pewarnaan (2)

43
1 1. TUJUAN PRAKTIKUM Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengenal bagian- bagian dari mikroskop dan fungsi masing-masing bagian tersebut; mengetahui penampakan meliputi bentuk, bagian, dan warna beberapa mikrobia yang diamati dengan menggunakan mikroskop, untuk mengetahui cara melakukan pewarnaan bakteri seperti pewarnaan sederhana, pewarnaan gram, pewarnaan spora, dan pewarnaan spora yeast; mengetahui bentuk sel dan bentuk koloni mikroorganisme, memudahkan mengamati bentuk dan ciri-ciri bakteri; serta mengetahui perbedaan dan ciri-ciri antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. 2. TINJAUAN PUSTAKA Mikroskop merupakan alat utama yang sering digunakan di laboratorium mikrobiologi. Dengan pertolongan mikroskop kita dapat mengamati bakteri yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroskop berfungsi untuk membesarkan benda yang dilihat sehingga membantu untuk mengamati benda renik. Mata telanjang tidak dapat membedakan benda dengan diameter < 0,1 mm. Mikroskop secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: mikroskop optik (cahaya) dan mikroskop elektron. Mikroskop optik menggunakan lensa dari gelas dan cahaya matahari atau lampu sebagai penyinaran. Sedangkan mikroskop elektron memakai 1

Upload: verlenciakhosasih

Post on 17-Sep-2015

337 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

fdsfsdf

TRANSCRIPT

27

1. TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengenal bagian-bagian dari mikroskop dan fungsi masing-masing bagian tersebut; mengetahui penampakan meliputi bentuk, bagian, dan warna beberapa mikrobia yang diamati dengan menggunakan mikroskop, untuk mengetahui cara melakukan pewarnaan bakteri seperti pewarnaan sederhana, pewarnaan gram, pewarnaan spora, dan pewarnaan spora yeast; mengetahui bentuk sel dan bentuk koloni mikroorganisme, memudahkan mengamati bentuk dan ciri-ciri bakteri; serta mengetahui perbedaan dan ciri-ciri antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Mikroskop merupakan alat utama yang sering digunakan di laboratorium mikrobiologi. Dengan pertolongan mikroskop kita dapat mengamati bakteri yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Mikroskop berfungsi untuk membesarkan benda yang dilihat sehingga membantu untuk mengamati benda renik. Mata telanjang tidak dapat membedakan benda dengan diameter < 0,1 mm. Mikroskop secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: mikroskop optik (cahaya) dan mikroskop elektron. Mikroskop optik menggunakan lensa dari gelas dan cahaya matahari atau lampu sebagai penyinaran. Sedangkan mikroskop elektron memakai magnit sebagai pengganti lensa, dan elektron sebagai pengganti cahaya; karena elektron mempunyai panjang gelombang yang lebih pendek daripada cahaya putih sehingga mempunyai daya tembus yang besar (Lay, 1994).

Mikroskop ada bermacam-macam namun pada dasarnya memiliki mekanisme kerja yang sama yaitu terdiri dari sistem optik atau sistem pembesaran dan sistem illuminasi yang menyebabkan terlihatnya suatu objek. Mikroskop terdiri dari 2 lensa yaitu lensa okuler yang menghadap mata kita pada waktu pengamatan dan lensa objektif yang berada dekat objek yang akan diamati. Mikroskop memiliki 2 knop pengatur halus yang berfungsi mengatur fokus sistem lensa pada objek yang menggerakan tabung penyangga lensa secara halus sehingga menghasilkan fokus yang tepat (Fardiaz, 1992).Sedangkan menurut Fardiaz (1992), pewarnaan bakteri dapat dibedakan atas beberapa golongan : a. Pewarnaan sederhanab. Pewarnaan diferensial pewarnaan gram pewarnaan asam cepat (acid-fast)c. Pewarnaan struktural pewarnaan inti sel (Feulgen), yaitu pewarnaan inti sel bakteri pewarnaan endospora, yaitu pewarnaan spora bakteri pewarnaan dinding sel, yaitu pewarnaan dinding sel dari bakteri pewarnaan kapsul, yaitu pewarnaan kapsul yang dibentuk oleh bakteri pewarnaan flagella, yaitu pewarnaan flagel / alat gerak bakterid. Pewarnaan untuk menguji komponen dalam sel seperti glikogen, lipida, endospora, dsb.

Ada 2 macam preparat:1. Preparat yang bersifat basah (wet mount preparation)Ada 2 macam preparat basah, yaitu lekapan basah (wet mount) dan tetes gantung. Pada kedua preparat ini menggunakan setetes cairan yang mengandung mikroba hidup. Preparat semacam ini digunakan dalam mikrobiologi karena memungkinkan dilakukannya pengamatan bentuk dan ukuran organisme secara individu, pengelompokan khas sel-sel bakteri serta mengetahui apakah organisme tersebut begerak atau tidak.2. Olesan yang diwarnaiPreparat ini lebih umum digunakan untuk mengamati mikroba secara mikroskopis namun pada olesan mikroorganisme mikroorganisme yang diwarnai hanya dapat diamati organisme mati (Hadioetomo, 1993).

Menurut Lay (1994), ada 3 jenis pengecatan yang dapat digunakan pada pengecatan bakteri. Yaitu pengecatan sederhana, pengecatan gram, dan pengecatan endospora. Pengecatan sederhana ialah pewarnaan yang paling sederhana, dimana pada pengecatan ini hanya dilakukan dengan penambahan satu zat pewarna atau hanya melalui satu tahap pewarnaan saja pada olesan bakteri. Pengecatan gram merupakan pewarnaan atau pengecatan dengan melalui beberapa tahap pengecatan dengan beberapa reagen yang berbeda. Pengecatan endospora adalah pengecatan yang bertujuan untuk mengamati endospora, dimana tidak semua jenis bakteri mampu membentuk endospora.

Kebanyakan dari sel-sel mikrobia hanya memiliki pigmen yang sangat sedikit atau bahkan tidak berwarna, begitu pula pada sitoplasma sel mikrobia tersebut yang mempunyai indeks bias hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair. Hal ini menyebabkan pengamatan morfologi sel mikrobia tersebut menjadi sulit. Oleh karena itu, pengamatan dilakukan dengan pemberian pewarna sehingga mempertajam dan membuat kontras sel mikrobia dan latar belakangnya. Penggunaan zat warna memungkinkan pengamatan struktur sel seperti spora, flagela, dan lahan inklusi yang mengandung zat pati dan granula phosphat (Hadioetomo, 1993).

Salah satu jenis dari mikroba yang berukuran kecil adalah bakteri. Bakteri memiliki sedikit pigmen warna, dan lebih cenderung ke arah transparan. Bila diamati secara kasat mata tidak terlihat, tetapi bila diamati dengan mikroskop cahaya, yang warna latar belakangnya putih, menjadi tidak terlihat dengan baik bagian dalam tubuh bakteri tersebut (Lay, 1994).

