perbandingan glukokortikoid dan ovariektomi dalam...

70
PERBANDINGAN GLUKOKORTIKOID DAN OVARIEKTOMI DALAM MENGINDUKSI OSTEOPOROSIS PADA KELINCI SEBAGAI MODEL HEWAN OSTEOPOROSIS COMPARISON OF GLUCOCORTICOID AND OVARIECTOMY IN INDUCING OSTEOPOROSIS IN RABBITS AS EXPERIMENTAL MODEL OF OSTEOPOROSIS MUHAMMAD PHETRUS JOHAN KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU PROGRAM STUDI BIOMEDIK PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Upload: others

Post on 28-Jan-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PERBANDINGAN GLUKOKORTIKOID DAN OVARIEKTOMI

    DALAM MENGINDUKSI OSTEOPOROSIS PADA KELINCI

    SEBAGAI MODEL HEWAN OSTEOPOROSIS

    COMPARISON OF GLUCOCORTICOID AND OVARIECTOMY IN

    INDUCING OSTEOPOROSIS IN RABBITS

    AS EXPERIMENTAL MODEL OF OSTEOPOROSIS

    MUHAMMAD PHETRUS JOHAN

    KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU

    PROGRAM STUDI BIOMEDIK PASCASARJANA

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2013

  • PERBANDINGAN GLUKOKORTIKOID DAN OVARIEKTOMI

    DALAM MENGINDUKSI OSTEOPOROSIS PADA KELINCI

    SEBAGAI MODEL HEWAN OSTEOPOROSIS

    Tesis

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

    Program Studi Biomedik

    Disusun dan Diajukan Oleh

    MUHAMMAD PHETRUS JOHAN

    Kepada

    KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU

    PROGRAM STUDI BIOMEDIK PASCASARJANA

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2013

    PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

  • Yang bertanda tangan dibawah ini :

    Nama : Muhammad Phetrus Johan

    No.Stambuk : P1507208095

    Program Studi : Biomedik

    Konsentasi : Combined Degree PPDS Orthopedi dan Traumatologi

    Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar

    merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau

    pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa

    sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima

    sanksi atas perbuatan tersebut.

    Makassar, Agustus 2013

    Yang menyatakan,

    Muhammad Phetrus Johan

  • PRAKATA

    Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua

    anugerah dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya akhir berupa

    Tesis ini dengan baik.

    Tesis dengan judul “Perbandingan Glukokortikoid dan Ovariektomi Dalam

    Menginduksi Osteoporosis Pada Kelinci sebagai Model Hewan Osteoporosis” ini

    disusun sebagai salah satu syarat dan merupakan karya akhir dalam menyelesaikan

    pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) I Bagian Ortopedi

    dan Traumatologi, dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu (Combined

    Degree) Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.

    Saya menyadari bahwa penulisan karya akhir ini jauh dari kesempurnaan, baik

    isi maupun bahasanya, sehingga kritik yang membangun diharapkan untuk perbaikan

    selanjutnya.

    Pada kesempatan ini, perkenankan saya menyampaikan rasa hormat dan terimakasih

    saya kepada :

    1. Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, Sp.B, Sp.OT Rektor Universitas Hasanuddin,

    Prof. dr. Irawan Yusuf, Ph.D, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

    Hasanuddin, Prof. Dr. dr. H. Dasril Daud, Sp.A(K) Ketua Konsentrasi

    Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu (Combined Degree)

    Universitas Hasanuddin, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk

    dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) I dan

    Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu (Combined Degree) Fakultas

    Kedokteran Universitas Hasanuddin, dalam bidang Ortopedi dan

    Traumatologi.

    2. Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, Sp.B, Sp.OT Ketua Bagian Ortopedi dan

    Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. dr. H.

    R. Agung Saifullah, Sp.B, Sp.OT Ketua Program Studi Ortopedi dan

  • Traumatologi, serta seluruh Staf Bagian Ortopedi dan Traumatologi atas

    kesediaan untuk menerima, mendidik, membimbing dan memberi nasehat

    yang sangat berharga kepada saya, selama mengikuti pendidikan ini.

    3. Prof. Dr. Ir. Mursalim, Direktur Program Pascasarjana Universitas

    Hasanuddin, Prof. dr. Rosdiana Natzir, Ph.D Ketua Program Studi Biomedik

    Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, atas kesempatan yang

    diberikan selama pendidikan ini.

    4. dr. Henry Yurianto, M.Phil, Ph.D, Sp.OT, dr. M. Ruksal Saleh, Ph.D, Sp.OT,

    dr. Wilhelmus Supriyadi, Sp.OT selaku pembimbing yang telah meluangkan

    begitu banyak waktu yang sangat berharga untuk membimbing saya mulai

    dari perencanaan, pembuatan proposal hingga selesainya penulisan karya

    akhir ini.

    5. Dr. dr. Burhanuddin Bahar, MS atas segala bimbingan dan saran dalam

    pengolahan data dan penyelesaian karya akhir ini.

    6. Teman-teman sejawat, Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) I

    Bagian Ortopedi dan Traumatologi, Fakultas Kedokteran Universitas

    Hasanuddin, teman Fakultas Kedokteran Hewan, drh Faqi dkk, atas bantuan

    dan kerjasamanya selama ini.

    7. Para staf pegawai Bagian Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran

    Universitas Hasanuddin, Arham S.Kom, Hardis, dan Pak Syam.

    8. Para staf pegawai di Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu

    (Combined Degree) Ibu Mirna, Pak Jamal, Pak Yusril, dan Pak Anto yang

    telah sabar memberikan pelayanan administratif kepada saya selama

    mengikuti pendidikan ini.

    9. Kepada kedua orang tua tercinta saya, Johan Thios dan Cherlin Loren, yang

    dengan tulus dan ikhlas membantu, membimbing, mendidik, dan senantiasa

    mendoakan demi kebaikan dan kelancaran pendidikan saya.

    10. Akhirnya yang paling khusus dan spesial kepada istri saya tercinta dr. Amelia

    Abdullah yang dengan sabar dan penuh pengertian membantu, mengingatkan

    dan mendukung saya dalam segala hal, selalu menjadi penyemangat saya

  • selama mengikuti pendidikan ini sehingga saya dapat menyelesaikan

    pendidikan ini dengan baik.

    Akhir kata, semoga karya akhir ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

    kedokteran khususnya di bidang ortopedi dan traumatologi dan dapat diaplikasikan

    dalam pemberian pelayanan yang lebih berkualitas kepada pasien sesuai dengan

    nilai-nilai profesionalisme.

    Semoga kita senantiasa mendapat petunjuk dan perlindungan dari Allah SWT.

    Makassar, Agustus 2013

    Muhammad Phetrus Johan

  • ABSTRAK

    JOHAN MUHAMMD PHETRUS. Perbandingan Glukokortikoid dan Ovariektomi dalam Menginduksi Osteoporosis pada Kelinci Sebagai Model Hewan Osteoporosis (dibimbing oleh Yurianto Henry dan Saleh Ruksal)

    Model penelitian osteoporosis pada kelinci berguna untuk mempelajari aktifitas metabolisme karena kelinci memiliki pembentukan sistem haversian yang aktif dan mencapai maturitas tulang yang cepat. Model osteoporosis pada kelinci dapat dibuat dengan 2 metode (pembedahan/ovariektomi dan obat/methylprednisolone). Penelitian ini bertujuan untuk membuat model osteoporosis pada kelinci dalam waktu yang relative singkat dengan intervensi obat methylprednisolone dosis sedang (1,5mg/kg/hari). Desain penelitian adalah Experimental Study, pada 32 ekor kelinci betina, Lepus negricollis, usia 32-36 minggu, dilakukan di laboratorium hewan Unhas, dari bulan Maret hingga Juni 2013. Subyek dibagi secara acak menjadi 3 kelompok; kelompok ovariektomi bilateral, kelompok methylprednisolone 1,5mg/kg/hari dan kelompok control dimana akan dievaluasi unsur mekanik dari lumbar vertebra dengan mesin tes kompresi (beban maksimum akan direkam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat data penurunan yang signifikan secara statistik dengan uji kruskal wallis, pada beban maksimum dari kelompok Methylprednisolone yaitu penurunan sebanyak 55,95% (p≤0,05) dibandingkan kelompok control dan penurunan sebanyak 50,56% (p≤0,05) dibandingkan kelompok ovariektomi pada minggu ke-4. Kategori kemampuan mekanik dari kelompok ovariektomi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik dibandingkan dengan kelompok control (p>0,05) dari minggu ke-4 hingga minggu ke-10. Penelitian ini menerangkan bahwa osteoporosis dapat diinduksi secara eksperimental pada kelinci dengan perlakuan pemberian obat Methylprednisolone dosis sedang dalam waktu yang singkat (4 minggu). Kata Kunci : Osteoporosis, Methylprednisolone, Ovariektomi

  • ABSTRACT

    JOHAN MUHAMMAD PHETRUS. Comparison of Glucocorticoid dan Ovariectomy in Inducing Osteoporosis in Rabbits as Experimental Model of Osteoporosis (supervised by Yurianto Henry and Saleh Ruksal) Experimental models of osteoporosis in rabbits were useful to investigate metabolic agents because rabbits had an active Haversian remodeling and achieve skeletal maturity quickly. Osteoporosis model in rabbits could be provided in two methods (surgical/ovariectomy and pharmaceutical/methylprednisolone). This study aimed to provide an experimental model of osteoporosis in rabbits in a short period of time by pharmaceutical intervention with methylprednisolone moderate dose (1.5mg/kg/day). Study design was experimental study, 32 rabbits, Lepus negricollis, 32-36 weeks in age, held in Unhas animal laboratory, from March to June 2013. Subjects were divided randomly into three groups: bilateral ovariectomy group, methylprednisolone group, and control group which would be evaluated mechanically at the lumbar vertebra with compression testing machine (maximum load will be recorded). The result showed there were a statistically (kruskal wallis test) significant reduction in maximum load of the MP group that was reduced by 55.95% (p ≤ 0.05) compare to the Control group and was reduced by 50.56 % (p ≤ 0.05) compare to the OVX group at 4th weeks. The mechanical properties of the OVX group was not statistically significantly different from those in the Control group (p > 0.05) from the 4th weeks to 10th weeks. This study determined that osteoporosis can be induced experimentally in rabbits through a Methylprednisolone intervention moderate dose iin a short period of time (4 weeks). Keywords : Osteoporosis, Methylprednisolone, Ovariectomi

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .........................................................................................

