bahan osteoporosis

27
BAB II ISI 2.1 Osteoporosis 2.1.1 Defenisi Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Menurut NIH (National Institute of Health) osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah. 2.1.2 Etiologi Faktor Risiko Faktor risiko osteoporosis adalah : Umur Tiap peningkatan 1 dekade,risiko meningkat 1,4- 1,8 Genetik Etnis : Kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia Seks : Perempuan > Laki- laki Riwayat keluarga Lingkungan Defisinsi kalsium Aktivitas fisik berkurang

Upload: qyura

Post on 27-Jun-2015

587 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Osteoporosis

BAB II

ISI

2.1 Osteoporosis

2.1.1 Defenisi

Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan

densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi

rapuh dan mudah patah. Menurut NIH (National Institute of Health) osteoporosis sebagai

penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang

mudah patah.

2.1.2 Etiologi

Faktor Risiko

Faktor risiko osteoporosis adalah :

Umur Tiap peningkatan 1 dekade,risiko meningkat

1,4-1,8

Genetik Etnis : Kaukasia dan oriental > kulit

hitam dan polinesia

Seks : Perempuan > Laki-laki

Riwayat keluarga

Lingkungan Defisinsi kalsium

Aktivitas fisik berkurang

Obat-obatan (kortikosteroid,anti

konvulsan, heparin ,siklosporin)

Merokok dan alkohol

Hormonal dan penyakit kronik Defisiensi estrogen dan androgen

Tirotoksokosis,hiperparratidisme

primer dan hiperkortisolisme

Penyakit kronik (sirosis hepatis,gagal

ginjal, dan gastrektomi)

Sifat fisik Tulang Densitas (massa)

Page 2: Bahan Osteoporosis

Ukuran dan geometri

Mikroarsitektur

Komposisi

Selain faktor risiko osteoporosis, maka risiko terjatuh juga harus diperhatikan

karena terjatuh erat berhubungan dengan fraktur osteoporotik. Beberapa faktor yang

berhubungan dengan risiko terjatuh adalah usia tua, ketidakseimbangan, penyakit kronik

seperti akit jantung, gangguan neurologik, gangguan pengelihatan,lantai yang licin dan

sebgainya.

Etiologi Osteoporosis Pada Laki-Laki

Pada laki-laki, dengan bertambahnya usia, maka tulang kortikal akan makin

menipis, tetapi penipisan ibni tidak secepat pada wanita, karena pada laki-laki tidak

mengalami menopouse. Selain itu, pada laki-laki kehilangan msa tulang lebih bersifat

penipisan. Sedangkan pada wanita lebih diakibatkan oleh kehilangan elemen trabekula

dari tulang yang bersangkutan.

Selama pertumbuhan masa tulang pada laki-laki juga lebih besar dari pada wanita.

Laki-laki juga memiliki tulang trabekula yang lebih tebal korteksnya daripada wanita.

Pada laki-laki, ukuran kolum femoris akan makin besar dengan bertambahnya umur.

Sedangkan pada wanita tidak. Hal ini yang menyebabkan osteoporosis pada laki-laki

lebih relatif lebih ringan dan ririko fraktur relatif lebih kecil daripada wanita.

1. Genetik

Laki-laki yang orang tuanya menderita osteoporosis, ternyata memiliki densitas massa

tulang yang lebih rendah dibandingkan laki-laki pada umumnya. Selain itu, laki-laki

yang ibunya menderita fraktur panggul, ternyata memiliki risiko yang lebih tinggi

untuk menderita fraktur vertebra. Sampai saat ini, tidak didapatkan gen spesifik yang

mengatur masa tulang dan resiki fraktur pada laki-laki.

2. Hipogonadisme

Hipogonadisme merupakan salah satu penyebab osteoporosis dan gagalnya

pencapaian puncak masa tulang pada laki-laki. Berbagai penyebab hipogonadisme

Page 3: Bahan Osteoporosis

pada laki-laki harus dicari pda laki-laki dengan osteoporosis, misalnya sindrom

Klinefelter, hipogonadotropin, hiperprolak-tinemia,orkitis akibat parotitis,kastrasi,

dsb.

