pengaruh manajemen pengelolaan obat terhadap …

52
PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP PENGGUNAAN OBAT RASIONAL PENYAKIT HIPERTENSI DI PUSKESMAS RUSUNAWA KOTA BANDUNG SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Sarjana Farmasi (S1) pada Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari Oleh : ANGGUN PRATIWI D1A181692 UNIVERSITAS AL-GHIFARI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN FARMASI BANDUNG 2020

Upload: others

Post on 04-Nov-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

1

PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP

PENGGUNAAN OBAT RASIONAL PENYAKIT HIPERTENSI

DI PUSKESMAS RUSUNAWA KOTA BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Sarjana Farmasi (S1) pada

Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari

Oleh :

ANGGUN PRATIWI

D1A181692

UNIVERSITAS AL-GHIFARI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN FARMASI

BANDUNG

2020

Page 2: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

2

Page 3: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

3

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaarahkatuh

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanna wa ta’ala atas

berkat rahmat dan hidayahnya sehingga penulis menyelesaikan tugas skripsi yang

berjudul “PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT

TERHADAP PENGGUNAAN OBAT RASIONAL PENYAKIT

HIPERTENSI DI PUSKESMAS RUSUNAWA KOTA BANDUNG ”.

Adapun penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam

mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Al-Ghifari, Bandung.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima

kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Dr. H. Dindin Muhafidin, M.Si. selaku Rektor Universita Al-Ghifari

Bandung.

Page 4: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

4

2. Bapak Ardian Baitariza, M.Si., Apt. selaku Dekan Falkultas Matematika

Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Farmasi Universitas Al-Ghifari

Bandung.

3. Ibu Ginayanti Hadisoebroto, M,Si., Apt. selaku Dekan Falkultas

Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Farmasi Universitas Al-

Ghifari Bandung.

4. Ibu Sri Setiatjahjati, S. Si., M. M.Kes., Apt selaku Dosen Pembimbing I

yang selalu membimbing, membantu, memberi dukungan dan

mendampingi hingga selesainya skripsi ini.

5. Ibu Suharti, S.Si.,M.Farm.,Apt selaku pembimbing II yang selalu

membimbing, memberi dukungan dan mendampingi hingga selesainya

skripsi ini.

6. Keluarga tercinta yang telah memberikan do’a restu, dukungan moral,

motivasi, semangat dan materi.

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Falkultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universita Al-Ghifari Bandung.

8. Teman-teman Program Studi Farmasi Falkultas Matematika Dan Ilmu

Pengetahuan Alam Jurusan Farmasi Universitas Al-Ghifari Bandung

angakatan 2018 khususnya kelas Konversi Pontianak terima kasih untuk

kebersamaannya, motivasi, semangat, kekeompakan, dan kebaikan kalian

hingga selesai skripsi ini.

Page 5: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

i

9. Sahabat dan juga teman seperjuangan terima kasih atas kebersamaan, kerja

sama dalam bentuk tindakan, pikiran, kekompakan dan kebaikan sehingga

selesinya skripsi ini.

10. Serta semua pihak yang telah membanu penulis selama penyususnan skripsi

ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua

pihak demi kesmpurnaan skripsi ini. Harapan dari penulis semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa-mahasiswa dan pembaca.

Bandung, Januari 2020

Penulis

Page 6: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

i

ABSTRAK

Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang abnormal. Ketersediaan obat

merupakan sumber daya manajemen pengelolaan obat yang harus terpenuhi di

Puskesmas. Pengelolaan obat di Puskesmas merupakan hal yang sangat penting

yang perlu diperhatikan, mengingat dengan pengelolaan yang tidak sesuai dengan

prosedur yang tepat akan terjadi masalah, tumpang tindih anggaran dan pemakaian

yang tidak tepat guna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

manajemen pengelolaan obat terhadap penggunaan obat rasional penyakit

Hipertensi di Puskesmas Rusunawa Kota Bandung. Mengidentifikasi faktor

manajemen pengelolaan obat terhadap beberapa kriteria penggunaan obat rasional

di Puskesmas Rusunawa Kota Bandung. Metode yang digunakan adalah deskriptif

non eksperimental dengan pengambilan data secara retrospektif. Data dianalisis

secara statisti menggunakan uji Chi-Square dengan taraf signifikasi 0,05. Data

diperoleh observasi dokumen obat Puskesmas bulan Januari – Maret tahun 2019.

Berdasarkan uji Chi-Square tidak terdapat pengaruh signifikan (sig p> 0,05) antara

Manajemen pengelolaan obat terhadap penggunaan obat rasional yang digunakan,

yaitu ketepatan obat, dosis, polifarmasi dan interaksi obat pada pasien Hipertensi di

Puskesmas Rusunawa Kota Bandung.

Kata kunci : manajemen pengelolaan obat, rasionalitas obat, puskesmas

Page 7: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

ii

ABSTRACT

Hypertension is abnormally high blood pressure. Drug availability is a drug

management management resource that must be fulfilled at the Puskesmas. Drug

management at the Puskesmas is a very important matter that needs attention,

considering that with management that is not in accordance with the right

procedures there will be problems, overlapping budgets and inappropriate usage.

This study aims to determine the effect of drug management on rational drug use

for hypertension at the Rusunawa Health Center, Bandung City. Identify drug

management management factors against several criteria for rational drug use in

Rusunawa Health Center, Bandung City. The method used was descriptive non-

experimental with retrospective data collection. Data were analyzed statistically

using the Chi-Square test with a significance level of 0.05. The data were obtained

from Puskesmas drug document observations from January to March 2019. Based

on the Chi-Square test there was no significant effect (sig p> 0.05) between drug

management on rational drug use, namely drug accuracy, dosage, polypharmacy

and interactions. drugs in hypertensive patients at the Public Health Center

Rusunawa Bandung.

Keywords: management of drug management, drug rationality, puskesmas

Page 8: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. i

ABSTRACT ............................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL................................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4

2.1 Penyakit .................................................................................................. 4

2.2 Definisi Hipertensi ................................................................................. 4

2.3 Penatalaksanaan Penyakit Hipertensi ..................................................... 6

2.3.1 Amlodipin..................................................................................... 6

2.4 Puskesmas .............................................................................................. 8

2.5 Manajemen Puskesmas ........................................................................ 10

2.5.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai.... 12

2.5.2 Pelayanan Farmasi Klinik .......................................................... 15

2.6 Pengobatan Obat Rasional ................................................................... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 20

3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 20

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 20

3.3 Populasi Sampel ................................................................................... 20

3.4 Alat dan Bahan ..................................................................................... 21

3.5 Kriteria Inklusi ..................................................................................... 21

3.6 Kriteria Eksklusi................................................................................... 22

3.7 Variabel Penelitian ............................................................................... 22

3.8 Definisi Oprasional .............................................................................. 22

3.9 Analisis Data ........................................................................................ 23

Halaman

Page 9: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

iv

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................. 25 4.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ...................................... 25

