perbandingan glukokortikoid dan ovariektomi dalam...
TRANSCRIPT
-
PERBANDINGAN GLUKOKORTIKOID DAN OVARIEKTOMI
DALAM MENGINDUKSI OSTEOPOROSIS PADA KELINCI
SEBAGAI MODEL HEWAN OSTEOPOROSIS
COMPARISON OF GLUCOCORTICOID AND OVARIECTOMY IN
INDUCING OSTEOPOROSIS IN RABBITS
AS EXPERIMENTAL MODEL OF OSTEOPOROSIS
MUHAMMAD PHETRUS JOHAN
KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU
PROGRAM STUDI BIOMEDIK PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
-
PERBANDINGAN GLUKOKORTIKOID DAN OVARIEKTOMI
DALAM MENGINDUKSI OSTEOPOROSIS PADA KELINCI
SEBAGAI MODEL HEWAN OSTEOPOROSIS
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi Biomedik
Disusun dan Diajukan Oleh
MUHAMMAD PHETRUS JOHAN
Kepada
KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU
PROGRAM STUDI BIOMEDIK PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
-
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Muhammad Phetrus Johan
No.Stambuk : P1507208095
Program Studi : Biomedik
Konsentasi : Combined Degree PPDS Orthopedi dan Traumatologi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Agustus 2013
Yang menyatakan,
Muhammad Phetrus Johan
-
PRAKATA
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua
anugerah dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan karya akhir berupa
Tesis ini dengan baik.
Tesis dengan judul “Perbandingan Glukokortikoid dan Ovariektomi Dalam
Menginduksi Osteoporosis Pada Kelinci sebagai Model Hewan Osteoporosis” ini
disusun sebagai salah satu syarat dan merupakan karya akhir dalam menyelesaikan
pendidikan pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) I Bagian Ortopedi
dan Traumatologi, dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu (Combined
Degree) Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar.
Saya menyadari bahwa penulisan karya akhir ini jauh dari kesempurnaan, baik
isi maupun bahasanya, sehingga kritik yang membangun diharapkan untuk perbaikan
selanjutnya.
Pada kesempatan ini, perkenankan saya menyampaikan rasa hormat dan terimakasih
saya kepada :
1. Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, Sp.B, Sp.OT Rektor Universitas Hasanuddin,
Prof. dr. Irawan Yusuf, Ph.D, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin, Prof. Dr. dr. H. Dasril Daud, Sp.A(K) Ketua Konsentrasi
Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu (Combined Degree)
Universitas Hasanuddin, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk
dapat mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) I dan
Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu (Combined Degree) Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin, dalam bidang Ortopedi dan
Traumatologi.
2. Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi, Sp.B, Sp.OT Ketua Bagian Ortopedi dan
Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. dr. H.
R. Agung Saifullah, Sp.B, Sp.OT Ketua Program Studi Ortopedi dan
-
Traumatologi, serta seluruh Staf Bagian Ortopedi dan Traumatologi atas
kesediaan untuk menerima, mendidik, membimbing dan memberi nasehat
yang sangat berharga kepada saya, selama mengikuti pendidikan ini.
3. Prof. Dr. Ir. Mursalim, Direktur Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin, Prof. dr. Rosdiana Natzir, Ph.D Ketua Program Studi Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, atas kesempatan yang
diberikan selama pendidikan ini.
4. dr. Henry Yurianto, M.Phil, Ph.D, Sp.OT, dr. M. Ruksal Saleh, Ph.D, Sp.OT,
dr. Wilhelmus Supriyadi, Sp.OT selaku pembimbing yang telah meluangkan
begitu banyak waktu yang sangat berharga untuk membimbing saya mulai
dari perencanaan, pembuatan proposal hingga selesainya penulisan karya
akhir ini.
5. Dr. dr. Burhanuddin Bahar, MS atas segala bimbingan dan saran dalam
pengolahan data dan penyelesaian karya akhir ini.
6. Teman-teman sejawat, Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) I
Bagian Ortopedi dan Traumatologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin, teman Fakultas Kedokteran Hewan, drh Faqi dkk, atas bantuan
dan kerjasamanya selama ini.
7. Para staf pegawai Bagian Ortopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin, Arham S.Kom, Hardis, dan Pak Syam.
8. Para staf pegawai di Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu
(Combined Degree) Ibu Mirna, Pak Jamal, Pak Yusril, dan Pak Anto yang
telah sabar memberikan pelayanan administratif kepada saya selama
mengikuti pendidikan ini.
9. Kepada kedua orang tua tercinta saya, Johan Thios dan Cherlin Loren, yang
dengan tulus dan ikhlas membantu, membimbing, mendidik, dan senantiasa
mendoakan demi kebaikan dan kelancaran pendidikan saya.
10. Akhirnya yang paling khusus dan spesial kepada istri saya tercinta dr. Amelia
Abdullah yang dengan sabar dan penuh pengertian membantu, mengingatkan
dan mendukung saya dalam segala hal, selalu menjadi penyemangat saya
-
selama mengikuti pendidikan ini sehingga saya dapat menyelesaikan
pendidikan ini dengan baik.
Akhir kata, semoga karya akhir ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
kedokteran khususnya di bidang ortopedi dan traumatologi dan dapat diaplikasikan
dalam pemberian pelayanan yang lebih berkualitas kepada pasien sesuai dengan
nilai-nilai profesionalisme.
Semoga kita senantiasa mendapat petunjuk dan perlindungan dari Allah SWT.
Makassar, Agustus 2013
Muhammad Phetrus Johan
-
ABSTRAK
JOHAN MUHAMMD PHETRUS. Perbandingan Glukokortikoid dan Ovariektomi dalam Menginduksi Osteoporosis pada Kelinci Sebagai Model Hewan Osteoporosis (dibimbing oleh Yurianto Henry dan Saleh Ruksal)
Model penelitian osteoporosis pada kelinci berguna untuk mempelajari aktifitas metabolisme karena kelinci memiliki pembentukan sistem haversian yang aktif dan mencapai maturitas tulang yang cepat. Model osteoporosis pada kelinci dapat dibuat dengan 2 metode (pembedahan/ovariektomi dan obat/methylprednisolone). Penelitian ini bertujuan untuk membuat model osteoporosis pada kelinci dalam waktu yang relative singkat dengan intervensi obat methylprednisolone dosis sedang (1,5mg/kg/hari). Desain penelitian adalah Experimental Study, pada 32 ekor kelinci betina, Lepus negricollis, usia 32-36 minggu, dilakukan di laboratorium hewan Unhas, dari bulan Maret hingga Juni 2013. Subyek dibagi secara acak menjadi 3 kelompok; kelompok ovariektomi bilateral, kelompok methylprednisolone 1,5mg/kg/hari dan kelompok control dimana akan dievaluasi unsur mekanik dari lumbar vertebra dengan mesin tes kompresi (beban maksimum akan direkam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat data penurunan yang signifikan secara statistik dengan uji kruskal wallis, pada beban maksimum dari kelompok Methylprednisolone yaitu penurunan sebanyak 55,95% (p≤0,05) dibandingkan kelompok control dan penurunan sebanyak 50,56% (p≤0,05) dibandingkan kelompok ovariektomi pada minggu ke-4. Kategori kemampuan mekanik dari kelompok ovariektomi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik dibandingkan dengan kelompok control (p>0,05) dari minggu ke-4 hingga minggu ke-10. Penelitian ini menerangkan bahwa osteoporosis dapat diinduksi secara eksperimental pada kelinci dengan perlakuan pemberian obat Methylprednisolone dosis sedang dalam waktu yang singkat (4 minggu). Kata Kunci : Osteoporosis, Methylprednisolone, Ovariektomi
-
ABSTRACT
JOHAN MUHAMMAD PHETRUS. Comparison of Glucocorticoid dan Ovariectomy in Inducing Osteoporosis in Rabbits as Experimental Model of Osteoporosis (supervised by Yurianto Henry and Saleh Ruksal) Experimental models of osteoporosis in rabbits were useful to investigate metabolic agents because rabbits had an active Haversian remodeling and achieve skeletal maturity quickly. Osteoporosis model in rabbits could be provided in two methods (surgical/ovariectomy and pharmaceutical/methylprednisolone). This study aimed to provide an experimental model of osteoporosis in rabbits in a short period of time by pharmaceutical intervention with methylprednisolone moderate dose (1.5mg/kg/day). Study design was experimental study, 32 rabbits, Lepus negricollis, 32-36 weeks in age, held in Unhas animal laboratory, from March to June 2013. Subjects were divided randomly into three groups: bilateral ovariectomy group, methylprednisolone group, and control group which would be evaluated mechanically at the lumbar vertebra with compression testing machine (maximum load will be recorded). The result showed there were a statistically (kruskal wallis test) significant reduction in maximum load of the MP group that was reduced by 55.95% (p ≤ 0.05) compare to the Control group and was reduced by 50.56 % (p ≤ 0.05) compare to the OVX group at 4th weeks. The mechanical properties of the OVX group was not statistically significantly different from those in the Control group (p > 0.05) from the 4th weeks to 10th weeks. This study determined that osteoporosis can be induced experimentally in rabbits through a Methylprednisolone intervention moderate dose iin a short period of time (4 weeks). Keywords : Osteoporosis, Methylprednisolone, Ovariectomi
-
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
LEMBAR PENGAJUAN ..................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ................................................................
