pemeriksaan fisik dan pengkajian pada sistem respirasi

23
PEMERIKSAAN FISIK DAN PENGKAJIAN PADA SISTEM RESPIRASI by : Tawakal Murdi Orisanto S.Kep PEMERIKSAAN FISIK DAN PENGKAJIAN PADA SISTEM RESPIRASI 1.1. Pengkajian Pasien Gangguan Pulmonal 1.1.1 Riwayat Kesehatan Sebelum melakukan pengkajian fisik, maka perawat perlu mengumpulkan data riwayat kesehatan. Perawat perlu mengkaji tanda-tanda distress pernafasan akut sebelum mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Tanda-tanda distress pernafasan antara lain pasien payah, gelisah, tidak dapat mengikuti percakapan dan pernafasan gaduh. Bila mendapat pasien seperti ini, segera beri bantuan bila mungkin lakukan wawancara dengan keluarga untuk mengetahui masalah/riwayat kesehatan sekarang dan sewaktu pasien sudah tenang, pengumpulan riwayat kesehatan lengkap dapat dilakukan. Pengumpulan data riwayat kesehatan dimulai dengan mengamati factor-faktor umum yang mempengaruhi fungsi pernafasan, seperti usia, jenis kelamin, dan keadaan lingkungan tempat tinggal pasien. Kemudian ajukan pertanyaan yang berkaitan dengan masalah pernafasan. Data riwayat kesehatan yang dikumpulkan meliputi : keadaan kesehatan sekarang, kesehatan dulu, kesehatan

Upload: gungratih8

Post on 23-Dec-2015

60 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pemfis sistem respirasi

TRANSCRIPT

Page 1: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

PEMERIKSAAN FISIK DAN PENGKAJIAN PADA SISTEM RESPIRASI

by : Tawakal Murdi Orisanto S.Kep

PEMERIKSAAN FISIK DAN PENGKAJIAN PADA SISTEM RESPIRASI

1.1.      Pengkajian Pasien Gangguan Pulmonal

1.1.1  Riwayat Kesehatan

Sebelum melakukan pengkajian fisik, maka perawat perlu mengumpulkan data riwayat

kesehatan. Perawat perlu mengkaji tanda-tanda distress pernafasan akut sebelum mengajukan

pertanyaan-pertanyaan. Tanda-tanda distress pernafasan antara lain pasien payah, gelisah, tidak

dapat mengikuti percakapan dan pernafasan gaduh. Bila mendapat pasien seperti ini, segera beri

bantuan bila mungkin lakukan wawancara dengan keluarga untuk mengetahui masalah/riwayat

kesehatan sekarang dan sewaktu pasien sudah tenang, pengumpulan riwayat kesehatan lengkap

dapat dilakukan.

Pengumpulan data riwayat kesehatan dimulai dengan mengamati factor-faktor umum

yang mempengaruhi fungsi pernafasan, seperti usia, jenis kelamin, dan keadaan lingkungan

tempat tinggal pasien. Kemudian ajukan pertanyaan yang berkaitan dengan masalah pernafasan.

Data riwayat kesehatan yang dikumpulkan meliputi : keadaan kesehatan sekarang, kesehatan

dulu, kesehatan keluarga, system fisiologis, perkembangan, pola pemeliharaan kesehatan, serta

pola berhubungan peran (morton, 1991).

Pertanyaan dasar yang berkaitan dengan keadaan kesehatan sekarang antara lain

meliputi pertanyaan tentang keadaan pernapasan (napas pendek), nyeri dada, batuk, sputum.

Pertanyaan untuk mengetahui keadaan kesehatan dulu meliputi jenis gangguan kesehatan yang

baru saja dialami, cidera dan pembedahan. Untuk mengetahui keadaan kesehatan keluarga dapat

diajukan pertanyaan misalnya adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma, alergi

dan tuberkulosa.

Karena system pernapasan berkaitan dengan system-sistem yang lain maka untuk

pasien yang mengalami gangguan pernafasan perlu diberi pertanyaan mengenai keadaan system

Page 2: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

yang lain yang mungkin menunjukkan gejala yang berkaitan dengan masalah utama, misalnya

demam, menggigil, lemah, keringat dingin malam hari merupakan gejala yang berkaitan dengan

tuberkulosa.

