manajemen pengelolaan obat terhadap …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/...manajemen...
TRANSCRIPT
MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP
KETERSEDIAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUNGGA SANGATTA
KABUPATEN KUTAI TIMUR
DRUG MANAGEMENT FOR DRUG SUPPLY IN PHARMACY’S INSTALATION GENERAL HOSPITAL KUDUNGGA OF SANGATTA
EAST KUTAI
ADELHEID
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDIN
MAKASSAR 2018
ii
MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT TERHADAP
KETERSEDIAAN OBAT DI INSTALASI FARMASI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH KUDUNGGA SANGATTA
KABUPATEN KUTAI TIMUR
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mancapai Gelar Magister
Program Studi Kesehatan Masyarakat
disusun dan diajukan oleh
ADELHEID
kepada
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDIN
MAKASSAR 2018
iii
iv
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “Manajemen pengelolaan obat terhadap
ketersediaan obat di instalasi farmasi rumah sakit umum daerah
Kudungga Sangatta kabupaten Kutai Timur”
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Kesehatan pada Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Tesis ini terwujud atas usaha kerja keras yang tak terhingga
dengan harapan hasilnya yang maksimal, hal ini tentu tidak diperoleh
dengan mudah melainkan atas bantuan dan motivasi dari berbagai pihak,
baik bantuan moril maupun materil selama proses penelitian hingga
penyelesaian tesis ini. Karena itu, perkenankanlah penulis untuk
menyampaikan terima kasih yang sangat mendalam dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. A. Indahwaty Sidin, MHSM, selaku
Ketua Komisi Penasihat dan Prof. Dr. Nur Nasry Noor, MPH selaku
Anggota Komisi Penasihat atas segala kesabaran, waktu, bantuan,
bimbingan, nasehat, arahan dan juga saran yang diberikan selama ini
kepada penulis. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
penulis sampaikan pula kepada Dr. dr. Noer Bahry Noor, M.Sc., Prof. Dr.
vi
dr. M. Alimin Maidin, MPH, Prof. Dr.dr. Muh. Tahir Abdullah, M.Sc., MSPH
selaku Penguji yang telah memberikan arahan, saran dan masukan demi
perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu,M.A selaku Rektor Universitas
Hasanuddin Makasar.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Ali, SE, MS selaku Dekan Sekolah
Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
3. Bapak Prof. Dr. drg. A. Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Wakil Dekan, dan
seluruh pegawai yang telah memberikan dukungan dan bantuan
kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin.
4. Bapak Dr. Ridwan Mochtar Thaha, M.Sc. selaku ketua Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas
Hasanuddin.
5. Bapak Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS selaku Ketua Konsentrasi
Magister Administrasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar,
dalam mengarahkan penulis hingga terselesaikannya penelitian ini.
6. Direktur RSUD Kudungga Sangatta, dr Anik Istiyandari, MPH. dan
seluruh karyawan RSUD Kudungga Sangatta yang telah memberikan
izin dalam membantu sehubungan dengan lancarnya kegiatan
penelitian.
vii
7. Segenap dosen pengajar Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Program Pascasarjana khususnya Bagian Manajemen Rumah Sakit
atas segala ilmu yang dicurahkan.
8. Teman-teman seperjuangan Bagian Magister Administrasi Rumah
Sakit. Terima kasih kerjasama dan motivasinya.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, yang telah
memberikan dukungan dalam proses penyusunan tesis ini.
Tidak lupa penulis haturkan juga terima kasih yang tak terhingga
kepada ayah tercinta alm. Marthen Buntukaraeng dan ibunda tercinta
almh. Sarce Saratu’ Palullungan, kedua mertua saya bapak Jaman
Sembiring dan ibu Sada Arih Ginting, serta suami tercinta Sejahtera
Suranta Rasmana Sembiring dan anak-anak tersayang Vici Gabriel
Pratama Sembiring, May Angel Sembiring, dan Frendly Ardeo Langi
Karaeng Sembiring yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi
serta semangat yang tak henti. Semoga Tuhan yang Maha Esa akan
membalas semua kebaikan bapak/ibu/saudara/i, teman-teman serta
keluargaku tercinta.
Semoga hasil karya ini dapat memberikan manfaat, menjadi
sumber informasi dan perbaikan yang lebih baik bagi kinerja organisasi
rumah sakit khususnya terhadap manajemen pengelolaan obat di
instalasi farmasi rumah sakit.
Akhirnya, manusia tidak pernah luput dari kekhilafan, Jika dalam
hasil penelitian ini terdapat kekurangan, baik dalam hal sistematika, pola
viii
penyampaian dan bahasa di luar kemampuan penulis, hal ini tidak
terlepas dari keterbatasan penulis sebagai manusia biasa sehingga
penulis sangat berterima kasih dan mengharapkan adanya kritik dan
saran demi kesempurnaan hasil penelitian ini.
Makassar, Januari 2017
Penulis
ix
x
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
HALAMAN PENGAJUAN .................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .................................................... iv
PRAKATA ......................................................................................... v
ABSTRAK .......................................................................................... ix
ABSTRACT ........................................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN ........................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN………………………………..................... ....... 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Kajian Masalah ................................................................... 7
C. Rumusan Masalah .............................................................. 10
D. Pertanyaan Penelitian ......................................................... 11
E .Tujuan Penelitian ................................................................ 11
F. Manfaat Penelitian ............................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………............ ...... 13
A. Rumah Sakit………………………………………………… .... 13
B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit…………………………… .... 15
C. Manajemen Obat…………………………………………… .... 17
D. Persediaan Obat……………………………………………. ... 33
E .Pelayanan Obat untuk Pasien Rawat Jalan…………….. .... 36
xii
F. Penelitian terdahulu………………………..………………. .... 39
G. Mapping Teori…………………………………………........ .... 43
H. Kerangka Teori…………………………………………..... ..... 44
I. Kerangka Konsep…………………………………………... ... 45
J. Defenisi Konsep…………………………………………... ...... 49
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 52
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................................ 52
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 53
C. Informan Penelitian ............................................................. 54
D. Teknik Pengumpulan Data………………………………… ... 55
E Teknik Analisa Data………………………………………... .... 56
F. Pengecekan Validitas Temuan…………………………… .... 58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 60
A. Gambaran Umum RSUD Kudungga ................................... 60
B. Hasil Penelitian ................................................................... 71
C. Pembahasan ....................................................................... 88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 109
A. Kesimpulan……………………......................................... .... 109
B. Saran .................................................................................. 112
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 113
LAMPIRAN .......................................................................................... 118
xiii
DAFTAR TABEL
nomor halaman
1. Proporsi resep pasien rawat jalan yang terlayani di apotek IFRS umum daerah Kudungga Sangatta tahun 2016 ...................... 4
2. Proporsi resep pasien rawat jalan menurut status pasien di
apotek IFRS umum daerah Kudungga Sangatta tahun 2016 ........ 5
3. Penelitian terdahulu ......................................................................... 39
4. Karateristik responden di RSUD Kudungga Sangatta ..................... 72
5. Persentase dana yang tersedia untuk anggaran belanja obat tahun 2014, tahun 2015 dan tahun 2016 ......................................... 75
6. Data Stok Obat Instalasi Farmasi RSUD Kudungga Sangatta Tahun 2015 dan Tahun 2016 ............................ 81
7. Daftar obat kadaluarsa di instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta tahun 2015 dan tahun 2016 ..................... 83
8. Rata-rata waktu pelayanan resep obat jadi di instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta tahun 2017 ......................... 85
9. Rata-rata waktu pelayanan resep racikan di instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta tahun 2017 ........................................... 85
10. Persentase peresepan obat generic di instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta tahun 2016 ................................................... 87
xiv
DAFTAR GAMBAR
nomor halaman
1. Skema kajian masalah ..................................................................... 7 2. Siklus pengelolaan di rumah sakit ................................................... 19 3. Mapping teori ................................................................................... 43 4. Kerangka teori ................................................................................ 44 5. Kerangka konsep penelitian ............................................................ 48 6. Struktur organisasi RSUD Kudungga Sangatta ............................... 68 7. Struktur organisasi instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta .... 70
xv
DAFTAR LAMPIRAN
nomor halaman
1. Pedoman wawancara 119
2. Tabel hasil penelitian 122
3. Perbandingan standar pengelolaan obat dengan hasil penelitian 129
4. Dokumentasi wawancara di RSUD Kudungga 1341
xvi
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Keterangan
BPJS Badan penyelenggara jaminan sosial
FEFO First expired first out
FIFO First in first out
IGD Instalasi gawat darurat
IFRS Instalasi farmasi rumah sakit
KFT Komite farmasi dan terapi
MCU Medical center unit
PBF Pedagang besar farmasi
PPK - BLUD Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah
RSUD Rumah sakit umum daerah
RBA Rencana bisnis anggaran
SDM Sumber daya manusia
SIM Sistem informasi manajemen
TDR Tanda Daftar Rekanan
TOR Turn Over Ratio
ODD One daily doses
UDD Unit dosis dispensing
VEN Vital, esensial, non esensial
WHO World health organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di
rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal
tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1333 /
Menkes/ SK / XII / 1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit, yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi
rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu (Depkes
RI,1999).
Salah satu upaya dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
rumah sakit dapat dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang
rasional dan berorientasi kepada pelayananan pasien, penyediaan obat
yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat ( Siregar,
2004).
Biaya yang diserap untuk penggunaan obat merupakan komponen
terbesar dari pengeluaran rumah sakit. Menurut standar DEPKES RI
bahwa anggaran untuk biaya obat-obatan di rumah sakit menyerap
sekitar 40-50% dari biaya keseluruhan rumah sakit. Belanja perbekalan
farmasi yang demikian besar tentunya harus dikelola dengan efektif dan
2
efisien, sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
pasien dan rumah sakit.
Rumah sakit selalu dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan
yang dapat memenuhi kepuasan pasien sesuai dengan standar profesi
yang ditetapkan dan juga sesuai dengan kode etik. Peningkatan kualitas
pelayanan yang dimaksud tidak semata-mata diberikan oleh tenaga medis
dan para medis tetapi menyangkut seluruh aspek yang terkait dengan
pelayanan kepada pasien termasuk pelayanan farmasi.
Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan salah satu segi
manajemen rumah sakit yang penting, karena mempunyai tujuan adalah
agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat, dalam jumlah yang cukup
dan terjamin untuk mendukung pelayanan yang bermutu.Pengelolaan
obat di rumah sakit merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
menyangkut fungsi-fungsi manajemen meliputi perencanaan, pengadaan,
distribusi, dan penyimpanan serta penggunaan obat (Quick et al, 1997).
Perencanaan obat meliputi kegiatan untuk menentukan jenis dan
jumlah obat yang diperlukan untuk periode pengadaan yang akan datang.
Perencanaan dapat dilakukan dengan metode komsumsi, metode
epidemiologi dan metode kombinasi.
Pengadaan adalah suatu proses untuk mendapatkan perbekalan,
dalam hal ini obat/barang farmasi untuk menunjang kegiatan pelayanan
rumah sakit.
3
Penyimpanan merupakan suatu proses kegiatan menempatkan
perbekalan farmasi pada tempat yang dinilai aman dan memenuhi syarat.
Distribusi merupakan suatu proses , mulai dari permintaan sampai
penyerahan kepada petugas kesehatan dan pasien. Sistem distribusi obat
dapat dilaksanakan dengan system floor stock, order individu, system
kombinasi dan pelayanan tunggal. Proses penggunaan obat dimulai dari
permintaan obat oleh dokter sampai dengan penyerahan obat kepada
pasien. Untuk menggungkapkan pola penggunaan obat. World Health
Organization telah menentukan beberapa indikator penggunaan obat.
Efektif dan efisiensi pelayanan medik tercermin dari cara peresepan
tenaga medis baik yang rasional dan yang tidak rasional. Peresepan yang
tidak rasional dikelompokkan sebagai berikut; (1) peresepan boros; (2)
peresepan berlebihan; (3) peresepan salah; (4) peresepan majemuk; dan
perespan kurang.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta
merupakan bagian unit pelayanan penunjang, yang terdiri dari Instalasi
farmasi unit rawat jalan dan instalasi farmasi rawat inap. Dalam
melaksanakan kegiatannya didukung oleh sejumlah tenaga sebanyak 29
orang yang terdiri 10 orang Apoteker dan 11 orang Asisten apoteker, 8
tenaga admnistrasi.
Dari laporan tahunan rumah sakit diperoleh data jumlah
pasien yang dilayani poliklinik pada tahun 2016 sebanyak 41.358 orang
dengan jumlah lembar resep yang masuk di apotik IFRS sebanyak
4
22.256 lembar. Proporsi jumlah resep pasien poliklinik yang dilayani oleh
apotik IFRS tahun 2016 bisa dilihat dari Tabel 1
Tabel 1. Proporsi Resep Pasien Rawat Jalan Yang Terlayani Di Apotek IFRS Umum Daerah Kudungga, Tahun 2016
Bulan Jumlah Pasien
Poliklinik
Jumlah lembar
Resep yang keluar dari Poli
Rawat Jalan
Lembar resep yang dilayani
Persentase resep yang
dilayani (%)
Januari 3329 2996 1802 60,15
Februari 4038 3634 1941 53,41
Maret 3711 3340 1970 58,98
April 3823 3441 2081 60,48
Mei 3418 3076 1979 64,34
Juni 3070 2763 1867 67,57
Juli 3000 2700 1429 52,93
Agustus 3420 3078 1910 62,05
September 3089 2780 2035 73,20
Oktober 3470 3123 2095 67,08
November 3754 3379 1376 40,72
Desember 3236 2912 1771 60,82
Total 41358 37222 22256 59,79
Sumber : Data Informasi Cakupan Pelayanan RSUD kudungga Sangatta
Bila dilihat dari tabel tersebut di atas, tampak selisih antara jumlah
pasien yang dilayani di poliklinik dengan jumlah resep yang keluar dari
poliklinik rawat jalan hal ini disebabkan karena tidak semua pasien
mendapatkan resep dokter. Pasien tidak mendapatkan resep dokter
karena kemungkinan pasien hanya periksa laboratorium, radiologi,
physiotherapi, dan pasien yang keadaannya tidak memerlukan obat.
Adapun jumlah pasien rawat jalan dan jumlah resep yang dilayani
oleh Apotik IFRS bila dikelompokkan berdasarkan status pasien dapat
dilihat Tabel 2
5
Tabel 2. Proporsi Resep Pasien Rawat Jalan Menurut Status Pasien Di Apotik IFRS Umum Daerah Kudungga Sangatta Tahun 2016
No.
Status Pasien
Pasien Rawat Jalan Resep Yang dilayani
Jumlah pasien
Jumlah lembar Resep yang
keluar dari Poli Rawat Jalan
Persen (%)
Jumlah Lembar
Persen (%)
1. Umum 14385 12947 34,78 9111 70,37
2. BPJS 19009 17108 45,96 9873 57,71
3 Perusahaan 4143 3729 10,01 1715 46,00
4. SKTM/Jamkesprov
3821 3439 9,24 1557 45,27
Total 41358 37223 100 22256 59,79
Sumber : Data Informasi Cakupan Pelayanan RSUD Kudungga Sangatta
Berdasarkan wawancara awal dengan manajemen RSUD
Kudungga didapatkan data bahwa manajemen menargetkan 80% resep
masuk ke apotek Instalasi Rawat Jalan dari total pasien yang
mendapatkan resep.
Tabel 2 menunjukkan bahwa Apotik IFRS Umum Daerah Kudungga
Sangatta selama tahun 2016 hanya melayani 70,37 % resep umum ,
57,71 % resep pasien BPJS, perusahaan sebanyak 46,00 % serta resep
pasien SKMT/Jamkesprov sebanyak 45,27 % .Dari data tersebut berarti
sekitar 29,63% pasien umum, 42,29 % pasien BPJS, 54,00% pasien
perusahaan dan Jamkesprov sebanyak 54,73 % tidak mengambil obat di
Apotik IFRS tetapi mungkin mengambil obatnya ke apotek swasta yang
ada disekitar rumah sakit.. Melihat presentase tidak mengambil obat di
apotek IFRS bagi pasien dari umum, BPJS, perusahaan dan jamkesprov
sangat rendah yaitu rata-rata 59,79 % dari seluruh lembar resep yang
dikeluarkan dari poliklinik yang artinya target RS tidak tercapai hal ini
6
disebabkan karena tidak tersedianya obat yang dibutuhkan.
Permasalahan tersebut dapat terlihat dari data adanya perbedaan antara
rencana kebutuhan obat dengan jumlah obat yang tersedia pada tahun
2016.
Data ketersediaan obat di rumah sakit daerah Kudungga Sangatta
Kutai Timur pada tahun 2016 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah obat
yang tersedia untuk 10 jenis penyakit terbanyak hanya 51,8 persen dari
total perencanaan kebutuhan obat. Rendahnya presentase jumlah obat
dari rencana kebutuhan menandakan bahwa obat tersebut belum dapat
disediakan dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan
sehingga menyebabkan pasien harus membeli sendiri obat ke apotek luar.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan terkait ketersediaan obat ,
maka dalam hal ini peneliti ingin mengetahui proses pengelolaan
persediaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
Kudungga Sangatta Kutai timur.
7
B. Kajian Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dapat di
identifikasi faktor yang memungkinkan permasalahan yang ditemukan
terkait ketersediaan obat di IFRSUD Kudungga dengan skema sebagai
berikut :
Gambar 1. Gambar Skema Kajian Masalah
Berdasarkan gambar skema di atas maka secara teoritis dapat
diurai kemungkinan berpengaruh terhadap rendahnya ketersediaan obat
di IFRS UD Kudungga sebagai berikut :
1. Perencanaan
Perencanaan obat merupakan proses kegiatan dalam pemilihan
jenis, jumlah, dan harga obat yang sesuai dengan kebutuhan dan
anggaran untuk periode pengadaan yang akan datang. Perencanaan
dipengaruhi berbagai hal seperti beban epidemiologi penyakit, keefektifan
Perencanaan Pengang-
garan
Rendahnya presentase
pengambilan obat pasien
BPJS, Jamkesprov dan
perusahaan
Rendahnya Ketersediaan
obat IFRS
Penyimpanan
Pengadaan
Pendistribusian
8
obat terhadap suatu penyakit dan dipertimbangkan pula harga obat
(Budiono dkk, 1999). Dalam pengelolaan obat yang baik, perencanaan
sebaiknya dilakukan dengan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap
akhir pengelolaan, yaitu penggunaan obat periode yang lalu. Gambaran
penggunaan obat dapat diperoleh berdasarkan data riel konsumsi obat
(metode konsumsi) atau berdasarkan data riil pola penyakit (metode
morbiditas) dan gabungan dari kedua metode tersebut (Quick dkk, 1997).
2. Penganggaran
Penganggara merupakan suatu mekanisme penting pengelolaan
obat. Untuk dapat melakukan penganggaran yang sesuai dengan
kebutuhan, maka diperlukan adanya suatu data pendukung yang
memadai. Data yang diperlukan untuk mendukung penyusunan anggaran
antara lain: data kompilasi penggunaan obat per tahun, data kompilasi
biaya perbekalan farmasi per tahun, data biaya obat per kasus per tahun
dan data sisa stok stok. Tujuan penganggaran agar dapat memenuhi
kebutuhan obat di rumah sakit. Salah satu komponen penunjang yang
sangat vital dalam pengelolaan perbekalan farmasi adalah ketersediaan
anggaran yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan untuk penyediaan
perbekalan farmasi di rumah sakit. ( Menkes RI, 2010) untuk itu perlu
dilakukan penelitian tentang bagaimana sistem penganggaran yang ada di
RSUD Kudungga Sangatta.
9
3. Pengadaan
Pengadaan adalah suatu proses untuk mendapatkan barang atau
obat yang dibutuhkan untuk menunjang pelayanan kesehatan di rumah
sakit. Termasuk dalam pengadaan adalah pengambilan keputusan dan
tindakan untuk menentukan jumlah obat yang spesifik, harga yang harus
dibayar, kualitas obat yang diterima, pengiriman barang tepat waktu,
proses berjalan lancar tidak memerlukan waktu dan tenaga berlebihan.
Pemborosan waktu, tenaga dan dana akan meningkatkan biaya obat dan
akan menurunkan kualitas pelayanan rumah sakit. Pengadaan merupakan
faktor terbesar menyebabkan pemborosan maka perlu dilakukan efisiensi
dan penghematan biaya. Agar proses pengadaan dapat berjalan lancar
dan teratur diperlukan struktur komponen berupa personil yang terlatih
dan menguasai permasalahan pengadaan, metode dan prosedur yang
jelas, sistem informasi yang baik, serta didukung dengan dana dan
fasilitas yang memadai (Budiono dkk, 1999).
4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan obat dengan
cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai
aman, mengatur obat agar mudah ditemukan kembali pada saat
diperlukan, mengatur kondisi ruang dan penyimpanan agar obat tidak
mudah rusak/hilang, serta melakukan pencatatan dan pelaporan obat.
Selain persyaratan fisik, penyimpanan obat juga memerlukan prasyarat
10
yang lebih spesifik serta pengaturan yang rapi. Hal ini dikarenakan obat
memerlukan perlakuan tersendiri seperti: suhu tertentu, memerlukan
pengamanan yang ketat, zat yang eksplosif dan pencahayaan tertentu.
Obat luar harus disimpan terpisah dari obat dalam. Obat diatur sesuai
sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), serta
obat yang hampir kadaluwarsa diberi tanda agar bisa selalu dimonitor
(Quick dkk, 1997).
5. Distribusi
Distribusi merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi
di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien
rawat inap dan rawat jalan serta untuk penunjang pelayanan medis.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau
oleh pasien dengan mempertimbangkan antara lain: efisiensi dan
efektifitas sumber daya yang ada, metode sentralisasi atau desentralisasi,
sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi
(DepKes RI, 2004).
C. Rumusan Masalah
Bagaimana proses perencanaan, penganggaran, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Kudungga Kutai Timur
11
D . Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas maka dalam penelitian ini
dirumuskan pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses perencanaan obat di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta Kutai Timur?
