perpajakan
DESCRIPTION
PP No. 46 Tahun 2013TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutang oleh
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat (Gosal, 2013).
Besarnya penerimaan pajak dilaporkan dalam Anggaran dan Penerimaan
Belanja Negara (APBN). Dalam APBN 2013, porsi penerimaan pajak hampir
mencapai 70% (www.pajak.go.id). Artinya, pajak merupakan sumber dana
yang memiliki kontribusi penting dalam menjalankan roda pemerintahan dan
melakukan pembangunan di segala bidang. Sebagai sumber penerimaan utama
negara, pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan
penerimaan dari sektor pajak. Pada tahun 1983, reformasi pajak dilakukan
dengan mengubah sistem pemungutan pajak dari official assessment system
menjadi self assessment system. Official assessment system adalah sistem
pemungutan pajak yang memberi kewenangan pemerintah untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang (Ikatan Akuntan Indonesia, 2013). Self-
assesment yang berlaku di Indonesia, wajib pajak harus dapat menghitung,
memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajak terutangnya (Hastoni et
al, 2009). Perubahan sistem pemungutan pajak diharapkan dapat
menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Namun,
perubahan sistem pemungutan pajak self assessment akan efektif apabila
1
kepatuhan sukarela pada masyarakat untuk membayar pajak telah terbentuk.
Pada kenyataannya, kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih rendah, hal ini
tercermin dalam tax ratio dan tax gap.
Rendahnya tax ratio dan masih terjadinya tax gap di Indonesia
mencerminkan belum maksimalnya kinerja pajak di Indonesia. Maka dari itu,
pemerintah kembali melakukan reformasi pajak dengan menerbitkan UU
No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP) dan UU PPh No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam UU
PPh No.36 Tahun 2008 pemerintah memberikan penurunan tarif sebesar 28%
pada tahun 2009 dan 25% pada tahun 2010 bagi Wajib Pajak badan dengan
peredaran bruto di atas Rp 50.000.000.000,00 untuk menghitung jumlah PPh
Badan terutangnya. Selain itu, bagi Wajib Pajak dengan peredaran bruto
hingga Rp 50.000.000.000,00 diberikan fasilitas pengurangan tarif 50% dari
tarif yang berlaku untuk menghitung jumlah PPh Badan terutangnya.
Penurunan tarif sudah dilakukan untuk meringankan jumlah PPh Badan
terutang Wajib Pajak badan, namun cara perhitungan ini tergolong sulit bagi
UMKM dengan kemampuan pencatatan/akuntansi yang minim.
Pemberdayaan UMKM di Indonesia saat ini sangat gencar dilakukan
oleh pemerintah yakni di bawah koordinasi Menteri Negara Usaha Kecil
Menengah. Berbagai fasilitas dan kemudahan disediakan demi kelangsungan
hidup dan perkembangan usaha ini. Fasilitas kredit, pendampingan dalam
bidang produksi dan marketing diberikan serta pembinaan pada UMKM pun
dilakukan.
2
UMKM merupakan penopang perekonomian Indonesia karena
kontribusinya yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan
merupakan sektor yang tangguh dalam menghadapi krisis ekonomi.
Berdasarkan data Produk Domestik Bruto (PDB), UMKM mempunyai
kontribusi kurang lebih 57% dari total PDB (Ibrahim, 2013). Menurut Ketua
Dewan Direktur CIDES (Center for Information and Development Studies),
Rohmad Hadiwijoyo, ada tiga faktor yang membuat UMKM bisa bertahan
dalam kondisi krisis ekonomi, antara lain barang dan jasa yang dihasilkan
dekat dengan kebutuhan masyarakat, memanfaatkan sumber daya lokal
(seperti sumber daya manusia, bahan baku, hingga peralatan) atau tidak
mengandalkan barang impor, dan tidak ditopang dana pinjaman dari bank
melainkan dana sendiri (www.kompas.com). Besarnya kontribusi UMKM
terhadap PDB nasional sebanding dengan pertumbuhan UMKM yang terus
meningkat di setiap tahunnya dan mendominasi jumlah usaha besar di
Indonesia.
Meskipun UMKM memiliki kontribusi yang besar terhadap
perekonomian Indonesia, namun demikian terdapat miss-match dimana
kontribusi UMKM pada penerimaan pajak sangat kecil, yaitu kurang lebih
0,5% dari total penerimaan pajak (Ibrahim, 2013). Rendahnya kepatuhan
pajak dari pelaku UMKM terkait dengan beberapa hal, yaitu pelaku UMKM
didominasi oleh pelaku usaha rumah tangga, pelaku UMKM umumnya orang
pribadi swa-usaha yang memiliki karakteristik cenderung kurang patuh
dibandingkan karyawan yang perolehan penghasilannya telah dipotong pada
3
saat dibayarkan (withholding), pelaku UMKM biasa bergerak di sektor
informal dimana catatan yang ada atas pelaku UMKM dan transaksi yang
dilakukannya cenderung tidak ada (www.pajak.go.id ).
Dalam upaya untuk mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan
secara sukarela (voluntary tax compliance) serta mendorong kontribusi
penerimaan negara dari UMKM, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Ibrahim, 2013). Penerapan PP No. 46
Tahun 2013 bertujuan untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan
perpajakan, mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi, mengedukasi
masyarakat untuk transparansi, dan memberikan kesempatan masyarakat
untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara.