Status perkembangan juga merupakan factor yang harus menjadi pertimbangan dalam

mengumpulkan data riwayat kesehatan. Misalnya ibu yang melahirkan bayi premature perlu

ditanya apakah sewaktu hamil mempunyai masalah-masalah resiko dan apakah usia kehamilan

cukup. Ini penting karena bayi premature dapat memiliki gangguan perkembangan system

pernafasan sewaktu lahir. Pada usia lanjut perlu ditanya apakah  ada perubahan pola nafas, cepat

lelah sewaktu naik tangga, sulit bernafas sewaktu berbaring, atau apakah bila flu sembuhnya

lama. Ini penting diajukan karena pasien usia lanjut mudah mengalami gangguan pernafasan

karena adanya keterbatasan dinding dada dan kelemahan otot pernafasan. Perubahan system

imunitas juga menyebabkan usia lanjut mudah mengalami flu dan infeksi

Data pola pemeliharaan kesehatan diperoleh dengan memberi pertanyaan pada pasien

tentang pekerjaan, obat yang tersedia di rumah, pola tidur-istirahat dan stress.

Untuk mengetahui pola peranan-kekerabatan maka pasien ditanya adakah pengaruh dari

gangguan/penyakitnya terhadap dirinya dan keluarga, serta apakah gangguan yang dialami

mempunyai pengaruh terhadap peran sebagai istri/suami, dan dalam melakukan hubungan

seksual.

1.2.      Pemeriksaan Fisik Tanda dan Gejala (head to too) Sistem Pernafasan

1.2.1  Inspeksi Dada Posterior dan Anterior

Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya beberapa faktor.

a.       Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis memang sulit untuk mendeteksi

bila pasien anemis, dan pasien yang mengalami polisitemik dapat mengalami sianosis pada

ekstremitas meskipun tekanan oksigen normal. Secara umum kita membedakan antara sianosis

perifer dengan sianosis sentral. Sianosis perifer terjadi pada ekstremitas atau pada ujung hidung

atau telinga, meskipun dengan tekanan oksigen normal, atau bila ada penurunan aliran darah

pada area ini, khususnya bila area ini dingin atau sakit. Sianosis sentral terlihat pada lidah dan

bibir, mempunyai arti paling besar; ini berarti pasien secara nyata mengalami penurunan tekanan

oksigen. Pernapasan “bekerja” adalah tanda penting untuk diperiksa; kita tertarik untuk

mengetahui apakah pasien menggunakan otot asesori pernapasan. Terdapat bicara terbata-bata

Page 3: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

dapat diobservasi. Pola bicara yang terhenti ini disebabkan oleh udara napas. Kadang-kadang

jumlah kata yang dapat disebutkan oleh pasien sebelum menarik napas untuk napas berikutnya

adalah pengukuran yang baik terhadap jumlah pernapasan bekerja.

b.      Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan dalam ukuran dada dari

depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering disebabkan oleh ekspansi maksimal paru pada

penyakit paru obstruksi, tetapi peningkatan dalam diameter AP juga dapat terjadi pada pasien

yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang.

Deformitas dan jaringan parut dada penting dalam membantu menentukan penyebab distres paru.

Sebagai contoh, jaringan parut dapat merupakan indikasi pertama bahwa pasien pernah

mengalami pengangkatan paru. Deformitas paru seperti kifoskoliosis dapat menunjukan

mengapa pasien mengalami distres paru.

Postur pasien juga harus dikaji, karena pasien dengan penyakit paru obstruktif sering duduk dan

menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di meja sebagai upaya untuk tetap-

mengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan ekspansi dada.

c.       Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis tengah leher atau deviasi ke

satu sisi? Efusi pleural atau tekanan pnernotoraks selalu membuat deviasi trakea ke sisi jauh dari

yang sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi yang sakit.

