dalam teknik budidaya (penumbangan, pembibitan dan perawatan) serta pencatatan dan pengaturan keuangan.

Gambar 2. Kerangka berfikir antar peubah yang berkaitan dengan persepsi dan partisipasi petani dalam replanting kelapa sawit.

Page 25: Isi Proposal Edit 25022015

25

Hipotesis

Mengacu pada uraian di atas dan berdasarkan perumusan masalah serta kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka disusun hipotesis sebagai berikut :

(1) Terdapat hubungan nyata antara faktor-faktor internal (umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, motivasi berusahatani), faktor-faktor eksternal (tingkat ketersediaan sarana produksi, frekuensi kegiatan penyuluhan, tingkat akses informasi dan dampak perkebunan besar) dengan persepsi petani terhadap replanting kelapa sawit.

(2) Terdapat hubungan nyata antara faktor-faktor internal (umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, motivasi berusahatani) dan faktor-faktor eksternal (tingkat ketersediaan sarana produksi, frekuensi kegiatan penyuluhan, tingkat akses informasi dan dampak perkebunan besar), dan persepsi inovasi replanting (tingkat keuntungan relatif, tingkat kompleksitas, tingkat kompatibilitas, tingkat observabilitas dan tingkat triabilitas) dengan partisipasi dalam replanting kelapa sawit.

Page 26: Isi Proposal Edit 25022015

26

3 METODE

Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian survey. Terdapat dua peubah yaitu peubah bebas X dan peubah tidak bebas Y1 dan Y2. Peubah bebas yaitu X1 merupakan faktor internal meliputi: Umur (X1.1), Tingkat pendidikan formal (X1.2), Jumlah tanggungan keluarga (X1.3) dan motivasi berusahatani (X1.4). Peubah bebas X2 merupakan faktor eksternal meliputi ketersediaan sarana produksi (X2.1), Kegiatan penyuluhan (X2.2), Akses informasi (X2.3) dan Dampak perkebunan besar (X2.4). Peubah tidak bebas (dependen) Y1 adalah persepsi petani, sedangkan Y2 partisipasi petani.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian bertempat di dua desa di Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi karena memiliki kebun rakyat pertama di Provinsi Jambi yang sudah dilakukan replanting. Pemilihan lokasi dengan pertimbangan Kecamatan Sungai Bahar memiliki karakteristik petani yang sama yaitu petani eks. Transmigrasi.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah petani perkebunan sawit rakyat di Kecamatan Sungai Bahar yang sudah melakukan replanting kelapa sawit yaitu sebanyak 500 orang. Dari populasi tersebut diambil sejumlah sampel yang dijadikan responden. Metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah menggunakan rumus Slovin (Sevilla et al. 2007) sebagai berikut:

Di mana n: jumlah sampelN: jumlah populasie: batas toleransi kesalahan (error tolerance)

Untuk menggunakan rumus ini, pertama ditentukan berapa batas toleransi kesalahan. Batas toleransi kesalahan ini dinyatakan dengan persentase. Semakin kecil toleransi kesalahan, semakin akurat sampel menggambarkan populasi. Penelitian dengan batas kesalahan 10 % memiliki tingkat akurasi 90 %. Dengan menggunakan rumus perhitungan sampel di atas, maka dapat diperoleh jumlah sampel sebagai berikut:

n = 86

Page 27: Isi Proposal Edit 25022015

27

Jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu 86 responden. Jumlah sampel pada masing-masing desa ditentukan dengan menggunakan teknik secara proportional simple yang mengacu pada pada rumus (Nasir, 1988):

Dengan menggunakan rumus tersebut diperoleh jumlah sampel pada masing-masing desa penelitian seperti dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 2: Jumlah sebaran data populasi dan sampel penelitian

No Nama Desa Jumlah populasi (Orang)

Jumlah sampel (Orang)

1 Suka Makmur (Unit 1) 200 342 Marga Mulya (Unit 2) 300 52

Total 500 86Sumber: data primer 2014

Dengan menggunakan penentuan sampel menurut stratum di atas, sampel dalam penelitian di setiap desa diambil secara acak atau random sampling. Menurut Muljono (2012) teknik pengambilan sampel menggunakan random sampling memberikan peluang yang sama kepada setiap anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel. Sampel yang diambil secara acak disebut sampel acak. Dalam penelitian ini pemilihan sampel dengan cara acak dilakukan dengan menggunakan komputer.

Data dan Instrumentasi Penelitian

Jenis data dalam penelitian ini terdiri adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui kuesioner dan wawancara mendalam. Untuk melengkapi data primer juga dilakukan in depth interview dengan petani, tokoh masyarakat, pihak kecamatan, penyuluh dan pihak perusahaan. Instrumentasi merupakan alat yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian. Teknik pengumpulan data primer dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang dibuat ditujukan untuk mengumpulkan data dan informasi yang relevan dengan tujuan penelitian, instrumen penelitian akan diuji coba di luar lokasi penelitian guna memperoleh tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi. Kuesioner terdiri dari daftar pertanyaan yang sesuai dengan tujuan penelitian, selanjutnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

(1). Bagian pertama adalah karakteristik eksternal dan internal responden yang memengaruhi persepsi dan partisipasi petani dalam replanting kelapa sawit. Faktor internal terdiri dari umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan motivasi berusahatani. Faktor eksternal terdiri dari ketersediaan saprodi, kegiatan penyuluhan, akses informasi dan dampak perkebunan besar.

Keterangan:ni = jumlah sampel menurut stratumn = jumlah sampel seluruhnyaNi = jumlah populasi menurut stratumN = jumlah populasi seluruhnya

Page 28: Isi Proposal Edit 25022015

28

(2). Bagian kedua adalah unsur-unsur persepsi yang terdiri manfaat replanting, sistem replanting, dan teknik budidaya dalam kegiatan replanting kelapa sawit.

(3). Bagian ketiga terdapat pula unsur-unsur partisipasi petani dalam replanting kelapa sawit yang meliputi teknik budidaya, pemasaran, pencatatan dan pengaturan.Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari lembaga maupun studi

pustaka. Data yang berhubungan dengan penelitian ini berupa profil desa serta dokumentasi. Data sekunder diperoleh dari Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, BPS Provinsi Jambi, Kantor Desa, Kantor Kecamatan Sungai Bahar untuk menunjang informasi dan data yang dibutuhkan peneliti.