    LEMBAR PENGAJUAN ..................................................................................

    LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................

    PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ................................................................

    PRAKATA ........................................................................................................

    ABSTRAK ........................................................................................................

    ABSTRACT ......................................................................................................

    DAFTAR ISI .....................................................................................................

    DAFTAR TABEL .............................................................................................

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

    DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

    BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................

    A. Latar Belakang Penelitian.........................................................

    B. Rumusan Masalah ...................................................................

    C. Tujuan Penelitian ....................................................................

    D. Kegunaan Penelitian ...............................................................

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS

    A. Densitas Mineral Tulang ........................................................

    B. Klasifikasi Osteoporosis..........................................................

    1. Osteoporosis Akibat Defisiensi Estrogen ........................

    2. Osteoporosis Akibat Glukokortikoid ...............................

    i

    ii

    iii

    iv

    v

    viii

    ix

    x

    xiii

    xiv

    xv

    1

    1

    3

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    10

  • C. Model Hewan Osteoporosis .....................................................

    D. Teori Pengujian Kompresi Material ........................................

    E. Kerangka Pemikiran .................................................................

    F. Hipotesis ..................................................................................

    BAB III BAHAN / OBJEK DAN METODE PENELITIAN ......................

    A. Bahan / Objek Penelitian ..........................................................

    1. Populasi .............................................................................

    2. Sampel Penelitian ..............................................................

    3. Besaran Sampel .................................................................

    4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi .............................................

    4.1.Kriteria Inklusi ...........................................................

    4.2.Kriteria Eksklusi ........................................................

    B. Metode Penelitian ....................................................................

    1. Desain Penelitian ..............................................................

    2. Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................

    3. Variabel Penelitian ............................................................

    4. Definisi Operasional ..........................................................

    5. Cara Kerja ..........................................................................

    5.1.Pemilihan dan Perawatan Sampel ...............................

    5.2.Perlakuan Terhadap Sampel .......................................

    5.3.Pengujian Mekanik Kompresi Tulang .......................

    6. Alat dan Bahan .................................................................

    6.1. Obat ............................................................................

    13

    14

    17

    18

    19

    19

    19

    19

    19

    20

    20

    20

    20

    20

    21

    21

    21

    22

    22

    23

    29

    31

    31

  • 6.2. Alat dan Bahan Operasi ................................................

    6.3.Alat dan Bahan Pengujian Mekanik Kompresi Tulang

    7. Alur Penelitian .......................................................................

    7.1.Analisis Statistik .............................................................

    7.2.Aspek Etik Penelitian .....................................................

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................

    A. Hasil Penelitian .............................................................................

    B. Pembahasan ..................................................................................

    BAB V PENUTUP ..........................................................................................

    A. Kesimpulan ...................................................................................

    B. Saran ............................................................................................

    DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

    32

    32

    33

    34

    34

    35

    35

    38

    42

    42

    42

    43

    LAMPIRAN ...................................................................................................... 48

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 1 Risiko Fraktur Terkait Glukokortikoid dan Pasien 11

    Tabel 2 Pembagian Kelompok Penelitian Berdasarkan Jenis Perlakuan dan Waktu

    Sakrifasi 22

    Tabel 3 Jenis Perlakuan Terhadap Masing-masing Kelompok Sampel 24

    Tabel 4 Perbandingan Nilai rata-rata (Newton) dan Standar Deviasi Beban Kompresi

    Maksimum yang Bisa Ditahan Oleh Tiap Perlakuan Pada Minggu ke-4 35

    Tabel 5 Perbandingan Nilai rata-rata (Newton) dan Standar Deviasi Beban Kompresi

    Maksimum yang Bisa Ditahan Oleh Tiap Perlakuan Pada Minggu ke-6 36

    Tabel 6 Perbandingan Nilai rata-rata (Newton) dan Standar Deviasi Beban Kompresi

    Maksimum yang Bisa Ditahan Oleh Tiap Perlakuan Pada Minggu ke-8 37

    Tabel 7 Perbandingan Nilai rata-rata (Newton) dan Standar Deviasi Beban Kompresi

    Maksimum yang Bisa Ditahan Oleh Tiap Perlakuan Pada Minggu ke-10 37

  • DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 Grafik Uji Kompresi Material 15

    Gambar 2 Organ Dalam Kelinci. Tampak Kiri. Diafragma, Mesenterium,

    dan Omentum yang telah dikeluarkan 27

    Gambar 3 Organ Dalam Kelinci. Tampak Kanan. Diafragma, Mesenterium,

    dan Omentum telah dikeluarkan 28

    Gambar 4 Tulang pada Kelinci 29

    Gambar 5 Mesin Tes Kompresi Mekanik 31

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Alat, bahan dan hasil penelitian 47

    Kandang kelinci 47

    Alat dan bahan ovariektomi 47

    Pembedahan ovariektomi 48

    Mesin tes kompresi mekanik 48

    Model tulang kelinci sebelum kompresi mekanik 49

    Model tulang kelinci sesudah kompresi mekanik 49

    Lampiran 2 Tabulasi data 50

    Lampiran 3 Analisa statistik 54

    Lampiran 4 Keterangan Kelayakan Etik (Ethical Clearance) 55

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Penelitian

    Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa

    tulang dan adanya perubahan mikro-arsitektur jaringan tulang yang berakibat

    menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga tulang

    mudah patah (WHO, 1994).

    Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih

    merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang.

    Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran

    akan ancaman osteoporosis berdasar studi di Indonesia adalah prevalensi

    osteoporosis tahun 2007 mencapai 28,8% untuk pria dan 32,3% untuk wanita. Angka

    ini didukung oleh data Puslitbang Gizi Depkes pada tahun 2006 bahwa dua dari lima

    orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis (PEROSI, 2009;

    Prihartini S, 2009).

    Akibat yang muncul dari osteoporosis ini menimbulkan masalah pada bidang

    kesehatan (beratnya konsekuensi fraktur) maupun pada bidang sosial ekonomi.

    Beberapa obat telah digunakan secara resmi untuk pencegahan osteoporosis namun

    masih belum memuaskan bahkan resiko fraktur patologis masih terjadi dengan

    penggunaan lama obat tersebut (Shane E, et al., 2010). Oleh karena itu penulis

    bermaksud untuk melakukan penelitian yang berkesinambungan mengenai

    osteoporosis dimana akan dimulai dengan penelitian untuk membuat model hewan

  • osteoporosis yang relevan dengan tulang manusia dan efisien serta efektif dalam

    pembuatan model hewan tersebut.

    Model hewan osteoporosis pada kelinci telah dilakukan oleh beberapa peneliti

    lainnya dengan perlakuan ovariektomi dan penggunaan obat dalam hal ini

    kortikosteroid (Baofeng L, et al., 2010). Seperti yang kita ketahui, kelinci adalah

    hewan yang sangat irritabel (mudah untuk depresi, sakit dan mati). Semakin lama

    waktu yg dibutuhkan dan semakin agresif perlakuan untuk menyiapkan model hewan

    kelinci yang osteoporosis, maka kemungkinan kelinci yang mati akan lebih banyak

    dengan sifatnya yang irritabel, belum ditambahkan dengan waktu penelitian

    kelanjutannya (meneliti obat osteoporosis). Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk

    membuat model kelinci osteoporosis dengan waktu yg lebih singkat dan dengan

    perlakuan yang kurang agresif (tanpa pembedahan ovariektomi) dalam hal ini dengan

    menggunakan obat kortikosteroid dosis (1,5 mg/kg/hari, dosis toksik 2 mg/kg/hari)

    (Bishop et al., 1996). Disamping itu peneliti juga berkeinginan untuk membuktikan

    perlakuan ovariektomi, apa benar terdapat perbedaan yang signifikan dengan

    perlakuan obat kortikosteroid (belum terinduksi osteoporosis setelah 10 minggu

    pasca perlakuan) dalam membuat model hewan osteoporosis (Baofeng L, et al.,

    2010).

    B. Rumusan Masalah

    1) Apakah mungkin untuk membuat model hewan osteoporosis dengan

    perlakuan obat kortikosteroid 1,5 mg/kg/hari dalam waktu yang relatif

    singkat (kurang dari 8 minggu).

  • 2) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan dalam kerapuhan tulang

    (fragilitas/porositas) antara perlakuan obat (kortikosteroid 1,5 mg/kg/hari)

    dan perlakuan pembedahan (ovariektomi) dalam membuat model hewan

    osteoporosis pada kelinci.

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum :

    Untuk menilai perbandingan perlakuan pembedahan ovariektomi dan obat

    kortikosteroid pada pembuatan model kelinci osteoporosis secara tes

    kompresi mekanik

    2. Tujuan Khusus :

    1) Untuk menilai perlakuan obat kortikosteroid pada pembuatan model

    kelinci osteoporosis secara tes kompresi mekanik.

    2) Untuk menilai perlakuan pembedahan ovariektomi pada pembuatan

    model kelinci osteoporosis secara tes kompresi mekanik.