2. Bagaimana proses penganggaran obat di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta Kutai Timur?
3. Bagaimana proses pengadaan obat di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta Kutai Timur?
4. Bagaimana proses penyimpanan obat di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta Kutai Timur?
5. Bagaimana proses pendistribusian obat di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta Kutai Timur?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Untuk mengetahui sistem pengelolaan obat pada layanan IFRS-UD
Kudungga Sangatta Kutai Timur
Tujuan Khusus :
1. Untuk menganalisis proses perencanaan obat di IFRS-UD
Kudungga Sangatta Kutai Timur
2. Untuk menganalisis proses penganggaran obat di IFRS-UD
Kudungga Sangatta Kutai Timur.
12
3. Untuk menganalisis proses pengadaan obat di IFRS-UD Kudungga
Sangatta Kutai Timur
4. Untuk menganalisis proses penyimpanan obat di IFRS-UD
Kudungga Sangatta Kutai Timur
5. Untuk menganalisis proses pendistribusian obat di IFRS-UD
Kudungga Sangatta Kutai Timur.
F . Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmiah
Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya, serta menambah pengetahuan, pengalaman dan
keterampilan yang lebih aplikatif dan kemampuan manajerial di
bidang manajemen pelayanan kesehatan khususnya mengenai
pengelolaan obat di Rumah Sakit.
2. Bagi Praktisi
Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
manajer untuk mengetahui strategi apa yang sebaiknya diterapkan
untuk meningkatkan pendapatan dan pelayanan dengan cara
mengurangi persentase resep yang tak terlayani.
3. Bagi Peneliti
Mendapatkan pengalaman untuk melakukan penelitian, sehingga
dapat menunjang kepentingan dalam tugas dimasa yang akan
datang.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit pasal 1 menyatakan bahwa rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripuma yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan
kesehatan paripurna adalah kesehatan yang meliputi peningkatan
kesehatan (promotif) pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratij) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatij) yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Rumah sakit juga merupakan salah satu dari sarana kesehatan
tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan
adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, bertujuan menciptakan deraj at kesehatan yang optimal
bagi masyarakat (Siregar, 2004).
Dalam Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit pasal 5 menjelaskan fungsi rumah sakit antara lain
yaitu:
a. Menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan sesuai
14
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai dengan kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya
manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam
pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggarakan penelitian dan pengembangan serta
penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan
pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu
pengetahun bidang kesehatan.
Peraturan Menkes Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pasal 6, 10, dan 14, berdasarkan
bentuk layanan kesehatan dan kemampuan pelayanan adalah
sebagai berikut:
a. Rumah Sakit kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis
dasar, 5 pelayanan spesialis penunjang medik, 12 pelayanan
medik spesialis lain dan 13 pelayanan medik sub spesialis.
Mempunyai tempat tidur minimal 400 tempat tidur.
b. Rumah Sakit kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis
dasar, 4 pelayanan spesialis penunjang medik, 8 pelayanan
15
medik spesialis lain dan 2 pelayanan medik sub spesialis.
Mempunyai tempat tidur minimal 200 tempat tidur.
c. Rumah Sakit kelas C harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 pelayanan medik
spesialis dasar, 4 pelayanan spesialis penunjang medik.
Mempunyai tempat tidur minimal 100 tempat tidur.
d. Rumah Sakit kelas D harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 pelayanan medik
spesialis dasar, Mempunyai tempat tidur minimal 50 tempat tidur.
B. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi
atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua
kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan
rumah sakit itu sendiri. Seperti diketahui, pekerjaan kefarmasian
adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat,
pengelolaan obat pelayanan atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan dan obat tradisional. Tugas
Utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan
langsung kepada penderita, sampai pada pengendalian semua
perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah
16
sakit baik untuk penderita rawat inap, rawat jalan, maupun untuk
semua unit termasuk poliklinik rumah sakit (Siregar, 2004).
Pelayanan farmasi Rumah Sakit adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang
bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat (Depkes, 2004). Tujuan tujuan pelayanan
farmasi Rumah Sakit adalah pelayanan yang paripurna sehingga
dapat memberikan obat tepat pasien, tepat dosis, tepat cara
pemakaian, tepat kombinasi, tepat waktu dan tepat harga. Selain itu
pasien diharapkan mendapat pelayanan yang dianggap perlu oleh
farmasi sehingga pasien mendapat pengobatan efektif, efisien,
aman, rasional dan terjangkau (Maimun, 2008). Pelaksanaan
pelayanan farmasi terdiri dari 4 pelayanan yaitu (Purwanti, 2003):
1. Pelayanan Obat Non Resep
Merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan
pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Obat untuk
semua medikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa
resep yang meliputi obat wajib di apotik (OWA), obat bebas
terbatas (OBT), dan obat bebas (OB).
2. Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan
tenaga kesehatan lain, termasuk kepada dokter, termasuk
17
memberi informasi tentang obat barn atau obat yang sudah ditarik.
Apoteker hendaknya aktif mencari masukan tentang keluahan
pasien terhadap obat-obatan yang dikonsumsi.
3. Pelayanan Obat Resep
Pelayanan resep sepenuhnya tanggng jawab apoteker pengelola
apotik. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat yang tertulis
dalam resep dengan obat lain.
4. Pengelolaan Obat
Kompotensi penting yang harus dimiliki apoteker dalam bidang
pengelolaan obat meliputi kemampuan merancang, membuat,
melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien.
C. Manajemen Obat
Pengelolaan obat merupakan satu aspek manajemen yang
penting, oleh karena ketidakefisiensinya akan memberi dampak
yang negatif terhadap sarana kesehatan baik secara medis
maupun ekonomis. Pengelolaan obat di rumah sakit meliputi tahap-
tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian
serta penggunaan yang saling terkait satu sama lainnya, sehingga
harus terkoordinasi dengan baik agar masing-masing dapat
berfungsi secara optimal. Ketidakterkaitan antara masing- masing
tahap akan mengakibatkan tidak efisiennya sistem suplai dan
penggunaan obat yang ada (Indrawati dkk, 2001).
18
Menurut Aditama (2003), bahwa fungsi manajemen obat
membentuk sebuah siklus pengelolaan (1) fungsi perencanaan dan
proses penentuan kebutuhan, mencakup aktifitas menetapkan
sasaran, pedoman dan pengukuran penyelenggaraan bidang
logistik, (2) fungsi penganggaran, merupakan usaha untuk
merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala
standar, (3) fungsi pengadaan, merupakan kegiatan memenuhi
kebutuhan operasional sesuai fungsi perencanaan dan penentuan
kepada instansi pelaksana, (4) Fungsi Penerimaan, penyimpanan
dan penyaluran, diadakan melalui fungsi pengadaan dilakukan oleh
instansi pelaksana, (5) fungsi pemeliharaan, merupakan proses
kegiatan untuk mempertahankan kondisi teknis, daya guna dan
daya hasil barang inventaris, dan (6) fungsi penghapusan, berupa
kegiatan dan usaha pembebasan barang dari pertanggungjawaban
yang berlaku, serta (7) fungsi pengendalian, merupakan usaha
untuk memonitor dan mengamankan keseluruhan pengelolaan
logistik.
Pengendalian obat perlu dilakukan dari tahap perencanaan
sampai dengan penggunaan obat. Pengendalian dilakukan pada
bagian perencanaan yaitu dalam penentuan jumlah kebutuhan,
rekapitulasi kebutuhan dan dana. Pengendalian juga diperlukan
pada bagian pengadaan yaitu dalam pemilihan metode pengadaan,
penentuan rekanan, penentuan spesifikasi perjanjian dan
19
pemantauan status pemesanan. Di bagian penyimpanan
pengendalian diperlukan dalam penerimaan dan pemeriksaan obat.
Sedangkan pengendalian di bagian distribusi diperlukan dalam hal
pengumpulan informasi pemakaian dan review seleksi obat.
Sebagaimana digambarkan dalam siklus berikut ini:
Perencanaan
Penggunaan Pengendalian/ Pengadaan
Distribusi koordinasi
Penyimpanan
Gambar 2. Siklus Pengelolaan Obat Rumah Sakit
(Aditama 2003)
Obat sebagai salah satu unsur penting bagi pengobatan,
mempunyai kedudukan sangat strategis dalam upaya
penyembuhan dan operasional RS. Di RS pengelolaan obat
dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), Panitia
Farmasi dan Terapi (PFT) dan terkait erat dengan anggaran RS.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2008) dbahwa pengelolaan
obat terdiri dari beberapa siklus kegiatan yaitu :
20
1. Perencanaan Obat
Perencanaan obat merupakan proses kegiatan dalam
pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai
dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan
obat dengan menggunkan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, Epidemiologi, kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang
tersedia (Kementerian kesehatan RI, 2004).
Metode konsumsi didasarkan atas analisis data konsumsi
obat sebelumnya. Perencanaan kebutuhan obat menurut pola
konsumsi mempunyai langkah-langkah sebagai berikut :
pengumpulan dan pengolahan data, perhitungan perkiraan
kebutuhan obat dan penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan
alokasi dana. Jumlah kebutuhan obat menurut metode konsumsi
dapat dihitung dengan rumus berikut:
A = (B+C+D ) -E
Keterangan :
A = Rencana Pengadaan
B = Pemakaian rata rata x 12 bulan
C = Buffer stock (10%- 20%)
D = Lead time 3 - 6 bulan
E = Sisa stok
21
Keunggulan metode konsumsi adalah data yang diperoleh
akurat, metode paling mudah, tidak memerlukan data penyakit
maupun standar pengobatan. jika data konsumsi lengkap pola
penulisan tidak berubah dan kebutuhan relatif konstan maka
kemungkinan kekurangan atau kelebihan obat sangat kecil.
Kekurangannya antara lain tidak dapat untuk mengkaji penggunaan
obat dalam perbaikan penulisan resep, kekurangan dan kelebihan
obat sulit diandalkan, tidak memerlukan pencatatan data morbiditas
yang baik (Depkes RI,2004).
Metode epidemiologi didasarkan pada jumlah kunjungan,
frekuensi penyakit dan standar pengobatan. Keunggulan metode
epidemiologi adalah perkiraan kebutuhan mendekati kebenaran,
standar pengobatan mendukung usaha memperbaiki pola
penggunaan obat. Sedangkan kekurangannya antara lain
membutuhkan waktu dan tenaga yang terampil, data penyakit sulit
diperoleh secara pasti, diperlukan pencatatan dan pelaporan yang
baik.
Seleksi obat dalam rangka efisiensi dapat dilakukan dengan
cara analisis VEN dan analisis ABC. Analisis VEN adalah suatu
cara untuk mengelompokkan obat yang berdasarkan kepada
dampak tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu sebagai berikut:
1. Kelompok V adalah kelompok obat-obatan yang sangat esensial,
yang termasuk dalam kelompok ini adalah obat-obat penyelamat
22
(life saving drugs), obat-obatan untuk pelayanan kesehatan pokok
dan obat-obatan untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab
kematian terbesar.
2. Kelompok E adalah obat-obatan yang bekerja kausal yaitu obat
yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.
3. Kelompok N adalah merupakan obat-obatan penunjang yaitu obat-
obat yang kerjanya ringan dan bisa dipergunakan untuk
menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan
(Ratnaninggrum, 2002)
Menurut Suciati (2006), analisa ABC dilakukan dengan
Mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu:
a) Kelompok A: kelompok obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
b) Kelompok B: kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
c) Kelompok C: kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
Langkah-langkah menentukan kelompok A, B dan C:
a) Hitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk masing-masing obat
dengan cara kuantum obat x harga obat.
b) Tentukan rankingnya mulai dari dana terbesar sampai terkecil.
23
c) Hitung persentasenya terhadap total dana yang dibutuhkan.
d) Hitung kumulasi persennya.
e) Obat kelompok A termasuk dalam 70%.
f) Obat kelompok B termasuk dalam 20%.
g) Obat kelompok C termasuk dalam 10%.
Suciati dan Adisasmito (2006) dalam penelitiannya dapat diambil
kesimpulan antara lain :
1. Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan obat di
Rumah Sakit yaitu standarisasi obat atau formularium, anggaran,
pemakaian periode sebelumnya, stok akhir dan kapasitas gudang,
lead time dan stok pengaman, jumlah kunjungan dan pola penyakit,
standar terapi, penetapan kebutuhan obat dengan menggunakan
ABC Indeks Kritis.
2. Penggunaan ABC Indeks Kritis secara efektif dapat membantu
Rumah sakit dalam membuat perencanaan obat dengan
mempertimbangkan aspek pemakaian, nilai investasi, kekritisan
obat dalam hal penggolongan obat vital, essensial dan non
essensial. Standar terapi merupakan aspek penting lain dalam
perencanaan obat karena akan manjadi acuan dokter dalam
memberikan terapinya.
24
2. Pengadaan Obat
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui. Pengadaan adalah sebuah
tahapan yang penting dalam manajemen obat dan menjadi sebuah
prosedur rutin didalam sistem manajemen obat yang berlalu di
banyak negara. Sebuah proses pengadaan yang efektif akan
menjamin ketersediaan obat dalam jumlah yang benar dan harga
yang pantas serta kualitas obat yang terjamin (Kementerian
Kesehatan RI, 2008).
Proses pengadaan yang efektif harus dapat menghasilkan
pengadaan obat yang tepat jenis maupun jumlahnya, memperoleh
harga yang murah, menjamin semua obat yang dibeli memenuhi
standar kualitas, dapat diperkirakan waktu pengiriman sehingga tidak
terjadi penumpukan atau kekurangan obat, memilih supplier yang
handal dengan service memuaskan, dapat menentukan jadwal
pembelian untuk menekan biaya pengadaan dan efisien dalam
proses pengadaan.
Menurut WHO (1999), ada empat strategi dalam pengadaan
obat yang baik (a) Pengadaaan obat-obatan dengan harga mahal
dengan jumlah yang tepat, (b) Seleksi terhadap supplier yang dapat
dipercaya dengan produk yang berkualitas, (c) Pastikan ketepatan
waktu pengiriman obat, (d) Mencapai kemungkinan termurah dari
harga Total.
25
3. Penyimpanan Obat
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang ditetapkan : 1) dibedakan menurut bentuk sediaan
dan jenisnya, 2) dibedakan menurut suhunya, kesetabilannya, 3)
mudah tidaknya meledak/terbakar, 4) tahan tidaknya terhadap cahaya
disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.Pengaturan penyimpanan obat
dan persediaan adalah sebagai berikut
a. Simpan obat-obatan yang mempunyai kesamaan secara
bersamaan di atas rak. ‘Kesamaan’ berarti dalam cara pemberian
obat (luar,oral,suntikan) dan bentuk ramuannya (obat kering atau
cair)
b. Simpan obat sesuai tanggal kadaluwarsa dengan menggunakan
prosedur FEFO (First Expired First Out). Obat dengan tanggal
kadaluwarsa yang lebih pendek ditempatkan di depan obat yang
berkadaluwarsa lebih lama. Bila obat mempunyai tanggal
kadaluwarsa sama, tempatkan obat yang baru diterima dibelakang
obat yang sudah ada.
c. Simpan obat tanpa tanggal kadaluwarsa dengan menggunakan
prosedur FIFO (First In First Out). Barang yang baru diterima
ditempatkan dibelakang barang yang sudah ada
d. Buang obat yang kadaluwarsa dan rusak dengan dibuatkan catatan
pemusnahan obat, termasuk tanggal, jam, saksi dan cara
26
pemusnahan.
Indikator penyimpanan obat yaitu:
1) Kecocokan antara barang dan kartu stok,indikator ini digunakan
untuk mengetahui ketelitian petugas gudang dan mempermudah
dalam pengecekan obat, membantu dalam perencanaan dan
pengadaan obat sehingga tidak menyebabkan terjadinya akumulasi
obat dan kekosongan obat.
2) Turn Over Ratio (TOR), indikator ini digunakan untuk mengetahui
kecepatan perputaran obat, yaitu seberapa cepat obat dibeli,
didistribusi, sampai dipesan kembali, dengan demikian nilai TOR
akan berpengaruh pada ketersediaan obat. TOR yang tinggi berarti
mempunyai pengendalian persediaan yang baik, demikian pula
sebaliknya, sehingga biaya penyimpanan akan menjadi minimal,
3) Persentase obat yang sampai kadaluwarsa dan atau rusak,
indikator ini digunakan untuk menilai kerugian rumah sakit,
4) Sistem penataan gudang, indikator ini digunakan untuk menilai
sistem penataan gudang standar adalah FIFO dan FEFO,
5) Persentase stok mati, stok mati merupakan istilah yang digunakan
untuk menunjukkan item persediaan obat di gudang yang tidak
mengalami transaksi dalam waktu minimal 3 bulan,
6) Persentase nilai stok akhir, nilai stok akhir adalah nilai yang
menunjukkan berapa besar persentase jumlah barang yang tersisa
pada periode tertentu, nilai persentese stok akhir berbanding
27
terbalik dengan nilai TOR
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2012) dalam Standar
Akreditasi RS menjelaskan bahwa obat bisa disimpan dalam tempat
penyimpanan, di dalam pelayanan farmasi atau kefarmasian, atau di
unit asuhan pasien pada unit—unit farmasi atau di nurse station dalam
unit klinis. Standar 1 menyiapkan mekanisme pengawasan bagi
semua lokasi dimana obat disimpan. Dalam semua lokasi tempat obat
disimpan, hal berikut ini adalah jelas :
a) Obat disimpan dalam kondisi yang sesuai untuk stabilitas produk;
b) Bahan yang terkontrol (controlled substances) dilaporkan secara
akurat sesuai undang-undang dan peraturan yang berlaku
c) Obat-obatan dan bahan kimia yang digunakan untuk
mempersiapkan obat diberi label secara akurat menyebutkan isi,
tanggal kadaluwarsa dan peringatan;
d) Elektrolit pekat konsentrat tidak disimpan di unit asuhan kecuali
merupakan kebutuhan klinis yang penting dan bila disimpan dalam
unit asuhan dilengkapi dengan pengaman untuk mencegah
penatalaksanaan yang kurang hal-hal (diberi nilai pada Sasaran
Keselamatan Pasien).
e) Seluruh tempat penyimpanan obat diinspeksi secara periodik
sesuai kebijakan rumah sakit untuk memastikan obat disimpan
secara benar; dan
f) Kebijakan rumah sakit menjabarkan cara identfikasi dan
28
penyimpanan obat yang dibawa oleh pasien
4. Pendistribusian Obat
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di RS
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan
rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi
dirancang atas dasar kemudahan untuk di jangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan : 1) efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada, 2)
metode sentralisasi atau desantrilisasi, 3) sistem floor stock, resep
individu, dispensing dosis unit atau kombinasi.
Ada beberapa metoda yang dapat digunakan oleh IFRS dalam
mendistribusikan perbekalan farmasi dilingkungannya. Adapun metoda
yang dimaksud antara lain :
a. Resep Perorangan
Resep perorangan adalah orderl resep yang ditutis dokter untuk
tiap pasien. Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan
distribusikan oleh IFRS sesuai yang tertulis pada resep.
b. Sistem Distribusi Persediaan Lengkap Di Ruang
Definisi sistem distribusi persediaan lengkap di ruang adalah
tatanan kegiatan pengantaran sediaan perbekalan farmasi sesuai dengan
yang ditulis dokter pada order perbekalan farmasi, yang disiapkan dari
persediaan di ruang oleh perawat dengan mengambil dosis/ unit
perbekalan farmasi dari wadah persediaan yang langsung diberikan
kepada pasien di ruang tersebut (Siregar, J.P.Ch,2004).
29
5. Penggunaan Obat
Penggunaan obat oleh pasien ditentukan bagaimana cara
persepan, dispensing (penyerahan obat), dan cara pemakaian.
Menurut Tjiptoherjanto dan Soesetyo (1994) dokter bertindak
sebagai agen bagi pasiennya yang kurang mempunyai informasi
tentang segala sesuatu yang menyangkut pelayanan kesehatan
yang akhirnya mengacu kepada situasi di mana dokterlah yang
secara efektif sering bertindak untuk melakukan permintaan
(demanding).
Dokter membutuhkan beberapa informasi agar penulisan
resep dapat dituliskan secara rasional (Wirtoatmodjo,1990).
Informasi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Informasi mengenai ketersediaan obat yang jenis, jumlah, mutu
dan harga yang sesuai di dalam formularium
2. Pedoman diagnosis dan terapi.
Setelah adanya informasi tersebut di atas maka dokter dapat
menuliskan resep secara tepat, cepat dan dengan harga yang
terjangkau. Penulisan resep yang rasional dapat mempengaruhi
proses penyerahan obat.
Proses penyerahan obat (dispensing process) adalah mulai
dari persiapan permintaan obat sampai dengan penyerahan obat
kepada pasien (Quick el al, 1982). Ada 5 hal yang penting
diperhatikan dalam proses dispensing (IFRS-DS, 1990).
30
1. Mengetahui dengan jelas obat apa yang dibutuhkan
2. Mengumpulkan data mengenai obat tersebut
3. Membuat formulasi (mencampur, menghitung, dan menuang)
4. Memberi label
5. Menyalurkan (menyerahkan obat)
Sebelum memberikan suatu jenis obat, petugas harus
mengetahui obat apa yang dibutuhkan oleh pasien. Petugas
harus dengan jelas membaca dan mengetahui obat yang
dipesan atau ditulis dokter supaya tidak terjadi kesalahan
penyerahan obat yang dipesan atau ditulis dokter supaya tidak
terjadi kesalahan penyerahan obat. Setelah semua dilakukan
dengan jelas maka petugas membuat formulasi, artinya bila
diperlukan mencampur maka dilakukan pencampuran, bila tidak
dibutuhkan pencampuran dilakukan perhitungan. Tugas
perhitungan harus dilakukan secara teliti, karena bila kurang
pengobatan tidak efektif sedangkan kalau kelebihan dapat
menyebabkan kerugian.
Tidak efektifnya manajemen obat menurut WHO (1998) dapat
dilihat dari :
1. Kekurangan obat yang terlalu sering dan terjadi pada banyak
jenis obat
2. Kelebihan persediaan (over stock) jenis obat tertentu
3. Penyediaan obat yang tidak merata
31
4. Perimbangan manfaat biaya (cost-effectiveness) yang tidak
baik
5. Pengaturan anggaran obat yang tidak proporsional
6. Cara peresepan yang tidak rasional dan efektif
7. Penyimpangan atau distorsi kebutuhan obat.
Menurut Mulyadi (1996) komsumen akan memilih
produsen yang mampu yang menghasilkan produk yang
memiliki mutu dan harga yang murah. Harga murah hanya
dapat dihasilkan oleh produsen yang secara terus menerus
melakukan perbaikan terhadap aktivitas penambah nilai.