3. Involusi

Dengan bertambahnya umur, terjadi penambahan masa dan densitas tulang pada laki-

laki, kira-kira 3-4% pertdekade setelah umur 40 tahun. Setelah umur 50 tahun,

kehilangan masa lebih besar lagi, walaupun demikian tetap lebih rendah dibandingkan

wanita. Resorpsi endostel pada laki-laki, tampakny dapat dikompensasi dengan

formasi periosteal, sehingga resiko fraktur dan penurunan densitas tulang tidak sehebat

wanita. Pada tulang trabekular, penurunan densitas masa tulang pada kedua jenis

kelamin nampaknya sama, tetapi korteks tulang trabekular pada laki-laki lebih tebal

dibandingkan pda wanita, sehingga resiko fraktur juga lebih rendah

4. Penyakit dan obat-obatan

Berbagai penyakit, obat-obatan dan gaya hidup dapat menyebabkan osteoporosis

sekunder pada laki-laki, misanya glukokortikoid, merokok, alkohol, insufisien ginjal,

kelainan gastrointestinal dan hati, hiperparatiroidisme, hiperkalsiuria, antikonvulsan

tirotoksikosis, imobilisasi lama, arttritis reumatodi, dsb.

5. Idiopatik

Sekitar 30 % osteoporosis pada laki-laki ternyata tidak diketahui secara jelas

penyebabnya. Diagnosis osteoporosis idiopatik ditegagkan setelah semua penyebab

yang lain dapat disingkirkan. Saat ini diduga terdapat hubungan anatara osteoporosis

idiopatik dengan rendahnya kadar IGF-I atau IGF-I binding pprotein 3 (IGFBP-3)

2.1.3 Epidemiologi

Sementara ini diperkirakan 1 dari 3 wanita dan 1 dari 12 pria di atas usia 50 tahun

di seluruh dunia mengidap osteoporosis. Ini menambah kejadian jutaan fraktur lainnya

pertahunnya yang sebagian besar melibatkan lumbar vertebra, panggul dan pergelangan

tangan (wrist). Fragility fracture dari tulang rusuk juga umum terjadi pada pria.

Fraktur Panggul

Fraktur panggul paling sering terjadi akibat osteoporosis. Insidensi fraktur panggul

meningkat setiap dekade dari urutan ke 6 menjadi urutan ke 9 baik untuk wanita

Page 4: Bahan Osteoporosis

maupun pria pada semua populasi. Insidensi tertingi ditemukan pada pria dan wanita

usia 80 tahun ke atas.

Fraktur Vertebral

Antara 35-50% dari seluruh wanita usia di atas 50 tahun setidaknya satu mengidap

fraktur vertebral. Dalam urutan kejadian 9.704 wanita usia 68,8 tahun pada studi

selama 15 tahun, didapatkan 324 wanita sudah menderita fraktur vertebral pada saat

mulai dimasukkan ke dalam penelitian; 18.2% berkembang menjadi fraktur vertebra,

tapi resiko meningkat hingga 41.4% pada wanita yang sebelumnya telah terjadi fraktur

vertebra.

Fraktur Pergelangan Tangan

Fraktur pergelangan tangan merupakan tipe fraktur ketiga paling umum dari

osteoporosis. Resiko waktu hidup yang ditopang fraktur Colles sekitar 16% untuk

wanita kulit putih. Ketika wanita mencapai usia 70 tahun, sekitar 20%-nya setidaknya

terdapat satu fraktur pergelangan tangan.

Fraktur Tulang Rusuk

Fragility fracture dari tulang iga umumnya terjadi pada laki-laki usia muda 25 tahun

ke atas. Tanda-tanda osteoporosis pada pria ini sering diabaikan karena sering aktif

secara fisik dan menderita fraktur pada saat berlatih aktifitas fisik.

2.1.4 Klasifikasi Osteoporosi

Osteoporosis Tipe I dan II

Osteoporosis dibagi menjadi 2 kelompok,yaitu osteoporosis primer (involusional)

dan osteoporosis sekunder.Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui

penyabnya, sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui

penyebanya.