  • D. Kegunaan Penelitian

    1. Kegunaan Teoritis

    Untuk mendapatkan informasi ilmiah (evidence based) mengenai efek

    perlakuan obat kortikosteroid dosis 1,5 mg/kg/hari dan perlakuan

    pembedahan ovariektomi dalam membuat model hewan kelinci osteoporosis

    2. Kegunaan Praktis

    1) Sebagai acuan dan atau pertimbangan dalam pembuatan model hewan

    osteoporosis

    2) Sebagai acuan data untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan

    dengan osteoporosis serta bermanfaat bagi perkembangan ilmu

    kedokteran secara umum maupun ilmu ortopedi secara khusus.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

    Masalah usia lanjut dan osteoporosis semakin menjadi perhatian dunia, termasuk

    Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya usia harapan hidup. Keadaan

    ini menyebabkan peningkatan penyakit menua yang menyertainya, antara lain

    osteoporosis (keropos tulang).

    Osteoporosis merupakan suatu penyakit metabolik tulang yang ditandai oleh

    menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang

    disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dan jaringan tulang, dengan akibat

    menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi kecenderungan tulang mudah patah

    (WHO, 1994).

    Istilah osteoporosis memasuki terminology kedokteran pertama kali abad 19 di

    Perancis dan Jerman. Istilah tersebut mendeskripsikan porositas penampakan

    histologist tulang manusia lanjut usia. Sebelumnya, publikasi dari Sir Astley Cooper

    meyakinkan bahwa fraktur tipe tertentu terjadi akibat penurunan massa atau kualitas

    tulang terkait usia. Beliau juga mendeskripsikan epidemiologis original dari fraktur

    ini, meliputi: angka insidensinya meningkat sesuai peningkatan usia; angka

    kejadiannya lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria; dan fraktur yang terjadi

    berhubungan dengan trauma yang derajatnya hanya moderat pada tulang yang

    banyak mengandung trabekular. Fraktur tulang berikut merupakan tanda dari fraktur

    tipe tersebut yakni femur proksimal, radius distal, dan vertebra. Meskipun demikian

  • fraktur di lokasi lain, yakni pelvis, proksimal humerus, dan proksimal tibia juga

    menunjukkan pola yang mirip (Holroyd C, et al., 2008).

    Osteoporosis dipertimbangkan sebagai “silent disease” yang asimptomatik

    sampai terjadi fraktur. Sekitar 1,5 juta insidensi fraktur setiap tahun berasal dari

    osteoporosis (Gass M, et al., 2006). Menurut data “White Paper” yang dikeluarkan

    oleh Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI), prevalensi osteoporosis tahun

    2007 mencapai 28,8% untuk pria dan 32,3% untuk wanita. Angka ini juga didukung

    hasil analisis data risiko osteoporosis oleh Puslitbang Gizi Depkes bekerja sama

    dengan Fonterra Brands Indonesia yang dipublikasi tahun 2006 bahwa 2 dari 5 orang

    Indonesia memiliki risiko osteoporosis (PEROSI, 2009) .

    Osteoporosis merupakan masalah besar pada perawatan kesehatan karena

    beratnya konsekuensi fraktur pada pasien dan sistem perawatan kesehatan. Selain itu

    juga memiliki impliaksi yang penting pada keadaan sosial ekonomi. Di Amerika dari

    300.000 kasus fraktur osteoporosis pada tahun 1991 dibutuhkan dana $5 milyar

    (Consensus Development Conference, 1993). Dan diperkirakan akan membutuhkan

    dana mencapai $30-40 milyar pada tahun 2020 (WHO, 1994).

    A. Densitas mineral tulang

    Risiko terjatuh dan akibat kecelakaan (trauma) sulit untuk diukur dan

    diperkirakan. Definisi WHO mengenai osteoporosis menjelaskan hanya spesifik pada

    tulang yang merupakan risiko terjadinya fraktur. Ini dipengaruhi oleh densitas tulang.

    Kelompok kerja WHO menggunakan teknik ini untuk melakukan penggolongan

    (Consensus Development Conference, 1993) :

  • 1) Normal : densitas tulang kurang dari 1 standar deviasi dibawah rata-rata wanita

    muda normal (T>-1)

    2) Osteopenia : densitas tulang antara 1 standar deviasi dan 2,5 standar deviasi

    dibawah rata-rata wanita muda normal (-2,5

  • 1. Osteoporosis Akibat Defiensi Estrogen

    Osteoporosis paling sering mempengaruhi wanita pascamenopause

    sehingga menempatkannyan menjadi resiko signifikan untuk menderita fraktur.

    Hilangnya hormon seks pada wanita pasca menopause memicu akselerasi

    turnover tulang yakni dominasi resorbsi tulang yang melebihi formasi tulang.

    Selanjutnya, keseimbangan negatif kalsium akan mendukung hilangnya unsur

    tulang, meningkatkan fragilitas tulang dan menjadi resiko terjadinya fraktur

    (Karsdal et al., 2003).

    Wanita akan mengalami 2 fase kehilangan tulang terkait usia. Fase

    pertama terjadi pada menopause, dominan pada tulang trabekular disebabkan

    oleh defisiensi estrogen. Hal ini berakibat peningkatan disproporsi resorpsi

    tulang dibandingkan formasi. Apabila fase ini mencapai puncaknya setelah 4-8

    tahun, fase kedua akan dimulai. Fase kedua sifatnya menetap, kehilangan

    tulang secara perlahan pada tulang kortikal dan trabekular, dan utamanya

    mengakibatkan penurunan formasi tulang. Pria hanya mengalami fase lambat

    dalam kehilangan tulang, yang diyakini akibat penurunan kadar testosterone

    dan estrogen bioavailabel sebagai konsekuensi peningkatan sex-hormone-

    binding globulin (ShBG). Penurunan kadar estrogen bertanggung jawab

    terhadap peningkatan resorpsi dan penurunan testosteron berperan terhadap

    penurunan formasi tulang (Lemer, 2006) .

    Searah dengan kenyataan bahwa hilangnya steroid seks meningkatkan

    remodeling tulang, sebagai tambahan terhadap up-regulasi osteoklastogenesis,

    kehilangan steroid seks juga meningkatkan jumlah progenitor di sumsum

  • tulang. Perubahan ini berhubungan dengan peningkatan formasi tulang dan

    paralel dengan peningkatan osteoklastogenesis dan resorpsi tulang (Manoglass,

    2000).

    Peningkatan remodeling, yang dihasilkan oleh up-regulasi

    osteoblastogenesis dan osteoklastogenesis, secara langsung mampu memicu

    percepatan kehilangan mineral tulang akibat resorpsi yang lebih cepat

    dibandingkan formasi tulang. Selain peningkatan remodeling tulang,

    kehilangan estrogen juga memicu abnormalitas kualitatif, yakni erosi osteoklas

    yang lebih dalam dibandingkan kavitas normal. Dalamnya erosi dapat

    diterangkan bahwa estrogen beraksi pada osteoklas matur berupa dukungan

    terhadap apoptosis sehingga defisiensi estrogen menyebabkan perpanjangan

    daya kerja osteoklas. Estrogen memicu apoptosis osteoklas dua sampai tiga

    kali lipat pada in vitro dan in vivo yang efeknya diperantarai oleh TGF-beta.

    Secara langsung berkebalikan dengan efek tersebut, estrogen berperan sebagai

    antiapoptosis pada osteoblas dan osteosit, sehingga defisiensi estrogen atau

    androgen akan memperpendek daya osteoblas dan osteosit. Perpanjangan kerja

    sel resorpsi tulang dan secara simultan terjadi pemendekan kerja sel pembentuk

    tulang dapat menerangkan keseimbangan antara resorpsi dan formasi tulang

    yang terjadi setelah kehilangan steroid seks (Manoglass, 2000).

    Disimpulkan bahwa peningkatan remodeling tulang akibat defisiensi

    estrogen disebabkan oleh peningkatan produksi osteoblas dan osteoklas, dan

    ketidakseimbangan antara resorpsi dan formasi tulang. Hal ini disebabkan oleh

    perpanjangan daya hidup osteoklas dan pemendekan daya hidup osteoblas.

  • Selain itu penundaan apoptosis osteoklas nampaknya bertanggung jawab

    terhadap dalamnya kavitas resorpsi dan perforasi trabekular terkait defisiensi

    estrogen (Manoglass, 2000).

    Selanjutnya, penemuan pathway RANKL/RANK/OPG menyediakan

    mekanisme baru dalam pathogenesis kehilangan tulang yang diiringi oleh

    kehilangan estrogen. Resorpsi tulang akhirnya diperintah oleh keseimbangan

    relatif OPG dan RANKL pada model sel kultur dan pada manusia yang

    cenderung untuk menekan resorpsi tulang. Estrogen merangsang produksi OPG

    pada kultur osteoblas atau sel stroma dan terapi estrogen meningkatkan kadar

    OPG serum pada pria usia lanjut. Kehilangan estrogen pada wanita pasca

    menopause berhubungan dengan peningkatan protein RANKL yang

    diekspresikan oleh sel sumsum tulang, dan suplementasi estrogen mencegah

    peningkatan ini (Omnisky MS, et al., 2008).

    2. Osteoporosis akibat Glukokortikoid

    Glukokortikoid menempati peringkat ketiga sebagai faktor risiko

    osteoporosis dibawa pascamenopause dan kehilangan tulang akibat penuaan.

    Pemakaian glukokortikoid akan memicu kehilangan BMD sebesar 6,4 % pada

    6 bulan pemakaian pertama. Dosis prednisone oral 2,5-7,5 mg/hari

    berhubungan dengan resiko relatif fraktur hip 1,77 dan fraktur vertebra 2,59.

