pewarnaan alizarin red

21
PEWARNAAN ALIZARIN RED Oleh : Nama : Fajar Husen NIM : B1J013002 Rombongan : VII Kelompok : 1 Asisten : Kamilah Dwi Septiani LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

Upload: fajarbiologi13

Post on 16-Nov-2015

197 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

pewarnaan alizarin ikan

TRANSCRIPT

PEWARNAAN ALIZARIN RED

Oleh :Nama: Fajar HusenNIM: B1J013002Rombongan: VIIKelompok: 1Asisten: Kamilah Dwi Septiani

LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO2014I. PENDAHULUANA. Latar BelakangPewarnaan alizarin red merupakan suatu metode atau cara pewarnaan terhadap hewan dengan tujuan untuk mengetahui pembentukan tulang pada hewan atau mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio hewan. Tulang yang diwarnai oleh alizarin red akan berwarna merah tua, yang menandakan bahwa tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna merah tua terbentuk karena zat warna alizarin red yang diberikan terikat oleh ion-ion kalsium pada matriks tulang (Sudarwati, 1990).Tulang selalu terbentuk dalam kerangka jaringan penyambung (connective tissue) yang telah ada sebelumnya. Perbedaan-perbedaan dalam perkembangan terjadi karena dalam embrio beberapa dari tulang-tulang itu diendapkan dalam mesenkim yang belum terdiferensiasi (pembentukan tulang intra membran), sedangkan di bagian lain dari tubuh terjadi pembentukan tulang yang didahului oleh sistem tulang rawan penumpu yang sementara (pembentukan tulang endokondral) (Storer, 1978 dan Jessop, 1988).Proses penting pembentukan matriks tulang dan osifikasi (penulangan) adalah sama. Osifikasi bermembran terjadi dalam tulang-tulang tengkorak pipih dan klavikula (tulang selangka), sedangkan osifikasi endokondral bersifat khas untuk sebagian besar sisi kerangka tubuh. Perbedaan antara kedua proses itu terletak dalam kenyataan bahwa pada osifikasi endokondral, tiap spikula diendapkan sekeliling pecahan matriks tulang rawan yang telah mengapur, sedangkan pada spikula tulang intra membran tidak terdapat kerangka semacam itu (Yatim, 1983). Tulang membentuk rangka tubuh, yang fungsinya untuk menahan berat badan. Otot volunter (rangka) diinsersikan pada tulang melalui penyisipan tendon ke jaringan penyambung periosteum. Tulang panjang membentuk suatu sistem tuas yang meningkatkan kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi otot. Tulang melindungi sistem saraf pusat (yang terdapat di dalam tengkorak dan kanalis spinalis) dan sumsum tulang (Adnan, 2010).Matriks tulang mengandung unsur-unsur yang sama seperti jaringan-jaringan penyambung lainnya, serat-serat dan bahan dasar. Pengendapan matriks ini oleh osteoblast disebut osifikasi. Pengendapan garam-garam kalsium dalam matriks ini disebut kalsifikasi (pengapuran), suatu proses yang terjadi normal pada tulang tetapi dapat terjadi patologis dalam jaringan penyambung lain, seperti tulang rawan dan dinding pembuluh darah. Kalsifikasi belum terjadi dalam matriks tulang, daerah itu disebut osteoid (Connolly, 2010).Manfaat dari pewarnaan alizarin red adalah dapat mengetahui proses penting pembentukan matriks tulang dan osifikasi (penulangan). Osifikasi bermembran terjadi dalam tulang-tulang tengkorak pipih dan klavikula (tulang selangka), sedangkan osifikasi endokondral bersifat khas untuk sebagian besar sisi kerangka tubuh yang dapat teramati. Pewarnaan alizarin red juga dapat memberikan gambaran tentang perbedaan antara osifikasi endokondral dan osifikasi membran yang intinya bahwa pada osifikasi endokondral, tiap spikula diendapkan disekeliling pecahan matriks tulang rawan yang telah mengapur, sedangkan pada spikula tulang intra membran tidak terdapat kerangka semacam itu (Villee, 1988).Alasan menggunakan hewan uji yaitu ikan nilem (Osteochilus hasselti) karena ikan ini mudah didapat. Ikan nilem juga murah harganya dan dapat memberikan gambaran langsung serta mudah dalam proses pewarnaannya. Ikan nilem yang ukurannya tidak terlalu besar memudahkan serta mempercepat proses pewarnaan alizarin dan mengamati kalsifikasinya.B. TujuanTujuan dari praktikum pewarnaan alizarin red adalah mengerjakan suatu prosedur pewarnaan alizarin red dan menerangkan klasifikasi tulang pada embrio.

