62311485 osteoporosis

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa sering kali dilihat dari usia harapan hidup penduduknya. Di Indonesia, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dibidang kesehatan angka harapan hidup menjadi rata-rata 68,3 tahun pada tahun 2002 (Nugroho, 2000 dalam Karolina, 2009). Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialamai oleh setiap individu yang sudah mencapai usia lanjut tersebut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihalangi. Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah yang nantinya akan menimbulkan masalah fisik, metal, sosial, ekonomi dan psikologis (Nugroho, 2000 dalam Karolina, 2009). Salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian serius pada masa usia lanjut adalah osteoporosis. Osteoporosis merupakan penyakit yang menyerang tulang dimana keadaan tulang menjadi rapuh (Fragile) dan mudah mengalami patah (fraktur) (Wirakusumah, 2007). Masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu diwaspasai. Berdasarkan data Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia, penderita osteoporosis yang terdapat di Indonesia telah mencapai 19,7 % dan berada diurutan ke enam terbesar setelah cina (Wirakusumah, 2007). Resiko patah tulang akibat bertambah dengan meningkatnya usia. Pada usia 80 tahun, satu dari tiga wanita dan satu dari 1

Upload: wahyu-eok

Post on 26-Oct-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 62311485 Osteoporosis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu tolak ukur kemajuan suatu bangsa sering kali dilihat dari usia harapan

hidup penduduknya. Di Indonesia, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama

dibidang kesehatan angka harapan hidup menjadi rata-rata 68,3 tahun pada tahun 2002

(Nugroho, 2000 dalam Karolina, 2009). Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan

merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialamai oleh setiap individu yang sudah

mencapai usia lanjut tersebut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihalangi. Secara

individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah yang nantinya akan

menimbulkan masalah fisik, metal, sosial, ekonomi dan psikologis (Nugroho, 2000 dalam

Karolina, 2009). Salah satu masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian serius pada

masa usia lanjut adalah osteoporosis.

Osteoporosis merupakan penyakit yang menyerang tulang dimana keadaan tulang

menjadi rapuh (Fragile) dan mudah mengalami patah (fraktur) (Wirakusumah, 2007).

Masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu diwaspasai. Berdasarkan

data Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia, penderita osteoporosis yang

terdapat di Indonesia telah mencapai 19,7 % dan berada diurutan ke enam terbesar setelah

cina (Wirakusumah, 2007).

Resiko patah tulang akibat bertambah dengan meningkatnya usia. Pada usia 80

tahun, satu dari tiga wanita dan satu dari lima pria beresiko mengalami patah tulang panggul,

demikian pula patah tualng belakan. Mulai usia 50 tahun, kemungkinan mengalami patah

tulang bagi wanita adalah 40 persen, sedangkan untuk pria 13 persen. Menurut WHO (1994),

angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat osteoporosis diseluruh dunia mencapai angka 1,7

juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga mencapai 6,3 juta orang

pada tahun 2050 dan 71% kejadian ini akan terdapat di Negara-negara berkembang. Di

Indonesia 19,7% dari jumlah lansia atau sekitar 3,6 juta orang diantaranya menderita

osteoporosis (klinikmedis,2008). Lima provinsi dengan resiko osteoporosis lebih tinggi

adalah Sumatera Utara (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara

(22,8%), Jawa TImur (21,42%), Kalimantan Timur (10,5%) (Depkes,2005). Organisasi

kesehatan dunia WHO menyatakan bahwa penyakit osteoporosis sudah saatnya mendapat

perhatian yang lebih serius (Tandra,2009).

1

Page 2: 62311485 Osteoporosis

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui mengenai definisi, etiologi serta tanda dan gejala serta

osteoporosis.

2. Untuk mengetahui patofisiologis serta faktor-faktor resiko osteoporosis.

3. Untuk mengetahui jenis-jenis serta penatalaksanaan osteoporosis.

4. mengetahui asuhan keperawatan pada penderita osteoporosis.