    Dosis lebih dari 7,5 mg/hari berhubungan degan risiko fraktur hip 2,27 dan

    fraktur vertebra 5,18. Peningkatan resiko fraktur terlihat pada tiga bulan

    pertama sejak terapi dimulai. Risiko fraktur lebih terkait dengan pemakaian

  • dosis harian dibandingkan dosis kumulatif. Riwayat pemakain glukokortikoid

    juga berhubungan dengan peningkatan resiko fraktur dibandingkan tanpa

    riwayat pemakaian. Pemutusan terapi glukokortikoid juga berhubungan dengan

    penurunan risiko fraktur (Khan AA, et al., 2006).

    Tabel 1. Risiko fraktur terkait glukokortikoid dan pasien

    Drug related risk factors Patient Related risk factors

    Dose

    Mode of administration

    Duration

    Age

    Gender

    Fragility fracture after age 40

    Menopausal status

    Underlying illness

    Baseline bone mineral

    density

    Other risk

    Gambaran histologi cardinal pada osteoporosis akibat glukokortikoid

    adalah penurunan kecepatan pembentukan tulang, penurunan ketebalan

    trabekula (indikasi kuat terhadap hasil kerja osteoblast), dan kematian insitu

    dari bagian tulang. Penururnan pembentukan tulang dan osteonekrosis dapat

    dijelaskan melalui bukti bahwa kelebihan glukokortikoid mempunyai efek

  • supresi terhadap osteoblastogenesis di sumsum tulang dan juga mendukung

    apoptosis osteoblas dan osteosit (Manoglass, 2000).

    Pada mencit yang diberikan glukokortikoid selama 4 minggu (waktu yang

    ekuivalen 3-4 tahun pada manusia) menyebabkan penurunan BMD yang

    berhubungan dengan penurunan jumlah osteoblast, osteoklas, progenitor di

    sumsum tulang dan penuruna dramatis area tulang cancellous dan kedalaman

    trabekular dibandingkan placebo. Perubahan ini berhubungan dengan

    penurunan area osteoid yang bermakna dan penurunan kecepatan mineralisasi

    dan pembentukan tulang. Pemberian glukokortikoid juga menyebabkan

    kenaikan apoptosis 3 kali lipat pada vertebra dan menginduksi apoptosis pada

    28% osteosit di metaphisis kortikal dari tulang (Manoglass, 2000).

    Meskipun terdapat korelasi bermakna antara keparahan kehilangan tulang

    dan luasnya penurunan pembentukan tulang, kehilangan tulang juga

    disebabkan oleh peningkatan resorpsi tulang di awal. Setelah 7 hari pemberian

    glukokortikoid, osteoklastogenesis pada kultur sumsum tulang ex vivo

    menurun 50%, sedangkan jumlah osteoklas pada tulang meningkat dua kali

    lipat. Hal ini menyakinkan bahwa efek awal kelebihan glukokortikoid adalah

    peningkatan daya tahan osteoklas. Glukokortikoid juga menghambat OPG dan

    ekspresi RANKL pada osteoblast. Dengan demikian, bukti-bukti tersebut

    menyakinkan bahwa fase awal penting pada kehilangan tulang akibat

    pemberian glukokortikoid adalah perluasan daya hidup osteoklas yang

    diperantarai RANKL (Manoglass, 2000).

    C. Model Hewan Osteoporosis

  • Meskipun model hewan ovariektomi tikus merupakan "standar emas" pada

    model hewan eksperimental untuk penelitian postmenopause osteoporosis

    (Kalu, 1991;Frost HM, 1992; Lelovas PP, 2008), ia memiliki beberapa

    kelemahan, seperti kegagalan untuk mencapai kematangan tulang yang

    sebenarnya, kurangnya sistem Haversian, dan rendahnya tingkat remodeling

    pada tulang kortikal (Omnisky MS, et al., 2008; Khan AA, et al., 2006).

    Kondisi ini membatasi penggunaan tikus untuk penilaian pengobatan baru

    untuk osteoporosis, terutama agen pembentuk tulang (bone-forming agent),

    yang membutuhkan eksplorasi remodeling tulang trabecular dan kortikal yang

    dinamis. Dengan demikian, perlu untuk meneliti model hewan percobaan lain

    untuk osteoporosis. Kelinci telah sering digunakan untuk mempelajari kasus

    ortopedi (Mori H, 1997; Southard TE, 2000; Cao T, 2004). Kelinci mencapai

    maturitas seksual pada umur 20-24 minggu dan mencapai maturitas tulang

    pada umur 28-32 minggu, dimana menunjukkan remodeling intra kortikal yang

    signifikan dan memiliki waktu pergantian zat tulang yang cepat daripada

    hewan pengerat yang lain (Gilsanz V, 1988; Newman E, et al., 1995). Massa

    tulang yang paling tinggi tercapai pada umur 32-36 minggu. Resorpsi dan

    pembentukan tulang yang teratur telah terbentuk dengan sempurna pada tahap

    ini (Gilsanz V, 1988). Ovariektomi dan penyuntikan kortikosteroid adalah

    perlakuan utama untuk membuat model osteoporosis pada kelinci (Southard

    TE, 2000; Grardel B, et al., 1994; Eberhardt AW, et al., 2001), tetapi induksi

    osteoporosis dengan perlakuan tunggal dari metode diatas masih merupakan

    controversial. Pada satu penelitian, perlakuan ovariektomi saja selama 10

  • minggu belum memicu reduksi yang signifikan dari BMD. Hal ini sesuai

    dengan hasil penelitian yang dilaporkan sebelumnya (Mori H, 1997; Turner

    CH, 2002) dan menyimpulkan bahwa kelinci merupakan model hewan yang

    jelek untuk membuat model osteoporosis dengan perlakuan ovariektomi.

    Test kompresi vertebra lumbalis disarankan untuk menguji kekuatan

    mekanis dari tulang cancellous (Adinoff AD, et al., 1983). Beban maksimum

    adalah parameter yang paling sering digunakan untuk menilai kekuatan

    mekanis, dan menggambarkan daya maksimal yang bisa ditahan sebelum

    hancur. Kerapuhan tulang bisa ditunjukkan melalui kekuatan mekanis,

    pergeseran dan absorpsi energy (Turner CH, 2002).

    D. Teori pengujian kompresi material

    Dari percobaan uji kompresi material diperoleh diagram tegangan-

    regangan seperti pada gambar dibawah. Axis (sumbu x) menyatakan

    pegurangan tinggi (regangan negatif) dan ordinat (sumbu y) menyatakan

    kekuatan beban (tegangan).

  • Gambar 1. Grafik Uji Kompresi Material

    Batas-batas yang penting antara lain :

    1) Batas proportional “ P “ ( proportional limit )

    Batas proportional adalah batas dimana pengurangan tinggi material uji

    sebanding dengan pertambahan tegangan. Pada diagram tegangan regangan

    batas proportional merupakan garis lurus yaitu batas dimana besarnya

    tegangan sebanding dengan regangan (Hukum Hooke). Tegangan yang

    terjadi sampai batas proportional disebut tegangan proportional . Pada

    kenyataannya dalam pengujian tarik material, batas elastis dan batas

    proportional susah untuk dibedakan (batas ini hampir berimpit), karena

    batas proporsional adalah akhir dari garis lurus sedangkan batas elasris

    adalah awal dari garis lengkung.

    P

    E

    y

    U

    B

    ε (%)

  • 2) Batas elastisitas “ E “ (elastic limit)

    Batas elastis adalah suatu batas apabila tegangan yang bekerja dilepas,

    maka benda uji akan kembali ke ukuran semula, perubahan bentuk yang

    terjadi disebut perubahan bentuk sementara (deformasi elastis). Bila

    tegangan terus ditambah akan melampaui batas elastis (apabila beban yang

    bekeja dilepas, maka benda uji tidak akan kembali ke bentuk semula).

    Perubahan bentuk yang terjadi disebut perubahan bentuk tetap (deformasi

    plastis). Pada batas elastis, tegangan yang terjadi disebut tegangan elastis .

    3) Titik luluh atau batas lumer “ Y “ (yield point)

    Batas lumer adalah batas dimana pengurangan tinggi yang terjadi pada

    material uji tanpa pertambahan kekutan beban (tegangan). Tegangan yang

    terjadi disebut tegangan lumer.

    4) Batas maksimum “ U “ (ultimate limit)

    Batas maksimum adalah batas yang menunjukkan tegangan maksimum atau

    kekuatan beban tertinggi yang mampu ditahan oleh bahan tersebut.

    Tegangan yang terjadi disebut tegangan maksimum (ultimate strength)

    5) Batas hancur “ B “ (breaking limit)

    Batas hancur adalah batas dimana material uji mengalami kehancuran.

    Sebenarnya pada batas maksimum batang uji sudah hancur., tetapi karena

    masih memiliki energi maka masih mengalami pemendekan. Tegangan

    pada batas ini disebut tegangan hancur.

  • E. Kerangka Pemikiran

    = Variabel Kendali

    = Variabel Bebas

    = Variabel Tergantung

    Faktor

    Sistemik

    Kelinci Betina

    yang telah

    mencapai

    maturitas tulang

    Perlakuan Obat

    (Kortikosteroid)

    Perlakuan

    Pembedahan

    (Ovariektomi)

    Osteoporosis

    Faktor

    Lokal

    Faktor Sistemik :

    1. Umur

    2. Jenis Kelamin

    3. Nutrisi

    4. Penyakit Sistemik

    5. Status Imunitas

    Faktor Lokal :

    1. Infeksi

    2. Perawatan Luka

  • F. Hipotesis

    1) Model hewan kelinci osteoporosis dapat dibuat dalam waktu yang relatif

    singkat (kurang dari 8 minggu) dengan perlakuan obat kortikosteroid 1,5

    mg/kg/hari.

    2) Terdapat perbedaan yang signifikan dalam kerapuhan tulang (porositas)

    antara perlakuan dengan obat (kortikosteroid 1,5 mg/kg/hari) dan perlakuan

    pembedahan (ovariektomi) dalam membuat model hewan osteoporosis pada

    kelinci.