II. MATERI DAN METODE1. MateriBahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah preparat embrio ikan nilem (Osteochilus hasselti), larutan alkohol 96 %, larutan pewarna alizarin red, larutan penjernih A, B dan C, larutan KOH 1 %, larutan KOH 2 % dan aquades.Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah botol spesimen dan spuit injeksi tanpa jarum.1. Metode1. Preparat ikan disiapkan.1. Ikan dimasukan ke dalam gelas arloji, kemudian dituang larutan alkohol 96 % selama 12 jam.1. Diambil larutan alkohol dengan spuit injeksi tanpa jarum dengan hati-hati, kemudian diambil foto untuk ikan setelah diberi alkohol 96 %.1. Ikan yang dibersihkan dari sisa alkohol 96 % dengan dituangkan larutan aquades selama 10 menit kemudian diambil foto.1. Aquades diambil dengan spuit injeksi tanpa jarum, kemudian ikan dituang larutan KOH 1 % selama 3 jam, kemudian setelah 3 jam dibersihkan dan diambil foto.1. Ikan yang sudah dibersihkan dari KOH 1 % kemudian di beri larutan pewarna alizarin red selama 6 jam, dan setelah selesai dibersihkan dan di foto.1. Ikan yang sudah dibersihkan dari alizarin red kemudian diberi larutan KOH 2 % selam 15 menit, hal ini dilakukan karena masih ada bagian ikan yang belum terlihat transparan dan setelah selesai kemudian di foto.1. Ikan kemudian dibersihkan dengan larutan penjernih A selama 1 jam, kemudian di ikan di foto. Setelah diberi penjernih A, ikan kemudian diberi larutan penjernih B selama 1 jam, di foto setelah selesai dan diberi larutan penjernih C selama 1 jam, kemudian di foto setelah selesai.1. Setiap perlakuan 1 sampai 8 dicatat data dan waktu serta keterangan pada lembar pengamatan.

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil

Gambar 1. Ikan sebelum diperlakukan.Gambar 2. Ikan setelah diberi larutan Alkohol 96 %.

Gambar 4. Ikan setelah diberi larutan KOH 1 %.Gambar 3. Ikan setelah diberi larutan Aquades.

Gambar 6. Ikan setelah diberi larutan KOH 2 %Gambar 5. Ikan setelah diberi pewarna Alizarin Red.

Gambar 8. Ikan setelah diberi larutan penjernih B.Gambar 7. Ikan setelah diberi larutan penjernih A.

Gambar 9. Ikan setelah diberi larutan penjernih C.

Gambar 10. Skematis Tulang Ikan

Tabel 1. Data Pengamatan Tulang yang TerkalsifikasiNo.KelompokTulang yang Terkalsifikasi