Frekwensi pernapasan adalah parameter penting untuk diperhatikan; ini harus dihitung sedikitnya

15 detik lebih sering dari baisanya. Seringkali frekwensi pernapasan dicatat sebagai 20 kali per

menit, yang sering berarti bahwa frekwensi diperkirakan daripada menghitungnya.

d.      Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekwensi pernapasan. Sebagai contoh, bila pasien

bernapas 40 kali per menit, seseorang dapat berpikir masalah pernapasan berat terjadi, tetapi bila

pernapasan sangat dalam pada frekwensi tersebut, ini dapat berarti pasien mengalami pernapasan

Kussmaul sehubungan dengan sidosis diabetik atau asidosis lain. Namun demikian, bila

pernapasan dangkal pada frekwensi 40 kali per menit, dapat menunjukan distres pernapasan

berat karena penyakit paru obstruktif, penyakit paru restriktif, atau masalah paru lain.

Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentulcan apakah ada obstruksi jalan

napas. Pada pasien dengan penyakti paru obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari 1½ kali

panjang inspirasi.

e.       Observasi ekspansi dada umum adalah bagian integral dalam pengkajian pasien. Secara normal

kita mengharapkan kurang lebih 3 inci ekspansi pada ekspirasi maksimal ke inspirasi maksimal.

Page 4: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

Gerakan abdomen dalarn upaya pernapasan (normal terjadi pada pria daripada wanita) dapat

diobservasi. Spondilitis ankilosis atau artritis Marie- StAimpell adalah satu kondisi dimana

ekspansi dada umurn terbatas. Perbandingan ekspansi dada atas dengan dada bawah dan

observasi gerakan diafragma untuk menentukan apakah pasien dengan penyakit obstruksi paru

difokuskan pada ekspansi dada bawah dan penggunaan diafragma dengan benar. Lihat pada

ekspansi satu sisi dada versus sisi yang lain, memperlihatkan bahwa atelektasis, khususnya yang

disebakan oleh plak mukus, dapat menyebabkan menurunnya ekspansi dada unilateral.

Emboli paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab nyeri dada lain seperti fraktur

iga, dapat menimbulkan menurunnya ekspansi paru. Pemasangan endotrakeal atau nasotrakeal

yang terlalu dalarn sehingga meluas ke antara trakea kedalam salah satu cabang utama bronkus

(biasanya kanan) adalah penyebab serius dan sering menurunkan ekspansi salah satu dada. Bila

selang masuk ke cabang utama bronkus kanan maka paru kanan tidak ekspansi, dan pasien

biasanya mengalami hipoksemia dan atelektasis pada sisi kiri. Untungnya perawat selalu

menyadari potensial masalah ini sehingga mengenali masalah ini.

Bila terjadi retraksi interkostal (mis., penyedotan pada otot dan kulit atau iga selama inspirasi)

selalu berarti bahwa pasien membuat upaya lebih besar pada inspirasi daripada normal. Biasanya

ini menandakan bahwa paru kurang komplain (lebih kaku) dari biasanya. Penggunaan otot bantu

napas, yang terlihat dengan mengangkat bahu, menunjukan peningkatan kerja pernapasan.

f.        Efektivitas dan frekwensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga karakteristik sputum

seperti jumlah, warna, dan konsistensi.

1.2.2  Palpasi Dada Posterior dan Anterior

Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas dada pasien.

Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita melakukan ini dengan meminta

pasien mengatakan “sembilan-sembilan.” Secara normal, bila pasien mengikuti instruksi itu,

vibrasi terasa pada luar dada di tangan pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada

peletakan tangan di dada kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien normal fremitus taktil

ada. Ini dapat menurun atau takada bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan paru

pasien serta dinding dada. Sebagai contoh, bila ada efusi pleural, penebalan pleural atau

pnemotorak akan tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi menurun. Bila pasien

mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas, vibrasi juga takdapat dirasakan. Fremitus

Page 5: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi, tetapi deteksi terhadap ini sulit. Hanya dengan

palpasi pada dada pasien dengan napas perlahan, seseorang dapat merasakan ronki yang dapat

diraba yang berhubungan dengan gerakan mukus padajalan napas besar.