4.2 Distribusi Berdasarkan Usia ................................................................. 27

4.3 Kriteria Pasien ...................................................................................... 28

4.4 Evaluasi Kerasionalan Pengobatan ...................................................... 29

4.5 Pengaruh Manajemen Pengelolaan Obat Terhadap Pengaruh Obat

Rasional ...................................................................................................... 32

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 36 5.1 Simpulan .............................................................................................. 36

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 37

LAMPIRAN .......................................................................................................... 39

Page 10: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

v

DAFTAR TABEL

Tabel

4.1 Distribusi Jenis Kelamin Pasien Yang Terdiagnosis Penyakit Hipertensi di

Puskesmas Rusunawa Kota Bandung Pada Tahun 2019 ....................................... 25

4.3 Distribusi Pasien Hipertensi Berdasarkan Usia Tiap Kelompok ..................... 27

4.4 Karakteristik Pengobatan Antihipertensi Tunggal dan Kombinasi Pada Pasien

Hipertensi ............................................................................................................... 28

4.4.1 Kerasionalan Tepat Obat ............................................................................... 29

4.4.2 Tepat Dosis.................................................................................................... 30

4.4.4 Interaksi Obat ................................................................................................ 32

4.5 Data Ketersediaan Obat Hipertensi di Puskesmas Rusunawa Kota Bandumg 34

Halaman

Page 11: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

I ALUR PENELITIAN .................................................................................... 39

II RESEP ............................................................................................................ 40

III SURAT PERIZINAN DARI KESATUAN BANGSA DAN POLITIK

(KESBANGPOL) ................................................................................................... 41

Halaman

Page 12: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang

Kesehatan menyebutkan bahwa “Penggunaan obat harus dilakukan secara

rasional”. Penggunaan obat dikatakan rasional apabila pasien menerima pengobatan

sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai, dalam periode waktu

yang adequate dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Alasan

penggunaan obat rasional adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

belanja obat yang merupakan salah satu upaya cost effective medical interventions.

Selain itu untuk mempermudah akses masyarakat memperoleh obat dengan harga

yang terjangkau, mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat yang dapat

membahayakan pasien dan meningkatkan kepercayaan pasien (Kemenkes RI,

2011).

Manajemen pengelolaan obat merupakan salah satu aspek yang penting dari

Puskesmas dalam membentuk pelayanan penggunaan obat rasional. Manajemen

pengelolaan obat yang baik dimaksudkan agar obat yang diperlukan senantiasa

tersedia dalam jenis dan jumlah yang cukup dengan mutu yang terjamin.

Ketidakcukupan ketersediaan obat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya

adalah faktor perencanaan kebutuhan obat yang belum tepat, belum efektif, dan

belum efisien. Manajemen pengelolaan obat yang baik perlu didukung sumber daya

Page 13: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

2

manusia yang mengerti tentang obat sehingga menghasilkan pelayanan farmasi

yang ideal, yaitu setiap kali diperlukan obat selalu tersedia dalam jumlah yang

cukup, harga terjangkau, mutu terjamin dan dalam waktu yang tepat

(Utaminingrum, 2011).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan jumlah penderita hipertensi

akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang bertambah pada 2025

mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia terkena hipertensi. WHO

menyebutkan negara ekonomi berkembang memiliki penderita hipertensi sebesar

40% sedangkan negara maju hanya 35% (Widiyani, 2013). Menurut laporan

Kemenkes (2013), bahwa hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3

setelah stroke dan tuberkulosis, dimana proporsi kematiannya mencapai 6,7% dari

populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Penderita hipertensi di Indonesia

diperkirakan sebesar 15 juta tetapi hanya 4% yang hipertensi terkendali. Prevalensi

penyakit Hipertensi khususnya pada tahun 2018 di Jawa Barat ditemukan diagnosis

sebesar 9,1 % kasus terhadap jumlah penduduk ≥ 18 tahun. Ketidak tepatan

penggunaan obat hipertensi merupakan penyebab kegagalan terapi, hal ini

berdampak pada memburuknya keadaan pasien karena akan terjadinya komplikasi

dan kerusakan pada organ tubuh seperti jantung koroner dan risiko stroke.

Berdasarkan dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Manajemen Pengelolaan Obat Terhadap

Penggunaan Obat Rasional Pada Penyakit Hipertensi di Puskesmas Rusunawa Kota

Bandung

Page 14: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

3

1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana pengaruh manajemen pengelolaan obat di Puskesmas Rusunawa

terhadap Penggunaan Obat Rasioal (POR) pada pasien Hipertensi?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh manajemen pengelolaan obat di Puskesmas

Rusunawa terhadap Penggunaan Obat Rasional (POR) pada pasien Hipertensi.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Peneliti

Dapat memberikan wawasan bagi peneliti untuk lebih memahami

manajemen pengelolaan obat dan manajemen terapi farmakologi pada

pasien hipertensi serta sebagai sarana dalam memperoleh gelar akademis di

bidang farmasi.

2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)

Dapat menjadi masukan dan sebagai bahan evaluasi bagi fasilitas pelayanan

kesehatan terkait (Puskesmas) untuk mengoptimalkan manajemen

pengelolaan obat dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang

rasional.

3. Masyarakat

Dapat meningkatkan penggunaan obat yang rasional sehingga meningkatkan

efektivitas baik dari segi pengobatan, biaya maupun tercapainya kualitas hidup

masyarakat penderita hipertensi.

Page 15: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit

Timbulnya penyakit pada manusia pada awalnya dikemukakan oleh teori

single causation of disease, bahwa timbulnya penyakit disebabkan hanya oleh satu

penyebab. Namun, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan kemudian diyakini

bahwa penyebab penyakit tidak hanya oleh disebabkan oleh satu penyebab tunggal,

tetapi hasil dari interaksi antara beberapa penyebab (multiple causation of disease)

a. Konsep sehat

Sehat menurut WHO pada 1948, adalah keadaan baik yang lengkap secara fisik,

mental, dan sosial dan bukan berarti hanya bebas dari penyakit atau kelainan atau

cacat.

b. Konsep sakit

Sakit dapat diartikan sebagai suatu penyimpangan dari status penampilan yang

optimal. Sedangkan, penyakit merupakan suatu proses gangguan fisiologis (faal

tubuh), serta atau gangguan psikologis atau mental maupun suatu gangguan tingkah

laku (behavior).

2.2 Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi medis dimana

seseorang mengalami peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam waktu yang

lama) yang mengakibatkan angka kesakitan dan angka kematian. Seseorang

dikatakan menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi yaitu apabila tekanan

darah sistolik >140 mmHg dan diastolik >90 mmHg (Yeyeh, 2010).

