perpajakan

56
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat (Gosal, 2013). Besarnya penerimaan pajak dilaporkan dalam Anggaran dan Penerimaan Belanja Negara (APBN). Dalam APBN 2013, porsi penerimaan pajak hampir mencapai 70% (www.pajak.go.id). Artinya, pajak merupakan sumber dana yang memiliki kontribusi penting dalam menjalankan roda pemerintahan dan melakukan pembangunan di segala bidang. Sebagai sumber penerimaan utama negara, pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak. Pada tahun 1983, reformasi pajak 1

Upload: agustin

Post on 11-Jan-2016

31 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

PP No. 46 Tahun 2013

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutang oleh

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan negara sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat (Gosal, 2013).

Besarnya penerimaan pajak dilaporkan dalam Anggaran dan Penerimaan

Belanja Negara (APBN). Dalam APBN 2013, porsi penerimaan pajak hampir

mencapai 70% (www.pajak.go.id). Artinya, pajak merupakan sumber dana

yang memiliki kontribusi penting dalam menjalankan roda pemerintahan dan

melakukan pembangunan di segala bidang. Sebagai sumber penerimaan utama

negara, pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan

penerimaan dari sektor pajak. Pada tahun 1983, reformasi pajak dilakukan

dengan mengubah sistem pemungutan pajak dari official assessment system

menjadi self assessment system. Official assessment system adalah sistem

pemungutan pajak yang memberi kewenangan pemerintah untuk menentukan

besarnya pajak yang terutang (Ikatan Akuntan Indonesia, 2013). Self-

assesment yang berlaku di Indonesia, wajib pajak harus dapat menghitung,

memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajak terutangnya (Hastoni et

al, 2009). Perubahan sistem pemungutan pajak diharapkan dapat

menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Namun,

perubahan sistem pemungutan pajak self assessment akan efektif apabila

1

kepatuhan sukarela pada masyarakat untuk membayar pajak telah terbentuk.

Pada kenyataannya, kepatuhan wajib pajak di Indonesia masih rendah, hal ini

tercermin dalam tax ratio dan tax gap.

Rendahnya tax ratio dan masih terjadinya tax gap di Indonesia

mencerminkan belum maksimalnya kinerja pajak di Indonesia. Maka dari itu,

pemerintah kembali melakukan reformasi pajak dengan menerbitkan UU

No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

(KUP) dan UU PPh No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam UU

PPh No.36 Tahun 2008 pemerintah memberikan penurunan tarif sebesar 28%

pada tahun 2009 dan 25% pada tahun 2010 bagi Wajib Pajak badan dengan

peredaran bruto di atas Rp 50.000.000.000,00 untuk menghitung jumlah PPh

Badan terutangnya. Selain itu, bagi Wajib Pajak dengan peredaran bruto

hingga Rp 50.000.000.000,00 diberikan fasilitas pengurangan tarif 50% dari

tarif yang berlaku untuk menghitung jumlah PPh Badan terutangnya.

Penurunan tarif sudah dilakukan untuk meringankan jumlah PPh Badan

terutang Wajib Pajak badan, namun cara perhitungan ini tergolong sulit bagi

UMKM dengan kemampuan pencatatan/akuntansi yang minim.

Pemberdayaan UMKM di Indonesia saat ini sangat gencar dilakukan

oleh pemerintah yakni di bawah koordinasi Menteri Negara Usaha Kecil

Menengah. Berbagai fasilitas dan kemudahan disediakan demi kelangsungan

hidup dan perkembangan usaha ini. Fasilitas kredit, pendampingan dalam

bidang produksi dan marketing diberikan serta pembinaan pada UMKM pun

dilakukan.

2

UMKM merupakan penopang perekonomian Indonesia karena

kontribusinya yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan

merupakan sektor yang tangguh dalam menghadapi krisis ekonomi.

Berdasarkan data Produk Domestik Bruto (PDB), UMKM mempunyai

kontribusi kurang lebih 57% dari total PDB (Ibrahim, 2013). Menurut Ketua

Dewan Direktur CIDES (Center for Information and Development Studies),

Rohmad Hadiwijoyo, ada tiga faktor yang membuat UMKM bisa bertahan

dalam kondisi krisis ekonomi, antara lain barang dan jasa yang dihasilkan

dekat dengan kebutuhan masyarakat, memanfaatkan sumber daya lokal

(seperti sumber daya manusia, bahan baku, hingga peralatan) atau tidak

mengandalkan barang impor, dan tidak ditopang dana pinjaman dari bank

melainkan dana sendiri (www.kompas.com). Besarnya kontribusi UMKM

terhadap PDB nasional sebanding dengan pertumbuhan UMKM yang terus

meningkat di setiap tahunnya dan mendominasi jumlah usaha besar di

Indonesia.

Meskipun UMKM memiliki kontribusi yang besar terhadap

perekonomian Indonesia, namun demikian terdapat miss-match dimana

kontribusi UMKM pada penerimaan pajak sangat kecil, yaitu kurang lebih

0,5% dari total penerimaan pajak (Ibrahim, 2013). Rendahnya kepatuhan

pajak dari pelaku UMKM terkait dengan beberapa hal, yaitu pelaku UMKM

didominasi oleh pelaku usaha rumah tangga, pelaku UMKM umumnya orang

pribadi swa-usaha yang memiliki karakteristik cenderung kurang patuh

dibandingkan karyawan yang perolehan penghasilannya telah dipotong pada

3

saat dibayarkan (withholding), pelaku UMKM biasa bergerak di sektor

informal dimana catatan yang ada atas pelaku UMKM dan transaksi yang

dilakukannya cenderung tidak ada (www.pajak.go.id ).