2

Page 3: 62311485 Osteoporosis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoporosis

Osteoporosis adalah suatu penyakit tulang yang ditandai dengan adanya penurunan masa

tulang dan perubahan struktur pada jaringan tulang yang menyebabkan kerentanan tulang

meningkat disertai kecenderungan terjadinya fraktur, terutama pada proksimal femur, tulang

belakang dan tulang radius. Kata osteoporosis berasal dari bahasa Yunani yang artinya

‘tulang’ dan ‘lubang’, menunjukkan pada kita bahwa tulang yang terkena menjadi berlubang-

lubang pada strukturnya. Meskipun ukuran tulang ini tetap sama dan dari luar tampak normal,

kecuali pada vertebra yang hancur, sebenarnya bahan tulang sudah berkurang di dalam

komposisinya. Ini membuat tulang menjadi rapuh dan mudah patah (Lane,2003).

Gambar 1 perubahan struktur jaringan tulang

2.2 Etiologi

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi keadaan tulang. Semua hal yang mengurangi

kekuatan tulang akan turut berperan dalam terjadinya osteoporosis, antara lain:

1. Peningkatan Usia

Di atas usia sekitar 35 tahun, kepadatan tulang menurun. Osteoporosis terutama

dialami oleh pria dan wanita diatas usia 50 tahun.

2. Menopause.

Saat kadar estrogen menurun setelah menopause, kepadatan tulang juga menurun.

Wanita pascamenopause mewakili kelompok terbesar orang dengan osteoporosis.

3. Kadar testosterone rendah.

Pada pria, hormone testosterone memperlambat resorpsi tulang dengan cara yang sama

seperti estrogen pada wanita. Kadar testosterone yang rendah pada pria dapat

menyebabkan penurunan kepadatan tulang dan dapat menyebabkan osteoporosis.

3

Page 4: 62311485 Osteoporosis

4. Kecenderungan Genetik.

Riwayat keluarga dan kelompok etnik dapat meningkatkan resiko mengalami

osteoporosis. Orang dari ras kaukasia dan asia lebih beresiko mengalami osteoporosis.

5. Penyakit lain.

Beberapa penyakit dapat mempengaruhi regenerasi tulang normal sehingga

meningkatkan resiko osteoporosis

6. obat-obatan

beberapa obat yang digunakan untuk mengobati kondisi lain juga dapat mempengaruhi

regenerasi tulang sehingga menyebabkan osteoporosis (misalnya hormone steroid dan

hormone tiroid)

7. Berat badan rendah.

Orang yang sangat kurus memiliki khusus kecenderungan osteoporosis

8. Pola Makan Buruk

Kurang mengkonsumsi makanan yang kaya kalsium dan vitamin D misalnya susu,

keju, ikan berminyak) dalam pola makanan dapat berperan dalam osteoporosis.

9. merokok/menkonsumsi alkohol secara berlebihan

kedua faktor ini mempengaruhi kekuatan tulang dan berpotensi menyebabkan

osteoporosis.

10. Kurang Olah Raga

Tulang harus diberikan tekanan dengan memberikan latihan beban, terutama saat

tulang tumbuh, untuk memperoleh kekuatan tulang. Gaya hidup yang tidak aktif

meningkatkan resiko osteoporosis

2.2 Tanda dan Gejala Osteoporosis

Mengungkapkan gejala terjadinya osteoporosis agak sulit untuk dilakukan sebab penyakit

osteoporosis terjadi secara diam-diam. Berkurangnya massa tulang dan tulang menjadi rapuh

baru disadari setelah timbul dampak seperti:

a. tinggi badan berkurang

b. tiba-tiba terjadi rasa nyeri pada tulang

c. sakit punggung

d. sakit pinggang yang parah

e. kelainan bentuk tulang belakang yang menyebabkan postur tubuh bungkuk (kyposis)

4

Page 5: 62311485 Osteoporosis

2.3 Patofisiologi Osteoporosis

Struktur tulang pada penderita osteoporosis menjadi rapuh. Pengeroposan terjadi baik

pada tulang kompak maupun tulang spons. Kerja osteoklas ( sel penghancur struktur tulang)

melebihi osteoblas (sel pembentuk tulang) sehingga kehilangan massa tulang tidak dapat

dihindari dan kepadatan tulang menajdi berkurang. Akibatnya tulang menjadi keropos, tipis

dan mudah mengalami patah, terutama pada tulang pergelangan, tulang belakang, dan lain

sebagainya.

Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari adanya massa puncak tulang

(massa tulang bertambah dan mencapai puncak) yang rendah disertai adanya penurunan

massa tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor genetik,

sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa tulang adalah proses penuaan,

menopause, faktor lain seperti obat obatan atau aktifitas fisik yang kurang. Akibat massa

puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang menyebabkan densitas

tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadinya fraktur.