Penggunaan obat oleh pasien harus dipertimbangkan
berdasarkan konsep, suatu aktivitas yang menambah nilai bagi
customers, sehingga customers memperoleh manfaat (benefit)
dari pengorbanan (sacrifice) yang dilakukan. Protabilitas perlu
dipandang dari konsep manajemen menyeluruh, bukan hanya
difokuskan pada bidang yang sempit : penjualan obat kepada
pasien. Protabilitas rumah sakit ditentukan oleh (1) kemampuan
menghasilkan pendapatan dengan dengan menyediakan
customers value, (2) kemampuan mengelola pengorbanan
sumber daya hanya untuk aktivitas yang menambah nilai bagi
customers (value added activities), (3) kemampuan
menhasilkan laba memadai sebanding dengan investasi yang
dilakukan. Market-driven strategy adalah suatu cara berfikir
32
manajemen yang memberi prioritas kepada persyaratan pasar
atau komsumen dibandingkan dengan keterbatasan teknologi
yang dimiliki oleh perusahaan. Pada strategi ini perhatian
manajer harus diberikan terhadap perkembangan pasar dan
apa yang diinginkan oleh konsumen, dengan strategi ini
manajer dipaksa untuk menghilangkan hambatan teknoli untuk
memenuhi kebutuhan konsumen, sehingga manajer
bertanggung jawab untuk mencari terobosan-terobosan baru
untuk memnuhi kebutuhan pasar.
Efisiensi, suatu keadaan/derajat/tingkat dimana
ketersediaan obat tidak menambah beban atau menurunkan
pembiayaan. Perbekalan yang efisien dapat diartikan
perbekalan yang efektif dan relatif tidak mahal, sedangkan
stockout merupakan keadaan yang tidak efektif
(Suryawati,1997).
Menurut Handoko (1992), pengendalian persediaan
merupakan fungsi manajemen yang penting karena nilai
persediaan merupakan nilai yang sangat besar. Makin besar
nilai barnag yang disimpan akan semakin besar opportunity cost
dan apabila sering mengalami kekurangan persediaan, maka
akan terjadi kerugian akibat kekosongan barang. Bila tidak
dilakukan pengendalian persediaan barang di gudang, maka
33
akan berdampak pada kekosongan obat atau persediaan yang
berlebih sehingga biaya persediaan menjadi besar.
Ciri-ciri system distribusi yang well-managed (Suryawati,
1997)
1. Mutu obat/barang farmasi terjamin.
2. Manajemen barang optimal
3. Barang diperlukan ada setiap saat.
4. Adanya informasi keperluan obat untuk masa datang
5. sedikit /tidak ada obat /barang yang rusakj /hilang/expire
date
D. Persediaan Obat
Manajemen persediaan merupakan suatu cara
mengendalikan persediaan agar dapat melakukan pemesanan
yang tepat yaitu dengan biaya yang optimal. Oleh karena itu
konsep mengelola sangat penting diterapkan agar tujuan
efektifitas dan efisiensi tercapai. Manajemen persediaan yang baik
merupakan salah satu faktor keberhasilan suatu perusahaan
untuk melayani kebutuhan konsumen dalam menghasilkan suatu
produk layanan yang berkualitas dan tepat waktu. Permasalahan
tidak tepatnya waktu kedatangan barang yang telah dijadualkan
dapat membuat suatu kepanikan apabila stok persediaan habis,
sebaliknya kelebihan persediaan menimbulkan biaya tambahan
34
seperti biaya keamanan, biaya gudang, resiko penyusutan yang
kerap kali kurang diperhatikan pihak manajemen
Menurut Crandall dan Markland (1996) dalam Titta H.S
(2008), strategi manajemen persediaan berdasarkan jenis
permintaannya dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Provide. Pada kondisi ini perusahaan berusaha untuk selalu
memiliki kapasitas yang mencukupi untuk memenuhi
permintaan puncak pada sepanjang tahun. Sehingga
perusahaan cenderung memiliki kelebihan kapasitas. Hal ini
dilakukan karena perusahaan tidak ingin kehilangan penjualan
atau tidak mampu memberikan pelayanan terhadap
pelanggannya.
2. Match. Perusahaan berusaha untuk mengantisipasi pola
permintaan sehingga perusahaan dapat mengubah tingkat
kapasitas sesuai dengan yang dibutuhkan. Pada saat
permintaan tinggi, perusahaan mempunyai beberapa strategi
untuk meningkatkan kapasitasnya dan disaat permintaan
rendah, perusahaan juga memiliki beberapa strategi untuk
mengurangi jumlah kapasitas.
3. Influence. Perusahaan yang termasuk dalam jenis ini adalah
perusahaan yang mampu mengubah pola permintaan
konsumennya dan mampu mendayagunakan sumber-sumber
yang dimilikinya dengan lebih berdaya guna.
35
4. Control. Perusahaan dengan jenis permintaan ini adalah
perusahaan dengan tipe jasa yang unik dan membutuhkan
biaya sumber daya yang tinggi untuk
mampu menyrediakan kapasitas ataupun pelayanan seperti
yang telah dijanjikan kepada konsumennya. Sebagai hasilnya
perusahaan berusaha untuk menjaga agar variasi permintaan yang
terjadi dapat seminimum mungkin. Rumah sakit adalah perusahaan
jasa yang membutuhkan persediaan dalam pelayanan jasanya.
Salah satu jenis persediaan yang dibutuhkan oleh pihak rumah
sakit dan sangat penting adalah persediaan obat. Rumah sakit
perlu menyediakan jenis dan jumlah obat tertentu untuk melayani
dan menyembuhkan pasiennya. Masalah yang dihadapi oleh pihak
rumah sakit adalah jenis dan jumlah obat yang harus disediakan
tersebut berbeda untuk periode waktu yang berbeda. Ketersediaan
obat adalah kecukupan obat (dalam bulan) di gudang obat farmasi.
Obat digolongan menurut VEN yaitu Vital, Essensial, dan Non
Essensial
Hasil penelitian menurut Crandall-Markland (1996) dalam
Titta H.S (2008) menunjukkan bahwa rumah sakit cenderung
menggunakanprovide dan match sebagai strategi permintaannya,
artinya bahwa rumah sakit cenderung untuk mempunyai kapasitas
yang dapat memenuhi permintaan terutama pada permintaan tinggi
atau puncaknya, kapasitas berlebih dianggap lebih baik
36
dibandingkan kehilangan kesempatan melayani pasiennya; atau
rumah sakit mempunyai kecenderungan untuk melakukan antisipasi
pola permintaan sehingga rumah sakit dapat mengubah kapasitas
sesuai dengan yang dibutuhkan, dalam hal ini peramalan
mempunyai arti yang sangat penting.
Dalam pengendalian persediaan terdapat tiga kemungkinan
yang dapat terjadi yakni stockout, stagnant, dan obat yang
dibutuhkan sesuai dengan yang ada di persediaan. Stockout adalah
manajemen persediaan terdapat sisa obat akhir kurang dari jumlah
pemakaian rata-rata tiap bulan selama satu bulan disebut stockout
(Waluyo, 2006). Stockout adalah sisa stok obat pada waktu
melakukan permintaan obat, stok kosong (Setyowati dan Purnomo,
2004).Obat dikatakan stagnant jika sisa obat pada akhir bulan lebih
dari tiga kali rata-rata pemakaian obat per bulan (Muzakin,2008).
E. Pelayanan Obat Untuk Pasien Rawat Jalan
Pasien rawat jalan berbeda banyak hal dengan pasien rawat
inap, pasien yang dirawat di Rumah Sakit selalu berada dalam
lingkungan yang secara rutin diawasi dimana tanda-tanda penting
yang terjadi juga dicatat secara rutin, pengobatan dijadwal dan
diberikan oleh tenaga medis terdidik yang professional, dan pasien
ditempatkan disuatu tempat yang khusus. Sebaliknya pasien rawat
jalan biasanya berada dalam lingkungan yang tidak terkontol sehingga
tanda-tanda penting yang terjadi diantara waktu kunjungannya ke
37
klinik tidak dicatat, dan kadang-kadang mungkin obat yang digunakan
oleh pasien tidak teratur.
Dihadapan pada masalah demikian, disamping melayani resep
dengan benar, petugas apotek harus menyediakan pelayanan yang
diperluas yaitu memberikan informasi kepada pasien agar lebih
mengerti tentang obat-obat yang mereka gunakan (IFRS-DS, 1990).
Lokasi IFRS untuk pasien rawat jalan hendaknya berdekatan
dengan poliklinik. Instalasi Farmasi rawat jalan sebaliknya dipisahkan
dari intalasi rawat inap. Tentu hal ini membutuhkan perencannan untuk
transportasi obat dan pengiriman dari instalasi farmasi pusat ke
instalasi farmasi rawat jalan, juga penambahan tenaga perlu dipikirkan
untuk pengambilan obat dari instalasi farmasi pusat. Bila instalasi
farmasi rawat jalan satu dengan instalasi rawat inap, maka loket untuk
pasien rawat jalan dipisah dari pasien rawat inap agar ahli farmasi
dapat memberikan informasi sejelas-jelasnya (IFRS-DS, 1990). Pada
instalasi farmasi yang banyak dikunjungi pasien rawat jalan, bila
pasien harus menunggu, digunakan kartu bernomor untuk mengenali
dan mengerjakan resepnya. Juga lebih baik menggunakan prosedur
ban berjalan untuk mempercepat pelayanan, selain cara seperti ban
berjalan untuk mempercepat pelayanan juga dapat dilakukan
pengemasan obat dan mengikuti formulirium rumah sakit dengan ketat.
Pengemasan obat ini dapat dilaksanakan dengan kerjasama unit-unit
terkait seperti dokter poliklinik dan Komite Farmasi dan Terapi. Obat
38
yang digunakan sepanjang tahun dapat dikemas sesuai dengan
kebutuhan pasien sehingga dapat mempercepat pelayanan (IFRS-DS,
1990).
39
F. Penelitian terdahulu
Tabel 3. Penelitian terdahulu
Penulis
(tahun)
Tujuan Lokasi Rancangan
penelitian
Sampel Hasil Perbedaan dengan
Penelitian Ini
Nurul qiyam
,dkk (2010)
Mengetahui
manajemen
pengelolaan
obat
RSUD.dr.Soedjono
Selong Lombok
Timur.
Deskriptif
Kualitatif
Instalasi farmasi,
bagian keuangan
dan bagian
logistik
Managemen obat sudah
baik dan benar
berdasarkan 5 indikator
pengelolaan obat
Perbedaan waktu ,tempat
,obyek penelitian serta
hanya menggunakan
variabel penyimpanan
obat
Anna
Apriyanti,dkk
Melakukan
evaluasi sistem
pengadaan Obat
terhadap
ketersediaan
obat
RSUD Hadji
Boejasin Pelaihari
Deskriptif
Kualitatif
Tim pengadaan
obat.
Proses pengadaan obat
menggunakan dana APBD
Perbedaan waktu,
tempat, obyek penelitian
dan hanya menggunakan
variabel pengadaan obat
Akhmad
Fakhriadi dkk
(2011)
Mengetahui
efisiensi
pengelolaan
obat dan
gambaran
managemen
pendukungnya.
RS.PKU
Muhammadiyah
Temanggung.
Kualitatif dan
kuantitatif
Direktur
Rs,Bagian
Farmasi dan
pihak terkait
Efisiensi pada tahap
selection,procurement,dist
ribution dan use
Perbedaan ,waktu dan
tempat penelitian dan
menggunakan metode
kuantitatif
M.Roni dkk
(2016)
Menganalisa
dan
mengevaluasi
sistem
pengelolaan
obat
RSUD Ambarawa deskriptif Instalasi farmasi
dan logistik
Sistem pengelolaan ,obat
tidak efektif
Perbedaan waktu,
tempat, obyek
penelitian.dan hanya
menggunakan variabel
distribusi
40
Penulis
(tahun)
Tujuan Lokasi Rancangan
penelitian
Sampel Hasil Perbedaan dengan
Penelitian Ini
Deviana,dkk
(2016)
Mengetahui
pengeloaan obat
pasien BPJS.
RS panti wilasam
Citarum Semarang
Studi kasus,
deskriptif
analitik
Instalasi farmasi
rs, logistik
Perencanaan obat
menggunakan
formularium.
Perbedaan
waktu,tempat,objekdan
hanya menggunakan
variabel perencanaan
obat.’
Guswani
(2016)
Mengetahui
pengelolaan
manajeman obat
RSUD lanto daeng
pasewang jeneponto
Deskriptif
kualitatif
Kepala instalasi
farmasi,direktur
RS
perencanaan metode pola
penyakit,pengadaan sistem
tender
Perbedaan
tempat,waktu,objek dan
tidak memasukkan
variabel anggaran
Saparuddin
Latu (2011)
Menganalisis
Manajemen
Obat Di
Instalasi
Farmasi Dinas
Kesehatan
Dinas Kesehatan
Jaya Wijaya Propinsi
Papua
Metode
kualitatif
Kepala dinas
kesehatan, kepala
gudang farmasi
dinas kesehatan,
kasubid farmasi
Penganggaran Manajemen
Obat di Instalasi Farmasi
melalui Musrembang dan
alokasi dana dari otonomi
khusus .
Sumber anggaran
melalui alokasi dana
otonomi khusus.
Pendistribusian dilakukan
dengan perhitungan Stok
optimum Penghapusan
obat yang kadaluarsa
dilakukan sesuai pedoman
pemusnahan obat dan
petunjuk teknis dari badan
POM Jayapura
41
Penulis
(tahun)
Tujuan Lokasi Rancangan
penelitian
Sampel Hasil Perbedaan dengan
Penelitian Ini
Djemi J
Rantung
(2015)
Untuk
menganalisis
manajemen
pengelolaan
obat yang
mempengaruhi
stock out di
instalasi farmasi
RSUD Kanujoso
Djatiwibowo
Balikpapan
instalasi farmasi
RSUD Kanujoso
Djatiwibowo
Balikpapan
Metode
kualitatif
Direktur rs,
kepala IFRS,
dokter, bagian
perencanaan dan
pengadaan, KFT,
kasie penunjang
medik, kabid
penunjang medik
Perencanaan obat belum
selesai dengan prinsip
dasar manajemen
pengelolaan obat, metode
pembelian dengan cara
pembelian langsung,
sering terjadi tertunda
pembayaran obat,
penyimpana obat secara
FEFOdan FIFO, waktu
tunggu pelayanan obat
tergolong lama, peresepan
obat generic masih rendah
Ada menggunakan
Indikator penggunaan
obat yaitu persentase
peresepan obat diluar
formularium,
menganalisis
perbandingan antara item
obat tersedia dengan
daftar obat di
formularium
Nurlinda,dkk
(2016)
Mengetahui
manajemen
pengelolaan
obat
RSUD kabupaten
pangkep
Deskriptif
kualitatif
Kepala instalasi
farmasi, gudang
perbekalan,
penanggung
jawab rawat jalan
dan inp,
administrasi dan
mutu instalasi
farmasi
Perencanaan dengan
nmetode konsumsi dan
morbiditas.pengadaan obat
dengan pembelian
langsung atau lelang.
proses penyimpanan,
masih belum memenuhi
standar Pendistribusian
dilakukan dengan sistem
distribusi resep individu
Perbedaan
tempat,waktu,objek dan
tidak memasukkan
variabel anggaran obat
42
Penulis
(tahun)
Tujuan Lokasi Rancangan
penelitian
Sampel Hasil Perbedaan dengan
Penelitian Ini
Khadijah
Bachtiar
Untuk
menganalisi
pengelolaan
obat
Rumah Sakit Umum
Daerah Kota
Makassar
Metode
Kualitatif
Kabid
penunjang, KFT,
IFRS, gydang
farmasi, kasubid
penunjang medik
Proses Perencanaan Obat
di RSUD kota Makassar
sudah sesuai standar
operasional Rumah Sakit
dengan metode konsumsi.
Proses Pengadaan Obat di
RSUD Kota Makassar
sesuai standar operasional
rumah sakit dengan
metode pengadaan
langsung. Proses
penerimaan obat RSUD
kota Makassar sudah
sesuai standar operasional
rumah sakit. Perencaan
obat dilakukan dengan
baik sesuai fungsinya
Hasil penelitian bahwa
proses perencanaan,
pengadaan, penerimaan
obat sudah sesuai
standar.
Hasratna ,dkk
(2016)
Gambaran
pengelolaan
obat
RSUD Kabupaten
Muna
Deskriptif
kualitatif
Instalasi
farmasi,direktur
,kepala gudang
Perencanaan metode
kombinasi,pengadaan
dengan tender,
menyimpanan kurang
memadai
Perbedaan waktu,tempat
,objek dan tidak
menggunakan variabel
penganggaran obat
43
G. Mapping teori
Gambar 3. Mapping teori
Input Proses Out put
Siregar (2004), Aditama (2007), - SDM
- Dana
- Prosedur
- Kebijakan
- Distributor
Wijono (2000)
- Manajemen
administrasi
- Keuangan
- Peralatan
- Tenaga
kesehatan
- Aditama (2003) Siklus pengelolaan obat - Depkes (2004) Perencanaan obat - Kepmenkes
(2008), WHO (1999) Pengadaan obat
-Kepmenkes (2012) Penyimpanan obat: - Siregar, J.P.Ch
(2004) Pendistribusian obat - Quick el al (1982) Proses penyerahan obat Seto (2004), Depkes
(2008), Depkes
(2003)
- Perencanaan
- Penganggaran
- Pengadaan
- Penyimpanan
- Pendistribusian
Depkes RI (1990),
kemenkes RI (2012),
Donal J.B (2006)
- Pengadaan
- Persediaan
- Penyimpanan
- seleksi
- Handoko (1992)
Pengendalian persediaan
obat
- Setyowati dan Purnomo
(2004) Stock out
- Waluyo (2006)
Stock out
- Muzakin (2008)
Obat Stagnant
- Crandall-Markland (2008)
Strategi manajemen
persediaan.
- Pudjaningsih, D., 1996 penilaian TOR, persentase obat kadaluarsa, persentase stok mati, persentase nilai stok akhir
- Quick et al, 2012
Stock out Stock opname
44
H. Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan oleh peneliti adalah seto
(2008). Teori ini cocok digunakan untuk melihat gambaran
pengelolaan persediaan obat. Dalam teori ini, pengendalian
persediaan di pengaruhi oleh fungsi-fungsi manajemen yang
merupakan suatu siklus kegiatan yang saling berhubungan yaitu
perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian, dan penghapusan. Dari fungsi-fungsi tersebut,
keseluruhannya saling berhubungan satu sama lain secara tidak
langsung. Adapun Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagaiberikut:
Sumber : Seto (2008)
Gambar 4. Kerangka teori
Perencanaan dan
peramalan kebutuhan
Penganggaran
Pengadaan
Pemeliharaan dan
penyimpanan
penghapusan
pendistribusian
Pengendalian
persediaan
45
I. Kerangka Konsep
Berdasarkan hasil telaah pustaka yang telah dilakukan, maka
ditemukan model hubungan pengaruh variabel yang mendasari
kerangka teori dan menyajikan varibel-variabel independen yang
memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap
rendahnya ketersediaan obat, yang pada penelitian ini dinyatakan
sebagai variabel dependen. Dari model teoritis ini juga dapat dipelajari
alur pengaruh antara variabel-variabel independen terhadap variabel
dependen (rendahnya ketersediaan obat yang berpengaruh terhadap
rendahnya persentase resep).
Dalam mencapai suatu tujuan penilitian tidak harus mengikut setiap
variabel yang terlihat dalam model teoritis untuk menyelesaikan
masalah dan menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Berangkat
dari perkiraaan seperti dikemukakan di atas dan telaah pustaka yang
telah dilakukan dapat dibuat resume, variabel-variabel independen
yang dianggap mempunyai pengaruh positif terhadap rendahnya
ketersediaan obat di Rumah Sakit.
Resume hasil telaah pustaka yang telah dilakukan tersebut
mempelihatkan variabel-variabel yang terikat dalam system
pengelolaan obat, yakni :
a) Perencanaan
b) Pengadaan
c) Penerimaan
46
d) Penyimpanan
e) Pendistribusian
f) Pengendalian
g) Penghapusan
h) Pencatatan dan Pelaporan
Dari semua variabel yang terlihat dalam model teoritis tersebut
ditentukan variabel-variabel yang akan dimasukkan dalam penelitian
ini dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
a. Variabel-variabel yang dipilih diasumsikan memiliki pengaruh positif
atau negatif yang kuat dengan rendahnya ketersediaan obat di
Apotek IFRS-UD Kudungga Sangatta
b. Variabel-variabel yang dipilih juga diduga peka terhadap
perubahan-perubahanan dalam manajemen pengelolaan obat.
c. Secara teknis variabel-variabel tersebut layak diteliti dengan alasan
sebagai berikut :
a) Cara pengumpulan datanya yang memungkinkan untuk
dilakukan
b) Kontrol kualitas data dapat dilakukan
c) Tersedia waktu yang cukup untuk melakukan penelitian tersebut
d) Kualitas dan kuantitas tenaga yang dimiliki memungkinkan.
e) Kualitas dan kuantitas peralatan yang diperlukan tersedia
f) Tersedianya dana.
47
Berdasarkan kerangka teori tersebut, dapat disusun alur pikir
penelitian. Penelitian ini akan menganalisis tentang pengelolaan obat
di Instalasi Farmasi RSUD Kudungga Sangatta Kutai Timur yaitu
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan
penganggaran.
. Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem yang terdiri dari
3 bagian yaitu input, proses, dan output. Dalam pendekatan sistem,
setiap bagian menjadi suatu rangkaian yang saling berkaitan satu
dengan yang lainnya. Input pengelolaan persediaan obat terdiri dari
SDM, anggaran, sarana&prasarana, dan kebijakan. Proses dari
pengelolaan persediaan terdiri dari perencanaan, pengganggaran,
pengadaan, pendistribusiaan, dan penghapusan. Sedangkan output
dari pengelolaan persediaan adalah tersedianya persediaan obat yang
efektif dan efisien.