Dalam upaya untuk mendorong pemenuhan kewajiban perpajakan

secara sukarela (voluntary tax compliance) serta mendorong kontribusi

penerimaan negara dari UMKM, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas

Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang

Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Ibrahim, 2013). Penerapan PP No. 46

Tahun 2013 bertujuan untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan

perpajakan, mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi, mengedukasi

masyarakat untuk transparansi, dan memberikan kesempatan masyarakat

untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara.

Perubahan peraturan perpajakan yang terjadi pada pertengahan tahun

2013 bagi Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu, menyebabkan

perhitungan pajak akan mengacu pada UU PPh No. 36 Tahun 2008 untuk

masa Januari hingga Juni dan PP No. 46 Tahun 2013 untuk masa Juli hingga

Desember. Berdasarkan uraian di atas, perlu diadakan evaluasi terkait respon

Wajib Pajak khusunya Wajib Pajak Badan terhadap PP No. 46 Tahun 2013

dan sebagai bahan evaluasi bagi Dirjen Pajak dalam menentukan kebijakan

pajak di masa mendatang. Hal inilah yang mendorong peneliti merasa tertarik

untuk mengangkat isu tersebut untuk kemudian melakukan penelitian pada

Koperasi Mahasiswa “Padang Bulan (PB)” UIN Maulana Malik Ibrahim

4

Malang, yakni berkaitan dengan besarnya omset penjualan pada saat sebelum

dan sesudah diterapkannya PP No. 46 Tahun 2013 dan pengaruhnya kepada

pelanggan terkait harga jual barang dagang di Kopma PB.

Dalam penelitian ini, penulis memilih Kopma PB sebagai objek

penelitian karena merupakan sektor UMKM yang menerapkan PP No. 46

Tahun 2013. Koperasi ini telah melakukan pembukuan untuk memenuhi

kewajiban perpajakannya dan akan memudahkan penulis dalam menggali

informasi yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Penelitian tentang PP No. 46 Tahun 2013 masih baru, sehingga perlu

acuan untuk membantu menyelesaikan penelitian ini. Peneliti menggunakan

penelitian yang dilakukan oleh Butar (2013) tentang Penerapan PP No. 46

Tahun 2013 Pada UMKM yang memaparkan perbandingan antara

penghitungan PPh Badan yang dilakukan perusahaan dan perhitungan PPh

Badan sesuai UU Perpajakan, baik mengacu pada Pasal 31E UU PPh No. 36

Tahun 2008 maupun PP No. 46 Tahun 2013. Dan Isroah (2013) tentang

perhitungan pajak penghasilan UMKM, yang memaparkan cara perhitungan

pajak penghasilan baik yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi

maupun Wajib Pajak Badan. Selain itu, penulis juga mengacu pada penelitian

yang dilakukan oleh Susilo dan Sirajuddin (2013) tentang pemahaman wajib

pajak terhadap PP No. 46 Tahun 2013 tentang pajak UMKM. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa pemahaman UMKM terhadap PP No. 46 Tahun

2013 masih minim. Penelitian lain yang menjadi acuan adalah penelitian yang

dilakukan oleh Walandouw (2013) yang membahas mengenai analisis

5

perhitungan dan pelaporan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 25. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bagaimana mekanisme perhitungan dan pelaporan pada

CV. Mitra Jaya Lestari.

Berdasarkan uraian dan beberapa penelitian di atas, yang membahas

tentang perbandingan perhitungan PPh Badan, pemahaman wajib pajak

terhadap pajak UMKM, perhitungan pajak UMKM, perhitungan dan

pelaporan PPh 23 dan 25, dan pengaruhnya pada kelangsungan usaha UMKM

maka penulis tertarik untuk mengangkat judul “Pengaruh Penerapan PP 46

Tahun 2013 Terhadap Omzet Penjualan UMKM dan Pengaruhnya

Kepada Konsumen (Studi Kasus pada Kopma PB UIN Maliki Malang)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, permasalahan yang akan diteliti

adalah:

1. Bagaimana penerapan PP No 46 Tahun 2013 pada UMKM berpengaruh

signifikan terhadap omset penjualan dan jumlah pelanggan atau pembeli?

2. Bagaimanakah tingkat pencapaian omset penjualan dan jumlah

pelanggan atau pembeli sebelum dan sesudah diterapkannya PP No 46

Tahun 2013 pada UMKM?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai sehubungan dengan diadakannya penelitian

ini adalah:

1. Untuk mengetahui dampak dari diterapkannya PP No 46 Tahun 2013

terhadap omset penjualan dan jumlah pelanggan atau pembeli.

6

2. Untuk mengetahui tingkat pencapaian omset penjualan dan jumlah

pelanggan atau pembeli sebelum dan sesudah diterapkannya PP No 46

Tahun 2013 pada UMKM.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan membawa manfaat dalam disiplin ilmu

pengetahuan di bidang pendidikan dan memberikan pemikiran yang

positif mengenai diberlakukannya PP No. 46 Tahun 2013 mengenai

Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau

Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Penelitian ini juga merupakan pelatihan kemampuan yang dapat

mempertajam daya pikir ilmiah dengan menerapkan teori yang telah

diperoleh selama masa studi dengan mengikuti perkembangan peraturan

perpajakan di Indonesia. Khususnya mata kuliah akuntansi lanjutan dan

akuntansi perpajakan.

2. Secara Praktis

Penelitian ini bisa dijadikan rekomendasi atau evaluasi penetapan harga

barang dagang terhadap pencapaian omset penjualan dan jumlah

pelanggan setelah diterapkannya PP No 46 Tahun 2013 di Kopma PB.