Kejadian osteoporosis dapat terjadi pada setiap umur kehidupan. Penyebabnya adalah

akibat terjadinya penurunan bone turn over yang terjadi sepanjang kehidupan. insidensi

osteoporosis pada wanita jauh lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini di duga berhubungan

dengan adanya fase masa menopause dan proses kehilangan pada wanita jauh lebih banyak.

Setelah usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulai akhirnya akan lebih

dominan dibandingkan dengan pembentukan tulang. Kehilangan massa tulang menjadi cepat

pada beberapa tahun pertama setelah menopause dan akan menetap pada beberapa tahun

kemudian pada masa postmenopause. Proses ini terus berlangsung pada akhirnya secara

perlahan tapi pasti terjadi osteoporosis. Percepatan osteoporosis tergantung dari hasil

pembentukan tulang sampai tercapainya massa tulang puncak. Massa tulang puncak ini terjadi

sepanjang awal kehidupan sampai dewasa muda. Selama ini, tulang tidak hanya tumbuh tetapi

juga menjadi solid. Pada usia rata–rata 25 tahun tulang mencapai pembentuk massa tulang

puncak.

Walaupun demikian massa puncak tulang ini secara individual sangat bervariasi dan pada

umumnya pada laki-laki lebih tinggi dibanding pada wanita. Massa puncak tulang ini

sangatlah penting, yang akan menjadi ukuran seseorang menjadi risiko terjadinya fraktur pada

kehidupannya. Apabila massa puncak tulang ini rendah maka akan mudah terjadi fraktur,

tetapi apabila tinggi maka akan terlindung dari ancaman fraktur. Faktor faktor yang

menentukan tidak tercapainya massa tulang puncak sampai saai ini belum dapat dimengerti

sepenuhnya tetapi diduga terdapat beberapa faktor yang berperan, yaitu genetik, asupan

kalsium, aktifitas fisik, dan hormon seks.

5

Page 6: 62311485 Osteoporosis

2.4 Faktor resiko terkena osteoporosis

Faktor resiko osteoporosis digolongkan menjadi dua kelompok besar yaitu resiko yang

tidak dapat dikendalikan dan resiko yang dapat dikendalikan.

1. Faktor resiko yang dapat tidak dikendalikan

a. Jenis kelamin

Wanita mempunyai resiko osteoporosis lebih besar dari pada pria. Sekitar 80%

diantara penderita osteoporosis adalah wanita. Secara umum, wanita menderita

osteoporosis empat kali lebih banyak dari pada pria. Satu dari tiga wanita memiliki

kecenderungan osteoporosis. Hal ini terjadi antara lain Karena masa tulang wanita

lebih kecil disbanding dengan pria (hanya sekitar 800 gram lebih kecil

dibandingkan pria yaitu sekitar 1.200 gram)

b. Umur

Semakin tua umur seseorang, resiko terkena osteoporosis semakin besar. Proses

densitas tulang hanya berlangsung sampai seseorang berusia 25 tahun. Selanjutnya,

kondisi tulang akan konstan hingga usia 40 tahun. Setelah umur 40 tahun, densitas

tulang mulai berkurang secara perlahan.

c. Ras

Semakin terang kulit seseorang maka resiko terkena osteoporosis menjadi semakin

tinggi. Ras kaukasia dan Asia memiliki insiden terkena osteoporosis yang lebih

besar dibandingkan dengan ras Afrika –Amerika. Antara masa tulang dan masa otot

terdapat kaitan yang erat. Semakin besar otot, tekanan pada tulang semakin tinggi

dan tulang semakin besar. Ditambah lagi kadar hormone estrogen ras Afrika-

amerika lebih tinggi dari ras yang lain sehingga wanita Afrika-Amerika cenderung

lebih lambat menua dari pada kuliit putih. Pigmentasi kulit dan tempat tinggal juga

mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Wanita Afrika bekulit gelap dan bertempat

tinggal dekat dengan garis khatulistiwa memiliki resiko osteoporosis yang lebih

rendah dari pada wanita berkulit putih yang tinggal jauh dari garis khatulistiwa.

d. Riwayat Keluarga

Bila salah seorang anggota keluarga memiliki massa tulang rendah atau mengalami

osteoporosis maka ada kecenderungan seseorang mempunyai resiko yang lebih

tinggi untuk mengalami hal yang sama

e. Tipe Tubuh

Semakin kecil rangka tubuh maka semakin besar resiko terkena osteoporosis.