Page 16: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

5

Penyakit hipertensi sering disebut sebagai The Silent Disease atau penyakit

tersembunyi. Orang yang tidak sadar telah mengidap penyakit hipertensi sebelum

melakukan pemeriksaan tekanan darah. Hipertensi dapat menyerang siapa saja, dari

berbagai kelompok umur dan status sosial ekonomi. Hipertensi merupakan suatu

keadaan yang tidak memiliki gejala nampak, dimana tekanan darah yang tinggi di

dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap penyakit-penyakit yang

berhubungan dengan kardiovaskuler seperti stroke, gagal jantung, serangan

jantung, kerusakan ginjal (Lilies, 2015).

1) Gejala Hipertensi

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala :

meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya

berhubungandengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit

kepala, pendarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan yang bisa

saja terjadi baik pada penderita hipertensi. Jika hipertensi berat atau menahun dan

tidak diobati, akan timbul gejala yaitu sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak

nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur karena adanya kerusakan pada otak, mata,

jantung dan ginjal (LIPI, 2009)

2) Faktor penyebab Hipertensi

Menurut WHO dalam Susan (2004) hipertensi berdasarkan penyebabnya

dibagi menjadi dua golongan yaitu :

a. Hipertensi Essensial

Hipertensi esensial (primer) adalah suatu peningkatan persisten tekanan

arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme control 10homeostik

Page 17: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

6

normal tanpa penyebab sekunder yang jelas. Prevalensi mencapai lebih dari 90%

pada seluruh penderita dipertensi di masyarakat.

b.Hipertensi Nonessensial

Hipertensi nonessensial (sekunder) yaitu hipertensi yang disebabkan oleh

kelainan organ tubuh yang telah terbukti kaitannya terhadap timbulnya hipertensi,

seperti kelainan ginjal, dan penyakit pembuluh darah, yang memerlukan sarana

khusus agar dapat ditentukan diagnosis penyebabnya.Prevalensinya <10% dari

seluruh penderita hipertensi di masyarakat.

2.3. Penatalaksanaan Penyakit Hipertensi

2.3.1 Amlodopin

1. Farmakodinamik

Amlodipine merupakan golongan penghambat kanal kalsium

generasi kedua dari kelas 1,4 dihidropiridin (DHP). DHP bekerja dengan

mengikat situs yang dibentuk dari residu asam amino pada dua segmen S6

yang berdekatan dan segmen S5 diantaranya dari kanal kalsium bermuatan

di sel otot polos dan jantung. Ikatan tersebut menyebabkan kanal kalsium

termodifikasi ke dalam kondisi inaktif tanpa mampu berkonduksi

(nonconducting inactive state) sehingga kanal kalsium di sel otot menjadi

impermeabel terhadap masuknya ion kalsium.

Hambatan terhadap influks ion kalsium ekstraseluler tersebut

menyebabkan terjadinya vasodilatasi, penurunan kontraktilitas miokard,

dan penurunan tahanan perifer.

Page 18: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

7

Amlodipine memiliki afinitas lebih tinggi pada kanal kalsium yang

terdepolarisasi. Sel otot polos vaskuler memiliki potensial membran yang

lebih terdepolarisasi dibandingkan sel otot jantung sehingga efek fisiologis

amlodipine lebih nyata di jaringan vaskuler dibandingkan di jaringan

jantung

2. Farmakokinetik

Aspek farmakokinetik amlodipine mencakup aspek absorbsi,

distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat.

a). Absorpsi

Amlodipine cepat diserap menyusul konsumsi oral dengan

bioavailabilitas hingga mencapai 64%. Konsentrasi amlodipine dalam

plasma mencapai puncaknya 6-12 jam setelah dikonsumsi setelah melalui

metabolisme di hati.

Kadar plasma semakin meningkat dengan penggunaan amlodipine jangka

panjang sehubungan dengan masa paruh eliminasi yang panjang (35-48

jam) dan efek saturasi metabolisme hepatik. Kadar plasma ini akan stabil

setelah pemberian amlodipine secara rutin selama 7-8 hari.

b).Distribusi

Mengingat volume distribusinya yang besar (21,4±4,4 L/kg), amlodipine

terdistribusi masif ke kompartemen jaringan. 93-98% amlodipine dalam

plasma terikat dengan protein.

Page 19: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

8

c).Metabolisme

Amlodipine dimetabolisme di hati menjadi bentuk metabolit inaktifnya.

Metabolit amlodipine tidak memiliki aktivitas antagonis kalsium dan

hanya sedikit bentuk obat asli yang diekskresikan melalui urin.

d).Eskresi

Sebagian besar metabolit amlodipine (62% dosis yang dikonsumsi)

diekskresikan melalui urin dan sisanya melalui feses. Terkait besarnya

proporsi metabolit yang diekskresikan melalui urin, pada pasien usia

lanjut, bersihan amlodipine dapat mengalami penurunan sehingga

diperlukan penyesuaian dosis

2.4. Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat yang dikenal dengan Puskesmas adalah

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bertanggungjawab atas

kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau bagian wilayah

kecamatan. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang

Pusat Kesehatan Masyarakat dinyatakan bahwa Puskesmas berfungsi

menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan

Perseorangan (UKP) tingkat pertama. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana

Teknis Daerah (UPTD) dinas kesehatan kabupaten/kota, sehingga dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya, akan mengacu pada kebijakan pembangunan

kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bersangkutan, yang tercantum

Page 20: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

9

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana

lima tahunan dinas kesehatan kabupaten/kota.

Agar Puskesmas dapat mengelola upaya kesehatan dengan baik dan

berkesinambungan dalam mencapai tujuannya, maka Puskesmas harus menyusun

rencana kegiatan untuk periode 5 (lima) tahunan yang selanjutnya akan dirinci lagi

ke dalam rencana tahunan Puskesmas sesuai siklus perencanaan anggaran daerah.

Semua rencana kegiatan baik 5 (lima) tahunan maupun rencana tahunan, selain

mengacu pada kebijakan pembangunan kesehatan kabupaten/kota harus juga

disusun berdasa pada hasil analisis situasi saat itu (evidence based) dan prediksi

kedepan yang mungkin terjadi. Proses selanjutnya adalah penggerakan dan

pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan/program yang disusun,

kemudian melakukan pengawasan dan pengendalian diikuti dengan upaya-upaya

perbaikan dan peningkatan (Corrective Action) dan diakhiri dengan pelaksanaan

penilaian hasil kegiatan melalui penilaian kinerja Puskesmas.

Peningkatan kinerja pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas, dilakukan

sejalan dengan perkembangan kebijakan yang ada pada berbagai sektor. Adanya

kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi, diikuti pula dengan menguatnya

kewenangan daerah dalam membuat berbagai kebijakan. Selama ini penerapan dan

pelaksanaan upaya kesehatan dalam kebijakan dasar Puskesmas yang sudah ada

sangat beragam antara daerah satu dengan daerah lainnya, namun secara

keseluruhan belum menunjukkan hasil yang optimal.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat

Kesehatan Masyarakat, disebutkan bahwa Puskesmas mempunyai tugas

Page 21: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

10

melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan

diwilayah kerjanya dan berfungsi menyelenggarakan UKM dan UKP tingkat

pertama diwilayah kerjanya. Puskesmas dalam Sistem Kesehatan Daerah

Kabupaten/Kota, merupakan bagian dari dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai

UPTD dinas kesehatan kabupaten/kota. Oleh sebab itu, Puskesmas melaksanakan

tugas dinas kesehatan kabupaten/kota yang dilimpahkan kepadanya, antara lain

kegiatan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan

Kabupaten/kota dan upaya kesehatan yang secara spesifik dibutuhkan masyarakat

setempat (local specific).