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Riset Sebelumnya

Hasil dari penelitian Etha Yuny Agustina Butar Butar tahun 2014

yang berjudul Penerapan PP No. 46 Tahun 2013 Pada UMKM (Studi Kasus

Pada CV. Lestari Malang) menunjukkan masih terdapat kesalahan dalam

perhitungan PPh Badan perusahaan sehingga pajak yang dibayarkan lebih

besar dari yang seharusnya. Sedangkan penyetoran dan pelaporan PPh badan

telah dilakukan sesuai UU Perpajakan. Dampak penerapan PP No. 46 Tahun

2013 adalah jumlah pajak yang disetor menjadi lebih kecil daripada

menggunakan peraturan lama. Implikasi dari penelitian ini adalah penerapan

peraturan baru memberikan kemudahan dalam menghitung besarnya PPh

Badan yang terutang sehingga meminimalisir terjadinya kesalahan dalam

menentukan besarnya PPh Badan yang harus disetor.

Penelitian oleh Annisa Ulul Azmiya tahun 2013 dengan judul

Analisis Tentang Kebijakan Pemungutan Pajak Peraturan Pemerintah Nomor

46 Tahun 2013 Terhadap Usaha Mikro, Kecil, Dan Mengangah (UMKM)

Ditinjau Dari Asas-Asas Pemungutan Pajak menunjukkan bahwa kebijakan

pemungutan pajak bagi UMKM memenuhi asas revenue productivity, asas

convenience, dan simplicity, namun tidak memenuhi asas certainty, efficiency,

dan asas keadilan baik horizontal maupun vertikal. Adanya ketimpangan

8

terhadap pemerintah dan wajib pajak, peneliti memberikan berupa saran

alternatif pengenaan pajak bagi UMKM. Alternatif yang dibuat adalah dengan

mengganti dasar pengenaan pajak satu persen dari omzet menjadi pengenaan

1% dari penghasilan netto.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Isroah tahun 2013 dengan

judul Penghitungan Pajak Penghasilan Bagi UMKM memaparkan

perhitungan besarnya pajak penghasilan yang dilakukan oleh UMKM

diklasifikasikan dalam dua pendekatan yaitu melalui (1) pencatatan dan (2)

pembukuan. Melalui pendekatan pencatatan perkenankan bagi Wajib Pajak

Orang pribadi jika omzet kurang dari Rp4.800.000.000,00 per tahun dan

pembukuan diperkenankan untuk WJIB Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang

Pribadi jika omzet per tahun Rp 4.800.000.000,00 atau lebih.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Eunike Jacklyn Susilo dan

Betri Sirajuddin tahun 2013 yang berjudul Pemahaman Wajib Pajak

Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak UKM

(Studi Kasus Pada Wajib Pajak Yang Terdaftar Di Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Palembang Ilir Barat). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

tingkat pemahaman wajib pajak mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 46

Tahun 2013 dan upaya yang perlu dilakukan pemerintah agar wajib pajak

paham dan mau membayar pajak berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46

Tahun 2013. Lingkup penelitian ini adalah KPP Pratama Ilir Barat Palembang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat mengenai

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 masih sangat minim dan upaya

9

pengenalan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yang dilakukan

pemerintah belum maksimal.

Dan penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Walandouw tahun

2013 dengan judul Analisis Perhitungan Dan Pelaporan PPh Pasal 23 Dan

PPh Pasal 25. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya Pajak

Penghasilan Pasal 23 dan Pajak Penghasilan Pasal 25 yang disetorkan dan

untuk mengetahiu apakah perhitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal

23 dan Pajak Penghasilan Pasal 25 Pada CV. Mita Jaya Lestari sudah sesuai

dengan Undang-undang tentang Pajak Penghasilan. Dari hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa PPh Pasal 23 berpengaruh terhadap besarnya angsuran

PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan perusahaan, sedangkan PPh Pasal 25

tidak mempunyai pengaruh apapun terhadap PPh pasal 23

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya

adalah penelitian ini memaparkan mengenai bagaimana dampak atau

pengaruh penerapan PP No.46 Tahun 2013 tentang UMKM terhadap omzet

penjualan perusahaan yang akan mempengaruhi perilaku konsumen untuk

membeli atau tidak pada harga baru yang ditawarkan produsen akibat

pengenaan tarif pajak 1% pada omzet penjualan atau peredaran brutonya.

2.2 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Pengertian Pajak

Pajak merupakan sumber penerimaan utama negara yang

digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan

pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan

10

Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak merupakan

penerimaan dalam negeri yang terbesar. Semakin besarnya

pengeluaran pemerintah dalam rangka pembiayaan negara menuntut

peningkatan penerimaan negara yang salah satunya berasal dari

penerimaan pajak. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai instansi

pemerintahan di bawah Departemen Keuangan sebagi pengelola

sistem perpajakan di Indonesia berusaha meningkatkan penerimaan

pajak dengan mereformasi pelaksanaan sistem perpajakan yang lebih

modern. Diantaranya, menetapkan Sunset Policy, yakni penghapusan

sanksi pajak. Direktorat Jendral Pajak (DJP) akan mengimbau kepada

wajib pajak untuk memperbaiki SPT jika ada transaksi yang belum

kena pajak. Kemudian, Direktorat Jendral Pajak akan

mencocokkannya dengan data yang dimiliki. Jika ada yang tidak

sesuai, kami pihak DJP akan meminta WP (wajib pajak) untuk

membayar selisihnya saja tanpa membayar dendanya. Selain itu,

pemerintah akan berfokus pada tahun pembinaan pajak 2015, yakni

semua wajib pajak diwajibkan membenahi SPT selama lima tahun

terakhir. Dengan perbaikan itu, ia berharap penerimaan pajak yang

besar karena perbaikan kepatuhan bisa dinaikkan.

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-

Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan

11

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya kemakmuran

rakyat.

Menurut Soehamidjaja dalam Brotodiharjo (1986:15), Pajak

adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dapat dipungut oleh

penguasa berdasarkan norma–norma hukum, guna menutup biaya

produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai

kesejahteraan umum.

Menurut Soemitro dalam Brotodiharjo (1986:15), Pajak adalah

iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi)

yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk

membayar pengeluaran umum.

