pra-proposal-thesis

11

Click here to load reader

Upload: sari-marta-krisna-ii

Post on 07-Aug-2015

114 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pra-Proposal-Thesis

PROPOSAL PRA TESIS Michael O.T Lengkey (25209009) Program Magister Arsitektur, Institut Teknologi Bandung [email protected]

“RUANG SOSIAL SEBAGAI PENDEKATAN PERANCANGAN FASILITAS

PUBLIK PADA KAWASAN TEPIAN AIR KOTA MANADO”

I. LATAR BELAKANG

Proposal tesis ini dilatarbelakangi keinginan pribadi dengan kompetensi

yang ada untuk memberikan sumbangan, perhatian maupun masukan bagi

penataan berikut pengembangan kawasan tepian laut kota Manado. Penulisan

ini berawal dari isu social interactive yang telah tercipta sebagai

budaya masyarakat kota di seluruh belahan dunia. Implikasi interaksi

sosial ini menghasilkan ruang yang disebut Ruang Sosial (Social Space)

yang secara fungsi menjadi salah satu konsep penguatan karakter kota,

Social structure as embodied in traditions and social rules have a

dialectical relationship with human action, teori Structuration Giddens,

A (1984). Melihat eksisting yang ada, perwujudan ruang sosial belum

maksimal terlebih yang hadir pada fasilitas publik maupun yang

terintegrasi langsung ke dalam ruang terbuka kota. Seperti ruang sosial

yang diinginkan, belum terwadahi secara komprehensif dilihat dari empat

sisi, yakni : 1.Waktu (tidak menentunya kapan orang untuk bersosialisasi

dengan baik), 2.Tempat (place yang merupakan wadah, belum tersedia

secara logic) dan 3. Siapa (semua orang dalam sistem perkotaan berhak

untuk menikmati ruang sekaligus bersosialisasi).

Hal negatif di atas menjadi lebih kuat, terlihat melalui eksisting

kawasan pantai Manado (Boulevard/ Jln. Piere Tendean). Penghadiran

single function, pusat-pusat bisnis dan hiburan. Imbas dari hal ini,

kawasan tepian air ini menghasilkan permasalahan yakni ‚mengecilkan‛

pengalaman terhadap kota bahkan kawasan tepian airnya, sehingga

menciptakan paradigma ‚monotony activity‛ akibat tidak adanya variasi

dari fasilitas yang dihadirkan terlebih ketika bernaung dalam konteks

waterfront city.

Substansi pembahasan tesis ini untuk meletakkan dasar perancangan

kawasan tepian yang air dengan pendekatan Social Space yang terintegrasi

dalam ruang terbuka maupun bangunan.

Page 2: Pra-Proposal-Thesis

I.1 Pentingnya Social Space dalam sebuah tatanan perkotaan dalam

konteks Waterfront City

Kota tepian laut memiliki sensasi dan keunggulan tersendiri, fenomena

ini terindikasi dari alam, budaya maupun aktifitas yang terjadi. Potensi

tersebut terkonversi sebagai aset pariwisata dalam konteks Manado

waterfront city yang perlu diwadahi dalam fasilitas publik kota. Hal ini

menjadi penting, dimana fasilitas publik tersebut terintegrasi ke dalam

sebuah ruang terbuka kota yang secara implisit merupakan ruang untuk

gathering culture sekaligus merupakan fasilitas yang baru dalam konteks

Manado waterfront city sehingga memberikan pengaruh positif bagi urban

quality of life (the environment within which we live may be described

in many different ways, Campbell et al, 1976, 267). Dilain pihak, secara

arsitektural perkotaan, social space ini diyakini mampu menciptakan

variasi dan landscaping perkotaan yang menarik didukung geografi dan

topografi kota Manado yang berbukit, datar dan kemudian berakhir di

laut.