Definisi dan Batasan Operasional

Definisi dan batasan operasional dalam penelitian ini digunakan agar pengukuran terhadap peubah dapat dilakukan secara jelas dan terukur sesuai dengan konsep yang telah dibuat. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

Persepsi Petani dalam Replanting Kelapa SawitPersepsi petani terhadap inovasi replanting adalah pemberian makna dari

petani terhadap suatu objek yang didasari oleh pengetahuan dan pengalaman, pengorganisasian dan interpretasi petani dalam replanting kelapa sawit didasari dari cara pandangnya terhadap ke 5 sifat inovasi.

(1) Tingkat keuntungan relatif adalah derajat dimana inovasi replanting dipandang memberikan keuntungan bagi petani, menambah penghasilan petani, petani tidak kehilangan mata pencahariannya serta persentase pengakuan dari ornag lain secara sosial. Untuk mengukur tingkat keuntungan relatif dalam kegiatan replanting kelapa sawit diberi skor 1-4, sehingga skor total menjadi 5-20. Dari skor tersebut dibulatkan menjadi 4 kategori yaitu: - Sangat rendah dengan skor 1 apabila rentang nilai 5-8.75- Rendah dengan skor 2 apabila rentang nilai 8.76-12.5- Tinggi dengan skor 3 apabila rentang nilai 12.6-16.25- Sangat tinggi dengan skor 4 apabila rentang nilai 16.26-20.

(2) Tingkat kompleksitas artinya derajat dimana replanting dianggap relatif sulit/tidak mudah dilakukan berupa: kesulitan petani melakukan penumbangan, penyediaan bibit, perawatan dan pemanenan pada replanting kelapa sawit. pendapat atau pandangan pertani tentang berbagai cara yang digunakan dalam melakukan kegiatan replanting kelapa sawit dan mengapa memilih sistem tersebut. Untuk mengukur tingkat kompleksitas pada kegiatan replanting kelapa sawit diberi skor 1-4, sehingga skor total menjadi 6-24. Dari skor tersebut dibulatkan menjadi 4 kategori yaitu: - Sangat sulit rendah dengan skor 1 apabila rentang nilai 6-10.5- Sulit dengan skor 2 apabila rentang nilai 10.6-15- Cukup Mudah dengan skor 3 apabila rentang nilai 15.1-19.5- Mudah dengan skor 4 apabila rentang nilai 19.6-24.

Page 29: Isi Proposal Edit 25022015

29

(3) Tingkat kompatibilitas adalah derajat dimana replanting sesuai dengan nilai kepercayaan petani, situasi dan kebutuhan petani itu sendiri yang sesuai dengan reomendasi pemerintah. Untuk mengukur tingkat kompatibilitas dalam kegiatan replanting kelapa sawit diberi skor 1-4, sehingga skor total menjadi 2-8. Dari skor tersebut dibulatkan menjadi 4 kategori yaitu: - Sangat rendah dengan skor 1 apabila rentang nilai 2-3.5- Rendah dengan skor 2 apabila rentang nilai 3.6-5- Tinggi dengan skor 3 apabila rentang nilai 5.1-6.5- Sangat tinggi dengan skor 4 apabila rentang nilai 6.1-8.

(4) Tingkat observabilitas adalah derajat dimana replanting dapat dicoba dalam skala kecil dibandingkan dengan seluruh luas lahan petani. Hal ini meliputi: seberapa sering petani melakukan penumbangan dan pemusnahan kelapa sawit tua dapat dicoba, seberapa sering petani menanam bibit kelapa sawit dapat dicoba, seberapa sering petani melakukan perawatan kelapa sawit dapat dicoba, seberapa sering petani melakukan pemanenan kelapa sawit dapat dicoba. Untuk mengukur tingkat observabilitas pada kegiatan replanting kelapa sawit diberi skor 1-4, sehingga skor total menjadi 4-16. Dari skor tersebut dibulatkan menjadi 4 kategori yaitu: - Sangat rendah dengan skor 1 apabila rentang nilai 4-7- Rendah dengan skor 2 apabila rentang nilai 7.1-10.1- Tinggi dengan skor 3 apabila rentang nilai 10.2-13.1- Sangat tinggi dengan skor 4 apabila rentang nilai 13.2-16.

(5) Tingkat triabilitas adalah derajat dimana inovasi replanting dapat diamati hasilnya, mencakup: bisa atau tidaknya replanting diuji coba dalam skalakecil. Untuk mengukur tingkat triabilitas dalam kegiatan replanting kelapa sawit diberi skor 1-4, sehingga skor total menjadi 2-8. Dari skor tersebut dibulatkan menjadi 4 kategori yaitu: - Sangat rendah dengan skor 1 apabila rentang nilai 2-3.5- Rendah dengan skor 2 apabila rentang nilai 3.6-5- Tinggi dengan skor 3 apabila rentang nilai 5.1-6.5

- Sangat tinggi dengan skor 4 apabila rentang nilai 6.1-8

Partisipasi Petani dalam Replanting Kelapa Sawit

Partisipasi petani dalam kegiatan replanting kelapa sawit merupakan keterlibatan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan replanting, antara lain adalah :

(1) Budidaya merupakan keikutsertaan petani secara langsung dalam melakukan penumbangan, persiapan pembibitan, perawatan dan pemanenan pada kegiatan replanting kelapa sawit. Selanjutnya untuk mengukur keterlibatan dalam melakukan budidaya diberi skor 1-4, sehingga skor total menjadi 6-24. Dari skor tersebut dibulatkan menjadi 4 kategori yaitu: - Sangat sulit rendah dengan skor 1 apabila rentang nilai 6-10.5- Sulit dengan skor 2 apabila rentang nilai 10.6-15- Cukup Mudah dengan skor 3 apabila rentang nilai 15.1-19.5- Mudah dengan skor 4 apabila rentang nilai 19.6-24.

Page 30: Isi Proposal Edit 25022015

30

(2) Pencatatan dan pengaturan keuangan merupakan keikutsertaan petani secara langsung dalam melakukan pembukuan dari seluruh pengeluaran dan keuntungan di setiap tahap dalam kegiatan replanting kelapa sawit. Untuk mengukur Pencatatan dan pengaturan keuangan diberi skor 1-4, sehingga skor total menjadi 4-16. Dari skor tersebut dibulatkan menjadi 4 kategori yaitu: - Sangat rendah dengan skor 1 apabila rentang nilai 4-7- Rendah dengan skor 2 apabila rentang nilai 7.1-10.1- Tinggi dengan skor 3 apabila rentang nilai 10.2-13.1- Sangat tinggi dengan skor 4 apabila rentang nilai 13.2-16