Menurut Prof. Dr. J.J.A. Adriani Pajak ialah pungutan

pemerintah dengan paksaan yurisis untuk mendapatkan alat-alat

penutup bagi pengeluaran-pengeluaran umum tanpa adanya jasa

timbal khusus terhadapnya.

Menurut Prof. Dr. Djajadiningrat Pajak sebagai suatu kewajiban

untuk menyerahkan sebagian kekayaan negara karena suatu keadaan,

kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu.

Pungutan tersebut bukan sebagai hukuman, tetapi menurut peraturan-

peraturan yang diteteapkan pemerintah serta dapat dipaksakan. Untuk

itu, tidak ada jasa balik dari negara  secara langsung, misalnya untuk

memelihara kesejahteraan umum.

12

Menurut Cort van der Linden Pajak adalah setiap sumbangan

yang terutang pada keuangan umum yang tidak bergantung kepada

suatu jasa khusus dari penguasa. (Belasting isledere bijdrage aan de

algemene middelen verschuldige, onafhankelijk van enige bij zondere

dienst der overheid).

Dari Pengertian Pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak

memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

a. Pembayaran  pajak  harus  berdasarkan   undang-undang  serta 

aturan pelaksanaannya.

b. Sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan

perpajakan akan berakibat adanya sanksi.

c. Tidak ada kontra prestasi atau jasa timbal dari negara yang dapat

dirasakan langsung oleh pembayar pajak.

d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik pusat maupun

daerah (tidak boleh dilakukan oleh swasta yang orientasinya adalah

keuntungan).

e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan umum.

Dalam Resmi (2008) pajak dapat dikelompokkan menjadi tiga,

yaitu pengelompokkan berdasarkan golongannya, lembaga

pemungutnya, maupun sifatnya. Berdasarkan golongannya PPh juga

mencakup usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai wajib

pajaknya.

13

2.2.2 Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013

Pasal 3 ayat (1) dalam PP No.46 Tahun 2013 berbunyi

“Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 adalah 1% (satu persen)” Pengenaan Pajak

Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1

(satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang

bersangkutan. Jika dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak

pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat

miliar delapan ratus juta rupiah) dalam suatu Tahun Pajak, Wajib

Pajak tetap dikenai tarif Pajak Final sampai dengan akhir Tahun Pajak

yang bersangkutan. Namun apabila dalam sudah masuk pada tahun

pajak berikutnya maka dikenakan tarif pajak penghasilan berdasarkan

ketentuan Undang–Undang Pajak Penghasilan.

PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah peraturan pemerintah yang

dikeluarkan dan mulai berlaku tanggal 1 juli 2013 tentang pajak

penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh

wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dibawah Rp

4.8miliar dikenakan tarif sebesar 1%.

Terbitnya kebijakan baru Peraturan Pemerintah (PP) No.46

Tahun 2013 tentang Pajak penghasilan dari usaha yang diterima atau

diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yaitu

pajak 1 % dari penjualan. Pajak penghasilan ini dikenai pajak

penghasilan final khusus bagi wajib pajak Usaha Mikro Kecil

14

Menengah (UMKM). Secara garis besar tarif pajak sesuai PP No.46

tahun 2013 ini sebagai pengganti fasilitas diskon tarif 50% di pasal

31E UU No.36 Tahun 2008. Tetapi tidak semua wajib pajak UMKM

dapat menikmati fasilitas PPh Final 1%, karena ada wajib pajak yang

tidak dapat memanfaatkan fasilitas PP No.46 Tahun 2013. Pajak 1 %

ini hanya dikenakan kepada Wajib pajak yang peredaran brutonya

mencapai 1 Miliyar hingga 4,8 Miliyar.

PPh sebagaimana tertuang dalam PP No.46 Tahun 2013 ini

memiliki tiga pokok kebijakan yang penting yaitu penerapan tarif PPh

final sebesar 1% dari peredaran bruto yang sederhana untuk

kemudahan penghitungan, penyederhanaan penyetoran dan pelaporan

untuk kemudahan penyetoran dan pelaporan, serta penghapusan sanksi

administrasi. Secara singkat ketiga pokok kebijakan tersebut sebagai

berikut:

a. Kesederhanaan

Widodo (2010) menyatakan bahwa penyederhanaan tarif perlu

dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan WP. Penyederhanaan

tarif tersebut dilakukan oleh Pemerintah dengan menerapkan PP

Nomor 46 Tahun 2013. Tarif PPh final yang diterapkan adalah

sebesar 1% dari peredaran bruto sebagaimana tercantum pada pasal

3. Hal itu merupakan bentuk yang sangat digembor-gemborkan

oleh Pemerintah karena mengingat kesederhanaan, kemudahaan,

15

keadilan proporsional dan besarnya menarik sehingga perhitungan

PPh terutang oleh WP menjadi mudah.

b. Kemudahan

Joumard dalam Kamleitner, et al. (2010) dan Widodo (2010)

menyatakan bahwa administrasi perpajakan perlu dilakukan

penyederhanaan sehingga memberikan kemudahan dan akan

mampu mempengaruhi kepatuhan WP. Penyederhanaan

administrasi perpajakan tersebut diterapkan dengan menetapkan PP

Nomor 46 tahun 2013. Hal itu ditunjukkan dengan pertimbangan

yang diambil bahwa perlu memberikan perlakuan ketentuan

mengenai administrasi perpajakan yaitu dalam hal penyetoran dan

pelaporan pajak penghasilan terutang. WP tidak perlu lagi

menyampaikan SPT Masa tetapi dengan syarat tetap melakukan

perhitungan dan penyetoran yang benar.

c. Penghapusan sanksi administrasi

Penghapusan sanksi administrasi sebagaimana tercantum pada

huruf G Surat Edaran (SE) Nomor 42/PJ/2013 merupakan bagian

untuk mendorong kebijakan perluasan basis pajak melalui

peningkatan kepatuhan wajip pajak seperti yang telah ditetapkan

dalam APBN 2014. Penghapusan sanksi tersebut dilakukan untuk

mendorong wajip pajak memenuhi kewajiban perpajakannya tanpa

khawatir akan dikenakan sanksi administrasi baik bunga maupun

denda.