Perubahan peraturan perpajakan yang terjadi pada pertengahan tahun
2013 bagi Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu, menyebabkan
perhitungan pajak akan mengacu pada UU PPh No. 36 Tahun 2008 untuk
masa Januari hingga Juni dan PP No. 46 Tahun 2013 untuk masa Juli hingga
Desember. Berdasarkan uraian di atas, perlu diadakan evaluasi terkait respon
Wajib Pajak khusunya Wajib Pajak Badan terhadap PP No. 46 Tahun 2013
dan sebagai bahan evaluasi bagi Dirjen Pajak dalam menentukan kebijakan
pajak di masa mendatang. Hal inilah yang mendorong peneliti merasa tertarik
untuk mengangkat isu tersebut untuk kemudian melakukan penelitian pada
Koperasi Mahasiswa “Padang Bulan (PB)” UIN Maulana Malik Ibrahim
4
Malang, yakni berkaitan dengan besarnya omset penjualan pada saat sebelum
dan sesudah diterapkannya PP No. 46 Tahun 2013 dan pengaruhnya kepada
pelanggan terkait harga jual barang dagang di Kopma PB.
Dalam penelitian ini, penulis memilih Kopma PB sebagai objek
penelitian karena merupakan sektor UMKM yang menerapkan PP No. 46
Tahun 2013. Koperasi ini telah melakukan pembukuan untuk memenuhi
kewajiban perpajakannya dan akan memudahkan penulis dalam menggali
informasi yang akan digunakan dalam penelitian ini.
Penelitian tentang PP No. 46 Tahun 2013 masih baru, sehingga perlu
acuan untuk membantu menyelesaikan penelitian ini. Peneliti menggunakan
penelitian yang dilakukan oleh Butar (2013) tentang Penerapan PP No. 46
Tahun 2013 Pada UMKM yang memaparkan perbandingan antara
penghitungan PPh Badan yang dilakukan perusahaan dan perhitungan PPh
Badan sesuai UU Perpajakan, baik mengacu pada Pasal 31E UU PPh No. 36
Tahun 2008 maupun PP No. 46 Tahun 2013. Dan Isroah (2013) tentang
perhitungan pajak penghasilan UMKM, yang memaparkan cara perhitungan
pajak penghasilan baik yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
maupun Wajib Pajak Badan. Selain itu, penulis juga mengacu pada penelitian
yang dilakukan oleh Susilo dan Sirajuddin (2013) tentang pemahaman wajib
pajak terhadap PP No. 46 Tahun 2013 tentang pajak UMKM. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa pemahaman UMKM terhadap PP No. 46 Tahun
2013 masih minim. Penelitian lain yang menjadi acuan adalah penelitian yang
dilakukan oleh Walandouw (2013) yang membahas mengenai analisis
5
perhitungan dan pelaporan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 25. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bagaimana mekanisme perhitungan dan pelaporan pada
CV. Mitra Jaya Lestari.
Berdasarkan uraian dan beberapa penelitian di atas, yang membahas
tentang perbandingan perhitungan PPh Badan, pemahaman wajib pajak
terhadap pajak UMKM, perhitungan pajak UMKM, perhitungan dan
pelaporan PPh 23 dan 25, dan pengaruhnya pada kelangsungan usaha UMKM
maka penulis tertarik untuk mengangkat judul “Pengaruh Penerapan PP 46
Tahun 2013 Terhadap Omzet Penjualan UMKM dan Pengaruhnya
Kepada Konsumen (Studi Kasus pada Kopma PB UIN Maliki Malang)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan yang akan diteliti
adalah:
1. Bagaimana penerapan PP No 46 Tahun 2013 pada UMKM berpengaruh
signifikan terhadap omset penjualan dan jumlah pelanggan atau pembeli?
2. Bagaimanakah tingkat pencapaian omset penjualan dan jumlah
pelanggan atau pembeli sebelum dan sesudah diterapkannya PP No 46
Tahun 2013 pada UMKM?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan diadakannya penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui dampak dari diterapkannya PP No 46 Tahun 2013
terhadap omset penjualan dan jumlah pelanggan atau pembeli.
6
2. Untuk mengetahui tingkat pencapaian omset penjualan dan jumlah
pelanggan atau pembeli sebelum dan sesudah diterapkannya PP No 46
Tahun 2013 pada UMKM.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan membawa manfaat dalam disiplin ilmu
pengetahuan di bidang pendidikan dan memberikan pemikiran yang
positif mengenai diberlakukannya PP No. 46 Tahun 2013 mengenai
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Penelitian ini juga merupakan pelatihan kemampuan yang dapat
mempertajam daya pikir ilmiah dengan menerapkan teori yang telah
diperoleh selama masa studi dengan mengikuti perkembangan peraturan
perpajakan di Indonesia. Khususnya mata kuliah akuntansi lanjutan dan
akuntansi perpajakan.
2. Secara Praktis
Penelitian ini bisa dijadikan rekomendasi atau evaluasi penetapan harga
barang dagang terhadap pencapaian omset penjualan dan jumlah
pelanggan setelah diterapkannya PP No 46 Tahun 2013 di Kopma PB.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Riset Sebelumnya
Hasil dari penelitian Etha Yuny Agustina Butar Butar tahun 2014
yang berjudul Penerapan PP No. 46 Tahun 2013 Pada UMKM (Studi Kasus
Pada CV. Lestari Malang) menunjukkan masih terdapat kesalahan dalam
perhitungan PPh Badan perusahaan sehingga pajak yang dibayarkan lebih
besar dari yang seharusnya. Sedangkan penyetoran dan pelaporan PPh badan
telah dilakukan sesuai UU Perpajakan. Dampak penerapan PP No. 46 Tahun
2013 adalah jumlah pajak yang disetor menjadi lebih kecil daripada
menggunakan peraturan lama. Implikasi dari penelitian ini adalah penerapan
peraturan baru memberikan kemudahan dalam menghitung besarnya PPh
Badan yang terutang sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan dalam
menentukan besarnya PPh Badan yang harus disetor.