  • BAB III

    BAHAN / OBJEK DAN METODE PENELITIAN

    A. Bahan / Objek Penelitian

    1. Populasi

    Populasi penelitian adalah kelinci betina Lepus negricollis dewasa dengan

    berat 1500 - 2000 gram dan usia 32 – 36 minggu.

    2. Sampel Penelitian

    Sampel dipilih melalui cara randomized sampling dan dibagi menjadi tiga

    kelompok utama, yaitu kelompok perlakuan pembedahan (ovariektomi),

    kelompok perlakuan obat kortikosteroid (Methylprednisolone), dan kelompok

    kontrol, tanpa perlakuan. Masing-masing kelompok utamaakan dibagi menjadi

    4 kelompok kecil berdasarkan waktu sakrifasi sampel yaitu kelompok kecil

    minggu ke 4, 6, 8, dan 10. Oleh karena itu total kelompok adalah 12 kelompok.

    3. Besar Sampel

    Besar sampel dihitung dengan rumus Federer :

    (t-1) (n-1) ≥ 15,

    dimana (t) adalah kelompok perlakuan, dan (n) adalah jumlah sampel

    perkelompok perlakuan.

  • (12-1) (n-1) ≥ 15

    (n-1) ≥ 15/11

    n ≥ 2,36

    Jumlah sampel minimal masing masing kelompok adalah 3 sampel. Total

    sampel ialah minimal 3x12 = 36 sampel.

    4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

    4.1. Kriteria Inklusi

    1) Kelinci betina Lepusnegricollis

    2) Usia 32 – 36 minggu

    3) Berat badan antara 1500 — 2000 gram.

    4) Sehat.

    4.2. Kriteria Eksklusi

    1) Kelinci yang sakit selama percobaan.

    2) Kelinci yang hamil.

    3) Kelinci yang mengalami infeksi

    B. Metode Penelitian

    1. Desain Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental (experimental study),

    randomized post test control group design untuk mengetahui efek perlakuan

    pembedahan (ovariektomi) dan perlakuan obat (Methylprednisolone) untuk

  • menginduksi terjadinya osteoporosis hewan coba kelinci betina

    Lepusnegricollis.

    2. Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium FK Unhas. Sampel diuji di

    Laboratorium Akademik Teknik Industri Makassar. Penelitian dimulai pada

    bulan Desember 2011 hingga July 2012.

    3. Variabel Penelitian

    1) Variabel bebas: perlakuan pembedahan (ovariektomi) dan perlakuan obat

    (methyprednisolone).

    2) Variabel tergantung: osteoporosis

    3) Variabel kendali: faktor sistemik (umur, jenis kelamin, nutrisi, status imun,

    penyakit sistemik) dan faktor lokal (infeksi, perawatan luka)

    4. Definisi Operasional

    1) Ovariektomi adalah tindakan pembedahan pengangkatan ovarium bilateral

    (organ reproduksi yang menghasilkan sel telur).

    2) Methylpredisolone adalah obat sintesis dari golongan glukokortikoid.

    3) Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kerapuhan

    (porositas) tulang yang bermakna dibandingkan dengan tulang kontrol

    (statistic signifikan: p ≤ 0,05) yang dapat dilihat dengan penurunan

    kemampuan tulang dalam menahan beban kompresi maksimum pada uji

    kompresi mekanik.

    5. Cara Kerja

  • 5.1. Pemilihan Sampel dan Perawatan Sampel

    1) Seleksi sampel sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Kelinci betina

    Lepusnegricollis, usia 32-36 minggu dengan berat 1500-2000 gram,

    dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu kelompok perlakuan

    pembedahan (ovariektomi), kelompok perlakuan obat

    (Methylprednisolone), dan kelompok kontrol, tanpa perlakuan khusus.

    Masing-masing kelompok utama akan dibagi menjadi 4 kelompok kecil

    berdasarkan waktu sakrifasi sampel yaitu kelompok kecil minggu ke 4,

    6, 8, dan 10. Oleh karena itu total kelompok adalah 12 kelompok.

    Tabel 2. Pembagian Kelompok Penelitian Berdasarkan Jenis Perlakuan

    dan Waktu Sakrifasi

    Perlakuan Kelompok

    Rentang Waktu dari

    Perlakuan Awal

    hinggaSakrifasi

    Perlakuan

    Methylprednisolone

    Kelompok I Hari I – Minggu ke 4

    Kelompok II Hari I – Minggu ke 6

    Kelompok III Hari I – Minggu ke 8

    Kelompok IV Hari I – Minggu ke 10

    Perlakuan Ovariektomi Kelompok V Hari I – Minggu ke 4

    Kelompok VI Hari I – Minggu ke 6

    Kelompok VII Hari I – Minggu ke 8

  • 2) K

    e

    linci dipelihara di Kandang Laboratorium Fakultas Kedokteran

    Universitas Hasanuddin. Spesifikasi ruangan kandang kelinci terbuat

    dari besi dan rang kawat dengan ventilasi udara dan penerangan cahaya

    yang cukup memadai. Ukuran kandang adalah 40 cm x 40 cm x 35 cm,

    anyaman rang kawat ukuran 1 cm x 1 cm. Sistem pembuangan kotoran

    dan urin menggunakan alas plastik yang dibersihkan setiap hari.

    Makanan kelinci adalah : rumput kering alfalfa, pellet dan wortel.

    Makanan tersebut diberikan selang-seling. Makanan dan air minum

    disediakan tempat tersendiri di dalam kandang dan kandang dibersihkan

    tiap pagi.

    5.2. Perlakuan Terhadap Kelompok Sampel

    1) Tiga jenis perlakuan akan dilakukan pada sampel, yaitu pemberian obat

    methylprednisolone dosis 1,5 mg/kgbb/hari secara intramuskular,

    pembedahan ovariektomi, dan pembedahan kosong (sham surgery,

    dimana dilakukan pembedahan laparotomi dan mengidentifikasi ovarium

    lalu ditutup kembali).

    Kelompok VIII Hari I – Minggu ke 10

    Kontrol Kelompok IX Hari I – Minggu ke 4

    Kelompok X Hari I – Minggu ke 6

    Kelompok XI Hari I – Minggu ke 8

    Kelompok XII Hari I – Minggu ke 10

  • Untuk kelompok utama methylprednisolone, perlakuan yang dilakukan

    adalah pada hari pertama : injeksi obat methylprednisolone dengan dosis

    1,5 mg/kgbb/hari secara intramuskular dan sham surgery; pada hari

    kedua dan seterusnya hingga waktu sakrifasi tetap dilakukan injeksi obat

    methylprednisolone dengan dosis 1,5 mg/kgbb/hari secara intramuskular.

    Untuk kelompok utama ovariektomi, perlakuan yang dilakukan adalah

    pada hari pertama : pembedahan ovariektomi bilateral; hari kedua dan

    seterusnya hingga waktu sakrifasi tidak ada perlakuan khusus.

    Untuk kelompok kontrol, perlakuan yang dilakukan adalah pada hari

    pertama : sham surgery; hari kedua dan seterusnya hingga waktu

    sakrifasi tidak ada perlakuan khusus.

    Tabel 3. Jenis Perlakuan Terhadap Masing-masing Kelompok

    Sampel

    Kelompok Perlakuan

    Kortikosteroid Injeksi Methylprednisolone 1,5

    mg/kgbb/hari secara i.m. + sham surgery

    Ovariektomi Pembedahan ovariektomi bilateral

    Kontrol Sham surgery

  • Jadwal Perlakuan untuk tiap Kelompok :

    a. Kelompok Methylprednisolone

    b. Kelompok Ovariektomi

    c. Kelompok Kontrol

    2) Preoperatif: Sampel dicukur dan dibersihkan bagian abdominal. Sampel

    diberikan anestesi dengan injeksi Ketamin 35 mg/kg berat badan secara

    intramuskular, diberikan antibiotik profilaksis Cefotaxim 50 mg/kg berat

    badan intramuskular. Setelah itu sampel dibaringkan posisi supine di atas

    meja operasi.

    3) Operatif (Ovariektomi) : dilakukan prosedur desinfeksi dan drapping

    pada daerah abdominal, selanjutnya insisi dilakukan 3-4 cm caudal dari

  • umbilicus. Insisi dilakukan melalui kulit, fascia dan pemisahan jaringan

    untuk menemukan linea alba. Selanjutnya dibuat irisan kecil atau lubang

    dengan menggunakan gunting runcing, dengan sonde director dilakukan

    irisan dengan menggunakan punggung scalpel untuk membuka musculus

    dan peritoneum sehingga cavum abdomen terbuka. Kemudian dari posisi

    bagian bawah vesica urinaria akan ditemukan bifurcatio uteri baik cornua

    kiri dan kanan dimana akan ditelusuri dari cornua tersebut untuk

    menemukan ovarium. Setelah ovarium teridentifikasi, cornua diklem

    dengan 2 carmalt forceps lalu diikat dengan benang absorbable (double

    ligasi). Pemotongan dilakukan diantara 2 ikatan benang dan ovarium

    dibebaskan dari jaringan sekitarnya. Setelah proses pengangkatan

    ovarium kiri dan kanan selesai (bilateral ovariektomi), dilanjutkan

    dengan penutupan cavum abdomen melalui penjahitan peritoneum dan

    musculus abdomen dan penjahitan jaringan cutaneus dengan catgut 2.0

    kemudian kulit dijahit dengan silk 2.0. Pemberian antibiotika bubuk

    (Nebacetin) dilakukan pada luka operasi sebelum ditutup dengan kasa

    steril dan hipafix. Monitoring pada sampel harus dilakukan minimum 24

    jam setelah pembedahan ini.

  • Gambar2. Organ dalam Kelinci. Tampak Kiri. Diafragma, mesenterium dan

    omentum telah dikeluarkan.