16

2.2.3 Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM)

UMKM adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di

Indonesia, tetapi saat ini batasan mengenai kriteria usaha kecil di

Indonesia masih beragam. Pengertian kecil dalam usaha kecil masih

relatif, sehingga perlu ada batasan yang dapat menimbulkan definisi-

definisi usaha kecil dari berbagai segi.

Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha

sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per

tahun. Untuk usaha menengah batasannya adalah usaha yang memiliki

omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun.

Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha

berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha mikro adalah usaha yang

memiliki pekerja 1-5 orang. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki

pekerja 6-19 orang. Usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang

dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang.

Sedangkan berdasarkan UU No.10/1995 tentang usaha kecil,

yang dimaksud dengan usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat

yang berskala kecil dalam memenuhi kriteria kekayaan bersih atau

hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam

undang-undang ini. Yang dimaksud disini meliputi juga usaha kecil

informal yaitu berbagai usaha yang belum terdaftar, belum tercatat,

dan belum berbadan hukum, dan usaha kecil tradisional yaitu usaha

17

yang telah digunakan secara turun temurun, dan atau berkaitan dengan

seni budaya.

Bank Indonesia menggolongkan usaha kecil dengan merujuk

pada UU no 9/1995, sedangkan untuk usaha menengah BI

menentukan sendiri kriteria aset tetapnya dengan besaran yang

dibedakan antara industri manufaktur (Rp 200 juta s/d Rp 5 miliar)

dan non manufaktur (Rp 200 – 60 juta).

World Bank, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :

1. Medium Enterprise, dengan kriteria : Jumlah karyawan maksimal

300 orang, pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta, dan

jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta.

2. Small Enterprise, dengan kriteria : Jumlah karyawan kurang dari 30

orang, pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta, dan jumlah aset

tidak melebihi $ 3 juta.

3. Micro Enterprise, dengan kriteria : Jumlah karyawan kurang dari

10 orang, pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu, dan

jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu.

2.2.4 Omzet Penjualan

Omzet penjualan dalam berbagai pandangan para ahli, secara

eksplisit memberikan pengertian bahwa pemasaran suatu produk

sangat berkaitan dengan besarnya jumlah penawaran yang ditawarkan

kepada pelanggan sesuai tingkat kepuasan atas produk yang

digunakannya.

18

Fandy Tjiptono (2002:118) definisi mengenai omzet penjualan,

esensinya diterapkan dalam tiga apresiasi yaitu: pertama, tingkat

penjualan yang ingin dicapai, kedua, pasar yang ingin dikembangkan

sebagai kegiatan transaksi atau tempat melakukan transaksi dan

ketiga, adalah keuntungan atas penjualan.

Ketiga esensi tersebut pada dasarnya memberikan batasan

bahwa omzet penjualan diartikan sebagai penambahan nilai ekonomi

yang ditimbulkan melalui aktivitas penawaran produk dari berbagai

perusahaan industri yang menawarkan pembelian kepada konsumen.

McDaniel (2010:26) mengemukakan bahwa omzet penjualan

menunjukkan nilai penawaran yang memiliki kesan sesuai dengan

tingkat kemampuan konsumen untuk membeli dan memiliki suatu

produk yang dinyatakan dengan nilai finansial atau nominal.

Sturtmant (1996:252) pengertian omzet penjualan adalah

banyaknya jumlah omzet yang diterima akibat penawaran dan

penjualan secara kontinyu dan menguntungkan, sehingga terjadi

peningkatan nilai ekonomis dari suatu kegiatan jasa.

Annisa Andriyani (1999:19) memberikan definisi omzet

penjualan yang berorientasi pada pertambahan omzet adalah hasil

keuntungan yang diperoleh atau dicapai sesuai dengan banyaknya

produk yang ditawarkan dan dibutuhkan oleh konsumen, banyaknya

jumlah transaksi yang terjadi dan banyaknya penawaran yang

dilakukan sehingga menghasilkan keuntungan. Tentu peningkatan

19

penjualan akan terjadi apabila jasa yang ditawarkan tersebut

didistribusikan oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi penjualan

produk.

Banyak perusahaan menerapkan tingkat penawaran optimal

(omzet yang menguntungkan) apabila memahami tiga hal yaitu

penerapan positioning penjualan, targeting penjualan dan segmentasi

penjualan. Ketiga hal ini merupakan bentuk yang sangat diperlukan

dalam melakukan proses aktivitas penjualan suatu produk yang

dipromosikan.

Reni Damayanti (2008:148) kebanyakan manajer perusahaan

selalu berharap agar perusahaan yang dipimpinnya mengalami

peningkatan dalam peningkatan omzet penjualan dibandingkan

dengan perusahaan lainnya. Harapan tersebut tidak akan menjadi

kenyataan apabila para manajer tidak bertindak dengan jeli dan

konsisten dalam memecahkan persoalan strategi pemasaran yang

harus diterapkannya, agar omzet omzet penjualan ditingkatkan.

Menghadapi persaingan yang semakin ketat, Kartanegara

(2009:46) menyatakan bahwa setiap perusahaan dipaksa untuk mampu

berkompetitif secara sehat dalam mempertahankan peningkatan omzet

penjualan. Omzet penjualan tersebut seyogyanya diperlukan dan

diperkokoh berdasarkan posisi perusahaan dalam meningkatkan trend

penjualannya yang sesuai dengan segmentasi, targeting dan

positioning pasar.

