pra proposal penelitian siti nurjannah pskm 6 a3
DESCRIPTION
.;;TRANSCRIPT
GAMBARAN PENERAPAN PENANGGULANGAN TANGGAP
DARURAT MEDIK TERHADAP KECELAKAAN KERJA DI PT.
SR PALEMBANGTAHUN 2014
OLEH :
SITI NURJANNAH
11.13201.12.40
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA
PALEMBANG
2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Puja dan puji syukur kehadiran allah swt yang telah taufik dam hidayahnya kepada
kita semua dan Pra Proposal Penelitian “GAMBARAN PENERAPAN
PENANGGULANGAN TANGGAP DARURAT MEDIK TERHADAP KECELAKAAN
KERJA DI PT. SR PALEMBANGTAHUN 2014” ini bisa kami selesaikan dengan
sebaik-baiknya.
Shallawat serta salam marilah kita junjungkan kepada nabi besar
MUHAMMAD saw yang telah menuntun kita sebagai umatnya ke jalan yang lurus.
Pra Proposal ini saya buat dan saya ajukan supaya nilai mata kuliah Artikel Ilmiah
dan Seminar dapat memenuhi syarat ketuntasan. Apabila di dalam Pra Proposal ini
ada kekurangan atau kesalahan dalam penulisan, saya meminta maaf sebesar
besarnya.
Wassalamualaikum wr.wb.
Palembang, 15 April 2014
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................... 4
1.3 PERTANYAAN PENELITIAN ...........................................................
1.4 TUJUAN PENELITIAN .......................................................................
1.4.1 TUJUAN UMUM ........................................................................
1.4.2 TUJUAN KHUSUS .....................................................................
1.5 MANFAAT PENELITIAN
1.5.1 BAGI TEMPAT PENELITIAN ................................................... 4
1.5.2 BAGI STIK BINA HUSADA ...................................................... 4
1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN ...................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PERKEMBANGAN KARET DUNIA .................................................. 8
2.2 INDUSTRI PENGOLAHAN KARET DI INDONESIA ....................... 9
2.2.1 WILAYAH POTENSI ................................................................. 9
2.2.2 JENIS-JENIS KARET ALAM ..................................................... 10
2.2.3 PROSES PENGOLAHAN KARET ............................................. 12
2.2.4 JENIS KECELAKAAN .............................................................. 17
2.3 DEFINISI KECELAKAAN KERJA ..................................................... 18
2.3.1 FAKTOR KECELAKAAN KERJA ............................................. 22
2.4 PENGERTIAN TANGGAP DARURAT .............................................. 23
ii
2.4.1 PENGERTIAN KEGAWATDARURATAN ................................ 23
2.5 PENGERTIAN PENANGGULANGAN MEDIK ................................. 23
GAWAT DARURAT
2.5.1 TARGET ..................................................................................... 26
2.5.2 SISTEM PENANGGULANGAN GAWAT DARURAT ............. 27
2.5.3 PRINSIP DASAR MENANGANI KEADAAN GAWAT ............ 28
2.5.4 KEBERHASILAN PERTOLONGAN PERTAMA ...................... 29
2.5.5 EVALUASI MEDIK ................................................................... 30
2.5.6 PENANGGULANGAN KONDISI DARURAT........................... 32
2.6 ORGANISASI ...................................................................................... 35
2.6.1 PELATIHAN ............................................................................... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 DESAIN PENELITIAN ....................................................................... 37
3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN ............................................... 37
3.3 POPULASI DAN SAMPEL
3.3.1 POPULASI .................................................................................. 37
3.3.2 SAMPEL ..................................................................................... 37
3.3.3 INFORMAN PENELITIAN ....................................................... 38
3.4 PENGUMPULAN DATA .................................................................... 40
3.5 PENGOLAHAN DATA ....................................................................... 40
3.6 ANALISIS DATA ................................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut International Labour Organization ( ILO ) bahwa apapun keadaan
yang menimpa suatu negara, keselamatan dan kesehatan pekerja adalah hak asasi
manusia yang mendasar, yang bagaimanapun juga tetap harus dilindungi, baik
sewaktu negara tersebut sedang mengalami pertumbuhan ekonomi maupun ketika
sedang dilanda resesi.
Di era globalisasi dimana persaingan pasar bebas semakin ketat sangat
diperlukan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Seiring dengan kondisi tersebut
kebijakan pembangunan bidang kesehatan dibuat, yaitu UU No 36 tahun 2010
tentang kesehatan menyebutkan kesehatan tenaga kerja diselenggarakan agar setiap
pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat
sekitarnya, agar diperoleh produktifitas kerja yang optimal.
Menurut Malaka (1999) pembangunan nasional yang berlangsung dalam
semua bidang kegiatan akan membawa dampak positif bagi semua kegiatan per
ekonomian dan kemakmuran bangsa. Tetapi disisi lain, perkembangan tersebut
terutama dibidang industri juga mengandung potensi bahaya yang menghambat
proses pembanguan itu sendiri. Potensi bahaya ini jika tidak dikendalikan dengan
baik dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran, ledakan maupun kecelakaan
kesehatan dan keselamatan kerja ( K3) menurut ILO merupakan disiplin yang
1
mempunyai cakupan yang luas meliputi: Promotion (promosi), Prevention
(pencegahan), Protection (perlindungan), dan Adaptation (Penempatan pekerja yang
sesuai kapasitas kerja mereka, serta adaptasi pekerjaan terhadap pekerja). (Malaka,
2011).
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang penting bagi
perusahaan, karena dampak kecelakaan dan penyakit kerja tidak hanya merugikan
karyawan, tetapi juga perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Terdapat beberapa pengertian tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang
didefinisikan oleh beberapa ahli, dan pada dasarnya definisi tersebut mengarah pada
interaksi pekerja dengan mesin atau peralatan yang digunakan, interaksi pekerja
dengan lingkungan kerja, dan interaksi pekerja dengan mesin dan lingkungan kerja.
Dalam penelitian Andriadi ( 2013) mendefinisikan kesehatan kerja adalah kondisi
bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan lingkungan
kerja.
Masalah K3 secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini
ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Di Indonesia, setiap
tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja (”K3 masih Dianggap Remeh,” Warta
Ekonomi, 2 Juni 2006). Hal ini tentunya sangat memprihatinkan. Tingkat kepedulian
dunia usaha terhadap K3 masih rendah. Padahal karyawan adalah aset penting
perusahaan. ( Yusmiyanti, 2008 )
2
2
Salah satu program kesehatan kerja ialah dengan cara mengurangi kecelakaan
kerja yang berakibat mengurangi produktivitas kerja. Kecelakaan kerja ditempat kerja
membunuh dan memakan lebih banyak korban dibandingkan dengan perang dunia.
Dari penelitian yang diadakan ILO mengenai standard kecelakaan kerja,
Indonesia menempati urutan ke-152 dari 153 negara yang ditelitinya. Ini berarti,
begitu buruknya masalah kecelakaan kerja di negara ini. ILO berharap pada 2010,
Indonesia setidaknya menduduki peringkat 100 ke atas. (Depnakertrans RI , 2009).