2.5 Manajemen Puskesmas

Puskesmas harus melaksanakan manajemen Puskesmas secara efektif dan

efisien. Siklus manajemen Puskesmas yang berkualitas merupakan rangkaian

kegiatan rutin berkesinambungan, yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan

berbagai upaya kesehatan secara bermutu, yang harus selalu dipantau secara berkala

dan teratur, diawasi dan dikendalikan sepanjang waktu, agar kinerjanya dapat

diperbaiki dan ditingkatkan dalam satu siklus “Plan-Do-Check-Action (P-D-C-A)”.

Manajemen adalah serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol (Planning, Organizing, Actuating,

Controling) untuk mencapai sasaran/tujuan secara efektif dan efesien. Efektif

berarti bahwa tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui proses

penyelenggaraan yang dilaksanakan dengan baik dan benar serta bermutu,

berdasarkan atas hasil analisis situasi yang didukung dengan data dan informasi

yang akurat (evidence based). Sedangkan efisien berarti bagaimana Puskesmas

Page 22: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

11

memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk dapat melaksanaan upaya

kesehatan sesuai standar dengan baik dan benar, sehingga dapat mewujudkan target

kinerja yang telah ditetapkan.

Untuk menjamin bahwa siklus manajemen Puskesmas yang berkualitas

berjalan secara efektif dan efisien, ditetapkan tim manajemen Puskesmas yang juga

dapat berfungsi sebagai penanggungjawab manajemen mutu di Puskesmas. Tim

terdiri atas penanggung jawab upaya kesehatan di Puskesmas dan didukung

sepenuhnya oleh jajaran pelaksananya masing-masing. Tim ini bertanggung jawab

terhadap tercapainya target kinerja Puskesmas, melalui pelaksanaan upaya

kesehatan yang bermutu.

Diperlukan dukungan sumber daya yang memadai baik dalam jenis, jumlah

maupun fungsi dan kompetensinya sesuai standar yang ditetapkan, dan tersedia

tepat waktu pada saat akan digunakan. Dalam kondisi ketersediaan sumber daya

yang terbatas, maka sumber daya yang tersedia dikelola dengan sebaik-baiknya,

dapat tersedia saat akan digunakan sehingga tidak menghambat jalannya pelayanan

yang akan dilaksanakan.

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan

untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah Obat dan masalah

yang berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan

peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari

paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi

paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi

Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).

Page 23: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

12

Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu

kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan

Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus

didukung oleh sumber daya manusia dan sarana dan prasarana. Kegiatan yang

bersifat manajerial meliputi.

2.5.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari

perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,

pengendalian, pencatatan dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya

adalah untuk menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Sediaan

Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional,

meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem

informasi manajemen, dan melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.

Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

meliputi:

1). Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai :

Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan

Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Sediaan Farmasi dalam

rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk

mendapatkan:

a) Perkiraan jenis dan jumlah sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai yang

mendekati kebutuhan,

b) Meningkatkan penggunaan obat secara rasional; dan

Page 24: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

13

c) Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

Proses seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan

mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Sediaan Farmasi periode

sebelumnya, data mutasi Sediaan Farmasi, dan rencana pengembangan. Proses

seleksi Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada

Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi

ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter, dokter

gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan

pengobatan.

Proses perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi per tahun dilakukan secara

berjenjang (bottom-up). Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian Obat

dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).

Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan

analisa terhadap kebutuhan Sediaan Farmasi Puskesmas di wilayah kerjanya,

menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu

kekosongan Obat, buffer stock, serta menghindari stok berlebih.

1) Permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Tujuan permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai adalah

memenuhi kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai di

Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan

diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.

Page 25: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

14

2) Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

Suatu kegiatan dalam menerima Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota atau hasil pengadaan Puskesmas secara

mandiri sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar

Sediaan Farmasi yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan

yang diajukan oleh Puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan

mutu. Tenaga kefarmasian wajib melakukan pengecekan terhadap Sediaan Farmasi

dan Bahan Medis Habis Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti,

jenis dan jumlah sediaan farmasi, bentuk sediaan farmasi sesuai dengan isi

dokumen LPLPO, ditandatangani oleh tenaga kefarmasian, dan diketahui oleh

Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka tenaga kefarmasian dapat

mengajukan keberatan. ditandatangani oleh tenaga kefarmasian, dan diketahui oleh

Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka tenaga kefarmasian dapat

mengajukan keberatan.

2.5.2 Pelayanan farmasi klinik

Merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis Habis

Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien. Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk :

1) Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di

Puskesmas.

2) Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,

keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.

Page 26: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

15

3) Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien

yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.

4) Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan

penggunaan Obat secara rasional.

Dalam hal ini seringkali terjadi masalah pada manajemen ketersediaan obat,

adanya kekosongan obat akibat dari keterlambatan pengiriman obat dari dinas

kesehatan Kab/Kota, kurangnya perencanaan saat pengadaan obat. Ketersediaan

obat di Puskesmas yang tidak boleh mengalami kekosongan obat karena akan

berdampak mempengaruhi rasionalitas obat serta keberhasilan terapi obat.

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang

digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan

patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Obat yang

dipakai di Puskesmas Rawa Bogo dari lima penyakit terbanyak menggunakan 39

macam item obat.

2.6 Pengobatan obat rasional

Penggunaan obat dikatakan rasional (WHO) bila pasien menerima obat

yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan

harga yang paling murah untuk pasien dan masyarakat. WHO memperkirakan

bahwa lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia diresepkan, diberikan dan dijual

dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari pasien menggunakan obat secara

tidak tepat. Tujuan dari penggunaan obat rasional yakni untuk menjamin pasien

Page 27: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

16

mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu

yang adekuat dengan harga yang terjangkau.

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia penggunaan obat

dikatakan rasional jika memenuhi kriteria :

a. Tepat diagnosis

Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika

diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa

mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan

juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.

b. Tepat indikasi penyakit

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik. antibiotik, misalnya

diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya

dianjurkan untuk pasien yang memberi gejala adanya infeksi bakteri.

c. Tepat pemilihan obat

Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan

dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek

terapi sesuai dengan spektrum penyakit.

d. Tepat dosis

Dosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi

obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan

rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping.

Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi

yang diharapkan.