PRAKATA ........................................................................................................
ABSTRAK ........................................................................................................
ABSTRACT ......................................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................
DAFTAR TABEL .............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
A. Latar Belakang Penelitian.........................................................
B. Rumusan Masalah ...................................................................
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
D. Kegunaan Penelitian ...............................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA,KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS
A. Densitas Mineral Tulang ........................................................
B. Klasifikasi Osteoporosis..........................................................
1. Osteoporosis Akibat Defisiensi Estrogen ........................
2. Osteoporosis Akibat Glukokortikoid ...............................
i
ii
iii
iv
v
viii
ix
x
xiii
xiv
xv
1
1
3
3
4
5
6
7
8
10
-
C. Model Hewan Osteoporosis .....................................................
D. Teori Pengujian Kompresi Material ........................................
E. Kerangka Pemikiran .................................................................
F. Hipotesis ..................................................................................
BAB III BAHAN / OBJEK DAN METODE PENELITIAN ......................
A. Bahan / Objek Penelitian ..........................................................
1. Populasi .............................................................................
2. Sampel Penelitian ..............................................................
3. Besaran Sampel .................................................................
4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi .............................................
4.1.Kriteria Inklusi ...........................................................
4.2.Kriteria Eksklusi ........................................................
B. Metode Penelitian ....................................................................
1. Desain Penelitian ..............................................................
2. Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................
3. Variabel Penelitian ............................................................
4. Definisi Operasional ..........................................................
5. Cara Kerja ..........................................................................
5.1.Pemilihan dan Perawatan Sampel ...............................
5.2.Perlakuan Terhadap Sampel .......................................
5.3.Pengujian Mekanik Kompresi Tulang .......................
6. Alat dan Bahan .................................................................
6.1. Obat ............................................................................
13
14
17
18
19
19
19
19
19
20
20
20
20
20
21
21
21
22
22
23
29
31
31
-
6.2. Alat dan Bahan Operasi ................................................
6.3.Alat dan Bahan Pengujian Mekanik Kompresi Tulang
7. Alur Penelitian .......................................................................
7.1.Analisis Statistik .............................................................
7.2.Aspek Etik Penelitian .....................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................
A. Hasil Penelitian .............................................................................
B. Pembahasan ..................................................................................
BAB V PENUTUP ..........................................................................................
A. Kesimpulan ...................................................................................
B. Saran ............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
32
32
33
34
34
35
35
38
42
42
42
43
LAMPIRAN ...................................................................................................... 48
-
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Risiko Fraktur Terkait Glukokortikoid dan Pasien 11
Tabel 2 Pembagian Kelompok Penelitian Berdasarkan Jenis Perlakuan dan Waktu
Sakrifasi 22
Tabel 3 Jenis Perlakuan Terhadap Masing-masing Kelompok Sampel 24
Tabel 4 Perbandingan Nilai rata-rata (Newton) dan Standar Deviasi Beban Kompresi
Maksimum yang Bisa Ditahan Oleh Tiap Perlakuan Pada Minggu ke-4 35
Tabel 5 Perbandingan Nilai rata-rata (Newton) dan Standar Deviasi Beban Kompresi
Maksimum yang Bisa Ditahan Oleh Tiap Perlakuan Pada Minggu ke-6 36
Tabel 6 Perbandingan Nilai rata-rata (Newton) dan Standar Deviasi Beban Kompresi
Maksimum yang Bisa Ditahan Oleh Tiap Perlakuan Pada Minggu ke-8 37
Tabel 7 Perbandingan Nilai rata-rata (Newton) dan Standar Deviasi Beban Kompresi
Maksimum yang Bisa Ditahan Oleh Tiap Perlakuan Pada Minggu ke-10 37
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Grafik Uji Kompresi Material 15
Gambar 2 Organ Dalam Kelinci. Tampak Kiri. Diafragma, Mesenterium,
dan Omentum yang telah dikeluarkan 27
Gambar 3 Organ Dalam Kelinci. Tampak Kanan. Diafragma, Mesenterium,
dan Omentum telah dikeluarkan 28
Gambar 4 Tulang pada Kelinci 29
Gambar 5 Mesin Tes Kompresi Mekanik 31
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alat, bahan dan hasil penelitian 47
Kandang kelinci 47
Alat dan bahan ovariektomi 47
Pembedahan ovariektomi 48
Mesin tes kompresi mekanik 48
Model tulang kelinci sebelum kompresi mekanik 49
Model tulang kelinci sesudah kompresi mekanik 49
Lampiran 2 Tabulasi data 50
Lampiran 3 Analisa statistik 54
Lampiran 4 Keterangan Kelayakan Etik (Ethical Clearance) 55
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya massa
tulang dan adanya perubahan mikro-arsitektur jaringan tulang yang berakibat
menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang, sehingga tulang
mudah patah (WHO, 1994).
Osteoporosis dapat dijumpai tersebar di seluruh dunia dan sampai saat ini masih
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang.
Beberapa fakta seputar penyakit osteoporosis yang dapat meningkatkan kesadaran
akan ancaman osteoporosis berdasar studi di Indonesia adalah prevalensi
osteoporosis tahun 2007 mencapai 28,8% untuk pria dan 32,3% untuk wanita. Angka
ini didukung oleh data Puslitbang Gizi Depkes pada tahun 2006 bahwa dua dari lima
orang Indonesia memiliki risiko terkena penyakit osteoporosis (PEROSI, 2009;
Prihartini S, 2009).
Akibat yang muncul dari osteoporosis ini menimbulkan masalah pada bidang
kesehatan (beratnya konsekuensi fraktur) maupun pada bidang sosial ekonomi.
Beberapa obat telah digunakan secara resmi untuk pencegahan osteoporosis namun
masih belum memuaskan bahkan resiko fraktur patologis masih terjadi dengan
penggunaan lama obat tersebut (Shane E, et al., 2010). Oleh karena itu penulis
bermaksud untuk melakukan penelitian yang berkesinambungan mengenai
osteoporosis dimana akan dimulai dengan penelitian untuk membuat model hewan
-
osteoporosis yang relevan dengan tulang manusia dan efisien serta efektif dalam
pembuatan model hewan tersebut.
Model hewan osteoporosis pada kelinci telah dilakukan oleh beberapa peneliti
lainnya dengan perlakuan ovariektomi dan penggunaan obat dalam hal ini
kortikosteroid (Baofeng L, et al., 2010). Seperti yang kita ketahui, kelinci adalah
hewan yang sangat irritabel (mudah untuk depresi, sakit dan mati). Semakin lama
waktu yg dibutuhkan dan semakin agresif perlakuan untuk menyiapkan model hewan
kelinci yang osteoporosis, maka kemungkinan kelinci yang mati akan lebih banyak
dengan sifatnya yang irritabel, belum ditambahkan dengan waktu penelitian
kelanjutannya (meneliti obat osteoporosis). Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk
membuat model kelinci osteoporosis dengan waktu yg lebih singkat dan dengan
perlakuan yang kurang agresif (tanpa pembedahan ovariektomi) dalam hal ini dengan
menggunakan obat kortikosteroid dosis (1,5 mg/kg/hari, dosis toksik 2 mg/kg/hari)
(Bishop et al., 1996). Disamping itu peneliti juga berkeinginan untuk membuktikan
perlakuan ovariektomi, apa benar terdapat perbedaan yang signifikan dengan
perlakuan obat kortikosteroid (belum terinduksi osteoporosis setelah 10 minggu
pasca perlakuan) dalam membuat model hewan osteoporosis (Baofeng L, et al.,
2010).
B. Rumusan Masalah
1) Apakah mungkin untuk membuat model hewan osteoporosis dengan
perlakuan obat kortikosteroid 1,5 mg/kg/hari dalam waktu yang relatif
singkat (kurang dari 8 minggu).
-
2) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan dalam kerapuhan tulang
(fragilitas/porositas) antara perlakuan obat (kortikosteroid 1,5 mg/kg/hari)
dan perlakuan pembedahan (ovariektomi) dalam membuat model hewan
osteoporosis pada kelinci.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Untuk menilai perbandingan perlakuan pembedahan ovariektomi dan obat
kortikosteroid pada pembuatan model kelinci osteoporosis secara tes
kompresi mekanik
2. Tujuan Khusus :
1) Untuk menilai perlakuan obat kortikosteroid pada pembuatan model
kelinci osteoporosis secara tes kompresi mekanik.
2) Untuk menilai perlakuan pembedahan ovariektomi pada pembuatan
model kelinci osteoporosis secara tes kompresi mekanik.
-
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Untuk mendapatkan informasi ilmiah (evidence based) mengenai efek
perlakuan obat kortikosteroid dosis 1,5 mg/kg/hari dan perlakuan
pembedahan ovariektomi dalam membuat model hewan kelinci osteoporosis
2. Kegunaan Praktis
1) Sebagai acuan dan atau pertimbangan dalam pembuatan model hewan
osteoporosis
2) Sebagai acuan data untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan
dengan osteoporosis serta bermanfaat bagi perkembangan ilmu
kedokteran secara umum maupun ilmu ortopedi secara khusus.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Masalah usia lanjut dan osteoporosis semakin menjadi perhatian dunia, termasuk
Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya usia harapan hidup. Keadaan
ini menyebabkan peningkatan penyakit menua yang menyertainya, antara lain
osteoporosis (keropos tulang).