Menurut data Kemenakertrans RI, kecelakaan kerja selama 2010 menurun
dibandingkan tahun sebelumnya, sampai akhir 2010 tercatat 65.000 kasus kecelakaan
kerja. Sedangkan pada tahun 2009 tercatat 96.314 kasus dengan rincian 87.035
sembuh total, 4.380 cacat fungsi, 2.713 cacat sebagian, 42 cacat total dan 2.144
meninggal dunia (Menakertrans, 2011).
Menurut Dinakertrans Provinsi Sumatera Selatan ( 2011 ) jumlah kecelakaan
kerja yang terjadi dalam 15 wilayah kabupaten/ kota Provinsi Sumatera Selatan pada
tahun 2009 sebanyak 271 kasus, dan tahun 2010 terjadi 93 kasus kecelakaan kerja.
Untuk mengurangi timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja,
maka setiap pengusaha diwajibkan untuk melaksanakan syarat –syarat keselamatan
dan kesehatan kerja ditempat kerjanya. Pengusaha diwajibkan untuk memberikan
pengobatan dan perawatan bilamana diperlukan bagi pekerja yang mengalami
kecelakaan kerja dan atau penyakit akibat kerja yang ada.
3
Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan merupakan hak asasi sekaligus
kewajiban yang harus diberikan perhatian penting oleh setiap orang. Pemerintah dan
segenap masyarakat bertanggung jawab dalam pemeliharaan dan peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan kegawatdaruratan sebagai bagian utama dari
pembangunan kesehatan sehingga pelaksanaannya tidak sporadik dan memiliki
sistem pelayanan yang terstruktur ( Depkes RI, 2004)
Sikap tanggap terhadap kemungkinan keadaan darurat yang dapat
menyebabkan kerugian di dalam suatu perusahaan atau industri seharusnya telah
diantisipasi oleh para manager melalui salah satu fungsi managemen yaitu
perencanaan, yang bersifat holistik dan integral. Dengan demikian dapat di susun
langkah-langkah antisipasi antara lain : perencanaan atau rancangan untuk
menghadapi tanggap darurat, menumbuhkan sikap tanggap dari seluruh individu di
dalam institusi atau perusahaan terhadap gejalagejala yang diduga akan menimbulkan
keadaan darurat serta upaya-upaya penanggulanan keadaan darurat dan pertolongan
pertama (Emergency Respons and firstaid), dan lain-lain (Stoner 1986 di dalam Ayu
Shasi ).
Pada penelitian Chislia Ayu Sasi ( 2010) dengan judul penelitian “ Tinjauan
Sistem Pertolongan Kecelakaan Kerja dan Sistem Tanggap Darurat di PT. Krakatau
Steel Cilegon-Banten “ menyimpulkan Sistem pertolongan kecelakaan kerja dalam
sistem tanggap darurat di PT Krakatau Steel telah berjalan dengan baik dan tersistem,
4
kedua sistem tersebut telah mengacu pada klausa Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3.
Dengan melihat data kecelakaan akibat kerja yang berat (fatal) sampai dirujuk
ke (RumahSakit), di PT. SR Palembang tahun 2010 sebanyak 7 kasus, 2011 ada 6
kasus dan 2012 ada 3 kasus. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti selama
3 tahun terakhir, dari 16 kasus kejadian 60% terjadi di bagian produksi 1 PT. SR
Palembang. Dan data untuk kecelakaan ringan yang ada di poliklinik sekitar ada 100-
120 kasus/ tahun. Dengan melihat data kecelakaan kerja diatas, maka penting untuk
mengetahui gambaran pelaksanaan penanggulangan tanggap darurat medik terhadap
kecelakaan kerja, sehingga dapat terus menekan angka kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja.
1.2 Rumusan Masalah
Di dalam industri yang memproduksi karet remah sebagai bahan olahan karet
yang diproses melalui tahapan peremahan dengan membutuhkan banyak tenaga kerja,
maka akan banyak potensi bahaya yang ada di tempat kerja dan memiliki faktor risiko
yang besar untuk terjadi nya kecelakaan kerja. Sehingga, ada pekerja yang mengalami
kecelakaan di tempat kerja yang harus segera di tanggapi secara medik.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan penelitian yang timbul
adalah “Apakah Potensi bahaya yang menyebabkan kecelakaan kerja serta
5
bagaimanakah gambaran penerapan penanggulangan tanggap darurat medik terhadap
kecelakaan kerja di PT. SR Palembang ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan penanggulangan medik tanggap
darurat terhadap risiko kecelakaan kerja di klinik PT. SR tahun 2013.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diperolehnya informasi tentang gambaran organisasi dari program
penanggulangan tanggap darurat medik di PT. SR Palembang.
2. Diperolehnya informasi tentang lokasi klinik perusahaan di PT. SR
Palembang.
3. Diperolehnya informasi tentang pelaksanaan pelatihan terhadap pekerja
untuk mengatasi keadaan tanggap darurat.
4. Diperolehnya informasi tentang gambaran tentang program promotif,
preventif, rehabilitatif, serta rujukan terhadap kecelakaan kerja di PT. SR
Palembang.
5. Diperolehnya informasi tentang gambaran SDM pada program perecanaan
penanggulangan tanggap darurat medik pada kecelakaan kerja di PT. SR
Palembang.
6. Diperolehnya informasi tentang gambaran persediaan alat untuk
menangani kecelakaan kerja di PT. SR Palembang.
6
7. Diperolehnya informasi tentang gambaran persediaan obat atau P3K
terhadap korban kecelakaan kerja di PT. SR Palembang.
8. Diperolehnya informasi tentang gambaran persediaan ruang klinik untuk
menangani penanggulangan tanggap darurat di PT. SR Palembang.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
Sebagai bahan pustaka dan tambahan pengalaman yang sangat berharga bagi
peneliti dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan wawasan keilmuan serta
sebagai bahan masukan untuk penelitian yang akan datang.
1.5.2 Bagi STIK Bina Husada
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pemberdayaan perpustakaan,
agar dapat berguna bagi mahasiswa dan menambah ilmu pengetahuan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkembangan Karet Dunia
Seiring dengan keinginan manusia menggunakan barang yang bersifat tahan
dari pecah dan elastis maka kebutuhan akan karet saat ini akan terus berkembang dan
meningkat sejalan dengan pertumbuhan industri otomotif, kebutuhan rumah sakit,
alat kesehatan dan keperluan rumah tangga dan sebagainya. Diperkirakan untuk masa
yang akan datang kebutuhan akan karet akan terus meningkat. Tentu hal ini akan
menjadi peluang yang baik bagi Indonesia mengekspor karet dan hasil olahan industri
karet yangada di Indonesia ke negara‐negara lainnya. Dengan memperhatikan adanya
peningkatan permintaan akan bahan karet alami di negara‐negara industri terhadap
komoditi karet dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatkan persediaan
akan karet alami dan industri produksi karet merupakan langkah yang bagus untuk
dilaksanakan. Guna mendukung hal ini semua, perlu diperhatikan perkembangan
perkebunan karet, industri hilir guna memberi nilai tambah dari hasil industri hulu. (
Departemen Perindustrian, 2007 )
8
2.2 Industri Pengolahan Karet di Indonesia
2.2.1 Wilayah Potensi (Industri Pengolahan Karet)
Klaster industri pengolahan karet yang dikembangkan pada saat ini telah
dilakukan identifikasi permasalahan dalam pengembangan industri barang‐barang
karet di daerah dengan melibatkan stakeholder di daerah melalui pembentukan
kelompok kerja. Dari hasil kelompok kerja industri pengolahan karet di daerah telah
di petakan dan diinventarisasi di beberapa wilayah potensi perkebunan karet serta
industri pengolahan karet hilir. Sementara itu di berbagai daerah telah diberi bantuan
peralatan industri komponen yang diharapkan akan dapat medorong tumbuhnya
industri sejenis dan industri hilir barang‐barang karet. Sejumlah lokasi di Indonesia
memiliki keadaan lahan yang cocok untuk penanaman karet, sebagian besar berada di
wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat
mencapai lebih dari 3.2 juta ha yangtersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7%
perkebunan besar negara serta 8% perkebunan besar milik swasta. Produksi karet
secara nasional pada tahun 2005 mencapai 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa
ditingkatkan lagi dengan melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan‐lahan
pertanian milik petani serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk
perkebunan karet ( Departemen Perindustrian, 2007 )
9
2.2.2 Jenis-jenis karet Alam
Ada beberapa macam karet alam yang kita kenal, diantaranya merupakan
bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet
yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.
Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah;
1. Bahan olah karet
Bahan olah karet adalah lateks kebun serta gumpulan lateks kebun yang
diperolah dari pohon karet Hevea brasiliensis. Beberapa kalangan menyebut bahan
olah karet bukan produksi perkebunan dasar, melainkan merupakan bokar (bahan
olah karet rakyat) karena biasanya diperoleh dari petani yang mengusahakan kebun
karet.
2. Karet alam konvensional
Ada beberapa macam karet olahan yang digolongkan karet alam
konvensional. Jenis itu pada dasarnya hanya terdiri golongan karet sheet dan crepe.
Menurut buku Green book yang dikeluarkan oleh Internasional Rubben Quality and
PackingConference (IRQOPC), karet alam konvensional termasuk beberapa
golongan mutu. Daftar yang dibuat Green Book ini merupakan pedoman pokok para
produsen karet alam konvensional diseluruh dunia.
3. Lateks pekat
Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak berbentuk
cairan pekat. Tidak barbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang
10
dijual dipasaran ada yang dibuat melalui proses pendidihan atau centrifuged lateks.
Biasanya Lateks pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan karet yang
tipis dan bermutu tinggi.
4. Karet bongkah atau block rubber
Karet bongkah adalah karet remah yang telah di keringkan dan dikilang
menjadi bendela-bendela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet bongkah ada
yang berwarna muda dan setiap kelasnya mempunyai kode warna tersendiri. Warna
putih disebabkan pemakaian natrium bisulfit secara berlebihan, warna kelabu
disebabkan air yang digunakan dalam proses mengandung kadar besi yang tinggi,
warna abu-abu tua disebabkan bisulfit yang digunakan terlalu sedikit, warna kuning
karena lateks berasal dari pohon sadapan yang jenisnya memang kuning atau suhu
pengeringan yang terlalu tinggi atau pengeringan terlalu lama.
5. Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber
Karet spesifikasi teknis adalah karet alam yang dibuat khusus sehingga
terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu juga didasarkan sifat-sifat teknis. Warna
atau penilaian visual yang menjadi dasar penentuan golongan mutu pada jenis karet
sheet, crepe, maupun lateks pekat tidak berlaku untuk jenis yang satu ini.
6. Karet Tyre Rubber
Tyre rubber adalah bentuk lain dari karet alam yang dihasilkan sebagai bahan
setengah jadi sehingga bisa langsung dipakai oleh konsumen, baik untuk pembuatan
ban atau barang yang menggunakan bahan baku karet alam lainnya. Tyre Rubber
11
sudah dibuat di Malaysia sejak tahun 1972. Pembuatannya dimaksudkan untuk
meningkat daya saing karet alam terhadap karet sintesis.
6. Karet Reklim atau Reclaimed Rubber
Karet reklim adalah karet yang diolah kembali dari barang-barang karet bekas,
terutama bahan ban-ban mobil bekas dan bekas ban-ban berjalan. Karenanya, boleh
dibilang karet reklim adalah suatu hasil pengolahan scrap yang sudah divulkanisir
(Penebar Swadaya 2004).
2.2.3 Proses Pengolahan Karet
Penerimaan Lateks Kebun Tahap awal dalam pengolahan karet adalah
penerimaan lateks kebun dari pohon karet yang telah disadap. Lateks pada mangkuk
sadap dikumpulkan dalam suatu tempat kemudian disaring untuk memisahkan
kotoran serta bagian lateks yang telah mengalami prakoagulasi. Setelah proses
penerimaan selesai, lateks kemudian dialirkan ke dalam bak koagulasi untuk proses
pengenceran dengan air yang bertujuan untuk menyeragamkan Kadar Karet Kering.
1. Pengenceran
Tujuan pengenceran adalah untuk memudahkan penyaringan kotoran serta
menyeragamkan kadar karet kering sehingga cara pengolahan dan mutunya dapat
dijaga tetap. Pengenceran dapat dilakukan dengan penambahan air yang bersih dan
tidak mengandung unsur logam, pH air antara 5.8-8.0, kesadahan air maks. 6 serta
kadar bikarbonat tidak melebihi 0.03 %. Pengenceran dilakukan hingga KKK
mencapai 12-15 %. Lateks dari tangki penerimaan dialirkan melalui talang dengan
terlebih dahulu disaring menggunakan saringan aluminium Pedoman Teknis
12
Pengolahan Karet Sit Yang Diasap (Ribbed Smoked Sit). Lateks yang telah
dibekukan dalam bentuk lembaran-lembaran (koagulum).
2. Pembekuan
Pembekuan lateks dilakukan di dalam bak koagulasi dengan menambahkan
zat koagulan yang bersifat asam. Pada umunya digunakan larutan asam format/asam
semut atau asam asetat /asam cuka dengan konsentrasi 1-2% ke dalam lateks dengan
dosis 4 ml/kg karet kering Dasar Pengolahan Karet. Jumlah tersebut dapat diperbesar
jika di dalam lateks telah ditambahkan zat antikoagulan sebelumnya. Penggunaan
asam semut didasarkan pada kemampuannya yang cukup baik dalam menurunkan
pH lateks serta harga yang cukup terjangkau bagi petani karet dibandingkan bahan
koagulan asam lainnya. Tujuan dari penambahan asam adalah untuk menurunkan pH
lateks pada titik isoelektriknya sehingga lateks akan membeku atau berkoagulasi,
yaitu pada pH antara 4.5-4.7. Asam dalam hal ini ion H+ akan bereaksi dengan ion
OH- pada protein dan senyawa lainnya untuk menetralkan muatan listrik sehingga
terjadi koagulasi pada lateks. Penambahan larutan asam diikuti dengan pengadukan
agar tercampur ke dalam lateks secara merata serta membantu mempercepat proses
pembekuan. Pengadukan dilakukan dengan 6-10 kali maju dan mundur secara
perlahan untuk mencegah terbentuknya gelembung udara yang dapat mempegaruhi
mutu sit yang dihasilkan. Kecepatan penggumpalan dapat diatur dengan mengubah
perbandingan lateks, air dan asam sehingga diperoleh hasil bekuan atau disebut juga
koagulum yang bersih dan kuat. Lateks akan membeku setelah 40 menit. Proses
13
selanjutnya ialah pemasangan plat penyekat yang berfungsi untuk membentuk
koagulum dalam lembaran yang seragam.
