ref osteoporosis

26
1 OSTEOPOROSIS PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas tulang yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar (Kaniawati, 2003; Hammett, 2004; Sennang, 2006). Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sampai 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun diupayakan pengobatan untuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan dengan mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih dianjurkan (Djokomoeljanto, 2003).

Upload: riyan-wira-pratama

Post on 12-Apr-2016

230 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ost

TRANSCRIPT

Page 1: Ref Osteoporosis

1

OSTEOPOROSIS

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai

pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas

tulang yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar

(Kaniawati, 2003; Hammett, 2004; Sennang, 2006).

Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya

harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering

dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah

penduduk Indonesia sampai 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia

lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun diupayakan pengobatan

untuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan

dengan mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih dianjurkan

(Djokomoeljanto, 2003).

Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis adalah

pengurangan massa dan kekuatan tulang dengan kerusakan mikroarsitektur

dan fragilitas tulang, sehingga menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah.

Osteopenia menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan volume tulang

(Djokomoeljanto, 2003; Hammett, 2004; Setyohadi, 2006).

Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki

dan merupakan problema pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di

klinik menjadi penting karena problema fraktur tulang, baik fraktur yang

Page 2: Ref Osteoporosis

2

disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma

yang jelas.

I.2. Tujuan

Penulisan refrerat ini bertujuan untuk mengetahui tentang penyakit

osteoporosis yang meliputi definisi, etiologi, faktor risiko, patogenesis,

klasifikasi, diagnosis, pemeriksaan radiologis dan juga pencegahan

osteoporosis.

Page 3: Ref Osteoporosis

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara

nyata yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang. Akibatnya tulang

menjadi rapuh dan mudah patah. Menurut Dr. Robert P. Heaney dalam Reitz

(1993) penyakit osteoporosis paling umum diderita oleh orang yang telah

berumur, dan paling banyak menyerang wanita yang telah menopause

(Hortono, 2000).

Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga

penyakit tulang rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis diistilahkan juga

dengan penyakit silent epidemic karena sering tidak memberikan gejala

hingga akhirnya terjadi fraktur (patah) (Dalimartha, 2002).

II.2. Etiologi

Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak

tulang yang selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa

tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan

mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35

tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan

akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan

mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan

resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam

keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan

aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini

berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia

Page 4: Ref Osteoporosis

4

menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun

(Sudoyo et al., 2006). Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian

kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini

dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang

preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya

aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses

remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan

oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D.

Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan

glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah

yang menyebabkan osteoporosis.

Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah

pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi

asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium

serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum

dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid

hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan

penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid,

glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang

(pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya

antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase

formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari

gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status

Page 5: Ref Osteoporosis

5

vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh,

yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh

albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat

(Sinnathamby, 2010).

II.3. Faktor Risiko Osteoporosis

1. Usia

Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8

2. Genetik

Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)

Seks (wanita > pria)

Riwayat keluarga

3. Lingkungan, dan lainnya

Defisiensi kalsium

Aktivitas fisik kurang

Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin,

siklosporin)

Merokok, alkohol

Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan,

licin, gangguan penglihatan)

Hormonal dan penyakit kronik

o Defisiensi estrogen, androgen

o Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer,

hiperkortisolisme

Page 6: Ref Osteoporosis

6

o Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal,

gastrektomi)

Sifat fisik tulang

o Densitas (massa)

o Ukuran dan geometri

o Mikroarsitektur

o Komposisi

4. Faktor resiko faktur panggul yaitu,:

a. Penurunan respons protektif

Kelainan neuromuscular

Gangguan penglihatan

Gangguan keseimbangan

b. Peningkatan fragilitas tulang

Densitas massa tulang rendah

Hiperparatiroidisme

c. Gangguan penyediaan energi

Malabsorpsi

II.4 Klasifikasi Osteoporosis

1. Osteoporosis Primer

a. Osteoporosis primer tipe 1 adalah osteoporosis pasca menopause.