Pengamatan terhadap bakteri, lebih sering dilakukan dengan olesan terwarnai, daripada bakteri dalam keadaan hidup. Artinya, mikroorganisme yang akan diamati telah diberi zat pewarna kimia supaya lebih mudah dilihat dan dipelajari. Pada umumnya, olesan bakteri terwarnai dapat mengungkapkan ukuran, bentuk, susunan dan ada atau tidaknya struktur internal seperti spora dan butiran (Volk & Wheller, 1993). Hubungan bakteri dengan zat perwarna basa yang menonjol disebabkan oleh adanya asam nukleat dalam jumlah besar dalam protoplasma sel. Jadi jika bakteri diwarnai, muatan negatif dalam asam nukleat bakteri bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa. Oleh karena itu, pada percobaan digunakan metilen leoffer yang memiliki sifat basa dan alkalin sebagai pewarna sederhana. Pewarna alkalin lain yang umumnya digunakan dapat berupa pewarna basa seperti metylen blue, basic fuschin, dan violet kristal (Volk & Wheeler, 1993). Pewarna yang digunakan dalam pengecatan sederhana adalah metilen blue. Hal ini dikarenakan pewarna atau reagen metilen blue memiliki sifat basa. Hal ini sesuai dengan sifat yang dimiliki oleh bakteri pada umumnya yaitu sitoplasmanya bersifat basofilik atau suka akan basa. Oleh karena itu reagen metilen blue dapat dengan mudah terserap oleh bakteri (Lay, 1994)

Bakteri dibedakan atas dua kelompok berdasarkan komposisi dinding sel serta sifat pewarnaannya, yaitu meliputi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Fardiaz, 1992). Disebut bakteri gram positif, yaitu apabila mikroorganisme yang dijadikan obyek pewarnaan dapat menahan kompleks pewarna primer ungu kristal iodium sampai akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu). Sedangkan disebut bakteri gram negatif, yaitu apabila mikroorganisme yang dijadikan obyek pewarnaan kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan dengan alkohol, namun kemudian terwarnai oleh pewarna tandingan, yaitu safranin (sel-sel tampak merah muda) (Hadioetomo, 1993).

Ada beberapa pebedaan antara bakteri gram positif dan gram negatif : Pada saat pengecatan dengan cat utama, bakteri gram positif maupun gram negatif akan mengikat violet kristal dan menunjukkan warna ungu atau biru tua. Pada saat penambahan mordan, pada bakteri gram positif maupun gram negatif akan terbentuk kompleks violet kristal dengan lugol atau iodin dan tetap berwarna biru. Pada saat pelarutan, bakteri gram positif akan mengalami dehidrasi membran sel namun tidak sampai pecah dan pori-porinya mengecil sehingga kompleks violet kristal dan lugol atau iodin tetap tertinggal di dalam sel dan bakteri tetap berwarna biru atau ungu. Pada bakteri gram negatif, akan terdehidrasi sampai lemaknya terekstraksi dan pori-pori pada membrannya akan melebar sehingga semua kompleks violet kristal dan lugol atau iodin akan keluar dan sel bakteri menjadi tidak berwarna. Pada saat penambahan cat penutup, pada bakteri gram positif tidak berpengaruh apa-apa dan warnanya tetap biru atau ungu. Sedangkan pada bakteri gram negatif akan mengikat cat penutup tersebut dan menjadi berwarna merah. (Trihendrokesowo, 1989).

Jenis bakteri yang termasuk gram positif adalah famili Micrococcaceae seperti Microsoccocus, Staphylococcus dan famili Streptococcaceae seperti Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Aerococcus. Streptococcus merupakan bakteri berbentuk bulat yang hidup secara berpasangan, atau membentuk rantai pendek dan panjang tergantung dari spesies dan kondisi pertumbuhannya (Fardiaz, 1992). Beberapa jenis bakteri yang merupakan jenis bakteri gram (-) adalah Eschericia coli, Enterobacter aerogenes, dan kelompok Pseudomonas. Sedangkan yang termasuk bakteri gram (+) adalah kelompok Lactobacillus, Streptococcus, Staphylococcus dan Streptococcus. (Hadioetomo, 1993). Bacillus subtilis merupakan bakteri yang menghasilkan spora berbentuk batang, bersifat aerob serta membentuk spora yang tahan panas. Bacillus subtilis ini bersifat aerobik sampai anaerobik fakultatif, katalase positif, dan gram positif (Gaman & Sherrington, 1994).

Zat pewarna primer yang digunakan dalam pengecatan gram, ialah zat pewarna khusus yang sangat penting dalam bakteriologi. Zat pewarna yang digunakan yaitu larutan ungu / violet kristal iodium. Zat pewarna ini juga disebut sebagai pewarna diferensial, karena dapat membagi bakteri sejati menjadi dua kelompok fisiologi, yaitu gram positif dan gram negatif (Volk & Wheller, 1993).

Penyebab terlepasnya pewarna primer ungu/violet kristal iodium pada pengecatan gram, dilatarbelakangi oleh komponen penyusun dinding sel bakteri gram negatif. Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai kandungan lipida yang tinggi. Lipida ini larut dalam alkohol yang digunakan sebagai larutan pemucat sehingga pori-pori dinding sel membesar dan meningkatkan daya larut kompleks kristal iodium pada dinding sel bakteri. Oleh karena itu, pembilasan lipida dari dinding sel oleh etanol 95%, akan memungkinkan kompleks zat pewarna iodium dapat disingkirkan dari sel (Lay, 1994).

Pewarna metilen biru tidak dapat digunakan secara maksimal untuk meneliti komponen sel secara lebih detail. Ini dikarenakan, pewarna metilen biru hanya dapat membedakan sel-sel mati dan sel-sel hidup. Dimana sel mati berwarna biru karena mengalami pemecahan dinding sel, sehingga pewarna metilen biru dapat masuk ke dalam sitoplasma sel. Sedangkan sel yang masih hidup akan tetap berwarna transparan, karena dinding sel yang hidup masih utuh, dan belum mengalami lisis atau pemecahan (Pelczar & Reid, 1958). Faktor yang dapat mempengaruhi sifat gram negatif dan gram positif, yaitu penyiapan preparat yang terlalu tebal menyebabkan pelarutan kurang baik, konsentrasi dan kesegaran bahan untuk pewarna, waktu pelarutan yang terlalu lama menyebabkan warna pada sel bakteri gram positif ikut terlarut, pencucian dan pengeringan yang mempengaruhi keberadaan iodin, serta umur bakteri yang mempengaruhi keutuhan bakteri (Trihendrokesowo, 1989).

Pewarnaan endospora, sebenarnya merupakan pewarnaan yang hanya mewarnai satu bagian sel saja, sehingga dapat digunakan untuk membedakan dengan bagian lain dari mikroba bersangkutan. Endospora merupakan struktur yang dibentuk di dalam bakteri tipe-tipe tertentu, yang terbentuk pada akhir fase logaritmik, dan dibentuk oleh sel basilus, bersifat sangat tahan terhadap pemanasan, pengeringan, disinfektan, dan setelah diwarnai sukar untuk dihilangkan. Endospora ini dibentuk pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk pertumbuhan sel vegetatif (Fardiaz, 1992).