Demikian pula dengan wanita yang mempunyai tubuh kurus cenderung mempunyai

6

Page 7: 62311485 Osteoporosis

resiko yang lebih tinggi terkena osteoporosis dari pada yang mempunyai berat

badan lebih besar.

f. Menopause

Osteoporosis pada menopause terjadi akibat jumlah estrogen dan progesterone

menurun. Hormone tersebut diperlukan untuk pembentukan tulang dan

mempertahankan masa tulang.

2. Faktor Resiko yang Dapat Dikendalikan

1. Kurang aktivitas.

Semakin rendah aktivitas fisik, semakin besar resiko terkena osteoporosis. Hal ini

terjadi karena aktivitas fisik (olah raga) dapat membangun tulang dan otot menjadi

lebih kuat, juga meningkatkan keseimbangan metabolisme.

2. Diet yang Buruk

Bila makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi akan berpengaruh buruk terhadap

kesehatan tulang. Makanan sumber kalsium, fosfor, dan vitamin D yang

dikonsumsi cukup sejak usia dini dapat membantu memperkuat massa tulang.

3. Merokok

Pada wanita perokok ada kecenderungan kadar estrogen dalam tubuhnya lebih

rendah dan kemungkinan memasuki masa menopause lima tahun lebih awal

dibandingkan dengan bukan perokok. Asap rokok dapat menghambat kerja

ovarium. Di samping itu, nikotin juga mempengaruhi kemampuan tubuh untuk

menyerap dan menggunakan kalsium.

4. Minum minaman beralkohol.

Alcohol dapat menyebabkan luka-luka kecil pada lambung yang terjadi beberapa

saat setelah minum minuman beralkohol. Banyaknya luka kecil akibat minum

minuman beralkohol menyebabkan tubuh kehilangan kalsium karena kalsium

banyak terdapat dalam darah.

2.5 Resiko Khusus untuk Lanjut Usia

Seseorang yang telah memasuki lanjut usia perlu berhati-hati dengan tulangnya, terutama

jangan sampai terjatuh. Sepertiga dari kelompok usia ini telah mengalami sedikitnya satu kali

terjatuh pertahun, dimana 6 persen diantaranya mengalami fraktur. Tiga perempat kejadian

jatuh yang berakibat fatal terjadi pada mereka yang berusia di atas 65 tahun dan 99 persen di

antaranya disebabkan oleh osteoporosis.Kerentanan untuk terjatuh antara lain disebabkan oleh

osteoporosis

7

Page 8: 62311485 Osteoporosis

Kerentanan untuk jatuh

Penyebabnya antara lain:

a. Terganggunya keseimbangan

b. Buruknya kendali otot

c. Waktu reaksi yang lambat dan otot yang lemah

d. Obat-obatan yang menyebabkan kebingunan dan pusing terutama obat tidur, obat

penenang, sedative. Antidepresi dan setiap obat benzodiazepine

e. Alkohol

f. Tekanan darah rendah, kadang-kadang disebabkan oleh obat yang diberikan untuk

menurunkan tekanan darah tinggi

g. Sendi yang tidak seimbang, terutama lutut

h. Artritis (peradangan sendi)

i. Penyakit Parkinson

j. Terganggunya penglihatan, pendengaran dan organ keseimbangan di dalam telinga

Kadar kalsium yang rendah

a. Kalsium kurang diserap dengan baik pada usia lanjut

b. Asupan produk susu pada usia lanjut lebih sedikit

c. Diet yang secara umum tidak meamdai, terutama pada mereka ayng tinggal dip anti

jompo

Pertimbangan lain

a. Lansia jarang berolah raga

b. Lebih sedikit kegiatan diluar rumah sehingga semakin sedikit terkena sianr ultraviolet

c. Kurangnya respon kulit terhadap sinar matahari sehingga produksi vitamin D lebih

sedikit

d. Depresi, buruknya ingatan menyebabkan sering lupa meminum suplemen vitamin.