Dari uraian yang dikemukakan di atas disusun kerangka konsep
penelitian sebagai berikut:
48
Input :
SDM
Proses :
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Gambar 5. Kerangka konsep penelitian
Perencanaan
Penganggaran
Pengadaan
Penyimpanan
Pengendalian
Penghapusan
Pencatatan/Pelaporan
Monitoring/Evaluasi
Input : SDM Sarana/Prasarana SIM Kebijakan
Output : Ketersediaan Obat di RS
Pendistribusian
49
J. Defenisi Konsep
1. Perencanaan
Yang dimaksud dengan perencanaan adalah kegiatan untuk
mendapatkan jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan
kebutuhan untuk menghidari terjadinya kekosongan obat dan
meningkatkan penggunaan secara rasional, yang dinilai secara
kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam dengan key
person tentang kebijakan obat yang diterapkan di Rumah Sakit,
peran dan fungsi komite farmasi dan terapi, sistem perencanaan
obat yang dilakukan di Rumah Sakit, peran dokter poliklinik dalam
penyusunan obat dalam formularium rumah sakit, dan penilaian
dengan menggunakan indikator perencanaan yaitu: ada tidaknya
tim perencanaan, aktif tidaknya tim perencanaan, metode
perencanaan yang dibuat, persentase dana yang tersedia.
2. Penganggaran
Yang dimaksud dengan penganggaran adalah dana yang
disediakan oleh pihak rumah sakit untuk menunjang
kegiatanpengelolaan obat di gudang farmasi, Penilaian dilakuan
secara kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam kepada
key person tentang jumlah dana yang disediakan dan
dipergunakan untuk pengelolaan persediaan obat di RS.
50
3. Pengadaan
Yang dimaksud dengan pengadaan adalah proses yang
meliputi pembiayaan, pemilihan pemasok, dan pembelian.
Penilaian dilakuan secara kualitatif dengan melakukan wawancara
mendalam kepada key person tentang sumber dana untuk obat dari
mana saja, jumlah dana yang tersedia terhadap kebutuhan riil, cara
pemilihan pemasok, dan cara pembilian. Penilaian menggunakan
indikator pengadaan yaitu seleksi supplier, metode pembelian,
frekuensi pengadaan tiap item obat, frekuensi tertunda pembayaran
terhadap waktu yang telah ditetapkan dan persyaratan kontrak.
4. Penyimpanan
Yang dimaksud penyimpanan obat adalah proses
pengaturan atau penataan obat pada tempat memenuhi syarat utu
mempertahankan agar kondisi obat dalam keadan baik. Penilaian
dilakukan secara kualitatif dengan melakukan wawancara secara
mendalam kepada key person yang berkaitan erat dengan proses
penyimpanan obat di IFRS Umum Daerah. Penilaian dilakukan
dengan menggunakan indikator penyimpanan yaitu; penyimpanan,
Turn Over Ratio (TOR), persentase Obat kadaluarsa, persentase
nilai akhir stock.
51
5. Pendistribusian
Yang dimaksud dengan pendistribusian obat adalah
pemberian obat secara individu kepad pasien. Penilaian dilakukan
dengan mengunakan indikator pendistribusian obat yaitu : Rata-
rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ketangan
pasien, persentase resep oleh dokter poliklinik, dispensing
(penyerahan obat) dan cara pemakaian. Penilaian dilakukan secara
kualitatif dengan melakukan wawancara pada dokter yang bertugas
di poliklinik tentang apakah dokter mendapatkan informasi obat
yang bersedia, keterlibatan dokter dalam penyusunan formularium,
pengetahuan dokter tentang formularium. Penilaian dengan
menggunakan indikator penggunaan obat yaitu: Persentase
penulisan resep dengan obat generic, persentase resep sesuai
dengan formularium rumah sakit.
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai
metode alamiah (Moleong, 2007). Jenis pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan fenomenologi
. Penelitian fenomenologi berorientasi untuk memahami, menggali,
dan menafsirkan arti dan peristiwa-peristiwa, dan hubungan dengan
orang-orang yang biasa dalam situasi tertentu. Ini biasa disebut dengan
penelitian kualitatif dengan menggunakan pengamatan terhadap
fenomena-fenomena atau gejala-gejala sosial yang alamiah yang
berdasarkan kenyataan lapangan (empiris) (Moleong, 2007). Pendekatan
fenomenologi berusaha memahami makna dari suatu peristiwa atau
fenomena yang saling berpengaruh dengan manusia dalam situasi
tertentu.
53
Pada penelitian ini fenomena yang akan diteliti adalah tentang
pengelolaan manajemen persediaan obat di Instalasi farmasi RSUD
Kudungga Sangatta Kutai timur. Dimana dalam penelitian ini peneliti
mencoba untuk menggali informasi dengan melakukan wawancara,
observasi dan mengumpulkan data sekunder untuk mendukung informasi
yang didapat dari hasil wawancara dalam upaya untuk memperoleh data
tentang bagaimana manajemen pengelolaan obat yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang terkait di RSUD Kudungga Sangatta.
Penelitian kualitatif dilakukan untuk memperoleh informasi secara
mendalam tentang bagaimana proses manajemen pengelolaan obat mulai
dari perencanaan, pengadaan, pengganggaran, penyimpanan dan
distribusi.
Alasan peneliti menggunakan metode penelitian secara kualitatif
karena merupakan penelitian yang sederhana dan mudah dilakukan (tidak
memerlukan pemahaman mengenai statistik yang terlalu dalam) dan
metode ini dapat mengetahui cara pandang obyek penelitian lebih
mendalam yang tidak bisa diwakili dengan angka-angka statistik. Metode
kualitatif dapat memberikan rincian yang kompleks tentang fenomena
yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.
B. Tempat dan waktu penelitian
Lokasi penelitian yang terpilih adalah Rumah Sakit Umum Daerah
Kudungga Sangatta Kabupaten Kutai Timur. Alasan pemilihan lokasi ini
54
adalah karena Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta
merupakan salah satu rumah sakit pemerintah dan merupakan pusat
rujukan Kabupaten Kutai timur baik dari puskesmas maupun klinik
perusahaan, karena menjadi pusat rujukan sehingga jumlah kunjungan
pasien akan lebih banyak dan akan berdampak pada tingkat kebutuhan
penggunaan obat-obatan yang tinggi, sehingga berdampak pula akan
timbulnya permasalahan tentang ketersediaan obat yang tidak sesuai
dengan tingkat kebutuhan obat di RSUD Kudungga, selain itu pemilihan
lokasi penelitian di RSUD Kudungga karena sebelumnya belum pernah
dilakukan penelitian tentang manajemen pengelolaan obat di RSUD
Kudungga Sangatta. Adapun waktu penelitian pada bulan agustus
sampai dengan oktober 2017.
C. Informan penelitian
Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian
(Moleong, 2007). Informan merupakan orang yang benar-benar
mengetahui permasalahan yang akan diteliti. Informan dalam penelitian ini
ditetapkan dengan prinsip kecukupan dan kesesuaian. Kesesuaian berarti
sampel dipilih berdasarkan pengetahuan yang dimiliki yang berkaitan
dengan manajemen pengelolaan persediaan obat seperti pendidikan,
jabatan, lama kerja dan pengalaman. Kecukupan berarti data yang
diperoleh harus dapat menggambarkan seluruh kejadian yang
55
berhubungan dengan manajemen pengelolaan persediaan obat. Informan
antara lain kepala instalasi Farmasi dan kepala gudang farmasi , Komite
farmasi dan Terapi, kepala bidang penunjang, kepala sub bidang
penunjang medik, bagian keuangan, dan dokter
D. Teknik pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari dua
jenis data yaitu sebagai berikut :
1. Data Primer yang diperoleh dari objek penelitian melalui :
a. Melakukan wawancara mendalam terhadap informan yang
mengetahui permasalahan secara mendalam terkait dengan
manajemen pengelolaan obat yang terdiri dari perencanaan,
pengadaan, penganggaran, penyimpanan dan pendistribusian.
b. Melakukan pengamatan (Observasi)
Metode ini dilakukan dengan cara mengamati langsung kondisi
di lapangan proses yang terkait dengan manajemen
pengelolaan obat dan sarana prasarana di Instalasi farmasi
RSUD Kudungga.
2. Mengumpulkan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari hasil
pemeriksaan/telaah dokumen dan laporan-laporan yang terkait
dengan obyek penelitian. Data sekunder yang dimaksud antara lain
: profil RSUD Kudungga Sangatta, struktur organisasi instalasi
farmasi, laporan anggaran belanja obat, laporan data stok obat,
56
laporan obat kadaluarsa, laporan penggunaan obat generik,
laporan persediaan obat akhir tahun (stok opname).
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah
anlisis data kualitatif metode analisis tematik (thematic analysis). Metode
ini sesuai dengan pendapat Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman
(1992) yang menyebutkan analisis data kualitatif terdiri dari tiga
komponen, yaitu :
1. Reduksi Data
Reduksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data yang muncul dari catatan-catatan lapangan.
Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama
pengumpulan data berlangsung. Sebenarnya reduksi data sudah
tampak saat penelitian memutuskan kerangka konseptual, wilayah
penelitian, permasalahan penelitian, dan pendekatan penelitian,
dan metode pengumpulan data yang dipilih. Pada saat
pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi
selanjutnya membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema,
membuat gugus-gugus dan membuat catatan kaki. Pada intinya
reduksi data terjadi sampai penulisan akhir penelitian.
57
2. Penyajian Data
Setelah mereduksi data, langkah selanjutnya yaitu
menyajikan data. Dengan menyajikan data maka akan mudah
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk kata-kata yang merupakan hasill penelitian. Jika
terdapat data lain selain pernyataan pastisipan maka dapat
ditambahkan gambar, dokumen, diagram, denah, model atau
metafora. Bentuk penyajian data dalam kualitatif tidak terdapat
batasan baku, sebagaimana karakteristik penelitian kualitatif yang
fleksibel maka penyajian data kualitatif juga sangat dipengaruhi
oleh kemampuan peneliti dalam merangkai kata-kata sehingga
terbentuk kalimat yang mewakili hasil penelitian (Saryono &
Anggraeni, 2010).
Untuk mempermudah melihat pola-pola jawaban informan,
maka data dimasukan kedalam matriks jawaban. Semua jawaban
dimatriks dianalisa dengan cara mencari persamaan dan
perbedaan jawaban narasumber, mengelompokan antara jawaban
yang sama dan berbeda, mengutip ungkapan lisan dari informan
yang menggambarkan tiap sudut pandang informan yang berbeda.
58
3. Verifikasi
Bagian terakhir dari analisis data adalah menarik kesimpulan
dan verifikasi. berdasarkan data relevan yang dikumpulkan dan
ditampilkan tersebut, kemudian ditarik satu kesimpulan untuk
memperoleh hasil akhir penelitian.
F. Pengecekan Validasi Temuan
Menurut Poerwandari (1998) dalam Saryono & Anggraeni,
(2010), salah satu cara untuk uji validitas data dalam penelitian
kualitatif yang cukup populer adalah teknik triangulasi. Triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi pada hakikatnya
merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada
saat melakukan penelitian, mengumpulkan, dan menganalisis data.
Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami
dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika
didekati dari berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal
dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan
diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Pada dasarnya
triangulasi ini merupakan teknik yang didasari pola pikir
fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya, untuk menarik
59
kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya dari satu sudut
pandang saja.
Tekinik Triangulasi yang digunakan pada penelitian ini
adalah teknik triangulasi dengan sumber. Menurut Moleong (2005:
330-331) teknik triangulasi dengan sumber berarti membandingkan
dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal tersebut dapat
dilakukan melalui: a) perbandingan data hasil pengamatan dengan
hasil wawancara; b) perbandingan apa yang dikatakan seseorang
di depan umum dengan apa yang diucapkan secara pribadi; c)
perbandingan apa yang dikatakan tentang situasi penelitian dengan
apa yang dikatakan sepanjang waktu; d) perbandingan keadaan
dan perspektif seseorang berpendapat sebagai rakyat biasa,
dengan yang berpendidikan dan pejabat pemerintah; dan e)
membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan. Hasil dari perbandingan yang diharapkan adalah berupa
kesamaan atau alasan-alasan terjadinya perbedaan.
Teknik triangulasi sumber yang dipakai peneliti adalah
dengan membandingkan data hasil observasi dengan hasil
wawancara mendalam. Dilakukan juga dengan membandingkan
dan mencocokkan hasil wawancara mendalam subjek penelitian
atau informan satu dengan informan lain untuk menyakinkan
keabsahan data.
60
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum Rumah Sakit Kudungga Sangatta Kutai Timur
Kutai Timur adalah kabupaten pemekaran dari Kabupaten
Kutai Kartanegara pada tahun 1999. Sebagai Kabupaten baru, Kutai
Timur berbenah dalam hal pelayanan kepada masyarakat. Salah
satunya adalah menyediakan layanan kesehatan dengan mendirikan
pusat layanan kesehatan masyarakat ( PUSKESMAS ) Plus Rawat
Inap yang diresmikan pertama kali oleh Bupati Kutai Timur pada
tanggal 11 Oktober 2002, kemudian pada tahun 2003, terbit SK
BUPATI KUTAI TIMUR No : 334/02.188.45/HK/VIII/2003 tentang
Penetapan status PUSKESMAS RAWAT INAP KECAMATAN
SANGATTA MENJADI RSU TYPE C SANGATTA KABUPATEN KUTAI
TIMUR yang kemudian dikukuhkan oleh SK. MENTERI KESEHATAN,
No. 407/ MENKES/ SK/ III /2004 tanggal 25 Maret 2004 menjadi
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SANGATTA. Pendirian RSUD
Sangatta ini merupakan wujud komintem nyata dan tanggung jawab
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dalam menyediakan pelayanan
kesehatan yang berkualitas dan terjangkau untuk seluruh lapisan
masyarakat.
61
Pada tanggal 17 Maret 2015 Rumah Sakit Umum Daerah
Sangatta berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Daerah
Kudungga dan diresmikn langsung oleh Bupati Kutai Timur Bapak H.
Isran Noor,berdasarkan SK Bupati Kutai Timur No. 445/K.92/2015.
Pada tahun 2015 RSUD Sangatta berubah type dari type C ke type B
berdasarkan keputusan Menteri KesehatanNo : HK.02.03/I/0552/2015
Dalam rangka meningkatkan pelayanankesehatankepada
masyarakat, maka pada tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Kutai
Timur bekerjasama dengan PT. Kaltim Prima Coal (KPC) telah
melaksanakan pembangunan gedung baru yang lebih refresentatif
dengan luas bangunan 15.108,95 M2, di atas lahan seluas 8.4 Ha yang
berlokasi di Jalan Soekarno Hatta dan pada tanggal 4 Oktober 2010
RSUD Sangatta telah menempati gedung baru tersebut. Pada awal
menempati gedung baru tersebut jumlah tempat tidur yang tersedia
sebanyak 41 TT dan hingga tahun 2016 memiliki151tempat tidur
dengan tingkat hunian rata-rata 64,27 % per tahun.
Sejak Bulan Juni 2009, RSUD Kudungga telah dikukuhkan
sebagai Rumah Sakit dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah ( PPK-BLUD) berdasarkan SK Bupati kutai
Timur Nomor 59 Tahun 2009. Dengan perubahan menjadi PPK-BLUD
tentunya memberikan fleksibilitas dan keleluasaan dalam mengelola
sumber daya, pelaksanaan tugas operasional publik dan pengelolaan
keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
62
kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif sehingga mampu
memenuhi tuntutan dan harapan pelanggan yang datang ke Rumah
Sakit Umum. Pada tanggal 03 Desember 2012 RSUD Sangatta
ditetapkan menjadi BLUD bertahap berdasarkan SK Bupati Kutai Timur
No 445/K.883/2012 dan terhitung mulai tanggal 30 Desember 2014
Status BLUD Bertahap ditingkatkan menjadi BLUD Penuh berdasarkan
SK Bupati Kutai Timur Nomor 440/k.992./2014.
Untuk mencapai pelayanan Prima maka RSUD Kudungga Sangatta
pada tahun 2012 mengadakan akreditasi 5 pelayaan dasar meliputi (
Administrasi dan Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan Gawat
Darurat, Pelayanan Keperawatan, Rekam Medis ) untuk mencapai
pelayanan yang prima , dan tahun 2015 RSUD Kudungga melakukan
penilaian akreditasi versi 2012 memiliki sertifikat akreditasi dengan
nomor : KARS-SERT/170/XII/2015 ,sertifikat ini diberikan sebagai
pengakuan bahwa Rumah Sakit telah memenuhi standar pelayanan
Rumah Sakit dengan berstatus akreditasi lulus tingkat utama yang
berlaku sejak tanggal 11 Juni 2015 sampai dengan 10 Juni 2018.
Tugas Pokok dan fungsi rumah sakit yang tertuanng dalam SK
Bupati Kutai Timur No : 350 / 02.188.45 / Hk / Ix / 2003 Tentang
Pembentukan Organisasi Dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah
Sangatta yaitu:
“ Membantu Bupati dalam melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna, dengan mengutamakan upaya
63
penyembuhan, pemulihan yang dilakukan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan”.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah
Sakit Umum Daerah Kudungga mempunyai fungsi :
a. Penyenggaraan pelayanan medis
b. Penyenggaraan pelayanan penujang medis dan non medis.
c. Penyenggaraan pelayanan usaha keperawatan.
d. Penyenggaraan pelayanan rujukan
e. Penyenggaraan pendidikan dan pelatihan
f. Penyenggaraan administrasi umum dan keuangan
RSUD Kudungga Sangatta mempunyai visi “Menjadi Rumah Sakit
Unggulan dan Professional yang Berorientasi pada Kepuasan
Masyarakat”. Rumah Sakit Unggulan maksudnya adalah unggulan dalam
hal sumber daya manusia, pelayanan dan sarana prasarana dan rumah
Sakit Profesional adalah rumah sakit dengan sumber daya manusia yang
memiliki pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang baik. Dalam
mewujudkan Visi RSUD Kudungga Sangatta menjadi kondisi nyata maka
disusun langkah – langkah yang akan ditempuh untuk mencapai visi
tersebut dalam bentuk misi yaitu :
1. Memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna,bermutu
dan terjangkau yang berorientasi pada kepuasan masyarakat
dan berwawasan lingkungan.
64
2. Menyediakan produk layanan yang unggul terdiri dari MCU,
Perinatologi dan pelayanan IGD.
3. Menyiapkan sumber daya manusia professional untuk
menunjang pelayanan kesehatan melalui pendidikan dan
pelatihan.
4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas saranan/prasarana
pelayanan si semua bidang secara terus menerus dan
berkesinambungan.
5. Menciptkan kemitraan jangka panjang yang saling
menguntungkan.
6. Meningkatkan kesejahteraan kayrawan yang berkeadilan.
Adapun fasilitas pelayanan yang tersedia di RSUD Kudungga Kutai Timur
adalah:
1. Instalasi Gawat Darurat, merupakan pelayanan gawat daruratan
yang dilengkapi dengan peralatan yang memadai, buka 24 jam
sehari 7 hari seminggu.
2. Instalasi Rawat Inap, merupakan pelayanan rawat inap dengan
kapasitas 151 ( Seratus Lima Puluh Satu) tempat tidur.
3. Instalasi Rawat Jalan, dengan jumlah 12 (Dua Belas) poliklinik
spesialis.
4. Instalasi Bedah Sentral dengan 3 kamar operasi ditunjang dengan
2 orang dokter spesialis bedah dan 1 orang dokter Ortopedi.
5. Instalasi Radiologi
65
6. Instalasi Laboratorium Patologi Klinik
7. Instalasi Rehabilitasi Medik
8. Instalasi Gizi
9. Instalasi Farmasi yang memberikan pelayanan 24 jam
10. Instalasi Perawatan Intensif
11. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
Fasilitas pelayanan pendukung yang tersedia adalah pelayanan
klinik VCT.
Struktur Organisasi RSUD Kudungga Sangatta berdasarkan adanya
Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Timur yaitu Peraturan Daerah Kutai
Timur Nomor 5 Tahun 2013 tentang Struktur Organisasi RSUD Kudungga
Sangatta yang berlaku sampai sekarang adalah :
1. Susunan Organisari Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga
Sangatta terdiri dari :
a. Direktur
b. Tata Usaha
c. Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan
d. Bidang Penunjang
e. Bidang Pengembangan dan Baku Mutu
f. Kelompok Jabatan Fungsional
2. Tata usaha dipimpin oleh seorang kepala tata usaha, yang
berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur.
66
3. Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan dipimpin oleh kepala
bidang, yang berada dibawah dan bertanggun jawab kepada
Direktur.
4. Sub Bagian Penunjang oleh seorang kepala Sub Bagian, yang
berada dibawah dan tanggung jawab kepada Direktur.
5. Sub Bidang Pengembangan dan Baku Mutu dipimpin oleh
seorang kepala Sub Bidang, yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur.
6. Kelompok jabatan fungsional ditetapkan dan berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Direktur.
Adapun garis koordinasi bagian dan bidang ke jenjang bawah sebagai
berikut:
1. Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta dipimpin oleh
seorang Direktur yang membawahi
a. Tata usaha.
b. Bidang medik dan Keperawatan.
c. Bidang penunjang
d. Bidang Pengembangan dan Baku mutu.
e. Kelompok jabatan fungsional.
2. Tata usaha membawahi
a. Sub bag perencanaan dan program
b. Sub bagian keuangan dan akuntansi
c. Sub bagian umum,kepegawaaian dan perlengkapan
67
3. Bidang Pelayanan medik dan Keperawatan membawahi
a. Sub bagian pelayanan medik
b. Sub bagian keperawatan
c. Sub bagian Informasi Kesehatan
4. Bidang penunjang membawahi
a. Sub Bidang Penunjang Medis
b. Sub Bidang Penunjang Non Medis
c. Sub Bidang Penunjang Logistik
5. Bidang Pengembangan dan Baku mutu
a. Sub bagian Diklat dan Pengembangan Pelayanan
b. Sub Bidang Baku Mutu
c. Sub bagian Hukum dan Humas
6. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari kepala instalasi, Komite
medik, Komite keperawatan, Komite Farmasi Terapi, Komite rekam
medik.