Faktor Internal

(1) Umur adalah lamanya tahun hidup responden dihitung sejak responden dilahirkan sampai saat dilakukannya wawancara. Satuan umur dinyatakan dalam tahun, dan dikategorikan. Untuk mengukur umur diukur dengan penggolongan, yaitu: - Sangat muda dengan skor 1 apabila rentang nilai < 17 tahun- Muda dengan skor 2 apabila rentang nilai 17-36 tahun- Dewasa dengan skor 3 apabila rentang nilai 36-55 tahun- Tua dengan skor 4 apabila rentang nilai > 55

(2) Tingkat Pendidikan adalah lamanya tahun responden mengikuti pendidikan formal. Indikator pengukuran pendidikan dinyatakan dalam tahun. Untuk mengukur tingkat pendidikan diukur dengan penggolongan, yaitu:- Sangat rendah dengan skor 1 apabila rentang nilai 0-6 tahun (SD/SR)- Rendah dengan skor 2 apabila rentang nilai 7-10 tahun (SMP

sederajat)- Sedang dengan skor 3 apabila rentang nilai 11-14 tahun (SMA

sederajat)- Tinggi dengan skor 4 apabila rentang nilai >14 tahun (perguruan

tinggi) (3) Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang

menjadi tanggungan kepala keluarga. Indikator pengukurannya adalah jumlah jiwa per rumah yang masih ditanggung oleh keluarga. Untuk mengukur jumalah tanggungan keluarga diukur dengan penggolongan, yaitu: - Sangat kecil dengan skor 1 apabila rentang nilai 0-1- Kecil dengan skor 2 apabila rentang nilai 2-3- Besar dengan skor 3 apabila rentang nilai 3-4- Sangat Besar dengan skor 4 apabila rentang nilai >4

(4) Motivasi adalah kekuatan-kekuatan atau dorongan dari dalam dan dari luar diri responden, yaitu dorongan atau alasan untuk melakukan suatu aktivitas berkaitan dengan kegiatan replanting. Motivasi diukur berdasarkan jumlah skor dari alat pengukur, yaitu a) untuk meningkatkan pendapatan/kesejahteraan keluarga, b) untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan, c) untuk menambah pengetahuan dan pengalaman, d) karena ajakan anggota keluarga, e) karena ajakan orang lain (teman, tetangga), f) karena ajakan PPL dan g) Karena adanya bantuan

Page 31: Isi Proposal Edit 25022015

31

dari pemerintah. Selanjutnya untuk mengukur motivasi diberi skor 1-4, sehingga skor total menjadi 7-28. Dari skor tersebut dibulatkan menjadi 4 kategori yaitu: - Sangat rendah dengan skor 1 apabila rentang nilai 7-12- Rendah dengan skor 2 apabila rentang nilai 13-17- Tinggi dengan skor 3 apabila rentang nilai 18-22- Sangat tinggi dengan skor 4 apabila rentang nilai 23-28

Faktor Eksternal

(1) Tingkat Ketersediaan Sarana Produksi, adalah pernyataan responden tentang sarana dan prasaranan yang digunakan dalam melakukan replanting, kelengkapan penyediaan bibit, pupuk, obat-obatan oleh petani, cara memperoleh, dan tingkat ketersediaannya. Hal ini meliputi banyaknya (%) sarana produksi yang diperoleh dari program, banyaknya (%) sarana produksi yang diperoleh dari pihak lain serta banyaknya (%) sarana produksi yang dibeli sendiri oleh petani. Indikator pengukurannya adalah dengan mengetahui skor dari alat pengukurannya yaitu: a) ketersediaan sarana produksi saat dibutuhkan, b) keterjangkauan sarana produksi yang dibutuhkan. Untuk mengukur ketersediaan sarana produksi diberi skor 1-4, sehingga skor total menjadi 5-20. Dari skor tersebut dibulatkan menjadi 4 kategori yaitu: - Sangat rendah dengan skor 1 rentang nilai 5-8.75- Rendah dengan skor 2 rentang nilai 8.76-12.5- Tinggi dengan skor 3 rentang nilai 12.6-16.25- Sangat tinggi dengan skor 4 rentang nilai16.26-20.

(2) Frekuensi penyuluhan adalah di mana penyuluhan memfasilitasi apabila masyarakat mengalami kendala dalam melaksanakan replanting kelapa sawit tersebut, frekuensi/intensitas pertemuan antara petani dengan penyuluh, manfaat penyuluhan dan kesuesuaian materi dan informasi dengan kebutuhan petani. Kegiatan-kegiatan penyuluhan yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan petani agar dapat melaksanakan kegiatan replanting dengan baik..Sumber kegiatan penyuluhan dapat berasal dari dinas-dinas terkait seperti dinas perkebunan, balai penyuluhan yang ada di kecamatan setempat. kegiatan penyuluhan ditelaah dari frekuensi petani dalam mengikuti kegiatan penyuluhan. Untuk mengukur frekuensi penyuluhan diberi skor 1-4, sehingga skor total menjadi 4-16. Dari skor tersebut dibulatkan menjadi 4 kategori yaitu: - Sangat rendah dengan skor 1 apabila rentang nilai 4-7- Rendah dengan skor 2 apabila rentang nilai 7.1-10.1- Tinggi dengan skor 3 apabila rentang nilai 10.2-13.1- Sangat tinggi dengan skor 4 apabila rentang nilai 13.2-16

(3) Tingkat Akses Informasi bisa diperoleh dari media televisi, famplet, radio, penyuluh, rekan sesama petani, pedangang, dinas perkebunan serta berbagai sumber informasi yang dapat diakses petani untuk memperoleh teknologi atau teknik pertanian yang digunakan, untuk memperoleh informasi tentang sarana produksi serta untuk untuk hiburan. Akses informasi erat kaitannya dengan ketersediaan informasi. Akses informasi berupa intensitas atau frekuensi petani mengakses informasi dari sumber

Page 32: Isi Proposal Edit 25022015

32

informasi. Untuk mengukur tingkat Akses Informasi diberi skor 1-4, sehingga skor total menjadi 5-20. Dari skor tersebut dibulatkan menjadi 4 kategori yaitu: - Sangat rendah dengan skor 1 rentang nilai 5-8.75- Rendah dengan skor 2 rentang nilai 8.76-12.5- Tinggi dengan skor 3 rentang nilai 12.6-16.25- Sangat tinggi dengan skor 4 rentang nilai 16.26-20.