Osteoporosis merupakan suatu penyakit metabolik tulang yang ditandai oleh
menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang
disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dan jaringan tulang, dengan akibat
menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi kecenderungan tulang mudah patah
(WHO, 1994).
Istilah osteoporosis memasuki terminology kedokteran pertama kali abad 19 di
Perancis dan Jerman. Istilah tersebut mendeskripsikan porositas penampakan
histologist tulang manusia lanjut usia. Sebelumnya, publikasi dari Sir Astley Cooper
meyakinkan bahwa fraktur tipe tertentu terjadi akibat penurunan massa atau kualitas
tulang terkait usia. Beliau juga mendeskripsikan epidemiologis original dari fraktur
ini, meliputi: angka insidensinya meningkat sesuai peningkatan usia; angka
kejadiannya lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria; dan fraktur yang terjadi
berhubungan dengan trauma yang derajatnya hanya moderat pada tulang yang
banyak mengandung trabekular. Fraktur tulang berikut merupakan tanda dari fraktur
tipe tersebut yakni femur proksimal, radius distal, dan vertebra. Meskipun demikian
-
fraktur di lokasi lain, yakni pelvis, proksimal humerus, dan proksimal tibia juga
menunjukkan pola yang mirip (Holroyd C, et al., 2008).
Osteoporosis dipertimbangkan sebagai “silent disease” yang asimptomatik
sampai terjadi fraktur. Sekitar 1,5 juta insidensi fraktur setiap tahun berasal dari
osteoporosis (Gass M, et al., 2006). Menurut data “White Paper” yang dikeluarkan
oleh Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (PEROSI), prevalensi osteoporosis tahun
2007 mencapai 28,8% untuk pria dan 32,3% untuk wanita. Angka ini juga didukung
hasil analisis data risiko osteoporosis oleh Puslitbang Gizi Depkes bekerja sama
dengan Fonterra Brands Indonesia yang dipublikasi tahun 2006 bahwa 2 dari 5 orang
Indonesia memiliki risiko osteoporosis (PEROSI, 2009) .
Osteoporosis merupakan masalah besar pada perawatan kesehatan karena
beratnya konsekuensi fraktur pada pasien dan sistem perawatan kesehatan. Selain itu
juga memiliki impliaksi yang penting pada keadaan sosial ekonomi. Di Amerika dari
300.000 kasus fraktur osteoporosis pada tahun 1991 dibutuhkan dana $5 milyar
(Consensus Development Conference, 1993). Dan diperkirakan akan membutuhkan
dana mencapai $30-40 milyar pada tahun 2020 (WHO, 1994).
A. Densitas mineral tulang
Risiko terjatuh dan akibat kecelakaan (trauma) sulit untuk diukur dan
diperkirakan. Definisi WHO mengenai osteoporosis menjelaskan hanya spesifik pada
tulang yang merupakan risiko terjadinya fraktur. Ini dipengaruhi oleh densitas tulang.
Kelompok kerja WHO menggunakan teknik ini untuk melakukan penggolongan
(Consensus Development Conference, 1993) :
-
1) Normal : densitas tulang kurang dari 1 standar deviasi dibawah rata-rata wanita
muda normal (T>-1)
2) Osteopenia : densitas tulang antara 1 standar deviasi dan 2,5 standar deviasi
dibawah rata-rata wanita muda normal (-2,5
-
1. Osteoporosis Akibat Defiensi Estrogen
Osteoporosis paling sering mempengaruhi wanita pascamenopause
sehingga menempatkannyan menjadi resiko signifikan untuk menderita fraktur.
Hilangnya hormon seks pada wanita pasca menopause memicu akselerasi
turnover tulang yakni dominasi resorbsi tulang yang melebihi formasi tulang.
Selanjutnya, keseimbangan negatif kalsium akan mendukung hilangnya unsur
tulang, meningkatkan fragilitas tulang dan menjadi resiko terjadinya fraktur
(Karsdal et al., 2003).
Wanita akan mengalami 2 fase kehilangan tulang terkait usia. Fase
pertama terjadi pada menopause, dominan pada tulang trabekular disebabkan
oleh defisiensi estrogen. Hal ini berakibat peningkatan disproporsi resorpsi
tulang dibandingkan formasi. Apabila fase ini mencapai puncaknya setelah 4-8
tahun, fase kedua akan dimulai. Fase kedua sifatnya menetap, kehilangan
tulang secara perlahan pada tulang kortikal dan trabekular, dan utamanya
mengakibatkan penurunan formasi tulang. Pria hanya mengalami fase lambat
dalam kehilangan tulang, yang diyakini akibat penurunan kadar testosterone
dan estrogen bioavailabel sebagai konsekuensi peningkatan sex-hormone-
binding globulin (ShBG). Penurunan kadar estrogen bertanggung jawab
terhadap peningkatan resorpsi dan penurunan testosteron berperan terhadap
penurunan formasi tulang (Lemer, 2006) .
Searah dengan kenyataan bahwa hilangnya steroid seks meningkatkan
remodeling tulang, sebagai tambahan terhadap up-regulasi osteoklastogenesis,
kehilangan steroid seks juga meningkatkan jumlah progenitor di sumsum
-
tulang. Perubahan ini berhubungan dengan peningkatan formasi tulang dan
paralel dengan peningkatan osteoklastogenesis dan resorpsi tulang (Manoglass,
2000).
Peningkatan remodeling, yang dihasilkan oleh up-regulasi
osteoblastogenesis dan osteoklastogenesis, secara langsung mampu memicu
percepatan kehilangan mineral tulang akibat resorpsi yang lebih cepat
dibandingkan formasi tulang. Selain peningkatan remodeling tulang,
kehilangan estrogen juga memicu abnormalitas kualitatif, yakni erosi osteoklas
yang lebih dalam dibandingkan kavitas normal. Dalamnya erosi dapat
diterangkan bahwa estrogen beraksi pada osteoklas matur berupa dukungan
terhadap apoptosis sehingga defisiensi estrogen menyebabkan perpanjangan
daya kerja osteoklas. Estrogen memicu apoptosis osteoklas dua sampai tiga
kali lipat pada in vitro dan in vivo yang efeknya diperantarai oleh TGF-beta.
Secara langsung berkebalikan dengan efek tersebut, estrogen berperan sebagai
antiapoptosis pada osteoblas dan osteosit, sehingga defisiensi estrogen atau
androgen akan memperpendek daya osteoblas dan osteosit. Perpanjangan kerja
sel resorpsi tulang dan secara simultan terjadi pemendekan kerja sel pembentuk
tulang dapat menerangkan keseimbangan antara resorpsi dan formasi tulang
yang terjadi setelah kehilangan steroid seks (Manoglass, 2000).
Disimpulkan bahwa peningkatan remodeling tulang akibat defisiensi
estrogen disebabkan oleh peningkatan produksi osteoblas dan osteoklas, dan
ketidakseimbangan antara resorpsi dan formasi tulang. Hal ini disebabkan oleh
perpanjangan daya hidup osteoklas dan pemendekan daya hidup osteoblas.
-
Selain itu penundaan apoptosis osteoklas nampaknya bertanggung jawab
terhadap dalamnya kavitas resorpsi dan perforasi trabekular terkait defisiensi
estrogen (Manoglass, 2000).
Selanjutnya, penemuan pathway RANKL/RANK/OPG menyediakan
mekanisme baru dalam pathogenesis kehilangan tulang yang diiringi oleh
kehilangan estrogen. Resorpsi tulang akhirnya diperintah oleh keseimbangan
relatif OPG dan RANKL pada model sel kultur dan pada manusia yang
cenderung untuk menekan resorpsi tulang. Estrogen merangsang produksi OPG
pada kultur osteoblas atau sel stroma dan terapi estrogen meningkatkan kadar
OPG serum pada pria usia lanjut. Kehilangan estrogen pada wanita pasca
menopause berhubungan dengan peningkatan protein RANKL yang
diekspresikan oleh sel sumsum tulang, dan suplementasi estrogen mencegah
peningkatan ini (Omnisky MS, et al., 2008).
2. Osteoporosis akibat Glukokortikoid
Glukokortikoid menempati peringkat ketiga sebagai faktor risiko
osteoporosis dibawa pascamenopause dan kehilangan tulang akibat penuaan.
Pemakaian glukokortikoid akan memicu kehilangan BMD sebesar 6,4 % pada
6 bulan pemakaian pertama. Dosis prednisone oral 2,5-7,5 mg/hari
berhubungan dengan resiko relatif fraktur hip 1,77 dan fraktur vertebra 2,59.
Dosis lebih dari 7,5 mg/hari berhubungan degan risiko fraktur hip 2,27 dan
fraktur vertebra 5,18. Peningkatan resiko fraktur terlihat pada tiga bulan
pertama sejak terapi dimulai. Risiko fraktur lebih terkait dengan pemakaian
-
dosis harian dibandingkan dosis kumulatif. Riwayat pemakain glukokortikoid
juga berhubungan dengan peningkatan resiko fraktur dibandingkan tanpa
riwayat pemakaian. Pemutusan terapi glukokortikoid juga berhubungan dengan
penurunan risiko fraktur (Khan AA, et al., 2006).