1.2.3  Perkusi Dada Posterior dan Anterior

Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan mendatar di atas

dada; ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari dengan jari dominan. Normalnya dada

mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit dimana ada peningkatan udara

pada dada atau, paru-paru seperti pada pneumotoraks dan emfisema dapat terjadi hiperesonan

(bahkan lebih seperti bunyi drum). Perkusi hiperesonan kadang-kadang sulit dideteksi. yang

lebih penting adalah perkusi pekak atau kempis seperti terdengar bila perkusi di atas bagian

tubuh yang berisi udara. Perkusi pekak dan kempis terdengar bila paru di bawah tangan

pemeriksa mengalami atelektasis, pnemonia, efusi pleural, penebalan pleural atau lesi massa.

Perkusi pekak atau kempis juga terdengar pada perkusi di atas jantung.

1.2.4  Auskultasi Dada Posterior dan Anterior

Pada auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan menekannya di

atas dinding dada. Penting untuk mendengarkan intensitas atau kenyaringan bunyi napas dan

menyadari bahwa secara normal ada peningkatan kenyaringan bunyi napas bila pasien menarik

napas dalam maksimum sebagai lawan napas sunyi. Intensitas bunyi napas dapat menurun

karena penurunan aliran udara melalui jalan napas atau peningkatan penyekat antara stetoskop

dengan paru. Pada obstruksi jalan napas seperti penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) atau

atelektasis, intensitas bunyi napas menurun. Dengan napas dangkal ada penurunan gerakan udara

melalui jalan napas dan bunyi napas juga tidak keras. Pada gerakan ter batas dari diafragma

toraks, dapat menurunkan bunyi napas pada area yang terbatas gerakannya. Pada penebalan

pleural, efusi pleural, pnemotoraks, dan kegemukan ada substansi abnormal Oaringan fibrosa,

cairan, udara, atau lemak) antara stetoskop dan paru di bawahnya; substansi ini menyekat bunyi

napas dari stetoskop, membuat bunyi napas menjadi tak nyaring.

Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal:

a.       bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal;

b.      bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;

Page 6: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

c.       bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area paru dekat jalan napas utama

Bunyi napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar dekat telinga,

keras, dan termasuk penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi napas vesikuler lebih

rendah, mempunyai kualitas desir, dan termasuk takada penghentian antara inspirasi dan

ekspirasi. Bunyi napas bronkovesikuler menunjukan bunyi setengah jalan antara kedua tipe

bunyi napas. Bunyi napas bronkial, selain terdengar pada trakea orang normal, juga terdengar

pada beberapa situasi dimana ada konsolidasi-contohnya pnemonia. Bunyi napas bronkial juga

terdengar di atas efusi pleural dimana paru normal tertekan. Dimanapun terdengar napas

bronkial, di sini bisajuga terjadi dua hal lain yang berhubungan dengan perubahan: (1) perubahan

E ke A, dan (2) desiran otot pektoralis. Perubahan E ke A hanya berarti bahwa bila seseorang

mendengar dengan stetoskop dan pasien mengatakan “E” apa yang didengar orang tersebut

secara nyata adalah bunyi A daripada bunyi E. Ini terjadi bila ada konsolidasi.

Desiran otot pektoralis adalah adanya volume keras yang terdengar melalui stetoskop bila pasien

berbisik. Pada pernapasan bronkial dan dua perubahan akan ada, yang harus ada juga adalah (1)

terbukanya jalan napas dan tertekannya alveoli, atau (2) alveoli dimana udara telah digantikan

oleh cairan.

Bunyi lain yang terdengar dengan stetoskop meliputi crackles, mengi, dan gesekan.

a.       Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh jalan napas kecil yang

terbuka kembali atau tertutup kembali selama akhir inspirasi. Crackles terjadi padapnernonia,

gagal jantung kongestif, dan fibrosis pulmonalis. Baik crackles inspirasi maupun ekspirasi dapat

terauskultasi pada bronkiektaksis. Crackles keras dapat terdengar pada edema pulmonalis dan

pada pasien sekarat. Seringkali crackles keras dapat terdengar tanpa stetoskop karena ini terjadi

padajalan napas besar.

b.      Dispnea

Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek) adalah gejala umum pada

banyak kelainan pulmonal dan jantung terutama jika terdapat peningkatan kekakuan paru dan

tahanan jalan napas. Dispnea mendadak pada individu normal dapat menunjukkan pneumotoraks

(udara dalam rongga pleura). Pada pasien yang sakit atau setelah menjalani pembedahan disonea

mendadak menunjukkan adanya embolisme pulmonal.