(4) Dampak perkebunan besar adalah seberapa besar pengaruh perkebunan besar baik milik negara ataupun swasta pada kegiatan replanting, bisa berbentuk dukungan, pelatihan dan penyuluhan yang dilakukan. Untuk mengukur dampak perkebunan besar diberi skor 1-4, sehingga skor total menjadi 3-12. Dari skor tersebut dibulatkan menjadi 4 kategori yaitu: - Sangat rendah dengan skor 1 apabila rentang nilai 3-5.25- Rendah dengan skor 2 apabila rentang nilai 5.26-7.5- Tinggi dengan skor 3 apabila rentang nilai 7.6-10- Sangat tinggi dengan skor 4 apabila rentang nilai 10.1-12

Page 33: Isi Proposal Edit 25022015

33

Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Uji validitas dan reliabilitas digunakan untuk menguji alat pengumpul data (kuesioner). Menurut Sugiyono (2010) menyatakan bahwa suatu alat ukur

yang dapat dipergunakan berkali-kali tetap mempunyai sifat konsisten, stabil, ketepatan, dan menunjukkan suatu gejala yang sama walaupun dalam waktu yang berbeda dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi. Uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen pengumpul data perlu dilakukan agar instrumen dalam penelitian ini bisa digunakan sebagai alat pengukur yang dari faktor-faktor yang memengaruhi persepsi dan partisipasi petani. Untuk menguji uji validitas dan reliabilitas digunakan alat bantu program SPSS versi 20. Uji validitas dan reliabilitas ini dilaksanakan pada petani yang melakukan replanting kelapa sawit di Desa Mekar Sari Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Batanghari dengan jumlah sampel 20 orang diambil dari satu dusun yaitu Dusun Kalimukti 1. Pemilihan tempat uji validitas dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa petani mengalami permasalahan yang sama dengan karakteristik yang sama.a. Uji ValiditasMenurut Singarimbun dan Effendi (2008) untuk melihat sejauh mana alat ukur tersebut mengukur apa yang ingin diukur disebut dengan validitas instrumen. Untuk menghitung validitas digunakan rumus sebagai berikut:

Untuk mengukur valid tidaknya alat ukur maka dibandingkan antara Thitung dan Ttabel dengan kaidah keputusan sebagai berikut.

1. Jika Thitung > Ttabel berarti instrumen penelitian valid.2. Jika Thitung < Ttabel berarti instrumen penelitian tidak valid.

b. Uji ReliabilitasMenurut Singarimbun dan Effendi (2008) reliabilitas instrumen digunakan

untuk melihat sejauh mana keakuratan sebuah alat ukur dan melihat seberapa valid sebuah alat dapat mengukur sesuatu. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik Alfa Cronbach. Perhitungan nilai koefisien reliabilitas dengan memanfaatkan perangkat lunak berupa program SPSS versi 20. Hal ini seperti dikemukakan oleh Purwanto (2007) dengan rumus, yaitu:

Di mana:

Keterangan:r hitung = koefisien validitas

= jumlah skor pada variabel X = jumlah skor total variabel Y

n = jumlah responden

Page 34: Isi Proposal Edit 25022015

34

Menurut Babbie (1992) suatu instrumen keseluruhan indikator dianggap sudah reliabel (reliabel internal) jika α ≥ 0,6. Dari hasil perhitungan reliabilitas, dapat diklasifikasikan tingkat reliabilitas instrumen penelitian dengan melihat indeks korelasi sebagai berikut:1. Antara 0,800-1,000 = sangat reliabel2. Antara 0,600-0,799 = reliabel3. Antara 0,400-0,599 = cukup reliabel4. Antara 0,200-0,399 = agak reliabel5. Antara 0,199-0,000 = kurang reliebel

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuantitatif dianalisis dengan statistik deskriptif melihat persepsi dan partisipasi petani dalam kegiatan replanting dan inferensia untuk mendalami faktor-faktor yang memengaruhi persepsi dan partisipasi. Data kuantitatif digunakan sebagai pendukung analisis data kuantitatif. Data yang diperoleh dari kuesioner dikelompokkan dengan menggunakan skoring dan pengkatagorian. Masing-masing kategori diberi skor 1-4 sesuai pertanyaan yang diberikan. Tingkat partisipasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori. Pengklasifikasian tingkat partisipasi petani menggunakan interval yang formulanya sebagai berikut :

I = JK

I = Interval J = Jarak antara skor maksimal dengan skor minimal K = banyak kelas / kategori (4)

Pengelolaan data menggunakan program SPSS 20 (statistical package for the social science). Analisis data bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat partisipasi petani dalam replanting dengan statistik deskriptif dengan menampilkan distribusi frekuensi dan persentase, analisis statistik inferensia yang digunakan adalah analisis korelasi rank spearman. Rumus korelasi rank spearman (rs) yaitu:

Keterangan:r11 = koefisien alfa cronbachk = banyaknya bulir soal

= jumlah varians bulir

= varians total

= jumlah responden

Page 35: Isi Proposal Edit 25022015

35

Keterangan : rs = koefisien korelasi Rank Spearman N = jumlah sampel di = selisih setiap pasangan Rank Spearman (Riduwan, 2010).

Page 36: Isi Proposal Edit 25022015

36

DAFTAR PUSTAKA

Adjid DA, Suwardi H, Tan MG. 1979. Evaluasi Pelaksanaan Intensifikasi Padi dan Palawija Tahun 1971−1978. . [laporan penelitian]. Bandung (ID): Kerja Sama Badan Pengendali Bimas dan Universitas Padjadjaran.

Achmad B, Simon H, Dimyati D, Widyaningsih TS. 2012. Persepsi petani terhadap pengelolaan fungsi hutan rakyat di Kabupaten Ciamis. Jurnal Bumi Lestari. 12 (1) [internet]. [diunduh 2014 September 15]. Tersedia pada: http://repository.ugm.ac.id/cgi/exportview/year/2009/Text/2009.txt

Atkinson RC, Hilgar ER. 1991. Pengantar psikologi. Jakarta (ID): Erlangga.Asngari PS   2001. Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh Dalam Usaha

Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola Agribisnis,Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. (dibacakan pada Tanggal, 15 September 2001)

_________. 1984. Persepsi direktur peyuluhan tingkat keresidenan dan kepala penyuluhan pertanian terhadap peranan dan fungsi lembaga penyuluhan pertanian di Negara Bagian Texas Amerika Serikat. Jurnal Media Peternakan. 9 (2).

Baba S, Isbandi T, Mardikanto T, Waridin. 2009. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi peternak sapi perah dalam penyuluhan di Kabupaten Enrekang: Jurnal Penyuluhan UNHAS. 5 (1): 208-216.

Budiono SS. 2002. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat keefektifan magang di PKBM (kasus PKBM di Kelurahan Cirangrang Kecamatan Babakan Ciparay Kota Bandung) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Cohen, Uphoff. 1977. Rural Development Participation Concept Dan Measures For Project Design Implementation And Evaluation. New York (AS): Cornell University.

