penyakit autoimun

24
PENYAKIT AUTOIMUN PENDAHULUAN Diagnosis penyakit autoimun ditegakkan bila keadaan autoimun (respons imun terhadap diri sendiri) berhubungan dengan pola gejala dan tanda klinik yang dikenali. Keadaan autoimun biasanya ditetapkan berdasarkan deteksi adanya antibodi yang khas dalam sirkulasi penderita. Ada dua teori utama yang menerangkan mekanisme terjadinya penyakit autoimun. Yang pertama adalah : autoimun disebabkan oleh kegagalan pada delesi normal limfosit untuk mengenali antigen tubuh sendiri. Teori yang berkembang terakhir adalah autoimun disebabkan oleh kegagalan regulasi normal dari sistem imunitas (yang mengandung beberapa sel imun yang mengenali antigen tubuh sendiri namun mengalami supresi). Nampaknya kombinasi faktor lingkungan, genetik dan tubuh sendiri berperan dalam ekspresi penyakit autoimun. 1, 2 Keberadaan penyakit autoimun pada kehamilan bukan hal yang jarang dijumpai. Beberapa penyakit autoimun dapat menimbulkan dampak yang menonjol dalam kehamilan. Yang lainnya mungkin dipengaruhi oleh kehamilan dan ada juga yang mempunyai bentuk yang khas yang berhubungan dengan kehamilan. Seorang obstetrikus harus mengetahui dengan baik penyakit autoimun yang sering ditemukan, bagaimana pengaruhnya terhadap kehamilan dan bagaimana pengaruh

Upload: dani-maryudianto

Post on 28-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

autoimun

TRANSCRIPT

Page 1: PENYAKIT AUTOIMUN

PENYAKIT AUTOIMUN

PENDAHULUAN

Diagnosis penyakit autoimun ditegakkan bila keadaan autoimun (respons

imun terhadap diri sendiri) berhubungan dengan pola gejala dan tanda klinik

yang dikenali. Keadaan autoimun biasanya ditetapkan berdasarkan deteksi

adanya antibodi yang khas dalam sirkulasi penderita.

Ada dua teori utama yang menerangkan mekanisme terjadinya penyakit

autoimun. Yang pertama adalah : autoimun disebabkan oleh kegagalan pada

delesi normal limfosit untuk mengenali antigen tubuh sendiri. Teori yang

berkembang terakhir adalah autoimun disebabkan oleh kegagalan regulasi

normal dari sistem imunitas (yang mengandung beberapa sel imun yang

mengenali antigen tubuh sendiri namun mengalami supresi). Nampaknya

kombinasi faktor lingkungan, genetik dan tubuh sendiri berperan dalam ekspresi

penyakit autoimun.1, 2

Keberadaan penyakit autoimun pada kehamilan bukan hal yang jarang

dijumpai. Beberapa penyakit autoimun dapat menimbulkan dampak yang

menonjol dalam kehamilan. Yang lainnya mungkin dipengaruhi oleh kehamilan

dan ada juga yang mempunyai bentuk yang khas yang berhubungan dengan

kehamilan. Seorang obstetrikus harus mengetahui dengan baik penyakit

autoimun yang sering ditemukan, bagaimana pengaruhnya terhadap kehamilan

dan bagaimana pengaruh kehamilan terhadap penyakit autoimun tersebut serta

apa akibat yang dapat ditimbulkan oleh penyakit ini terhadap ibu dan janinnya.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai beberapa penyakit autoimun yang

sering ditemukan dalam kehamilan.

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE)

Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit inflamasi

kronik yang idiopathic, mengenai kulit, sendi, ginjal, paru-paru, membrana

serosa, sistem saraf, hati dan berbagai organ tubuh yang lain. Seperti penyakit

Page 2: PENYAKIT AUTOIMUN

autoimun yang lain kejadiannya ditandai oleh periode remisi dan relaps. Gejala

yang paling sering ditemukan adalah kelelahan. Demam, penurunan berat

badan, myalgia dan arthralgia juga merupakan gejala yang sering ditemukan.1, 3

Prevalensi penyakit ini berkisar 5-100 per 100.000 individu, wanita

dewasa mempunyai kemungkinan 5-10 kali lebih besar untuk menderita penyakit

ini dibandingkan dengan pria. Populasi tertentu mempunyai prevalensi yang lebih

tinggi, misalnya pada wanita Amerika turunan Afrika prevalensinya tiga kali lebih