Pada tahun 1940,Albright mengemukakan pentingnya estrogen pada patogenesis

osteoporosis. Kemudian pada tahun 1983, Riggs dan melton membagi osteoporosis

primer atas osteoporosis tipe I dan tipe II. Osteoporosis tipe I disebut juga osteoporosis

pasca menopause dan osteoporosis tipe II disebut osteoporosis senilis , dimana estrogen

berperan dalam timbulnya osteoporosis primer ini.

Page 5: Bahan Osteoporosis

Karakteristik Osteoporosis Tipe I dan Tipe II :

Tipe I Tipe II

Umur (tahun) 50-75 >70

Perempuan : Laki-laki 6:1 2:1

Tipe kerusakan tulang Terutama trabekular Trabekular dan Kortikal

Bone turnover Tinggi Rendah

Lokasi fraktur terbanyak Vertebra, radius distal Vertebra, kolum femoris

Fungsi paratiroid Menurun Meningkat

Efek estrogen Terutama skeletal Terutama ekstraskeletal

Etiologi utama Defisiensi estrogen Penuaan dan defiseinsi

estrogen

Osteoporosis Primer dan Sekunder

1. Osteoporosis primer

Merupakan keadaan osteoporosis yang paling sering ditemukan, yaitu:

Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama

pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang

pada wanita.Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun,

tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.Tidak semua wanita

memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita

kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita

kulit hitam.

Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang

berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya

tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya

terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan

Page 6: Bahan Osteoporosis

2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis

senilis dan postmenopausal.

Osteoporosis idiopatik

2. Osteoporosis sekunder dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang

disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis

bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,

paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-

kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan

merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis.

2.1.5 Pathogenesis

Patogenesis osteoporosis Tipe I

Menopause

osteoblas

Estrogen

Bone marrow stromal cell +

sel mononuklear

Reabsorpsi Ca di ginjal

Absorpsi Ca

OsteoklasSel endotel

IL-1, IL 6, TNF α, M-CSF

TGF-β NO Hipokalsemia

Diferensiasi dan maturasi osteoklas PTH

Resorpsi tulang

Osteoporosis

Page 7: Bahan Osteoporosis

Setelah menopause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal

setelah menopause ,sehingga insiden fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal

meningkat.Penurunan densitas tulang terutama pada tulang trabekular,karena memiliki

permukaan yang luas dan hal ini dapat dicegah dengan terapi sulih estrogen. Petanda

resorpsi tulang dan formasi tulang,keduanya meningkat menunjukkan adanya

peningkatan bone turnover. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai

sitokin oleh bone marrow stromal cell dan sel-sel mononuklear,seperti IL-1, IL 6, TNF α,

yang berperan meningkatkan kerja osteoklas.Dengan demikian penurunan kadar estrogen

akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga

aktivtas osteoklas meningkat.

Selain itu, menopause juga menurunkan absorbsi kalsium di usus dan meningkata

ekskresi kalsium diginjal. Menopause juga menurunkan sintesis berbagai protein yang

membawa 1,25 (OH)2D,sehingga pemberian estrogen akan meningkatkan konsentrasi

1,25 (OH)2D di dalam plasma.Tetapi, pemberian estrogen transdermal tidak akan

meningkatkan sintesis protein tersebut,karena estrogen transdermal tidak diangkut

melewati hati. Walaupun demikian, estrogen transdermal tetap dapat meningkatkan

absorpsi kalsium diusus secara langsung tanpa dipengaruhi vitamin D. Untuk mengatasi

keseimbangan negatif kalsium akibat menopause,maka kadar PTH akan meningkat pada

wanita menopause,sehingga osteoporosis akan semakin berat.

Patogenesis osteoporosis Tipe II

Page 8: Bahan Osteoporosis

2.1.6 Manifestasi klinis

Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita

osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala.

Pada tahap lanjut, jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi kolaps

atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk.

Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang

yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Biasanya

nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung, yang akan

Usia Lanjut

Defisiensi vit.D, aktivitas 1-α hidroksilase , resistensi thd vit.D

Absorpsi Ca diusus

reabsorpsi Ca di ginjal

Hipertiroidisme sekinder

Sekresi estrogen

Aktifitas fisik Sekresi GH dan IGF-1

Turnover tulangGangguan fungsi osteoblas

Osteoporosis

Fraktur

Risiko terjatuh

( kekuatan otot, aktivitas otot, medikasi ganggun keseimbangan, gangguan pengelihatan,dll)

Page 9: Bahan Osteoporosis

bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah tersebut akan

terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara bertahap setelah

beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan

terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang

menyebabkan ketegangan otot dan sakit.

Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan

atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.

Yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah persambungannya

dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Yang paling rentan terjadi

fraktur adalah korpus vertebra, pelvis, femur, dan tulang penyangga beban lainnya. Selain

itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.

Contoh gambar perbedaan tulang normal dan pada penderita osteoporosis:

Contoh gambar penderita

osteoporosis:

Page 10: Bahan Osteoporosis

2.1.7 Penegakkan Diagnosis

1. Anamnesis

Anamesis memegang peranan penting ada evaluasi pasien osteoporosis. Biasanya,

keluhan utama dapat berupa fraktur kolum femoris pada osteoporosis bowing leg pada

riket, atau kesemutan atau rasa kebal disekitar mulut atau ujung jari pada hipokalsemi.

Fraktur lain adalah trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan orang tua,

kurang paparan sinar matahari,asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan yang teratur

yang bersifat weight-bearing, obat-obatan yang harus diminum dalam jangka panjang

harus diperhatikan,alkohol dan merokok merupakan faktor resiko osteoporosis.

2. Pemeriksaan Fisik

Tinggi badan dan berat badan harus di ukur pada setiap pasien osteoporosis. Demikian

juga gaya berjalan pasien, deformitas tulang, nyeri spinal dan jaringan parut pada

leher. Pasien dengan osteoporosis menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus

( Dowager’s hump ) ada penurunan tinggi badan. Selain itu juga didapatkan

protuberansia abdomen, spasme otot paravetebral dan kulit yang tipis ( tanda

McConkey).

3. Pemeriksaan Biokimia Tulang

Pemeriksaan biokimia tulang terdiri dari kalsium tulang dalam serum, ion kalsium,

kadar fosfor serum, kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum, piridinolin urin dan

bila perlu hormin paratiroid dan vitamin D. Kalsium serum terdiri dari tiga fraksi yaitu

kalsium yang terikat pada albumin (40%), kalsium ion dalam (48%) dan kalsium

komplek (12%). Kalsium yang terikat dalam albumin tidak difiltrasi glomerulus.

Untuk menetukan turnover tulang, dapat diperiksa petanda biokimia tulang yang

terdiri dari petanda formasi dan resorpsi tulang. Petanda formasi tulang terdiri dari bone-

specific alkaline phosphatase (BSAP), osteokalsin (OC), carboxy-terminal propeptide of

type I collagen (PICP) dan amino-terminal propeptide of typi I collagen (PINP). Sedang

kan petanda resorpsi terdiri dari hidrokksiprolin urin, free and total pyridinolines (pyd)

urin, free and total deoxypyridinolines (Dpd) urin, N-telopeptide of collagen cross-links

(Ntx) urin, C- telopeptide of collagen cross-links (Ctx) urin, cross-linked C- telopeptide

of type I collagen (ICTP) serum dan tartrate-reistant acid phosphatase (TRAP) serum.

Page 11: Bahan Osteoporosis

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan pada pemeriksaan petanda biokimia tulang:

Karena petanda biokimia tulang hanya dapat diukur dari urin, maka harus diperhatikan

kadar kreatinin dalam darah dan urin karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.

Pada umunya petanda formasi dan resorpsi tulang memiliki ritme sirkadian, sehingga

sebaiknya diambil sample urin 24 jam atau bila tidak mungkin dapat diambil urin pagi

yang kedua, karena kadar tertinggi petanda biokimia tulang dalam urin adalah antara

pukul 04.00-08.00 pagi. Kadar OC dan PICP juga mencapai kadar tertinggi didalam

serum pukul 04.00-08.00.