Cristovao A, Timothy, Portela J. 1994. Developing and Delivering Extension Programmes in Improving Agricultural Extension. A Reference Manual. Burton E. Swanson, Robert P. Bentz, Andrew J. Sofranko, editor. Roma (IT): Food and Agriculture Organization of the United Nations.

Damihartini RS, Jahi A. 2005. Hubungan karakteristik petani dengan kompetensi agribisnis pada usahatani sayuran di Kabupaten Kediri Jawa Timur. Jurnal Penyuluhan. 1 (1): 41-48 [internet]. [diunduh 2014 November 23]. Tersedia pada: www.journal.ipb.ac.id

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan. Pedoman Teknis Revitalisasi Perkebunan. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.

Dorojatin . 1990. Partisipasi petani dalam kegiatan proyek perusahaan inti rakyat perkebunan (PIR-BUN) lokal teh di kabupaten batang provinsi jawa tengah. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ernah. 2012. Penentuan Saat Optimum Peremajaan Tanaman Kakao (theobroma cacao l) Perkebunan Panglejar Bagian Radjamandala, Ptpn viii Bandung Jawa Barat. [laporan penelitian]. Bandung (ID): Universitas Padjajaran.

Elhaq IH, Satria A. 2011. Persepsi pesanggem mengenai hutan magrove dan partisipasi pesanggem dalam pengelolaan tambak mangrove ramah

Page 37: Isi Proposal Edit 25022015

37

lingkungan model empang parit. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. 5 (1): 97-103. [internet]. [diunduh 2014 November 23]. Tersedia pada: www.journal.ipb.ac.id

Fauzi Y, Widiyastuti YE, Satyawibawa I, Paeru RH. 2008. Kelapa Sawit Budidaya dan Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Gibson, Ivancevich, Donnelly. 1990. Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur dan Proses. Penerjemah; Djoerban Wahid. Jakarta (ID): Erlangga. Terjelmahan dari: Organizations: Behavior, Structure, Processes. Ed-5.

Glasson J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Penerjemah; Paul Sitohang. Jakarta (ID) : Lembaga Penerbit FEUI. Terjemahan dari: An Introduction to Regional Planing. Ed-2.

Hasim, Remiswai. 2009. Community Development Berbasis Ekosistem (Sebuah Alternatif Pengembangan Masyarakat). Cetakan Pertama. Jakarta (ID): Diadit Media.

Hadiwijaya H. 2011. Persepsi siswa terhadap pelayanan jasa pendidian pada lembaga pendidikan El Rahma Palembang. Jurnal Ekonomi Dan Akutansi (Jenius). 1 (3): 221-237.

Hamid H, Samah AA, Man N. 2013. The level of perceptions toward agriculture land development programme among Orang Asli in Pahang, Malaysia. Journal Asian Social Science. 9 (10): 151-159. doi:10.5539/ass.v9n10p151. [internet]. [diunduh 2014 november 23]. Terseda pada: http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ass.

Herawati, Pulungan I. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi kontaktani dalam perencanaan program penyuluhan pertanian (Kasus WKUPP Nyalindung, Kabupaten Sukabumi). Jurnal Penyuluhan Institut Pertanian Bogor. 2 (2).

Hernanto F. 1993. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.Herman M, Puranawo D. 2011. Produktifitas jagung sebagai tanaman sela pada

peremajaan kelapa sawit rakyat di bagan sapta permai riau. [Laporan Penelitian]. Sukabumi: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri.

Ife J, Tesoriero F. 2008. Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Diterjemahkan dari Community-Based Alternatives in an Angel of Globalisation. Penerjemah; S. Manullang, N. Yakin, M Nursahid. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar.

Iqbal M. 2007. Analisis Peran Pemangku Kepentingan dan Implementasinya dalam Pembangunan Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian. 26 (3):89-99.

Khakheili TA, Zamani GH. 2009. Farmer participation in irrigation management: the case of doroudzen dam irrigation network, Iran. Jurnal Aagricultural Water Management Volume 3. 9 (6): 859-865.[internet].[diunduh 2014 Agustus 16]. Tersedia pada: www.elsevier.com/locate/forpol

Kholiq, Hardiansyah, Djamaludin MD. 2008. Persepsi dan partisipasi dalam pengembangan lumbung pangan di Kabupaten Lampung Barat. Jurnal Gizi dan Pangan Institut Pertanian Bogor. 3 (3): 217–226 [internet]. [diunduh 2014 November 11]. Tersedia pada: http://journal.ipb.ac.id/ index.php/ jgizipangan.

Page 38: Isi Proposal Edit 25022015

38

Kotler P. 2005. Manajemen Pemasaran. Penerjemah; Molan, B.. Jakarta (ID): Kelompok Gramedia. Ed ke-11

Latifah EKA, Hartoyo, Guhardjo S. 2010. Persepsi, sikap, dan strategi koping keluarga miskin terkait program konvensi minyak tanah ke lpg di Kota Bogor. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3 (2): 122-132 [internet]. [diunduh 2014 November 11]. Tersedia pada: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jikk

Lestari D. 2012. Analisis partisipasi petani dalam kegiatan sekolah lapang tanaman terpadu (slptt) di Desa Gerung Utara Kecamatan Gerung Kabupaten Lombok Barat. Jurnal Medis Bina Ilmiah Mataram. 6 (3): 70-77. [internet]. [diunduh 2014 November 11]. Tersedia pada: http://www.lpsdimataram.com/index.php?option=com_content&view=category&id=47&Itemid=72

Lingani PC, Savadogo PS, Tigabu M, Oden PC. 2011. Factors influencing people’s participation in the forest management program in Burkina Faso, West Africa. Journal of Forest Policy and Economics Volume 13 (2011):292-302.[internet]. [diunduh 2013 April 16]. Tersedia pada: www.elsevier.com/locate/forpol

Lionberger HF. 1960. Adoption of New Ideas and Pratices. Ames Iowa (AS): The Lowa State University Pr.

Manoppo CN. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi wanita tani dalam usahatani kakao (kasus di Kecamatan Palolo Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mara A, Fitri Y. 2011. Dampak Perkebunan Besar Kelapa Sawit Terhadap Perekonomian Desa Di Provinsi Jambi. [laporan Penelitian]. Jambi (ID): Universitas Jambi.