Page 28: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

17

e. Tepat cara pemberian obat

Contohnya pada obat antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian

pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk

ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivtasnya.

f. Tepat interval waktu pemberian

Cara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar

mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari

(misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang

harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum

dengan interval setiap 8 jam.

g. Tepat lama pemberian

Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing.

Contohnya pada penyakit tuberkulosis dan kusta, lama pemberian paling singkat

adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-14

hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya

akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.

h. Waspada terhadap efek samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak

diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi.

i. Tepat penilaian kondisi pasien

Respon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas terlihat

pada beberapa jenis obat contohnya teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita

dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan,

Page 29: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

18

karena resiko terjadinya nefrotoksisitas pada kelompok ini meningkat secara

bermakna.

j. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia

setiap saat dengan harga yang terjangkau. Untuk efektif dan aman serta

terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar obat esensial. Pemilihan obat

dalam daftar obat esensial didahulukan dengan mempertimbangkan efektivitas,

keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang pengobatandan klinis. Untuk

jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang menerapkan CPOB

(Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan dibeli melalui jalur resmi. Semua

produsen obat di Indonesia harus dan telah menerapkan CPOB.

k. Tepat informasi

Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam

menunjang keberhasilan terapi.

l. Tepat tindak lanjut (follow-up)

Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya

tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau

mengalami efek samping.

m. Tepat penyerahan obat (dispensing)

Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan

pasien sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat

penyerahan obat di Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang

dituliskan peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien.

Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien

Page 30: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

19

mendapatkan obat sebagaimana harusnya. Dalam menyerahkan obat juga

petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien.

n. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan, ketidaktaatan

minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut:

a) Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak

b) Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering

c) Jenis sediaan obat terlalu beragam

d) Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi

e) Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup mengenai cara

minum/menggunakan obat

Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau

efek ikutan (urine menjadi merah karena minum rifampisin) tanpa diberikan

penjelasan terlebih dahulu.

Page 31: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

35

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan deskriptif non

eksperimental dengan pengambilan data secara retrospektif. Data yang digunakan

adalah data rekam medis pasien serta resep yang diberikan. Analisis data yang

dilakukan dengan mengidentifikasi tingkat kejadian Penggunaan Obat Rasional

(POR) kategori ketidaktepatan pemilihan obat, ketidak tepatan dosis, interaksi obat,

dan poli farmasi.

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Instalasi Farmasi dan rekam medis

Puskesmas Rusunawa Kota Bandung. Pengumpulan data dilaksanakan selama 3

bulan.

3.3.Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh data rekam medis pasien hipertensi di

Puskesmas Rusunawa mulai tanggal 1 Januari – 31 Maret 2019. Sampel penelitian

ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Perhitungan sampel minimal

dilakukan menggunakan rumus slovin sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010).

20

Page 32: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

21

𝑛 =𝑁

1 + 𝑁𝑒²

Dimana:

n = jumlah elemen / anggota sampel

N = jumlah elemen / anggota populasi

E = error level (tingkat kesalahan) (catatan: umumnya digunakan 1 % atau

0,01, 5 % atau 0,05, dan 10 % atau 0,1. Dapat dipilih oleh peneliti).

3.4. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan lembar pengumpul

data dan template manajemen pengelolaan obat terpadu, sedangkan bahan

penelitian adalah data ketersediaan obat, rekam medis serta resep pasien dan

penggunaan obat di Puskesmas Rusunawa Kota Bandung.

3.5. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana objek penelitian dapat mewakili

sampel penelitian dan memenuhi syarat sebagai sampel. Kriteria inklusi dalam

penelitian ini adalah:

a. Pasien dengan data rekam medis serta resep dengan diagnosa Hipertensi

atau tanpa komplikasi penyakit lain.

b. Pasien dengan data rekam medis serta resep diagnosa Hipertensi dan dapat

dibaca.

Page 33: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

22

c. Pasien dengan data rekam medis serta resep dengan demografi lengkap dan

dapat dibaca

d. Pasien dengan data rekam medis serta resep pasien dewasa di atas 18 tahun.

e. Data ketersediaan obat Hipertensi dari Manajemen Pengelolaan Obat.

f. Populasi pasien dengan rekam medis serta resep pasien Hipertensi dengan

data dosis kurang atau dosis lebih.

g. Pasien dengan data laboratorium (data hasil pengukuran tekanan darah)

3.6. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan. Adapun yang termasuk

kriteria eksklusi adalah:

a. Kriteria yang tidak termasuk inklusi

b. Pasien Hipertensi dengan penyakit lain

3.7. Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variable bebas: Manajemen Pengelolaan Obat, pasien Hipertensi

b. Variabel terikat: Pengelolaan Obat Rasional (POR)

3.8. Definisi Oprasional

1. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah

sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam

keadaan cukup istirahat / tenang.

Page 34: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

23

2. Pengelolaan Obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut

aspek perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan

penghapusan obat yang dikelola secara optimal untuk menjamin tercapainya

ketepatan jumlah dan jenis perbekalan farmasi.

3. Penggunaan Obat Rasional (POR) adalah penggunaan obat yang

disesuaikan dengan kebutuhan klinis pasien, baik dalam jumlah maupun

waktu yang memadai, disertai dengan biaya paling rendah.

4. Tepat pemilihan obat yaitu obat yang diresepkan harus memiliki indikasi /

efek terapi sesuai diagnosis yang ditegakkan.

5. Dosis terlalu rendah adalah ketika pasien menerima obat dalam jumlah lebih

kecil dibandingkan dosis terapinya.

6. Dosis terlalu tinggi yaitu bila dosis diresapkan diatas dosis lazim atau lebih

besar dari dosis yang tercantum dalam buku standar. Penyebab yang sering

terjadi yaitu dosis salah, frekuensi tidak tepat, jangka waktu tidak tepat dan

adanya interaksi obat.

7. Interaksi obat yang dimaksud adalah interaksi yang terjadi antara obat satu

dengan obat lainnya pada resep yang mengakibatkan terjadinya perubahan

reaksi atau efek yang berdampak negatif bagi tubuh.

3.9.Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis secara deskriptif

untuk mengetahui :

Page 35: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

24

1. Profil pasien dari data demografi pasien yang diperoleh, kemudian

dianalisis untuk mendapatkan persentase berdasarkan rentang usia, jenis

kelamin, dan diagnosis responden.

2. Identifikasi Penggunaan Obat Rasional (POR) dilakukan dengan bantuan

literatur yang sesuai. Untuk mengetahui kejadian ketidaktepatan obat,

peneliti membandingkan obat yang tertulis pada resep dengan standar

pengobatan Hipertensi yang digunakan di Puskesmas dan Data ketersediaan

obat di Puskesmas. Untuk mengetahui kejadian ketidaktepatan dosis,

peneliti membandingkan dosis pada resep dengan pedoman manajemen

terapi Hipertensi, Formularium Nasional (Fornas). Interprestasi data berupa

tabel dan persentase yang dibantu dengan program Microsoft Excel 2016.