Hal ini juga menjadi sesuatu yang penting karena didukung isu penyebaran

konsentrasi bidang-bidang pemerintahan dimana kota Manado akan dijadikan

pusat Bahari Indonesia dengan kementeriannya dalam rangka isu pemindahan

ibukota negara. Oleh Sebab itu, untuk mengantisipasi pelayanan per

zoning tersebut maka tujuan pernyataan ini dirasakan tepat untuk

mendukung Manado dalam konteks waterfront city sekaligus sebagai pusat

kelautan Indonesia.

I.2 Perwujudan nyata sebagai preseden

Secara global dan komprehensif, beberapa kawasan tepian laut dalam

konteks waterfront city telah dikembangkan. Konsep urban diterjemahkan

dengan wajar terkait usaha menyediakan ruang sosial (tempat berkumpul)

dalam fasilitas publik dan ruang terbuka kota. Lebih jauh, untuk

meningkatkan kualitas kota dan kawasan tepian air secara khusus yakni

penghadiran fungsi yang tepat didukung proporsional arsitektur sebagai

respon terhadap isu dan permasalahan. Sebagai dasar pertimbangan dan

perbandingan, beberapa karya penting yang terkait dengan konteks telah

diaktualisasikan ke dalam bentuk proyek nyata sehingga menjadi patokan

pengembangan topik. Sumber data dan referensi ini berasal dari dalam dan

luar negeri.

1. Baltimore Inner Harbour ; Berdiri sejak tahun 1700, diambil dari

nama Lord Baltimore (Cecilius Calvert). Dikembangkan berdasarkan

tradisi dan kebanggaan warga akan kota tersebut. Dengan potensi

budaya dan kelautannya, Baltimore menawarkan fasilitas publik yang

Page 3: Pra-Proposal-Thesis

bervariasi sehingga berkembang pada tahun 1970an menjadi pusat

budaya dan kunjungan turis*.

* www.baltimore.org/about-baltimore/inner-harbor

2. Darling Harbour, merupakan pelabuhan yang telah di olah menjadi

tempat berkumpul dan objek wisata tepian air di Sidney. tempat ini

telah mendapat penghargaan dalam industry konstruksi dan pariwisata

3. Dubai Waterfront city (Rem Koolhaas) ; His strategy is not to reject

either trend outright but to locate each one’s hidden, untapped

potential, or as he puts it, “to find optimism in the inevitable.”

secara sederhana mengkombinasikan dua konsep, menciptakan sebuah

hybrid of the generic & the fantastic, berbagai elemen kota

diorganisasikan berdasarkan pendekatan budaya/adat setempat yang

tajam untuk komposisi yang tepat*.

* www.archrecord.construction.com/news/daily/archives/080312koolhaas.asp

I.3 Pemikiran-pemikiran logic sebagai dasar pengembangan Social Space

dalam konteks Waterfront City

Pendekatan-pendekatan yang lain didapatkan dalam bentuk ide dan konsep.

Informasi ini menjadi dasar analisa pemecahan masalah dan isu yang

terangkum ke dalam empat parameter penilaian, yakni :

1. Social Space

a. Rafailaki, E (2007) Movement behavior, Social implications and

Spatial cognition in Space of consumption, The Case of Camden

Market, The Bartlett School of Graduate Studies (Proceedings 6th

International Space Syntax Symposium, Istanbul, 2007)

Paper ini mempelajari hubungan perilaku pergerakan dan pola spatial

dalam aturan budaya dan sosial.

b. Bourdieu, P (1989) Social Space and Symbolic Power, Sociological

Theory, Vol 7, NO. 1 (Spring 1989), pp 14-25

Membahas fungsi dalam realita kehidupan sosial sebagai signs

sekaligus memberikan perbedaan baik positif maupun negatifnya.