68
Gambar 6. Struktur organisasi RSUD Kudungga Sangatta
Instalasi Farmasi RSUD Kudungga adalah salah satu pelayanan
penunjang medik yang dipimpin oleh seorang apoteker sebagai kepala
instalasi farmasi, dengan dibantu oleh kepala gudang farmasi, koordinator
farmasi rawat jalan, koordinator farmasi rawat inap, depo OK dan
administrasi.
Instalasi farmasi RSUD Kudungga yang terdiri dari gudang farmasi,
farmasi rawat inap, farmasi rawat jalan dan Depo Ok yang kegiatannya
adalah pengelolaan obat mencakup tentang perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan,
administrasi dan pelaporan, evaluasi, pelayanan informasi obat dan
konseling.
69
Adapun visi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah
Kudungga Sangatta adalah “Menjadi Instalasi Farmasi RS yang unggul
dalam Pelayanan Kefarmasian menuju terwujudya RSUD Sangatta
sebagai RS PILIHAN UTAMA di Kutai Tmur dan TERBAIK di Kalimantan
Timur”. Dalam mewujudkan visi tersebut maka misi Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta adalah :
1. Menyelenggarakan pelayanan farmasi RS sesuai dengan
standar dan pelayanan yang berlaku.
2. Memberikan pelayanan prima yang berorientasi pada
profesionalisme tenaga kefarmasian.
3. Menyediakan perbekalan farmasi yang lengkap dan berkualitas
dengan harga yang terjangkau.
4. Pengelolaan perbekalan farmasi RS yang berdaya guna dan
berhasil guna
5. Meningkatkan kesejahteraan karyawan instalasi farmasi melalui
Tujuan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga
Sangatta adalah menjadikan Instalasi Farmasi yang mampu memberikan
pelayanan farmasi secara cepat,tepat, dan akurat sesuai standar
pelayanan farmasi dengan didukung sumber daya manusia yang
professional.
Sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Kudungga Sangatta tentang Struktur Organisasi Instalasi Farmasi
70
Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta, kedudukan Instalasi
Farmasi adalah langsung di bawah Direktur Rumah Sakit. Instalasi
Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker yang membawahi Bagian
Gudang Farmasi, Bagian farmasi rawat inap, bagian farmasi rawat jalan
dan Depo OK.
Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Kudungga Sangatta
adalah sebagai berikut :
Gambar 7. Struktur organisasi instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta
Kepala
Instalasi Farmasi
Gudang
Farmasi
Farmasi
Rawat Inap
Farmasi
Rawat Jalan
Depo
OK
Administrasi
71
B. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Responden
Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan penelitian
sebanyak 10 orang secara terpisah dengan menggunakan pedoman
wawancara. Pemilihan informan berdasarkan kepada kewenangan dalam
pelaksanaan pengelolaan obat dengan tugas pokok dan fungsi masing-
masing, dianggap sebagai orang yang paling memahami/mengetahui dan
terlibat langsung tentang manajemen pengelolaan obat mulai dari
perencanaan, pengadaan, penganggaran, penyimpanan dan
pendistribusian. Informan tersebut adalah Ketua Komite Farmasi dan
Terapi, Kepala Bagian Penunjang, Kepala sub bagian Penunjang Medik,
Kepala sub bagian Logistik, Kepala Instalasi Farmasi, Koordinator farmasi
rawat jalan, koordinator farmasi rawat inap, dokter spesialis, kepala
gudang farmasi dan staf keuangan.
Kepala bidang penunjang dan Ketua Komite Farmasi dan Terapi
adalah seorang dokter, kepala instalasi farmasi dan koordinator rawat inap
dan rawat jalan adalah seorang apoteker sedangkan kepala gudang
adalah asisten apoteker.
Responden dokter spesialis yang dipilih karena dianggap sebagai
dokter yang paling banyak pasiennya.
Adapun karateristik informan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
72
Tabel 4. Karateristik responden di RSUD Kudungga Sangatta tahun 2017
NOInitial
Informan
Umur
(tahun)Jabatan Pendidikan
Lama
Kerja
(tahun)
1 RP 53 Kepala Bidang Penunjang S1 24
2 ZLM 44 Ketua KFT & Sp.S S2 20
3 SMK 50 Kasubid Penunjang Medik S1 10
4 YMD 42 kasubid Logistik D4 20
5 DTSB 41 Dokter spesialis paru & pernapasan S2 12
6 LA 34 Kepala Instalasi Farmasi S1 Apt 2
7 HHH 35 Kepala Gudang Farmasi SMF 15
8 HNS 27 Koordinator Farmasi Rawat Jalan S1 Apt 2
9 NRA 35 Koordinator Farmasi Rawat Inap S1 Apt 2
10 MRN 42 Staf Keuangan S1 10
Sumber : Data Primer
2. Analisis Manajemen Pengelolaan Obat
2.1 Perencanaan Obat
Kegiatan perencanaan dan penentuan kebutuhan obat di gudang
farmasi menggunakan metode konsumsi. Metode ini digunakan karena
lebih mudah dalam penerapannya. Dalam proses perencanaan belum
ada menggunakan suatu sistem atau metode VEN, analisis ABC, belum
ada menghitung stok maksimum, stok minimum, dan lead time. Hal ini di
dukung oleh pernyataan Informan sebagai berikut:
“ proses perencanaan kebutuhan persediaan obat yang dilakukan oleh instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta adalah dengan melihat pemakaian obat sebelumnya atau metode konsumsi, perencanaan obat belum ada menggunakan suatu sistem atau metode analisis VEN, analisis ABC, belum ada menghitung stok maksimum, stok minimum, dan tidak memperhitungkan lead time” (LA, 34 tahun)
73
Kegiatan perencanaan obat dilakukan dengan membuat
perencanaan kebutuhan obat selama setahun dimana perencanaan
dibuat dengan melihat data pemakaian obat sebelumnya ditambah
buffer 20%. Hal ini di dukung oleh pernyataan Informan sebagai berikut:
“Kami juga ada membuat perencanaan obat selama 1 tahun dengan melihat pemakaian atau stok obat keluar pada tahun sebelumnya ditambah buffer 20%, kami belum menerapkan perencanaan berdasarkan jenis penyakit atau epidemiologi baru sebatas menggunakan metode komsumsi saja”. (HHH, 35 tahun)
Adapun team yang terlibat dalam perencanaan obat menurut
informan adalah kepala instalasi farmasi, kepala gudang dan komite dan
terapi dan dokter dimana perannya ikut serta dalam penentuan jenis obat
dan membuat formularium Rumah Sakit berikut pernyataan informan :
“Team yang terlibat dalam perencanaan obat adalah kepala
instalasi farmasi, kepala gudang dan Komite Farmasi dan Terapi
dan dokter dimana peran KFT ikut dalam penentuan jenis obat
dan membuat formularium Rumah Sakit” sedangkan dokter ikut
menentukan jenis obat yang akan dipakai di rumah sakit.(LA, 34
tahun)
Begitupula pernyataan informan lain terkait keterlibatan team KFT
dalam perencanaan obat bahwa keterlibatan team KFT dalam
managemen pengeloaan obat yaitu bertanggung jawab dalam penentuan
jenis obat dan menyusun formularium rumah sakit, KFT meminta usulan
dari user berikut pernyataan informan :
“Team KFT dalam managemen pengelolaan obat berperan
dalam hal perencanaan obat yaitu bertanggung jawab dalam
penentuan jenis obat yang akan di masukkan dalam
formularium, KFT meminta usulan dari user obat-obat apa yang
74
akan di masukkan dalam formularium, setelah mendapatkan
daftar usulan disusunlah formularium RS, baru dua kali
dilakukan perubahan formularium sekarang lagi proses
perubahan untuk ketiga kalinya sejak saya menjabat sebagai
ketua KFT. Apabila ada obat yang akan dipakai oleh
dokter/user tapi belum ada dalam formularium, dokter bisa
membuat usulan obat baru dengan mengisi form pengusulan
obat baru kemudian dibawah komite medik setelah mendapat
persetujuan dari komite medik barulah KFT bisa memasukkan
dalam daftar obat formularium.”(ZLM, 44 tahun)
“ Kami user ikut menentukan jenis obat yang akan dipakai di
rumah sakit, ada form yang diisi untuk mengajukan obat-obatan
yang akan dimasukkan dalam formularium, form tersebut
setelah di isi diserahkan kepada Komite medik setelah
mendapatkan persetujuan baru di serahkan kepada tim KFT
untuk dimasukkan dalam formularium rumah sakit
begitu”(DTSB, 41 tahun)
Hasil wawancara terkait dengan Proses Perencanaan obat,
Instalasi Farmasi rumah sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta
menggunakan metode konsumsi. Perencanaan obat tidak sesuai dengan
kebutuhan pasien, baik dari segi jumlah maupun jenisnya. Hal ini terjadi
karena kasus penyakit tidak bisa diprediksi sehingga kebutuhan pasien
tidak segera dapat terpenuhi.
75
2.2.Penganggaran
Pengganggaran adalah dana yang disediakan oleh pihak rumah
sakit untuk menunjang kegiatan pengelolaan obat di gudang farmasi.
Proses penganggaran untuk pengadaan obat di RSUD Kudungga
Sangatta Kutai Timur menjadi tanggung jawab bagian keuangan dan
kepala instalasi farmasi.
Berdasarkan hasil telah dokumen berupa Laporan keuangan
Obat menggunakan dana operasional dari Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD), Persentase dana yang tersedia sesuai dengan yang
dianggarkan dalam Rencana Bisinis Anggaran (RBA). Persentase dana
yang dikeluarkan untuk pengadaan obat dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5. Persentase dana yang tersedia untuk anggaran belanja obat RSUD Kudungga Sangatta tahun 2014, tahun 2015 dan tahun 2016
Tahun Total Anggaran Belanja Rumah
Sakit (Rp)
Anggaran Belanja Obat (Rp)
Persen (%) Anggaran Obat
dari Total Anggaran Rs
Tahun 2014
71.483.700.000,00 11.000.000.000,00 15,48%
Tahun
2015
74.229.678.175,00 11.000.000.000,00 14,82%
Tahun
2016
62.645.045.352,00 7.765.978.914,00 12,40%
Rata-rata 69.452.807.842,00
9.921.992.971,00
14,23 %
Sumber : Data Keuangan RSUD Kudungga Sangatta
76
Dana yang digunakan untuk anggaran obat rata-rata sebesar ±9
miliar pertahun. Hal ini juga didukung oleh hasil wawancara dengan
informan sebagai berikut:
“Anggaran yang digunakan dalam belanja obat adalah menggunakan anggaran dari BLUD. Anggaran yang ada digunakan untuk belanja obat, alat kesehatan, bahan laboratorium dan radiologi. Anggaran yang di siapkan untuk pembelian obat-obatan masih sangat minim kita di batasi karena memang anggaran untuk obat-obatan sudah diplotkan seperti itu jadi kita menyesuaikan saja belanja obat sesuai dengan anggaran yang ada”(Mrn, 42 tahun).
Adapun team yang terlibat dalam penyusunan anggaran adalah
direktur rumah sakit ,staf keuangan ,kabid keuangan dan kasubid logistik
hal tersebut sebagaimana pernyataan informan sebagai berikut :
“Team yang terlibat langsung dalam proses pembayaran obat
adalah direktur rumah sakit, staf keuangan, kabid keuangan dan
kasubid logistic”.(Mrn, 42 tahun)
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa dana yang digunakan untuk
belanja obat masih sangat rendah yaitu persentase dana yang tersedia
untuk anggaran belanja obat rata-rata pertahun hanya 14,23 % bila
dibandingkan dengan standar DEPKES RI bahwa anggaran untuk
belanja obat-obatan adalah sebesar 40-50% dari total anggaran rumah
sakit. Anggaran obat di rumah sakit masih sangat rendah karena rumah
sakit lebih memprioritaskan kebutuhan lain untuk peningkatan sarana
dan prasarana rumah sakit, seperti hasil wawancara seorang informan
sebagai berikut :
77
“Alokasi dana untuk anggaran obat itu diambil dari BLUD, anggaran yang di berikan belum dapat memenuhi semua kebutuhan pengadaan obat-obatan karena rumah sakit masih lebih mengutamakan peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit seperti pengadaan alat-alat kesehatan kedokteran, jadi karena anggaran yang minim ini menyebabkan obat tidak bisa terpenuhi sesuai dengan kebutuhan pasien”(RP, 53 tahun)
2.3. Pengadaan
Pengadaan merupakan salah satu kegiatan merealisasikan
perencanaan dan penentuan kebutuhan obat dirumah sakit. Dari hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti didapatkan bahwa proses
pengadaan yang ada di RSUD Kudungga Sangatta Kutai timur dimulai
dari pengajuan dari gudang farmasi yaitu di gudang farmasi dilakukan
pengecekan sisa stok barang yang menipis di catat dalam lembar
defecta kemudian di serahkan ke kepala instalasi farmasi untuk
membuat perkiraan kebutuhan obat dengan melihat pemakaian obat
sebelumnya dan sisa stok obat yang ada, sebelum membuat Surat
Pemesanan dari sub bagian logistik melakukan pengecekan langsung ke
gudang farmasi untuk melihat sisa stok yang ada apakah udah sesuai
dengan data yang dibuat oleh gudang farmasi setelah di verifikasi oleh
kepala sub bagian logistik baru kepala instalasi farmasi membuat surat
pesanan ke distributor obat dan sebelum surat pesanan diserahkan
kepada distributor obat harus melalui persetujuan kasubid penunjang
medik terlebih dahulu baru surat pesanan obat dapat diserahkan ke
78
distributor obat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan dibawah
ini.
“Proses pengadaan yaitu staf gudang mengisi lembaran defecta
yaitu mengecek sisa stok obat di gudang, berdasarkan sisa stok
obat kepala Instalasi Farmasi membuat perkiraan kebutuhan obat
selama 1 bulan ditambah buffer 20 % berdasarkan kebutuhan
bulan sebelumnya kemudian dilakukan penentuan jumlah order
setelah itu dari staf kepala sub bagian logistik melakukan verifikasi
atau pengecekan langsung ke gudang farmasi apakah benar daftar
yang dibuat oleh bagian gudang di instalasi farmasi sudah benar.
Setelah mendapat persetujuan dari sub bagian logistik barulah
kepala Instalasi membuat Surat Pesanan dan sebelum di serahkan
ke Pedagang besar Farmasi atau distribusi harus di paraf atau di
setujui dulu oleh kepala sub bidang penunjang medik”.(LA, 34
tahun)
Adapun team yang terlibat dalam proses pengadaan obat menurut
hasil wawancara adalah kepala instalasi farmasi ,kepala gudang ,kasubid
logistik dan kasubid penunjang medik ,sedangkan frekuensi pemesanan
atau pengadaan obat ke distributor dilakukan sebulan sekali atau dalam
keadaan tertentu dapat dilakukan sekali dalam seminggu. Pernyataan
informan sebagai berikut :
“Team yang terlibat untuk pengadaan obat adalah kepala Instalasi
farmasi, kepala gudang, kasubid logistik dan kasubid penunjang
medik. Frekuensi Pengadaan obat dilakukan sekali sebulan namun
bila dalam keadaan tertentu bisa sekali seminggu “(LA, 34 tahun)
Untuk pemilihan pemasok obat RSUD Kudungga Sangatta tidak
ada melakukan seleksi pemasok atau distributor obat. Distributor obat
79
yang dipakai sudah dianggap sudah memenuhi persyaratan ketentuan
yang berlaku yaitu ketentuan Keppres no 18 tahun 2000 bahwa pemasok
harus memiliki TDR ( Tanda Daftar Rekanan), surat izin sebagai PBF
(Pedagang Besar Farmasi) dari Depkes dan izin sebagai penyalur resmi
dari pabrik obat. Pemilihan distributor hanya berdasarkan ketersediaan
obat yang ada pada distributor tersebut bila satu distributor tidak
mempunyai stok obat maka RSUD Kudungga Sangatta mencari distributor
lain. Hal ini di dukung oleh pernyataan informan sebagai berikut :
“RSUD Kudungga secara teknis tidak ada melakukan seleksi atau
pemilihan distributor hanya berdasarkan ketersedian obat pada
distributor tersebut, kalau distributor yang satu obat yang
dibutuhkan tidak ada maka kami mencari distributor lain”(LA, 34
tahun)
Metode pembelian obat di RSUD Kudungga Sangatta adalah
pengadaan dilakukan dengan sistem e-purchasing dan metode pembelian
langsung ke distributor dengan memberikan kredit kepada rumah sakit
selama 1 (satu) bulan atau jatuh tempo pembayaran obat satu bulan. Hal
ini didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut :
“Pembelian obat dilakukan dengan sistem e-purchasing dan
metode pembelian langsung kepada distributor obat bukan secara
tender, jadi pembelian obat dilakukan sesuai kebutuhan saja dan
distributor obat memberikan jatuh tempo pembayaran obat selama
1 (satu) bulan”(HHH, 35 tahun)
Frekuensi tertundanya pembayaran obat sering terjadi dimana
pembayaran obat tidak sesuai dengan waktu yang disepakati melewati
80
tanggal jatuh tempo. Pembayaran obat dilakukan apabila obat yang
dipesan sudah tidak dapat dilayani atau terpending. Pembayaran
dilakukan dua kali dalam satu bulan dimana proses pembayaran dilakukan
setelah diverifikasi oleh kasubid logistik dan sudah mendapat persetujuan
dengan direktur baru dilakukan pembayaran oleh bagian keuangan. Hal ini
didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut :
“Pembayaran obat dilakukan pada saat obat sudah pending atau
pembayaran obat dilakukan pada saat faktur sudah jatuh tempo
dan pembayaran dilakukan dua kali dalam sebulan, sebelum
dilakukan pembayaran harus atas persetujuan langsung dengan
direktur dimana semua distributor harus datang absen ke ruangan
penunjang medik kemudian datang menghadap direktur untuk
meminta persetujuan pembayaran setelah mendapat persetujuan
direktur baru dibuatkan daftar pembayaran faktur obat oleh staf
logistik dan kemudian dilakukan pembayaran ke bank oleh staf
keuangan. Apabila salesman belum datang menghadap bertemu
direktur maka tidak dilakukan pembayaran meskipun faktur obat
sudah jatuh tempo.”.(MRN, 42 tahun)
Kendala yang dihadapi dalam pengadaan obat adalah adanya
kekosongan obat yang dibutuhkan pada distributor sehingga harus
meminjam obat yang dibutuhkan kerumah sakit lain yang sudah ada
jalinan kerjasama
“Permasalahan yang biasa terjadi adalah adanya kekosongan obat
karena di distributor stoknya kosong, dan juga karena
keterlambatan pemesanan obat dan obat pending sehingga untuk
menghindari pasien membeli obat keluar terutama pada pasien
BPJS dari instalasi farmasi meminjam obat ke rumah sakit yang
sudah ada kerja sama dengan rumah sakit.”(SMK, 50 tahun)
81
Tabel 6. Data stok obat instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta tahun 2015 dan tahun 2016
No Tahun Jumlah
Item Obat
Stok Ada Persentase
(%)
Stok kosong Persentase (%)
Total Persentase
(%)
1 2015 2116 46,16 53,84 100
2 2016 2218 44,18 55,82 100
Sumber : Data instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta
Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa persentase stok obat kosong
pada tahun 2015 dan tahun 2016 lebih tinggi dibanding stok obat ada.
Berdasarkan data laporan perencanaan obat yang di ambil peneliti pada
tahun 2016 menunjukkan bahwa persentase jumlah item obat yang
diadakan dengan yang direncanakan adalah sebesar 71 %.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan wawancara dan observasi, maka dapat disimpulkan bahwa
proses pengadaan obat di gudang farmasi RSUD Kudungga Sangatta
Kutai Timur belum sesuai standar karena masih sering terjadi
kekosongan obat sehingga harus meminjam obat kerumah sakit yang
sudah ada kerjasama dengan rumah sakit Kudungga Sangatta Kutai
Timur .
2.4 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengamanan terhadap obat-
obatan yang diterima agar tidak hilang, terhindar dari kerusakan fisik
maupun kimia, serta mutunya tetap terjamin. Berdasarkan hasil
wawancara diketahui bahwa penyimpanan obat dilakukan berdasarkan
82
bentuk sediaan seperti tablet, sirup, salep, atau jenis lainnya, alfabetis,
kestabilan obat yaitu penyimpanan pada suhu tertentu, dipisahkan obat
paten dan obat generik, penyimpanan obat ini menggunakan sistem
FIFO (First In First Out) yang artinya obat yang baru datang di letakkan
di belakang sedangkan obat lama di letakkan di depan dan FEFO (First
Expired First Out) artinya obat-obat dekat tanggal kadaluarsa di letakkan
di depan dan tanggal kadaluarsa yang lama di letakkan di belakang rak.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan dibawah ini.
“Penyimpanan obat dilakukan dengan memisahkan antara obat
paten dan obat generik, bentuk sediaan, alfabetis, kestabilan obat
yaitu penyimpanan pada suhu kamar dan lemari pendingin dan
secara FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) .
Penyimpanan obat di ruangan rawat inap hanya ada di Depo OK
dimana ada satu orang petugas farmasi dan di Instalasi Gawat
Darurat, ruangan rawat inap yang lain tidak disiapkan stok obat
hanya cairan infus dan obat-obatan life saving dalam emergency
kit.
Mengenai kondisi gudang penyimpanan obat masih kurang, obat
yang ada dalam dos diletakkan di lorong-lorong gudang dan
sebagian di simpan didalam ruangan yang bercampur dengan
barang yang sudah kadaluarsa, ac juga sering rusak. “ (LA, 34 th)
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, maka dapat
disimpulkan bahwa proses penyimpanan di gudang farmasi RSUD
Kudungga Sangatta Kutai Timur dilakukan oleh petugas gudang farmasi
sudah sesuai dengan standar yang berlaku. Namun ada beberapa
kendala atau masalah yang ditemukan dalam proses penyimpanan antara
lain yaitu gudang farmasi terlalu banyak sekat-sekat atau ruang-ruang
83
kecil sehingga penyimpanan barang tidak efektif dan terjadinya
penumpukkan kardus yang berisi obat-obatan yang diletakkan pada
lorong-lorong ruangan dan ada obat-obatan yang di simpan dalam
ruangan bercampur dengan obat yang sudah kadaluarsa hal ini
disebabkan oleh kondisi gudang yang kurang memadai. Kendala lain ac
sering rusak bisa mempengaruhi kestabilan obat.