Penelitian oleh Annisa Ulul Azmiya tahun 2013 dengan judul
Analisis Tentang Kebijakan Pemungutan Pajak Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2013 Terhadap Usaha Mikro, Kecil, Dan Mengangah (UMKM)
Ditinjau Dari Asas-Asas Pemungutan Pajak menunjukkan bahwa kebijakan
pemungutan pajak bagi UMKM memenuhi asas revenue productivity, asas
convenience, dan simplicity, namun tidak memenuhi asas certainty, efficiency,
dan asas keadilan baik horizontal maupun vertikal. Adanya ketimpangan
8
terhadap pemerintah dan wajib pajak, peneliti memberikan berupa saran
alternatif pengenaan pajak bagi UMKM. Alternatif yang dibuat adalah dengan
mengganti dasar pengenaan pajak satu persen dari omzet menjadi pengenaan
1% dari penghasilan netto.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Isroah tahun 2013 dengan
judul Penghitungan Pajak Penghasilan Bagi UMKM memaparkan
perhitungan besarnya pajak penghasilan yang dilakukan oleh UMKM
diklasifikasikan dalam dua pendekatan yaitu melalui (1) pencatatan dan (2)
pembukuan. Melalui pendekatan pencatatan perkenankan bagi Wajib Pajak
Orang pribadi jika omzet kurang dari Rp4.800.000.000,00 per tahun dan
pembukuan diperkenankan untuk WJIB Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang
Pribadi jika omzet per tahun Rp 4.800.000.000,00 atau lebih.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Eunike Jacklyn Susilo dan
Betri Sirajuddin tahun 2013 yang berjudul Pemahaman Wajib Pajak
Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak UKM
(Studi Kasus Pada Wajib Pajak Yang Terdaftar Di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Palembang Ilir Barat). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat pemahaman wajib pajak mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013 dan upaya yang perlu dilakukan pemerintah agar wajib pajak
paham dan mau membayar pajak berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013. Lingkup penelitian ini adalah KPP Pratama Ilir Barat Palembang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat mengenai
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 masih sangat minim dan upaya
9
pengenalan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yang dilakukan
pemerintah belum maksimal.
Dan penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Walandouw tahun
2013 dengan judul Analisis Perhitungan Dan Pelaporan PPh Pasal 23 Dan
PPh Pasal 25. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya Pajak
Penghasilan Pasal 23 dan Pajak Penghasilan Pasal 25 yang disetorkan dan
untuk mengetahiu apakah perhitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal
23 dan Pajak Penghasilan Pasal 25 Pada CV. Mita Jaya Lestari sudah sesuai
dengan Undang-undang tentang Pajak Penghasilan. Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa PPh Pasal 23 berpengaruh terhadap besarnya angsuran
PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan perusahaan, sedangkan PPh Pasal 25
tidak mempunyai pengaruh apapun terhadap PPh pasal 23
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya
adalah penelitian ini memaparkan mengenai bagaimana dampak atau
pengaruh penerapan PP No.46 Tahun 2013 tentang UMKM terhadap omzet
penjualan perusahaan yang akan mempengaruhi perilaku konsumen untuk
membeli atau tidak pada harga baru yang ditawarkan produsen akibat
pengenaan tarif pajak 1% pada omzet penjualan atau peredaran brutonya.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Pengertian Pajak
Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang
digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan
pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan
10
Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak merupakan
penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya
pengeluaran pemerintah dalam rangka pembiayaan negara menuntut
peningkatan penerimaan negara yang salah satunya berasal dari
penerimaan pajak. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai instansi
pemerintahan di bawah Departemen Keuangan sebagi pengelola
sistem perpajakan di Indonesia berusaha meningkatkan penerimaan
pajak dengan mereformasi pelaksanaan sistem perpajakan yang lebih
modern. Diantaranya, menetapkan Sunset Policy, yakni penghapusan
sanksi pajak. Direktorat Jendral Pajak (DJP) akan mengimbau kepada
wajib pajak untuk memperbaiki SPT jika ada transaksi yang belum
kena pajak. Kemudian, Direktorat Jendral Pajak akan
mencocokkannya dengan data yang dimiliki. Jika ada yang tidak
sesuai, kami pihak DJP akan meminta WP (wajib pajak) untuk
membayar selisihnya saja tanpa membayar dendanya. Selain itu,
pemerintah akan berfokus pada tahun pembinaan pajak 2015, yakni
semua wajib pajak diwajibkan membenahi SPT selama lima tahun
terakhir. Dengan perbaikan itu, ia berharap penerimaan pajak yang
besar karena perbaikan kepatuhan bisa dinaikkan.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
11
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran
rakyat.
Menurut Soehamidjaja dalam Brotodiharjo (1986:15), Pajak
adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dapat dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma–norma hukum, guna menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
Menurut Soemitro dalam Brotodiharjo (1986:15), Pajak adalah
iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi)
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.
Menurut Prof. Dr. J.J.A. Adriani Pajak ialah pungutan
pemerintah dengan paksaan yurisis untuk mendapatkan alat-alat
penutup bagi pengeluaran-pengeluaran umum tanpa adanya jasa
timbal khusus terhadapnya.
Menurut Prof. Dr. Djajadiningrat Pajak sebagai suatu kewajiban
untuk menyerahkan sebagian kekayaan negara karena suatu keadaan,
kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu.