2. Spatial Urban & Building Concept

a. Dale, K (2005) Building a Social Materiality : Spatial & Embodied

Politics in Organizational Control, University of Leicester

Management Centre, UK,

Vol. 12(5): 649-678, ISSN 1350-5084, Copyright© 2005 (London,

Thousand Oaks, CA & New Delhi)

Artikel ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan materialitas untuk

pemahaman kontrol perubahan cara dalam pengorganisasian spasial

Page 4: Pra-Proposal-Thesis

urban. Studi ini menekankan material budaya dalam kinerjanya

terhadap ‘social production of space’.

b. Werner, S & Schindler L.E (2004) The Role of Spatial Reference

Frames in Architecture : Misalignment Impairs Way-Finding

Performance, University Idaho, Environment and Behavior 36:461

Penulisan ini menjelaskan bahwa struktur ruang sebuah bangunan

adalah faktor penting dalam proses penampilan bangunan tersebut.

Implikasi penemuan untuk memotifasi desain arsitektural dan teori

secara model formal.

3. Urban Design

a. Houssay-Holzchuch, M & Teppo, A (2009) A mall for all? Race and

Public Space in Post-Apartheid Cape Town, University of Lyon &

University of Helsinki, Cultural Geographies 16:351

Mereka mencoba menganalisa Ruang Publik pasca Apartheid melalui

praktek sosial dan ruang dengan bukti dan data emipiris yang

memberi masukan bahwa keterlibatan ruang publik lebih mendominasi

dari pola konsumsi (pengalaman perkotaan)

b. Smithsimon, G (2008) Dispersing the Crowd : Bonus Plazas and the

Creation of Public spaces, Barnard College, Urban Affairs Review

43:325

Penelitian menjelaskan plasa /ruang terbuka yang tak berfungsi

merupakan konsekuensi dari proses urban lainnya. Seperti, arsitek

secara brutal memproduksi arsitektur bergaya modern tanpa

memperjhatikan kaidah urban maupun pengembang kota/aturan yang

menelantarkan ruang publik.

c. Edensor, T (2001) Performing tourism, staging tourism :

(Re)producing tourist space and practice, Staffordshire University

UK, Vol I (I) 59-81

Artikel ini menginvestigasi bagaimana kepariwisataan bisa dipahami

sebagai sebuah aktifitas dengan melihat perkembangan global baik

dari kegiatan maupun kebutuhan turis.

d. Raco, M (2003) Remaking Place and Securitising Space : Urban

Regeneration and the strategies, tactics and Practices of policing

in the UK, University of Reading, UK Urban Study Vol 40 no. 9:

1869-1887, August 2003

Paper ini mendiskusikan regenerasi yang dikembangkan dalam kota

dengan keterkaitan terhadap ruang publik yang aman dan nyaman, baik

secara hubungan sosial politik setempat dan bagaimana ruang publik

itu terbentuk.

Page 5: Pra-Proposal-Thesis

e. Bell, D (2007) The hospitable city: Social relations in commercial

spaces, School of Geography, University of Leeds UK

Paper ini membahas ‘Commercial Hospitality’ yang menjadi hal

penting untuk menegaskan dan mempromosikan kota, dengan pendekatan

hubungan antara regenerasi urban dan kebutuhan pokok manusia secara

komersial.

4. Waterfront Development

a. Romein, A Leisure in Waterfront Redevelopment : an Issue of Urban

planning in Rotterdam, Delft University of Technology

Paper ini membahas bagaimana strategi menghidupkan ‘Urban

Waterfront’ menjadi landasan pertumbuhan ekonomi yang dinamis

dengan melibatkan berbagai parameter perkotaan, seperti hunian &

fasilitas yang menarik.

b. Bradbury, M The Sustainable Waterfront, Unitec New Zealand

Penulisan ini membahas bagaimana model pengembangan waterfront yang

berkelanjutan bisa dibangun, dimana pembangunan waterfront

merupakan salah satu produk utama dari revitalisasi urban dengan

konteks kontemporer.

c. Butuner, B (2006) Waterfront Revitalization as a Challenging Urban

Issue in Istanbul, 42nd ISOCARP 2006

Artikel ini membahas pentingnya untuk memahami perubahan struktur

‘urban waterfront’ dan integrasi mereka terhadap struktur

perkotaan.