Mardikanto T. 2010. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta (ID): Sebelas Maret Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): LP3ES.Muljono P. 2012. Metode Penelitian Sosial. Bogor (ID): IPB Pr.Mulyasa. 2002. Kurikulum berbasisi kompetensi (konsep, karakteristik dan

implementasi). Bandung (ID): Remaja RosdakaryaNasir M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia.Neupane RP, Sharma KR, Thapa GB. 2002. Adoption of agroforestry in the hills of

nepal: a logistic regression analysis. Journal of Agricultural Systems. 72:177–196 [internet]. [diunduh 2014 Desember 28]. Tersedia pada: http://www.journals.elsevier.com/agricultural-systems/

Ndraha T. 1987. Pembangunan Masyarakat: Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta (ID): PT Bina Aksara

Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.Pudjiastuti I, Nurdhiana. 2010. Persepsi pemerintah daerah terhadap partisipasi

masyarakat dan transparansi akuntabilitas anggaran. Jurnal Ilmu Ekonomi Aset. 12 (2): [internet]. [diunduh 2014 Desember 28]. Tersedia pada: http://jurnal.widyamanggala.ac.id/index.php/asetwm/article/view/36

Pujiharti. 2007. Model Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan pada Sistem Agribisnis Tanaman Pangan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Purnaningsih N. 2006. Adopsi Inovasi Pola Kemitraan Agribisnis Sayuran Di Provinsi Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 39: Isi Proposal Edit 25022015

39

Purwanto. 2007. Instrument Penelitian Sosial dan Pendidikan Pengembangan dan Pemanfaatan. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar

Rakhmat J. 2001. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung (ID): Remaja .Rahmat J. 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. Riduwan. 2013. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung (ID): Penebar

SwadayaRobbins, Stepphen P. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta (ID): Salemba Empat.Robbins SP. 2002. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta (ID): Erlangga.Rogers Edan Shoemaker FF. 1971. Communication of Innovations. New York (AS):

The Free Pr. Rogers E. 2003. Diffusion of Innovations Fifth edition. New York (AS): The Free Pr.________1995. Diffusion of Innovations. 4th rd. New York (AS): The Free Pr.Pudmowihardjo S. 1994. Psikologi belajar mengajar. Jakarta (ID): Universitas

Terbuka.Saardi DI. 2000. Partisipasi masyarakat dalam pengeloaan hutan magrove [tesis].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.Sadono D. 1999. Tingkat adopsi inovasi pengendalian hama terpadu oleh petani

(kasus di Kabupaten Karawang Jawa Barat) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sajogyo. 1974. Modernization Whitout Development In Rural Java. A peper contributed to the study on chages in agrarian structure, FAO of UN 1972-197. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Samboh RD. 2013. Inovasi program sapta pesona oleh pengelola hotel di jakarta timur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Samsudin U. 1982. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Bandung (ID): Bina cipta.

Setyowati E. 2010. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Surodadi Kecamatan Sayung Kabupaten Demak [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sevilla CG, JA Ochave, TG Punsalan, BP Regala, GG Uriate. 2007. Research Methods. Quezon City (PH): Rex Printing Company.

Siagian SP. 2004. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Penerbit Rineka Cipta.

Sihabudin A, Sugihen BG, Susanto P, Asngari PS. 2010. Pengaruh Interaksi Sosial Komunitas Adat Baduy Luar Terhadap Persepsinya Pada Kebutuhan Keluarga. Jurnal Penyuluhan. 6 (1).

Singarimbun M, Effendi S. 2008. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID): LP3ES Indonesia.

Simanjuntak M, Puspitawati H, Djamaludin MD. 2010. Karakteristik demografi sosial, dan ekonomi keluarga penerima PKH. Jurnal Imu Keluarga dan Konsumen. 3 (2): 101-113 [internet]. [diunduh 2014 Desember 11]. Tersedia pada: https: //scholar.google.com/citations.

Sjaifudian H. 2002. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance. Bandung (ID): The Ford Foundation.

Slamet Y. 1994. Managemen Penyuluhan Pertanian. Bandung (ID): Bina Cipta._________. 2002. Kumpulan Bahan Kuliah Kelompok, Organisasi dan

Kepemimpinan (tidak dipublikasikan). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sugiono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung (ID): Alfabeta.

Page 40: Isi Proposal Edit 25022015

40

Sumarno. 1989. Bimbingan dan Penyuluhan Pendidikan. Jakarta (ID): Gramedia.Sumaryadi SU. 2010. Sosiologi Pemerintahan. Bogor (ID): Graha Indonesia.Sumarto, Hatifah SJ. 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good Govermence. 20

Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indoneisia. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.

Sunarko.2008. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.

Suryaningsih WH, Purnawedi H, Izzati M. 2012. Persepsi masyarakat dalam pelestarian hutan rakyat di desa karangrejo kecamatan loano kabupaten purworejo [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2012. Sistem Peremajaan Kelapa Sawit untuk Perkebunan Rakyat. Medan (ID): Mitra Karya.

_________. 2008. Peremajaan Tanaman Kelapa Sawit Sistem Underplanting. Medan (ID): Mitra Karya.

Susiatik. 1998. Persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap kegiatan membangun masyarakat desa terpadu (pmpht) di Desa Mojorebo Kecamatan Wirosari Kabupaten Dati II Brobongan Jawa Tengah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Sutiyah K. 1990. Perempuan, Kerja dan Rumah Tangga. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr.

Sutrisno L. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta (ID): KanisiusSupadi. 2008. Menggalang partisipasi petani untuk meningkatkan produksi

kedelai menuju swasembada. Jurnal Litbang Pertanian. 27 (3): 106-111. [internet]. [diunduh 2014 Desember 11]. Tersedia pada: http://www.litbang.pertanian.go.id/publikasi/jurnal

Sobur A. 2009. Psikologi Umum. Bandung (ID): Pustaka Setia. Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan

Pertanian. Penjelasan Tentang Konsep, Istilah, Teori dan Indikator Serta Variabel. Jakarta (ID): Bina Rena Pariwar.

Syah M. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. [internet]. [diunduh 2014 November 23]. Tersedia pada: http://www.menkokesra.go.id

van den Ban AW, Hawkins HS. 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta (ID): Kanisius

Walgito B. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi .Yulianto K. 2010. Pengaruh strategi pemecahan masalah dan pemahaman budaya

terhadap partisipasi masyarakat dalam pelestarian kawasan Lindung Trowulan, Mojokerto. Jurnal Ilmiah Pendidikan Lingkungan. 11 (2): 36-56. [internet]. [diunduh 2014 November 23]. Tersedia pada: http://journal.ppsunj.org/jpklh/article/view/122

Zbinden S, Lee DR. 2005. Paying for environmental services: an analysis of participation in costarica’s psa program. World Development. 33(2):255-272 [internet]. [diunduh 2014 November 23]. Tersedia pada: http://www.journals.elsevier.com/agricultural-systems/

Zhang X, Lu Y. 2011. Reflection on farmers participation in rural community cultural construction. Journal Asian Social Science . 7 (9): 240-243