3. Proses penggilingan koagulum menjadi lembaran sit
a. Penggilingan
Penggilingan dilakuan setelah proses pembekuan selesai. Hasil bekuan atau
koagulum digiling untuk mengeluarkan kandungan air, mengeluarkan sebagian
serum, membilas, membentuk lembaran tipis dan memberi garis pada lembaran.
Untuk memperoleh lembaran sit, koagulum digiling dengan beberapa gilingan rol
licin, rol belimbing dan rol motif (batik). Setelah digiling, sit dicuci kembali dengan
air bersih untuk menghindari permukaan yang berlemak akibat penggunaan bahan
kimia, membersihkan kotoran yang masih melekat serta menghindari agar sit tidak
menjadi lengket saat penirisan. Koagulum yang telah digiling kemudian ditiriskan
diruang terbuka dan terlindung dari sinar matahari selama 1-2 jam. Tujuan penirisan
adalah untuk mengurangi kandungan air di dalam lembaran sit sebelum proses
pengasapan. Penirisan tidak boleh terlalu lama untuk menghindari terjadinya cacat
pada sit yang dihasilkan, misalnya timbul warna yang seperti karat akibat teroksidasi.
Penirisan dilakukan pada tempat teduh dan terlindung dari sinar matahari.
b. Proses pengasapan karet sit asap dalam kamar asap
Sortasi
Sit yang telah matang dari kamar asap diturunkan kemudian ditimbang dan
dicatat dalam arsip produksi. Proses sortasi dilakukan secara visual berdasrkan warna,
14
kotoran, gelembung udara, jamur dan kehalusan gilingan yang mengacu pada
standard yang terdapat pada SNI 06-0001-1987. Secara umum sit diklasifikasikan
dalam mutu RSS 1, RSS 2, RSS 3, RSS 4, RSS 5 dan Cutting. Cutting merupakan
potongan dari lembaran yang terlihat masih mentah, atau terdapat gelembung udara
hanya pada sebagian kecil, sehingga dapat digunting
Proses sortasi
1. Pengujian Barang Karet
Untuk mendapatkan barang karet dengan mutu yang baik, perlu dilakukan
analisis karet beserta bahan kimia yang digunakan sebagai addiftiv dalam
pembuatan kompon karet, baik terhadap barang karet yang belum divulkanisasi
maupun yang sudah divulkanisasi. Analisis barang karet dapat dilakukan berupa
pengujian sifat fisika dan analisis kimia, analisis kimia yang dilkukan meliputi
analisis jenis bahan dan analisis jumlah setiap bahan yang terdapat dalam barang
karet. Sedangkan analisis fisika meliputi uji ketebalan, kuat tarik, kekerasan,
perpanjangan putus, ketahanan sobek, bobot jenis, ketahanan kikis, ketahanan
retak lentur dan organoleptis. Analisis jenis bahan yang digunakan bertujuan untuk
memberikan informasi mengenai jenis karet, bahan pelunak, bahan pengisi, bahan
pencepat, antioksidan dan bahan kimia karet lainnya. Analisis jumlah memberikan
informasi tentang komposisi bahan utama penyusun barang karet yaitu karet, serta
bahan pelunak, karbon black, abu dan ekstrak acetone.
15
Gambar 2.1
Proses Produksi 1
Lateks segar dari kebun
Saringan
Bak Pencampur ( penetapan kadar karet kering )
Bak Pengencer ( diencerkan dengan air kurang lebih 15 % )
Saringan
Bak Koagulasi ( penambahan bahan koagulasi, pembekuan selama 3-4 jam
Lembaran sheet direndam lalu dicuci hingga bersih
Gilingan sheet
Digantung
Rumah pengasapan ( diasap sekitar 5 hari suhu 50-60° C
)
Sortasi ( pemeriksaan mutu sheet, pemisahan menurut
mutu )
Pembuatan bandela
16
Sumber : Riliandi, Heru , 2013
2.2.4 Jenis Kecelakaan
Tabel 2.2
Jenis Kecelakaan Kerja Di Pabrik Karet
Petrokimia(minyak dan produksi
batu bara, produksi karet, produksi
karet, produksi plastik).
1. terjepit, terlindas.
2. teriris, terpotong, tergores.
3. jatuh terpeleset.
4. tindakan yang tidak benar.
5. tertabrak.
6. terkena benturan keras.
Elektronik (manufaktur). 1. teriris, terpotong.
2. terlindas, tertabrak.
3. berkontak dengan bahan kimia.
4. kebocoran gas.
5. Menurunnya daya pendengaran,
daya
penglihatan.
Produksi alat transportasi bidang
reparasi.
1. terjepit, terlindas.
2. tertusuk, terpotong, tergores.
Pengepakan
17
3. terkena ledakan.
Sumber : IOSH, K3 Tenaga Kerja Asing Bidang Petrokimia
2.3 Definisi Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan atau disengaja
atau direncanakan atau diinginkan yang berkaitan dengan hubungan kerja yakni
sebagai akibat pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan yang termasuk
dalam perjalanan menuju atau pulang dari tempat yang mengacaukan proses yang
telah diatur dari suatu aktivitas. ( Ridley, 2004 dalam Andriadi, 2013 )
Menurut UU No. 3 ( 1993 ) , Jaminan Sosial Tenaga Kerja disebutkan bahwa
yang dimaksud dengan kecelakaan kerja termasuk penyakit yang timbul karena
hubungan kerja, demikian pula dengan kecelakaan kerja yang terjadi selama dalam
perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui
jalan biasa / wajar dilalui. Sedangkan kejadian kecelakaan adalah terjadi secara tiba-
tiba yang tidak bisa diduga sebelumnya, diluar kekuasaan manusia dan tidak ada
unsur kesengajaan oleh yang bersangkutan dan datangnya dari luar tubuh.
Kecelakaan kerja umumnya diakibatkan oleh berbagai faktor ( penyebab ).
Teori tentang penyebab terjadinya kecelakaan kerja antara lain :
1. Teori kebetulan murni ( Pure chance theory )
18
Kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan, sehingga tidak ada pola yang
jelas dalam rangkaian peristiwa.
2. Teori kecenderngan belaka ( Accident prone theory )
Pada pekerja tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan karena sifat –sifat
pribadinya yang memang cenderung untuk mengalami kecelakaan.
3. Teori tiga faktor utama ( Three main factors theory )
Penyebab kecelakaan adalah factor peralatan, lingkungan dan manusia /
pekerja itu sendiri.
4. Teori dua faktor utama ( Two main factors theory )
Kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya ( unsafe conditions ) dan
tindakan berbahaya ( unsafe actions ) .
5. Teori faktor manusia ( Human factor theory )
Menekankan bahwa pada akhirnya semua kecelakaan kerja, baik langsung
maupun tidak langsung disebabkan oleh kesalahan manusia.
Pada Kurniawan 2012, ada 2 faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja, yaitu :
1. Lembaga Pengawasan
a. Perusahaan / industri tidak memilki nilai standar.
b. Satndar program tidak sesuai kondisi atau kegiatan.
c. Tidak dilakukan inspeksi secara intensif dan rutin.