tinggi dibanding dengan wanita turunan Kaukasian.1, 3

Predisposisi genetik untuk SLE mencakup beberapa faktor. Kejadian SLE

berkisar 5-12% pada keluarga penderita SLE, pada penderita yang kembar

monozigot kejadiannya lebih dari 50%. Sejumlah petanda genetik ditemukan

lebih sering pada penderita SLE dibanding kelompok kontrol, meliputi HLA-B8,

HLA-DR3 dan HLA-DR2. Penderita SLE juga mempunyai frekuensi defisiensi

protein komplemen C2 dan C4 yang lebih tinggi.2

Diagnosis

Diagnosis SLE ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan dikonfirmasi

dengan pemeriksaan antibodi yang beredar dalam sirkulasi. Sejumlah antibodi

dikenali berhubungan dengan kejadian SLE, yang terutama adalah antinuclear

antibodi (ANA). Dahulu dikenali faktor serum yang menyebabkan fenomena

lupus erythematosus (LE), suatu autoantibodi yang diketahui melawan

nukleoprotein (DNA-histone), namun saat ini fenomena sel LE tidak penting

untuk diagnosis dan sudah digantikan oleh pemeriksaan immunofluorescent

terhadap ANA yang berperan sebagai uji saring dalam diagnostik awal terhadap

penderita yang dicurigai menginap SLE.1

Antibodi terhadap DNA untai ganda merupakan pemeriksaan yang paling

spesifik untuk SLE dan ditemukan pada 80-90% penderita yang tidak diobati.

Peningkatan kadar antibodi ini berhubungan dengan eksaserbasi penyakit dan

persalinan prematur. Antibodi terhadap DNA untai tunggal juga meningkat pada

penderita SLE yang tidak diobati namun kurang spesifik dibanding antibodi DNA

untai ganda.1-3

2

Page 3: PENYAKIT AUTOIMUN

Tabel 1. Frekuensi gejala klinis SLE (dikutip dari kepustakaan 1 )

Gejala Penderita (%)

KelelahanDemamArthralgia, arthritisMyalgiaPenurunan berat badanKulit :

- ruam berbentuk kupu-kupu- fotosensitif- lesi membran mukosa

Komplikasi ginjalParu-paru:

- pleurisy- efusi- pneumonitis

Jantung (perikarditis)LymphadenopathySSP- kejang- psikosis

80-10080-100

9570

>60

50603550

5025

5-1010-50

50

15-20< 25

Pada tahun 1971 American Rheumatism Association (ARA) membuat

kriteria diagnosis SLE yang kemudian di revisi pada tahun 1982. Untuk

menegakkan diagnosis SLE diperlukan minimal 4 dari 11 kriteria pada satu kali

pemeriksaan atau pada pemeriksaan serial. Kriteria – kriteria ini sangat sensitif

dan spesifik untuk SLE namun perlu diketahui bahwa kriteria ini jangan pernah

diharapkan untuk membentuk sine quo non untuk diagnosis SLE.1, 2

Klasifikasi ARA untuk diagnosis SLE : 1

Malar rash

Discoid rash

Photosensitivity

Oral ulcers

Arthritis (non-deforming arthritis)

Serositis (pleuritis and/ or pericarditis)

Renal disorder (proteiuria >0,5 g/day or celluler casts)

Neurological disorder (psychosis and/or seizures)

3

Page 4: PENYAKIT AUTOIMUN

Hematological disorder (leukopenia or lymphopenia / hemolitic anemia /

thrombocytopenia)

Immunological disorder (anti-DNA / anti SM/LE cell/ false positive STS)

Antinuclear antibody

Risiko maternal

Risiko yang paling ditakuti pada masa kehamilan adalah eksaserbasi SLE.

Deteksi eksaserbasi SLE pada masa kehamilan sulit dilakukan karena

manifestasi khas dari eksaserbasi mungkin merupakan hal yang normal pada

kehamilan. Penelitian yang dilakukan Garenstein dkk menemukan bahwa risiko

eksaserbasi 3 kali lebih besar pada 20 minggu pertama kehamilan dan 6 kali

lebih besar pada 8 minggu pertama postpartum dibanding dengan masa 32

minggu sebelum konsepsi.1, 2, 4

Beberapa penelitian menemukan angka kematian janin pada penderita

SLE relatif tinggi, sehingga disarankan agar penderita SLE tidak boleh hamil.