Petanda biokimia tulang sangat dipengaruhi oleh umur karena pada usia muda juga

terjadi peningkatan bone turnover.

Terdapat perbedaan hasil pada penyakit-penyakit tettentu misalnya pada penyakit

paget.

Manfaat pemeriksaan petanda biokimia tulang :

a. Prediksi kehilangan masa tulang

b. Prediksi resiko fraktur

c. Seleksi pasien yang membutuhkan antiresorptif

d. Evaluasi efektivitas terapi

4. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi yang khas pada osteoporis adalah penipisan korteks dan daerah

trabekular yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang

memberikan gambaran picture-frame vertebra.

Vertebra

Femur proksimal

Metakarpal

Skintigrafi tulang

Gambaran Tulang

Normal Osteoporosis

Page 12: Bahan Osteoporosis

5. Pemeriksaan Densitas Masa Tulang (densitometri)

Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan presis untuk menilai

densitas masa tulang, sehingga dapat digunakan untuk menilai faktor prognosis, prediksi

fraktur dan bahkan diagnosis osteoporosis. Berbagai metode yang dapat digunaka untuk

menilai densitas masa tulang :

Single-Photon Absorptiometry (SPA)

Dual-Photon Absorptiometry (DPA)

Quantitative Computer Tornography (QCT)

Dual Energy X-Ray Absorptiometry (DXA)

Kadar massa tulang

6. Sonodensitometri

Page 13: Bahan Osteoporosis

Metode ini lebih murah dalam menilai densitas tulang perifer dengan menggunakan

gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi. Dilakukan pengukuran densitas

btulang berdasarkan kecepatan gelombang suara, atenuasi ultrasound broadband dan

kekakuan (stiffness). Namun, metode ini masih dalam penelitian.

7. Magnetic Resonance Imaging

MRI mepunyai kemampuan yang cukup menjanjikan dalam menganalisa struktur

trabekula dan sekitarnya. Metode ini mempunyai kelebihan dengan tidak adanya efek

radiasi, namun juga sedang dalam penelitian.

2.1.8 Pengobatan dan Pencegahan

Secara teoritis, oteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas

(anti resorptif) dan/atau meningkatkan kerja osteoblas (stimulator tulang). Walaupun

demikian, saat ini obat yang beredar pada umumnya bersifat anti resorptif. Yang

termasuk golongan obat anti resoprtif adalah esterogen, anti esterogen, bisfosfat dan

kalsitonin. Sedangkan yang termasuk stimulator tulang adalah Na-flurida, PTH dan lain

sebagainya, Kalsium dan vitamin D tidak mempunyai anti resorptif maupun stimulator

tulang, tetapi diperlukan untuk optimalisasi mineralisasi osteosid setelah proses formasi

oleh osteoblas. Kekurangan kalsium akan menyebabkan peningkatan produksi PTH

(hiperparatiroid sekunder) yang dapat menyebabkan pengobatan osteoporosis menjadi

tidak efektif.

Edukasi dan Pencegahan

– Anjurakan pasien untuk melalukan aktivitas fisik yang teratur.

– Jaga asupan kalsium 100-1500 mg/hari, melalui makanan seharai-hari

ataupun euplemen

– Hindari merokok dan minum alcohol

– Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap efisisensi testosterone pada laki

laki dan menopause pada wanita

– Kendalikan berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan

osteoporosis

– Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan pasien terjatuh

Page 14: Bahan Osteoporosis

– Hindari defisiensi vit. D, terutama orng-orang yang kurang terpajan sinar

matahari.

– Hindari peningkatan eksresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi asupan

natrium 3 gram/hari untuk meningkatkan reabsorbsi kalsium di tubulus

ginjal.