I.4 Realisasi pernyataan dan prospek

Pernyataan utama (tesis) yang dihasilkan dari analisa dengan dukungan

referensi terkait berupa penelitian, buku maupun metode adalah tidak

lain untuk memberikan suatu landasan berpikir, merancang dan bertindak

terhadap penghadiran fungsi yang memfasilitasi social space dalam

konteks waterfront dengan melibatkan konsep desain urban yang

melebur/terintegrasi ke dalam ruang terbuka kota.

II. TOPIK

II.1 Pemahaman Topik

Pada dasarnya, Gathering culture sangat melekat dalam kehidupan warga

setiap kota, demikian dengan Manado dan sudah menjadi ciri khas kota

ini. Tanpa disadari interaksinya telah termanifestasi melalui lapisan

masyarakat yang merepresentasikannya diberbagai tempat, baik dalam

Page 6: Pra-Proposal-Thesis

ruangan maupun di ruang terbuka. Secara nyata potensi budaya ini bisa

menjadi market bagi perekonomian kota.

Seiring dengan itu, eksplorasi budaya ini mampu direspon ketika penataan

kawasan tepian pantai kota Manado digulirkan, yang telah berubah

fungsinya menjadi pusat-pusat bisnis dan hiburan. Ekspansi pengembangan

kota yang cenderung mengarah ke kawasan ini disebabkan perluasan wilayah

yang tidak memungkinkan kearah daratan, hal tersebut dibatasi dengan

aturan otonomi administrasi daerah lain (Kabupaten Minahasa dan

Kabupaten Minahasa Utara). Keterbatasan ini diterjemahkan sebagai

potensi untuk meningkatkan kualitas urban selain faktor ruang sosial

yang secara imajiner menjadi sebuah kebutuhan dalam proses menyalurkan

perasaan maupun psikologi kepada sesama. Selanjutnya secara eksisting,

aplikasi budaya ini terdeteksi pada kawasan boulevard yang mengokupansi

di berbagai titik, prospek ini menjadi peluang pengembangan dalam

pengembangan kawasan.

Secara lebih luas terkait konsep perkotaan, kawasan tepian air (water

edge) juga dikenal sebagai front yard (pintu gerbang) kota yang bisa

diasosiasikan sebagai pendekatan untuk menghadirkan sarana maupun

fasilitas publik yang layak dan wajar merespon kegiatan berkumpul yang

kemudian dimaksimalkan dengan pemikiran konsep urban yang tepat. Konsep

urban ini antara lain untuk mewadahi paradigma budaya berkumpulnya warga

sekaligus akses keluar masuknya investasi dan perubahan global.

II.2 Ruang Lingkup (Kedalaman Topik)

Ruang lingkup sebagai pembatasan pembahasan terhadap isu dan

permasalahan yakni fokus pada konsep arsitektural dan urban yang

diterjemahkan dalam fasilitas publik kota berbeda dalam konteks

waterfront city, yang secara implisit berperan mengeksplorasi potensi

kota dan perwadahan Social Space. Perlakuan yang baru ini sebagai

interpretasi unik sekaligus pernyataan akan kebenaran teori dan konsep

perkotaan sebagai social interaction yang memiliki nilai comfortability

dan tourism.

II.3 Teori yang mendasari / berkaitan dengan Topik

Hal yang mendasari pengambilan keputusan dalam pembahasan topik

merupakan komparasi dari beberapa kompetensi, yakni : Social Space,

Urban Design, Waterfront Development, Spatial of Building Space & Place.

Teori yang terkait dengan topik diangkat merujuk dari keempat kompetensi

diatas sebagai landasan untuk menganalisa dan mempertajam pembahasan

sehingga menghasilkan pernyataan mengenai benar atau tidaknya topik

yang diusulkan. Teori-teori tersebut antara lain ;

Page 7: Pra-Proposal-Thesis

1. Urban Design : Steven Holl (book: Urbanism, 2009), Teori: The

subjectivity of urban experience must be held in equal importance

to the objective and practical yang menekankan ‚The important

phenomenological characteristic determining the qualities of urban

life‛.