1.10. Tengkorak

0. Rongga mata

0. Rongga Insang

0. Sirip dada

0. Sirip punggung

0. Sirip belakang

0. Sirip ekor

2.20. Tengkorak bagian anterior

0. Sirip dada

0. Sirip punggung

0. Sirip anal

0. Sirip ekor

0. Tulang belakang

3.31. Rongga insang

2. Tulang belakang

3. Sirip ekor

4.41. Rongga mata

2. Tengkorak

5.51. Tengkorak

2. Sirip dada

3. Sirip anal

4. Sirip punggung

5. Sirip perut

6. Sirip ekor

6.61. Sirip ekor

2. Sirip belakang

3. Tulang belakang

4. Tulang rusuk

5. Sirip punggung

6. Sirip dada

7. Rongga mata

B. PembahasanBerdasarkan praktikum yang dilakukan oleh tiap-tiap kelompok dalam prosedur pewarnaan alizarin red didapatkan data yang berbeda-beda dilihat dari preparat yang terwarnai tulangnya oleh pewarna alizarin red. Kelompok satu sampai dengan kelompok enam menggunakan preparat yang sama kemungkinan besar terjadi kesalahan dan berbedanya waktu masing-masing kelompok dalam menggunakan tiap larutan, yang menyebabkan perbedaan prosedur pewarnaan alizarin red sehingga hasil berbeda. Kelompok satu mendapatkan hasil di mana tulang tengkorak, rongga mata, rongga insang, sirip dada, sirip punggung, sirip belakang dan ekor terwarnai dengan baik. Hasil kelompok sata sama dengan hasil dari kelompok dua dan kelompok enam, perbedaannya hanya terletak pada sirip anal yang terwarnai pada kelompok dua, namun tidak terwarnai atau tampak pada kelompok satu dan kelompok enam, hal ini dikarenakan saat prosedur perlakuan dengan penambahan larutan KOH 1% sirip analnya rusak, sehingga tidak dapat diidentifikasi, namun pada kelompok enam terlihat tulang rusuk bagian dalam terwarnai dengan baik di mana pada semua kelompok tulang rusuk tidak terwarnai. Kelompok lain justru mendapatkan hasil yang sangat berbeda dari kelompok satu, dua dan enam, contohnya pada kelompok tiga yang medapatkan hasil di mana tulang yang terwarnai hanya berjumlah tiga saja yaitu rongga insang, tulang belakang dan sirip ekor, hal ini terjadi karena ada beberapa sirip dari ikan yang rusak sehingga tidak terwarnai atau sulit diidentifikasi dengan baik. Hal tersebut sama dengan kelompok empat yang hanya mendapatkan hasil yaitu tulang rongga mata dan tengkorak saja yang terwarnai, sedangkan pada kelompok lima tulang tengkorak dan semua sirip pada ikan terwarnai dengan baik, karena pada kelompok ini ikan masih utuh dan tidak rusak semua siripnya sehingga pewarna alizarin red dapat meresap kedalam tulang, disamping karena faktor jumlah Ca yang baik sehingga dapat terikat oleh pewarna alizarin red.Menurut Jasin (1992) bahwa kalsifikasi tulang bergantung pada kadar ion Ca pada tulang itu sendiri. Kadar ion Ca akan mempengaruhi pewarna alizarin untuk mewarnai tulang yang diindikasi telah terkalsifikasi karena meraka akan saling membentuk ikatan seingga pewarna akan mewarnai tulang. Pewarnaan yang umum dilakukan adalah dengan alizarin red yang membutuhkan waktu 5 sampai 8 jam untuk mewarnai tulang dengan kondisi preparat yang sedang. Hasil pewarnaan pada tiap kelompok menunjukan perbedaan karena masing-masing kelompok terdapat prosedur yang berbeda ketika dilakukan, seperti keterlambatan waktu saat menaruh larutan KOH 1 %, yang seharusnya 3 jam tepat tetapi ada yang kurang, hal ini berpengaruh kepada kemampuan pewarna alizarin red untuk masuk ke dalam preparat dan menghalangi proses pengikatan ion Ca dengan pewarna alizarin red. faktor lain yang menyebabkan pewarnaan pada tulang berbeda-beda adalah kandungan ion Ca dari preparat itu sendiri karena kandungan ion Ca pada tiap organisme berbeda-beda, dan perbedaan kandungan ion Ca pada preparat ini dapat mengakibatkan proses kalsifikasi pada tiap organisme berbeda-beda, sehingga ketika pewarna alizarin red masuk ke dalam tulang maka proses pengikatannya bervariasi hasilnya tulang yang terkalsifikasi bervariasi. Faktor lain seperti kelalaian praktikan ketika memasukan larutan yang mengakibatkan preparat yang kondisinya sudah lunak namun ketika perlakuan kurang berhati-hati sehingga preparat rusak, hasilnya beberapa sirip dari ikan rusak dan hilang.Berdasarkan praktikum yang dilakukan prosedur pertama yang perlu diperhatikan adalah kondisi dari preparat itu sendiri, pengamatan ini perlu dilakukan untuk pembanding ketika preparat mulai dimasukan ke dalam larutan uji. Larutan-larutan yang digunakan dalam percobaan ini mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Larutan alkohol berfungsi sebagai fiksatif. Larutan KOH dalam percobaan tersebut berfungsi agar otot menjadi transparan dan skeletonnya terlihat jelas. Larutan