    1. Longissimus thoracis et longissimus lumborum muscle

    2. Iliocostalis thoracis et iliocostalis lumborum muscle

    3. Scalenus medius muscle

    4. Trachea, Esofagus

    5. Common carotid artery, Jugular vein

    6. Axillary artery and vein

    7. Aortic arch

    8. Phrenic nerve, Left cranial vena cava

    9. Pulmonary trunk

    10. Auricle of left atrium (left auricle)

    11. Left ventricel of heart

    12. Cranial part of cranial lobe of left lung

    13. Caudal part of cranial lobe of left lung

    14. Caudal lobe of left lung

    15. Fifth rib

    16 Thirteenth rib, Abdominal aorta

    17 Left suprarenal gland, left renal artery

    18. Caudal vena cava, left ureter

    19. Psoas major muscle

    20. Left kidney

    21. Liver

    22. Ventriculus (stomach)

    23. Spleen

    24. Jejunum

    25. Descending colon

    26. Cecum

    26. Third gyrus of cecum

    27. First gyrus of cecum

    28. Ascending colon (proximal ansa)

    29. Left uterus

    30. Uterine tube

    31. Ovary

    32. Middle gluteal muscle

    33. Tensor fasciae latae muscle

    34. Pectoral muscles

    35. Diaphragmatic line of insertion

  • Gambar3.Organ dalamKelinci.TampakKanan. Diafragma,

    mesenteriumdanomentumtelahdikeluarkan.

    1. Middle gluteal muscle

    2. Tensor fasciae latae muscle

    3. Iliocostalis lumborum et iliocostalis thoracis muscle

    4. Longissimus lumborum at longissimus thoracis muscle

    5. Psoas major muscle, right ureter

    6. Descending colon

    7. Right uterus

    8. Ovary, uterine tube

    9. right kidney

    10. caudate process of liver

    11. Right lobe of liver

    12. Ventriculus (stomach)

    13. Cranial part of duodenum

    14. Descending part of duodenum

    15. Transverse part (caudal ansa) of duodenum

    16. Ascending part of duodenum

    17. Jejunum

    18. Cecum

    18. First gyrus of cecum

    19. Gyrus of cecum

    20. Third gyrus of cecum

    21. Vermiform appendix of cecum

    22. Proximal ansa of colon

    23. Distal ansa and central ansa of colon

    24. Transverse colon

    25. Caudal lobe of right lung

    26. Middle lobe of right lung

    27. Cranial lobe of right lung

    28. Heart

    29. Sternum, Pectoral muscle

    30. Axillary artery and vein

    31. Trachea, Esophagus

    32. Common carotid artery, Jugular vein, Vagosympathetic trunk

    33. First rib

    34. Fifth rib

    35. Diaphragmatic line of insertion

  • 4) Kelompok perlakuan obat Methylprednisolone akan disakrifasi dengan

    ketamin dosis tinggi pada minggu ke 4,6,8 dan 10 untuk dilakukan pengujian

    mekanik kompresi tulang untuk mengetahui kekuatan tulang. Begitu pula

    pada kelompok perlakuan pembedahan ovariektomi dan kelompok kontrol.

    5.3. Pengujian mekanik kompresi tulang

    1) Setelah sampel disakrifasi, akan dilakukan pengidentifikasian Lumbal

    Vertebra 4.

    Gambar 4. Tulang pada Kelinci

    1. Maxilla

    2. Mandible

    3. Parietal bone

    4. Axis

    5. Seventh cervical vertebra

    6. Eleventh thoracic vertebra

    7. Sixth lumbar vertebra

    8. Sacrum

    13. Scapula

    14. Humerus

    15. Radius

    16. Ulna

    17. Carpal bones

    18. Metacarpal bones

    19. Bones of digits (of thoracis appendage)

    20. Oscoxae

    24. Tibia

    25. Fibula

    26. Tarsal bones

    27. Metatarsal bones

    28. Bones of digits (of pelvic appendage)

    29. Coccygeal vertebrae

    22. Patella

    23. Sesamoid bones of

  • 12. Sternum

    9. Clavicle

    10. Fifth rib

    11.Thirtheenth rib

    21. Femur

    22. Patella

    23. Sesamoid bones of gastrocnemius muscle (fabellae)

    gastrocnemius muscle (fabellae)

    24. Tibia

    25. Fibula

    2) Processus Spinosus, Processus Transversus dan Processus artikulasi akan

    dipotong keluar sehingga bagian korpus vertebra yang tersisa. End Plate atas

    dan bawah korpus tersebut akan di potong keluar sehingga mendapatkan

    permukaan atas dan bawah yang paralel dan rata.

    3) Setiap korpus tersebut akan dilakukan pengujian mekanik kompresi tulang

    (aksis longitudinal) dengan mesin tes material (LR 10 K Plus Material

    Testing 0,1 – 10 kN) pada kecepatan kompresi yang konstan (1 mm/menit).

    Korpus tersebut akan dibebani sampai hancur dan akan direkam kekuatan

    maksimum (daya yang dapat ditahan oleh materi sesaat sebelum hancur)

    dengan program Nexygen pada komputer yang terhubung dengan mesin

    tersebut.

  • Gambar 5.MesinTesKompresiMekanik

    6. Alat dan Bahan

    6.1. Obat

    1) Ketamin hidroklorid (Ketamine) injeksi.

    2) Cefotaksim (Cefotaxime) injeksi.

    3) Nebacetin bubuk

    4) Methylprednisolone injeksi

    6.2. Alat dan Bahan Operasi

    1) Meja operasi.

  • 2) Doek dan kassa steril

    3) Alkohol 70%

    4) Povidone iodine 3%

    5) NaCl 0,9%.

    6) Spuit1cc, 3cc, 5cc, 10cc.

    7) Bistouri no 11 dan 15.

    8) Alat Cukur

    9) Nald voelder.

    10) Pinset anatomis dan sirurgis.

    11) Klem arteri.

    12) Gunting jaringan dan gunting benang.

    13) Benang Catgut 2.0 dan benang Silk 2.0

    6.3. Alat dan Bahan Pengujian Mekanik KompresiTulang

    1) Mesin Pengujian Materi (LR 10 K Plus Material Testing 0,1 – 10 kN)

    2) Komputer yang berprogram Nexygen

    3) Kamera Sony 10 MegaPixel

  • 7. Alur Penelitian

    Seleksi Hewan Coba

    Kriteria Inklusi dan Eksklusi

    Populasi Sampel :

    Kelinci betina Lepusnegricollis, usia 32-36 minggu

    Perlakuan Injeksi

    Methylprednisolone 1,5

    mg/kgbb/hr + sham

    Perlakuan Pembedahan

    (Ovariektomi Bilateral)

    Perlakuan Kontrol

    (Sham Surgery)

    Pengujian Mekanik Kompresi Tulang

    Tabulasi Data

    Analisa

    Kesimpulan

    Sakrifasi

    Minggu

    ke 6

    Sakrifasi

    Minggu

    ke 8

    Sakrifasi

    Minggu

    ke 10

    Sakrifasi

    Minggu

    ke 4

    Sakrifasi

    Minggu

    ke 6

    Sakrifasi

    Minggu

    ke 8

    Sakrifasi

    Minggu

    ke 10

    Sakrifasi

    Minggu

    ke 4

    Sakrifasi

    Minggu

    ke 6

    Sakrifasi

    Minggu

    ke 8

    Sakrifasi

    Minggu

    ke 10

    Sakrifasi

    Minggu

    ke 4

  • 7.1. Analisis Statistik

    Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Federer. Data yang

    dikumpulkan, ditabulasi dalam bentuk tabel dan narasi; kemudian diolah

    dengan bantuan piranti lunak SPSS (Statistical Package for Social Sciences)

    menggunakan uji Non-Parametric Kruskal-Wallis.

    7.2. Aspek Etik Penelitian

    Prosedur penelitian dengan menggunakan sampel hewan pada penelitian ini

    telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan FK

    Unhas.

  • BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    Pada akhir penelitian ini jumlah sampel adalah empat puluh tujuh ekor kelinci.

    Sampel ini dibagi menjadi dua belas kelompok. Empat kelompok mendapat

    perlakuan obat Methylprednisolone 1,5 mg/kgbb/hr (kelompok Methylprednisolone

    minggu ke 4, 6, 8 dan 10). Empat kelompok mendapat perlakuan pembedahan

    bilateral ovariektomi (kelompok ovariektomi minggu ke 4, 6, 8 dan 10). Empat

    kelompok kontrol (kelompok kontrol minggu ke 4, 6, 8 dan 10). Sebelas sampel

    dieksklusi karena mati, hamil (diketahui saat ovariektomi) dan sampel rusak saat

    pengujian kompresi material.

    Tabel 4. Perbandingan nilai rata-rata (Newton) dan standar deviasi beban

    kompresi maksimum yang bisa ditahan oleh tiap perlakuan pada minggu

    ke-4

    Kelompok Rata-rata (Mean) Standar Deviasi

    Methylprednisolone 162,1700 1,71546

    Ovariektomi 328,0167 23,27752

    Kontrol 368,1500 26,29899

  • Nilai rata-rata beban kompresi maksimum pada minggu ke-4 pada kelompok

    Methylprednisolone adalah 162,1700±1,71546; pada kelompok Ovariektomi adalah

    328,0167±23,27752; pada kelompok Kontrol adalah 368,1500±26,29899. Hasil uji

    statistik Kruskal-Wallis untuk kelompok Methylprednisolone dibandingkan

    kelompok Kontrol adalah p=0,05 (berbeda bermakna); untuk kelompok Ovariektomi

    dibandingkan kelompok Kontrol adalah p=0,127 (tidak berbeda bermakna); untuk

    kelompok Methylprednisolone dan kelompok Ovariektomi p=0,05 (berbeda

    bermakna).