2. Sebab Dasar ( Sebab tidak langsung )
1. Faktor manusia
19
a. Keterbatasan fisik mental.
Kapasitas individu pekerja yang tidak sesuai dengan beban kerja,
sedangkan mental ialah stress, trauma, neurosis, psikososis.
b. Kurangnya keahlian / skill, kemampuan dan pengetahuan.
Pekerja agar bekerja produktif harus mengetahui atau bisa melakukan
apa yang dikerjakan, sehingga mendapatkan keterampilan dan
kompetensi.
c. Kurangnya atau rendahnya motivasi, bekerja tanpa wewenang.
Agar produktivitas maka harus mempunyai motivasi yang tinggi dan
semangat kerja yang tinggi.
d. Kecelakaan tidak aman / melebihi batas yang ditentukan.
Hal ini dikarenakan kondisi di lingkungan kerja yang tidak aman,
seperti lantai yang licin, penerangan yang kurang memadai dan bising.
e. Menyingkirkan alat pengaman.
Alat pelindung diri untuk menjaga keamanan pekerja, oleh karena itu
harus menggunakan APD.
f. Bekerja sambil bercanda atau kurang senang dengan pekerjaan.
Ini merupakan faktor human error atau kesalahan, kecerobohan dari
pekerja itu sendiri yaitu pekerja tidak focus pada pekerjaan yang
dikerjakan.
g. Memakai alat yang tidak memadai, misalnya alat yang rusak.
20
Penggunaan alat pelindung diri haruslah sesuai standar yang telah
ditetapkan , bila tidak memenuhi standar maka ia akan dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja.
h. Kurang harmonis dengan atasan / teman sejawat/ bawahan.
Keharmonisan merupakan faktor psikososial kerja yang dapat
menciptakan suasana lingkungan kerja yang kondusif. Bila hubungan
antar pegawai tidak harmonis akan dapat mengakibatkan kecelakaan
kerja.
2. Faktor peralatan
Peralatan yang digunakan dalam industri biasanya bermacam-macam ada
yang runcing, berputar, bergerak, elastis. Peralatan yang dimaksud
termasuk peralatan yang disebut small tools dan peralatan besar yang
dipergunakan untuk menunjang pekerjaan, seperti : alat angkut, alat
angkat, dll.
3. Faktor lingkungan
Dalam praktisi keselamatan dan kesehatan kerja, faktor lingkungan kerja
merupakan aspek yang perlu mendapat perhatian. Lingkungan tempat
kerja industri terhadap hazard fisik berupa bidang, getaran mekanik, suhu
ruang terbatas. Pekerja yang bekerja ditempat seperti ini harus dibekali
dengan pengetahuan bagaimana cara menghindari atau memproduksi diri
21
agar tidak terpengaruh oleh hazard tersebut. Faktor lain dilingkungan
yang sering dijumpai yang juga dianggap penyebab kecelakaan adalah :
a. Pengawasan yang tidak memadai.
b. Desain yang tidak memadai.
2.3.1 Faktor Kecelakaan Kerja
Tabel 2.3
Faktor Kecelakaan Kerja di Pabrik Karet
Faktor Risiko Perencanaan
Tanggap Darurat
Individu ,yaitu berasal
dari pekerja.
Dipengaruhi oleh umur,
jenis kelamin,
pengetahuan.
Terjadi karena human
errors, misalnya : jatuh,
terpeleset, terbentur.
Penyediaan tim tanggao
darurat,penyedian isi
kotak P3K.
Beban Kerja , berasal
dari peralatan yang
dipakai oleh para
pekerja.
Risiko apabila beban
kerja tidak sesuai
dengan pekerja ialah
tidak ergonomis,
misalnya : MSDS.
Pembuatan kebijakan
dari organisasi tentang
pemakaian beban kerja
yang harus sesuai
dengan kondisi pekerja.
Lingkungan, berasal dari
udara, suhu, bakteri,
virus dll.
Risiko nya mengganggu
system pernafasan,
merusak kulit,
menyebabkan penyakit
yang disebabkan oleh
bakteri dan virus
Pemeriksaan kesehatan
yang dilakukan oleh
dokter dan perawat di
lokasi tempat kerja.
22
Sumber : Andriadi, 2013
2.4 Pengertian Tanggap Darurat
Tanggap darurat adalah suatu sikap untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, yang akan menimbulkan kerugian baik fisik,
material maupun mental spiritual. Penanggulangan keadaan darurat adalah upaya atau
tindakan yang dilakukan untuk mengatasi keadaan yang akan menimbulkan kerugian,
agar situasi atau keadaan yang tidak dikehendaki tersebut dapat segera diatasi atau
dinormalisasi dan kerugian seminimal mungkin. ( Anisyah, 2013 ).
Keadaan darurat adalah berubahnya suatu kegiatan atau keadaan atau situasi
yang semula normal menjadi tidak normal sebagai akibat dari suatu peristiwa atau
kejadian yang tidak diduga atau tidak dikehendaki.
2.4.1 Pengertian Kegawatdaruratan
Kegawatdaruratan merupakan suatu kejadian yang dapat menimbulkan
kematian atau luka serius bagi pekerja, pengunjung ataupun masyarakat atau dapat
menutup kegiatan usaha, mengganggu operasi, menyebabkan kerusakan fisik
lingkungan ataupun mengancam financial dan citra RS. ( Anisyah, 2013).
2.5 Pengertian Penanggulangan Medik Gawat Darurat
misalnya TBC.
23
Program penanggulangan penderita gawat darurat ialah dimaksudkan agar
tercapainya suatu pelayanan yang optimal , terarah , dan terpadu bagi setiap tenaga
kerja yang mengalami keadaan darurat akibat musibah berupa kecelakaan atau
penyakit yang diderita secara mendadak. ( Malaka T , 2013 )
Dalam penanggulangan gawat darurat maka peran pertama yang dilakukan
ialah salah satunya ialah pertolongan pertama. Pertolongan pertama adalah bantuan
atau tindakan awal yang diberikan kepada korban cidera maupun penyakit mendadak
sebelum datangnya bantuan ambulan, dokter atau petugas terkait lain jadi tidak
merupakan suatu tindakan yang menjadi akhir penanganan terhadap korban maupun
pasien yang mengalami gangguan fisik yang mendadak dan gawat. Namun pada
kasus tertentu tindakan pertolongan pertama dapat mengakhiri dengan baik keluhan
akibat suatu cidera atau gangguan yang mendadak dan gawat. Pada pertolongan
pertama pada kecelakaan ini ialah beberapa pekerja harus dilatih secara berkala
mengenai pertolongan pertama akibat kecelakaan, dan tersedianya alat CPR, tandu,
infus.
Pedoman pelaksanaan pertolongan pertama membahas mengenai dasar
pengertian pertolongan pertama, maksud dan tujuannya, prinsip-prinsip pertolongan
pertama serta peralatan pertolongan pertama mengenal gangguan bersifat umum dan
gangguan bersifat lokal serta gangguan yang bersifat khusus. Mengenal cara
pengkajian terhadap gejala dan tanda-tanda kelainan serta petunjuk mengenai cara-
cara pertolongan dalam keadaan darurat guna menyelamatkan jiwa raga sikorban /
24
pasien. Pelaksanaan sistem rujukan dan evakuasi korban atau pasien pasca
pertolongan pertama.