Tabel 1. Risiko fraktur terkait glukokortikoid dan pasien
Drug related risk factors Patient Related risk factors
Dose
Mode of administration
Duration
Age
Gender
Fragility fracture after age 40
Menopausal status
Underlying illness
Baseline bone mineral
density
Other risk
Gambaran histologi cardinal pada osteoporosis akibat glukokortikoid
adalah penurunan kecepatan pembentukan tulang, penurunan ketebalan
trabekula (indikasi kuat terhadap hasil kerja osteoblast), dan kematian insitu
dari bagian tulang. Penururnan pembentukan tulang dan osteonekrosis dapat
dijelaskan melalui bukti bahwa kelebihan glukokortikoid mempunyai efek
-
supresi terhadap osteoblastogenesis di sumsum tulang dan juga mendukung
apoptosis osteoblas dan osteosit (Manoglass, 2000).
Pada mencit yang diberikan glukokortikoid selama 4 minggu (waktu yang
ekuivalen 3-4 tahun pada manusia) menyebabkan penurunan BMD yang
berhubungan dengan penurunan jumlah osteoblast, osteoklas, progenitor di
sumsum tulang dan penuruna dramatis area tulang cancellous dan kedalaman
trabekular dibandingkan placebo. Perubahan ini berhubungan dengan
penurunan area osteoid yang bermakna dan penurunan kecepatan mineralisasi
dan pembentukan tulang. Pemberian glukokortikoid juga menyebabkan
kenaikan apoptosis 3 kali lipat pada vertebra dan menginduksi apoptosis pada
28% osteosit di metaphisis kortikal dari tulang (Manoglass, 2000).
Meskipun terdapat korelasi bermakna antara keparahan kehilangan tulang
dan luasnya penurunan pembentukan tulang, kehilangan tulang juga
disebabkan oleh peningkatan resorpsi tulang di awal. Setelah 7 hari pemberian
glukokortikoid, osteoklastogenesis pada kultur sumsum tulang ex vivo
menurun 50%, sedangkan jumlah osteoklas pada tulang meningkat dua kali
lipat. Hal ini menyakinkan bahwa efek awal kelebihan glukokortikoid adalah
peningkatan daya tahan osteoklas. Glukokortikoid juga menghambat OPG dan
ekspresi RANKL pada osteoblast. Dengan demikian, bukti-bukti tersebut
menyakinkan bahwa fase awal penting pada kehilangan tulang akibat
pemberian glukokortikoid adalah perluasan daya hidup osteoklas yang
diperantarai RANKL (Manoglass, 2000).
C. Model Hewan Osteoporosis
-
Meskipun model hewan ovariektomi tikus merupakan "standar emas" pada
model hewan eksperimental untuk penelitian postmenopause osteoporosis
(Kalu, 1991;Frost HM, 1992; Lelovas PP, 2008), ia memiliki beberapa
kelemahan, seperti kegagalan untuk mencapai kematangan tulang yang
sebenarnya, kurangnya sistem Haversian, dan rendahnya tingkat remodeling
pada tulang kortikal (Omnisky MS, et al., 2008; Khan AA, et al., 2006).
Kondisi ini membatasi penggunaan tikus untuk penilaian pengobatan baru
untuk osteoporosis, terutama agen pembentuk tulang (bone-forming agent),
yang membutuhkan eksplorasi remodeling tulang trabecular dan kortikal yang
dinamis. Dengan demikian, perlu untuk meneliti model hewan percobaan lain
untuk osteoporosis. Kelinci telah sering digunakan untuk mempelajari kasus
ortopedi (Mori H, 1997; Southard TE, 2000; Cao T, 2004). Kelinci mencapai
maturitas seksual pada umur 20-24 minggu dan mencapai maturitas tulang
pada umur 28-32 minggu, dimana menunjukkan remodeling intra kortikal yang
signifikan dan memiliki waktu pergantian zat tulang yang cepat daripada
hewan pengerat yang lain (Gilsanz V, 1988; Newman E, et al., 1995). Massa
tulang yang paling tinggi tercapai pada umur 32-36 minggu. Resorpsi dan
pembentukan tulang yang teratur telah terbentuk dengan sempurna pada tahap
ini (Gilsanz V, 1988). Ovariektomi dan penyuntikan kortikosteroid adalah
perlakuan utama untuk membuat model osteoporosis pada kelinci (Southard
TE, 2000; Grardel B, et al., 1994; Eberhardt AW, et al., 2001), tetapi induksi
osteoporosis dengan perlakuan tunggal dari metode diatas masih merupakan
controversial. Pada satu penelitian, perlakuan ovariektomi saja selama 10
-
minggu belum memicu reduksi yang signifikan dari BMD. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilaporkan sebelumnya (Mori H, 1997; Turner
CH, 2002) dan menyimpulkan bahwa kelinci merupakan model hewan yang
jelek untuk membuat model osteoporosis dengan perlakuan ovariektomi.
Test kompresi vertebra lumbalis disarankan untuk menguji kekuatan
mekanis dari tulang cancellous (Adinoff AD, et al., 1983). Beban maksimum
adalah parameter yang paling sering digunakan untuk menilai kekuatan
mekanis, dan menggambarkan daya maksimal yang bisa ditahan sebelum
hancur. Kerapuhan tulang bisa ditunjukkan melalui kekuatan mekanis,
pergeseran dan absorpsi energy (Turner CH, 2002).
D. Teori pengujian kompresi material
Dari percobaan uji kompresi material diperoleh diagram tegangan-
regangan seperti pada gambar dibawah. Axis (sumbu x) menyatakan
pegurangan tinggi (regangan negatif) dan ordinat (sumbu y) menyatakan
kekuatan beban (tegangan).
-
Gambar 1. Grafik Uji Kompresi Material
Batas-batas yang penting antara lain :
1) Batas proportional “ P “ ( proportional limit )
Batas proportional adalah batas dimana pengurangan tinggi material uji
sebanding dengan pertambahan tegangan. Pada diagram tegangan regangan
batas proportional merupakan garis lurus yaitu batas dimana besarnya
tegangan sebanding dengan regangan (Hukum Hooke). Tegangan yang
terjadi sampai batas proportional disebut tegangan proportional . Pada
kenyataannya dalam pengujian tarik material, batas elastis dan batas
proportional susah untuk dibedakan (batas ini hampir berimpit), karena
batas proporsional adalah akhir dari garis lurus sedangkan batas elasris
adalah awal dari garis lengkung.
P
E
y
U
B
ε (%)
-
2) Batas elastisitas “ E “ (elastic limit)
Batas elastis adalah suatu batas apabila tegangan yang bekerja dilepas,
maka benda uji akan kembali ke ukuran semula, perubahan bentuk yang
terjadi disebut perubahan bentuk sementara (deformasi elastis). Bila
tegangan terus ditambah akan melampaui batas elastis (apabila beban yang
bekeja dilepas, maka benda uji tidak akan kembali ke bentuk semula).
Perubahan bentuk yang terjadi disebut perubahan bentuk tetap (deformasi
plastis). Pada batas elastis, tegangan yang terjadi disebut tegangan elastis .
3) Titik luluh atau batas lumer “ Y “ (yield point)
Batas lumer adalah batas dimana pengurangan tinggi yang terjadi pada
material uji tanpa pertambahan kekutan beban (tegangan). Tegangan yang
terjadi disebut tegangan lumer.
4) Batas maksimum “ U “ (ultimate limit)
Batas maksimum adalah batas yang menunjukkan tegangan maksimum atau
kekuatan beban tertinggi yang mampu ditahan oleh bahan tersebut.
Tegangan yang terjadi disebut tegangan maksimum (ultimate strength)
5) Batas hancur “ B “ (breaking limit)
Batas hancur adalah batas dimana material uji mengalami kehancuran.
Sebenarnya pada batas maksimum batang uji sudah hancur., tetapi karena
masih memiliki energi maka masih mengalami pemendekan. Tegangan
pada batas ini disebut tegangan hancur.
-
E. Kerangka Pemikiran
= Variabel Kendali
= Variabel Bebas
= Variabel Tergantung
Faktor
Sistemik
Kelinci Betina
yang telah
mencapai
maturitas tulang
Perlakuan Obat
(Kortikosteroid)
Perlakuan
Pembedahan
(Ovariektomi)
Osteoporosis
Faktor
Lokal
Faktor Sistemik :
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Nutrisi
4. Penyakit Sistemik
5. Status Imunitas
Faktor Lokal :
1. Infeksi
2. Perawatan Luka
-
F. Hipotesis
1) Model hewan kelinci osteoporosis dapat dibuat dalam waktu yang relatif
singkat (kurang dari 8 minggu) dengan perlakuan obat kortikosteroid 1,5
mg/kg/hari.
2) Terdapat perbedaan yang signifikan dalam kerapuhan tulang (porositas)
antara perlakuan dengan obat (kortikosteroid 1,5 mg/kg/hari) dan perlakuan
pembedahan (ovariektomi) dalam membuat model hewan osteoporosis pada
kelinci.
-
BAB III
BAHAN / OBJEK DAN METODE PENELITIAN
A. Bahan / Objek Penelitian
1. Populasi
Populasi penelitian adalah kelinci betina Lepus negricollis dewasa dengan
berat 1500 - 2000 gram dan usia 32 – 36 minggu.