Secara keseluruhan sekitar 15-60% penderita SLE akan mengalami eksaserbasi

dalam masa kehamilan dan postpartum, namun untungnya tigaperempatnya

bersifat ringan sampai sedang dan dapat diobati dengan glukokortikoid dosis

ringan sampai sedang.1, 3

Devoe dkk menemukan bahwa eksaserbasi ditandai dengan penurunan

kadar C3 dan C4, sedang Lockshin dkk menemukan bahwa kadar Cls-C1

inhibitor complex yang seharusnya meningkat akan menetap pada kebanyakan

wanita hamil dengan hypocomplementemia, namun ada pula penelitian lain yang

menemukan hypocomplementemia pada kehamilan tanpa SLE dan tidak

memprediksi luaran janin yang buruk. Tomer dkk menemukan peningkatan kadar

anti-dsDNA berhubungan dengan risiko eksaserbasi dan persalinan prematur,

mereka juga menemukan bahwa peningkatan kadar anti-dsDNA dan antibodi

antikardiolipin meningkatkan risiko abortus.1

Penyakit ginjal merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada

SLE (50%). Pada umumnya dianggap bahwa lupus nephritis (LN) berhubungan

dengan deposisi kompleks imun yang mengakibatkan aktivasi komplemen dan

4

Page 5: PENYAKIT AUTOIMUN

kerusakan inflamasi jaringan pada ginjal yang ditandai dengan gejala proteinuria

pada 75% penderita, dan sekitar 40% dengan hematuria dan pyuria, serta

sepertiganya dengan urinary cast. Hasil biopsi ginjal sangat penting untuk

menentukan pengobatan dan prognosis. Laporan penelitian terdahulu

menyebutkan bahwa LN merupakan kontributor utama untuk morbiditas dan

mortalitas ibu. Gambaran patologi biopsi ginjal berupa : diffuse proliferative

glomerulonephritis (DPGN), focal proliferative glomerulonephritis, membranous

glomerulonephritis dan mesangial nephritis.1, 2

Secara keseluruhan pada 20-30% kehamilan dengan SLE terjadi

komplikasi pregnancy induced hypertension (PIH), penyebabnya belum diketahui

namun mungkin didasari oleh penyakit ginjal yang merupakan suatu faktor yang

berhubungan dengan PIH. Pemakaian kortikosteroid dosis tinggi (> 30 mg

prednison) selama kehamilan mungkin pula merupakan faktor predisposisi

terjadinya PIH.1, 4

Risiko pada janin

Kematian janin merupakan salah satu risiko SLE pada kehamilan, hal ini

mungkin berhubungan dengan disfungsi plasenta yang dibuktikan dengan

peningkatan alfa fetoprotein dalam serum ibu hamil yang menderita SLE

dibandingkan dengan ibu hamil normal. Penelitian prospektif yang dilakukan oleh

Lockshin dkk menemukan lebih dari 20% kematian janin terjadi pada trimester

kedua dan ketiga, namun Wong dkk menemukan tidak ada kematian janin pada

19 kehamilan dengan SLE yang berlanjut.1

Pada satu penelitian ditemukan bahwa antibodi antiphospolipid

merupakan indikator yang sensitif untuk kegawatan janin dan kematian janin.

Antibodi antiphospholipid ditemukan pada 10 dari 11 penderita dengan kematian

janin dalam rahim dan mempunyai nilai prediksi postif lebih dari 50%.1, 2

Persalinan prematur lebih sering ditemukan pada penderita SLE

dibandingkan dengan ibu hamil normal terutama pada ibu hamil dengan

komplikasi eksaserbasi. Mintz dkk menemukan 23% kehamilan yang berakhir

dengan gangguan pertumbuhan janin termasuk 4 kasus lahir mati. SLE dengan

5

Page 6: PENYAKIT AUTOIMUN

komplikasi lupus nephritis meningkatkan kejadian restriksi pertumbuhan janin

dalam rahim.1, 3

Neonatal lupus erythematosus (NLE) merupakan kejadian yang jarang

(1:20.000 kelahiran hidup) merupakan kondisi yang ditandai dengan

abnormalitas kulit, jantung dan hematologik. Lesi kulit adalah kelainan yang

paling sering ditemukan ditandai dengan bercak bulat atau elips. Kelainan

jantung yang berhubungan dengan NLE adalah congenital complete heart block

(CCHB) dan endocardial fibroelastosis, dengan gejala bradikardia 60-80 denyut

permenit yang ditemukan pada kehamilan 16-25 minggu. Dapat terjadi hidrops

fetalis yang tergantung pada derajat fibrosis endomyocardial dan disfungsi

miokard. Oleh karena lesi yang permanen pada CCHB maka diperlukan

pemasangan pacu jantung untuk meningkatkan harapan hidup neonatus.1, 3

Penanganan

Pada masa pra kehamilan diperlukan konseling untuk menjelaskan risiko

SLE pada kehamilan baik terhadap ibu maupun janin yang dikandung. Idealnya

untuk hamil pasien harus dalam keadaan remisi dan tidak mendapat terapi obat-

obat sitotoksik dan NSAID, dan dilakukan pemeriksaan darah dan urin untuk

menyingkirkan adanya anemia, trombositopenia dan penyakit ginjal yang

mendasari. Pada masa kehamilan ibu hamil penderita SLE harus diperiksa tiap 2

minggu sekali pada trimester I dan II serta tiap minggu pada trimester III. Pada

setiap kunjungan harus ditanyakan tentang aktivitas tanda dan gejala SLE.1, 3

Berhubungan dengan risiko insufisiensi uteroplasenter maka dianjurkan

untuk melakukan pemeriksaan USG tiap 4-6 minggu sejak kehamilan 18-20

minggu. Penilaian kesejahteraan janin harus dilakukan pada kehamilan 30-32

minggu. Pada pasien dengan eksaserbasi, hipertensi, proteinuria, pertumbuhan

janin terhambat dan APS dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan USG yang