Secara umum tujuan pertolongan pertama adalah mencegah terjadinya
kematian korban dan pencegahan proses lanjut kelainan organ tubuh. Tujuan
pertolongan pertama dapat dirinci sebagai berikut :
- Mempertahankan penderita agar tetap hidup
Tujuan utama penanggulangan medik ialah untuk pertolongan pertama pada
korban kecelakaan kerja agar bisa tetap hidup.
- Membuat keadaan korban / penderita tetap stabil.
Pertolongan selanjutnya ialah dengan tujuan agar korban bisa tetap stabil
sampai pada pertolongan untuk mengobatinya .
- Mengurangi rasa nyeri, ketidak nyamanan dan rasa cemas korban.
Pengobatan termasuk penerapan tanggap darurat medik dengan tujuan
mengurangi rasa sakit korban.
- Meminimalisasi derajat kecacatan.
Kecelakaan kerja sangat dekat dengan kecacatan, oleh karena itu
penanggulangan medic ini bisa meminimalisasi agar korban terhindar dari
kecacatan.
- Memantau proses penyembuhan.
Pada masa penyembuhan juga merupakan tanggung jawab dari program
penanggulangan medik.
25
2.5.1 Target
2.5.1.1 Tanggap Darurat ( Emergency Response Plan )
Dalam rencana tanggap darurat ada beberapa target yang harus dicapai ,
diantaranya ialah:
a. Memastikan adanya suatu organnisasi keadaan darurat yang lengkap
dengan semua sasarannya,
b. Mengidentifikasi tindakan – tindakan yang diperlukan atau dilakukan
untuk memeperkecil kemungkinan terjadinya suatu kejadian,
c. Sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan Top Manajemen.
2.5.1.2 Penanggulangan Medik Gawat Darurat ( Medical Emergency Response
Plan)
Pada Medical Emergency Response Plan ada 3 target yang harus dicapai (
Malaka, 2013 ) , yaitu :
1. Pada waktu 5 menit pertama : basic life support atau bantuan dasar untuk
hidup yaitu melalui bantuan jalan nya nafas ( airway equipment ) : yaitu
diantaranya :
a. LSP / OXYVIVA
b. AMBU BAG
c. Oxgyen Administration Devices
26
d. Oropharigeal airway
2. Pada waktu 10 menit setelahnya : advance life support yaitu bantuan
pendukung setelah jalannya nafas, yaitu peralatan untuk memantau (
monitoring equipment ) .
a. Defibrilators
b. Pulse oxymeter
3. Pada waktu 30 menit kemudian : pasien yang telah menjalani 2 proses diatas
harus ditransfer atau dirujuk ke tempat yang lebih memadai atau rumah sakit.
Kriteria Rumah Sakit rujukan ( American Heart Association ) :
a. Kemampuan petugas medik yang memadai.
b. Ketersediaan dan kehadiran yang cepat dari dokter spesialis.
c. Paramedik yang spesialistik.
d. Life support equipment ( Alat pertolongan pertama).
e. Kab dan X-ray 24 jam
f. Pelayanan spesialistik : CT scan, ICU ( Internal Care Unit ) ,
g. Sanitasi dan hygiene yang baik.
h. Kemudahan admistratif.
2.5.2 Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Titik berat system pada dua sasaran :
1. Peningkatan kemampuan pelayanan gawat darurat .
2. Peningkatan fungsi bagian terkait.
27
Sebelum kita mengetahui apakah bahaya tersebut termasuk peristiwa gawat
darurat maka harus memenuhi kriteria :
1. Pasien Gawat Darurat.
Pasien yang tiba –tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya ( akan menjadi cacat ) bila
tidak mendapat pertolongan secepatnya.
2. Gawat Tidak Darurat.
Pasien berada dalam keadaan gawat tapi tidak memerlukan tindakan
darurat, misalnya : kanker stadium lanjut.
3. Darurat Tidak Gawat.
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba tapi tidak mengancam nyawa
dan anggota badannya, misalnya : luka sayat dangkal.
2.5.3 Prinsip Dasar Menangani Keadaan Darurat Di Perusahaan
a. Kemungkinan akan timbulnya keadaan darurat adalah minim.
b. Setiap orang dilokasi dapat diberi tahu ada keadaan darurat.
c. Setiap orang yang bekerja di lokasi (termasuk para kontraktor yang
mungkin hanya bekerja beberapa jam saja), mengetahui tanda-tanda
keadaan darurat dan apa yang harus dilakukannya.
28
d. Seseorang yang telah terlatih untuk melakukan tindakan-tindakan dalam
keadaan darurat, harus selalu berada dilokasi bila pekerjaan sedang
berlangsung.
e. Rencana menghubungi instansi-instansi darurat. Memberitahukan dinas
pemadam kebakaran tentang pekerjaan-pekerjaan yang berada didalam
terowongan bila ada, didalam ruang tertutup atau ketinggian diatas 18
meter (diatas ketinggian ini mungkin diperlukan peralatan penyelamatan
khusus), dan ditempat-tempat lainnya dimana mungkin diperlukan
peralatan penyelamatan khusus.
f. Tersedia jalur khusus menuju lokasi untuk regu darurat dan jalur tersebut
tidak terhalang oleh peralatan atau bahan-bahan bangunan lainnya.
g. Tersedia prosedur penanganan korban yang cedera.
h. Jalur penyelamatan harus tersedia, bebas dari hambatan, dan cukup
terang. Bila perlu, (misalnya lokasi setiap waktu tidak cukup menerima
penerangan matahari saat pekerja sedang bekerja), disediakan
penerangan yang secara otomatis menyala dalam keadaan darurat.
2.5.4 Keberhasilan Pertolongan Pertama Gawat Darurat
Pertolongan pertama gawat darurat dikatakan berhasil, sesuai dengan tolak
ukur yang ditentukan :
29
1. Kecepatan menemukan penderita gawat darurat.
Keberhasilan tim program pertolongan pertama gawat darurat ialah
cepatnya tim menemukan korban yang mengalami gawat darurat.
2. Kecepatan mencari pertolongan.
Setelah menemukan penderita gawat darurat maka hendaknya cepat
mencari atau member pertolongan pertama pada korban.
3. Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan :
a. Di tempat kejadian.
b. Dalam perjalanan ke klinik / rumah sakit.
c. Pertolongan selanjutnya secara memadai di klinik / rumah sakit.
2.5.5 Evakuasi medik
Evakuasi medik dilakukan bila ada kecelakaan yang mungkin dapat
menimbulkan hilangnya anggota tubuh atau nyawa serta bila ada karyawan yang
mengalami penyakit mendadak. Kecelakaan dapat dibagi menjadi kecelakaan
tunggal dan kecelakaan massal. Dalam hal kecelakaan tunggal, manajemen evakuasi
tidak masalah, tetapi pada kecelakaan massal, manajemen evakuasi akan menjadi
rumit. Pada setiap lokasi operating procedure ( SOP ), dimana tugas semua pejabat
sudah dicantumkan pada setiap keadaan darurat. Pada SOP ini tidak dibedakan
antara kecelakaan tunggal atau kecelakaan massal.