3. Untuk mengetahui pengaruh manajemen pengelolaan obat terhadap

Penggunaan obat Rasinoanal (POR) pada pasien Hipertensi di Puskesmas

Rusunawa Kota Bandung dilakukan uji statistik dengan menggunakan

program Statiscal Product and Service Solution (SPSS).

Page 36: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini telah dilakukan di puskesmas Rusunawa Kota Bandung Jawa

Barat pada bulan agustus sampai oktober 2019. Pada penelitian ini dilakukan

dengan mengambil data resep dan rekam medik pasien Hipertensi dan diperoleh

data sebanyak 72 pasien yang memenuhi dari kriteria inklusi yang sudah

ditentukan.

Pada data rekam medik yang telah didapan dari Puskesmas Rusunawa Kota

Bandung di bulan januari – maret pada tahun 2019 didapat data sebanyak 72 pasien

yang memenuhi kriteria inklusi dengan diagnosis hipertensi tanpa komplikasi yang

menggunakan obat anti hipertensi di Puskesmas Rusunawa Kota Bandung.

4.1. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin

Pasien hipertensi di Puskesmas Rusunawa Kota Bandung di klasifikasikan

berdasarkan jenis kelamin untuk dapat mengetahui persentase dan frekuensi

perbandingan dari jenis kelamin apakah berpengaruh pada penyakit hipertensi yang

menjalani terapi obat antihipertensi. Klasifikasi dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1.Distribusi jenis kelamin pasien yang terdiagnosis penyakit hipertensi

di Puskesmas Rusunawa Kota Bandung pada tahun 2019.

Jenis

Kelamin

Jumlah Pasien (orang) Persentase (%)

Perempuan

Laki-laki

49

23

68,05

31,94

Jumlah 72 100

25

Page 37: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

26

Dari tabel diatas menunjukkan distribusi dari pasien hipertensi berdasarkan

jenis kelamin, dimana dapat dilihat bahwa persentase perempuan lebih banyak

dibandingkan dengan laki-laki dimana nilai perbandingan perempuan dengan

jumlah pasien 49 (68,05%) dan laki-laki dengan jumlah pasien 23 (31,94%).

Hipertensi berdasarkan jenis kelamin dapat dipengaruhi oleh faktor isiologis

(Zuraidah et al2012). Wanita lebih banyak mengalami faktor resiko hipertensi

daripada pria disebabkan karena faktor hormonal (Irza 2009). Hal ini dapat terjadi

karena pada perempuan yang mengalami menopause yang mengakibatkan

terjadinya penurunan perbandingan estrogen dan androgen yang menyebabkan

peningkatan pelepasan renin sehingga dapat memicu peningkatan tekanan darah

(Coylewright et al 2008). Faktor resiko terjadinya hipertensi pada perempuan selain

disebabkan karena usia, jenis kelamin dan genetik juga disebabkan karena

penggunaan kontrasepsi pil yang mengandung hormon estrogen dan progresteron

(Pangaribuan& Lolong2015). Estrogen yang terkandung dalam kontrasepsi

hormonal seperti aldosteron dan beberapa hormon lainnya dapat menyebabkan

retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal (Nafisah et al2014) namun pada laki-laki

apabila memiliki persentase tinggi dibandingkan dengan wanita yang mengalami

hipertensi karena dipengaruhi oleh gaya hidup. Pria cenderung mengikuti gaya

hidup yang tidak sehat yaitu merokok, mengkonsumsi alkohol, serta kurang olah

raga(Andriani 2012).

Page 38: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

27

4.2. Distribusi berdasarkan usia

Pengelompokan distribusi pasien hipertensi juga dapat ditentukan dari usia

tidak hanya dari jenis kelamin saja. Pengelompokkan berdasarkan usia bertujuan

untuk mengetahui pada usia berapa penyakit hipertensi lebih sering terjadi dan

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh usia hubungannya dengan penyakit

hipertensi. Pengelompokkan berdasarkanusia dapat dilihat pada tabel 4.2.

Distribusi pasien hipertensi berdasarkan usia tiap kelompok.

Tabel 4.2. Distribusi pasien hipertensi berdasarkan usia tiap kelompok.

Usia (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

18-30

31-40

41-50

51-60

61-70

≥71

0

3

29

22

14

4

0

4

40,27

30,55

19,44

5,55

Jumlah 72 100

Berdasarkan dari tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi pasien

hipertensi berdasarkan usia didapat persentase paling banyak pada usia 41-50 tahun

sebanyak 39 kasus (40,27%) dan pada usia 51-60 tahun sebanyak 22 kasus

(30,55%). Hasil tersebut sesuai dengan Departemen Kesehatan (2006) dalam buku

saku Pharmaceutical Careuntuk pasien hipertensi menyatakan bahwa kebanyakan

usia diagnosis hipertensi terjadi pada umur antara 30 sampai 50 tahun. Dengan

bertambahnya usia resiko terjadinya hipertensi menjadi lebih besar sehingga

prevalensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi sekitar 40%. Peningkatan tekanan

darah pada usia ≥46tahundapat terjadi karena pada usia tersebut seseorang

mengalami penurunan fungsi organ tubuh dan pada usia tersebut kondisitubuh yang

makin tua dapat memicu terjadinya serangan hipertensi, semakin tua usia maka

Page 39: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

28

pembuluh darah akan berkurang elastisitasnya sehingga pembuluh darah cenderung

menyempit akhirnya tekanan darah akan meningkat (Ridwan 2002).

4.3. Karakteristik pengobatan

Karakteristik pengobatan diperlukan untuk mengetahui penggunaan obat

yang diberikan berdasarkan kondisi pasien. Jenis obat antihipertensi yang

digunakan pada pasien hipertensi CCB (calsium channel bloker) diuretik, ACEI

(angiotensin converting enzim inhibitor). Karakteristik pengobatan pada pasien

hipertensi dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3.Karakteristik pengobatan antihipertensi tunggal dan kombinasi

pada pasien hipertensi

Antihipertensi yang

digunakan

Jumlah Persentase(%)

Amlodipine

Captopril

Amlodipine+Captopril

72

0

3

96%

0%

4%

Jumlah 75 100%

Berdasarkan dari tabel diatas menunjukkan bahwa karakteristik pengobatan

hipertensi didapat persentase dari obat amlodipine sebanyak 72 (96%), pada

penggunaan obat captopril 0 (0%), dan pada penggunaan obat amlodipine+captopril

3 (4%).

Berdasrkan formularium nasional tahun 2019 pengobatan hipertensi di

Puskesmas Rusunawa Kota Bandung sudah sesuai. Dimana obat amlodipine

merupakan pilihan pertama di tingkat puskesmas, sehingga amlodipine lebih

dominan digunakan dibandingkan obat captopril. Dan pada pedoman JNC VIII

tahun 2019, obat amlodipine dan captopril termasuk dari pengobatan lini pertama.