2. Waterfront Development : Douglas M. Wrenn (book : Urban Waterfront

Development, 1983) Teori : the larger the dimensions of the water

body, the greater the range of potential water-related uses (Urban

Waterfront Development). yang menekankan ‚ the dimensions of water

and configuration of the body of water, the water resource dynamics

and the water quality where they combined with engineering, design

and construction of new project

3. Spatial of Building, Space & Place : N.J Habraken (book : The

Structure of the Ordinary, 1998) Teori : Forms carry Multiple

Meanings.

4. Social Space, Michael P. Pearson (book : Architecture & Order,

Approaches to Social Space) Teori yang disadur dari Gregory dan

Urry 1985, Spatial structure is now seen not merely as an arena in

which social life unfolds but rather as a medium through which

social relations are produced and reproduced.

III.METODOLOGI

Berdasarkan pemaparan topik diatas maka metodologi penelitian yang

diberlakukan untuk menghasilkan sebuah fasilitas publik, dengan

parameter analisa yang layak dan variatif. Variable analisa mencakup

analisa dan karakter Urban design , Environment impact & Spatial as

feasibility architectural form based on Social Space approach.

III.1 Perumusan persoalan (Problem Definition)

Permasalahan dan isu sebagai konten topik diturunkan bertahap secara

terstruktur untuk mempermudah hasil pernyataan, strategi terdiri dari :

Mengidentifikasi permasalahan eksisting site dalam konteks kota

Mengidentifikasi waterfront development dalam hubungannnya dengan

topik

Memilah variabel waterfront development beserta dampaknya terhadap

desain

Mengidentifikasi parameter Spatial Concept yang akan dipakai serta

intervensinya terhadap topik

Page 8: Pra-Proposal-Thesis

Mengidentifikasi urban development sebagai pendekatan dalam

pembentukan fasilitas publik

Memilah urban concept yang tepat dan layak untuk menganalisa

perencanaan desain

Mengidentifikasi pendekatan social space sebagai parameter desain

Memilah variabel dalam konteks sociology untuk mempertajam desain

objek

Menganalisa rekomendasi hasil komparasi parameter

III.2 Pendekatan sikap (Design Approach)

Pentahapan (staging) dengan merunutkan skenario secara tepat, dengan

menghubungkan ide awal, teori (alat analisa) dan output yang merupakan

sebuah identitas baru dalam konteks waterfront city (Diagram 1).

III.3 Bagaimana merespon persoalan ataupun menjawab pertanyaan

penelitian (Design Statement, Design Concept)

Intervensi dari kolaborasi keempat parameter merupakan konsepsi baru

mempertimbangkan determinasi perubahan konteks waterfront dan tuntutan

akan pernyataan terhadap pengembangan kawasan tepian laut yang mampu

menjawab kebutuhan urban (Diagram 2). Sejalan dengan rencana

pengembangan baru untuk kawasan ini, pemikiran segar dan konsep kekinian

Diagram 1

Page 9: Pra-Proposal-Thesis

dikedepankan dengan tetap mempertimbangkan kebijakan dan prospek secara

ekonomikal.

Konten tesis ini diharapkan menjadi proposal yang mengandung logika

namun unik dalam menghadirkan fasilitas publik tepian laut beserta aspek

program yang tepat didalamnya, serta implikasi langsung jangka pendek

mampu merangsang aktifitas warga dalam menciptakan pengalaman terhadap

kota.

III.4 Bagaimana mengukur keberhasilan (Design Assesment)

Proses mengejar kelayakan tesis ini dilihat secara komprehensif dengan

analisa terhadap keseluruhan kerangka pemikiran beserta dampak yang

dihasilkan dimana pernyataan yang dikeluarkan sebagai konsep penataan

kawasan tepian laut dianggap berhasil . Berikut skenario pematangan

tesis :

1. Data eksisting dan kondisi skala kota dan skala kawasan

2. Survey parameter terpilih

3. Menggunakan pendekatan preseden (studi kasus) sebagai pijakan

pertimbangan

Diharapkan dengan adanya konsep baru ini mampu membuka pemikiran-

pemikiran perencanaan yang kontekstual dan tepat dalam memberlakukan

kawasan tepian laut, dengan pendekatan dan intervensi yang lebih

Diagram 2

Page 10: Pra-Proposal-Thesis

inovatif sehingga membuka peluang pengembangan kawasan waterfront kearah

yang lebih baik.