Page 41: Isi Proposal Edit 25022015

41

[internet]. [diunduh 2014 November 23]. Tersedia pada: http://ccsenet.org/journal/index.php/ass/article/view/12043/8486

Page 42: Isi Proposal Edit 25022015

42

Lampiran 1 Data luas lahan, produksi, produktivitas Dan jumlah petani di Kabupaten Muaro Jambi, Tahun 2008-2012

No Tahun Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Produktifitas (Kg/Ha)

Jumlah Petani (KK)

1 2008 86 132 205 431 3 106 40 7932 2009 90 522 207 228 3 108 40 9273 2010 90 545 227 221 3 108 40 9294 2011 90 545 227 221 3 108 40 9295 2012 90 811 234 302 3 068 41 031

Data Dinas Perkebunan Provinsi Jambi 2008-2012

Lampiran 1. Data jumlah luas lahan, produksi, produktifitas dan jumlah petani di Kecamatan Sungai Bahar, Tahun 2008-2012

No Tahun Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Produktifitas (Kg/Ha)

Jumlah Petani (KK)

1 2008 13 239 29 948 99 501 3 4692 2009 13 264 30 539 100 866 3 4653 2010 13 264 30 539 100 866 3 4654 2011 13 264 30 539 100 866 3 4655 2012 13 311 30 719 107 228 3 595

Data Dinas Perkebunan Provinsi Jambi 2008-2012

Lampiran 2 . Data luas lahan, produksi dan produktifitas per-kecamatan di Kabupaten Muaro Jambi, Tahun 2012

No Kecamatan Luas Lahan Produksi (Ton)

Produktifitas (Kg/Ha)

Jumlah Petani (KK)

1 Jambi luar kota 4 180 16 302 3 900 1 3952 Sekernan 17 531 34 430 2 655 6 7413 Kumpeh ilir 12 300 23 849 2 044 5 9944 Muaro sebo 10 972 13 216 2 622 5 4295 Mestong 1 408 2 448 2 421 8886 Kumpeh ulu 12 059 35 361 3 180 6 7557 Sungai bahar 30 719 107 228 3 595 13 3118 Sungai gelam 992 1 471 2 655 518

Jumlah 90 881 234 305 3 068 41 031Data Dinas Perkebunan Provinsi Jambi 2012

Page 43: Isi Proposal Edit 25022015

43

KUESIONER PENELITIAN

Pengantar

Perkenalkan saya adalah mahasiswa pascasarjana Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Dalam hal ini saya melakukan penelitian tesis saya yang bertujuan untuk melihat partisipasi petani dalam peremajaan kelapa sawit di wilayah ini. Hasil data dari penelitian ini dipergunakan untuk kepentingan akademis dan memberikan rekomendasi kepada pihak terkait untuk pengembangan usahatani kelapa sawit di wilayah ini.

IDENTITAS RESPONDEN

Nomor respoden :

Nama responden :

Alamat rumah :

Dusun :

Desa :

No HP/Tlp :

Tanggal wawancara :

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2015

Page 44: Isi Proposal Edit 25022015

44

Petunjuk Pengisian

(1) Bacalah dengan baik-baik setiap pertanyaan dan jawaban yang disediakan.

(2) Pilihlah jawaban yang menurut Bapak/Ibu/Saudara benar, dengan cara melingkari jawaban yang telah disediakan.

(3) Mohon diisi dengan penjelasan singkat jika terdapat titik titik untuk tempat jawaban.

(4) Pada peryataan dalam tabel contreng jawaban yang paling sesuai dengan kondisi bapak/ibu/saudara pada saat ini.

(5) Kami mohon semua pertanyaan dapat diisi sehingga tidak ada yang terlewatkan.

IDENTITAS RESPODEN

Nama :Pekerjaan selain bertani :Jumlah anggota keluarga :Luas lahan peremajaan :

I. FAKTOR INTERNAL (X1)

1. Umur : .......................Tahun

2. Pendidikan formal terakhir yang pernah Bpk/Ibu/Sdr ikuti :A. Tidak SekolahB. SD sampai kelas….……...C. SLTP sampai kelas………… D. SMA sampai kelas….……….E. Akademi/Univ

4. Berapa jumlah tanggungan keluarga yang menjadi tanggungjawab Bpk/Ibu/Saudara?………………………………….orang.

5. Berapa Luas lahan peremajaan yang bapak/Ibu/Sdr miliki:.................................................Ha

6. Berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan peremajaan.........

Motivasi petani berupa hal-hal yang mendorong petani melakukan kegiatan peremajaan kelapa sawitKeterangan: (TS) tidak setuju, (KS) kurang setuju, (S) setuju, (SS) sangat setuju

No PertanyaanJawaban

TS KS S SS1 Petani yakin dapat meningkatkan

pendapatan

2 Melihat keberhasilan teman, saudara atau tetangga yang lebih dulu melakukan peremajaan

3 Adanya anjuran dari pemerintah atau pihak swasta dalam melakukan

Page 45: Isi Proposal Edit 25022015

45

kegiatan peremajaan

4 Investasi atau tabungan bagi masa depan keluarga

5 Adanya bantuan dari pemerintah atau lembaga lain

6 Adanya pinjaman modal dari pihak lain seperti pemerintah, bank swasta dll

7 Harga jual kelapa sawit relatif tinggi8 Selain pernyataan diatas apa yang membuat bapak/ibu/saudara mau melakukan

peremajaan tanaman kelapa sawit .............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................

II. FAKTOR EKSTERNAL (X2)a. Tingkat Ketersediaan Sarana Produksi1. Darimana saja petani memperoleh sarana produksi?

a. Pemerintahb. Pihak swastaLain-lain sebutkan.........

Keterangan: (TS) tidak setuju, (KS) kurang setuju, (S) setuju, (SS) sangat setuju

No PertanyaanJawaban

TP HS KK SR2 Peralatan dalam menunjang kegiatan

peremajaan selalu tersedia3 Peralatan dalam menunjang kegiatan

peremajaan mudah diperoleh

4 Harga sarana dan prasarana terjangkau

5 Sarana produksi yang tersedia sangat memadai dan bermanfaat

6 Sarana produksi yang tersedia memiliki kualiatas yang baik

b. Frekuensi Kegiatan Penyuluhan1. Jumlah kegiatan penyuluhan yang pernah dilakukan pada dua tahun

terakhir?........................kali2. Apasaja materi penyuluhan yang diberikan? 3. Apakah penyuluhan yang diberikan sangat bermanfaat?

Alasannya.................................