20

Triyadi (2002:133) bahwa tujuan dari suatu perusahaan adalah

mempertahankan dan meningkatkan omzet penjualan. Penerimaan

tersebut akan komparatif dengan jumlah total penerimaan yang

diperoleh dalam mencapai profit (keuntungan) yang diinginkan oleh

perusahaan.

Peningkatan omzet penjualan bagi perusahaan sangat penting

untuk mengukur keberhasilan para manajer atau merupakan indikasi

berhasil tidaknya perusahaan dalam persaingannya. Pemasaran yang

tidak berhasil akan mengakibatkan fungsi-fungsi lain dalam

perusahaan tidak berarti. Karena itu, menjadi suatu tujuan dari setiap

perusahaan dalam meningkatkan penjualannya. Dan salah satu yang

sangat berpengaruh terhadap penjualan adalah adanya faktor-faktor

distribusi yang mempengaruhi peningkatan omzet penjualan produk

perusahaan dalam melakukan suatu pengambilan keputusan.

Omzet penjualan yang meningkat akan menggambarkan adanya

keuntungan atau perolehan manfaat dalam mengembangkan

perusahaannya atau meningkatkan suatu produk ke jenjang

pemenuhan tingkat pencapaian hasil yang diraih oleh perusahaan.

Kotler (2007:168) menyatakan bahwa perolehan peningkatan

penjualan yang tinggi akan terpenuhi apabila: (i) kekuatan-kekuatan

dari luar perusahaan dapat memberikan keuntungan, (ii) kinerja

perusahaan secara rata-rata mengalami peningkatan setiap periode

waktu, (iii) setiap omzet penjualan perusahaan tidak mengalami

21

penurunan, (iv) setiap omzet perusahaan meningkat sesuai dengan

besarnya jumlah pelanggan, (v) tidak terpengaruh oleh faktor-faktor

yang kurang komparatif dalam mempengaruhi omzet penjualan yang

diterima.

Mengukur peningkatan omzet penjualan dengan menggunakan

metode aplikasi terhadap total penjualan yang diterima adalah total

penjualan yang diterima oleh perusahaan berbanding dengan total

biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam proses pengoperasian

produk tersebut sampai ke tangan konsumen. Hasil akumulasi antara

total penerimaan berbanding dengan pengeluaran x 100% merupakan

nilai penjualan yang diterima oleh perusahaan.

Dengan menggunakan metode perhitungan bahwa omzet

penjualan yang diterima adalah besarnya total pengeluaran dibanding

dengan total penerimaan x 100% adalah jumlah penjualan yang

diterima oleh suatu perusahaan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka diketahui bahwa

peningkatan omzet penjualan yang diterima oleh suatu perusahaan

sangat ditentukan oleh besarnya jumlah total penerimaan yang

diterima dari transaksi produk berbanding dengan besarnya jumlah

pengeluaran dari biaya yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan dalam

memperoleh keuntungan yang komparatif.

2.2.5 Perilaku Konsumen

22

Para ahli berpendapat mengenai definisi Perilaku Konsumen,

sebagai berikut:

1. Gerald Zaldman dan Melanie Wallendorf (1979 : 6) menjelaskan

bahwa:

“Consumer behavior are acts, process and sosial relationship

exhibited by individuals, groups and organizations in the

obtainment, use of, and consequent experience with products,

services and other resources”.

Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses, dan

hubungan sosial yang dilakukan individu, kelompok, dan

organisasi dalam mendapatkan, menggunakan suatu produk atau

lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya dengan produk,

pelayanan, dan sumber-sumber lainya.

2. David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta (1984 : 6)

mengemukakan bahwa:

“Consumer behavior may be defined as decision process and

physical activity individuals engage in when evaluating,

acquaring, using or disposing of good and services”.

Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan

keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam

proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat

mempergunakan barang-barang dan jasa.

3. James F. Engel, et.al (1968 : 8) berpendapat bahwa:

23

“Consumer behavior is defined as the acts of individuals directly

involved in obtaining and using economic good services including

the decision process that precede and determine these acts”.

Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan

individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh

dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses

pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan

tindakan tersebut.

4. Schiffman dan Kanuk (1994 : 7) mendefinisikan sebagai berikut:

“The term consumer behavior refers to the behavior that consumer

display in searching for purchasing, using evaluating and

disposing of product and services that they expect will satisfy their

needs”.

Istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang

diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,

mengevaluasi dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka

harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.

5. Menurut Solomon (2007)

“It is study of the processes involved when individuals or group

select, purchase, use, or dispose of products, services, ideas, or

experiences to satisfy needs and desires”.

Studi Perilaku Konsumen merupakan proses ketika individu atau

kelompok menyeleksi, membeli, menggunakan atau membuang

24

produk, pelayanan, ide dan pengalaman untuk memuaskan

kebutuhannya.

6. Menurut Hawkins, Best, dan Coney (2001)

“Consumer behavior is the study of individuals, groups, or

organizations and the processes they use to select, secure, use, and

dispose of products, services, experiences, or ideas to satisfy needs

and the impacts that these processes have on the consumer and

society”.

Perilaku konsumen adalah studi mengenai individu, kelompok atau

organisasi dan proses dimana mereka menyeleksi, menggunakan

dan membuang produk, layanan, pengalaman atau ide untuk

memuaskan kebutuhan dan dampak dari proses tersebut pada

konsumen dan masyarakat.

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Menurut Restu (2010:52), Penelitian dapat dibedakan berdasarkan

tempat dilakukannya penelitian, yaitu penelitian lapangan (field research),

penelitian kepustakaan (library research), dan penelitian laboratorium

(laboratory research). Berdasarkan lokasinya, penelitian pada Koperasi

Mahasiswa “Padang Bulan” (Kopma PB) yang berlokasi di Kampus UIN

Malang, merupakan jenis penelitian lapangan. Penelitian lapangan

memudahkan penulis untuk memperoleh informasi dan data sedekat mungkin

dengan dunia nyata dan memperoleh data terbaru dari objek yang diteliti.