Tabel 7. Daftar obat kadaluarsa di instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta tahun 2015 dan tahun 2016
No Tahun Nilai persediaan
Obat (Rp) Nilai Obat
kadaluarsa (Rp) Persentas
e (%)
1 2015 6.928.397.014 40.037.527 0,58
2 2016 7.213.035.134 38.078.389 0,53
Rata -rata 7.070.716.074 39.057.958 0,55
Sumber : Data instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta
Di instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta banyak ditemukan
obat yang sudah kadaluarsa dimana baru sekali di lakukan pemusnahan
obat kadaluarsa. Obat-obatan yang sudah dimusnahkan yaitu obat yang
kadaluarsa mulai tahun 2014 kebawah dan obat yang belum dimusnahkan
masih disimpan di gudang farmasi adalah obat kadaluarsa pada tahun
2015, tahun 2016 dan tahun 2017. Hal ini di perkuat dengan pernyataan
informan sebagai berikut
“Mengenai obat kadaluarsa di gudang farmasi selama saya kerja di
RS masih tergolong tinggi ini disebabkan dokter kurang komitmen
dalam peresepan obat, user meminta untuk disiapkan obat tersebut
tapi peresepan kurang atau obatnya jarang keluar jadi
mengakibatkan obat tersebut kadaluarsa”
84
“Ada beberapa obat yang dekat tanggal kadaluarsa kami retur ke distributor tapi ada juga yang tidak kami retur karena sudah melewati tanggal kadaluarsanya dan untuk pemusnahan obat kadaluarsa baru sekali di lakukan yaitu obat kadaluarsa dari tahun 2014 kebawah kalau tahun 2014 ke atas belum dilakukan” (LA, 34 tahun).
2.5 Pendistribusian
Hasil wawancara, diketahui bahwa distribusi obat dilakukan
RSUD Kudungga Sangatta adalah menggunakan sistem desentralisasi
dari gudang farmasi ke farmasi rawat jalan, farmasi rawat inap, Depo
OK, dan penyaluran bahan habis pakai ke ruangan rawat inap.
Penyaluran obat dilakukuan apabila ada permintaan dari unit-unit untuk
farmasi rawat jalan dan rawat inap dilakukan setiap hari melakukan
permintaan obat ke gudang. Sebelum melakukan permintaan dilakukan
pengecekan stok obat yang menipis untuk di amprah ke gudang begitu
juga halnya dengan Depo OK. Pendistribusian obat ke pasien rawat
jalan dengan cara individual prescribing sedangkan pasien rawat inap
menggunakan cara One Daily Dispensing (ODD) Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh informan dibawah ini.
“Pendistribusian obat, alkes dan bahan habis pakai dilakukan dari
gudang farmasi ke instalasi farmasi rawat jalan, instalasi farmasi
rawat inap, Depo OK dan Instalasi Gawat Darurat.
Pendistribusian obat di rawat jalan dengan cara individual
prescribing sedangkan untuk pendistribusian rawat inap dengan
cara ODD ( One Daily Dispensing”)(LA, 34 tahun)
Dalam proses pendistribusian obat ke pasien berdasarkan hasil
survei langsung di farmasi rawat jalan bahwa rata-rata waktu yang
85
digunakan untuk melayani pasien mulai dari pasien menyerahkan resep
sampai menerima obat dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 8. Rata-rata waktu pelayanan resep obat jadi di instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta tahun 2017
NO Kegiatan Rata-rata
waktu (menit)
1. Resep di terima petugas dan telaah resep 5 – 10
2. Proses pembayaran 3 - 5
3. Menyiapkan obat sampai penyerahan obat 14 - 25
Total waktu pelayanan 22 - 35
Sumber: Data Primer
Tabel 9. Rata-rata waktu pelayanan resep obat racikan di Instalasi
farmasi RSUD Kudungga Sangatta Tahun 2017
No Kegiatan Rata-rata
waktu (menit)
1. Resep di terima petugas dan telaah resep 8 – 15
2. Proses pembayaran 2 – 7
3. Menyiapkan obat sampai penyerahan obat
22 - 36
Total waktu pelayanan 33 - 58
Sumber : Data primer
Tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa rincian kegiatan dengan
rata-rata waktu pelayanan per lembar resep adalah untuk resep obat jadi
adalah antara 22 - 35 menit dan resep racikan adalah antara 33 - 58
menit. Nilai ini cukup lama dibandingkan standar yang ada yaitu untuk
resep obat jadi 15 menit dan resep racikan 30 menit (Depkes RI, 2008),
hal ini di sebabkan tenaga petugas di farmasi rawat jalan kurang. Ini
didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut :
86
“waktu tunggu pelayanan resep obat jadi mulai dari resep di terima
sampai obat di serahkan kepada pasien sekitar 15-20 menit
tergantung jumlah petugas farmasi pada saat itu kalau kami lagi
sedikit tenaganya bisa lama, begitu juga waktu tunggu obat racikan
normalnya lebih dari 30 menit tapi bisa sampai 1 jam kalau sedikit
tenaga farmasi yang jaga. Tenaga di instalasi farmasi rawat jalan
masih kurang kami ada berlima dua orang apoteker dan tiga orang
asisten apoteker kalau ada yang cuti dan sakit kadang kami hanya
bertiga saja itulah yang memperlambat pengerjaan resep karena
keterbatasan tenaga jadi pasien komplain dan lebih memilih untuk
membeli obat ke rumah sakit lain karena tidak mau menunggu
lama”(NRA, 35 tahun)
Dilakukan juga wawancara dengan pasien di poli rawat jalan pada saat
menunggu obat dan hasil wawancara sebagai berikut:
“sudah sering saya datang berobat ke sini, saya berobat butuh
kesabaran lebih karena saya lama sekali menunggu obat biasanya
saya menunggu bisa sampai 1 jam lebih pernah juga sampai 2 jam
lebih saya menunggu baru nama saya dipanggil untuk mengambil
obat”. (EP, 32 tahun)
Ketersediaan obat di RSUD Kudungga Sangatta masih banyak
terjadi kekosongan obat dimana resep dokter tidak dapat terpenuhi
dengan baik akibat pasien dan dokter sering mengeluh. Hal ini didukung
dengan pernyataan informan sebagai berikut :
“Mengenai ketersediaan obat sering terjadi kekosongan obat tapi
untuk pasien BPJS kami upayakan untuk tidak memberikan
langsung copy resep kami berusaha dulu dengan menghubungi
dokter si penulis resep untuk menggantikan obat yang sejenis tapi
kalau tidak bisa kami menghubungi gudang farmasi untuk
mencarikan obat keluar atau meminjamkan obat ke rumah sakit
lain, kami informasikan ke pasiennya untuk menunggu agak lama
karena obat lagi kosong dan baru dicarikan ke rumah sakit lain
87
kalau pasien tidak mau menunggu terpaksa kami berikan copy
resep saja untuk ditebus keluar. Untuk pasien umum biasanya
langsung kami berikan copy resep saja bila obat yang diresepkan
tidak tersedia di apotek”.(NRA, 35 tahun)
Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan beberapa dokter
spesialis sebagai berikut :
“Sering terjadi kekosongan obat, banyak item obat yang kosong,
obat habis baru dicari, tidak ada persiapan terutama obat-obatan
yang penting. Dari instalasi farmasi sering menelpon saya bila ada
obat yang diresepkan tidak tersedia jadi saya bilang beli diluar
saja. Informasi mengenai persediaan obat tidak pernah ada dari
instalasi farmasi dan juga informasi tentang obat dekat tanggal
kadaluarsa”.(DTSB, 41 tahun)
Tabel 10. Persentase peresepan obat generik di instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta tahun 2016
No Bulan Total R/ Obat Total R/ Obat
Generik Persentase (%)
1 Januari 22142 10746 48,53
2 Februari 31729 12170 38,36
3 Maret 38116 11920 31,27
4 April 36522 11090 30,37
5 Mei 16621 11404 68,61
6 Juni 15791 11277 71,41
7 Juli 23775 11412 48,00
8 Agustus 30337 12239 40,34
9 September 15590 10186 65,34
10 Oktober 31166 12509 40,14
11 November 5698 3725 65,37
12 Desember 17286 12058 69,76
Rata-rata 51,46
Sumber : Data instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta
88
Tabel 10 di atas menunjukkan bahwa penggunaan obat generik di
RSUD Kudungga Sangatta masih rendah yaitu rata-rata 51,46% dari total
peresepan obat dimana standar penggunaan obat generic adalah 82-94%
(WHO, 1993). Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan dokter
spesialis sebagai berikut :
“untuk penyediaan obat-obatan sering sekali mengalami
kekosongan obat yang sering sekali obat-obat generik jadi banyak
pasien datang kepada saya mengeluh obat-obat yang rutin dipakai
sering tidak tersedia jadi pasien langsung menebus obat diluar atau
obatnya di copy resep”. Jadi yang seharusnya diresepkan obat
generik tapi karena ketersediaan kurang di instalasi maka biasa
saya ganti dengan obat pateni”. (ZLM, 44 tahun)
C. Pembahasan
1. Perencanaan
Perencanaan dan penetapan kebutuhan merupakan langkah awal
dalam proses pengelolaan obat. Dalam Permenkes No. 58 Tahun 2014
perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah
dan periode pengadaan obat sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan
untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat waktu, tepat jumlah
dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat
dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi,
epidemiologi dan kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan
disesuiakan dengan anggaran yang tersedia.
89
Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian
Kesehatan tahun (2010) menyebutkan bahwa tujuan dari perencanaan
kebutuhan obat adalah untuk mendapatkan:
a. Jenis dan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan
b. Menghindari terjadinya kekosongan obat.
c. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
d. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Berdasarkan hasil penelitian di gudang farmasi RSUD Kudungga
Sangatta Kutai Timur bahwa Perencanaan obat di gudang farmasi RSUD
Kudungga Kutai Timur dibuat pada periode setahun. Perencanaan
kebutuhan obat di gudang farmasi dilakukan berdasarkan pada rata-rata
jumlah konsumsi obat atau jumlah pemakaian pada periode sebelumnya
dan ditambah 20% dari jumlah pemakaian sebelumnya. Metode ini
digunakan karena lebih mudah dalam penerapannya. Pada tahap
perencanaan obat-obatan yang akan dibuat dalam perencanaan adalah
obat-obatan yang merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN),
formularium rumah sakit dan Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) untuk obat
askes. Proses perencanaan obat di RSUD Kudungga yang selama ini
dilakukan belum sesuai dengan prinsip dasar manajemen pengelolaan
obat, sebab meskipun sudah dibentuk Komite Farmasi dan Terapi (KFT)
dan formularium rumah sakit yang perencanaannya berdasarkan
permintaan/usulan dari user (dokter) dengan menggunakan metode
komsumsi namun belum ada menggunakan suatu sistem atau metode
90
VEN, analisis ABC, belum ada menghitung stok maksimum, stok
minimum, dan lead time sehingga sering menyebabkan terjadinya
kekosongan obat dan ketersediaan obat tidak dapat terpenuhi dengan
baik.
Disamping itu Keterbatasan dana untuk belanja pengadaan obat
sangat mempengaruhi ketersediaan obat di instalasi farmasi yang
tentunya berdampak pada akan terjadi kekosongan persediaan obat
sehingga pasien tidak mendapatkan obat sesuai yang diresepkan oleh
dokter pada saat pasien berobat dirumah sakit.
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Pratiwi (2012) yang
menyebutkan bahwa metode yang digunakan di Sub Unit Gudang
Farmasi RSUD Kota Depok adalah menggunakan metode konsumsi yang
merupakan dasar perencanaan melalui data laporan jumlah pemakaian.
Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui bahwa perencanaan
kebutuhan obat berdasarkan pada rata-rata jumlah kebutuhan obat pada
periode sebelumnya, selain itu dilihat slow moving dan fast moving dari
masing-masing obat.
Selain itu juga menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan (2010) menyebutkan bahwa untuk mengantisipasi melonjaknya
permintaan dan penggunaan obat, maka dalam perencanaan kebutuhan
harus disertakan stok pengaman (buffer stock). Menurut Heijanto (2008)
Buffer stock merupakan persediaan tambahan yang diadakan untuk
91
melindungi dan menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan
(stock out).
Pada perencanaan kebutuhan obat di gudang farmasi RSUD
Kudungga Sangatta Kutai Timur pun disertai dengan stok pengaman.
Stok pengaman yang dilakukan oleh gudang farmasi sebesar 20% dari
persediaan yang ada. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi melonjaknya
permintaan kebutuhan. Ini sejalan dengan hasil penelitian yang di lakukan
oleh Utari (2014) di RS Zahirah yang menyatakan bahwa gudang farmasi
harus menambahkan stok pengaman (buffer stock) sebesar 10% sampai
20% pada setiap kali melakukan perencanaan dan pengadanaan obat, hal
ini dilakukan untuk mengantisipasi kelonjakan permintaan kebutuhan
persediaan obat, maka perlu dilakukan perhitungan stok pengaman. Hal
ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh John dan Harding
(2010), keputusan mengenai kapan mengajukan pemesanan kembali
terletak pada dua faktor yaitu pertama pertimbangan tingkat pemesanan
kembali secara langsung berdasarkan pemakain normal, dan yang kedua
sediaan pengaman berdasarkan derajat ketidakpastian dan tingkat
pelayanan yang diminta.
Masalah yang dihadapi dalam perencanaan obat di gudang farmasi
adalah perencanaan hanya menggunakan metode konsumsi dengan
melihat pemakaian obat sebelumnya dan kurang memperhatikan pola
penyakit, oleh karena itu ada obat yang sering kosong dan ada juga obat
yang mengalami over stock. Dalam Depkes (2008) telah disebutkan
92
bahwa perencanaan harus melihat dari segi konsumsi dan pola penyakit,
karena dengan menggunakan dua metode tersebut dapat menghitung
jumlah kunjungan dan jenis penyakit yang dilayani pada tahun-tahun
sebelumnya. Disamping itu juga instalasi farmasi tidak memperhitungkan
waktu tunggu obat mulai dari di pesan sampai obat datang dari distributor,
sangat perlu memperhitungkan waktu tunggu karena jarak antara
distributor obat dan RSUD Kudungga Sangatta jauh. Penyebab lain
perencanaan obat berjalan belum optimal karena belum didukung oleh
sumber daya manusia, dari hasil wawancara dengan kepala instalasi
farmasi RSUD Kudungga bahwa masih kurangnya pengalaman kerja yang
dimiliki sehingga perencanaan yang dilakukan belum optimal. Kurangnya
pengetahuan tentang perencanaan obat dengan menggunakan metode
analisis ABC-VEN, penentuan lead time hal ini karena belum pernah
dilakukan pelatihan kepada para karyawan instalasi farmasi rumah sakit
RSUD Kudungga tentang perencanaan obat.
2. Penganggaran
Sumber dana merupakan salah satu input yang mendukung
terlaksananya suatu proses. Proses akan berjalan sesuai dengan
keinginan apabila didukung penuh dari segi pendanaannya. Begitu juga
dengan pelayanan yang ada di RSUD Kudungga Sangatta Kutai Timur ,
pelayanan kesehatan akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh
pendanaan yang memadai.
93
Hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti kepada
informan diketahui bahwa anggaran yang dikeluarkan oleh RSUD
Kudungga Sangatta Kutai Timur untuk pengadaan obat rata-rata sebesar
± 9 miliar pertahun. Dana tersebut berasal dari BLUD. Persentase dana
yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan rumah sakit sesuai dengan
yang dianggarkan di dalam Rencana Bisnis Anggaran (RBA) pola
pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), untuk
belanja kebutuhan obat yang ada mengikuti jumlah dana yang tersedia.
Dana yang tersedia untuk anggaran belanja obat pada tahun 2014, tahun
2015 dan tahun 2016 rata-rata sebesar Rp. 9.921.992.971 dan total
anggaran operasional belanja rumah sakit pada tahun 2014, tahun 2015
dan tahun 2016 rata-rata sebesar Rp. 69.452.807.842 jadi persentase
anggaran obat yang digunakan yaitu sebesar rata-rata 14,23 % dari total
anggaran operasional rumah sakit. Hal ini masih sangat rendah bila
dibandingkan dengan standar DEPKES RI bahwa anggaran untuk belanja
obat-obatan adalah sebesar 40-50% dari total anggaran operasioanal
rumah sakit. Kendala yang dihadapi dalam penganggaran obat adalah
kurangnya dana untuk pembelian obat. Dengan dana yang tersedia
sekarang dirasa masih belum cukup untuk memenuhi permintaan
kebutuhan yang meningkat hal ini menyebabkan ketersediaan obat tidak
sesuai dengan perencanaan. Alokasi dana untuk anggaran obat masih
sangat rendah karena pihak rumah sakit lebih mengutamakan
94
peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit untuk menunjang
pelayanan rumah sakit.
Menurut Suciati dkk (2006) Pelayanan kefarmasian merupakan
pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan revenue center utama.
Hal tersebut mengingat bahwa hampir 90 % pelayanan kesehatan di
rumah sakit menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia,
bahan radiologi bahan alat kesehatan, alat kedokteran dan gas medis),
dan 50% dari pemasukan rumah sakit berasal dari pengelolaan
pembekalan farmasi termasuk obat-obatan.
Dengan tersedianya anggaran tentunya dapat mempengaruhi dalam
proses perencanaan dan pengadaan obat. Dengan anggaran yang cukup
maka kebutuhan obat akan terpenuhi dengan baik, sebaliknya jika
anggaran yang disediakan untuk pengadaan obat terbatas maka
pelayanan kefarmasian rumah sakit akan terganggu. Pernyataan ini
sesuai dengan pedoman perbekalan kefarmasian yang dibuat oleh Dirjend
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2010 yang menyebutkan bahwa
salah satu komponen penunjang yang sangat vital dalam pengelolaan
perbekalan farmasi adalah ketersediaan anggaran yang memadai dan
sesuai dengan kebutuhan untuk penyediaan perbekalan farmasi di rumah
sakit. Disamping karena perencanaan obat yang dilakukan kurang baik
maka akan berimbas pada penentuan anggaran yang digunakan untuk
belanja obat-obatan.
95
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan suatu kegiatan untuk merealisasikan
kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian obat
ke distributor. Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan
farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik, pengiriman
barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan tidak
memerlukan tenaga serta waktu berlebihan (Depkes RI, 2008). Di RSUD
Kudungga Sangatta tim yang terlibat di bagian pengadaan adalah kepala
instalasi farmasi, kepala gudang farmasi, kasubid logistik dan kasubid
penunjang medik.
Hasil paparan beberapa informan dan pengamatan dokumen,
pengadaan dilakukan dengan sistem e-purchasing dan pembelian
langsung ke distributor. Sistem e-purchasing obat yang masuk dalam
daftar e-cataloq dilakukan agar mempermudah petugas dalam melakukan
pembelian, karena barang atau obat yang akan dibeli dalam e-catalog
sudah memuat daftar, jenis, dan spesifikasi termasuk harga obat tersebut.
Dalam penelitian Sumangkut dan Jansen (2014) menyebutkan hal yang
sama yaitu pengadaan secara e- purchasing dilakukan secara langsung
kepada penyedia barang, pengadaan seperti ini untuk mempermudah
petugas dalam melakukan pemesanan barang kepada penyedia barang.
Proses pengadaan persediaan melalui e-purchasing ini dirasa
cukup efektif karena proses pengadaannya dilakukan secara online dan
langsung kepada penyedia yang telah telah terdaftar di Lembaga
96
Kebijakan Pengelolaan Barang/Jasa (LKPP) tanpa adanya kompetisi.
Penelitian Wibowo, dkk (2011) juga menyebutkan bahwa manfaat dari
pengadaan melalui e-purchasing adalah membuat efisiensi dari sisi biaya
yang dibutuhkan relatif tidak banyak, dan membutuhkan lebih sedikit
waktu, tenaga, dan biaya. Akan tetapi sistem pengadaan ini terkadang
belum sesuai dengan yang diharapkan, karena terkadang sering terjadi
masalah pada jenis, jumlah obat yang tidak tersedia dan harga obat yang
tidak sesuai dengan perencanaan. Untuk frekuensi kegiatan pengadaan
obat dilakukan satu bulan sekali bahkan dapat dilakukan seminggu sekali
pemesanan tergantung dengan pergerakan obatnya. Ini sesuai dengan
pernyataan semua informan yang menyatakan bahwa pengadaan
persediaan obat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan diadakan satu kali
dalam satu bulan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa obat
juga dapat diadakan setiap minggu, mengingat permintaan kebutuhan
yang tinggi.
Proses pengadaan obat di Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga
Sangatta menggunakan metode pembelian langsung, untuk
menyesuaikan trend kebutuhan di Rumah Sakit. Hal ini sesuai Peraturan
Presiden RI. nomor 95 Tahun 2007 tentang Perubahan ketujuh atas
Keputusan Presiden Nomor 80 tentang pelaksanaan Pengadaan Barang
/Jasa Pemerintah disebutkan bahwa untuk mempercepat pengadaan dan
pendistribusian bahan dan obat generik dipandang perlu segera
97
menetapkan penyedia barang/jasa melalui penunjukan langsung(
pembeliang langsung).
Pembelian obat dengan metode pembelian langsung hal tersebut
dapat dilaksanakan sebab obat dapat dikategorikan didalam pekerjaan
untuk keadaan khusus dan juga merupakan barang spesifik yang hanya
dilaksanakan oleh satu penyedia barang /jasa pabrikan, pemegang hak
paten, dan berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan oleh pemerintah. Dan
untuk harga obat generik, telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan R I Nomor 320/ MenKes/SK/III/2008 tanggal 26-3-2008
tentang Harga Obat Generik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengadaan dan
perencanaan sering tidak sesuai dan ketidak sesuaian disebabkan karena
ketidak tersedianya ditingkat distributor atau kosong pabrik dan
keterbatasan dana. Pada proses pengadaan ada 3 elemen penting yang
harus diperhatikan :
1). Pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan biaya tinggi.
2) Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja sangat penting untuk
menjaga agar pelaksanaan pengadaan mutu terjamin (misalnya
persyaratan kadaluarsa, sertifikat analisa/standar mutu.
3) Order pemesanan agar barang dapat sesuai macam, waktu dan tempat.
(DepKes 2010).