Page 46: Isi Proposal Edit 25022015

46

Keterangan: (TS) tidak pernah, (KS) hanya sekali, (S)kadang-kadang, (SS) selalu (rutin)

No PertanyaanJawaban

TP HS KK SR4 Kegiatan penyuluhan pada umumnya

membahas masalah peremajaan kelapa sawit

5 Penyuluh selalu mengunjungi petani dan melakukan penyuluhan di lapangan

6 Bapak/ibu/sdr selalu hadir dalam pelaksanaan penyuluhan

7 Bapak/ibu/sdr memberikan pendapat dan masukan dalam pelaksanaan penyuluhan

c. Tingkat Akses Informasi1. Dari mana saja sumber informasi tentang kegiatan peremajaan petani

dapatkan?a. Koran b. Televisic. PPLd. Perusahaan besarLain-lain, sebutkan............................

Keterangan: (TS) tidak pernah, (KS) hanya sekali, (S)kadang-kadang, (SS) selalu (rutin)

No PertanyaanJawaban

TP HS KK SR2 Petani mendapatkan informasi

tentang peremajaan dari PPL3 Petani mendapatkan informasi

tentang peremajaan dari pihak perusahaan swasta

4 Petani mendapatkan informasi tentang peremajaan dari teman sesama petani

5 Informasi tentang peremajaan mudah didapatkan

6 Informasi tentang peremajaan yang paling sering diterima petani adalah PPL

d. Dampak perkebunan besar1. Apakah ada CSR dari perusahaan kepada petani disekitar wilayah

perusahaan?a. Tidak ada b. 1-2 kali setahun c. 2-4 kali setahun d. > dari 4 kali

Jika ada jelaskan bentuknya...................................................................................

Page 47: Isi Proposal Edit 25022015

47

Keterangan: (TS) tidak pernah, (KS) hanya sekali, (S)kadang-kadang, (SS) selalu (rutin)

No PertanyaanJawaban

TP HS KK SR2 Perusahaan memberikan penyuluhan

kepada petani tentang peremajaan 3 Perusahaan memberikan bantuan

kepada petani berupa bibit, pinjaman modal serta sarana dan prasarana

4 Perusahaan memberikan contoh cara melakukan peremajaan dengan benar kepada petani

IV. PERSEPSI (Y2)a. Tingkat keuntungan relatifKeterangan: (TS) tidak setuju, (KS) kurang setuju, (S) setuju, (SS) sangat setuju

No PertanyaanJawaban

TS KS S SS1 Peremajaan kelapa sawit membantu

perekonomian keluarga2 Peremajaan kelapa sawit memberikan

lapangan kerja baru3 Peremajaan kelapa sawit memberikan

keuntungan bagi petani4 Peremajaan kelapa sawit memberikan

harapan untuk masa depan petani5 Peremajaan kelapa sawit

meningkatkan produksi petani

b. Tingkat kompleksitasKeterangan: (TS) tidak setuju, (KS) kurang setuju, (S) setuju, (SS) sangat setuju

No PertanyaanJawaban

TS KS S SS1 Sistem peremajaan yang dianjurkan

pemerintah sulit dilakukan dan merepotkan

2 Terdapat kendala teknis saat menerapkan sistem peremajaan kelapa sawit yang dianjurkan pemerintah

3 Terdapat kendala ketersediaan tenaga kerja

4 Penumbangan atau penyuntikan sulit dilakukan

5 Bibit sulit di peroleh dan sulit dibudidayakan

6 Perawatan kelapa sawit sulit dilakukan

Page 48: Isi Proposal Edit 25022015

48

c. Tingkat kompabilitasKeterangan: (TS) tidak setuju, (KS) kurang setuju, (S) setuju, (SS) sangat setuju

No PertanyaanJawaban

TS KS S SS1 Sistem peremajaan sesuai dengan

kebutuhan petani saat ini2 Sitem peremajaan yang dianjurkan

pemerintah tidak sesuai dengan keadaan petani saat ini

3 Sistem peremajaan yang dianjurkan pemerintah tidak merusak lingkungan petani

d. Tingkat observabilitasKeterangan: (TS) tidak setuju, (KS) kurang setuju, (S) setuju, (SS) sangat setuju

No PertanyaanJawaban

TS KS S SS1 Peremajaan telah banyak dilakukan

oleh tetangga atau kerabat bapak/ibu/saudara

2 Petani sering melihat sistem peremajaan yang dilakukan oleh perusahaan baik pemerintah atau swasta

3 Petani melihat sistem peremajaan yang dilakukan pada demplot percobaan

4 Petani mencontoh cara peremajaan yang dilakukan oleh teman sesama petani

e. Tingkat triabilitasKeterangan: (TS) tidak setuju, (KS) kurang setuju, (S) setuju, (SS) sangat setuju

No PertanyaanJawaban

TS KS S SS1 Petani telah melakukan uji coba

peremajaan pada sebagian kecil kebun miliknya

2 Penerapan sistem peremajaan bisa dibedakan hasilnya dibandingkan dengan yang tidak melakukan peremajaan

3 Sistem peremajaan yang di sarankan pemerintah mudah diterapkan oleh petani

V. PARTISIPASI (Y2)a. Budidaya

1. Apakah peremajaan kelapa sawit mudah dilakukan?a. Sangat sulit b. Sulit c. Mudah d. Sangat mudah

Jelaskan tahapannya ...............................................................................................

Page 49: Isi Proposal Edit 25022015

49

2. Dari mana saja petani memperoleh bibit kelapa sawit?a. Budidaya sendiri b. Dari pemerintah atau swasta c. Lain-lain

sebutkan......................................................................................................

Keterangan: (TM) tidak melakukan, (KM) kadang-kadang, (M) dilakukan tidak sesuai anjuran, (SM) sesuai anjuran.

No PertanyaanJawaban

TM KK TSA SA3 Melakukan teknik penumbangan atau

penyuntikan pada pemusnahan tanaman tua secara mandiri

4 Melakukan pembibitan secara mandiri

5 Melakukan persiapan lahan secara mandiri

6 Melakukan teknik perawatan secara mandiri

7 Melakukan teknik pemupukan secara mandiri

b. Pencatatan dan pengaturan keuanganKeterangan: (TM) tidak melakukan, (KM) kadang-kadang, (M) dilakukan tidak sesuai anjuran, (SM) sesuai anjuran

No PertanyaanJawaban

TM KK TSA SA1 Menghitung semua biaya yang

diperlukan dalam kegiatan peremajaan

2 Membuat pembukuan dari biaya yang diperlukan dalam kegiatan peremajaan

3 Membuat pembukuan dari keuntungan yang diperoleh setelah pemanenan hasil peremajaan kelapa sawit

4 Melakukan pembukuan secara rapi di dalam sebuah buku