Page 7: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

c.       Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi tegak, mungkin ditemukan

pada orang yang mengidap penyakit jantung dan penyakit obstruktif paru menahun (PPOM).

Pernapasan bising dapat dijumpai akibat penyempitan jalan napas atau obstruksi setempat

bronkus besar oleh tumor atau benda asing.

d.      Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini dapat disebabkan oleh

asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan lain-lain. Bila mengi terdengar hanya

pada ekspirasi, disebut mengi; bila bunyi mengi terjadi pada inspirasi dan ekspirasi, biasanya

berhubungan dengan tertahannya sekresi.

Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli pulmonal, pnemonia perifer, atau

pleurisi, dan ini sering sulit untuk membedakannya dari ronki. Bila bunyi abnormal makin jelas

setelah batuk, biasanya berarti bunyi tersebut lebih sebagai ronki daripada friction rub.

1.3.      Pengkajian Kemampuan Bernafas

1.3.1  Frekuensi Pernafasan

Orang dewasa normal yang cukup istirahat bernapas 12 s.d 18 kali permenit (Brunner,

2000). Bradipnea, atau pernapasan lambat berkaitan dengan penurunan tekanan intra kranial,

cedera otak, dan takar lajak obat, sedangakan takipnea adalah pernapasan cepat, umumnya

tanpak pada pasien pneumonia, edema pulmonal, asidosis metabolik, septikemia, nyeri hebat,

dan fraktur iga.

Frekuensi napas normal tergantung umur :

a.       Usia baru lahir sekitar 35 – 50 x/menit

b.      Usia < 2 tahun 25 – 35 x/menit

c.       Usia 2-12 tahun 18 – 26 x/menit

d.      Dewasa 16 – 20 x/menit.

e.       Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit

f.        Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut

g.       Apnea : Bila tidak bernapas .

1.3.2  Volume Paru

Page 8: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

Pengukuran volume menunjukan jumlah udara. dalam paru-paru selama beberapa

berbagai siklus pernapasan. Tiap volume tidak dapat dibagi kedalam bagian ang lebih kecil,

karena ini menunjukan unit dasar.

a.       Volume tidal (VT) adalah volume udara yang digerakkan masuk dan keluar pada tiap

pernapasan normal. Ini terukur kurang lebih 500 ml pada pria muda normal.

b.      Volume cadangan inspirasi (VCI) menunjukkan jumlah udara dimana seseorang dapat dengan

sekuat-kuatnya menghirup udara setelah inspirasi tidal normal. VC1 biasanya kira-kira 3.000 MI.

c.       Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume udara dimana seseorang dapat dengan

sekuat-kuatnya mengeluarkan udara setelah ekshalasi tidal normal. VCE biasanya kira-kira 1.

100 MI.

d.      Volume residu (VR) adalah volume udara sisa setelah ekspirasi kuat. Volume ini dapat diukur

hanya dengan spirometer tak langsung, sedangkan yang lain dapat diukur secara langsung.

1.3.3  Kapasitas Paru

Pengukuran kapasitas menghitung sebagian siklus paru-paru. Ini diukur sebagai

kombinasi volume sebelumnya.

a.       Kapasitas inspirasi (KI) adalah jumlah udara yang dapat diinhalasi (dihirup) sengan kuat bila

mulai dari tingkat ekspirasi normal. Ini sama dengan VT ditambah VCI dan kurang lebih 3.500

ml.

b.      Kapasitas residu fungsional (KRF) adalah j umlah sisa udara pada akhir ekspirasi normal. Ini

adalah jumlah dari VCE dan VR dan kurang lebih 2.300 ml.

c.       Kapasitas vital (KV) adalah jumlah maksimal udara yang dapat dengan kuat diekspirasi setelah

inspirasi kuat maksimal. Ini jumiah dari VD VT, dan VCE. Volume ini kurang lebih 4.600 ml

pada pria normal.

d.      Kapasitas paru total (KPT) sama dengan volume dimana paru-paru dapat diekspansi dengan

upaya inspirasi paling kuat. Volume kapasitas kurang lebih 5.800 ml.