lebih sering dan pada usia kehamilan yang lebih dini (24-25 minggu).1, 3

Bila eksaserbasi terjadi pada masa persalinan maka dianjurkan

pemberian hidrokortison 100 mg /iv tiap 8 jam. Kehadiran neonatologist dalam

persalinan diperlukan sehubungan dengan kemungkinan komplikasi CCHB dan

6

Page 7: PENYAKIT AUTOIMUN

manifestasi lupus neonatal yang lain. Pengobatan yang diberikan pada masa

persalinan diteruskan sampai postpartum, penyesuaian dosis obat dapat

dilakukan dalam rawat jalan.1

ANTIPHOSPHOLIPID SYNDROME (APS)

Adalah suatu keadaan autoimun yang ditandai dengan produksi antibodi

antiphospholipid dalam kadar sedang sampai tinggi dan dengan gambaran klinis

tertentu seperti trombosis (vena maupun arteri termasuk stroke), trombositopenia

autoimun dan abortus. Kemungkinan terjadinya APS lebih sering pada penderita

dengan penyakit autoimun seperti SLE disebut APS sekunder, namun dapat pula

terjadi pada wanita yang tidak mempunyai penyakit autoimun (APS primer).1, 3

Diagnosis

Pemeriksaan laboratorium APS masih sulit dan membingungkan,

kendalanya karena hanya sedikit laboratorium yang dapat melakukan

pemeriksaan dengan kualitas yang baik. Pemeriksaan antibodi antiphospholipid

dan lupus anticoagulant (LA) harus dilakukan bersama berhubung karena hanya

20% penderita APS yang dengan lupus anticoagulant positif. Pada tahun 1987

telah dibuat kesepakatan pada International Anti-Cardiolipin Workshop mengenai

interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium yang dilaporkan secara

semikuantitatif dan dibagi menjadi, negatif, positif rendah, positif sedang dan

positif tinggi. Pemeriksaan yang dilakukan adalah IgG aCL, IgM aCL dan IgA

aCL. Mayoritas penderita APS mempunyai LA dan IgG aCL.1, 2

Beberapa peneliti memperkirakan bahwa LA dan aCL merupakan

immunoglobulin yang sama yang dideteksi dengan metode pemeriksaan yang

berbeda sebab mereka menemukan bahwa pada penderita APS ditemukan

salah satu dari LA atau aCL namun tidak pernah menemukan keduanya

bersamaan.1

Pemeriksaan lain yang ditawarkan saat ini adalah 2-glycoprotein I (2-

GPI) yang relevan dengan antigen aPL. Banyak peneliti saat ini meyakini bahwa

aPL bekerja melawan glycoprotein ini atau lebih mungkin terhadap glycoprotein

7

Page 8: PENYAKIT AUTOIMUN

ini dan phospholipid, namun belum ada bukti bahwa pemeriksaan ini mempunyai

informasi diagnostik yang lebih baik dari pemeriksaan LA dan aCL.1-3

Tabel 2. Kriteria klinis untuk sindroma antiphospholipid (dikutip dari kepustakaan 4)

Kriteria diagnostikDitemukan satu atau lebih :Thrombosis vena / arteriAbortus berulangPersalinan prematur sebelum 34 minggu yang berhubungan dengan preeklamsia atau PJTGambaran klinis lainTrombositopenia dan anemia hemolititkLivedo reticularisGangguan di otak khusunya epilepsi, infark otak, chorea dan migrainPenyakit katup jantung khususnya katup mitralHipertensiHipertensi pulmonalUlkus di tungkai bawah