Endospora hanya terdapat dalam bakteri berbentuk batang (basilus) dan dapat dilihat dengan pewarnaan endospora. Pada umumnya, bakteri pembentuk endospora memang berbentuk batang, dan setelah membentuk endospora sporangium, bakteri akan mati lalu mengalami lisis (pemecahan membran sel). Spora bekas lisis memiliki ukuran cukup besar, sehingga dapat terlihat jelas pada mikroskop. Spora bekas inilah yang menunjukkan adanya endospora (Lay, 1994). Endospora adalah struktur spesifik yang ditemukan pada beberapa jenis bakteri. Endospora berbentuk sangat padat dan bersifat sangat refraktif bila dilihat di bawah mikroskop, karena kandungan airnya sangat rendah. Endospora sangat sukar diwarnai dengan pewarna biasa, karenanya harus digunakan pewarna spesifik, dan yang biasa digunakan adalah pewarna hijau malasit (malachite green) (Fardiaz, 1992).

Warna hijau gelap adalah bakteri berendospora yang berkoloni, sedangkan warna hijau muda adalah bakteri berendospora yang memisah. Lalu sel vegetatif yang berwarna merah muda ini didapat dari penambahan safranin. Penambahan safranin ini disebabkan karena sel vegetatif yang terdapat pada Bacillus subtilis tidak berwarna. Oleh karena itu penambahan safranin yang merupakan zat warna basa akan mengikat muatan negatif yang terdapat pada permukaan sel sehingga sel vegetatif berwarna merah muda kekuningan. Dalam hal ini safranin tidak masuk ke dalam spora (Lay,1994). Spora akan menyerap warna dan tidak akan melepaskannya lagi meskipun diberi etanol, sedangkan ruang sel selebihnya akan kehilangan warnanya (Schlegel & Shmidt, 1994).

Penambahan safranin yang merupakan zat warna basa akan mengikat muatan negatif yang terdapat pada permukaan sel sehingga sel vegetatif berwarna merah muda kekuningan. Dalam hal ini safranin tidak masuk ke dalam spora (Lay,1994). Tidak hilangnya zat pewarna malachite green setelah dicuci dengan menggunakan air karena spora akan menyerap warna dan tidak akan melepaskannya lagi meskipun diberi etanol, sedangkan ruang sel selebihnya akan kehilangan warnanya (Schlegel & Schmidt, 1994). Bentuk sel khamir bermacam-macam, yaitu bulat, oval, silinder, ogival, segitiga melengkung, berbentuk botol, bentuk lemon, membentuk pseudomiselium dan sebagainya. Sedangkan jenis Saccharomyces sporanya berbentuk bulat dan permukaannya halus. Pada khamir diploid, misalnya Saccharomyces cereviceae, pembelahan meiosis dapat terjadi pada kondisi tertentu langsung dari sel vegetatifnya. Untuk mewarnai sel khamir dapat digunakan pewarna seperti yang digunakan untuk bakteri, tetapi karena beberapa pewarna menutupi struktur sel, untuk melihat lokasi masing-masing struktur di dalam sel dapat digunakan pewarna spesifik (Fardiaz, 1992).

Fiksasi yang berlebihan akan mengakibatkan pecahnya dinding sel, akibatnya warna primer akan luntur dan bakteri akan menerima warna tandingan sehingga sulit dibedakan antara bakteri gram positif dan negatif. Fiksasi dilakukan pada bakteri yang benar-benar sudah kering karena jika olesan belum kering benar, maka sel-sel biakan akan terebus dan bentuknya akan rusak. Waktu selama fiksasi tidak boleh terlalu lama supaya tidak terjadi adanya penyusutan sel (Hadioetomo, 1993).

Kesukaran yang ditemui selama pewarnaan, yaitu tidak bisa masuknya pewarna ke dalam tubuh bakteri hidup, dan untuk menyelesaikan masalah tersebut maka dilakukan usaha pembunuhan bakteri dengan fiksasi panas. Fiksasi panas dilakukan di atas 600C sehingga bisa membunuh bakteri yang tahan panas (Bibiana, 1994). Proses fiksasi dilakukan dengan cara melewatkan gelas benda pada nyala api spiritus beberapa kali selama 1-2 detik. Proses ini bertujuan untuk lebih melekatkan bakteri pada gelas benda dan mematikan bakteri, karena sebenarnya bakteri yang hidup tidak dapat diamati. Karena pada bakteri hidup, selnya tidak mengandung pigmen atau transparan, karena indeks bias sitoplasmanya hampir sama dengan indeks bias lingkungannya yang bersifat cair (Lay, 1994).

Tujuan dilakukannya pemanasan pada percobaan supaya endospora dalam bakteri menjadi aktif, karena endospora dalam bakteri akan aktif jika pada saat lingkungan ekstrim dan kandungan airnya rendah saja (Fardiaz, 1992). Pemanasan juga mempercepat pengecatan, dimana pemanasan membantu zat warna menembus dinding endospora. Sehingga meskipun dilakukan pencucian dengan air mengalir, semua zat warna bagian sel akan luntur kecuali zat warna pada endospora tetap tertinggal (Tortora et al., 1995).

Bacillus subtilis merupakan bakteri yang menghasilkan spora berbentuk silinder yang tidak membengkak, sporanya langsing dan tidak melebihi diameter 0,9 m. Bacillus subtilis ini bersifat aerobik sampai anaerobik fakultatif, katalase positif, dan gram positif (Fardiaz, 1992). Bacillus subtilis merupakan bakteri berwujud silinder terentang dan digolongkan dalam bakteri yang berbentuk batang. Bentuk batang ini disesuaikan dengan namanya basilus yang berarti panjang (Schlegel & Schmidt, 1994). Bakteri Bacillus subtilis mempunyai bentuk batang dan mempunyai spora yang tahan terhadap panas. Dan dilihat dari asal katanya, Bacillus berarti batang, sehingga semua jenis spesies bakteri Bacillus sp berbentuk batang. Serta memiliki spora yang berbentuk oval dan memiliki warna hijau (Gaman & Sherrington, 1994). Genus Acetobacter, merupakan bakteri yang mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat. Genus Acetobacter berbentuk batang, motil, dan biasanya ditemukan pada buah, sayur, manisan buah, dan minuman beralkohol (Frazier & Westhoff, 1988).

Sel khamir Saccharomyces berbentuk bulat, oval atau memanjang, dan berbentuk pseudomiselium, serta memiliki spora berbentuk bulat atau oval, dengan permukaan yang halus. Untuk mewarnai sel khamir dapat digunakan pewarna seperti yang digunakan untuk bakteri, tetapi karena beberapa pewarna menutupi struktur sel, untuk melihat lokasi masing-masing struktur di dalam sel dapat digunakan pewarna spesifik. Karena yang ingin dilihat adalah spora dari yeast, maka pewarna yang digunakan sama dengan pewarna yang digunakan dalam pewarnaan gram, yaitu violet kristal, alkohol dan safranin, tapi tidak digunakan lugol (Fardiaz, 1992).

Teknik aseptik adalah suatu cara untuk mencegah tercemarnya biakan dan peralatan yang ada, dari mikroorganisme yang merugikan. Selain itu juga untuk mencegah infeksi diri dari bakteri yang merugikan. Tujuan dari teknik aseptik adalah supaya kultur yang akan ditumbuhkan nantinya tidak tercemar oleh kontaminan-kontaminan yang tidak diinginkan, baik karena kontaminasi praktikan, maupun karena kontaminasi udara lingkungan sekitar (akibat cross contamination). Mikroorganisme luar yang tidak dikehendaki dapat masuk melalui kontak langsung dengan permukaan atau tangan yang tercemar (Hadioetomo, 1993).