    Tabel 5. Perbandingan nilai rata-rata (Newton) dan standar deviasi beban

    kompresi maksimum yang bisa ditahan oleh tiap perlakuan pada minggu

    ke-6

    Nilai rata-rata beban kompresi maksimum pada minggu ke-6 pada kelompok

    Methylprednisolone adalah 145,6367±7,26307; pada kelompok Ovariektomi adalah

    307,7043±16,23235; pada kelompok Kontrol adalah 343,3300±39,83929. Hasil uji

    statistik Kruskal-Wallis untuk kelompok Methylprednisolone dibandingkan

    kelompok Kontrol adalah p=0,05 (berbeda bermakna); untuk kelompok Ovariektomi

    dibandingkan kelompok Kontrol adalah p=0,127 (tidak berbeda bermakna); untuk

    Kelompok Rata-rata (Mean) Standar Deviasi

    Methylprednisolone 145,6367 7,26307

    Ovariektomi 307,7043 16,23235

    Kontrol 343,3300 39,83929

  • kelompok Methylprednisolone dan kelompok Ovariektomi p=0,05 (berbeda

    bermakna).

    Tabel 6. Perbandingan nilai rata-rata (Newton) dan standar deviasi beban

    kompresi maksimum yang bisa ditahan oleh tiap perlakuan pada minggu

    ke-8

    Nilai rata-rata beban kompresi maksimum pada minggu ke-8 pada kelompok

    Methylprednisolone adalah 143,8667±8,99558; pada kelompok Ovariektomi adalah

    297,0700±16,57143; pada kelompok Kontrol adalah 322,6233±29,93860. Hasil uji

    statistik Kruskal-Wallis untuk kelompok Methylprednisolone dibandingkan

    kelompok Kontrol adalah p=0,05 (berbeda bermakna); untuk kelompok Ovariektomi

    dibandingkan kelompok Kontrol adalah p=0,275 (tidak berbeda bermakna); untuk

    kelompok Methylprednisolone dan kelompok Ovariektomi p=0,05 (berbeda

    bermakna).

    Kelompok Rata-rata (Mean) Standar Deviasi

    Methylprednisolone 143,8667 8,99558

    Ovariektomi 297,0700 16,57143

    Kontrol 322,6233 29,93860

  • Tabel 7. Perbandingan nilai rata-rata (Newton) dan standar deviasi beban

    kompresi maksimum yang bisa ditahan oleh tiap perlakuan pada minggu

    ke-10

    Nilai rata-rata beban kompresi maksimum pada minggu ke-10 pada kelompok

    Methylprednisolone adalah 131,7333±4,02007; pada kelompok Ovariektomi adalah

    263,6200±27,42092; pada kelompok Kontrol adalah 292,7733±33,95051. Hasil uji

    statistik Kruskal-Wallis untuk kelompok Methylprednisolone dibandingkan

    kelompok Kontrol adalah p=0,05 (berbeda bermakna); untuk kelompok Ovariektomi

    dibandingkan kelompok Kontrol adalah p=0,275 (tidak berbeda bermakna); untuk

    kelompok Methylprednisolone dan kelompok Ovariektomi p=0,05 (berbeda

    bermakna).

    B. Pembahasan

    Beberapa model hewan osteoporosis telah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Di

    antaranya ialah menggunakan tikus dan kelinci. Dibandingkan kelinci, tikus memiliki

    beberapa kekurangan untuk dijadikan model hewan osteoporosis, diantaranya ialah

    Kelompok Rata-rata (Mean) Standar Deviasi

    Methylprednisolone 131,7333 4,02007

    Ovariektomi 263,6200 27,42092

    Kontrol 292,7733 33,95051

  • tidak tercapainya maturitas tulang yg sebenarnya, kurangnya system haversian, dan

    kurangnya tingkat remodeling pada tulang kortikal (Baofeng L, et al., 2010).

    Kelinci mencapai maturitas seksual pada umur 20-24 minggu dan mencapai

    maturitas tulang pada umur 28-32 minggu, dimana menunjukkan remodeling intra

    kortikal yang signifikan dan memiliki waktu pergantian zat tulang yang cepat

    daripada hewan pengerat yang lain (Rodgers JB, et al., 1993; Mosekilde L, 1995).

    Massa tulang yang paling tinggi tercapai pada umur 32-36 minggu. Resorpsi dan

    pembentukan tulang yang teratur telah terbentuk dengan sempurna pada tahap ini

    (Rodgers JB, et al., 1993). Oleh karena itu penulis bermaksud untuk menggunakan

    kelinci dalam membuat model hewan osteoporosis.

    Sejak diperkenalkannya glukokortikoid sebagai obat anti inflamasi, efek samping

    osteoporosis yang diakibatkan oleh penggunaan obat tersebut telah menjadi masalah

    kesehatan yang signifikan yang belum terpecahkan. Efek pada tulang akibat

    penggunaan obat ini adalah menurunnya massa tulang, menurunnya proses

    pembentukan sel tulang dan meningkatnya proses resorpsi tulang disertai dengan

    menurunnya lebar trabekula tulang. Semua efek ini bisa menyebabkan penurunan

    kekuatan tulang dan meningkatnya resiko fraktur kompresi pada tulang vertebra

    (Grardel B, et al., 1994).

    Glukokortikoid telah sering digunakan pada hewan untuk menghasilkan keadaan

    osteopeni dan mengevaluasi efek preventif dan kuratif beberapa obat pada tulang.

    Kelinci merupakan hewan percobaan dimana perubahan metabolisme tulangnya

    akibat steroid telah diteliti beberapa tahun yang lalu (Grardel B, et al., 1994). Pada

  • penelitian tersebut dinyatakan bahwa kejadian apoptosis (bunuh diri) sel pada tulang

    kelinci disebabkan oleh rangsangan yang berlebihan dari obat tersebut. Hasil kultur

    jaringannya menunjukkan maturitas osteoblas dirangsang oleh glukokortikod pada

    dosis yang sesuai. Namun glukokortikoid memiliki efek yang bervariasi terhadap

    proses differensiasi dan survival sel dimana hal ini tergantung pada dosisnya (dose-

    dependent) (Eberhardt AW, et al., 2001). Semakin tinggi dosis obat tersebut maka

    semakin signifikan perburukan metabolisme tulang yang terjadi.

    Beberapa dosis tunggal glukokortikoid telah dicoba dalam upaya membuat model

    hewan kelinci yang osteoporosis. Dosis 0,5 mg/kgbb/hari diberikan selama 4 minggu

    tidak menghasilkan efek osteoporosis yang signifikan (Eberhardt AW, et al., 2001).

    Dosis 1 mg/kgbb/hari diberikan selama 8 minggu bisa menghasilkan efek

    osteoporosis yang cukup signifikan (Baofeng L, et al., 2010). Dosis toksik obat ini

    pada hewan kelinci adalah 2 mg/kgbb/hari (Bishop et al., 1996). Pada penelitian

    yang dilakukan oleh penulis, dosis tunggal yang dipilih adalah 1,5 mg/kgbb/hari. Hal

    ini diharapkan bisa menghasilkan efek osteoporosis dalam waktu yang relatif lebih

    singkat daripada penelitian sebelumnya yang menggunakan dosis 1 mg/kgbb/hari

    dimana membutuhkan waktu 8 minggu untuk menghasilkan efek osteoporosis

    (Baofeng L, et al., 2010). Hal ini sesuai dengan konsep penelitian sebelumnya yang

    membahasakan bahwa glukokortikoid memiliki efek yang bervariasi terhadap proses

    differensiasi dan survival sel dimana hal ini tergantung pada dosisnya (dose-

    dependent) (Eberhardt AW, et al., 2001).

    Pengupayaan model hewan osteoporosis yang dilakukan oleh penulis dengan

    perlakuan tunggal Ovariektomi hingga minggu ke 10 tidak terjadi. Data ini sesuai

  • dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Turner et al. (Turner CH, 2002)

    yang menyatakan perlakuan tunggal ovariektomi sangat tidak cocok untuk diterapkan

    dalam membuat model hewan kelinci yang osteoporosis. Perlakuan yang disarankan

    oleh peneliti tersebut adalah kombinasi perlakuan Ovariektomi ditambah

    Methylprednisolone 1 mg/kgbb/hari selama 8 minggu untuk menghasilkan model

    hewan kelinci yang osteoporosis (Bishop et al., 1996). Dosis 0,5 mg/kgbb/hari

    dikombinasi dengan ovariektomi selama 16 minggu juga telah diteliti bisa

    menyebabkan penurunan densitas tulang yang signifikan. Namun penelitian lain

    menunjukkan bahwa perlakuan tunggal Methylprednisolone dengan dosis tertentu

    sudah bisa menyebabkan kehilangan massa tulang yang signifikan (resorpsi tulang

    hingga 50-80 %) tanpa menyebabkan lesi yang berat (Eberhardt AW, et al., 2001).

    Perbandingan perlakuan Methylprednisolone dan Ovariektomi menunjukkan

    terdapatnya perbedaan porositas tulang yang signifikan sejak minggu ke-4 sampai

    minggu ke-10. Hal ini berarti bahwa tulang kelinci lebih mudah setelah perlakuan

    Methylprednisolone dosis 1,5 mg/kgbb/hari dibandingkan dengan perlakuan

    Ovariektomi. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan kelinci

    merupakan model hewan yang tidak cocok untuk dibuat osteoporosis dengan

    perlakuan tunggal ovariektomi (Turner CH, 2002).

  • BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Terdapat perbedaan bermakna dalam hal porositas tulang antara perlakuan obat

    Methylprednisolone dengan pembedahan Ovariektomi Bilateral maupun dengan

    Kontrol sejak minggu ke-4 hingga minggu ke-10. Perlakuan dengan obat

    Methylprednisolone lebih mampu menginduksi osteoporosis dibandingkan dengan

    perlakuan pembedahan Ovariektomi. Dalam hal rentang waktu yang dibutuhkan

    untuk membuat model hewan kelinci osteoporosis, dapat ditempuh dalam waktu

    yang relatif singkat (4 minggu) dengan metode injeksi obat Methylprednisolone

    dosis 1,5 mg/kgbb/hr.