Risiko maternal

Berbagai penelitian retrospektif memastikan adanya hubungan antara aPL

dan trombosis vena serta arteri. Kejadian trombosis vena berkisar 65-70%

terutama pada ekstremitas bawah.1

Ada hubungan yang kuat antara LA dan aCL dengan vaskulopathy

desidua, infark plasenta, restriksi pertumbuhan janin, preeklamsia dini dan

abortus berulang. Seperti pada lupus, penderita penyakit ini juga mempunyai

insiden yang tinggi untuk terjadinya trombosis vena dan arteri, trombosis

cerebral, anemia hemolitik, trombositopenia dan hipertensi pulmonal.2, 4

Menurut Chamley (1997) kerusakan platelet mungkin disebabkan

langsung oleh antibodi antiphospholipid, atau secara tidak langsug oleh ikatan

antara antibodi ini dengan 2-glycoprotein yang menyebabkan platelet mudah

mengalami agregasi. Agregasi in akan menyebabkan pembentukan trombus.2

Data penelitian prospektif yang dilakukan di Universitas Utah

menunjukkan insiden trombosis dan stroke pada ibu hamil dengan sindroma ini

masing-masing 5% dan 12%. Pada penderita APS dengan kehamilan juga

tampak peningkatan kejadian preeklamsia. Beberapa penelitan dilakukan untuk

8

Page 9: PENYAKIT AUTOIMUN

menentukan adanya antibodi antiphospholipid pada penderita preklamsia, pada

satu penelitian tidak ditemukan hubungan antara antibodi antiphospholipid

dengan kejadian preeklamsia sedang pada 4 penelitian yang lain ditemukan 11,7

– 17% penderita preeklampsia mempunyai kadar antibodi antiphospolipid yang

bermakna.1, 3

Risiko janin

Beberapa penelitan terdahulu memberi perhatian terhadap hubungan

antara kematian janin antara 10 –12 minggu dengan aPL, hasilnya lebih dari

90% wanita dengan APS dan kematian janin mempunyai paling sedikit 1 kali

riwayat kematian janin.1, 3

Akibat lain yang ditimbulkan oleh APS terhadap janin adalah gangguan

pertumbuhan janin, bahkan pada penderita yang mendapat pengobatan.

Kejadian gangguan perrtumbuhan janin pada bayi yang lahir hidup hampir

mencapai 30%. Fetas distress juga relatif sering ditemukan pada APS, dan

walaupun telah mendapat pengobatan, 50% janin yang dilahirkan oleh ibu

penderita APS akan mengalami fetal distress. Demikian pula dengan persalinan

prematur yang banyak ditemukan pada penderita APS, pada penelitian dengan

jumlah sampel yang besar terhadap ibu hamil penderita APS yang telah diobati,

sepertiganya melahirkan pada atau sebelum usia kehamilan 32 minggu 1

Penanganan

Ibu hamil penderita APS harus kontrol tiap 2 minggu pada paruh pertama

kehamilan dan tiap minggu sesudahnya. Pemeriksaan USG dilakukan tiap 3-4

minggu sejak kehamilan 17-18 minggu untuk memantau gangguan pertumbuhan

janin, oligohidramnion dan abnormalitas pada doppler arteri umbilikalis.

Pemantauan kesejahteraan janin dilakukan sejak kehamilan 26-28 minggu.1, 2

Dahulu pengobatan dilakukan dengan pemberian prednison dan aspirin

dosis rendah namun pengobatan terkini adalah pemberian heparin dengan berat

molekul rendah dengan atau tanpa aspirin.1-3

9

Page 10: PENYAKIT AUTOIMUN

Risiko trombosis pada penderita APS mencapai 70%. Wanita dengan

riwayat APS dan tromboembolisme sebelumnya mempunyai risiko yang sangat

tinggi dalam kehamilan dan masa nifas dan perlu mendapat tromboprofilaksis

antenatal berupa heparin dengan berat molekul rendah 40 mg per hari.4

RHEUMATOID ARTHRITIS

Rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit arthritis yang kronik pada

sendi synovial yang mengenai 1/10.000 orang di Amerika Serikat dengan rasio

wanita : pria 3:1 dan prevalensi terbanyak pada umur 35-45 tahun. Penyakit ini

mengenai sendi pergelangan tangan, lutut, bahu, metakarpal-phalangeal dengan

perlangsungan progresif lambat yang ditandai dengan eksaserbasi dan remisi.

Sampai sekarang etiologinya belum diketahui, pada pemeriksaan histologi

tampak synovial diinflitrasi oleh sel-sel inflamasi khususnya limfosit. Ditemukan

anti bodi yang khas disebut rheumatoid factor yang bereaksi dengan antigen

membentuk kompleks imun yang ditemukan pada synovial dan cairan pleura.

Kerusakan inflamasi yang terjadi pada synovial menimbulkan perubahan erosif

yang khas pada sendi.1, 2

Risiko maternal

Hubungan antara rheumatoid arthritis (RA) dan kehamilan sangat menarik

kerena dalam masa kehamilan penyakit ini menunjukkan perbaikan yang

dramatis. Berbagai penelitian menunjukkan sedikitnya 50% pasien dengan RA

yang menunjukkan perbaikan pada sedikitnya 50% kehamilan mereka.