Pungutan tersebut bukan sebagai hukuman, tetapi menurut peraturan-
peraturan yang diteteapkan pemerintah serta dapat dipaksakan. Untuk
itu, tidak ada jasa balik dari negara secara langsung, misalnya untuk
memelihara kesejahteraan umum.
12
Menurut Cort van der Linden Pajak adalah setiap sumbangan
yang terutang pada keuangan umum yang tidak bergantung kepada
suatu jasa khusus dari penguasa. (Belasting isledere bijdrage aan de
algemene middelen verschuldige, onafhankelijk van enige bij zondere
dienst der overheid).
Dari Pengertian Pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak
memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang serta
aturan pelaksanaannya.
b. Sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan
perpajakan akan berakibat adanya sanksi.
c. Tidak ada kontra prestasi atau jasa timbal dari negara yang dapat
dirasakan langsung oleh pembayar pajak.
d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik pusat maupun
daerah (tidak boleh dilakukan oleh swasta yang orientasinya adalah
keuntungan).
e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan umum.
Dalam Resmi (2008) pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu pengelompokkan berdasarkan golongannya, lembaga
pemungutnya, maupun sifatnya. Berdasarkan golongannya PPh juga
mencakup usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai wajib
pajaknya.
13
2.2.2 Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013
Pasal 3 ayat (1) dalam PP No.46 Tahun 2013 berbunyi
“Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 adalah 1% (satu persen)” Pengenaan Pajak
Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1
(satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang
bersangkutan. Jika dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak
pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) dalam suatu Tahun Pajak, Wajib
Pajak tetap dikenai tarif Pajak Final sampai dengan akhir Tahun Pajak
yang bersangkutan. Namun apabila dalam sudah masuk pada tahun
pajak berikutnya maka dikenakan tarif pajak penghasilan berdasarkan
ketentuan Undang–Undang Pajak Penghasilan.
PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah peraturan pemerintah yang
dikeluarkan dan mulai berlaku tanggal 1 juli 2013 tentang pajak
penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh
wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dibawah Rp
4.8miliar dikenakan tarif sebesar 1%.
Terbitnya kebijakan baru Peraturan Pemerintah (PP) No.46
Tahun 2013 tentang Pajak penghasilan dari usaha yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yaitu
pajak 1 % dari penjualan. Pajak penghasilan ini dikenai pajak
penghasilan final khusus bagi wajib pajak Usaha Mikro Kecil
14
Menengah (UMKM). Secara garis besar tarif pajak sesuai PP No.46
tahun 2013 ini sebagai pengganti fasilitas diskon tarif 50% di pasal
31E UU No.36 Tahun 2008. Tetapi tidak semua wajib pajak UMKM
dapat menikmati fasilitas PPh Final 1%, karena ada wajib pajak yang
tidak dapat memanfaatkan fasilitas PP No.46 Tahun 2013. Pajak 1 %
ini hanya dikenakan kepada Wajib pajak yang peredaran brutonya
mencapai 1 Miliyar hingga 4,8 Miliyar.
PPh sebagaimana tertuang dalam PP No.46 Tahun 2013 ini
memiliki tiga pokok kebijakan yang penting yaitu penerapan tarif PPh
final sebesar 1% dari peredaran bruto yang sederhana untuk
kemudahan penghitungan, penyederhanaan penyetoran dan pelaporan
untuk kemudahan penyetoran dan pelaporan, serta penghapusan sanksi
administrasi. Secara singkat ketiga pokok kebijakan tersebut sebagai
berikut:
a. Kesederhanaan
Widodo (2010) menyatakan bahwa penyederhanaan tarif perlu
dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan WP. Penyederhanaan
tarif tersebut dilakukan oleh Pemerintah dengan menerapkan PP
Nomor 46 Tahun 2013. Tarif PPh final yang diterapkan adalah
sebesar 1% dari peredaran bruto sebagaimana tercantum pada pasal
3. Hal itu merupakan bentuk yang sangat digembor-gemborkan
oleh Pemerintah karena mengingat kesederhanaan, kemudahaan,
15
keadilan proporsional dan besarnya menarik sehingga perhitungan
PPh terutang oleh WP menjadi mudah.
b. Kemudahan
Joumard dalam Kamleitner, et al. (2010) dan Widodo (2010)
menyatakan bahwa administrasi perpajakan perlu dilakukan
penyederhanaan sehingga memberikan kemudahan dan akan
mampu mempengaruhi kepatuhan WP. Penyederhanaan
administrasi perpajakan tersebut diterapkan dengan menetapkan PP
Nomor 46 tahun 2013. Hal itu ditunjukkan dengan pertimbangan
yang diambil bahwa perlu memberikan perlakuan ketentuan
mengenai administrasi perpajakan yaitu dalam hal penyetoran dan
pelaporan pajak penghasilan terutang. WP tidak perlu lagi
menyampaikan SPT Masa tetapi dengan syarat tetap melakukan
perhitungan dan penyetoran yang benar.
c. Penghapusan sanksi administrasi
Penghapusan sanksi administrasi sebagaimana tercantum pada
huruf G Surat Edaran (SE) Nomor 42/PJ/2013 merupakan bagian
untuk mendorong kebijakan perluasan basis pajak melalui
peningkatan kepatuhan wajip pajak seperti yang telah ditetapkan
dalam APBN 2014. Penghapusan sanksi tersebut dilakukan untuk
mendorong wajip pajak memenuhi kewajiban perpajakannya tanpa
khawatir akan dikenakan sanksi administrasi baik bunga maupun
denda.
16
2.2.3 Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM)
UMKM adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di
Indonesia, tetapi saat ini batasan mengenai kriteria usaha kecil di
Indonesia masih beragam. Pengertian kecil dalam usaha kecil masih
relatif, sehingga perlu ada batasan yang dapat menimbulkan definisi-
definisi usaha kecil dari berbagai segi.
Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha
sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per
tahun. Untuk usaha menengah batasannya adalah usaha yang memiliki
omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun.
Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha
berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha mikro adalah usaha yang
memiliki pekerja 1-5 orang. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki
pekerja 6-19 orang. Usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang
dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang.
Sedangkan berdasarkan UU No.10/1995 tentang usaha kecil,
yang dimaksud dengan usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat
yang berskala kecil dalam memenuhi kriteria kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini. Yang dimaksud disini meliputi juga usaha kecil
informal yaitu berbagai usaha yang belum terdaftar, belum tercatat,
dan belum berbadan hukum, dan usaha kecil tradisional yaitu usaha
17
yang telah digunakan secara turun temurun, dan atau berkaitan dengan
seni budaya.
Bank Indonesia menggolongkan usaha kecil dengan merujuk
pada UU no 9/1995, sedangkan untuk usaha menengah BI
menentukan sendiri kriteria aset tetapnya dengan besaran yang
dibedakan antara industri manufaktur (Rp 200 juta s/d Rp 5 miliar)
dan non manufaktur (Rp 200 – 60 juta).
World Bank, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :
1. Medium Enterprise, dengan kriteria : Jumlah karyawan maksimal
300 orang, pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta, dan
jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta.
2. Small Enterprise, dengan kriteria : Jumlah karyawan kurang dari 30
orang, pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta, dan jumlah aset
tidak melebihi $ 3 juta.
3. Micro Enterprise, dengan kriteria : Jumlah karyawan kurang dari
10 orang, pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu, dan
jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu.
2.2.4 Omzet Penjualan
Omzet penjualan dalam berbagai pandangan para ahli, secara
eksplisit memberikan pengertian bahwa pemasaran suatu produk
sangat berkaitan dengan besarnya jumlah penawaran yang ditawarkan
kepada pelanggan sesuai tingkat kepuasan atas produk yang
digunakannya.
18
Fandy Tjiptono (2002:118) definisi mengenai omzet penjualan,
esensinya diterapkan dalam tiga apresiasi yaitu: pertama, tingkat
penjualan yang ingin dicapai, kedua, pasar yang ingin dikembangkan
sebagai kegiatan transaksi atau tempat melakukan transaksi dan
ketiga, adalah keuntungan atas penjualan.
Ketiga esensi tersebut pada dasarnya memberikan batasan
bahwa omzet penjualan diartikan sebagai penambahan nilai ekonomi
yang ditimbulkan melalui aktivitas penawaran produk dari berbagai
perusahaan industri yang menawarkan pembelian kepada konsumen.
McDaniel (2010:26) mengemukakan bahwa omzet penjualan
menunjukkan nilai penawaran yang memiliki kesan sesuai dengan
tingkat kemampuan konsumen untuk membeli dan memiliki suatu
produk yang dinyatakan dengan nilai finansial atau nominal.
Sturtmant (1996:252) pengertian omzet penjualan adalah
banyaknya jumlah omzet yang diterima akibat penawaran dan
penjualan secara kontinyu dan menguntungkan, sehingga terjadi
peningkatan nilai ekonomis dari suatu kegiatan jasa.
Annisa Andriyani (1999:19) memberikan definisi omzet
penjualan yang berorientasi pada pertambahan omzet adalah hasil
keuntungan yang diperoleh atau dicapai sesuai dengan banyaknya
produk yang ditawarkan dan dibutuhkan oleh konsumen, banyaknya
jumlah transaksi yang terjadi dan banyaknya penawaran yang
dilakukan sehingga menghasilkan keuntungan. Tentu peningkatan
19
penjualan akan terjadi apabila jasa yang ditawarkan tersebut
didistribusikan oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi penjualan
produk.
Banyak perusahaan menerapkan tingkat penawaran optimal
(omzet yang menguntungkan) apabila memahami tiga hal yaitu
penerapan positioning penjualan, targeting penjualan dan segmentasi
penjualan. Ketiga hal ini merupakan bentuk yang sangat diperlukan
dalam melakukan proses aktivitas penjualan suatu produk yang
dipromosikan.
Reni Damayanti (2008:148) kebanyakan manajer perusahaan
selalu berharap agar perusahaan yang dipimpinnya mengalami
peningkatan dalam peningkatan omzet penjualan dibandingkan
dengan perusahaan lainnya. Harapan tersebut tidak akan menjadi
kenyataan apabila para manajer tidak bertindak dengan jeli dan
konsisten dalam memecahkan persoalan strategi pemasaran yang
harus diterapkannya, agar omzet omzet penjualan ditingkatkan.
Menghadapi persaingan yang semakin ketat, Kartanegara
(2009:46) menyatakan bahwa setiap perusahaan dipaksa untuk mampu
berkompetitif secara sehat dalam mempertahankan peningkatan omzet
penjualan. Omzet penjualan tersebut seyogyanya diperlukan dan
diperkokoh berdasarkan posisi perusahaan dalam meningkatkan trend
penjualannya yang sesuai dengan segmentasi, targeting dan
positioning pasar.
20
Triyadi (2002:133) bahwa tujuan dari suatu perusahaan adalah
mempertahankan dan meningkatkan omzet penjualan. Penerimaan
tersebut akan komparatif dengan jumlah total penerimaan yang
diperoleh dalam mencapai profit (keuntungan) yang diinginkan oleh
perusahaan.