    B. Saran

    Perlu penelitian lebih lanjut tentang efek samping perlakuan Methylprednisolone

    dengan dosis 1,5 mg/kgbb/hr dalam rentang waktu yang lebih lama untuk penelitian

    tahap selanjutnya.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Adinoff A D, Hollister J R. Steroid-induced fractures and bone loss in patients with

    asthma. N Engl J Med 1983; 309 (5): 265-8.

    Assessment of fracture risk and its application to screening for postmenopausal

    osteoporosis: report of a WHO Study Group. Geneva: WHO; 1994.

    Consensus development conference: diagnosis, prophylaxis, and treatment of

    osteoporosis. Am J Med 1993:94:646-50

    Cao T, Shirota T, Ohno K, Michi K I. Mineralized bone loss in partially edentulous

    trabeculae of ovariectomized rabbit mandibles. J Periodontal Res 2004; 39 (1):

    37-41.

    Eberhardt A W, Yeager-Jones A, Blair H C. Regional trabecular bone matrix

    degeneration and osteocyte death in femora of glucocorticoid- treated rabbits.

    Endocrinology 2001; 142 (3): 1333-40.

    Frost H M, Jee W S. On the rat model of human osteopenia dan osteoporoses. Bone

    Miner 1992; 18 (3): 227-36

    Gass M, Dawson-Hughes. 2006. Preventing osteoporosis-related fractures: an

    overview. The American Journal of Medicine; 119 (4A):3-11

    Gilsanz V, Roe T F, Gibbens D T, Schulz E E, Carlson M E, Gonzalez O, Boechat M

    I. Effect of sex steroids on peak bone density of growing rabbits. Am J Physiol

    1988; 255 (4 Pt 1): E416-21.

    Grardel B, Sutter B, Flautre B, Viguier E, Lavaste F, Hardouin P. Effects of

    glucocorticoids on skeletal growth in rabbits evaluated by dual-photon

  • absorptiometry, microscopic connectivity and vertebral compressive strength.

    Osteoporos Int 1994; 4 (4): 204-10.

    Holroyd C, Cooper C, Dennison E. 2008. Epidemiology of osteoporosis. Best

    Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism; 22(5):671-685

    Karsdal MA, Martin TJ, Bollerslev J, Christiansen C, Henriksen K. 2003. Are

    nonresorbing osteoclas sources of bone anabolic activity. Journal of Bone and

    Mineral Research; 22(4):487-494.

    Khan AA, Hanley DA, Bilezikian JP, Binkley N, Brown JP, Hodsman AB. 2006.

    Performing DXA in individuals with secondary causes of osteoporosis. Journal

    of Clinical Densitometry; 9(1):47-57.

    Kalu D N. The ovariectomized rat model of postmenopausal bone loss. Bone Miner

    1991; 15 (3): 175-91

    Lelovas PP, Xanthos TT, Thoma SE, Lyritis GP, Dontas IA. The laboratory rat as an

    animal model for osteoporosis research. Comp Med 2008; 58 (5):424-30

    Lerner UH. 2006. Bone remodeling in postmenopausal osteoporosis. Journal Dental

    Research: 85:584

    Manoglass SC. 2000. Birth and death of bone cells: basic regulatory mechanisms and

    implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. Endocrine

    Review; 21(2):115-137.

    Mosekilde L. Assesing bone quality-animal models in preclinical osteoporosis

    research. 1995; 17:343-52

  • Mori H, Manabe M, Kurachi Y, Nagumo M. Osseointegration of dental implants in

    rabbit bone with low mineral density. J Oral Maxillofac Surg 1997; 55 (4):351-

    61

    Newman E, Turner A S, Wark J D. The potential of sheep for the study of

    osteopenia: current status and comparison with other animal models. Bone (4

    Suppl) 1995; 16: 277-84.

    Omnisky MS, Li X, Asuncion Fj, Barrero M, Warmington KS, Dwyer D, Stolina M,

    Geng Z. 2008. RANKL inhibition with osteoprotegerin increases bone strength

    by improving cortical and trabecular bone architecture in ovariectomized rats.

    Journal of Bone and Mineral Research; 23(5):672-682.

    PEROSI. 2009. Indonesian Osteoporosis : fact, figures, and hopes. Indonesia

    Osteoporosis Association.

    Prihartini S. 2009. Faktor determinan risiko osteoporosis. Bogor : Pusat Penelitian

    Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan.

    Rodgers JB, Monier-Faugere MC, Malluche H. Animal models for the study of bone

    loss after cessation of ovarian function. Bone 1993; 14(3):369-77.

    Shane E, Burr D, Ebeling PR, et al. Atypical subtrochanteric and diaphyseal femoral

    fractures: Report of a task force of the American Society for Bone and Mineral

    Research. J Bone Miner Res. 2010;25:2267–2294

    Southard T E, Southard K A, Krizan K E, Hillis S L, Haller J W, Keller J, Vannier M

    W. Mandibular bone density and fractal dimension in rabbits with induced

    osteoporosis. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2000; 89 (2):

    244-9.

  • Turner C H. Biomechanics of bone: determinants of skeletal fragility and bone

    quality. Osteoporos Int 2002; 13 (2): 97-104.

    Wang Z, Goh J, Das De S, Ge Z, Ouyang H, Chong J S, Low S L, Lee E H. Efficacy

    of bone marrow-derived stem cells in strengthening osteoporotic bone in a

    rabbit model. Tissue Eng 2006; 12 (7): 1753-61.

    WHO. Assessment of fracture risk and its application to screening for

    postmenopausal osteoporosis. Geneva: World Health Organization; 1994.

    Technical Report Series 843.

  • Lampiran 1

    Model kandang kelinci

    Alat dan Bahan Ovariektomi

  • Pembedahan Ovariektomi

    Mesin Tes Kompresi Mekanik

  • Model tulang kelinci sebelum kompresi mekanik

    Model Tulang Kelinci Setelah Kompresi Mekanik

  • Lampiran 2

    Data Beban Maksimal (dalam Newton) yang ditahan oleh tiap tulang berdasarkan kelompok perlakuan pada waktu 4, 6, 8 dan 10 minggu

    Perlakuan Minggu ke-

    4

    Minggu ke-6 Minggu ke-8 Minggu ke-

    10

    326,71 322,61 316,01 268,22

    Ovariektomi 305,42 310,093 285,24 234,19

    351,92 290,41 289,96 288,45

    163,69 143,22 133,49 132,3

    Methylprednisolon 162,51 153,8 148,65 127,46

    160,31 139,89 149,46 135,44

    398,23 388,79 306,18 331,96

    Kontrol 349,5 314,5 304,51 272,21

    356,72 326,7 357,18 274,15

    Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok ovariektomi minggu ke-4

    Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok methylprednisolone minggu ke-4

  • Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok kontrol minggu ke-4

    Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok ovariektomi minggu ke-6

    Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok methylprednisolone minggu ke-6

    Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok kontrol minggu ke-6

  • Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok ovariektomi minggu ke-8

    Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok methylprednisolone minggu ke-8

    Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok kontrol minggu ke-8

    Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok ovariektomi minggu ke-10

  • Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok methylprednisolone minggu ke-10

    Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok kontrol minggu ke-10

  • Lampiran 3. Analisa Statistik

    Statistik deskripsi beban maksimal (dalam Newton) tiap kelompok

    Perlakuan Waktu Minimum Maksimum Rata-rata Standar

    Deviasi

    Minggu ke -4

    305,42 351,92 328,0167 23,27752

    Ovariektomi Minggu ke -6

    290.41 322,61 307,7043 16,23235

    Minggu ke -8

    285,24 316,01 297,0700 16,57143

    Minggu ke -10

    234,19 288,45 263,6200 27,42092

    Minggu ke -4

    160,31 163,69 162,1700 1,71546

    Methylprednisolon Minggu ke -6

    139,89 153,80 145,6367 7,26307

    Minggu ke -8

    133,49 149,46 143,8667 8,99558

    Minggu ke -10

    127,46 135,44 131,7333 4,02007

    Minggu ke -4

    349,50 398,23 368,1500 26,29899

    Kontrol Minggu ke -6

    314,50 388,79 343,3300 39,83929

    Minggu ke -8

    304,51 357,18 322,6233 29,93860

    Minggu ke -10

    272,21 331,96 292,7733 33,95051

  • Grafik Rata-rata Beban Maksimal (dalam Newton) yang ditahan oleh tiap tulang berdasarkan kelompok perlakuan pada waktu 4, 6, 8 dan 10 minggu

  • Uji Statistik perbandingan antar kelompok pada minggu ke-4,6,8, 10 berdasarkan Kruskal-Wallis Test

    Waktu Perbandingan antar

    kelompok perlakuan

    dF Asymp.Sig.

    Methylprednisolone - Kontrol 1 0,050

    Minggu ke-4 Ovariektomi - Kontrol 1 0,127

    Methylprednisolone - Ovariektomi

    1 0,050

    Methylprednisolone - Kontrol 1 0,050

    Minggu ke-6 Ovariektomi - Kontrol 1 0,127

    Methylprednisolone - Ovariektomi

    1 0,050

    Methylprednisolone - Kontrol 1 0,050

    Minggu ke-8 Ovariektomi - Kontrol 1 0,275

    Methylprednisolone - Ovariektomi

    1 0,050

    Methylprednisolone - Kontrol 1 0,050

    Minggu ke-10 Ovariektomi - Kontrol 1 0,275

    Methylprednisolone - Ovariektomi

    1 0,050