Alasan penulis memilih perusahaan tersebut karena lokasinya dekat dengan

tempat tinggal penulis dan menyediakan sumber data yang dibutuhkan untuk

melaksanakan penelitian ini.

3.2 Pendekatan Dan Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang diterapkan adalah penelitian deskriptif kualitatif

dengan pendekatan studi kasus. Metode studi kasus memusatkan diri secara

intensif terhadap suatu obyek tertentu dengan cara mempelajari sebagai suatu

kasus dan metode ini melibatkan catatan deskriptif secara mendalam dari

26

individu atau sekelompok individu yang dijaga oleh observer luar (Restu,

2010:90). Penelitian studi kasus hanya melibatkan individu tunggal atau sedikit

individu sehingga tidak menggambarkan kondisi atau kejadian secara

keseluruhan (umum) atau populasi.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mencoba untuk

memberikan gambaran secara sistematis tentang situasi, permasalahan,

fenomena, layanan atau program, ataupun menyediakan informasi tentang,

misalnya, kondisi kehidupan suatu masyarakat pada suatu daerah, tata cara

yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, sikap, pandangan, proses

yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu fenomena, pengukuran yang

cermat tentang fenomena dalam masyarakat (Restu, 2010:47). Data-data yang

dikumpulkan dalam penelitian deskripstif berupa kata-kata dan gambar yang

diperoleh dari naskah wawancara, catatan lapangan, videotape, dokumen

pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya (Moleong, 2012:11).

Studi digolongkan sebagai penelitian kualitatif bila tujuan utama dari

studi tersebut adalah untuk menggambarkan situasi, fenomena, permasalahan

atau kejadian (Restu, 2010:57). Data diperoleh dengan cara pengamatan,

wawancara, atau penelaahan dokumen. Metode kualitatif dilakukan karena

beberapa pertimbangan (Moleong, 2012:9):

1. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan

kenyataan jamak.

2. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti

dan responden.

27

3. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak

penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola yang dihadapi.

Dalam penelitian ini, fenomena yang diteliti adalah Pengaruh

Penerapan PP 46 Tahun 2013 Terhadap Omzet Penjualan UMKM dan

Pengaruhnya Kepada Pelanggan. Dalam melaksanakan penelitian kualitatif,

peneliti melakukan observasi dan wawancara kepada pelaku UMKM yang

menerapkan peraturan tersebut untuk menjawab permasalahan yang telah

dirumuskan dalam penelitian ini.

3.3 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari

narasumber (data asli) dengan cara observasi dan wawancara. Data primer

merupakan data mentah yang belum diolah. Sedangkan, data sekunder adalah

data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui perantara. Datanya

sudah diolah dan bisa didapatkan melalui dokumen-dokumen resmi yang

dimiliki perusahaan. Dalam penelitian ini, penulis membutuhkan data-data

berikut untuk menjawab rumusan masalah:

1. Laporan Laba Rugi Perusahaan

2. Data-data terkait profil perusahaan

3.4 Metode Pengumpulan data

28

Dalam mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, baik

data primer maupun sekunder, penulis menggunakan beberapa metode berikut:

1. Observasi (Pengamatan)

Observasi digunakan untuk mengumpulkan data primer. Observasi

merupakan suatu cara yang sangat bermanfaat, sistematik dan selektif

dalam mengamati dan mendengarkan interaksi atau fenomena yang terjadi

(Restu, 2010:236). Observasi dilakukan pada tahapan awal penelitian

untuk mencari tahu penyebab terjadinya suatu fenomena karena penulis

meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi pasti ada alasannya.

2. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data primer dengan cara

berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang atau masyarakat yang

terkait dengan objek penelitian. Wawancara adalah percakapan dengan

maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut

(Moleong, 2012:186). Menurut Sugiono (2011; 235) yang dikutip oleh

Gandhys (2014), langkah-langkah wawancara untuk mengumpulkan data

dalam penelitian kualitatif, yaitu :

a. Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan.

b. Menyiapkan pokok-pokok masalah.

c. Mengawali atau membuka alur wawancara.

d. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya.

29

e. Mencatat hasil wawancara.

f. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara.

3. Dokumen

Dokumen merupakan pelengkap setelah dilakukan observasi dan

wawancara. Dokumen yang dikumpulkan digunakan untuk mendukung

hasil observasi dan wawancara. Menurut Guba dan Lincoln yang dikutip

oleh Moleong (2012:217), dokumen dan record digunakan untuk

keperluan penelitian karena alasan-alasan yang dapat

dipertanggungjawabkan sebagai berikut:

a. Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber yang

stabil, kaya, dan mendorong.

b. Berguna sebagai bukti suatu pengujian.

c. Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena

sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam

konteks.

d. Record relative murah dan tidak sukar diperoleh, tetapi dokumen harus

dicari dan ditemukan.

e. Keduanya tidak reaktif sehingga sukar ditemukan teknik kajian isi.

f. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih

memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan adalah PP No. 46

Tahun 2013, UU No. 36 Tahun 2008, dokumen resmi yang dimiliki

30

perusahaan, jurnal-jurnal penelitian, serta buku-buku yang mendukung

pengumpulan data.

3.5 Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen yang dikutip oleh Moleong (2012:248),

Analisis Data Kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dielola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan

apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang

diceriterakan kepada orang lain. Tahapan pelaksanaan analisis data kualitatif

adalah sebagai berikut:

1. Mencatat hal-hal yang merupakan sumber data di lapangan agar mudah

untuk ditelusuri.

2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan,

membuat ikhtisar data yang telah dikumpulkan di lapangan.

3. Memahami data agar dapat membuat pola atau mengkaitkan data agar

dapat membuat sebuah temuan.