2. Sampel Penelitian
Sampel dipilih melalui cara randomized sampling dan dibagi menjadi tiga
kelompok utama, yaitu kelompok perlakuan pembedahan (ovariektomi),
kelompok perlakuan obat kortikosteroid (Methylprednisolone), dan kelompok
kontrol, tanpa perlakuan. Masing-masing kelompok utamaakan dibagi menjadi
4 kelompok kecil berdasarkan waktu sakrifasi sampel yaitu kelompok kecil
minggu ke 4, 6, 8, dan 10. Oleh karena itu total kelompok adalah 12 kelompok.
3. Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan rumus Federer :
(t-1) (n-1) ≥ 15,
dimana (t) adalah kelompok perlakuan, dan (n) adalah jumlah sampel
perkelompok perlakuan.
-
(12-1) (n-1) ≥ 15
(n-1) ≥ 15/11
n ≥ 2,36
Jumlah sampel minimal masing masing kelompok adalah 3 sampel. Total
sampel ialah minimal 3x12 = 36 sampel.
4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.1. Kriteria Inklusi
1) Kelinci betina Lepusnegricollis
2) Usia 32 – 36 minggu
3) Berat badan antara 1500 — 2000 gram.
4) Sehat.
4.2. Kriteria Eksklusi
1) Kelinci yang sakit selama percobaan.
2) Kelinci yang hamil.
3) Kelinci yang mengalami infeksi
B. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental (experimental study),
randomized post test control group design untuk mengetahui efek perlakuan
pembedahan (ovariektomi) dan perlakuan obat (Methylprednisolone) untuk
-
menginduksi terjadinya osteoporosis hewan coba kelinci betina
Lepusnegricollis.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium FK Unhas. Sampel diuji di
Laboratorium Akademik Teknik Industri Makassar. Penelitian dimulai pada
bulan Desember 2011 hingga July 2012.
3. Variabel Penelitian
1) Variabel bebas: perlakuan pembedahan (ovariektomi) dan perlakuan obat
(methyprednisolone).
2) Variabel tergantung: osteoporosis
3) Variabel kendali: faktor sistemik (umur, jenis kelamin, nutrisi, status imun,
penyakit sistemik) dan faktor lokal (infeksi, perawatan luka)
4. Definisi Operasional
1) Ovariektomi adalah tindakan pembedahan pengangkatan ovarium bilateral
(organ reproduksi yang menghasilkan sel telur).
2) Methylpredisolone adalah obat sintesis dari golongan glukokortikoid.
3) Osteoporosis adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kerapuhan
(porositas) tulang yang bermakna dibandingkan dengan tulang kontrol
(statistic signifikan: p ≤ 0,05) yang dapat dilihat dengan penurunan
kemampuan tulang dalam menahan beban kompresi maksimum pada uji
kompresi mekanik.
5. Cara Kerja
-
5.1. Pemilihan Sampel dan Perawatan Sampel
1) Seleksi sampel sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Kelinci betina
Lepusnegricollis, usia 32-36 minggu dengan berat 1500-2000 gram,
dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu kelompok perlakuan
pembedahan (ovariektomi), kelompok perlakuan obat
(Methylprednisolone), dan kelompok kontrol, tanpa perlakuan khusus.
Masing-masing kelompok utama akan dibagi menjadi 4 kelompok kecil
berdasarkan waktu sakrifasi sampel yaitu kelompok kecil minggu ke 4,
6, 8, dan 10. Oleh karena itu total kelompok adalah 12 kelompok.
Tabel 2. Pembagian Kelompok Penelitian Berdasarkan Jenis Perlakuan
dan Waktu Sakrifasi
Perlakuan Kelompok
Rentang Waktu dari
Perlakuan Awal
hinggaSakrifasi
Perlakuan
Methylprednisolone
Kelompok I Hari I – Minggu ke 4
Kelompok II Hari I – Minggu ke 6
Kelompok III Hari I – Minggu ke 8
Kelompok IV Hari I – Minggu ke 10
Perlakuan Ovariektomi Kelompok V Hari I – Minggu ke 4
Kelompok VI Hari I – Minggu ke 6
Kelompok VII Hari I – Minggu ke 8
-
2) K
e
linci dipelihara di Kandang Laboratorium Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. Spesifikasi ruangan kandang kelinci terbuat
dari besi dan rang kawat dengan ventilasi udara dan penerangan cahaya
yang cukup memadai. Ukuran kandang adalah 40 cm x 40 cm x 35 cm,
anyaman rang kawat ukuran 1 cm x 1 cm. Sistem pembuangan kotoran
dan urin menggunakan alas plastik yang dibersihkan setiap hari.
Makanan kelinci adalah : rumput kering alfalfa, pellet dan wortel.
Makanan tersebut diberikan selang-seling. Makanan dan air minum
disediakan tempat tersendiri di dalam kandang dan kandang dibersihkan
tiap pagi.
5.2. Perlakuan Terhadap Kelompok Sampel
1) Tiga jenis perlakuan akan dilakukan pada sampel, yaitu pemberian obat
methylprednisolone dosis 1,5 mg/kgbb/hari secara intramuskular,
pembedahan ovariektomi, dan pembedahan kosong (sham surgery,
dimana dilakukan pembedahan laparotomi dan mengidentifikasi ovarium
lalu ditutup kembali).
Kelompok VIII Hari I – Minggu ke 10
Kontrol Kelompok IX Hari I – Minggu ke 4
Kelompok X Hari I – Minggu ke 6
Kelompok XI Hari I – Minggu ke 8
Kelompok XII Hari I – Minggu ke 10
-
Untuk kelompok utama methylprednisolone, perlakuan yang dilakukan
adalah pada hari pertama : injeksi obat methylprednisolone dengan dosis
1,5 mg/kgbb/hari secara intramuskular dan sham surgery; pada hari
kedua dan seterusnya hingga waktu sakrifasi tetap dilakukan injeksi obat
methylprednisolone dengan dosis 1,5 mg/kgbb/hari secara intramuskular.
Untuk kelompok utama ovariektomi, perlakuan yang dilakukan adalah
pada hari pertama : pembedahan ovariektomi bilateral; hari kedua dan
seterusnya hingga waktu sakrifasi tidak ada perlakuan khusus.
Untuk kelompok kontrol, perlakuan yang dilakukan adalah pada hari
pertama : sham surgery; hari kedua dan seterusnya hingga waktu
sakrifasi tidak ada perlakuan khusus.
Tabel 3. Jenis Perlakuan Terhadap Masing-masing Kelompok
Sampel
Kelompok Perlakuan
Kortikosteroid Injeksi Methylprednisolone 1,5
mg/kgbb/hari secara i.m. + sham surgery
Ovariektomi Pembedahan ovariektomi bilateral
Kontrol Sham surgery
-
Jadwal Perlakuan untuk tiap Kelompok :
a. Kelompok Methylprednisolone
b. Kelompok Ovariektomi
c. Kelompok Kontrol
2) Preoperatif: Sampel dicukur dan dibersihkan bagian abdominal. Sampel
diberikan anestesi dengan injeksi Ketamin 35 mg/kg berat badan secara
intramuskular, diberikan antibiotik profilaksis Cefotaxim 50 mg/kg berat
badan intramuskular. Setelah itu sampel dibaringkan posisi supine di atas
meja operasi.
3) Operatif (Ovariektomi) : dilakukan prosedur desinfeksi dan drapping
pada daerah abdominal, selanjutnya insisi dilakukan 3-4 cm caudal dari
-
umbilicus. Insisi dilakukan melalui kulit, fascia dan pemisahan jaringan
untuk menemukan linea alba. Selanjutnya dibuat irisan kecil atau lubang
dengan menggunakan gunting runcing, dengan sonde director dilakukan
irisan dengan menggunakan punggung scalpel untuk membuka musculus
dan peritoneum sehingga cavum abdomen terbuka. Kemudian dari posisi
bagian bawah vesica urinaria akan ditemukan bifurcatio uteri baik cornua
kiri dan kanan dimana akan ditelusuri dari cornua tersebut untuk
menemukan ovarium. Setelah ovarium teridentifikasi, cornua diklem
dengan 2 carmalt forceps lalu diikat dengan benang absorbable (double
ligasi). Pemotongan dilakukan diantara 2 ikatan benang dan ovarium
dibebaskan dari jaringan sekitarnya. Setelah proses pengangkatan
ovarium kiri dan kanan selesai (bilateral ovariektomi), dilanjutkan
dengan penutupan cavum abdomen melalui penjahitan peritoneum dan
musculus abdomen dan penjahitan jaringan cutaneus dengan catgut 2.0
kemudian kulit dijahit dengan silk 2.0. Pemberian antibiotika bubuk
(Nebacetin) dilakukan pada luka operasi sebelum ditutup dengan kasa
steril dan hipafix. Monitoring pada sampel harus dilakukan minimum 24
jam setelah pembedahan ini.
-
Gambar2. Organ dalam Kelinci. Tampak Kiri. Diafragma, mesenterium dan
omentum telah dikeluarkan.