IV. DAFTAR PUSTAKA (REFERENSI)

Buku

1. Breen, A & Rigby, D (1994) Waterfront : Cities Reclaim Their Edge,

The Waterfront Center

2. Wrenn, D M (1983) Urban Waterfront Development, Associate Urban

Land Institute, Washington, DC 20005

3. Torre, L A (1989) Waterfront Development, Van Nostrand Reinhold New

York

4. Holl, S (2009) Urbanism, Working with Doubt, Princeton

Architectural Press, New York

5. Wall, E & Waterman T (2010) Urban Design, AVA Academia

6. Healy, P & Bruyns, G (2006) De-/signing the Urban. Techno-genesis

and the Urban Image, Delft School of Design Series on Architecture

and Urbanism

7. Habraken, N J (1998) The structure of the Ordinary, Form and

Control in the Built Environment, The MIT Press

8. Oosterman, A (2007) Volume, Unsolicited Architecture, Archis, AMO,

C-Lab, MIT

9. Pearson, M.P (1994) Architecture & Order ; Approaches to Social

Space. The Routledge

10. Evers H-Dieters & Korff, R (2000) Southeast Asian Urbanism ; The

Meaning and Power of Social Space. St. Martin’s Press New York

11. Rowe, P Design Thinking

Journal

1. Dale, K (2005) Building a Social Materiality : Spatial & Embodied

Politics in Organizational Control, University of Leicester

Management Centre, UK, Vol. 12(5): 649-678, ISSN 1350-5084,

Copyright© 2005 (London, Thousand Oaks, CA & New Delhi)

2. Werner, S & Schindler L.E (2004) The Role of Spatial Reference

Frames in Architecture : Misalignment Impairs Way-Finding

Performance, University Idaho, Environment and Behavior 36:461

3. Houssay-Holzchuch, M & Teppo, A (2009) A mall for all? Race and

Public Space in Post-Apartheid Cape Town, University of Lyon &

University of Helsinki, Cultural Geographies 16:351

Page 11: Pra-Proposal-Thesis

4. Smithsimon, G (2008) Dispersing the Crowd : Bonus Plazas and the

Creation of Public spaces, Barnard College, Urban Affairs Review

43:325

5. Edensor, T (2001) Performing tourism, staging tourism :

(Re)producing tourist space and practice, Staffordshire University

UK, Vol I (I) 59-81

6. Raco, M (2003) Remaking Place and Securitising Space : Urban

Regeneration and the strategies, tactics and Practices of policing

in the UK, University of Reading, UK Urban Study Vol 40 no. 9: 1869-

1887, August 2003

7. Bell, D (2007) The hospitable city: Social relations in commercial

spaces, School of Geography, University of Leeds UK

8. Romein, A Leisure in Waterfront Redevelopment : an Issue of Urban

planning in Rotterdam, Delft University of Technology

9. Bradbury, M The Sustainable Waterfront, Unitec New Zealand

10. Butuner, B (2006) Waterfront Revitalization as a Challenging Urban

Issue in Istanbul, 42nd ISOCARP 2006

11. Evans, G (2005) Measure for Measure : Evaluating the Evidence of

Culture’s Distribution to Regeneration, Urban Study 42:959

Situs

1. www.online.sagepub.com

2. www.Baltimore.org

3. www.worldarchitecturenews.com

4. www.e-architect.co.uk/italy/regium_waterfront.htm

5. www.archrecord.construction.com/news/daily/archives/080312koolhaas.a

sp

6. www.nytimes.com/2008/03/03/arts/design

Referensi merupakan data dan informasi tentative