Perbaikan ini dimulai pada trimester pertama dan mencapai puncaknya pada

trimester dua dan tiga, namun walaupun gejala penyakit ini menunjukkan

perbaikan tetapi fluktuasi jangka pendek tetap terjadi seperti pada penderita

yang tidak hamil. Tidak ada pemeriksaan laboratorium atau tanda klinis yang

dapat memperkirakan adanya perbaikan RA dalam kehamilan. Ada sekitar

seperempat penderita yang tidak menunjukkan perbaikan selama kehamilan,

dan sejumlah kecil penderita malah menunjukkan gejala yang makin berat.

Sayangnya hampir tiga perempat penderita yang telah menunjukkan perbaikan

10

Page 11: PENYAKIT AUTOIMUN

dalam masa kehamilan akan mengalami relaps dan beberapa bulan

postpartum.1-3

Kortisol plasma yang meningkat selama kehamilan dan mencapai

puncaknya pada saat aterm mungkin merupakan faktor penting dari terjadinya

perbaikan RA. Beberapa pendapat mengatakan bahwa protein yang beredar

dalam sirkulasi dalam jumlah yang tinggi atau khas terhadap kehamilan dapat

memperbaiki gejala RA, misalnya prenancy associated 2- glycoprotein dan -

globulin yang dihasilkan oleh plasenta. Sedang pendapat lain mengatakan

bahwa plasenta mungkin menyebabkan perubahan pada RA dengan

membersihkan kompleks imun atau mungkin modifikasi globulin imun selama

kehamilan merubah aktifitas inflamasinya.1, 2

Risiko Janin

Rheumatoid arthritis mungkin tidak berdampak pada fertilitas, sekitar 15-

20% ibu hamil dengan RA akan mengalami abortus, angka ini mungkin sedikit

tinggi atau tidak berbeda dengan wanita normal, beberapa penelitian

mendapatkan hasil yang berbeda, namun penderita RA tidak menunjukkan risiko

yang bermakna untuk terjadinya persalinan prematur, preeklamsia dan

gangguan pertumbuhan janin.1, 2

Penanganan

Penanganan pada wanita yang tidak hamil sama dengan penanganan

penyakit autoimun yang lain. Seperti dengan penderita SLE maka penderita RA

yang hamil harus memeriksakan diri ke dokter tiap 2-4 minggu sepanjang

kehamilannya. Istirahat merupakan faktor penting dalam penanganan RA, terapi

fisik diperlukan pada penderita yang tidak menunjukkan perbaikan dengan

kehamilan.1

Untuk analgesia sebaiknya digunakan acetaminophen. NSAID dan aspirin

sedapat mungkin dihindari karena dapat mengakibatkan gangguan hemostasis,

kehamilan yang memanjang dan penutupan duktus arteriosus yang dini.

Pemberian prednison dosis rendah menunjukkan hasil yang efektif namun tidak

11

Page 12: PENYAKIT AUTOIMUN

boleh digunakan untuk jangka panjang. Obat-obat lain yang sering diberikan

pada penderita RA yang progresif seperti hydroxychloroquine, sulfasalazine, D-

penicillamine dan methotrexate merupakan kontraindikasi untuk kehamilan.1

Perlu kewaspadaan bila pars servikalis dari kolumna vertebralis yang

terkena karena dapat terjadi subluksasi karena kelemahan sendi. Bila mengenai

sendi panggul maka dapat menghambat persalinan pervaginam.2

SYSTEMIC SCLEROSIS

Merupakan penyakit yang jarang, dikenal pula dengan nama lain

scleroderma, yang ditandai dengan fibrosis kulit, pembuluh darah dan organ

viscera yang progresif. Prevalensi penyakit ini 1 : 10.000 dengan rasio wanita :

pria 3 :1 pada kelompok umur 15 - 44 tahun. Penyebabnya belum diketahui,

namun target utama dari penyakit ini adalah sel endotel, suatu faktor serum yang

toksik terhadap endotel telah ditemukan pada beberapa penderita.1, 2

Gambaran klinisnya bervariasi dan morbiditas penyakit ini tergantung

pada luasnya permukaan kulit dan organ dalam yang terkena. Sering ditemukan

fenomena Raynauld khususnya pada pasien dengan sindroma CREST

(calcinosis pada kulit, fenomena Raynauld, dismotilitas esofagus, sclerodactyly

dan telangiectasis). Penderita dengan penyakit yang difus akan menampakkan

gejala arthritis pembengkakan tangan dan jari serta penebalan kulit yang dimulai

pada jari dan tangan dan bisa meluas ke muka dan leher. Pada kelainan yang

berat maka permukaan kulit yang terkena lebih luas dan terjadi deformitas pada

tangan dan jari. Fenomena Raynauld dan kerusakan organ dalam yang terkena

menandakan adanya fibrosis arteriole dan arteri-arteri kecil, sehingga bila terjadi