Pada masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi

hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Estrogen berperan

dalam proses mineralisasi tulang dan menghambat resorbsi tulang

serta pembentukan osteoklas melalui produksi sitokin. Ketika

Page 7: Ref Osteoporosis

7

kadar hormon estrogen darah menurun, proses pengeroposan

tulang dan pembentukan mengalami ketidakseimbangan.

Pengeroposan tulang menjadilebihdominan (Wirakusumah, 2007).

b. Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang

biasanya terjadi lebih dari usia 50 tahun. Osteopososis terjadi

akibat dari kekurangan kalsium berhubungan dengan makin

bertambahnya usia (Hortono, 2000).

c. Tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis

yang penyebabnya tidak diketahui.Osteoporosis ini sering

menyerang wanita dan pria yang masih dalam usia muda yang

relative jauh lebih muda (Hortono, 2000).

2. Osteoporosis sekunder

Osteoporosis sekunder terjadi kerana adanya penyakit tertentu

yang dapat mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang

tidak sehat. Faktor pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah sepeti

di bawa ( Wirakusumah, 2007) :

a. Penyakit endokrin : tiroid, hiperparatiriod, hipogonadisme

b. Penyakit saluran cerna yang memyebabkan absorsi gizi kalsium.fosfor.

vitamin D) terganggu.

c. Penyakit keganasan ( kanker)

d. Konsumsi obat –obatan seprti kortikosteriod

e. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga.

Page 8: Ref Osteoporosis

8

II.5. Patogenesis

-Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus

menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan

bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang.

Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks

A. Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium

Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri

dari substansi organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak

terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya

(5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel

tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang

(98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%)

seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik

tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.

-Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses

mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang

merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan

penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada

serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban

mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang

akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal

Page 9: Ref Osteoporosis

9

dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata

lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti

fungsi”.

B. Patogenesis Osteoporosis primer

Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama

pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama

fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan

menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells

dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan

meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen

akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut

sehingga aktivitas osteoklas meningkat.

Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause,

maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga

osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan

peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh

menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat,

sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar

kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada

menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi

relatif asidosis respiratorik.

C. Patogenesis Osteoporosis Sekunder

Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya

sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade

ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang,

dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak

berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa

tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.

Page 10: Ref Osteoporosis

10

Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada

orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang

kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah.

Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan

meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan

kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan

osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause

(penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa

tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan

bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun

sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat.

Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan

testosteron membentuk kompleks yang inaktif.

Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa

tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok,

alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus

diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua

dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan

penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural,

gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata,

II.6. Gambaran Klinis

Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal

ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur

tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa

tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada

vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang

paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan

Page 11: Ref Osteoporosis

11

deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps

vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya

akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri

dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik

ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk

sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi.

Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus

Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila

didapatkan :

Patah tulang akibat trauma yang ringan.

Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.

Gangguan otot (kaku dan lemah)

Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

II.7. Diagnosis

Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena

tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis

lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause,

rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri

akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca

tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai

baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa

mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang

terjadinya osteoporosis seperti

Page 12: Ref Osteoporosis

12

Tinggi badan yang makin menurun.

Obat-obatan yang diminum.

Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi,

klimakterium.

Jumlah kehamilan dan menyusui.

Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.

Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan

matahari cukup.

Apakah sering minum susu, Asupan kalsium lainnya.

Apakah sering merokok, minum alkohol

II.8. Pemeriksaan Fisik

Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita

osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis,

deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering

menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.

II.9. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan

korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada

tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.

II.10. Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)

Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko

fraktur . untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan

kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:

1. Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas

massa tulang orang dewasa muda (T-score)

Page 13: Ref Osteoporosis

13

2. Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari

T-score.

3. Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.

4. Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.

II.11. Penatalaksanaan

Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi

pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya

massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan

fisik ( senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan

sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis

makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein,

diuretika, sedatif, kortikosteroid.

Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan

massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon

pengganti (estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin,

bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban.

Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur,

terutama bila terjadi fraktur panggul.

II.12. Pencegahan

Pencegahan osteoporosi meliputi:

1. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dengan

mengonsumsi kalsium yang cukup

Page 14: Ref Osteoporosis

14

Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif,

terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar

umur 30 tahun). Minum 2 gelas susu dan tambahan vitamin D setiap

hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya

yang sebelumnya tidak mendapatkan cukup kalsium. Akan tetapi tablet

kalsium dan susu yang dikonsumsi setiap hari akhir - akhir ini menjadi

perdebatan sebagai pemicu terjadi osteoporosis, berhubungan dengan

teori osteoblast.

2. Melakukan olah raga dengan beban

Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan

meningkatkan kepadatan tulang. Berenang tidak meningkatkan

kepadatan tulang.

3. Mengkonsumsi obat (untuk beberapa orang tertentu).

Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada

wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi

sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah

menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah

menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan

mengurangi risiko patah tulang. Raloksifen merupakan obat

menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada

estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek

terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis,

bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau

bersamaan dengan terapi sulih hormon.

Page 15: Ref Osteoporosis

15

BAB III

KESIMPULAN

1. Osteoporosis adalah suatu kondisi berkurangnya masa tulang secara nyata

yang berakibat pada rendahnya kepadatan tulang.

2. Dua penyebab osteoporosis adalah pembentukan massa puncak tulang

selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang

setelah menopause.

3. Faktor resiko terjadinya osteoporosis, yaitu usia, genetik, lingkungan dan

faktur panggul.

4. Osteoporosis terbagi menjadi primer dan sekunder. Osteoporosis primer

adalah osteoporosis pasca menopause dan sekunder biasanya terjadi pada

usia lebih dari 50 tahun.

5. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra,

pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia.

6. Terapi osteoporosis memepertimbangkan 2 hal, yaitu menghambat

hilangnya massa tulang dan peningkatan massa tulang.

7. Pencegahan osteoporosis adalah mengkonsumsi kalsium yang cukup,

olahraga beban dan mengkonsumsi obat contohnya estrogen.

Page 16: Ref Osteoporosis

16

DAFTAR PUSTAKA

Broto, R. 2004. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis. Dexa Media No. 2 Vol 17: 47 – 57

Dalimartha, S, 2002. Resep Tumbuhan Obat Untuk Penderita Osteoporosis. Penebar Swadaya. Jakarta.

Djokomoeljanto R, 2003. Postmenopausal osteoporosis. Patofisiologi dan dasar pengobatan. Simposium Osteoporosis Postmenopausal. Semarang: p.1-12

Hammett, Stabler CA, 2004. Osteoporosis from pathophysiology to treatment. In: Washington American Assosiation for Clinical Chemistry Press.p. 1-86

Hortono, M, 2000. Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Puspa Swara. Jakarta.

Kaniawati, M., Moeliandari, F, 2003, Penanda Biokimia untuk Osteoporosis.Forum Diagnosticum Prodia Diagnostics Educational Services. No 1: hal. 1–18

Lane NE. 2003. Osteoporosis. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Sennang AN, Mutmainnah, Pakasi RDN, Hardjoeno, 2006. Analisis KadarOsteokalsin Serum Osteopenia dan Osteoporosis. Dalam Indonesian Journal of clinical pathology and medical laboratory, Vol.12, No.2: hal 49-52

Setiyohadi B, 2006. Pemeriksaan Densitometri Tulang. Dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi IV. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Hal. 1172-75

Sinnathamby, Hemanath. 2010. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Osteoporosis Dan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause Di Kecamatan Medan Selayang Ii. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI.

Wirakusmah, E.S., 2007. Mnecegah Osteoporosis Lengkar Dengan 39 Jus dan 38 Resep. Available at url : http://books.google.co.id/books?id=voPEmYEwjXwC&pg=PA1&dq=osteoporosis#PPP1M1.[Diskses 10 Juni 2011]