Hal tersebut bila dianalisis lebih jauh bahwa pengadaan obat belum
optimal karena perencanaan yang tidak baik sehingga mempengaruhi
98
tingkat ketersediaan obat. Ketersediaan obat di Instalasi Farmasi akan
berubah sesuai trand kebutuhan misalnya saja atas permintaan dokter
untuk jenis tertentu yang tidak tercantum baik dalam formularium maupun
dalam DPHO atau perubahan pola penyakit. Ketidaksesuaian obat yang
tersedia dengan kebutuhan akan menyebabkan pelayanan tidak maksimal
yaitu pasien tidak mendapatkan obat pada saat dibutuhkan sehingga
tujuan pengobatan tidak tercapai.
Untuk mengatasi masalah ketidak tersediaan obat tersebut tidak
jarang pihak rumah sakit melakukan pengadaan dengan meminjam obat
yang dibutuhkan kerumah sakit lain yang telah terjalin kerjasama, hal ini
dikarenakan permintaan yang tinggi dan mendesak, sedangkan
persediaan yang dibutuhkan yang ada di dalam gudang mengalami
kekosongan hal ini didukung oleh data stok obat pada tahun 2015 dan
tahun 2016 yang menunjukkan stok obat kosong masih tinggi
dibandingkan dengan stok obat yang ada yaitu tahun 2015 stok obat
kosong 53,84% sedangkan stok obat yang ada 46,16% dan tahun 2016
stok obat kosong 55,82% sedangkan stok obat yang ada 44,18%.
Berdasarkan data laporan perencanaan obat yang di ambil peneliti pada
tahun 2016 menunjukkan bahwa persentase jumlah item obat yang
diadakan dengan yang direncanakan adalah sebesar 71 %. Jumlah ini
belum sesuai standar yaitu jumlah item obat yang di adakan sebesar 100-
120% dari total perencanaan obat (Pudjaningsih,1996). Pengadaan obat
99
tidak sesuai dengan yang direncanakan yaitu hanya 71% yang terealisasi
hal ini disebabkan karena kurangnya anggaran obat.
Permasalahan lain yang didapat pada saat penelitian berdasarkan
wawancara yang mempengaruhi pengadaan obat di RSUD Kudungga
Sangatta adalah sering menunda pembayaran obat meskipun faktur obat
sudah jatuh tempo. Pesanan obat ke distributor terpending karena
lambatnya pembayaran obat. Hal ini disebabkan karena lambatnya proses
administrasi untuk pengajuan pembayaran faktur obat yang sudah jatuh
tempo dari instalasi farmasi ke bagian keuangan.
Dalam proses pengadaan obat, kendala lain yang sering terjadi
ketika melakukan pembelian obat adalah distributor yang sering terlambat
dalam melakukan distribusi obat kerumah sakit dan obat yang dipesan
tidak tersedia atau kosong pada distributor tersebut, sehingga pihak
gudang farmasi melakukan pemesanan pada distributor lain. RSUD
Kudungga belum memperhitungkan waktu tunggu pemesan obat mulai
dari di pesan sampai obat datang. Waktu tunggu sangat diperlukan
dikarenakan jarak distributor yang jauh dari rumah sakit.
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas bahwa proses
pengadaan sudah sesuai standar yang ada, namun ketersediaan obat
belum terpenuhi sesuai dengan kebutuhan di rumah sakit hal ini karena
dipengaruhi oleh perencanaan yang kurang baik, pembayaran obat yang
tidak tepat waktu dan ketersediaan anggaran obat yang kurang.
100
4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
dan menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang
dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu
obat. Tujuan penyimpanan adalah untuk memelihara mutu sediaan
farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab,
menjaga ketersediaan, dan memudahkan pencarian dan pengawasan
(Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian melalui survei diketahui bahwa
pelaksanaan kegiatan penyimpanan obat di gudang farmasi RSUD
Kudungga Sangatta Kutai Timur menggunakan sistem FIFO (First In First
Out) dan FEFO (First Expired First Out). Artinya dalam penyusunan, obat-
obatan yang baru datang diletakkan dibelakang dan obat-obatan yang
lama diletakkan di bagian depan dan obat-obatan yang dekat tanggal
kadaluarsa di letakkan di depan sedangkan obat-obatan yang tanggal
kadaluarasa masih lama diletakkan di belakang. Hasil penelitian ini juga
didukung oleh hasil penelitian Sheina dan Umam (2010) yang
menyebutkan bahwa penyimpanan dan penyusunan obat di gudang
Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I
menggunakan metode FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired
First Out) dan berdasarkan abjad, metode ini digunakan agar
mempermudah petugas dalam pengambilan obat- obatan dan menjaga
mutu obat-obatan di Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah
101
Yogyakarta Unit I. Menurut Dina (2012) pengaturan obat yang dilakukan di
rak/lemari penyimpanan dapat memberikan kemudahan bagi petugas
gudang dalam mencari barang saat dibutuhkan dan dapat membuat
penyimpanan menjadi lebih efisien.
Dalam kegiatan penyimpanan, barang yang sudah diterima dan
sudah diperiksa oleh petugas gudang farmasi disimpan di gudang farmasi.
Penyusunan obat yang dilakukan di rak-rak dan lemari penyimpanan obat
di gudang farmasi RSUD Kudungga Sangatta Kutai Timur dipisahkan
menurut abjad, bentuk sediaan, obat paten dan obat generik, kestabilan
obat dalam suhu tertentu atau obat-obatan yang memerlukan kondisi
penyimpanan khusus seperti vaksin diletakkan di lemari es/kulkas dengan
suhu terkontrol, pemisahan bahan mudah meledak/terbakar dan
pemisahan obat-obat high alert seperti LASA (Look alike, sound alike),
elektrolit pekat, obat sedasi, insulin, nutrisi parenteral, obat kemoterapi
dan agen radiokontras masing-masing golongan tersebut diberi stiker
warna dengan tulisan high alert begitu juga dengan obat yang mendekati
expired date diberi kode atau pelabelan dan ditulis tanggal kadaluarsanya.
Menurut Dirjen Bina Kefarmasian, proses penyimpanan harus
menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired
First Out), abjad, berdasarkan sedian dan diberi kode atau nama agak
untuk mempermudah dalam pengambilan obat.
Penyimpanan disertai dengan system informasi yang selalu
menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan
102
merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan
yang ditetapkan (Kepmenkes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004) yaitu di
bedakan menurut 1).Bentuk sediaan dan jenis; 2). Menurut suhunya; 3)
Mudah tidak meledak / terbakar; 4) Tahan/tidaknya terhadap cahaya. Jika
dibandingkan dengan teori, hal ini sudah sesuai dengan pedoman Dirjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan..
Menurut G Jeetu dan T Girish (2010) dalam hasil penelitian
menyebutkan bahwa 25% dari semua kesalahan obat yang dikaitkan
dengan nama obat dan 33% untuk kemasan dan pelabelan. Hasil
penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Wardhana (2013) yang
menyebutkan bahwa terjadinya medication error disebabkan karena obat-
obatan yang disimpan tidak menggunakan kode atau tanda khusus baik
obat yang expired date maupun yang tidak expired date. Dengan
menggunakan tanda khusus atau kode atau pun pelabelan tersebut
diharapkan agar lebih mudah membedakan obat yang akan kadaluarsa
dengan obat yang belum kadaluarsa.
Menurut hasil penelitian Palupiningtiyas (2014) yang menyebutkan
bahwa luas gudang yang kurang memadai tentunya sangat menghambat
petugas dalam melakukan tugas penyimpanan obat di gudang farmasi.
Dari hasil penelitian tersebut juga diketahui bahwa gudang farmasi RSUD
Kudungga Sangatta Kutai Timur tidak hanya digunakan untuk menyimpan
obat, namun juga digunakan untuk menyimpan alat kesehatan.
103
Menurut Seto (2008) gudang farmasi adalah awal dari penyimpanan
perbekalan farmasi yang datang dari supplier, perbekalan farmasi tersebut
kemudian didistribusikan ke bagian rawat inap, rawat jalan, dan unit-unit
pelayanan rumah sakit yang membutuhkannya.
Persyaratan gudang penyimpanan perbekalan farmasi: 1)
Accesibility, adalah ruang penyimpanan harus mudah dan cepat diakses.
2) Size, ruang penyimpanan harus cukup untuk menampung barang yang
ada.
Dalam proses penyimpanan ada faktor hambatan yang
mempengaruhi proses tersebut yaitu kondisi gudang yang kurang
memadai. Letak dan tata ruang yang kurang baik terdiri dari banyak sekat
atau ruang-ruang kecil sehingga ruang yang digunakan untuk
penyimpanan obat tidak efektif dimana gudang obat yang digunakan
adalah bekas ruang untuk operasi. Luas gudang yang kurang memadai
tentunya sangat menghambat petugas gudang dalam melakukan tugas
penyimpanan obat di gudang tersebut. Petugas gudang menjadi tidak
leluasa bergerak pada saat akan menyusun obat-obatan yang baru
diterimanya. Minimnya luas gudang farmasi juga menyebabkan petugas
gudang terpaksa harus menumpuk obat-obatan dan alat kesehatan pada
lorong-lorong ruangan dan ada beberapa obat yang belum kadaluarsa di
satukan dalam satu ruangan penyimpanan dengan obat kadaluarsa.
104
Menurut Depkes RI (2007) menyebutkan bahwa untuk mendapatkan
kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan
pengawasan obat-obatan, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang
dengan baik. Departemen Kesehatan juga menyebutkan bahwa dalam
penataan gudang farmasi harus dibagi menjadi ruang produksi, ruang
kantor, ruang arsip dokumen, dan ruang penyimpanan. Hal ini berfungsi
untuk mempermudah kegiatan di gudang farmasi.
Penyimpanan obat udah sesuai dengan standar yang ada namun di
instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta masih di temukan obat-
obatan kadaluarsa, data yang di ambil yaitu pada tahun 2015 nilai obat
kadaluarsa Rp. 40.037.527 dengan persentase 0,58% dari nilai
persediaan obat dan tahun 2016 Rp. 38.078.389 dengan persentase
0,53% dari nilai persediaan jadi rata-rata persentase obat kadaluarsa
adalah 0,55%. Nilai ini masih tergolong tinggi dibanding nilai yang sesuai
standar yaitu ≤ 0,2% (Pudjaningsih, 1996). Hal ini di sebabkan karena
dokter kurang komitmen dalam peresepan obat, user meminta untuk
disiapkan obat tersebut tapi peresepan obat kurang atau obatnya jarang
keluar jadi mengakibatkan obat tersebut kadaluarsa. Dan juga kurangnya
informasi ke dokter tentang daftar obat-obatan yang dekat kadaluarsa dan
obat yang tergolong slow moving. Penyebab lain masih tingginya obat
kadaluarsa karena pengadaan obat di instalasi farmasi tidak mengikuti
perkembangan obat baru atau tidak mengikuti trend yang ada sedangkan
dokter setiap selesai mengikuti seminar atau simposium mendapatkan
105
informasi tentang obat baru sehingga obat yang lama sudah tidak mau
diresepkan dokter lagi.
Dalam pedoman pengelolaan obat yang dibuat oleh Dirjend Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) sudah diatur tentang bagaimana
cara atau sistem penyimpanan obat-obatan yang baik dan benar.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan mutu obat dan menghindari
kerugian akibat kesalahan penyimpanan obat. Penyimpanan obat sudah
dilakukan dengan baik namun belum dapat memenuhi semua persyaratan
yang ditetapkan karena keterbatasan SDM, sarana dan prasarana.
5. Pendistribusian
Menurut Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010)
menyebutkan bahwa sistem distribusi dilakukan dua metode yaitu sistem
distribusi sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS
sentral ke semua unit rawat inap di rumah sakit secara keseluruhan.
Artinya, di rumah sakit itu mungkin hanya satu IFRS tanpa depo/satelit
IFRS di beberapa unit pelayanan. Sedangkan sistem desentralisasi
dilakukan oleh beberapa depo/satelit IFRS di sebuah rumah sakit. Pada
dasarnya sistem distribusi desentralisasi ini sama dengan sistem distribusi
obat persediaan lengkap di ruangan, hanya saja sistem distribusi
desentralisasi ini dikelola seluruhnya oleh apoteker yang sama dengan
pengelolaan dan pengendalian oleh IFRS sentral.
106
Proses pendistribusian obat di RSUD Kudungga Sangatta Kutai
Timur dilakukan dengan sistem desentralisasi yaitu pendistribusian obat
dari gudang farmasi ke farmasi rawat jalan, farmasi rawat inap, Depo OK
dan ruang rawat inap untuk bahan habis pakai. Permintaan setiap unit
akan obat semua ditujukan ke gudang farmasi. Pendistribusian obat-
obatan ke unit-unit rumah sakit di pusatkan di gudang tujuannya adalah
untuk memudahkan pendataan dan pengontrolan terhadap obat-obatan
yang dikeluarkan Jika stok obat di farmasi rawat jalan, farmasi rawat inap,
Depo OK dan IGD tersebut sudah habis atau sedikit jumlahnya, maka
akan melakukan permintaan ke gudang farmasi yang disertai dengan bukti
berupa surat permintaan obat.
Dalam proses pendistribusian obat dipengaruhi oleh banyak
sedikitnya jumlah permintaan obat, jika obat yang tersedia di gudang
jumlahnya memungkinkan, maka bisa dilakukan pendistribusian ke unit
tersebut, akan tetapi jika obat yang diminta jumlahnya tidak
memungkinkan untuk dilakukan pendistribusian sesuai permintaan, maka
obat yang disediakan oleh pihak gudang hanya sedikit dan bahkan tidak
dapat dilakukan distribusi karena obat yang diminta kosong.
Pendistribusian obat ke pasien rawat jalan dengan cara individual
prescribing sedangkan pasien rawat inap menggunakan cara One Daily
Dispensing (ODD).
Pendistribusian obat ke pasien berdasarkan hasil survei langsung di
farmasi rawat jalan bahwa rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani
107
pasien mulai dari pasien menyerahkan resep sampai menerima obat rata-
rata waktu pelayanan per lembar resep adalah untuk resep obat jadi
adalah antara 22 - 35 menit dan resep racikan adalah antara 33 - 58
menit. Nilai ini cukup lama jika dibandingkan dengan standar rata-rata
waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ke tangan pasien
untuk Obat racikan maksimal 30 menit, non racikan 15 menit (Depkes RI,
2008). Hal ini di sebabkan tenaga petugas di farmasi rawat jalan kurang
dan tidak jarang pasien komplain karena lambatnya pelayanan dan lebih
memilih menebus obat di rumah sakit lain karena tidak mau menunggu
lama. Selain itu mengenai ketersediaan obat sering terjadi kekosongan
obat tapi untuk pasien BPJS di upayakan untuk tidak memberikan
langsung copy resep, petugas farmasi berusaha dengan menghubungi
dokter si penulis resep untuk menggantikan obat yang sejenis atau
mengganti obat yang lain dengan kandungan obat dan komposisi yang
sama tapi kalau dokter tidak menyetujui petugas menghubungi gudang
farmasi untuk mencarikan obat keluar atau meminjamkan obat ke rumah
sakit lain, dan diinformasikan ke pasiennya untuk menunggu agak lama
karena obat lagi kosong dan baru dicarikan ke rumah sakit lain kalau
pasien tidak mau menunggu terpaksa diberikan copy resep saja untuk
ditebus keluar. Untuk pasien umum biasanya langsung diberikan copy
resep saja bila obat yang diresepkan tidak tersedia di apotek, hal tersebut
dapat terjadi karena ketersediaan obat yang rendah dan juga kurangnya
informasi ke dokter tentang stok obat yang ada di instalasi farmasi.
108
Persentase peresepan obat dengan nama generik Pengukuran
persentase peresepan obat dengan nama generik dimaksudkan untuk
mengetahui kecenderungan dokter untuk meresepkan obat dengan nama
generik yang berarti tertulis sebagai zat aktif sediaan sehingga ada
kesepemahaman antara dokter dan farmasis dimana secara tidak
langsung turut mencegah prescribing error, yang merupakan awal
terjadinya medication error (WHO, 1993). Hasil penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa persentase penulisan resep dengan nama generik
oleh dokter masih rendah yaitu sebesar 51,46% apabila dibandingkan
dengan standar penelitian yang dilakukan oleh WHO (1993) sebesar 82-
94%. Jadi penggunaan obat generik di RSUD Kudungga Sangatta belum
memenuhi standar yang ada . Hal ini di sebabkan karena kurangnya
ketersediaan obat generik di RSUD Kudungga karena sering mengalami
kekosongan obat dan juga dokter lebih cenderung menggunakan obat
paten dibandingkan dengan obat generik.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap manajemen obat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta, yang
berpengaruh terhadap rendahnya ketersediaan obat di rumah sakit umum
daerah Kudungga Sangatta maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Perencanaan Obat
Perencanaan kebutuhan obat di gudang farmasi RSUD
Kudungga Sangatta Kutai Timur pada dasamya sudah sesuai
dengan prinsip dasar manajemen pengelolaan obat yaitu
perencanaan menggunakan metode komsumsi dengan melihat
kebutuhan pemakaian sebelumnya, namun belum maksimal
karena perencanaan belum menggunakan suatu system atau
analisis VEN, metode ABC, belum menghitung stok maksimum
dan minimum, dan belum menghitung lead time. Kurangnya
pengetahuan tentang perencanaan obat karena belum pernah
mengikuti pelatihan-pelatihan terkait dengan perencanaan obat.
2. Penganggaran Obat
Penganggaran persediaan obat yang ada di RSUD Kudungga
Sangatta Kutai Timur menggunakan anggaran BLUD. Persentase
dana yang tersedia untuk anggaran belanja obat adalah 14,23 %
110
dari total anggaran operasional rumah sakit. Alokasi dana untuk
anggaran belanja obat masih sangat kurang sehingga
ketersedian obat dari perencanaan tidak terpenuhi.
3. Pengadaan Obat
Metode pembelian obat dilakukan dengan cara pembelian
langsung dan e-purchasing, jangka waktu pembayaran selama 1
(satu) bulan, frekuensi pembelian obat sebulan sekali tapi dalam
keadaan tertentu pembelian obat bisa sekali dalam seminggu.
Pengadaan obat di gudang farmasi RSUD Kudungga Sangatta
Kutai Timur belum berjalan dengan baik, sering terjadi
kekosongan obat karena obat yang di pesan ke distributor tidak
langsung dikirim karena pending yang disebabkan oleh
tertundanya pembayaran obat tidak sesuai dengan waktu yang
disepakati sering melewati tanggal jatuh tempo. dan terlambatnya
distributor dalam mendistribusikan obat ke rumah sakit juga
karena obat yang dipesan tidak ada atau kosong di distributor,
Untuk mengatasi kekosongan obat maka dilakukan peminjaman
obat kerumah sakit yang sudah ada kerjasama dengan rumah
sakit Kudungga Sangatta Kutai Timur .
4. Penyimpanan Obat
Sistem penyimpanan obat yang dilaksanakan di RSUD Kudungga
Sangatta menggunakan system sistem FIFO (First In First Out)
dan FEFO (First Expired First Out). Penyimpanan di gudang
111
farmasi RSUD Kudungga Sangatta Kutai Timur belum sesuai
dengan standar dimana obat yang sudah kadaluarsa di simpan
pada satu ruangan dengan obat yang belum kadaluarsa. Selain
itu ada beberapa kendala atau masalah yang ditemukan dalam
proses penyimpanan antara lain dan terjadinya penumpukkan
kardus yang berisi obat-obatan hal ini disebabkan oleh kondisi
gudang tempat penyimpanan obat terbatas.
Persentase dan nilai obat kadaluarsa pada tahun 2015 dan tahun
2016 rata-rata 0,55% dari total nilai persediaan obat dan nilai obat
kadaluarsa rata-rata Rp. 39.057.958 nilai termasuk cukup tinggi.
5. Pendistribusian Obat
Waktu tunggu untuk pendistribusian obat ke pasien mulai dari
pasien menyerahkan resep sampai pada penyerahan obat
menggunakan waktu cukup lama untuk obat jadi yaitu 22 – 35
menit dan obat racikan 33 – 58 menit hal ini disebabkan karena
kurangnya tenaga farmasi khususnya di farmasi rawat jalan.
Pendistribusian obat ke pasien rawat jalan dengan cara individual
prescribing sedangkan pasien rawat inap menggunakan cara One
Daily Dispensing (ODD).
Untuk penggunaan obat persentase penulisan resep dengan
nama generik oleh dokter masih rendah yaitu sebesar 51,46%.
112
B. Saran
1. Perlunya menggunakan metode lain dalam perencanaan obat
,seperti metode analisis VEN dan analisis ABC dan
memperhitungkan stok maksimum, stok minimum, lead time dan
stok pengaman (safety stock).
2. Perlunya menambah anggaran untuk pengadaan obat agar dapat
memenuhi stok obat berdasarkan kebutuhan.
3. Melakukan pembayaran tepat waktu tidak menunda pembayaran
obat jika sudah jatuh tempo atau melakukan pembayaran obat
sebelum obat pending sehingga pengiriman obat dari distributor
tidak terhambat.
4. Perlunya menambah jumlah tenaga farmasi untuk mengatasi waktu
tunggu pelayanan distribusi obat ke pasien yang lama.
5. Diharapkan Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kudungga Sangatta
lebih memperhatikan sarana gudang farmasi yang kurang memadai
untuk proses penyimpanan persediaan obat.
6. Prioritas utama yang harus dilakukan atau perlu dibenahi untuk
mengatasi permasalahan terkait dalam pengelolaan obat di
instalasi farmasi RSUD Sangatta adalah mengenai perencanaan
obat yaitu perlu adanya peningkatan pengetahuan sumber daya
manusia melalui pelatihan-pelatihan yang terkait dengan
perencanaan obat.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama Y T, (2003). Manajemen Administrasi Rumah Sakit . Jakarta Penerbit Universitas Indonesia.
A. Harianto. Supardi, S. 2004. Gambaran Pelaksanaan Standar
Pelayanan Farmasi Di Apotek DKI Jakarta Tahun 2003. Majalah Ilmu Kefarmasian
Ali, Maimun. 2008. Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi
Metode Konsumsi dengn Analisis ABC dan Reorder Point terhadap Nilai Persediaan dan Turn Over Rasio di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Darul Istiqomah Kaliwungu Kendal. Tesis. Universitas Diponegoro.