respons vasokonstriksi karena berbagai rangsangan seperti udara yang dingin

akan menyebabkan obliterasi pembuluh darah yang komplit.1-3

Pada sebagian besar penderita ditemukan ANA (anti-nuclear antibody)

namun anti-ANA tidak ditemukan, hampir setengah penderita mempunyai serum

cryoglobulin. Antibodi terhadap centromere ditemukan pada penderita dengan

sindroma CREST namun tidak ditemukan pada kelainan yang difus.1

12

Page 13: PENYAKIT AUTOIMUN

Risiko Maternal

Insiden penyakit ini dalam kehamilan tidak diketahui, dalam literatur

dilaporkan tidak lebih dari 150 kehamilan dengan systemic sclerosis (SSc).

Beberapa kepustakaan terdahulu melaporkan dampak negatif SSc pada

kehamilan berupa krisis renal, namun sulit untuk menentukan perubahan pada

kehamilan oleh SSc karena banyak gejala pada kehamilan yang sama dengan

gejala SSc misalnya edem dan refluks gastrointestinal.1

Walaupun penelitian yang dilakukan Steen dkk menemukan sedikit

peningkatan persalinan prematur, restriksi pertumbuhan janin dan kematian

perinatal namun nampaknya kehamilan pada penderita SSc tidak menimbulkan

masalah bila tidak disertai kelainan ginjal, jantung dan paru. Pada penyakit yang

berat dapat menimbukan masalah pada penyembuhan luka.1, 2

Kematian maternal dapat disebabkan oleh scleroderma yang progresif

dengan komplikasi pada paru-paru, infeksi, hipertensi dan kegagalan jantung.4

Risiko janin

Diduga dampak yang ditimbulkan pada mikrovaskuler dan gangguan pada

ginjal dapat mengakibatkan preeklamsia dan gangguan pertumbuhan janin. Ada

satu penelitan melaporkan kejadian preeklamsia 48% pada penderita SSc

namun penelitian lain melaporkan insiden preeklamsia sebesar 6%, dan

gangguan pertumbuhan janin 10%.1

Penanganan

Penderita SSc dengan gangguan kardiopulmoner serta gangguan ginjal

dianjurkan untuk tidak hamil, dan pada penderita yang hamil dianjurkan untuk

melakukan terminasi kehamilan. Hingga saat ini belum ada pengobatan yang

memuaskan, pada penderita dengan fenomena Raynauld diberikan vasodilator,

dan pada SSc difusa diberikan terapi glukokortikoid seperti pada penderita SLE

namun kortikosteroid hanya bermanfaat pada myositis inflamatory dan anemia

hemolititk.1-3

13

Page 14: PENYAKIT AUTOIMUN

MYASTHENIA GRAVIS

Myasthenia gravis adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai oleh

kelemahan dari otot wajah, orofaringeal, ekstraokuler dan otot anggota gerak.

Kelemahan dari otot-otot wajah dapat menyebabkan kesukaran untuk

tersenyum, mengunyah dan berbicara. Tanda utama dari penyakit ini adalah

peningkatan kelemahan otot pada aktivitas otot yang berulang. Merupakan

penyakit yang jarang dengan insiden 1 per 100.000, wanita dua kali lebih banyak

dibanding pria. 1-3

Penyebabnya diduga karena serangan autoimun terhadap reseptor

asetilkolin pada neuro-muscular junction. Antibodi terhadap reseptor asetilkolin

atau receptor-decamethonium complex (anti-AchR) ditemukan dalam serum dari

tigaperempat penderita Myasthenia gravis (MG).1

Abnormalitas thymus juga ditemukan pada sebagian besar penderita MG,

sekitar 75% dengan hiperplasia folikel kelenjar dan 10-15% dengan tumor thymic

jenis lymphoblastic atau epithelial. Tindakan thymectomy menyebabkan remisi

dan perbaikan pada masing-masing 35% dan 50% penderita sehingga diduga

MG berhubungan dengan serangan autoimun terhadap antigen pada thymus dan

motor endplate atau abnormal clone dari sel-sel imun di thymus.1

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis dan

prosedur konfirmasi diagnostik, dengan pemberian antikolinesterase kerja

pendek (endrophonium) 210 mg intravena maka kekuatan otot secara dramatis

dapat dipulihkan. Tes lain yang lebih canggih dengan elektromyografi serabut

tunggal dan pemeriksaan rangsangan saraf berulang.1

Risiko maternal

Stres emosional yang biasa dialami dalam kehamilan dapat memperburuk

efek MG, demikian pula pembesaran uterus dan elevasi diafragma dapat

menyebabkan hipoventilasi relatif pada bagian bawah paru, hal ini dapat

menambah masalah pada penderita dengan gangguan respirasi. Stres yang

disebabkan oleh infeksi berat seperti pyelonefritis dapat menyebabkan

eksaserbasi MG.1, 2

14

Page 15: PENYAKIT AUTOIMUN

Perjalanan penyakit MG dalam kehamilan tidak dapat diprediksi. Plauche

menemukan bahwa 40% wanita dengan MG mengalami eksaserbasi pada saat

kehamilan, 30% tidak menunjukkan perubahan, dan 30% mengalami

eksaserbasi postpartum yang biasanya terjadi tiba-tiba dan berakibat serius.