1. Longissimus thoracis et longissimus lumborum muscle
2. Iliocostalis thoracis et iliocostalis lumborum muscle
3. Scalenus medius muscle
4. Trachea, Esofagus
5. Common carotid artery, Jugular vein
6. Axillary artery and vein
7. Aortic arch
8. Phrenic nerve, Left cranial vena cava
9. Pulmonary trunk
10. Auricle of left atrium (left auricle)
11. Left ventricel of heart
12. Cranial part of cranial lobe of left lung
13. Caudal part of cranial lobe of left lung
14. Caudal lobe of left lung
15. Fifth rib
16 Thirteenth rib, Abdominal aorta
17 Left suprarenal gland, left renal artery
18. Caudal vena cava, left ureter
19. Psoas major muscle
20. Left kidney
21. Liver
22. Ventriculus (stomach)
23. Spleen
24. Jejunum
25. Descending colon
26. Cecum
26. Third gyrus of cecum
27. First gyrus of cecum
28. Ascending colon (proximal ansa)
29. Left uterus
30. Uterine tube
31. Ovary
32. Middle gluteal muscle
33. Tensor fasciae latae muscle
34. Pectoral muscles
35. Diaphragmatic line of insertion
-
Gambar3.Organ dalamKelinci.TampakKanan. Diafragma,
mesenteriumdanomentumtelahdikeluarkan.
1. Middle gluteal muscle
2. Tensor fasciae latae muscle
3. Iliocostalis lumborum et iliocostalis thoracis muscle
4. Longissimus lumborum at longissimus thoracis muscle
5. Psoas major muscle, right ureter
6. Descending colon
7. Right uterus
8. Ovary, uterine tube
9. right kidney
10. caudate process of liver
11. Right lobe of liver
12. Ventriculus (stomach)
13. Cranial part of duodenum
14. Descending part of duodenum
15. Transverse part (caudal ansa) of duodenum
16. Ascending part of duodenum
17. Jejunum
18. Cecum
18. First gyrus of cecum
19. Gyrus of cecum
20. Third gyrus of cecum
21. Vermiform appendix of cecum
22. Proximal ansa of colon
23. Distal ansa and central ansa of colon
24. Transverse colon
25. Caudal lobe of right lung
26. Middle lobe of right lung
27. Cranial lobe of right lung
28. Heart
29. Sternum, Pectoral muscle
30. Axillary artery and vein
31. Trachea, Esophagus
32. Common carotid artery, Jugular vein, Vagosympathetic trunk
33. First rib
34. Fifth rib
35. Diaphragmatic line of insertion
-
4) Kelompok perlakuan obat Methylprednisolone akan disakrifasi dengan
ketamin dosis tinggi pada minggu ke 4,6,8 dan 10 untuk dilakukan pengujian
mekanik kompresi tulang untuk mengetahui kekuatan tulang. Begitu pula
pada kelompok perlakuan pembedahan ovariektomi dan kelompok kontrol.
5.3. Pengujian mekanik kompresi tulang
1) Setelah sampel disakrifasi, akan dilakukan pengidentifikasian Lumbal
Vertebra 4.
Gambar 4. Tulang pada Kelinci
1. Maxilla
2. Mandible
3. Parietal bone
4. Axis
5. Seventh cervical vertebra
6. Eleventh thoracic vertebra
7. Sixth lumbar vertebra
8. Sacrum
13. Scapula
14. Humerus
15. Radius
16. Ulna
17. Carpal bones
18. Metacarpal bones
19. Bones of digits (of thoracis appendage)
20. Oscoxae
24. Tibia
25. Fibula
26. Tarsal bones
27. Metatarsal bones
28. Bones of digits (of pelvic appendage)
29. Coccygeal vertebrae
22. Patella
23. Sesamoid bones of
-
12. Sternum
9. Clavicle
10. Fifth rib
11.Thirtheenth rib
21. Femur
22. Patella
23. Sesamoid bones of gastrocnemius muscle (fabellae)
gastrocnemius muscle (fabellae)
24. Tibia
25. Fibula
2) Processus Spinosus, Processus Transversus dan Processus artikulasi akan
dipotong keluar sehingga bagian korpus vertebra yang tersisa. End Plate atas
dan bawah korpus tersebut akan di potong keluar sehingga mendapatkan
permukaan atas dan bawah yang paralel dan rata.
3) Setiap korpus tersebut akan dilakukan pengujian mekanik kompresi tulang
(aksis longitudinal) dengan mesin tes material (LR 10 K Plus Material
Testing 0,1 – 10 kN) pada kecepatan kompresi yang konstan (1 mm/menit).
Korpus tersebut akan dibebani sampai hancur dan akan direkam kekuatan
maksimum (daya yang dapat ditahan oleh materi sesaat sebelum hancur)
dengan program Nexygen pada komputer yang terhubung dengan mesin
tersebut.
-
Gambar 5.MesinTesKompresiMekanik
6. Alat dan Bahan
6.1. Obat
1) Ketamin hidroklorid (Ketamine) injeksi.
2) Cefotaksim (Cefotaxime) injeksi.
3) Nebacetin bubuk
4) Methylprednisolone injeksi
6.2. Alat dan Bahan Operasi
1) Meja operasi.
-
2) Doek dan kassa steril
3) Alkohol 70%
4) Povidone iodine 3%
5) NaCl 0,9%.
6) Spuit1cc, 3cc, 5cc, 10cc.
7) Bistouri no 11 dan 15.
8) Alat Cukur
9) Nald voelder.
10) Pinset anatomis dan sirurgis.
11) Klem arteri.
12) Gunting jaringan dan gunting benang.
13) Benang Catgut 2.0 dan benang Silk 2.0
6.3. Alat dan Bahan Pengujian Mekanik KompresiTulang
1) Mesin Pengujian Materi (LR 10 K Plus Material Testing 0,1 – 10 kN)
2) Komputer yang berprogram Nexygen
3) Kamera Sony 10 MegaPixel
-
7. Alur Penelitian
Seleksi Hewan Coba
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Populasi Sampel :
Kelinci betina Lepusnegricollis, usia 32-36 minggu
Perlakuan Injeksi
Methylprednisolone 1,5
mg/kgbb/hr + sham
Perlakuan Pembedahan
(Ovariektomi Bilateral)
Perlakuan Kontrol
(Sham Surgery)
Pengujian Mekanik Kompresi Tulang
Tabulasi Data
Analisa
Kesimpulan
Sakrifasi
Minggu
ke 6
Sakrifasi
Minggu
ke 8
Sakrifasi
Minggu
ke 10
Sakrifasi
Minggu
ke 4
Sakrifasi
Minggu
ke 6
Sakrifasi
Minggu
ke 8
Sakrifasi
Minggu
ke 10
Sakrifasi
Minggu
ke 4
Sakrifasi
Minggu
ke 6
Sakrifasi
Minggu
ke 8
Sakrifasi
Minggu
ke 10
Sakrifasi
Minggu
ke 4
-
7.1. Analisis Statistik
Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Federer. Data yang
dikumpulkan, ditabulasi dalam bentuk tabel dan narasi; kemudian diolah
dengan bantuan piranti lunak SPSS (Statistical Package for Social Sciences)
menggunakan uji Non-Parametric Kruskal-Wallis.
7.2. Aspek Etik Penelitian
Prosedur penelitian dengan menggunakan sampel hewan pada penelitian ini
telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan FK
Unhas.
-
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada akhir penelitian ini jumlah sampel adalah empat puluh tujuh ekor kelinci.
Sampel ini dibagi menjadi dua belas kelompok. Empat kelompok mendapat
perlakuan obat Methylprednisolone 1,5 mg/kgbb/hr (kelompok Methylprednisolone
minggu ke 4, 6, 8 dan 10). Empat kelompok mendapat perlakuan pembedahan
bilateral ovariektomi (kelompok ovariektomi minggu ke 4, 6, 8 dan 10). Empat
kelompok kontrol (kelompok kontrol minggu ke 4, 6, 8 dan 10). Sebelas sampel
dieksklusi karena mati, hamil (diketahui saat ovariektomi) dan sampel rusak saat
pengujian kompresi material.
Tabel 4. Perbandingan nilai rata-rata (Newton) dan standar deviasi beban
kompresi maksimum yang bisa ditahan oleh tiap perlakuan pada minggu
ke-4
Kelompok Rata-rata (Mean) Standar Deviasi
Methylprednisolone 162,1700 1,71546
Ovariektomi 328,0167 23,27752
Kontrol 368,1500 26,29899
-
Nilai rata-rata beban kompresi maksimum pada minggu ke-4 pada kelompok
Methylprednisolone adalah 162,1700±1,71546; pada kelompok Ovariektomi adalah
328,0167±23,27752; pada kelompok Kontrol adalah 368,1500±26,29899. Hasil uji
statistik Kruskal-Wallis untuk kelompok Methylprednisolone dibandingkan
kelompok Kontrol adalah p=0,05 (berbeda bermakna); untuk kelompok Ovariektomi
dibandingkan kelompok Kontrol adalah p=0,127 (tidak berbeda bermakna); untuk
kelompok Methylprednisolone dan kelompok Ovariektomi p=0,05 (berbeda
bermakna).