Page 40: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

29

Amlodipin mempunyai mekanisme yang sama dengan antagonis kalsium

golongan dihidropiridin lainnya yaitu dengan merelaksasi arteriol pembuluh darah.

Amlodipin juga bersifat vaskuloselektif, memilik bioavailibilitas oral yang relatif

rendah, memiliki waktu paruh yang panjang, dan absorpsi yang lambat sehingga

mencegah tekanan darah turun secara mendadak.

4.4 Evaluasi Kerasionalan Pengobatan

4.4.1 Tepat Obat

Kerasionalan penggunaan obat antihipertensi dilihat dari ketepatan pemilihan obat

pasien hipertensi. Ketepatan obat adalah kesesuaian dalam memilih obat dengan

mempertimbangkan beberapa aspek seperti kelas terapi, resiko dan keamanan obat

serta sesuai dengan indikasi penyakit hipertensi. Kerasionalan tepat obat dapat

dilihat dari tabel 4.4.1.

Tabel 4.4.1. Kerasionalan Tepat Obat

Golongan obat Antihipertensi Jumlah pasien Persentase %

CCB Amlodipin 69 100%

ACEI Captropil 0 0

2 kombinasi Amlodipine+captropil 3 100%

Jumlah 72 100%

Kerasionalan penggunaan obat antihipertensi dilihat dari ketepatan

pemilihan obat pasien hipertensi. Ketepatan obat adalah kesesuaian dalam memilih

obat dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti kelas terapi, resiko dan

keamanan obat serta sesuai dengan indikasi penyakit hipertensi.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Rusunawa Kota Bandung

diperoleh hasil rasionalitas tepat obat 100% dikarenakan pemilihan obat sesuai

dengan diagnosa pasien oleh dokter saat meresepkan obat dengan menyesuaikan

persediaan obat yang terpenuhi.

Page 41: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

30

4.4.2 Tepat Dosis

Tepat dosis merupakan bagian penting lainnya dalam pengobatan yang

rasional. Tepat dosis merupakan ketepatan suatu pemberian obat dengan dosis

sesuai dengan range terapi obat antihipertensi. Ketepatan dosis dianalisis dengan

membandingkan dengan guideline JNC VIII 2019, peresepan dosis obat

antihipertensi apabila berada pada rentang dosis minimal dan dosis per hari yang

dianjurkan maka peresepan tersebut dikatakan tepat dosis. Ketepatan dosis dapat

dilihat dari tabel 4.4.2.

Tabel 4.4.2. Tepat Dosis

Terapi

Dosis

harian

awal

(mg)

Dosis

target

dalam

RCT5

Jumlah

dosis

perhari

Jumlah

kasus

Tepat

pasie

n

Persentase

Amlodipin 2,5 10 1 69 69 100%

Captropil 50 150-200 2 0 0 0

Kombinasi

Amlodipine

+captropil

10mg/20

0mg 1 3 3 100%

Jumlah 100%

Pada penelitian ini diperoleh hasil dengan tepat dosis 100% karena sesuai dengan

guideline pengobatan penyakit hipertensi dan dilihat dari JNC VIII. Dosis dalam

pengobatan harus tepat dan sesuai, agar tidak terjadi pemberian dosis yang

berlebihan sehingga obat yang diberikan bias mencapai efek terapi yang diinginkan.

4.4.3 Polifarmasi

Kejadian polifarmasi merupakan penggunaan obat dalam jumlah yang

banyak dan tidak sesuai dengan kondisi kesehatan pasien. Jumlah yang spesifik dari

suatu obat yang diambil tidak selalu menjadi indikasi utama akan adanya

Page 42: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

31

polifarmasi akan tetapi juga dihubungkan dengan adanya efek klinis yang sesuai

atau tidak sesuai dengan pasien. Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat

sekaligus oleh seorang pasien lebih dari yang dibutuhkan secara rasional

dihubungkan dengan diagnosis yang telah diperkirakan.

Pada hasil yang diperoleh rasionalitas polifarmasi adalah 100% dikarenakan tidak

terdapat polifarmasi pada resep.

4.4.4 Interaksi Obat

Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat berubah akibat adanya obat lain,

makanan, atau minuman yang dapat menghasilkan efek yang memang dikehendaki

atau efek yang tidak dikehendaki, yang lazimnya menyebabkan peningkatan kadar

obat di dalam plasma darah sehingga dapat beresiko toksik pada obat yang

digunakan sehingga tujuan terapi tidak tercapai.

Tingkat keparahan Interaksi obat dikelompokkan berdasarkan Mayor,

moderate, dan minor. Inteaksi minor adalah interaksi yang masih dalam tolerir

karena jika ditemukan dalam lembar resep maka dalam terapi tidak perlukan adanya

perubahan, interaksi moderat adalah interaksi yang mungkin terjadi dalam terapi

dan memerlukan perhatian medis, sedangkan pengertian dari interaksi mayor

adalah interaksi antar obat yang dapat menimbulkan konsekuensi klinis hingga

kematian. Interaksi obat dapat dilihat pada tabel 4.4.4.

Page 43: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

32

Tabel 4.4.4. Interaksi Obat

No Obat

Hipertensi

Obat yang

berinteraksi

Derajat Jumlah Persentase

1 Amlodipine Asam Mefenamat

Dexametason

Ibuprofen

Simvastatin

Moderat

Moderat

Moderat

Major

6

1

4

1

50%

8,33%

33,33%

8,33%

2 Captropil

Jumlah 12 100%

Berdasarkan tingkat keparahan, interaksi obat asam mefenamat termasuk

moderat, yaitu penurunan efek antihipertensi amlodipin. Mekanisme yang terjadi

adalah dengan asam mefenamat menghambat efek vasodilatasi dan sintesis

prostaglandin. Manajemen untuk mengatasi interaksi tersebut adalah dengan

melakukan pemantauan terhadap tekanan darah (Stockley, 2008 ; Lexicomp, 2018).

Interaksi yang terjadi antara amlodipin dan ibuprofen yaitu interaksi

farmakodinamik antagonis. Ada beberapa bukti bahwa OAINS dapat meningkatkan

tekanan darah pada pasien hipertensi yang diobati dengan obat antihipertensi.

OAINS menghambat sintesis prostaglandin ginjal sehingga menyebabkan retensi

garam dan air. Hal ini dapat meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi terapi

antihipertensi (Stockley, 2008).

Interaksi obat yang bersifat major terjadi pada penggunaan amlodipin

dengan simvastatin sebanyak2 kejadian,yaitu terjadi peningkatan kadar

simvastatin. Peningkatan kadar tersebut dapat meningkatkan toksisitas yakni

dengan adanya miositis dan rabdomiolisis. Mekanisme interaksi yang terjadi adalah

amlodipin dapat menghambat enzim sitokrom P450 isoenzim CYP3A4 (Stockley,

2008 ; IAI, 2013; Lexicomp, 2018 ; Fitriyani, 2017).