Angka kematian maternal pada penderita MG berkisar 4%.1, 3

Risiko Janin

Plauche menemukan bahwa angka abortus dan kematian janin pada

penderita MG tidak berbeda dengan populasi normal, namun angka persalinan

prematur meningkat. Alasan teoritis terjadinya persalinan prematur ini karena

obat antikolinesterase mempunyai kerja seperti oksitosin. 1

Pasase transplasenter dari antibodi anti-AChR dapat menyebabkan MG

pada janin dan neonatus. Ditemukan tiga kasus arthrogryposis, dan juga

ditemukan hydramnion yang disebabkan gangguan menelan pada janin.

Donaldson dkk menduga kejadian MG pada janin relatif jarang karena adanya

alfa fetoprotein yang menghambat kerja anti-AChR terhadap AChR.1, 3

Penanganan

Antikolinesterase merupakan pilihan pertama dalam pengobatan MG.

Dahulu digunakan neostigmin (Prostigmin) namun karena waktu paruhnya

singkat maka saat ini yang digunakan adalah pyridostigmin (Mestinon) yang

mempunyai waktu paruh yang panjang. Glukokortikoid pada umumnya juga

efektif, dan banyak ahli yang menganjurkan pemberian dosis tinggi (prednison

60-80 mg/hari) yang kemudian di kurangi secara bertahap. Thymectomy

menghasilkan perbaikan namun mekanisme kerjanya belum jelas.1, 2

Dalam masa kehamilan pasien dianjurkan memeriksakan diri secara

teratur tiap 2 minggu pada trimester pertama dan kedua serta tiap minggu pada

trimester ketiga. Hindari stres fisik dan emosional serta pemakaian beberapa

jenis obat yang dapat menyebabkan eksaserbasi akut dari MG (tabel 3).1

Myasthenia gravis tidak mengenai otot polos sehingga tidak

mempengaruhi kala I persalinan, namun pada kala II MG dapat menyebabkan

15

Page 16: PENYAKIT AUTOIMUN

pengaruh pada upaya mengejan, namun rata-rata lama persalinan pada

penderita MG dalam batas normal. Semua pasien MG harus dikonsultasikan

pada ahli anestesi sejak awal kehamilan. Anestesi epidural mungkin merupakan

cara yang terbaik sebab mengurangi kebutuhan analgesia, mencegah terjadinya

kecemasan dan kelelahan dan sangat baik untuk persalinan tindakan dengan

forcep.1, 2

Tabel 3. Daftar obat-obat yang dapat menyebabkan terjadinya eksaserbasi atau kelemahan otot pada pasien dengan myasthenia gravis. (dikutip dari kepustakaan 1)

Garam magnesiumAminoglycosidHalothanePropranololTetracyclineBarbituratGaram lithiumTrichloethylene

CholistinPolymyxin BQuinineLincomycinProcainamideEtherPenicillamine

Penutup

Telah dibicarakan beberapa jenis penyakit autoimun yang sering dijumpai

dan komplikasi serta penanganannya dalam masa kehamilan.

16

Page 17: PENYAKIT AUTOIMUN

DAFTAR PUSTAKA

1. Branch D, Porter T. Autoimune disease. In: James D, Steer P, Weiner C,

Gonik B, editors. High risk pregnancy management option. 2 nd ed. New

York: W.B Saunders; 2000. p. 853-84.

2. Cunningham F, MacDonald P, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, Hankins

Gea. Connective tissue disorders. In: Williams Obstetrics. 21 st ed. New

York: McGraw Hill; 2001. p. 1383-99.

3. Blinder M. Hematological diseases. In: Winn H, Hobbins J, editors. Clinical

maternal-fetal medicine. 1 st ed. New York: Parthenon Publishing Group;

2000. p. 437-50.

4. Letsky E. Coagulation defects in pregnancy and puerperium. In:

Chamberlain G, Steer P, Breat G, Chang A, Johnson M, Neilson J,

editors. Turnbull's obstetrics. 3 rd ed. London: Churchill Livingstone; 2001.

p. 311-29.

17