Pertumbuhan kapang mula-mula berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang. Salah satu jenis kapang adalah Aspergillus. Ciri-ciri spesifiknya :1. Hifa septat dan miselium bercabang, biasanya tidak bewarna, yang terdapat dibawah permukaan merupakan hifa vegetatif, sedangkan yang muncul diatas permukaan umumnya merupakan hifa fertil2. Koloni kompak3. Konidiofora septat atau nonseptat, muncul dari foot cell (yaitu sel miselium yang membengkak dan berdinding tebal)4. Konidia membengkak menjadi vesikel pada ujungnya, membawa sterigma dimana tumbuh konidia5. Sterigma biasanya sederhana, bewarna, atau tidak bewarna6. Konidia membentuk rantai yang bewarna hijau, coklat, atau hitam (Fardiaz, 1992).

Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri batang yang berbentuk menyerupai spiral, gram negatif, dan fakultatif anaerob (Waluyo, 2004). E.coli merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang pendek yang termasuk famili Enterobactericeace (Fardiaz, 1992). E.coli merupakan bakteri gram negatif dan merupakan bakteri yang kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan dengan alkohol, namun kemudian terwarnai oleh cat penutup safranin sehingga sel tampak merah (Gaman & Sherrington, 1994). Rhizopus sp memiliki bagian-bagian sel berupa sporangia, sporangiofor, hypha, mycelium, stolon, dan rhizoid (Anonim a, 2009).

Pewarnaan gram mungkin merupakan salah satu prosedur yang penting dan paling banyak digunakan dalam klasifikasi bakteri. Cara pewarnaan ini diciptakan pertama kali oleh seorang ahli bakteriologi yang bernama Christian Gram. Dengan metode ini, bakteri dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : 1. gram positif, yaitu organisme yang dapat menahan kompleks pewarna primer ungu kristal iodium sampai akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu). Dinding sel yang lebih tebal pada gram positif menyusut oleh perlakuan alkohol karena terjadinya dehidrasi, menyebabkan pori-pori dinding sel menutup sehingga mencegah larutnya kompleks ungu kristal iodium pada langkah pemucatan. Olesan bakteri yang dipanaskan secara berlebihan akan menyebabkan pecahnya dinding sel. Maka gram positif akan melepaskan warna primer dan menerima pewarna tandingan. 2. gram negatif, yaitu organisme yang kehilangan kompleks warna ungu kristal pada waktu pembilasan dengan alkohol, namun kemudian terwarnai oleh pewarna tandingan, yaitu safranin (sel-sel tampak merah muda). Gram negatif mempunyai kandungan lipid yang lebih tinggi pada dinding selnya dan lipid pada umumnya larut dalam alkohol dan aseton. Larutnya lipid oleh pemucat yang digunakan dalam pewarnan gram diduga memperbesar pori-pori dinding sel sehingga menyebabkan proses pemucatan pada sel-sel gram negatif berlangsung lebih cepat. (Hadioetomo, 1993).Bakteri dibedakan atas dua kelompok berdasarkan komposisi dinding sel serta sifat pewarnaannya, meliputi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Fardiaz, 1992). Struktur dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif mempunyai perbedaan. Dinding sel gram negatif merupakan struktur berlapis, sedangkan gram positif mempunyai 1 lapis yang tebal. Meskipun struktur berbeda, susunan kimia dari dinding selnya tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Bagian dinding sel yang memberikan sifat kaku dinamakan peptidoglikan (Waluyo, 2004). Perbedaan antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif terletak pada struktur dinding selnya yang dapat menyebabkan perbedaan larutan pemucat. Sebagian besar dinding sel bakteri gram positif terdiri dari peptidoglikan, sedangkan pada dinding sel bakteri gram negatif memiliki kandungan lipida lebih besar dibandingkan dengan dinding sel bakteri gram positif. Lipida akan larut dalam alkohol dan aseton sebagai larutan pemucat, sehingga pori-pori dinding sel gram membesarkan dan meningkatkan daya larut kompleks kristal violet iodium pada dinding sel bakteri gram negatif, sehingga proses pemucatan berlangsung lebih cepat dibanding bakteri gram positif dan akhirnya terwarnai oleh cat penutup safranin yang berwarna merah (Lay, 1994).

Dalam pengecatan gram pada bakteri, digunakan zat warna primer (violet kristal), larutan mordan (iodin), bahan peluntur (alkohol), dan zat warna penutup (safranin). Larutan mordan berfungsi untuk meningkatkan afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri, sehingga pengikatan zat warna oleh bakteri menjadi lebih kuat, memperjelas zat warna, mempersulit pelarutan zat warna, dan menyebabkan terbentuknya persenyawaan kompleks kristal violet-yodium. Sedangkan etanol, berfungsi untuk melunturkan zat warna primer dengan daya kerja lambat, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya pemucatan yang berlebihan. Fungsi penambahan zat warna penutup adalah sebagai pembeda (kontras) terhadap zat warna primer, dan juga untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan zat warna primernya (Lay, 1994). Iodine pada bakteri yang telah dicat dengan violet kristal bertujuan untuk memperjelas zat warna utama (larutan violet kristal), karena larutan mordan ini dapat meningkatkan afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri sehingga pengikatan zat warna oleh bakteri menjadi lebih kuat, sehingga dengan penambahan larutan iodin ini maka sel-sel bakteri menjadi sulit terlarut (Cappuccino & Sherman, 1983).

3. MATERI DAN METODE

3.1. Materi3.1.1. AlatAlat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah mikroskop, kaca preparat, kaca penutup preparat, jarum ose, jarum N, kipas angin (untuk mengeringkan), bunsen, korek api, pipet, tabung reaksi, rak tabung reaksi, masker, serbet, dan kertas tissue.

3.1.2. BahanBahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan violet kristal, larutan lugol, larutan safranin, larutan malachite green/ hijau malasit, methylen blue, alkohol, larutan laktopenol, aquades, biakan Bacillus aureus, biakan Streptococcus thermophilus, biakan Escherichia coli, serta biakan Saccharomyces cereviceae, biakan Lactobacilus bulgaricus, Aspergillus xylinum, A. tereus, Rhizopus oligosporus, dan Saccharomyces uvarum.

3.2. Metode3.2.1. Pengamatan Preparat KapangMula-mula jarum N dipanaskan diatas bunsen hingga memerah dan didinginkan sebentar. Setelah tidak terlalu panas, kultur Aspergillus tereus dan Rhizopus oligosporus diambil sedikt menggunakan jarum N. Kultur tersebut diletakkan pada kaca preparat yang sudah dibersihkan menggunakan alkohol dan ditambah dengan larutan laktopenol. Kemudian preparat ditutup menggunakan penutup preparat yang juga sudah dibersihkan dengan alkohol. Selanjutnya preparat yang sudah jadi diamati menggunakan mikroskop.