Peningkatan omzet penjualan bagi perusahaan sangat penting
untuk mengukur keberhasilan para manajer atau merupakan indikasi
berhasil tidaknya perusahaan dalam persaingannya. Pemasaran yang
tidak berhasil akan mengakibatkan fungsi-fungsi lain dalam
perusahaan tidak berarti. Karena itu, menjadi suatu tujuan dari setiap
perusahaan dalam meningkatkan penjualannya. Dan salah satu yang
sangat berpengaruh terhadap penjualan adalah adanya faktor-faktor
distribusi yang mempengaruhi peningkatan omzet penjualan produk
perusahaan dalam melakukan suatu pengambilan keputusan.
Omzet penjualan yang meningkat akan menggambarkan adanya
keuntungan atau perolehan manfaat dalam mengembangkan
perusahaannya atau meningkatkan suatu produk ke jenjang
pemenuhan tingkat pencapaian hasil yang diraih oleh perusahaan.
Kotler (2007:168) menyatakan bahwa perolehan peningkatan
penjualan yang tinggi akan terpenuhi apabila: (i) kekuatan-kekuatan
dari luar perusahaan dapat memberikan keuntungan, (ii) kinerja
perusahaan secara rata-rata mengalami peningkatan setiap periode
waktu, (iii) setiap omzet penjualan perusahaan tidak mengalami
21
penurunan, (iv) setiap omzet perusahaan meningkat sesuai dengan
besarnya jumlah pelanggan, (v) tidak terpengaruh oleh faktor-faktor
yang kurang komparatif dalam mempengaruhi omzet penjualan yang
diterima.
Mengukur peningkatan omzet penjualan dengan menggunakan
metode aplikasi terhadap total penjualan yang diterima adalah total
penjualan yang diterima oleh perusahaan berbanding dengan total
biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam proses pengoperasian
produk tersebut sampai ke tangan konsumen. Hasil akumulasi antara
total penerimaan berbanding dengan pengeluaran x 100% merupakan
nilai penjualan yang diterima oleh perusahaan.
Dengan menggunakan metode perhitungan bahwa omzet
penjualan yang diterima adalah besarnya total pengeluaran dibanding
dengan total penerimaan x 100% adalah jumlah penjualan yang
diterima oleh suatu perusahaan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka diketahui bahwa
peningkatan omzet penjualan yang diterima oleh suatu perusahaan
sangat ditentukan oleh besarnya jumlah total penerimaan yang
diterima dari transaksi produk berbanding dengan besarnya jumlah
pengeluaran dari biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan dalam
memperoleh keuntungan yang komparatif.
2.2.5 Perilaku Konsumen
22
Para ahli berpendapat mengenai definisi Perilaku Konsumen,
sebagai berikut:
1. Gerald Zaldman dan Melanie Wallendorf (1979 : 6) menjelaskan
bahwa:
“Consumer behavior are acts, process and sosial relationship
exhibited by individuals, groups and organizations in the
obtainment, use of, and consequent experience with products,
services and other resources”.
Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses, dan
hubungan sosial yang dilakukan individu, kelompok, dan
organisasi dalam mendapatkan, menggunakan suatu produk atau
lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya dengan produk,
pelayanan, dan sumber-sumber lainya.
2. David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta (1984 : 6)
mengemukakan bahwa:
“Consumer behavior may be defined as decision process and
physical activity individuals engage in when evaluating,
acquaring, using or disposing of good and services”.
Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan
keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam
proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat
mempergunakan barang-barang dan jasa.
3. James F. Engel, et.al (1968 : 8) berpendapat bahwa:
23
“Consumer behavior is defined as the acts of individuals directly
involved in obtaining and using economic good services including
the decision process that precede and determine these acts”.
Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan
individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh
dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses
pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan
tindakan tersebut.
4. Schiffman dan Kanuk (1994 : 7) mendefinisikan sebagai berikut:
“The term consumer behavior refers to the behavior that consumer
display in searching for purchasing, using evaluating and
disposing of product and services that they expect will satisfy their
needs”.
Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang
diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,
mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka
harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
5. Menurut Solomon (2007)
“It is study of the processes involved when individuals or group
select, purchase, use, or dispose of products, services, ideas, or
experiences to satisfy needs and desires”.
Studi Perilaku Konsumen merupakan proses ketika individu atau
kelompok menyeleksi, membeli, menggunakan atau membuang
24
produk, pelayanan, ide dan pengalaman untuk memuaskan
kebutuhannya.
6. Menurut Hawkins, Best, dan Coney (2001)
“Consumer behavior is the study of individuals, groups, or
organizations and the processes they use to select, secure, use, and
dispose of products, services, experiences, or ideas to satisfy needs
and the impacts that these processes have on the consumer and
society”.
Perilaku konsumen adalah studi mengenai individu, kelompok atau
organisasi dan proses dimana mereka menyeleksi, menggunakan
dan membuang produk, layanan, pengalaman atau ide untuk
memuaskan kebutuhan dan dampak dari proses tersebut pada
konsumen dan masyarakat.
25
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Menurut Restu (2010:52), Penelitian dapat dibedakan berdasarkan
tempat dilakukannya penelitian, yaitu penelitian lapangan (field research),
penelitian kepustakaan (library research), dan penelitian laboratorium
(laboratory research). Berdasarkan lokasinya, penelitian pada Koperasi
Mahasiswa “Padang Bulan” (Kopma PB) yang berlokasi di Kampus UIN
Malang, merupakan jenis penelitian lapangan. Penelitian lapangan
memudahkan penulis untuk memperoleh informasi dan data sedekat mungkin
dengan dunia nyata dan memperoleh data terbaru dari objek yang diteliti.