1.4.      Pengkajian Diagnostik Fungsi Pernafasan

1.4.1        Uji Fungsi Pulmonal

Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru-paru untuk melakukan pertukaran

oksigen dan karbon dioksida secara efisien. Pemeriksaan ventilasi dasar dilakukan dengan

Page 9: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

menggunakan spirometer dan alat pencatat sementara khen bernapas melalui masker mulut

(mouthpiece) yang dihubungkan dengan selang penghubung. Pengukuran yanc, dilakukan

mencakup volume tidal (Vt), volume reserve inspirasi (IRV), volume residual (VR), dan volume

ekspirasi yang dipaksa selama 1 detik (FEV1).

Pemeriksaan fungsi paru biasanya dilakukan di laboratorium fungsi pulmonar. Perawat

mempersiapkan klien dengan menjelaskan prosedur. Sebuah klip hidung mencegah klien

menghirup udara atau mengeluarkan udara melalui hidung. Klien bernapas melalui sebuah

masker mulut yang dihubungkan ke spirometer, yang berfungsi untuk mengukur volume paru.

Klien diminta pada waktu-waktu tertentu untuk menghirup udara atau mengeluarkan sebanyak

mungkin udara. Kerja sama klien sangat penting untuk memastikan hasil yang akurat.

Kecepatan aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow rate [PEFR]) adalah titik aliran

tertinggi yang dicapai selama ekspirasi maksimal dan titik ini mencerminkan terjaclinya

perubahan ukuran jalan napas menjadi besar. Pengukuran ini sangat berkorelasi dan sama dengan

FEV, (Walsh, 1992). Meter aliran ekspirasi puncak merupakan alat yang dipegang tangan

sehingga memungkinkan klien asma mengikuti sejauh mina jalan napas terbuka. Informasi

tentang kecepatan aliran ekspirasi puncak merupakan data pengkajian esensial untuk klien asma.

1.4.2        Analisa Gas Darah (Arteri, Vena, PCO2, Po2, PH)

Pengukuran gas darah arteri dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan fungsi paru untuk

menentukan konsentrasi ion hidrogen, tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida, dan saturasi

oksihemoglobin. Pemeriksaan gas darah arteri memberikan informasi tentang difusi gas melalui

membran kapileralveolar dan keadekuatan oksigenasi jaringan

Oksintetri. Pengukuran saturasi oksigen kapiler yang kontinu dapat dilakukan dengan

menggunakan oksimetri kutaneus (Prosedur 44-1). Saturasi oksigen (0, sat) adalah persentase

hemoglobin yang disaturasi oksigen. Keun- tungan pengukuran oksimetri transkutaneus meliputi

pengukura dilakukan, tidak invasif, dan dengan mudah diperoleh (Whitney, 1990). Oksimetri

tidak menimbulkan nyeri, jika dibandingkan dengan pungsi arteri. Klien yang mencyalami

kelainan perfusi/ventilasi, seperti pneumonia, emfisema, bronkitis kronik, asma, embolisms

pulmonar, gagal jantung kongestif merupakan kandidat ideal untukmenggunakan oksmetri nadi

(Ahrens dan Rutherford, 1993).

Page 10: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

Oksimetri yang paling umum digunakan adalah oksimeter nadi. Tips oksimeter ini

melaporkan amplitude nadi dengan data saturasi oksigen. Perawat biasanya mengikatkan sensor

noninvasif ke jari tangan, jari ari kaki, atauhidung klien yang inemantau saturasi oksigen darah.