Tabel 5. Perbandingan nilai rata-rata (Newton) dan standar deviasi beban
kompresi maksimum yang bisa ditahan oleh tiap perlakuan pada minggu
ke-6
Nilai rata-rata beban kompresi maksimum pada minggu ke-6 pada kelompok
Methylprednisolone adalah 145,6367±7,26307; pada kelompok Ovariektomi adalah
307,7043±16,23235; pada kelompok Kontrol adalah 343,3300±39,83929. Hasil uji
statistik Kruskal-Wallis untuk kelompok Methylprednisolone dibandingkan
kelompok Kontrol adalah p=0,05 (berbeda bermakna); untuk kelompok Ovariektomi
dibandingkan kelompok Kontrol adalah p=0,127 (tidak berbeda bermakna); untuk
Kelompok Rata-rata (Mean) Standar Deviasi
Methylprednisolone 145,6367 7,26307
Ovariektomi 307,7043 16,23235
Kontrol 343,3300 39,83929
-
kelompok Methylprednisolone dan kelompok Ovariektomi p=0,05 (berbeda
bermakna).
Tabel 6. Perbandingan nilai rata-rata (Newton) dan standar deviasi beban
kompresi maksimum yang bisa ditahan oleh tiap perlakuan pada minggu
ke-8
Nilai rata-rata beban kompresi maksimum pada minggu ke-8 pada kelompok
Methylprednisolone adalah 143,8667±8,99558; pada kelompok Ovariektomi adalah
297,0700±16,57143; pada kelompok Kontrol adalah 322,6233±29,93860. Hasil uji
statistik Kruskal-Wallis untuk kelompok Methylprednisolone dibandingkan
kelompok Kontrol adalah p=0,05 (berbeda bermakna); untuk kelompok Ovariektomi
dibandingkan kelompok Kontrol adalah p=0,275 (tidak berbeda bermakna); untuk
kelompok Methylprednisolone dan kelompok Ovariektomi p=0,05 (berbeda
bermakna).
Kelompok Rata-rata (Mean) Standar Deviasi
Methylprednisolone 143,8667 8,99558
Ovariektomi 297,0700 16,57143
Kontrol 322,6233 29,93860
-
Tabel 7. Perbandingan nilai rata-rata (Newton) dan standar deviasi beban
kompresi maksimum yang bisa ditahan oleh tiap perlakuan pada minggu
ke-10
Nilai rata-rata beban kompresi maksimum pada minggu ke-10 pada kelompok
Methylprednisolone adalah 131,7333±4,02007; pada kelompok Ovariektomi adalah
263,6200±27,42092; pada kelompok Kontrol adalah 292,7733±33,95051. Hasil uji
statistik Kruskal-Wallis untuk kelompok Methylprednisolone dibandingkan
kelompok Kontrol adalah p=0,05 (berbeda bermakna); untuk kelompok Ovariektomi
dibandingkan kelompok Kontrol adalah p=0,275 (tidak berbeda bermakna); untuk
kelompok Methylprednisolone dan kelompok Ovariektomi p=0,05 (berbeda
bermakna).
B. Pembahasan
Beberapa model hewan osteoporosis telah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Di
antaranya ialah menggunakan tikus dan kelinci. Dibandingkan kelinci, tikus memiliki
beberapa kekurangan untuk dijadikan model hewan osteoporosis, diantaranya ialah
Kelompok Rata-rata (Mean) Standar Deviasi
Methylprednisolone 131,7333 4,02007
Ovariektomi 263,6200 27,42092
Kontrol 292,7733 33,95051
-
tidak tercapainya maturitas tulang yg sebenarnya, kurangnya system haversian, dan
kurangnya tingkat remodeling pada tulang kortikal (Baofeng L, et al., 2010).
Kelinci mencapai maturitas seksual pada umur 20-24 minggu dan mencapai
maturitas tulang pada umur 28-32 minggu, dimana menunjukkan remodeling intra
kortikal yang signifikan dan memiliki waktu pergantian zat tulang yang cepat
daripada hewan pengerat yang lain (Rodgers JB, et al., 1993; Mosekilde L, 1995).
Massa tulang yang paling tinggi tercapai pada umur 32-36 minggu. Resorpsi dan
pembentukan tulang yang teratur telah terbentuk dengan sempurna pada tahap ini
(Rodgers JB, et al., 1993). Oleh karena itu penulis bermaksud untuk menggunakan
kelinci dalam membuat model hewan osteoporosis.
Sejak diperkenalkannya glukokortikoid sebagai obat anti inflamasi, efek samping
osteoporosis yang diakibatkan oleh penggunaan obat tersebut telah menjadi masalah
kesehatan yang signifikan yang belum terpecahkan. Efek pada tulang akibat
penggunaan obat ini adalah menurunnya massa tulang, menurunnya proses
pembentukan sel tulang dan meningkatnya proses resorpsi tulang disertai dengan
menurunnya lebar trabekula tulang. Semua efek ini bisa menyebabkan penurunan
kekuatan tulang dan meningkatnya resiko fraktur kompresi pada tulang vertebra
(Grardel B, et al., 1994).
Glukokortikoid telah sering digunakan pada hewan untuk menghasilkan keadaan
osteopeni dan mengevaluasi efek preventif dan kuratif beberapa obat pada tulang.
Kelinci merupakan hewan percobaan dimana perubahan metabolisme tulangnya
akibat steroid telah diteliti beberapa tahun yang lalu (Grardel B, et al., 1994). Pada
-
penelitian tersebut dinyatakan bahwa kejadian apoptosis (bunuh diri) sel pada tulang
kelinci disebabkan oleh rangsangan yang berlebihan dari obat tersebut. Hasil kultur
jaringannya menunjukkan maturitas osteoblas dirangsang oleh glukokortikod pada
dosis yang sesuai. Namun glukokortikoid memiliki efek yang bervariasi terhadap
proses differensiasi dan survival sel dimana hal ini tergantung pada dosisnya (dose-
dependent) (Eberhardt AW, et al., 2001). Semakin tinggi dosis obat tersebut maka
semakin signifikan perburukan metabolisme tulang yang terjadi.
Beberapa dosis tunggal glukokortikoid telah dicoba dalam upaya membuat model
hewan kelinci yang osteoporosis. Dosis 0,5 mg/kgbb/hari diberikan selama 4 minggu
tidak menghasilkan efek osteoporosis yang signifikan (Eberhardt AW, et al., 2001).
Dosis 1 mg/kgbb/hari diberikan selama 8 minggu bisa menghasilkan efek
osteoporosis yang cukup signifikan (Baofeng L, et al., 2010). Dosis toksik obat ini
pada hewan kelinci adalah 2 mg/kgbb/hari (Bishop et al., 1996). Pada penelitian
yang dilakukan oleh penulis, dosis tunggal yang dipilih adalah 1,5 mg/kgbb/hari. Hal
ini diharapkan bisa menghasilkan efek osteoporosis dalam waktu yang relatif lebih
singkat daripada penelitian sebelumnya yang menggunakan dosis 1 mg/kgbb/hari
dimana membutuhkan waktu 8 minggu untuk menghasilkan efek osteoporosis
(Baofeng L, et al., 2010). Hal ini sesuai dengan konsep penelitian sebelumnya yang
membahasakan bahwa glukokortikoid memiliki efek yang bervariasi terhadap proses
differensiasi dan survival sel dimana hal ini tergantung pada dosisnya (dose-
dependent) (Eberhardt AW, et al., 2001).
Pengupayaan model hewan osteoporosis yang dilakukan oleh penulis dengan
perlakuan tunggal Ovariektomi hingga minggu ke 10 tidak terjadi. Data ini sesuai
-
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Turner et al. (Turner CH, 2002)
yang menyatakan perlakuan tunggal ovariektomi sangat tidak cocok untuk diterapkan
dalam membuat model hewan kelinci yang osteoporosis. Perlakuan yang disarankan
oleh peneliti tersebut adalah kombinasi perlakuan Ovariektomi ditambah
Methylprednisolone 1 mg/kgbb/hari selama 8 minggu untuk menghasilkan model
hewan kelinci yang osteoporosis (Bishop et al., 1996). Dosis 0,5 mg/kgbb/hari
dikombinasi dengan ovariektomi selama 16 minggu juga telah diteliti bisa
menyebabkan penurunan densitas tulang yang signifikan. Namun penelitian lain
menunjukkan bahwa perlakuan tunggal Methylprednisolone dengan dosis tertentu
sudah bisa menyebabkan kehilangan massa tulang yang signifikan (resorpsi tulang
hingga 50-80 %) tanpa menyebabkan lesi yang berat (Eberhardt AW, et al., 2001).
Perbandingan perlakuan Methylprednisolone dan Ovariektomi menunjukkan
terdapatnya perbedaan porositas tulang yang signifikan sejak minggu ke-4 sampai
minggu ke-10. Hal ini berarti bahwa tulang kelinci lebih mudah setelah perlakuan
Methylprednisolone dosis 1,5 mg/kgbb/hari dibandingkan dengan perlakuan
Ovariektomi. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan kelinci
merupakan model hewan yang tidak cocok untuk dibuat osteoporosis dengan
perlakuan tunggal ovariektomi (Turner CH, 2002).
-
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Terdapat perbedaan bermakna dalam hal porositas tulang antara perlakuan obat
Methylprednisolone dengan pembedahan Ovariektomi Bilateral maupun dengan
Kontrol sejak minggu ke-4 hingga minggu ke-10. Perlakuan dengan obat
Methylprednisolone lebih mampu menginduksi osteoporosis dibandingkan dengan
perlakuan pembedahan Ovariektomi. Dalam hal rentang waktu yang dibutuhkan
untuk membuat model hewan kelinci osteoporosis, dapat ditempuh dalam waktu
yang relatif singkat (4 minggu) dengan metode injeksi obat Methylprednisolone
dosis 1,5 mg/kgbb/hr.
B. Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang efek samping perlakuan Methylprednisolone
dengan dosis 1,5 mg/kgbb/hr dalam rentang waktu yang lebih lama untuk penelitian
tahap selanjutnya.
-
DAFTAR PUSTAKA
Adinoff A D, Hollister J R. Steroid-induced fractures and bone loss in patients with
asthma. N Engl J Med 1983; 309 (5): 265-8.
Assessment of fracture risk and its application to screening for postmenopausal
osteoporosis: report of a WHO Study Group. Geneva: WHO; 1994.
Consensus development conference: diagnosis, prophylaxis, and treatment of
osteoporosis. Am J Med 1993:94:646-50
Cao T, Shirota T, Ohno K, Michi K I. Mineralized bone loss in partially edentulous
trabeculae of ovariectomized rabbit mandibles. J Periodontal Res 2004; 39 (1):
37-41.
Eberhardt A W, Yeager-Jones A, Blair H C. Regional trabecular bone matrix
degeneration and osteocyte death in femora of glucocorticoid- treated rabbits.
Endocrinology 2001; 142 (3): 1333-40.
Frost H M, Jee W S. On the rat model of human osteopenia dan osteoporoses. Bone
Miner 1992; 18 (3): 227-36
Gass M, Dawson-Hughes. 2006. Preventing osteoporosis-related fractures: an
overview. The American Journal of Medicine; 119 (4A):3-11
Gilsanz V, Roe T F, Gibbens D T, Schulz E E, Carlson M E, Gonzalez O, Boechat M
I. Effect of sex steroids on peak bone density of growing rabbits. Am J Physiol
1988; 255 (4 Pt 1): E416-21.
Grardel B, Sutter B, Flautre B, Viguier E, Lavaste F, Hardouin P. Effects of
glucocorticoids on skeletal growth in rabbits evaluated by dual-photon
-
absorptiometry, microscopic connectivity and vertebral compressive strength.
Osteoporos Int 1994; 4 (4): 204-10.
Holroyd C, Cooper C, Dennison E. 2008. Epidemiology of osteoporosis. Best
Practice & Research Clinical Endocrinology & Metabolism; 22(5):671-685
Karsdal MA, Martin TJ, Bollerslev J, Christiansen C, Henriksen K. 2003. Are
nonresorbing osteoclas sources of bone anabolic activity. Journal of Bone and
Mineral Research; 22(4):487-494.
Khan AA, Hanley DA, Bilezikian JP, Binkley N, Brown JP, Hodsman AB. 2006.
Performing DXA in individuals with secondary causes of osteoporosis. Journal
of Clinical Densitometry; 9(1):47-57.
Kalu D N. The ovariectomized rat model of postmenopausal bone loss. Bone Miner
1991; 15 (3): 175-91
Lelovas PP, Xanthos TT, Thoma SE, Lyritis GP, Dontas IA. The laboratory rat as an
animal model for osteoporosis research. Comp Med 2008; 58 (5):424-30
Lerner UH. 2006. Bone remodeling in postmenopausal osteoporosis. Journal Dental
Research: 85:584
Manoglass SC. 2000. Birth and death of bone cells: basic regulatory mechanisms and
implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. Endocrine
Review; 21(2):115-137.
Mosekilde L. Assesing bone quality-animal models in preclinical osteoporosis
research. 1995; 17:343-52
-
Mori H, Manabe M, Kurachi Y, Nagumo M. Osseointegration of dental implants in
rabbit bone with low mineral density. J Oral Maxillofac Surg 1997; 55 (4):351-
61
Newman E, Turner A S, Wark J D. The potential of sheep for the study of
osteopenia: current status and comparison with other animal models. Bone (4
Suppl) 1995; 16: 277-84.
Omnisky MS, Li X, Asuncion Fj, Barrero M, Warmington KS, Dwyer D, Stolina M,
Geng Z. 2008. RANKL inhibition with osteoprotegerin increases bone strength
by improving cortical and trabecular bone architecture in ovariectomized rats.
Journal of Bone and Mineral Research; 23(5):672-682.
PEROSI. 2009. Indonesian Osteoporosis : fact, figures, and hopes. Indonesia
Osteoporosis Association.
Prihartini S. 2009. Faktor determinan risiko osteoporosis. Bogor : Pusat Penelitian
Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan.
Rodgers JB, Monier-Faugere MC, Malluche H. Animal models for the study of bone
loss after cessation of ovarian function. Bone 1993; 14(3):369-77.
Shane E, Burr D, Ebeling PR, et al. Atypical subtrochanteric and diaphyseal femoral
fractures: Report of a task force of the American Society for Bone and Mineral
Research. J Bone Miner Res. 2010;25:2267–2294
Southard T E, Southard K A, Krizan K E, Hillis S L, Haller J W, Keller J, Vannier M
W. Mandibular bone density and fractal dimension in rabbits with induced
osteoporosis. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2000; 89 (2):
244-9.
-
Turner C H. Biomechanics of bone: determinants of skeletal fragility and bone
quality. Osteoporos Int 2002; 13 (2): 97-104.
Wang Z, Goh J, Das De S, Ge Z, Ouyang H, Chong J S, Low S L, Lee E H. Efficacy
of bone marrow-derived stem cells in strengthening osteoporotic bone in a
rabbit model. Tissue Eng 2006; 12 (7): 1753-61.
WHO. Assessment of fracture risk and its application to screening for
postmenopausal osteoporosis. Geneva: World Health Organization; 1994.
Technical Report Series 843.
-
Lampiran 1
Model kandang kelinci
Alat dan Bahan Ovariektomi
-
Pembedahan Ovariektomi
Mesin Tes Kompresi Mekanik
-
Model tulang kelinci sebelum kompresi mekanik
Model Tulang Kelinci Setelah Kompresi Mekanik
-
Lampiran 2
Data Beban Maksimal (dalam Newton) yang ditahan oleh tiap tulang berdasarkan kelompok perlakuan pada waktu 4, 6, 8 dan 10 minggu
Perlakuan Minggu ke-
4
Minggu ke-6 Minggu ke-8 Minggu ke-
10
326,71 322,61 316,01 268,22
Ovariektomi 305,42 310,093 285,24 234,19
351,92 290,41 289,96 288,45
163,69 143,22 133,49 132,3
Methylprednisolon 162,51 153,8 148,65 127,46
160,31 139,89 149,46 135,44
398,23 388,79 306,18 331,96
Kontrol 349,5 314,5 304,51 272,21
356,72 326,7 357,18 274,15
Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok ovariektomi minggu ke-4
Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok methylprednisolone minggu ke-4
-
Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok kontrol minggu ke-4
Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok ovariektomi minggu ke-6
Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok methylprednisolone minggu ke-6
Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok kontrol minggu ke-6
-
Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok ovariektomi minggu ke-8
Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok methylprednisolone minggu ke-8
Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok kontrol minggu ke-8
Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok ovariektomi minggu ke-10
-
Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok methylprednisolone minggu ke-10
Grafik hasil kompresi mekanik, beban maksimal kelompok kontrol minggu ke-10
-
Lampiran 3. Analisa Statistik
Statistik deskripsi beban maksimal (dalam Newton) tiap kelompok
Perlakuan Waktu Minimum Maksimum Rata-rata Standar
Deviasi
Minggu ke -4
305,42 351,92 328,0167 23,27752
Ovariektomi Minggu ke -6
290.41 322,61 307,7043 16,23235
Minggu ke -8
285,24 316,01 297,0700 16,57143
Minggu ke -10
234,19 288,45 263,6200 27,42092
Minggu ke -4
160,31 163,69 162,1700 1,71546
Methylprednisolon Minggu ke -6
139,89 153,80 145,6367 7,26307
Minggu ke -8
133,49 149,46 143,8667 8,99558
Minggu ke -10
127,46 135,44 131,7333 4,02007
Minggu ke -4
349,50 398,23 368,1500 26,29899
Kontrol Minggu ke -6
314,50 388,79 343,3300 39,83929
Minggu ke -8
304,51 357,18 322,6233 29,93860
Minggu ke -10
272,21 331,96 292,7733 33,95051
-
Grafik Rata-rata Beban Maksimal (dalam Newton) yang ditahan oleh tiap tulang berdasarkan kelompok perlakuan pada waktu 4, 6, 8 dan 10 minggu
-
Uji Statistik perbandingan antar kelompok pada minggu ke-4,6,8, 10 berdasarkan Kruskal-Wallis Test
Waktu Perbandingan antar
kelompok perlakuan
dF Asymp.Sig.
Methylprednisolone - Kontrol 1 0,050
Minggu ke-4 Ovariektomi - Kontrol 1 0,127
Methylprednisolone - Ovariektomi
1 0,050
Methylprednisolone - Kontrol 1 0,050
Minggu ke-6 Ovariektomi - Kontrol 1 0,127
Methylprednisolone - Ovariektomi
1 0,050
Methylprednisolone - Kontrol 1 0,050
Minggu ke-8 Ovariektomi - Kontrol 1 0,275
Methylprednisolone - Ovariektomi
1 0,050
Methylprednisolone - Kontrol 1 0,050
Minggu ke-10 Ovariektomi - Kontrol 1 0,275
Methylprednisolone - Ovariektomi
1 0,050