30
Pada setiap anjungan produksi ditugaskan seorang perawat ( medik ). Di
setiap bidang ditugaskan seorang dokter. Pada saat keadaan gawat darurat perawat /
dokter melakukan kontak dengan dokter koordinator. Jika disepakati untuk
melakukan evakuasi, dokter koordinator akan meminta transportasi kepada
superintendent.
Jika terjadi kecelakaan massal dimana tidak ada keseimbangan antara dokter /
perawat dan korban harus di triage. ( Malaka T , 1994 )
Triase ( triage ) ialah proses sortasi para korban dan menggolongkan dalam
prioritas penanganan. Tujuan pokok nya ialah :
1. Memberikan yang terbaik buat sebanyak mungkin korban,
2. Stabilisasi penderita sebelum datangnya bala bantuan yang lebih besar.
Tabel 2.4
Kategori Keadaan Darurat
Kategori Triage
Label
Status Pertolongan Tingkat
kelangsungan
hidup
Merah Prioritas
1
Kritis Segera 15
Kuning Prioritas
2
Serius Mendesak 35
Hijau Prioritas
3
Kecil Lambat 95
Putih Prioritas
4
Biasa saja Tidak ada < 5
Hitam Prioritas
5
Meninggal Tidak ad N / A
Sumber : Malaka T, 2013
31
2.5.6 Penanggulangan Kondisi Darurat.
2.5.6.1 Persyaratan OHSAS 18001.
1. Persiapan dan tanggap darurat.
Organisasi harus menetapkan dan memlihara perencanaan dan prosedur
untuk mengidentifikasi potensi terjadinya insiden dan situasi darurat dan cara
meresponnya dan untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan dan
kecelakaan yang mungkin terkait dengan keadaan tersebut.
2. Persyaratan PERMENAKER 05 / Men / 1996.
a. Prosedur menghadapi keadaan darurat atau bencana.
Perusahaan harus memiliki prosedur untuk menghadapi keadaan
darurat atau bencana, yang diuji secara berkala untuk mengetahui keandalan
pada saat kejadian yang sebenarnya.
b. Prosedur menghadapi insiden
Untuk mengurangi pengaruh yang mungkin timbul akibat insiden,
perusahaan harus memilki prosedur yang meliputi :
1. Penyediaan fasilitas P3K dengan jumlah yang cukup dan sesuai sampai
mendapatkan pertolongan medis,
2. Proses perawatan lanjutan.
32
2.5.6.2 Prosedur rencana pemulihan keadaaan darurat.
Perusahaan harus membuat prosedur rencana pemulihan keadaan darurat
untuk secara cepat mengembalikan pada kondisi normal dan membantu memulihkan
tenaga kerja yang mengalami trauma.
Tabel 2.5
Jumlah petugas P3K berdasarkan jumlah pekerja
Kategori risiko Jumlah tenaga kerja Petugas P3K
Risiko rendah
toko,kantor,
perpustakaan.
< 50 pekerja
Diantara 50 dn 200
pekerja
>200 pekerja
Orang yang ditunjuk
paling sedikit 1 ( satu
) orang. Minimal 1
orang untuk 200
pekerja.
Risiko menengah
teknik ringan, gudang
/ warehouse, proses
makanan.
< 20 pekerja
Diantara 20 dan 100
pekerja
> 100 pekerja
Orang yang ditunjuk
sedikit satu orang.
Sedikitnya satu
oaring untuk 100
pekerja.
Risiko tinggi
industri berat, industri
kimia.
< 5 pekerja
Diantara 5 dan 50
pekerja
> 50 pekerja
Orang yang ditunjuk
minimal satu orang.
Sedikitnya satu
orang untuk 50
pekerja.
Sedikitnya satu
orang petugas P3K
telah dilatih untuk
kondisi darurat.
Sumber : HSE ( First Aid ) dikutip dari buku Suardi, Rudi. 2007
33
Pada tabel diatas, dijelaskan bahwa terdapat beberapa kategori untuk
penyediaan P3K dengan melihat jumlah tenaga kerja dan kategori dari
kecelakaan tersebut, yang mana kategori tersebut terdiri dari risiko rendah,
risiko menengah dan risiko tinggi.
Tabel 2.6
Jumlah dan Jenis Kotak P3K
T
T
T
T
abel diatas menjelaskan tentang jumlah dan jenis kotak P3K yang akan disediakan
sesuai dengan jumlah tenaga kerja di tempat kerja tersebut. Semakin banyak jumlah
Jumlah
Naker
Tempat Kerja
dengan Sedikit
Kemungkinan
Terjadi
Kecelakaan
Tempat Kerja
dengan Ada
Kemungkinan
Terjadi
Kecelakaan
Tempat Kerja
dengann
Banyak
Kemungkinan
Terjadinya
Kecelakaan
0 s.d 25 Kotak P3K bentuk
I
Kotak P3k
bentuk I dan II
Kotak P3k
bentuk II
25 s.d 100 Kotak P3K bentuk
I
Kotak P3K
bentuk II
Kotak P3K
bentuk III
100 s.d 500 Kotak P3K bentuk
II
Kotak P3K
bentuk III
Kotak P3K
bentuk III +
kotak dokter
500 Kotak P3K bentuk
II
Setiap 500 naker
Kotak P3K
bentuk III +
kotak dokter
Setiap 500
naker + kotak
dokter
Kotak P3K
bentuk III
Setiap 500
naker + kotak
dokter
34
tenaga kerja di tempat kerja tersebut maka akan semakin besar peluang risiko
kecelakaan kerja, dan di butuhkan juga kotak P3K lengkap.
2.6 Organisasi
Untuk mengatasi keadaan darurat perlu ditunjuk pejabat sebagai kordinator
umum untuk memimpin seluruh operasi dan koordinator lapangan sebagai pemegang
komando ditempat kejadian. Organisasi keadaan darurat memerlukan suatu ruang
pusat komando yang aman dari ancaman bahaya, dilengkapi dengan peta areal pabrik
serta alat-alat komunikasi keseluruh bagian dan keunit-unit penanggulangan darurat.
Segera setelah mendengar atau pendapat laporan terjadi keadaan darurat, koordinator
umum harus segera menuju ruang komando untuk mengatur penanggulangan keadaan
serta menghubungi pos pelayanan dari luar baik dari pemerintah maupun dari industri
lainnya. Koordinator lapangan segera menuju lokasi dan mengambil alih pimpinan.
( Chisilia, 2010 )
2.6.1 Pelatihan
Organisasi hendaknya menetapkan dan memelihara prosedur untuk
mengetahui kebutuhan pelatihannya. Manajemen hendaknya menetapkan tingkat
pengalaman, kemampuan personil, terutama mereka yang melaksanakan fungsi
manajemen lingkungan yang khusus. Keberhasilan penanggulangan kejadian yang
sebenarnya sangat tergantung pada pelatihan tim. Anggota Tim Respon Gawat
Darurat harus dilatih tentang bagaimana menangani situasi-situasi yang berbeda.
35
Pelatihan tersebut meliputi:
a). Pelatihan P3K.
b). Pelatihan penanganan limbah berbahaya dan respon gawat darurat.
c). Pelatihan Praktek Tim Respon Gawat Darurat.