3.2.2. Pewarnaan SederhanaMula-mula kaca preparat beserta penutupnya dibersihkan menggunakan alkohol dan dilap menggunakan tissue. Kemudian preparat diberi 1 tetes aquades dan ditambah dengan kultur Bacillus aureus dan Saccharomyces thermophillus menggunakan jarum ose. Selanjutnya preparat dikeringkan dan difiksasi. Selanjutnya kultur diwarnai dengan cara ditambah metilen blue kemudian dibilas dengan aquades. Lalu kultur tersebut dikeringkan dan diamati menggunakan mikroskop.3.2.3. Pewarnaan GramPada pewarnaan gram ini kultur yang digunakan adalah Escherichia coli Dan Lactobacillus bulgaricus. Mula-mula kaca preparat beserta penutupnya dibersihkan menggunakan alkohol dan dilap menggunakan tissue. Kemudian preparat diberi 1 tetes aquades dan ditambah dengan kultur menggunakan jarum ose. Selanjutnya preparat dikeringkan dan difiksasi. Preparat ditambah dengan pewarna violet kristal dan didiamkan selam 1 menit lalu dibilas dengan aquades. Lalu ditetesi larutan lugol dan didiamkan 1 menit. Untuk melakukan pembilasan warna digunakan alkohol. Kemudian preparat ditambah dengan fuksin, didiamkan 20 detik dan dibilas dengan aquades. Selanjutnya preparat dikeringkan dan diamati menggunakan mikroskop.

3.2.4. Pewarnaan Spora3.2.4.1. Pewarnaan Spora BakteriPada pewarnaan spora bakteri ini, kultur yang digunakan adalah Bacillus aureus dan Aspergillus tereus. Mula-mula kaca preparat beserta penutupnya dibersihkan menggunakan alkohol dan dilap menggunakan tissue. Kemudian preparat diberi 1 tetes aquades dan ditambah dengan kultur menggunakan jarum ose. Selanjutnya preparat dikeringkan dan difiksasi. Kemudian untuk pewarnaan, preparat ditambah dengan larutan hijau malasit. Lalu preparat dilewatkan api bunsen sebanyak 3 kali, namun tidak boleh sampai kering. Selanjutnya dibilas dengan aquades dan ditambah fuksin, didiamkan 10 detik dan dibilas dengan aquades. Kemudian preparat dikeringkan dan diamati menggunakan mikroskop.

3.2.4.2. Pewarnaan Spora YeastPada pewarnaan spora yeast ini, kultur yang digunakan adalah Saccharomyces cereviceae dan Saccharomyces uvarum. Mula-mula kaca preparat beserta penutupnya dibersihkan menggunakan alkohol dan dilap menggunakan tissue. Kemudian preparat diberi 1 tetes aquades dan ditambah dengan kultur menggunakan jarum ose. Selanjutnya preparat dikeringkan dan difiksasi. Lalu preparat ditambah dengan larutan violet kristal. Preparat dilewatkan api bunsen sebanyak 3 kali, namun tidak boleh sampai kering. Kemudian dilakukan pembilasan dengan alkohol, dikeringkan dan ditambah dengan larutan fuksin. Selanjutnya preparat didiamkan selama 10 detik dan dibilas dengan aquades. Preparat dikeringkan dan diamati dengan mikroskop.

4. HASIL PENGAMATAN

4.1. Pengamatan Preparat KapangKelompokKapang GambarKeterangan

E1

Aspergillustereus

Perbesaran : 10 x 401. Konidia : biru2. Konidiofor : putih abu-abu3. Sterigma : putih4. Vesikel : putih

E2

Rhizopus oligosporus

Perbesaran : 10 x 401. Sporangium : hijau kehitaman2. Sporangiofor : hijau ungu3. Stolon : hijau4. Sporangiospora : ungu5. Kolumela : abu-abu6. Apofisis : putih

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa dengan perbesaran 10 40 bagian-bagian dari Aspergillus tereus terdiri dari konidia yang berwarna biru, konidiofor berwarna putih abu-abu, sterigma dan vesikel berwarna putih. Kemudian untuk Rhizopus oligosporus dengan perbesaran 10 40 dapat terlihat bagian-bagiannya, yaitu sporangium yang berwarna hijau kehitaman, sporangiofor berwarna hijau ungu, stolon berwarna hijau, sporangiospora berwarna ungu, kolumela berwarna abu-abu, dan apofisisnya berwarna putih

4.2. Pewarnaan KelompokBiakan/Jenis PewarnaanGambarKeterangan

E1Bacillus aureusPewarnaan sederhana

Warna : biruBentuk : coccusPerbesaran : 10 x 40

E2Streptococcus thermophilus Pewarnaan sederhana

Warna : pinkBentuk : coccus Perbesaran : 10 x 100

E3Escherichia coli Pewarnaan gram

Warna : ungu kebiruanBentuk : bacillusPerbesaran : 40 x 100

E4Lactobacillus bulgaricus Pewarnaan gram

Warna : pink-kebiruanBentuk : bacillusPerbesaran : 10 x 100

E5Bacillus aureusSpora bakteri

Warna : biruBentuk : coccusPerbesaran : 10 x 100

E6Aspergillus xylinumSpora bakteri

Warna : abu-abu pinkBentuk : coccusPerbesaran : 10 x 100

E7Saccharomyces cerevisiaeSpora yeast

Warna : pink-kuningBentuk : coccusPerbesaran : 10 x 100

SaccharomycesuvarumSpora yeastWarna : biru-unguBentuk : coccusPerbesaran : 10 100

Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil yaitu perbesaran yang digunakan adalah 10 100 kecuali pada Bacillus aureus menggunakan perbesaran 10 40. Kemudian pada Bacillus aureus memiliki wana biru setelah dilakukan pewarnaan dan berbentuk coccus, Streptococcus thermophilus memiliki warna pink setelah pewarnaan dan berbentuk coccus, Escherichia coli memiliki warna ungu kebiruan setelah pewarnaan dan berbentuk bacillus, Lactobacillus bulgaricus memiliki warna pink kebiruan setelah pewarnaan dan berbentuk bacillus, Bacillus aureus memiliki warna biru setelah pewarnaan dan berbentuk coccus, Aspergillus xylinum memiliki warna abu-abu pink dan berbentuk coccus, Saccharomyces cerevisiae memiliki warna pink kuning setelah pewarnaan, dan Saccharomyces uvarum memiliki warna biru ungu setelah pewarnaan dan berbentuk coccus.

5. PEMBAHASAN

Mikroskop merupakan suatu alat yang digunakan untuk membesarkan benda yang dilihat sehingga membantu untuk mengamati benda renik. Terdapat 2 jenis mikroskop, yaitu mikroskop optik dan mikroskop elektron. Perbedaan 2 jenis mikroskop ini terletak pada sumber cahayanya. Pada mikroskop optik yang digunakan sebagai sumber cahaya menggunakan lensa dan cahaya matahari, sedangkan pada mikroskop elektron mengggunakan magnit sebagai pengganti lensa dan elektron sebagai pengganti cahaya pada mikroskop optik (Lay, 1994). Hal ini sesuai dengan percobaan yang telah dilakukan dimana pengamatan preparat menggunakan mikroskop. Selain itu berdasarkan penjelasan dari Lay (1994), dapat diketahui bahwa jenis mikroskop yang digunakan dalam percobaan merupakan jenis mikroskop elektron dimana menggunakan magnit sebagai pengganti lensa dan sebagai pengganti cahaya digunakan elektron.