Page 44: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

33

4.5. Pengaruh Manajemen Pengelolaan Obat terhadap Penggunaan Obat

Rasional

Tujuan dari manajemen pengelolaan obat yaitu agar tersedianya obat setiap

saat dibutuhkan baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efisien,

dengan demikian manajemen obat dapat dipakai sebagai proses penggerakan dan

pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki untuk dimanfaatkan dalam rangka

mewujudkan ketersediaan obat demi tercapainya penggunaan obat secara rasional.

Pengobatan yang rasional bertujuan untuk menjamin pasien mendapatkan

pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat

dengan harga yang terjangkau. Secara praktis, menurut panduan Penggunaan Obat

Rasional (POR) dari Kementrian kesehatan penggunaan obat dikatakan rasional

jika memenuhi kriteria: yaitu tepat dosis, tepat diagnosa, tepat obat, tepat kondisi

pasien, tepat interval waktu pemberian obat, tepat indikasi penyakit,tepat cara

pemberian obat, tepat informasi obat, tepat lama pemberian obat, waspada terhadap

efek samping. Pada penelitian ini yang diambil hanya empat kriteria untuk

rasionalitas obat yaitu tepat obat, tepat dosis, polifarmasi dan interaksi obat sebagai

acuan rasionalitas dalam penggunaan obat.

Pada saat penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif dengan

pengambilan data retrospektif menggunakan aplikasi SPSS (Statistical Product and

Service Solution) untuk mengetahui pengaruh stok obat terhadap penyakit

hipertensi di Puskesmas Rusunawa Kota Bandung dengan empat kategori yaitu

tepat obat, tepat dosis, polifarmasi dan interkasi obat.

Page 45: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

34

Berdasarkan data ketersediaan obat di Puskesmas Rusunawa Kota Bandung

pada bulan Januari-Maret 2019 yang terdapat pada Lembar Penggunaan dan

Lembar Pelaporan Obat bahwa jumlah ketersediaan obat Hipertensi

Tabel 4.5. Data ketersediaan obat Hipertensi di Puskesmas Rusunawa Kota

Bandung

Nama

Obat

Jumlah

Pasien

Stok Obat Jumlah Resep

Januari Februari Maret

Amlodipin 72 1305 705 1505 3515

Captopril 3 945 945 945 2835

Pada tabel 4.5 di dapat hasil bahwa obat Amlodipin merupakan obat yang

paling banyak digunakan yaitu sebanyak 72 resep dan obat Captopril sebanyak 3

resep.

Pengaruh manajemen pengelolaan obat terhadap penggunaan obat rasional

pada penelitian ini dapat diketahui melalui Uji statistik dengan metode Uji Chi

Squere.

Hasil Uji Chi squere pada Obat Amlodipin dan Captopril

Chi-Square Tests

Value Df

Asymptotic

Significance (2-

sided)

Pearson Chi-Square ,686a 2 ,710

Likelihood Ratio ,677 2 ,713

Linear-by-Linear Association ,015 1 ,904

N of Valid Cases 72

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is 3,50.

Page 46: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

35

Berdasarkan dari Hasil yang diperoleh pada hasil Uji chi squre

menunjukkan nilai sig 0,710 > 0,05. Uji ini dihitung dengan cara melihat pengaruh

anatara kerasionalan pengobatan dengan ketersediaan obat Amlodipin dan

Captopril. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara manajemen pengelolaan obat terhadap penggunaan obat

rasional.

Page 47: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

35

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil penelitian di Puskesmas Rusunawa Kota Bandung,

tidak terdapat pengaruh manajemen ketersediaan obat terhadap penggunaan obat

rasional dengan empat kriteria penggunaan obat rasional yaitu tepat obat, tepat

dosis, polifarmasi, dan interaksi obat pada penyakit hipertensi dibuktikan dengan

hasil uji statistik dengan metode chi-square.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh rasionalitas terhadap

manajemen pengelolaan obat, dikarenakan ketersediaan obat di Puskesmas

Rusunawa Kota Bandung terpenuhi maka tingkkat rasionalitas obat serta efek terapi

pada pasien terpenuhi.

36

Page 48: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

35

DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI, (2013). “Direktorat Jenderal PPM&PLP, Pemberantasan

Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan” Jakarta.

Widiyani, R., (2013). “Penderita Hipertensi Terus Meningkat”.

http://health.kompas.com/read/2013/04/05/1404008/Penderita.Hipertensi.Terus

.Meningkat . Tanggal akses 21 Nopember 2014.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Utaminingrum, W. (2011). “Evaluasi Manajemen Pengelolaan Obat di

Puskesmas Rawat Inap Kabupaten Purbalingga Berdasarkan Tiga Besar

Alokasi Dana Pengadaan Obat” Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah

Puwokerto.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Kemenkes RI, 2011, Modul Penggunaan Obat Rasional, Bina Pelayanan

Kefarmasian, Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 75 Tahun 2014. Tentang

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Jakarta.

Zuraidah, Maksuk, Nadi. 2012. Analisa faktor resiko hipertensi pada

masyarakat di kecamatan kemuning kota Palembang tahun 2012 [karya

ilmiah]. Palembang : Politeknik Kesehatan Palembang.

Irza, S. 2009. Analisa faktor resiko hipertensi pada masyarakat Nagari Bungo

Tanjung Sumatera Barat [skripsi]. Medan : Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Coylewright, M., Reckelhoff, J.F.dan Ouyang, P., 2008, Menopause

Hypertension: An Age-Old Debate, Hypertension, 51, 952-959.

Pangaribuan L., Lolong, D.B., 2015. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Pil

Dengan Kejadian Hipertensi Pada Wanita uUia 15-49 Tahun Di Indonesia

Tahun 2013 (Analisa Data Hasil Riskesdes 2013), Media Litbangkes, Vol 25 (2),

5.

Nafisah, D., Wahjudi, P., Ramani, A., 2014. Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Hipertensi Pada Akseptor Pil KB Di Kelurahan Sumbersari

Kabupaten Jember Tahun 2014, e- journal pustaka kesehatan, vol 2 (3) 457.

Andriani PD. 2012. Evaluasi Dosis Penggunaan Obat Antihipertensi Pada

Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat Inap Rs “X” Tahun 2010 Dan 2011

37

Page 49: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

38

[skripsi]. Surakarta: Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah

Surakarta. Surakarta.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pharmaceutical

Care Untuk Penyakit Hipertensi. Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.

Jakarta

Ridwan. 2002. Mengenal, Mencegah, Mengatasi Hipertensi. Jakarta: Penebar

Swadaya

Page 50: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

39

LAMPIRAN I

ALUR PENELITIAN

penelitian

Penyusunan Proposal

Penelitian

Permohonan Perijinan

Penelitian

Pengumpulan Data

Pengelohan Data Dan

Analisis Data

Pengajuan Proposal

Penelitian

Pembahasan hasil

penelitian

penelitian

Simpulan

Page 51: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

40

LAMPIRAN II

RESEP

Page 52: PENGARUH MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP …

41

LAMPIRAN III