Keberhasilan penanggulangan kejadian yang sebenarnya sangat tergantung
pada pelatihan tim. Tim respon gawat darurat harus mandapat latihan praktek untuk
mempraktekan keterampilan yangmereka pelajari selama latihan. Latihan ini harus
dilakukan setiap 2 bulan sekali, dengan diskusi pada keberhasilan yang dicapai dan
masalah yang dijumpai. Latihan harus dilakukan sesuai jadwal bulanan dan sesekali
dilakukan secara mendadak. (Chisilia, 2010 )
36
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan ini bersifat deskriptif kualitatif yang ditujukan
untuk memberikan gambaran tentang pelaksanaan penanggulangan tanggap darurat
medik terhadap kejadian kecelakaan akibat kerja di PT SR Palembang .
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di PT. SR Palembang dari bulan Februari s.d
Maret 2014.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini yaitu seluruh tenaga kerja di pabrik karet PT. SR
Palembang Sumatera Selatan Tahun 2014.
3.3.2 Sampel
Pengambilan sampel penelitian ini dengan cara observasi lapangan diambil
secara purposife sampling dengan menunjuk yang sesuai dengan kriteria – kriteria
yang diinginkan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan di pabrik karet PT
SR Palembang, Sumatera Selatan dengan menemukan satu key informan yaitu
sumber informasi yang benar-benar mengetahui tentang penanggulangan tanggap
darurat di PT SR Palembang.
37
3.3.3 Informan Peneliti
Yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini adalah :
1. Pimpinan perusahaan di PT. SR Palembang, Sumatera Selatan.
2. Dokter Perusahaan di klinik PT. SR Palembang.
3. Tenaga kerja perusahaan yang menjadi bagian diproses produksi yang
berpeluang besar terjadinya kecelakaan di PT. SR Palembang. Cara
memilih tenaga kerja ialah dengan kriteria :
a. Inklusi yaitu kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap
anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel.
Yang mana kriteria tersebut ialah yang benar-benar mengetahui tentang
program tanggap darurat di PT. SR Palembang. Pengambilan sampel
inklusi ini di tanyakan kepada key informan.
38
Tabel 3.1
Sumber Informasi
No Informan Informasi yang diinginkan Keterangan
1. Pimpinan
Perusahaan
- Untuk mengetahui struktur
organisasi dari program
tanggap darurat medik.
Key
Informan
2. Dokter
Perusahaan
- Untuk mengetahui program
perencanaan tanggap
darurat dari promotif,
preventif.
- Untuk mengetahui
pengobatan dari tanggap
darurat, seperti tersedianya
obat P3K, ruangan untuk
korban kecelakaan, alat
medis dan non medis.
- Untuk mengetahui jumlah
SDM untuk tim tanggap
darurat dan pelatihan tim
tanggap darurat.
Key
Informan
3. Tenaga Kerja - Pengetahuan mengenai
SMK3 khusunya pada
program tanggap darurat
medik
- Pengaruh terhadap adanya
penerapan kebijakan K3
tentang tanggap gawar
darurat medik.
Informan
39
3.4 Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer di dapatkan dari hasil observasi dengan mengisi formulir
pemeriksaan medik gawat darurat di klinik dalam bentuk check list dan wawancara
langsung secara mendalam dengan informan dan dengan menggunakan alat perekam
tape recorder, alat pencatat dan foto. Sedangkan data sekunder diperoleh dari
dokumen terkait.
3.5 Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari kegiatan observasi dengan mengisi check list
formulir pemeriksaan penanggulangan medik gawat darurat pada klinik langsung
dicatat dan dilakukan penilaian sesuai petunjuk pengisian check list. Data berupa
pernyataan yang didapatkan dari informan di rekam dengan tape recorder dan dicatat
guna mendapakan gambaran penanggulangan medik gawat darurat pada pekerja yang
terjadi kebakaran di PT SR Palembang, Sumatera Selatan.
3.6 Analisa Data
Data dari hasil wawancara mendalam dalam bentuk rekaman dibuat transkrip
kemudian dipindahkan dalam bentuk matriks ringkasan wawancara yang
dikelompokkan sesuai dengan pertanyaan dan tujian penelitian serta di sajikan dalam
bentuk narasi dan interprestasi dari informan yang akan dibandingkan dan
40
dihubungkan dengan teori yang ada ( telaah dokumen ), data tersebut kemudian di
analisis secara manual. Sedangkan data observasi melalui pengisian check list
dilakukan penilaian sesuai dengan petunjuk yang ada dan dibuat kesimpulan yang
kemudian dengan teori – teori yang ada.
41
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association. 2004
Internal Medical Emergency Response Plan ( MERP ). University
Interschoastic League. (https://www.uiltexas.org/health/info ) diakses 13 Januari 2014
Andriadi,2013
Hubungan Pelaksanaan Keselamatan Kerja Dengan Kejadian Kecelakaan
Akibat Kerja di PT. SR Palembang.
Anisyah, 2013
Emergency Response Plan. Bahan Ajar STIK BINA HUSADA.
Ayu Sasi, Chisilia. 2010
Tinjauan Sistem Pertolongan Kecelakaan Kerja Dan Sistem Tanggap Darurat
Di PT. Krakatau Steel Cilegon – Banten. Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Departemen Kesehatan.2009
Pedoman Klinik di Tempat Kerja / Perusahaan. Direktorat Bina Kesehatan
Kerja, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Departemen Perindustrian, 2007
Gambaran Sekilas Industri Karet. Jurnal K3. ( online )
Kurniawan, A, 2012
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecelakaan Kerja di Pabrik
Karet R Palembang.
Malaka, Tan . 2013
Medical Emergency Response Plan. Bahan Ajar STIK BINA HUSADA
Malaka, Tan, 1994.
Kesehatan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja. Proceeding Seminar dan Muker I
Ikatan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia ( IDKI ).
Malaka, Tan. 1999
Aplikasi Manajemen dan Norma K3. Proceeding Seminar Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pada Munas III, Asosiasi Hiperkes dan Keselamatan Kerja
Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010
Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta
Rahmawati, Irma. 2012
Industri Karet dan Pengolahannya. Jurnal K3. ( online ) diakses tanggal 8
Januari 2014
Ridley, John, 2006
Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Edisi Ketiga. Erlangga : Jakarta
Riliandi, Heru. 2013
Analisis Faktor- Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja di PT. SR Palembang.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Husada. 2013
Panduan Penyusunan Skripsi : Program Studi Kesehatan Masyarakat
Palembang. STIK BIna Husada.
Suardi, Rudi. 2007
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PPM
Wa Ode,dkk. 2012
Faktor- faktor yang berhubungan dengan ketepatan waktu tanggap
penanganan kasus pada response time di Instalansi Gawat darurat Bedah dan
Non – Bedah di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo
Wijaya, M Harry. 2013
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kera Dalam
Upaya Meminimalkan Kecelakaan Kerja Di PT. XIP Muara Beliti Musi
Rawas Tahun 2013.
Yusmiyanti, 2008
Tinjauan Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
(https://www.google.com/search?q=jurnal+penerapan++K3+menurut+ILo&cl
ient=firefoxa&rls=org.mozilla:enUS:official&noj=1&ei=8Ym9UoPYHs3prQ
fhs4DYCQ&start=10&sa=N&biw=1024&bih=398 diakses 26 Desember
2013