Pewarnaan bakteri terdiri dari 4 golongan. Pewarnaan tersebut antara lain adalah pewarnaan sederhana, pewarnaan diferensial yang terdiri dari pewarnaan gram dan pewarnaan asam cepat (acid-fast), pewarnaan struktural yang terdiri dari pewarnaan inti sel, pewarnaan endospora, pewarnaan kapsul, pewarnaan dinding sel, dan pewarnaan flagella. Kemudian jenis pewarnaan yang terakhir adalah pewarnaan yang digunakan untuk melakukan pengujian komponen dalam sel seperti glikogen, lipida, endospora, dan lain-lain (Fardiaz,1992).

5.1. Pengamatan Preparat KapangPada praktikum mikroskop dan pewarnaan ini dilakukan 2 percobaan, yaitu pengamatan preparat kapang dan pewarnaan. Untuk percobaan yang pertama yaitu pengamatan preparat kapang digunakan 2 jenis kapang, yaitu Aspergillus tereus dan Rhizopus oligosporus. Mula-mula kultur diambil menggunakan jarum N yang sudah disterilkan dengan cara dipanaskan hingga memerah di atas api bunsen. Pensterilan ini disebut sebagai cara aseptis yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada kultur (Hadioetomo, 1993). Selanjutnya kultur yang sudah diambil tersebut diletakkan pada kaca preparat yang sudah dibersihkan dengan alkohol. Kemudian preparat ditutup dengan penutup kaca preparat yang juga sudah dibersihkan dengan alkohol. Lalu preparat yang sudah jadi tersebut diamati dengan menggunakan mikroskop.

Pada percobaan yang telah dilakukan, pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10 40. Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pada Aspergillus tereus memiliki bagian-bagian, yaitu konidia dengan warna biru dan berbentuk rantai, konidiofor berwarna putih abu-abu, sterigma berwarna putih, dan vesikel berwarna putih. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Fardiaz (1992), dimana dikatakan bahwa ciri-ciri spesifik dari kapang jenis Aspergillus sp adalah memiliki koloni yang kompak, konidiofornya ada yang memiliki septat dan ada yang tidak berseptat, memiliki konidia berbentuk rantai dengan warna hijau, coklat, atau hitam yang bagian ujungnya membentuk vesikel, terdapat sterigma. Perbedaan warna dari percobaan yang telah dilakukan ini disebabkan karena kesalahan praktikan dalam melakukan pengamatan. Kemudian untuk kapang jenis Rhizopus oligosporus dari hasil pengamatan didapatkan hasil bahwa kapang tersebut memiliki bagian-bagian berupa sporangium yang berwarna hijau kehitaman, sporangiofor berwarna hijau ungu, stolon berwarna hijau, sporangiospora berwarna ungu, kolumela berwarna abu-abu,dan apofisis berwarna putih. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Anonim a (2009) yang menyatakan bahwa Rhizopus sp memiliki bagian-bagian sel berupa sporangia, sporangiofor, hypha, mycelium, stolon, dan rhizoid. Pada percobaan memang ada beberapa bagian yang tidak terlihat hal ini dikarenakan keterbatasan mikroskop yang digunakan.

5.2. PewarnaanPercobaan selanjutnya yaitu mengenai pewarnaan. Pewarnaan ini dimaksudkan untuk mempertajam dan membuat kontras sel mikrobia dan latar belakangnya karena mikroba memiliki pigmen yang sangat sedikit bahkan tidak berwarna serta memiliki indeks bias yang hampir sama dengan indeks bias lingkungan yang bersifat cair. Selain itu dengan pewarnaan juga memungkinkan untuk pengamatan bentuk sel dari bakteri (Hadioetomo, 1993). Hal ini sesuai dengan percobaan dimana bakteri yang telah diwarnai menjadi lebih jelas dan bentuknya dapat terlihat. Pada metode pewarnaan ini digunakan 3 macam metode, yaitu pewarnaan sederhana, pewarnaan gram, dan pewarnaan endospora. Pada pewarnaan sederhana pengecatan hanya menggunakan satu jenis zat pewarna atau hanya melalui satu tahap pewarnaan saja pada olesan bakteri. Untuk pewarnaan gram menggunakan beberapa reagen yang berbeda (Hadioetomo, 1993). Kemudian pada pewarnaan endospora karena endospora sangat sukar diwarnai dengan pewarna biasa, maka pewarna yang digunakan adalah pewarna spesifik yaitu pewarna hijau malasit (malachite green) (Fardiaz, 1992). Hal ini sesuai dengan percobaan yang telah dilakukan dimana pada pewarnaan sederhana, larutan pewarna yang digunakan hanya satu jenis yaitu metilen blue. Kemudian pada pewarnaan gram larutan reagen yang digunakan berjumlah lebih dari satu. Dan pada pewarnaan endospora pewarna yang digunakan adalah pewarna hijau malasit (malachite green). Kultur yang digunakan pada pewarnaan sederhana adalah Bacillus aureus dan Streptococcus thermophilus. Untuk metode pewarnaan gram kultur yang digunakan adalah Escherichia coli dan Lactobacillus bulgaricus. Kemudian untuk pewarnaan spora bakteri, mikroba yang digunakan adalah Bacillus aureus dan Aspergillus xylinum. Selanjutnya kultur yang digunakan untuk pewarnaan spora yeast adalah Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces uvarum.

Cara kerja yang dilakukan untuk semua proses pewarnaan dimulai dengan pensterilan kaca preparat menggunakan alkohol untuk mengurangi terjadinya kontaminasi. Selanjutnya preparat diberi setetes aquades kemudian ditambah dengan kultur yang diambil dengan menggunakan jarum ose. Dalam pengambilan kultur ini juga dilakukan secara aseptis untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap kultur (Hadioetomo, 1993). Selanjutnya preparat yang sudah berisi aquades dan biakan tersebut dikeringkan. Pengeringan ini dimaksudkan agar ketika preparat difiksasi, sel-sel biakan tidak akan terebus dan bentuknya tetap utuh (Hadioetomo, 1993). Selanjutnya setelah dilakukan pengeringan langkah selanjutnya adalah fiksasi. Fiksasi ini dilakukan dengan cara melewatkan preparat diatas api bunsen sebanyak 3 kali. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Lay (1994) yang menyatakan bahwa proses fiksasi dilakukan dengan cara melewatkan gelas benda pada nyala api spiritus beberapa kali selama 1-2 detik. Tujuan dari dilakukannya proses fiksasi ini adalah agar kultur dapat melekat dengan kuat pada gelas benda dan berfungsi untuk mematikan kultur, karena kultur yang masih hidup tidak dapat diamati. Hal ini sesuai dengan percobaan yang telah dilakukan dimana kultur yang diamati menggunakan mikroskop memang dalam keadaan mati.