Tindakan Pengamanan Bagi Lansia

a. tindakan pencegahan terhadap jatuh: lantai yang empuk (menyerap tumbukan), tidak

ada permadani yang tidak direkatkan pada lantai, pegangan tangan di kamar mandi

dan tangga, penggunaan perlindungan pinggul, pencahayaan yang baik, sepatu yang

baik.

b. Diet yang dirancang untuk memasok semua gizi, vitamin dan mineral.

c. Tambahan kkalsium dan vitamin D

8

Page 9: 62311485 Osteoporosis

d. Jadwal olah raga harian, terutama berjalan kaki, tetapi apapun jenis olah raga yang

bisa dilakukan, tambahan kalsium tidak bisa menggantikan kurangnya aktivitas otot

meanhan beban

e. Perawatan depresi

f. Mengkaji kembali obat-obatan yang digunakan

2.6 Jenis-Jenis Osteoporosis

1. Osteoporosis Primer

Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang terjadi akibat penuaan. Jenis ini ada

dua tipe, yaitu osteoporosis post menopause dan osteoporosis senilis

a. Tipe I (Osteoporosis Post Menopausal)

Pada masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi hormone

estrogen dan progesterone juga menurun. Estrogen berperan dalam proses

mineralisasi tulang. Ketika kadar hormone estrogen dalam darah menurun, proses

pengeroposan tulang dan pembentukan tulang mengalami ketidakseimbangan.

Pengeroposan tulang menjadi dominan.

b. Tipe II (osteoporosis senilis pada pria)

Seperti halnya osteoporosis tipe I, pada tipe II juga disebabkan oleh berkurangnya

hormone endokrin, dalam hal ini hormone testosteron. Testosterone dilaporkan

mempunyai peranan untuk meningkatkan densitas masa tulang.

2. Osteoporosis Sekunder.

Osteoporosis sekunder terjadi karena adanya penyakit tertentu yang dapat

mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat. Contohnya

yaitu kanker, penyakit saluran pencernaan yang menyebabkan absorbsi zat gizi

( kalsium, fosfor, vitamin D, dan lain-lain) menjadi terganggu, gaya hidup yang tidak

sehat ( merokok, minum minuman beralkohol, kurang olah raga, dan lain-lain).

2.7 Pemeriksaan Penunjang osteoporosis

1. Pemeriksaan Radiologik

Pada Pemeriksaan radiologic ini digunakan X-ray konvensional sehingga osteoporosis

baru akan terlihat apabila massa tulang sudah berkurang hingga 30% atau lebih.

2. Pemeriksaan Radioisotop

Pemeriksaan ini menggunakan sinar foton radionuklida yang dapat mendeteksi

densitas tulang dan kekebalan korteks tulang.

3. Pemeriksaan Quantitative Computerized Tamography (QCT)

9

Page 10: 62311485 Osteoporosis

Salah satu cara yang dipakai untuk mengukur mineral tulang karena dapat menilai

secara volumetric trabekulasi tulang radius, tibia, dan vertebra.

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Cara ini mengukur striktur trabekuler tulang dan kepadatannya.

5. Quantitative Ultra Sound (QUS)

Cara ini menggunakan kecepatan gelombang suara ultra yang menembus tulang

6. Densitometer

Menggunakan radiasi sinar X rendah. Pengukuran dilakukan pada tulang yang

kemungkinan muudah patah seperti tulang belakang, pinggul, dan pergelangan tangan

7. Tes Darah dan Urine

Tes ini masih mungkin dilakukan untuk mengetahui dan melihat kondisi lain yang

terkait dengan hilangnya massa tulang.

2.8 Penatalaksanaan

Pengobatan osteoporosis yang telah lama digunakan yaitu terapi medis yang lebih

menekankan pada pengurangan atau meredakan rasa sakit akibat patah tualng. Selain itu,

juga dilakukan terapi hormone pengganti (THP) atau hormone replacement therapy

(HRT) yaitu menggunakan estrogen dan progresteron. Terapi lainnya yaitu terapi non

hormonal antara lain suplemen kalsium dan vitamin D.

10

Page 11: 62311485 Osteoporosis

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Anamnesis

Riwayat kesehatan

Anamnesis memegang peranan yang penting pada evaluasi klien

osteoporosis. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras,

status haid, riwayat haid, fraktur pada trauma minimal, immobilisasi lama,

penurunan tinggi badan pada orang tua, kurang asupan kalsium, kurang asupan

vitamin D, obat-obatan yang diminum jangka panjang, konsumsi alcohol dan

merokok. Penyakit lain yang harus ditanyakan adalah penyakit ginjal, saluran

cerna, hati, endokrin serta riwayat keluarga yang menderita osteoporosis juga

perlu ditanyakan.

Pengkajian psikososial.

Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya pada klien

dengan kifosis berat. Osteoporosis menyebabkan fraktur berulang sehingga

perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pasien

Pola aktivitas sehari-hari

Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olah raga,

pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet.

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik untuk mengkaji apakah ditemukan ketidaksimetrisan

rongga dada, apakah pasien pusing, berkeringat dingin dan gelisah. Apakah juga

ditemukan nyeri punggung yang disertai pembatasan gerak, apakah ada penurunan

tinggi badan, perubahan gaya berjalan, serta adakah deformitas tulang.

c. Pemeriksaan diagnostic antara lain radiology, CT scan dan pemeriksaan

laboratorium.

2. Diagnosis Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur

b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan perubahan skeletal (kifosis),

nyeri sekunder atau fraktur baru.

c. Resiko cedera yang berhubungan dengan dampak perubahan skeletal dan

ketidakseimbangan tubuh.

11

Page 12: 62311485 Osteoporosis

d. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak

e. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik

serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi

f. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang

berhubungan dengan kurangnya informasi.

3. Intervensi

Dx 1 : Nyeri akut berhubungan dengan dari fraktur

Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Klien dapat

mengekspresikan perasaan

nyerinya, klien dapat tenang

dan istirahat,klien dapat

mandiri dalam penanganan

dan perawatannya secara

sederhana

1. Evaluasi keluhan

nyeri/ketidaknyamanan,

perhatikan lokasi dan

karakteristik termasuk

intensitas (skala1-10).

Perhatikan petunjuk nyeri

nonverbal (perubahan pada

tanda vital dan

emosi/perilaku)

2. Ajarkan klien tentang

alternative lain untuk

mengatasi dan mengurangi

rasa nyeri

3. Dorong menggunakan

teknik manajemen stress

misalnya latihan nafas

dalam, teknik lima jari

4. Kolaboasi dalam

pemberian obat sesuai

indikasi

1. Mempengaruhi

pilhan atau

pengawasan

kefektifitas

intervensi

2. Alternative lain

untuk mengatasi

nyeri misalnya

kompres hangat,

mengatur posisi

pada tulang atau

jaringan yang

cedera

3. Memfokuskan

kembali

perhatian,

meningkatkan rasa

kontrol, dan dapat

meningkatkan

kemampuan

koping dalam

manajemen nyeri

4. Diberikan untuk

menurunkan nyeri.

12

Page 13: 62311485 Osteoporosis

Dx 2 : Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan perubahan skeletal (kifosis), nyeri

sekunder atau fraktur baru.

Kriteria hasil Intervensi

Klien dapat meningkatkan

mobilitas fisik,

berpartisipasi dalam

aktivitas yang

diinginkan/diperlukan, klien

mampu melakukan aktivitas

hidup sehari-hari secara

mandiri.

1. Kaji tingkat

kemampuan klien

2. Rencanakan tentang

pemberian program

latihan. Ajarkan

klien tentang

aktivitas sehari-hari

yang dapat

dikerjakan

1. Sebagai dasar untuk

memberikan

alternative dan

latihan gerak yang

sesuai dengan

kemampuannya.

2. Latihan akan

meningkatkan

pergerakan otot dan

sirkulasi darah.

Dx 3 : Resiko cedera yang berhubungan dengan dampak perubahan skeletal dan

ketidakseimbangan tubuh.

Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Klien tidak jatuh dan

mengalami fraktur, klien

dapat menghindari aktivitas

yang dapat mengakibatkan

fraktur

1. Ciptakan lingkungan

yang bebas dari

bahaya misalnya

tempatkan klien

pada tempat tidur

yang rendah,

berikan penerangan

yang cukup,

pegangan tangan di

kamar mandi atau

tangga

2. Ajarkan pada klien

untuk berhenti

secara perlahan,

tidak naik tangga

dan mengangkat

beban yang berat

1. Menciptakan

lingkungan yang

aman mengurangi

resiko terjadinya

kecelakaan.

2. Pergerakan yang

cepat akan

memudahkan

terjadinya fraktur

kompresi vertebra

pada klien

osteoporosis.

3. Obat-obatan seperti

diuretic, fenotiazin

dapat menyebabkan

pusing, mengantuk,

lemah yang 13

Page 14: 62311485 Osteoporosis

3. Observasi efek

samping obat-obatan

yang digunakan

merupakan

predisposisi klien

untuk jatuh

Dx 4 : Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak

Kriteria Hasil Intervensi

Klien mampu

mengungkapkan perasaan

nyaman dan puas tentang

kebersihan diri

1. Kaji kemampuan

untuk berpartisispasi

dalam setiap

aktivitas perawatan.