Anggraeni, Mekar Dwi dan Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif
dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta:Nuha Medika. Berry, L., Zeithaml, V., Parasuraman, A. (1990) The Service-. Quality
Puzzle Business Horizon
Budiono, S., Suryawati, S., Sulanto, S.D., 1999, Manajemen Obat Rumah
Sakit : Kumpulan Modul, 33-36, Fakultas Kedokteran, Program Pendidikan Pascasarjana, Magister Manajemen Rumah Sakit, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Danu S dan Suryawati S., 1997, Distribusi dan Penyimpanan, Universitas
Gadjah Mada Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004, Pedoman Pengelolaan
Obat Program Kesehatan, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian Dan Alat Kesehatan, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI,(2004) Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta:Depkes RI;2004
Depkes RI , 2008, Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Direktorat
Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Depkes RI, 2010. Materi-Materi Kefarmasian Di Instansi Farmasi
Kabupaten/Kota. Direktorat Bina Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jendral BinaKefarmasian Dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan RI bekerja sama dengan
114
International Coorperation Agency(JICA). Jakarta. Handoko, 1992 Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, BPPE,
Yokyakarta Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi. Edisi ketiga. Grasindo.
Jakarta. IFRS-RSDS, 1990, Pedomanan Pengelolaan dan Pelayanan Farmasi
Rumah Sakit yang Baik. Instalasi Farmasi Rumah Sakit RSUD Dr. Sutomo, Surabaya.
Indriawati, C.S., Suryawati, S., Pujaningsih.,1996 Analysis of Drug
Management In Wates Local Public Hospital. Indonesia,Departemen Kesehatan 1999 ,Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor : 1333/Menkes/SK/XII/1999 , Standar Pelayanan Rumah Sakit,departemen kesehatan,Jakarta
Jeetu G, Girish T. 2010. Prescription Drug Labeling Mediction Errors: A
Big Deal for Pharmacists. Journal of Young Pharmacists.
Johns, D.T dan Harding, H.A. 2001. Manajemen Operasi untuk Meraih Keunggulan Kompetitif. PPM. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI,(2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan
Farmasi di Rumah Sakit.Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI Bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency.
Kementerian Kesehatan RI,(2012). Standar Akreditasi Rumah Sakit Tahun
2012, Dirjen Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta
Miles, Matthew B dan Huberman, A Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta. Universitas Indonesia Press
Moleong, J Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung
Mulyadi, 1996, Pengelolaan Obat di Rumah Sakit, Universitas Gadjah Mada
Muzakin, M.,(2008). Analisis Kerugian yang Ditanggung Oleh RSU Dr.
Soetomo Surabaya sebagai akibat dari stagnant dan stockout obat. Skripsi. Surabaya. Universitas Airlangga
115
Nadzam D.M., 1991, Development of medication-use indicators by the Joint
Commission on Accreditation of Healthcare Organizations. Am J Hosp
Pharm. Sep;48(9):1925-30. PubMed PMID: 1928134
Naiborhu, JP., 1995, Upaya Peningkatan Proses Penyerahan Obat di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bethesta, Yokyakarta.
Palupiningtiyas, Retno. 2014. Analisis Sistem Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Mulya Tangerang Tahun2014. Skripsi. FKIK UIN. Jakarta.
Pudjaningsih, D., 1996, Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah Sakit, [Tesis], Yogyakarta: Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada.
Purwanti Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Poli, W. 2001. Peningkatan Daya Saing Output Rumah Sakit diera Afta
2003, Makalah disajikan pada Seminar Perubahan Dalam Kebijakan dan Manajemen Rumah Sakit di era Otonomi dan Menjelang AFTA 2003 yang dilaksanakan oleh PPS UNHAS Makassar. Oktober 2001.
Pratiwi,Sauzan. 2012. Gambaran Perencanaan Obat Antibiotik Menggunakan Analisis ABC di Sub Unit Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Depok Tahun 2012. Skripsi. FKM UI. Depok.
Prihatiningsih, Dina.2012. Skripsi: Gambaran Sistem Penyimpanan Obat di
Gudang Farmasi RS Asri Tahun 2011. Depok: UI Quick,, Hume, M.L,O Conner, R.W., 1982, Managing Drug Suplay.
Management Sciences of Health, Boston.,Massachuset Quick,, Hume, M.L,O Conner, R.W., 1997, Managing Drug Suplay.
Second Edition, Revised And Expanded, Kumarin Pres, West Hartford.
116
Ratnaningrum, E. (2002). Pengembangan Model Pengadaan Alat Kesehatan Habis Pakai Untuk Mencapai Efisiensi Biaya Di Instalasi Farmasi RSUD Kota Semarang. Tesis Mahasiswa IKM Universitas Diponegoro, Semarang
Seto, Soerjono. 2008.Manajemen Farmasi. Airlangga University Press.
Surabaya.
Setyowati, J.d.,Purnomo, W.,2004. Analisis Kebutuhan Obat Dengan Metode Konsumsi Dalam Rangka Memenuhi Kebutuhan Obat Di Kota Kediri. Jurnal Administrasi Kebijakan Kesehatan. V(02): 188-195.
Sheina, B., Umam, M.R., Solikhah. (2010) Penyimpanan Obat di Gudang
Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 4 (1). p. 1-75.
Siregar, Ch. J.P., dan Amalia, L., 2004, Farmasi Rumah Sakit, Teori dan
Penerapan, 25 – 49, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Suciati S, Adisasmito WBB. (2006).”Analisis Perencanaan Obat
berdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi Farmasi”. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol 09/Maret 2006,hal 9.
Sugiono, 1999, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta Bandung Supranto, J., 1997, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan, Rineke
Cipta, Jakarta
Suryawati, S., 1997. Menuju swamedikasi yang rasional.Yogyakarta:Pusat
Studi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat ,Universitas Gadjah Mada.
Titta.H.S, (2008). Analisis Manajemen Obat di Rumah Sakit Angkatan
Darat Tk. II Dustira Cimahi. Tesis Mahasiswa Magister Manajemen Farmasi. Program Studi Ilmu Farmasi, Program Pasca Sarjana Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tjiptoherijanto, Prijino, dan Budi Soesetyo, 1994. Ekonomi Kesehatan. Reneke Cipta, Jakarta.
117
Umar Husen. 2000. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen Jakarta: Gramedia.
Utari, Anindita. 2014. Cara Pengendalian Persediaan Obat Paten dengan
Metode Analisis ABC, Metode Economic Order Quantity (EOQ), Buffer Stock dan Reorder Point (ROP) di Unit Gudang Farmasi RS Zahirah Tahun 2014. Skripsi. FKIK UIN. Jakarta.
Waluyo, D.S., (2006). Analisis Penyebab Utama Stagnan Pada
Manajemen Persediaan Obat di Rumah Sakit Kusta Kediri. Tesis. Surabaya Universitas Airlangga : 1-5.
Wardhana, Zendy Priscillia. 2013. Profil Penyimpanan Obat di Puskesmas Pada Dua Kecamatan Yang Berbeda Di Kota Kediri. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2.
World Health Organization.1988. Estimating Drug Requirement. A Practical Annual World Health Organization, Geneva.
Wibowo, dkk. (2011). Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (E- Procarement) Pada Pemerintah Kota Yogyakarta. Volume 23, Nomor 2, Juni 2011.
WHO, 1993, How to Investigate Drug Use In Health Facilities, Selected Drug Use Indikators, Action Program on Essential Drugs, 46-52, WHO, Genewa.
WHO (1999), Promoting Rational Use of Medicine:core Component. Geneva
Wirjoatmodjo, K., 1990 Kebutuhan Pelayanan Farmasi Rumah Sakit
Sebagai Bagian Integral dari Sistem Pelayanan Rumah Sakit, Work Shop on Hospital Pharmacy, Jakarta.
Wijono, D., 2000, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Airlangga
University Press, Surabaya.
118
LAMPIRAN
119
Lampiran 1. Pedoman wawancara
Yang harus digali dari responden adalah :
A. Perencanaan Kebutuhan Obat dengan indikatornya adalah sebagai
berikut:
1. Team dalam proses perencanaan.
2. Persentase dana yang tersedia dibandingkan dengan
kebutuhan rumah sakit.
3. Perbandingan jumlah item obat.
4. Alur proses perencanaan.
5. Metode yang digunakan dalam perencanaan.
6. Kendala dan solusi dalam proses perencanaan.
B. Penganggaran
1. Proses penganggaran dalam kegiatan pengadaan obat.
2. Team yang terlibat dan bertanggungjawab dalam proses
penganggaran.
3. Besarnya anggaran yang dikeluarkan dan sumber anggaran
yang dipakai.
4. Kendala dalam proses penganggaran.
5. Cara mengatasi kendala tersebut.
C. Pengadaan
1. Proses pengadaan obat.
120
2. Team yang terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam
pengadaan obat.
3. Seleksi pemasok.
4. Metode pembelian.
5. Frekuensi pembelian.
6. Frekuensi tertunda pembayaran.
7. Frekuensi kesalahan faktur.
8. Waktu yang dibutuhkan dalam proses pengadaan.
9. Kendala dan solusi yang dihadapi dalam pengadaan.
D. Penyimpanan
1. Proses penyimpanan obat.
2. Team yang terlibat langsung dan bertanggung jawab dalam
penyimpanan.
3. Metode atau sistem yang digunakan
4. Kondisi dan tempat penyimpanan obat.
5. Sistem penataan gudang penyimpanan obat.
6. Kendala dan solusi pada proses penyimpanan.
E. Pendistribusian
1. Proses distribusi obat.
2. Team yang terlibat dan bertanggung jawab dalam distribusi.
3. Sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses distribusi.
121
4. Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai
ke tangan pasien.
5. Persentase item obat yang diresepkan dengan item obat yang
dilayani
12
2
Lampiran 2. Tabel hasil penelitian
Jenis informasi
Informan
Kabid Penunjang
Kasubid penunjang
medik
Kasubid Logistik
Ketua KFT Kepala IFRS Kepala Gudang
Farmasi RJ & RI
Dokter Staf Keuangan
Kesimpulan
Perencanaan a. Metode
perencanaan b. Tim yang
terlibat dalam perencanaan
c. Proses perencanaan
Tim yang terlibat dalam perencanaan KFT, dokter, kepala instalasi dan gudang farmasi dan apoteker KFT yang membuat formularium rs, dokter memasukkan usulan obat-obatan ke KFT.
Peran KFT terlibat dalam penentuan jenis obat dan membuat formularium Perencanaan obat sesuai dengan yang ada di formularium rumah sakit.
Metode komsumsi dilihat dari pemakaian sebelumnya. Team KFT dalam managemen pengelolaan obat berperan dalam hal perencanaan obat yaitu bertanggung jawab dalam penentuan jenis obat yang akan di masukkan dalam formularium, KFT meminta usulan dari user obat-obat apa yang akan di masukkan dalam formularium,
Proses perencanaan kebutuhan persediaan obat yang dilakukan oleh instalasi farmasi RSUD Kudungga Sangatta adalah dengan melihat pemakaian obat sebelumnya atau metode konsumsi, perencanaan obat belum ada menggunakan suatu sistem atau metode analisis VEN, analisis ABC, belum ada menghitung stok
Perencanaan obat selama 1 tahun dengan melihat pemakaian atau stok obat keluar pada tahun sebelumnya ditambah buffer 20%, belum menerapkan perencanaan berdasarkan jenis penyakit atau epidemiologi baru sebatas menggunakan metode komsumsi Perencanaan obat sesuai dengan usulan dokter yang ada dalam
Apoteker penanggung jawab rawat inap dan rawat jalan terlibat dalam perencanaan obat Mengajukan usulan obat ke gudang untuk dipesan
user ikut menentukan jenis obat yang akan dipakai di rumah sakit, ada form yang diisi untuk mengajukan obat-obatan yang akan dimasukkan dalam formularium, form tersebut setelah di isi diserahkan kepada Komite medik setelah mendapatkan persetujuan baru di serahkan kepada tim KFT untuk dimasukkan dalam formularium rumah sakit.
kegiatan perencanaan kebutuhan obat di gudang farmasi RSUD Kudungga Sangatta Kutai Timur menggunakan metode konsumsi dengan melihat pemakaian sebelumnya dengan buffer 20%. perencanaan obat belum menggunakan metode analisis VEN, analisis ABC, belum ada menghitung stok maksimum, stok
12
3
setelah mendapatkan daftar usulan disusunlah formularium RS, apabila ada obat yang akan dipakai oleh dokter/user tapi belum ada dalam formularium, dokter bisa membuat usulan obat baru dengan mengisi form pengusulan obat baru kemudian dibawah komite medik setelah mendapat persetujuan dari komite medik barulah KFT bisa memasukkan dalam daftar obat formularium
maksimum, stok minimum, dan tidak memperhitungkan lead time Team yang terlibat dalam perencanaan obat adalah kepala instalasi farmasi, kepala gudang dan Komite Farmasi dan Terapi dan dokter dimana peran KFT ikut dalam penentuan jenis obat dan membuat formularium Rumah Sakit” sedangkan dokter ikut menentukan jenis obat yang akan dipakai di rumah sakit
formularium rumah sakit.
minimum, dan tidak memperhitungkan lead time perencanaan berdasarkan Formularium yang dibuat oleh KFT.
12
4
Penganggaran
a. Sumber anggaran
b. Tim yang terlibat
Tidak terlibat dalam penganggaran obat. Anggaran yang ada masih sangat minim sekali karena rumah sakit lebih mengutamakan peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit seperti pengadaan alat-alat kedokteran
Anggaran yang digunakan dari BLUD disesuaikan dengan RBA. Sub bagian logistik melakukan pengecekan pembayaran faktur yang jatuh tempo sebelum dibuatkan rencana pembayaran oleh bagian keuangan. Pembayaran obat atas persetujuan direktur.
Anggaran yang digunakan dalam belanja obat adalah menggunakan anggaran dari BLUD. Anggaran yang ada digunakan untuk belanja obat, alat kesehatan, bahan laboratorium dan radiologi. Team yang terlibat langsung dalam proses pembayaran obat adalah direktur rumah sakit, staf keuangan, kabid keuangan dan kasubid logistic Anggaran obat yang disiapkan terbatas.
penganggaran obat di RSUD Kudungga Sangatta Kutai Timur menggunakan anggaran BLUD Anggaran obat yang disiapkan terbatas.
12
5
Pengadaan obat
a. Sistem pengadaan
b. Metode pengadaan
c. Frekuensi pembelian
d. Seleksi pemasok
e. Frekuensi tertunda pembayaran
Tidak ikut terlibat dalam proses pengadaan
Pengadaan obat dilakukan dengan mengecek sisa stok yang menipis dan sudah di setujui oleh bagian logistik dan penunjang medis. keterlambatan pemesanan obat ke distributor dan obat pending karena faktur jatuh tempo belum dibayar untuk menghindari kekosongan obat dilakukan peminjaman obat-obatan ke rumah sakit yang bekerja sama dengan RSUD Kudungga.
Mengecek stok obat digudang bila sudah di verifikasi oleh bagian logistic baru boleh dilakukan pengadaan obat.
obat menipis diorder dengan melihat sisa stok obat di gudang farmasi
KFT Tidak ikut dalam pengadaan obat semuanya di serahkan kepada instalasi farmasi
Metode pengadaan dengan pembelian langsung dan melalui e-purchasing. Pembelian dilakukan sekali sebulan namun bila dalam keadaan tertentu bisa sekali seminggu. tidak melakukan seleksi pemasok hanya dilihat ketersediaan stok obat kalau distributor satu kosong maka dilakukan pemesanan ke distributor lain. Obat sering pending karena faktur
pembelian langsung ke PBF, untuk pemesanan obat e-kataloq menggunakan e –purchasing. Pemilihan Distributor dilihat dari ketersediaan obat dan harga obat bila distributor satu tidak mempunyai stok obat maka di cari distributor lainnya.
Pembayaran dilakukan pada saat obat sudah pending, pembayaran tidak tepat waktu karena prosesnya yang lama, pembayaran dilakukan dua kali dalam sebulan.
Metode pengadaan dengan pembelian langsung dan melalui e-purchasing Pembelian dilakukan sekali sebulan namun bila dalam keadaan tertentu bisa sekali seminggu. Terjadi kekosongan obat karena obat pending pembayaran faktur jatuh tempo tidak tepat waktu sehingga pengiriman obat dipending. untuk menghindari kekosongan obat dilakukan peminjaman
12
6
obat yang telah jatuh tempo belum dibayar, sehingga sering terjadi kekosongan obat akibat lambatnya pengiriman
obat-obatan ke rumah sakit yang bekerja sama dengan RSUD Kudungga.
Penyimpanan
a. Sistem penyimpanan
b. Penataan gudang
Penyimpanan obat dilakukan dengan memisahkan antara obat yang masuk e-katalog dan obat non e-katalog, bentuk sediaan, alfabetis, kestabilan obat yaitu penyimpanan pada suhu kamar dan lemari pendingin, bahan mudah terbakar dan secara FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out)
Sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), obat di beri label/stiker high alert, LASA barang banyak diletakkan di lorong-lorong ruangan, ada beberapa obat yang belum kadaluarsa dicampur dengan obat kadaluarsa dalam satu ruangan.
Sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), penyimpanan berdasarkan bentuk sediaan, alfabetis, kestabilan obat , bahan mudah terbakar dan di beri label/stiker high alert, LASA Ruang tempat penyimpanan obat terbatas. Banyak stok obat-obat
12
7
Letak dan tata
ruang yang
kurang baik
terdiri dari
banyak sekat
atau ruang-
ruang kecil
sehingga ruang
yang
digunakan
untuk
penyimpanan
obat tidak
efektif.
Nilai obat
yang sudah
kadaluarsa
cukup tinggi.
Pemusnahan
obat baru
dilakukan
sekali.
yang sudah kadaluarsa
Pendistribusian
a. Sistem distribusi
b. Penggunaan obat
c. Waktu tunggu obat
Peresepan obat generik masih rendah, persediaan obat generik kurang, stoknya selalu mengalami kekosongan. Pasien langsung
Pendistribusian obat di rawat jalan dengan cara individual prescribing sedangkan untuk pendistribusian rawat inap dengan cara ODD ( One
Pelayanan resep rawat inap menggunakan metode ODD belum ada depo di ruangan rawat inap kecuali ruang OK
Obat generik banyak kosong jadi diganti obat paten
Pendistribusian obat di rawat jalan dengan cara individual prescribing sedangkan untuk pendistribusian rawat inap dengan cara ODD (One
12
8
menebus obat keluar atau di beri copy resep.
Daily Dispensing)
Sering terjadi kekosongan obat generik di distributor Waktu tunggu obat lama
rata-rata waktu pelayanan per lembar resep untuk resep obat jadi adalah antara 22 - 35 menit dan resep racikan adalah antara 33 - 58 menit, ini disebabkan karena kurangnya tenaga farmasi sehingga pelayanan resep lambat. obat generik stoknya sering kosong jadi biasanya dilakukan peminjaman ke rumah sakit lain, kadang juga di copy resep keluar.
Daily Dispensing)
Peresepan obat generik masih rendah, persediaan obat generik stoknya selalu kurang, selalu mengalami kekosongan. Waktu tunggu pasien lama untuk obat jadi dan obat racikan
129
Lampiran 3. Perbandingan standar pengelolaan obat dengan hasil penelitian di instalasi RSUD Kudungga Sangatta
No Pengelolaan
obat Standar
Temuan/hasil penelitian
Keterangan
1. Perencanaan obat
1.
Metode Metode kombinasi Perencanaan belum sesuai standar
a. Metode komsumsi -
b. Metode epidemiologi -
c. Metode kombinasi -
2. Menghitung stok
minimum -
3. Menghitung stok
maksimum -
4.
Menghitung lead time -
5.
Analisis VEN dan ABC -
6. Hukum pareto -
7.
Menghitung safety stok 20%
Sesuai standar
2 Penganggaran 1 Anggaran obat 40-50% Anggaran obat
13,61% Belum sesuai standar
3 Pengadaan Obat
1. Tender terbuka -
2. Tender tertutup -
3.
Pembelian langsung Pembelian langsung
Pembelian langsung menggunakan pedoman pengadaan BLUD
4 Persentase jumlah item obat diadakan dengan yang direncanakan 100 -120%
Persentase jumlah item obat diadakan dengan yang direncanakan 71 %
Belum sesuai standar
4 Penyimpanan obat
1.
FEFO FEFO Sudah sesuai standar
2. FIFO FIFO
3. Menurut bentuk
sediaan dan jenis Menurut bentuk sediaan dan jenis
4. Menurut suhu dan
kestabilan obat Menurut suhu dan kestabilan obat
130
5.
Bahan mudah terbakar Bahan mudah
terbakar
6. Alfabetis Alfabetis
7.
Persentase nilai obat kadaluarsa ≤ 0,2 % Persentase nilai
obat kadaluarsa 0,5 %
Belum sesuai standar
5 Pendistribusian obat
1.
Sentralisasi
2
. Desentralisasi Desentralisasi Sudah sesuai
standar
3. Flour Stok
4.
Individual dispensing Individual dispensing
5. Unit dose dispensing
6.
Unit day dispensing Unit day dispensing
7. Penggunaan obat
generik 82-94%
51.46% Belum sesuai standar
131
Lampiran 4. Dokumentasi wawancara di RSUD Kudungga Sangatta
Wawancara dengan drg. Rudi Purwono Kepala Bidang Penunjang
Wawancara dengan Suraini Makatita, SKM Kasubid. Penunjang Medik
132
Wawancara dengan Jumardi, SST Kasubid. Logistik
Wawancara dengan dr. Zulmiaty, Sp.S ketua KFT dan dokter Spesialis Syaraf
133
Wawancara dengan dr. Didit Tri Setyo Budi Sp.P dokter Spesialis Paru
dan Pernafasan
Wawancara dengan Liza Arifiyanti S.Farm., Apt Kepala Instalasi Farmasi
134
Wawancara dengan Harnita Sari, S.Farm., Apt Koordinator Farmasi Rawat Inap
Wawancara dengan Nurahmi Abdullah, S.Farm., Apt Koordinator Farmasi Rawat
Jalan
135
Wawancara dengan Hadi Hamidan Hakim Koordinator Gudang Farmasi
Wawancara dengan Marni Tandi Ayu, SE staf Keuangan
136
Wawancara dengan pasien di poli rawat jalan