Pada proses pewarnaan sederhana setelah preparat difiksasi langkah selanjutnya adalah penambahan larutan pewarna dimana yang digunakan dalam percobaan ini adalah metilen blue. Kemudian setelah dilakukan pewarnaan, langkah selanjutnya adalah pembilasan dengan aquades untuk melihat apakah bakteri dapat mengikat pewarna yang digunakan. Berdasarkan pendapat dari Lay (1994) dikatakan bahwa metilen blue merupakan pewarna basa yang umumnya dengan mudah diserap oleh bakteri. Hal ini sesuai dengan percobaan yang telah dilakukan dimana Bacillus aureus yang telah diberi pewarna dan telah dibilas menjadi berwarna biru berarti dapat disimpulkan bahwa Bacillus aureus merupakan bakteri yang bermuatan negatif karena dapat mengikat metilen blue. Berdasarkan Volk & Wheeler (1993), dikatakan bahwa jika bakteri diwarnai dengan zat pewarna basa maka muatan negatif dalam asam nukleat bakteri akan bereaksi dengan pewarna basa yang memiliki muatan positif. Namun warna yang dihasilkan Saccharomyces thermophilus tertulis pada laporan sementara justru berwarna pink. Padahal pada hasil pengamatan yang sebenanya warnanya adalah biru. Hal ini disebabkan karena ketidaktelitian praktikan dalam melakukan pengamatan.

Proses pewarnaan berikutnya adalah proses pewarnaan gram. Langkah selanjutnya setelah dilakukan fiksasi dilakukan penambahan pewarna kristal violet. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa dalam pewarnaan gram salah satu pewarna yang digunakan adalah violet kristal. Violet kristal ini memberikan warna ungu atau biru tua pada mikroba yang diwarnai (Trihendrokesowo, 1989). Hal ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan dimana mikroba yang diberi violet kristal menjadi berwarna ungu kebiruan. Kemudian setelah diberi pewarna violet kristal ini, preparat didiamkan selama 1 menit agar mikroba dapat mengikat pewarna ini. Selanjutnya dilakukan pembilasan menggunakan aquades. Setelah dibilas preparat ditambah dengan larutan mordant dimana pada percobaan yang dilakukan larutan yang digunakan adalah larutan lugol. Menurut pendapat dari Trihendrokesowo (1989) dinyatakan bahwa pada saat penambahan mordant, terbentuk kompleks violet kristal dengan lugol atau iodin dan tetap berwarna biru. Penambahan larutan mordant ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri, sehingga pengikatan zat warna oleh bakteri menjadi lebih kuat, memperjelas zat warna, mempersulit pelarutan zat warna, dan menyebabkan terbentuknya persenyawaan kompleks kristal violet-yodium (Lay, 1994). Hal ini sesuai dengan percobaan yang dilakukan dimana setelah dilakukan penambahan larutan mordant, warna dari preparat tidak mengalami perubahan karena fungsi dari larutan mordant hanya untuk meningkatkan afinitas pengikatan mikroba terhadap zat warna. Kemudian preparat didiamkan selama 1 menit dan dibilas lagi dengan alkohol. Fungsi dari alkohol ini adalah melunturkan zat warna primer dengan daya kerja lambat, sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya pemucatan yang berlebihan (Lay, 1994). Selanjutnya preparat ditambah dengan fuksin. Dalam percobaan yang telah dilakukan pewarna kedua yang digunakan memang bukan safranin. Namun fuksin memiliki fungsi yang sama dengan safranin, yaitu sebagai pewarna kedua atau counterstain. Selain itu kedua pewarna ini juga merupakan zat warna basa. Dengan adanya pewarna kedua ini perbedaan bakteri gram positif dan gram negatif dapat dilihat berdasarkan pengikatan bakteri terhadap zat pewarna tersebut. Pada bakteri gram negatif akan berwarna merah akibat mengikat zat pewarna kedua dan bakteri gram positif akan berwarna biru ungu akibat mengikat zat pewarna pertama (Trihendrokesowo,1989). Selanjutnya didiamkan selama 20 detik dan dibilas lagi dengan aquades. Kemudian dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop.

Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil dimana pada mikroba jenis Escherichia coli warna yang dihasilkan setelah pewarnaan adalah ungu kebiruan. Dari warna yang dihasilkan ini dapat disimpulkan bahwa Escherichia coli merupakan bakteri gram positif. Kemudian pada bakteri Lactobacillus bulgaricus warna yang dihasilkan setelah pewarnaan adalah pink kebiruan. Namun dari hasil percobaan yang sebenarnya warna dari preparat Lactobacillus bulgaricus memiliki warna dominasi biru. Maka dapat disimpulkan bahwa Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri gram positif. Organisme dengan gram positif dapat menahan kompleks pewarna primer ungu kristal iodium sampai akhir prosedur (sel-sel tampak biru gelap atau ungu) (Hadioetomo, 1993). Berdasarkan pendapat dari Gaman & Sherrington (1994) dikatakan bahwa contoh bakteri gram negatif adalah ada Eschericia coli, Enterobacter aerogenes, dan kelompok Pseudomonas. Sedangkan yang merupakan bakteri gram positif adalah kelompok Lactobacillus, Streptococcus, Staphylococcus dan Streptococcus. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena pembilasan terhadap zat pewarna pertama kurang bersih dan pemberian zat pewarna kedua juga kurang banyak sehingga yang lebih menonjol adalah zat pewarna pertama. Selain itu kemungkinan setelah dilakukan pewarnaan yang kedua preparat tidak didiamkan selama 20 detik sehingga bakteri belum mengikat zat pewarna kedua ketika dibilas lagi.

Pada pewarnaan yang berikutnya yaitu pewarnaan endospora, terbagi menjadi 2 percobaan yaitu pewarnaan spora yeast dan pewarnaan spora bakteri. Langkah yang dilakukan setelah fiksasi adalah pewarnaan dimana pada pewarnaan spora yeast menggunakan violet kristal dan pada pewarnaan spora bakteri menggunakan hijau malasit. Pewarna violet kristal merupakan jenis pewarna basa dimana setelah diikat oleh mikroba akan menghasilkan warna biru. Pewarna ini merupakan pewarna pertama (Volk & Wheeler, 1993). Kemudian pada pewarna hijau malasit yang digunakan pada pewarnaan bakteri ini merupakan pewarna spesifik. Penggunaan pewarna ini pada spora bakteri disebabkan karena endospora pada bakteri sangat sukar diwarnai dengan pewarna biasa. Warna yang dihasilkan ketika endospora bakteri mengikat pewarna ini adalah hijau kebiruan (Fardiaz, 1992). Selanjutnya preparat dilewatkan diatas api bunsen sebanyak 3 kali dan preparat tidak boleh sampai kering. Pemanasan diatas api bunsen ini dimaksudkan agar endospora dapat aktif (Fardiaz, 1992). Dengan demikian pengecatan dapat dilakukan dengan lebih cepat karena pemansan membantu zat warna menembus dinding endospora (Tortora et al., 1995). Kemudian pada preparat spora yeast dilakukan pembilasan dengan menggunakan alkohol dan pada preparat spora bakteri menggunakan aquades. Penggunaan aquades untuk pembilasan pada preparat spora bakteri karena spora yang telah dicuci menggunakan aquades tidak akan melepas zat pewarna lagi meskipun diberi alkohol (Schlegel & Schmidt, 1994). Kemudian kedua preparat setelah dibilas ditambah dengan pewarna fuksin. Pewarna fuksin merupakan jenis pewarna basa yang memiliki fungsi sama dengan safranin dimana akan menghasilkan warna merah ketika diikat oleh spora (Volk & Wheeler, 1993). Selanjutnya preparat didiamkan selama 10 detik kemudian dibilas dengan aquades, dikeringkan, dan diamati menggunakan mikroskop.Dari percobaan pewarnaan endospora ini adalah pada bakteri Bacillus aureus warna yang dihasilkan adalah biru. Maka pada Bacillus aureus dapat diketahui bahwa memiliki endospora. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Lay (1994) yang menyatakan bahwa endospora pada umumnya dimiliki oleh bakteri dengan bentuk batang dan Bacillus sp merupakan bakteri dengan bentuk batang. Kemudian pada Acetobacter xylinum warna yang dihasilkan adalah abu-abu pink. Maka dapat diketahui bahwa pada Acetobacter xylinum memiliki sel vegetatif. Pada Saccharomyces cereviceae warna yang dihasilkan adalah pink kuning. Hal ini diakibatkan karena penambahan fuksin yang merupakan zat warna basa akan mengikat muatan negatif yang terdapat pada permukaan sel sehingga sel vegetatif berwarna merah muda kekuningan. Dalam hal ini fuksin tidak masuk ke dalam spora (Lay,1994). Maka dapat diketahui bahwa pada Saccharomyces cereviceae memiliki sel vegetatif. Selanjutnya pada Saccharomyces uvarum warna yang dihasilkan adalah biru ungu. Maka dapat diketahui bahwa Saccharomyces uvarum memiliki endospora.