pewarna Alizarin Red berfungsi skeleton berwarna merah tua atau ungu. Larutan penjernih A, B, dan C berfungsi untuk mengurangi kelebihan pewarna yang masuk ke dalam jaringan otot sehingga otot menjadi tampak jernih transparan. Sedangkan, larutan gliserin berfungsi sebagai pengawet spesimen. (Soeminto, 2000).Waktu yang dibutuhkan keseluruhan dalam pewarnaan alizarin red ini adalah 24 jam, setiap penambahan dan pergantian larutan terlihat perbedaannya. Penambahan larutan alkohol 96 % mengakibatkan preparat menjadi lebih lunak dan terlihat lebih kusam, hal ini memudahkan larutan KOH 1 % pada saat menambahkannya lebih mudah, karena larutan KOH 1 % ini akan lebih mudah masuk dan membuat preparat menjadi transparan, pada penambahan alkohol membutuhkan waktu 12 jam dan penambahan KOH 1 % sampai preparat terlihat transparan membutuhkan waktu 3 jam. Penambahan larutan selanjutnya adalah pewarna alizarin red yang akan memberikan warna tulang merah, karena ion-ion Ca akan berikatan dengan pewarna alizarin red dan hal ini menandakan bahwa tulang terkalsifikasi dengan baik, lama waktu yang dibutuhkan sampai tulang pada preparat terwarnai adalah 6 jam. Perlakuan selanjutnya adalah penambahan larutan KOH 2 %, hal ini dilakukan karena pada saat penambahan larutan KOH 1 % masih ada bagian yang belum tertransparansi dengan baik, jadi fungsi KOH 2 % ini sama seperti KOH 1 %. Penambahan larutan selanjutnya pada preparat adalah penjernih A, di mana memiliki komposisi gliserin, KOH dan akuades, penambahan ini membutuhkan waktu 1 jam, kemudian dilanjutkan dengan penambahan larutan penjernih B dan C di mana komposisi penjernih B sama seperti penjernih A dan penjernih C hanya terdiri dari gliserin dan akuades waktu yang dibutuhkan pada penjernih B dan C masing-masing 1 jam.Tulang yang diwarnai dengan alizarin red akan berwarna merah tua apabila tulang tersebut telah mengalami klasifikasi. Warna ini muncul karena zat warna yang diberikam terikat oleh kalsium pada matriks tulang. Pembentukan system rangka dimulai pada inkubasi hari ke 5 ditandai dengan kondensasi mesenkim prekartilago. Kondrifikasi dimulai pada hari ke 8 sedangkan osifikasi dimulai pada hari ke 9 (Soeminto, 2000).Menurut pendapat Basri (2012) Faktor yang mempengaruhi proses keberhasilan pewarnaan alizarin red yaitu faktor hormonal dari ikan. Hormon paratiroid, kalsitonin, dan vitamin D yang bertanggung jawab terhadap tingkat kadar kalsium darah yang normal, yang akan mempengaruhi proses kalsifikasi. Kalsitonin adalah hormon yang berasal dari sel-sel parafolikuler dari kelenjar tiroid. Hormon tersebut mempunyai aksi dalam menurunkan kadar kalsium darah dan menghambat resorpsi tulang sehingga mempengaruhi proses kalsifikasi. Makanan juga berpengaruh dalam proses kalsifikasi (Campbell, 2008) Faktor lain yaitu keberadaan ion Ca dalam tulang yang jumlahnya banyak akan lebih menyerap warna lebih baik, hal ini menandakan kalsifikasi pada tulang tersebut juga baik. Kadar dan jumlah konsenterasi pewarna juga mempengaruhi keberhasilan pewarnaan, semakin banyak pewarna dan pekat pewarnaan akan lebih baik, waktu pewarnaan yang cukup, karena ketika waktu pewarnaan terlalu cepat akan mempengaruhi keberhasilan pewarnaan terhadap tulang. Hal ini khususnya berlaku terhadap cukupnya persediaan dan tersedianya mineral-mineral seperti kalsium dan fosfor, yang merupakan komponen-komponen anorganik utama dari tulang. Kekurangan kalsium atau fosfor dalam makanan mengakibatkan pelanggaran dan kerapuhan tulang. Situasi dimana kalsium cukup tetapi vitamin D kurang, terjadilah gangguan dalam penyerapan mineral dan mineralisasi pada tulang yang sedang tumbuh (diantaranya tahap kalsifikasi) menjadi terhambat (Yatim, 1983).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN1. Kesimpulan1. Berdasarkan praktikum yang dilakukan terlihat bahwa tulang yang terkalsifikasi atau terwarnai oleh alizarin red akan menjadi merah. Hal tersebut terjadi karena ikatan antara ion Ca dan pewarnanya.1. Kalsifikasi yang terlihat pada hewan uji ditandai dengan adanya warna pada tulang tersebut, tulang yang terkalsifikasi pada ikan nilem yaitu tulang tengkorak, rongga mata, rongga insang, sirip dada, sirip punggung, siripbelakang, sirip ekor, tulang belakang dan sirip perut.1. SaranSaran untuk praktikum selanjutnya agar praktikan lebih fokus dalam praktikum dan teliti dalam menggunakan alat, agar objek dapat di ambil dengan baik dan benar. Praktikan lebih teliti dalam mengamati objek yang ada di preparat, sehingga objek dapat teridentifikasi lebih tepat dan jelas.