Alasan penulis memilih perusahaan tersebut karena lokasinya dekat dengan
tempat tinggal penulis dan menyediakan sumber data yang dibutuhkan untuk
melaksanakan penelitian ini.
3.2 Pendekatan Dan Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang diterapkan adalah penelitian deskriptif kualitatif
dengan pendekatan studi kasus. Metode studi kasus memusatkan diri secara
intensif terhadap suatu obyek tertentu dengan cara mempelajari sebagai suatu
kasus dan metode ini melibatkan catatan deskriptif secara mendalam dari
26
individu atau sekelompok individu yang dijaga oleh observer luar (Restu,
2010:90). Penelitian studi kasus hanya melibatkan individu tunggal atau sedikit
individu sehingga tidak menggambarkan kondisi atau kejadian secara
keseluruhan (umum) atau populasi.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mencoba untuk
memberikan gambaran secara sistematis tentang situasi, permasalahan,
fenomena, layanan atau program, ataupun menyediakan informasi tentang,
misalnya, kondisi kehidupan suatu masyarakat pada suatu daerah, tata cara
yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, sikap, pandangan, proses
yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu fenomena, pengukuran yang
cermat tentang fenomena dalam masyarakat (Restu, 2010:47). Data-data yang
dikumpulkan dalam penelitian deskripstif berupa kata-kata dan gambar yang
diperoleh dari naskah wawancara, catatan lapangan, videotape, dokumen
pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Moleong, 2012:11).
Studi digolongkan sebagai penelitian kualitatif bila tujuan utama dari
studi tersebut adalah untuk menggambarkan situasi, fenomena, permasalahan
atau kejadian (Restu, 2010:57). Data diperoleh dengan cara pengamatan,
wawancara, atau penelaahan dokumen. Metode kualitatif dilakukan karena
beberapa pertimbangan (Moleong, 2012:9):
1. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan
kenyataan jamak.
2. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti
dan responden.
27
3. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak
penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola yang dihadapi.
Dalam penelitian ini, fenomena yang diteliti adalah Pengaruh
Penerapan PP 46 Tahun 2013 Terhadap Omzet Penjualan UMKM dan
Pengaruhnya Kepada Pelanggan. Dalam melaksanakan penelitian kualitatif,
peneliti melakukan observasi dan wawancara kepada pelaku UMKM yang
menerapkan peraturan tersebut untuk menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan dalam penelitian ini.
3.3 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari
narasumber (data asli) dengan cara observasi dan wawancara. Data primer
merupakan data mentah yang belum diolah. Sedangkan, data sekunder adalah
data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui perantara. Datanya
sudah diolah dan bisa didapatkan melalui dokumen-dokumen resmi yang
dimiliki perusahaan. Dalam penelitian ini, penulis membutuhkan data-data
berikut untuk menjawab rumusan masalah:
1. Laporan Laba Rugi Perusahaan
2. Data-data terkait profil perusahaan
3.4 Metode Pengumpulan data
28
Dalam mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, baik
data primer maupun sekunder, penulis menggunakan beberapa metode berikut:
1. Observasi (Pengamatan)
Observasi digunakan untuk mengumpulkan data primer. Observasi
merupakan suatu cara yang sangat bermanfaat, sistematik dan selektif
dalam mengamati dan mendengarkan interaksi atau fenomena yang terjadi
(Restu, 2010:236). Observasi dilakukan pada tahapan awal penelitian
untuk mencari tahu penyebab terjadinya suatu fenomena karena penulis
meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi pasti ada alasannya.
2. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data primer dengan cara
berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang atau masyarakat yang
terkait dengan objek penelitian. Wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut
(Moleong, 2012:186). Menurut Sugiono (2011; 235) yang dikutip oleh
Gandhys (2014), langkah-langkah wawancara untuk mengumpulkan data
dalam penelitian kualitatif, yaitu :
a. Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan.
b. Menyiapkan pokok-pokok masalah.
c. Mengawali atau membuka alur wawancara.
d. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya.
29
e. Mencatat hasil wawancara.
f. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara.
3. Dokumen
Dokumen merupakan pelengkap setelah dilakukan observasi dan
wawancara. Dokumen yang dikumpulkan digunakan untuk mendukung
hasil observasi dan wawancara. Menurut Guba dan Lincoln yang dikutip
oleh Moleong (2012:217), dokumen dan record digunakan untuk
keperluan penelitian karena alasan-alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan sebagai berikut:
a. Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang
stabil, kaya, dan mendorong.
b. Berguna sebagai bukti suatu pengujian.
c. Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena
sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam
konteks.
d. Record relative murah dan tidak sukar diperoleh, tetapi dokumen harus
dicari dan ditemukan.
e. Keduanya tidak reaktif sehingga sukar ditemukan teknik kajian isi.
f. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih
memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.
Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan adalah PP No. 46
Tahun 2013, UU No. 36 Tahun 2008, dokumen resmi yang dimiliki
30
perusahaan, jurnal-jurnal penelitian, serta buku-buku yang mendukung
pengumpulan data.
3.5 Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biklen yang dikutip oleh Moleong (2012:248),
Analisis Data Kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dielola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang
diceriterakan kepada orang lain. Tahapan pelaksanaan analisis data kualitatif
adalah sebagai berikut:
1. Mencatat hal-hal yang merupakan sumber data di lapangan agar mudah
untuk ditelusuri.
2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan,
membuat ikhtisar data yang telah dikumpulkan di lapangan.
3. Memahami data agar dapat membuat pola atau mengkaitkan data agar
dapat membuat sebuah temuan.
31
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik.
Bank Indonesia.
Kementrian Koperasi dan UKM.
Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013 Pasal 3 ayat (1).
Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor 42/PJ/2013 tentang Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto tertentu.
Undang-Undang No.10/1995 tentang Usaha Kecil.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
World Bank.
Andryani, Annisa, 1999. Manajemen Pemasaran dan Bauran Distribusi. Jakarta:
Gramedia Pustaka.
Brotodiharjo, R. Santoso. 1986. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT
Eresco.
32
Butar, Etha Yuni Agustina Butar. 2014. Penerapan PP No. 46 Tahun 2013 Pada
UMKM. Diperoleh 6 April 2014, dari
http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/1364
Damayanti, 2008. Saluran Pemasaran. Jakarta : Pustakajaya,.
David L. Louden and Albert J. Della Bitta. 1984. Consumer Behavior : Concept
and Applications. The United States of America : ByMcGraw Hill.Inc
Diatmika I Putu Gede, 2013. Penerapan Akutansi Pajak Atas PP Nomor 46
Tahun 2013 Tentang PPh Atas Pajak Penghasilan dari Usaha Wajib Pajak
yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Jurnal Akutansi Profesi. Vol.3,
No.2 Desember 2013.
Direktorat Jenderal Pajak. 2013. Leaflet Aspek Perpajakan Sesuai Peraturan
Pemerintah No 46 Tahun 2013. (www.pajak.go.id)
Gandhys. 2010. Persepsi Pelaku UMKM Terhadap Penerapan PP. 46 Tahun
2013. Skripsi. Malang: Jurusan Sarjana (S1) Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Brawijaya.
Gerald Zaltman and Melanie Wallendorf. 1971. Consumer Behavior : Basic
Findings and Management Implications. The United States of America : By
John Willey and Sons Inc.
Gitosudarmo, Indriyo. 1999. Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: BPFE.
Gosal, Arizta Reinhard. 2013. Analisa Perlakuan Akuntansi Pajak Penghasilan
Pasal 21. Jurnal EMBA, Volume 1 Nomor 3, Juni 2013:383-392.
Hani, Handoko, 2008. Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
33
Hastoni, Robert Pius Pardede dan Yuni Astuti. (2009). Pengaruh Rekonsiliasi
Fiskal Terhadap Perhitungan PPh Terhutang Pada PDAM Pakuan Bogor.
Jurnal Ilmiah Ranggagading, Volume 9 Nomor 1, April 2009:34-37.
Hawkins D.I, Best R.J, dan Coney K.A. 2001. Consumer Behavior. 8th Ed. Von
Hoffmann Press : United States
Ibrahim, Syarif. (2013, 24 Oktober). Pengenaan PPh Final untuk wajib Pajak
dengan Peredaran Bruto tertentu, Sebuah Konsep Kesederhanaan
Pengenaan PPh untuk Meningkatkan Voluntary Tax Compliance. Diperoleh
1 Maret 2014, dari
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Kajian%20PPh%20Final
%20UMKM_PKPN
Ikatan Akuntan Indonesia. 2013. Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A & B
Terpadu. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.
Isroah. 2013. Penghitungan Pajak Penghasilan Bagi UMKM. Jurnal Nominal,
Volume 3 Nomor 1, 2013.
James F.Engel et.all. 1968. Consumer Behavior. Illinois : The Dryden Press
Kamleitner, Bernadette, Christian Korunka dan Erich Kirchler. 2010. Tax
Compliance of Small Business Owners. International Journal of
Entrepreneurial Behaviour & Research. 11-3 (11):330-351.
Kartanegara, 2009. Penjualan dan Pemasaran Produk. Yogyakarta: Liberty.
Kotler, Philip. 2007. Dasar-dasar Manajemen Pemasaran. Diterjemahkan oleh
Bambang Sarwiji. Edisi Sembilan.Jilid 1. Jakarta: PT.Indeks.
McDaniel, Carl, 2010. Riset Pemasaran Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat.
34
Michael, Hit. Duane, Ireland. 1997. Manajemen Strategis. Jakarta: Erlangga.
Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif (Rev. ed.). Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Philip Kotler. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Jilid 1
dan 2. Jakarta: Prehallindo.
Resmi, Siti. 2008. Perpajakan Studi & Kasus. Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
Schiffman, L.G. dan Kanuk, L.L. 2000. Consumen Behaviour. 7th Ed. New
Jersey: Prentice Hall
Solomon, M.R. 1999. Consumer Behaviour : Buying,Having, and Being, 4th
Edition. New Jersey 07548: Prentice Hall
Sturtmant, Jerry, 1996. Selling Marketing. Published by Global Science, New
York.
Susilo, Eunike Jacklyn dan Betri Sirajuddin. 2013. Pemahaman Wajib Pajak
Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak
UMKM (Studi Kasus Pada Wajib Pajak yang Terdaftar di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Palembang Ilir Barat). Skripsi. Palembang:
Jurusan Sarjana (S1) Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya.
Tjiptono, F., 2002. Manajemen Jasa, Edisi II. Cetakan ketiga. Yogyakarta: Andi
Offset.
Triyadi, DT., 2002. Aspek-aspek Pengaruh Omzet Penjualan Produk. Jakarta: Eka
Persada.
35
Widodo, Widi. 2010. Moralitas, Budaya, dan Kepatuhan Pajak. Bandung:
Alfabeta.
Walandouw, Patric. 2013. Analisis Perhitungan dan Pelaporan PPh Pasal 23 dan
PPh Pasal 25. Jurnal EMBA, Volume 1 Nomor 3, Juni 2013:987-997.
Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian (Sebuah Pengenalan dan
Penuntun Langkah Demi Langkah Pelaksanaan Penelitian). Yogyakarta:
Graham Ilmu.
36