31

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik.

Bank Indonesia.

Kementrian Koperasi dan UKM.

Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013 Pasal 3 ayat (1).

Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor 42/PJ/2013 tentang Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan atas

Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang

Memiliki Peredaran Bruto tertentu.

Undang-Undang No.10/1995 tentang Usaha Kecil.

Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan.

World Bank.

Andryani, Annisa, 1999. Manajemen Pemasaran dan Bauran Distribusi. Jakarta:

Gramedia Pustaka.

Brotodiharjo, R. Santoso. 1986. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: PT

Eresco.

32

Butar, Etha Yuni Agustina Butar. 2014. Penerapan PP No. 46 Tahun 2013 Pada

UMKM. Diperoleh 6 April 2014, dari

http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/1364

Damayanti, 2008. Saluran Pemasaran. Jakarta : Pustakajaya,.

David L. Louden and Albert J. Della Bitta. 1984. Consumer Behavior : Concept

and Applications. The United States of America : ByMcGraw Hill.Inc

Diatmika I Putu Gede, 2013. Penerapan Akutansi Pajak Atas PP Nomor 46

Tahun 2013 Tentang PPh Atas Pajak Penghasilan dari Usaha Wajib Pajak

yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Jurnal Akutansi Profesi. Vol.3,

No.2 Desember 2013.

Direktorat Jenderal Pajak. 2013. Leaflet Aspek Perpajakan Sesuai Peraturan

Pemerintah No 46 Tahun 2013. (www.pajak.go.id)

Gandhys. 2010. Persepsi Pelaku UMKM Terhadap Penerapan PP. 46 Tahun

2013. Skripsi. Malang: Jurusan Sarjana (S1) Akuntansi Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Brawijaya.

Gerald Zaltman and Melanie Wallendorf. 1971. Consumer Behavior : Basic

Findings and Management Implications. The United States of America : By

John Willey and Sons Inc.

Gitosudarmo, Indriyo. 1999. Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: BPFE.

Gosal, Arizta Reinhard. 2013. Analisa Perlakuan Akuntansi Pajak Penghasilan

Pasal 21. Jurnal EMBA, Volume 1 Nomor 3, Juni 2013:383-392.

Hani, Handoko, 2008. Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

33

Hastoni, Robert Pius Pardede dan Yuni Astuti. (2009). Pengaruh Rekonsiliasi

Fiskal Terhadap Perhitungan PPh Terhutang Pada PDAM Pakuan Bogor.

Jurnal Ilmiah Ranggagading, Volume 9 Nomor 1, April 2009:34-37.

Hawkins D.I, Best R.J, dan Coney K.A. 2001. Consumer Behavior. 8th Ed. Von

Hoffmann Press : United States

Ibrahim, Syarif. (2013, 24 Oktober). Pengenaan PPh Final untuk wajib Pajak

dengan Peredaran Bruto tertentu, Sebuah Konsep Kesederhanaan

Pengenaan PPh untuk Meningkatkan Voluntary Tax Compliance. Diperoleh

1 Maret 2014, dari

http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Kajian%20PPh%20Final

%20UMKM_PKPN

Ikatan Akuntan Indonesia. 2013. Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A & B

Terpadu. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.

Isroah. 2013. Penghitungan Pajak Penghasilan Bagi UMKM. Jurnal Nominal,

Volume 3 Nomor 1, 2013.

James F.Engel et.all. 1968. Consumer Behavior. Illinois : The Dryden Press

Kamleitner, Bernadette, Christian Korunka dan Erich Kirchler. 2010. Tax

Compliance of Small Business Owners. International Journal of

Entrepreneurial Behaviour & Research. 11-3 (11):330-351.

Kartanegara, 2009. Penjualan dan Pemasaran Produk. Yogyakarta: Liberty.

Kotler, Philip. 2007. Dasar-dasar Manajemen Pemasaran. Diterjemahkan oleh

Bambang Sarwiji. Edisi Sembilan.Jilid 1. Jakarta: PT.Indeks.

McDaniel, Carl, 2010. Riset Pemasaran Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat.

34

Michael, Hit. Duane, Ireland. 1997. Manajemen Strategis. Jakarta: Erlangga.

Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif (Rev. ed.). Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Philip Kotler. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium. Jilid 1

dan 2. Jakarta: Prehallindo.

Resmi, Siti. 2008. Perpajakan Studi & Kasus. Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.

Schiffman, L.G. dan Kanuk, L.L. 2000. Consumen Behaviour. 7th Ed. New

Jersey: Prentice Hall

Solomon, M.R. 1999. Consumer Behaviour : Buying,Having, and Being, 4th

Edition. New Jersey 07548: Prentice Hall

Sturtmant, Jerry, 1996. Selling Marketing. Published by Global Science, New

York.

Susilo, Eunike Jacklyn dan Betri Sirajuddin. 2013. Pemahaman Wajib Pajak

Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak

UMKM (Studi Kasus Pada Wajib Pajak yang Terdaftar di Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Palembang Ilir Barat). Skripsi. Palembang:

Jurusan Sarjana (S1) Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya.

Tjiptono, F., 2002. Manajemen Jasa, Edisi II. Cetakan ketiga. Yogyakarta: Andi

Offset.

Triyadi, DT., 2002. Aspek-aspek Pengaruh Omzet Penjualan Produk. Jakarta: Eka

Persada.

35

Widodo, Widi. 2010. Moralitas, Budaya, dan Kepatuhan Pajak. Bandung:

Alfabeta.

Walandouw, Patric. 2013. Analisis Perhitungan dan Pelaporan PPh Pasal 23 dan

PPh Pasal 25. Jurnal EMBA, Volume 1 Nomor 3, Juni 2013:987-997.

Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian (Sebuah Pengenalan dan

Penuntun Langkah Demi Langkah Pelaksanaan Penelitian). Yogyakarta:

Graham Ilmu.

36

37