– Pada pasien yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka

panjang usahakan pemberian glukortikoid pada dosis serendah mungkin

– Pada pasien AR sangat penting mengatasi aktivitas penyakitnya

Latihan dan Program Rehabilitasi

Dengan latihan yang teratur, pasien akan menjadi lebih lincah, tangkas, dan

kuat otot-otot nya sehingga tidak mudah terjatuh.Latihan juga akan mencegah

perburukan osteoporosis karena terdapat rangsangan biofisikoelektrokemikal yang

akan meningkatkan remodeling tulang

Esterogen

Proses resorpsi oleh osteoklas dan formasi oleh oseoblast dipengruhi oleh

banyak factor, yaitu :

– Factor humoral ( sitokin, prostaglandin, factor pertumbuhan )

– Factor sistemik ( kalsitonin, esterogen , kortikosteroid, tiroksin ).

Sementara terapi sulih hormon menggunakan estrogen pada wanita pasca

menopause, efektif mengurangi turnover tulang dan memperlambat hilangnya

massa tulang. Tapi pemberian estrogen jangka panjang berkaitan dengan

peningkatan resiko keganasan pada rahim dan payudara. Sehingga sekarang

sebagai alternatif pengganti estrogen adalah golongan obat yang disebut SERM

(Selective Estrogen Receptor Modulator). Obat ini berkhasiat meningkatkan

massa tulang tetapi tidak memiliki efek negatif dari estrogen, obat golongan

SERMs adalah Raloxifene.

Raloksifen

Merupakan anti esterogen yang mempunyai efek seperti esterogen ditulang

dan lipid, tetapi tidak menyebabkan ransangan endometrium dan payudara.

Page 15: Bahan Osteoporosis

Golongan preparat ini disebut juga selective esterogen receptor modulators

( SERM ). Obat ini dibuat untuk pengobatan osteoporosis dan FDA juga telah

menyetujui penggunaannya untuk pencegahan osteoporosis

Bisfosfonat

Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan baik untuk pengobatan alternatif

setelah terapi pengganti hormonal pada osteoporosis pada wanita, maupun

pengobatan osteoporosis pada laki-laki akibat steroid. Bisfosfonat dapat

mencegah kerusakan tulang, menjaga massa tulang, dan meningkatkan kepadatan

tulang di punggung dan panggul, mengurangi risiko patah tulang.

Bisfosfonat oral untuk osteoporosis pada wanita postmenopause khususnya,

harus diminum satu kali seminggu atau satu kali sebulan pertama kali di pagi hari

dengan kondisi perut kosong untuk mencegah interaksi dengan makanan.

Beberapa Golonganbifosfonat,adalah:

a) Etidronat

b) Risedronate

c) Alendronate

d) Pamidronate

e) Clodronate

f) Zoledronate (Zoledronic acid)

g) AsamIbandronate.

Kalsitonin

Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah

tulang belakang yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan dalam bentuk suntikan

atau sempro thidung. Salmon Kalsitonin diberikan lisensi nya untuk pengobatan

osteoporosis. Sekarang ini juga ada yang sintetiknya. Sediaan yang ada dalam

bentuk injeksi. Dosis rekomendasinya adalah 100 IU sehari, dicampur dengan

600mg kalsium dan 400 IU vitamin D. Kalsitonin menekan aksi osteoklas dan

menghambat pengeluarannya.

Metabolit vitamin D

Page 16: Bahan Osteoporosis

Sekarang ini sudah diproduksi metabolit dari vitamin D yaitu kalsitriol dan

alpha Kalsidol. Metabolit ini mampu mengurangi resiko patah tulang akibat

osteoporosis

Strontium ranelate

Stronsium ranelate meningkatkan pembentukan tulang seperti precursor osteoblas

dan pembuatan kolagen, menurunkan resorpsi tulang dengan menurunkan

aktivitas osteoklas. Hasilnya adalah keseimbangan turn over tulang dalam proses

pembentukan tulang. Berdasarkan hasil uji klinik, stronsium ranelate terbukti

menurunkan patah tulang vertebral sebanyak 41% selama 3 tahun.

Pembedahan Osteoporosis

Pembedahaan pada penderita osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur panggul.

Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada terapi bedah penderita

osteoporosis adalah :

1. Penderita osteoporosis usia lanjut dengan fraktur, bila diperlukan tindakan

bedah, sebaiknya segera dilakukan, sehingga dapat dihindari imobilisasi lama

dan komplikasi fraktur yang lebih lanjut.