2. Beri perlengkapan

adaptif jika

dibutuhkan misalnya

kursi dibawah

shower/pancuran,

tempat pegangan

pada kamar mandi,

alas kaki atau keset

ayng tidak licin,

1. Untuk mengetahui

sampai sejauh mana

klien mampu

melakukan

perawatan diri

secara mandiri.

2. Peralatan adaptif ini

berfungsi untuk

membantu klien

sehingga dapat

melakukan

perawatan secara

mandiri dan optimal

sesuai

kemampuannya.

Dx 5 : Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik

serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi

Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Klien mengenali dan

menyatu dengan perubahan

dalam konsep diri yang

akurat tanpa harga diri

negative, mengungkapkan

dan mendemonstrasikan

peningkatan perasaan positif

1. Dorong klien

mengekspresikan

perasaannya

khususnya

mengenai

bagaimana klien

merasakan,

memikirkan dan

memanndang

1. Ekspresi emosi

membantu klien

mulai menerima

kenyataan.

2. Kritik negative akan

membuat klien

merasa semakin

rendah diri

3. Dukungan yang 14

Page 15: 62311485 Osteoporosis

dirinya.

2. Hindari kritik

negative

3. Kaji derajat

dukungan yang ada

untuk klien

cukup dari oorang

terdekat dan teman

dapat membantu

proses adaptasi.

Dx 6 : Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi ayng

berbungan dengan kurangnya informasi.

Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Klien mampu menjelaskan

tentang penyakitnya,

mampu menyebutkan

program terapi yang

diberikan

1. Kaji ulang proses

penyakit dan

harapan yang akan

datang

2. Berikan informasi

kepada klien tentang

factor-faktor yang

mempengaruhi

terjadinya

osteoporosis

3. Berikan pendidikan

kepada klien

mengenai efek

samping pengunaan

obat

1. Memberikan dasar

pengetahuan dimana

klien dapat membuat

pilihan berdasarkan

informasi.

2. Informasi yang

diberikan akan

membuat klien lebih

memahami tentang

penyakitnya.

3. Suplemen kalsium

sering menyebabkan

nyeri lambung dan

distensi abdomen

maka klien

sebaiknya

mengkonsumsi

kalsium bersama

makanan untuk

mengurangi

terjadinya efek

samping tersebut

dan memperhatikan

asupan cairan yang 15

Page 16: 62311485 Osteoporosis

memadai untuk

menurunkan resiko

pembentukan batu

ginjal

4. Evaluasi

Hasil yang diharapkan meliputi:

a. Nyeri pada klien berkurang

b. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik klien

c. Tidak terjadi cedera pada klien

d. Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri klien

e. Status psikologi klien yang seimbang

f. Terpenuhinya kebutuhan pengetahuan dan informasi klien

DAFTAR PUSTAKA

16

Page 17: 62311485 Osteoporosis

Depkes. (2005). 1 dari 3 wanita dan 1 dari 3 pria memiliki kecenderungan menderita osteoporosis. Diperoleh tanggal 11 Maret 2011 dari http://www.depkes.go.id

Fox-spencer, Rebecca. (2007).Osteoporosis. Jakarta : Erlangga

Gomez, Joan. (2006). Awas Pengeroposan Tulang. Jakarta : Arcan

Karolina sari, Maha. (2009).Hubungan Pengetahuan dan Pencegahan Osteoporosis yang dilakukan Lansia di Kecamatan Medan Selayang. Medan: Universitas Sumatera Utara

Klinik medis. (2008). Peningkatan usia harapan hidup. Diperoleh tanggal 11 Maret 2011 dari http://www.klinikmedis.com

Lane, Nancy. (2003). Lebih Lengkap Tentang :Osteoporosis. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Permana, hikmat. (2009). Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis Pada Manula. Diperoleh tanggal 05 Maret 2011 dari http://pustaka.unpad.ac.id/

Tandra, Hans. (2009). Segala Sesuatu yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Wirakusumah, Emma. (2007). Mencegah Osteoporosis. Jakarta: Penebar Swadaya

Wirasadi, Ita. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteoporosis. Diperoleh

tanggal 05 Maret 2011 dari http://www.ppnikarangasem.blogspot.com

17