DAFTAR REFERENSIAdnan. 2010. Perkembangan Hewan. Makassar : Jurusan Biologi FMIPA UNMMakassar.Balinsky, B.I. 1970. An Introduction to Embriology. W.B. Saunder Company :LondonBasri. 2012. Perkembangan Hewan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNMCampbell. 2008. Biologi Umum Jilid 3 Edisi Kedelapan. Erlangga : Jakarta.Connolly, M. H. 2010. High-Throughput Methods for Visualizing the Teleostskeleton: Capturing Autofluorescence of Alizarin Red, dalam Journal ofApplied Ichtyologhy. 26 (2010), 274277.Jasin, Maskoeri. 1992. Zoologi Vertebrata. Surabaya: Sinar wijaya.Jessop, N. M. 1988. Theory and Problem of Zoology. B & JO Entreprise Pte Ltd,Singapore.Soeminto. 2000. Embriologi Vertebrata. Fakultas Biologi UNSOED: Purwokerto.Sudarwati. 1990.Dasar-dasar Struktur dan Perkembangan Hewan .ITB: BandungStorer. 1978. General Zoology. McGrawHill Publishing Company : New York.Villee, C. A., W. F. Walker, and R. D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Erlangga :Jakarta.Yatim, W. 1983. Embriologi. Tarsito : Bandung.