2. Tujuan terapi bedah adalah untuk mendapatkan fiksasi yang stabil, sehingga

mobilisasi penderita dapat dilakukan sedini mungkin.

3. Asupan kalsium tetap harus dipertahanakan pada peserta yang menjalani

tindakan bedah, sehingga mineralisasi kalus menjadi sempurna.

4. Walaupun telah dilakukan tindakan bedah, pengobatan medikamentosa

osteoporosis dengan bisfosfonat, atau raloksifen atau tetapi pengganti

hormonal, maupun kalsitonin, tetap harus diberikan.

Pencegahan dan Pengobatan Osteoporosis pada Laki-laki

Asupan kalsium yang adekuat

1. Pada laki-laki muda dan anak laki-laki pre adolense :1000 mg/hari

2. Pada laki-laki >60 tahun dan anak laki-laki adolense :1500 mg/hari

Asupan vitamin D yang adekuat, terutama ppada penderita yang tiggal di daerah 4

musim

Page 17: Bahan Osteoporosis

Latihan fisik terutama yang bersifat pembebanan dan isometrik

Hindari merokok dan minum alkohol

Kenali defisiensi testoteron sedini mungkin dan berikan terapi yang adekuat

Kenali faktor resiko osteoporosis dan lakukan tindakan pencegahan

Kenali faktor resiko terjatuh dan lakukan tindakan pencegahan \

Berikan terapi yang adekuat

1. Risedronat dan alendronat merupakan terapi pilihan

2. Bila ada hipogonadisme, dapat dipertimbangkan pemberian testoteron

Daftar obat Osteoporosis yang ada di Indonesia

Kelompok Nama Generik Dosis

Bisfosfonat Risedronat

Alendronat

Ibandronat

Zoledronat

35 mg, seminggu sekali atau 5 mg/hari

70 mg, seminggu sekali atau 10 mg/hari

150 mg, sebulan sekali

5 mg per drip selama 15 menit,

diberikan setahun sekali

SERMs (Selective

esterogen receptor

modulators)

Raloksifen 60 mg/hari, setiap hari

Kalsitonin Kalsitonin 200 IU/hari Nasal spray

Strontium renalat 2 gram/hari, dilarutkan dalam air,

diminum pada malam hari, atau 2 jam

sebelum makan atau 2 jam setelah

makan

Vitamin D Kalsitriol 0,25 μg, 1-2 kali perhari

Evaluasi hasil pengobatan

Evaluasi hasil pengobatan dapat dilakukan dengan mengulang pemeriksaan densitometri

setelah 1-2 tahun pengobatan dan dinilai peningkatan densitasnya. Bila dalam waktu 1

Page 18: Bahan Osteoporosis

tahun tidak terjadi peningkatan maupun penurunan densitas masa tulang, maka

pengobatan sudah dianggap berhasil, karena resorpsi tulang sudah dapat di tekan.

Selain mengulang pemeriksaan densitas masa tulang, maka pemeriksaan petanda

biokimia tulang juga dapat digunakan untuk evaluasi pengobatan. Penggunaan petanda

biokimia tulang, dapat menilai hasil terapi lebih cepat yaitu dalam waktu 3-4 bulan

setelah pengobatan. Yang dinilai adalah penurunan kadar sebagai petanda resorpsi dan

formasi tulang.

2.1.9 Prognosis

Pada penderita osteoporosis, sebaiknya sedini mungkin melakukan pemeriksaan

dan pengobatan. Bila sudah melakukan pengobatan selama 1-2 tahun dapat dilakukan

pemeriksaan densitometri untuk menilai peningkatan densitas tulangnya. Pemeriksaan

biokimia tulang juga perlu dilakukan untuk evaluasi pengobatan tersebut. Biasanya

pemeriksaan biokimia tulang dilakukan 3-4 bulan setelah pengobatan.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lebih baik sedini mungkin

maksimalkan kepadatan tulang, selagi masih muda sebelum terlambat.