Dengan pewarnaan yang telah dilakukan ini bentuk dari mikroba yang digunakan dapat terlihat. Pada percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bentuk dari Bacillus aureus adalah coccus. Namun hasil percobaan ini tidak sesuai dengan pendapat dari Schlegel & Schmidt (1994), dimana bentuk dari Bacillus aureus seharusnya adalah batang atau basilus yang berarti panjang. Kesalahan ini kemungkinan disebabkan karena kesalahan praktikan ketika mengamati bentuk dari sel Bacillus aureus tersebut. Kemudian untuk Saccharomyces thermophilus berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan hasil dimana bentuk dari sel Saccharomyces thermophilus adalah coccus atau bulat. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Fardiaz (1992), dimana dikatakan bahwa sel khamir Saccharomyces berbentuk bulat, oval atau memanjang, dan berbentuk pseudomiselium, serta memiliki spora berbentuk bulat atau oval, dengan permukaan yang halus. Pada bakteri Escherichia coli diketahui bentuk dari selnya adalah bacillus. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Waluyo (2004) dan Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa bakteri Escherichia coli memiliki sel yang berbentuk batang atau bacillus. Lalu bakteri Lactobacillus bulgaricus berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan memiliki sel yang berbentuk bacillus. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Schlegel & Schmidt (1994) yang menyatakan bahwa bakteri dengan bentuk batang memiliki nama bacillus. Selanjutnya bakteri Bacillus aureus setelah dilakukan pengamatan diketahui bahwa bentuk selnya adalah coccus. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat dari Gaman & Sherrington (1994) dimana dikatakan bahwa semua jenis spesies bakteri Bacillus sp berbentuk batang. Kemudian untuk bakteri jenis Acetobacter xylinum bentuk selnya adalah coccus. Namun hal ini tidak sesuai dengan pendapat dari Frazier & Westhoff (1988) dimana dikatakan bahwa genus Acetobacter berbentuk batang. Pada Saccharomyces cereviceae dan Saccharomyces uvarum bentuk selnya adalah coccus. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Fardiaz (1992) dimana dikatakan bahwa Sel khamir Saccharomyces berbentuk bulat, oval atau memanjang, dan berbentuk pseudomiselium, serta memiliki spora berbentuk bulat atau oval, dengan permukaan yang halus.

Preparat terdiri dari 2 macam, yaitu preparat yang bersifat basah dan preparat olesan yang diwarnai. Pada preparat yang bersifat basah ini digunakan setetes cairan yang mengandung mikroba hidup. Berdasarkan dari pendapat dari Hadioetomo (1993) tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam percobaan yang telah dilakukan, jenis preparat yang digunakan adalah preparat yang bersifat basah dimana sebelum meletakkan kultur pada kaca preparat, kaca preparat ditetesi dengan aquades kemudian baru ditambah dengan kultur.

6. KESIMPULAN

Pengecatan bakteri meliputi pengecatan sederhana, pengecatan gram, dan pengecatan endospora. Pewarnaan sederhana menggunakan satu macam pewarna yaitu pewarna basa. Pewarnaan gram menggunakan zat pewarna pertama, larutan mordant, pencuci zat warna, dan zat pewarna penutup (counterstain). Pewarnaan bakteri bertujuan agar zat warna dapat membiaskan cahaya dan dapat meningkatkan kontras sekelilingnya sehingga struktur sel bakteri dapat diamati. Mikroskop digunakan untuk mengamati organisme yang berukuran sangat kecil hingga tidak dapat dilihat menggunakan mata telanjang. Pewarnaan gram digunakan untuk membedakan mikroba menjadi gram positif dan gram negatif. Pewarna yang digunakan dalam pengecatan endospora harus khusus seperti malachite green Pemanasan pada pewarnaan endospora bertujuan untuk membantu zat warna menembus dinding endospora. Proses fiksasi dilakukan dengan cara melewatkan gelas benda pada nyala api bunsen beberapa kali selama 1-2 detik. Bakteri gram positif menghasilkan warna biru atau violet Bakteri gram negatif menghasilkan warna merah. Bacillus aureus merupakan jenis bakteri yang mengandung endospora dan berbentuk batang. Acetobacter xylinum merupakan jenis bakteri yang megadung sel vegetatif dan berbentuk coccus. Saccharomyces sp memiliki bentuk coccus. Pengolesan kultur (dengan menggunakan jarum ose) pada gelas obyek, harus merata dan tidak boleh terlalu tebal atau tipis karena akan menyulitkan pengamatan. Larutan mordant adalah larutan yang berfungsi untuk meningkatkan afinitas pengikatan zat warna oleh bakteri. Fungsi penambahan zat warna penutup pada pengecatan gram adalah sebagai pembeda (kontras) terhadap zat warna primer, dan juga untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilangan zat warna primernya. Perbedaan antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif adalah terletak pada struktur dinding selnya yang dapat menyebabkan perbedaan larutan pemucat.

Semarang, 20 Mei 2009 Praktikan

Christiana. S 08.70.0032Asisten dosen :- Nita- Lilyk Mekar Sari

7. DAFTAR PUSTAKA

Anonim a. (2009). Bread Mold Fungus. http://www.backyardnature.net/botany.htm

Bibiana,W.L. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Capucino, J.G. & N. Sherman. (1993). Microbiology : A Laboratorium Manual. Addison Wesley Publishing Company Inc. USA.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Frazier, W.C. and Westhoff, D.C. (1988). Food Microbiology 4th . Kin Keong Printing Co. Pte. Ltd. Singapore.

Gaman, P.M. & K.B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Hadioetomo, R.S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Lay, B.W. (1994) . Analisis Mikroba dalam Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Pelczar,M.J. & R.D.Reid. (1958). Microbiology. McGra-Hill Book Company Inc. New York.

Schlegel, H.G. & K. Schmidt. (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tortora, G. J. ; B. R. Funke. & C. L. Case. (1995). Microbiology an Introduction 5th Edition. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Trihendrokesowo. (1989). Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta.

Volk, W.A. & M.F. Wheeler. (1993). Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

Waluyo, L. (2004). Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.

8. LAMPIRAN

8.1. Laporan Sementara27