Nasal probe (alas untuk menyelidiki kedalaman) direkomendasi untuk kondisi perfusi darah yang

sangat rendah. Aliran darah di dalam arteri ethmoid anterior septum nasal tetap lebih besar

daripada aliran darah ke jari-jari dalam kondisi aliran terganuou (Ahrens dan Rutherford, 1993).

Pemantauan saturasi oksigen yang kontinu bermanfaat dalam pengkajian gangguan tidur,

toleransi terhadap latihan fisik, penyapihan dari ventilasi mekanis, dan penurunan sementara

saturasi oksigen. Keakuratan nilai oksimetri nadi secara langsung berhubungan dengan perfusi di

daerah probe. Pengukuran oksimetri pada klien yang memiliki perfusi jaringan  yang disebabkan

syok, hipotermia, atau penyakit vaskular perifer mungkin tidak dapat dipercaya. Keakuratan

oksi-metri nadi kurang dari 90 mm Hg. Data hasil pengukuran oksimetri memiliki sedikit nilai

klinis. Tren saat ini memberikan informasi terbaik tentang status oksigenasi klien.

Hitung darah lengkap menentukan jumlah dan tipe sel darah merah dan set darah putih

per mm3 darah. Perawat memperoleh contoh darah vena dengan menggunakan pungsi vena. Nilai

normal untuk hitung darah lengkap bervariasi menurut usia dan jenis kelamin.

Hitung darah lengkap mengukur kadar hemoglobin dalam set darah merah (eritrosit).

Defisiensi set darah merah akan menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen karena

molekul hemoglobin yang tersedia untuk mengangkut oksigen ke jaringan lebih sedikit.

Apabila jumlah set darah merah meningkat, misalnya polisitemia pada kondisi paru

kronis dan kondisi jantung sianosis, kapasitas darah yang mengangkut oksigen meningkat.

Namun, peningkatan jumlah set darah merah akan meningkatkan kekentalan (viskositas) darah

dan risiko klien terbentuknya trombus.

1.4.3        Pemeriksaan Radiografi Dada

Pemeriksaan sinar-X pada dada, bronkoskopi, dan pemindaian paru digunakan untuk

memvisuali- sasi struktur sistem pernapasan.

Pemeriksaan sinar-X dada. Pemeriksaan sinar-X dada terdiri dari radiografi thoraks, yang

memungkinkan perawat dan dokter mengobservasi lapangan paru untuk mendeteksi adanya

cairan (mis. seperti yang terjadi pada pneumonia), massy (mis. kanker paru), fraktur (mis. fraktur

klavikula dan tulang iga), dan proses-proses abnormal lain (mis. tuberkulosis). Biasanya suatu

Page 11: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

film lateral dan PA (posterior-anterior) dilakukan untuk mem-visualisasi lapangan paru secara

adekuat.

1.4.4        Prosedur Endosekopi

Bronkoskopi adalah inspeksi dan pemeriksaan langsung terhadap laring, trakea, dan

bronki baik melalui bronkoskop serat optik yang fleksibel atau bronkoskop yang kaku.

a.       Bronkoskopi diagnostik bertujuan :

1.      untuk memeriksa jaringan dan mengumpulksn sekret.

2.      Untuk menentukan lokasi dan keluasan proses proses patologi dan untuk mendapatkan contoh

jaringan guna menegakkan diagnosis (dengan forsep biopsi, kuretase, sikat biopsi).

3.      menentukan apakah suatu tumor dapat direseksi atau tidak melalui tindakan bedah.

4.      mendiagnosa tempat perdarahan (sumber hemoptisis)

b.      Bronkoskopi terapeutik bertujuan:

1.      mrngangkat benda asing dari pohon trakeobronkial.

2.      mengangkat sekresi yang menyumbat pohon trakeabronkial, ketika pasien tidak dapat

membersihkannya.

3.      memberikan pengobatan pascaoperatif pada atelektase.

4.      menghancurkan dan mengeksisi lesi

Komplikasi bronkoskop mencakup: reaksi terhadap anestesi lokal, infeksi, aspirasi,

bronkospasme, hipoksemia pneumotoraks, perdarahan dan perfusi.

1.4.5        Pemeriksaan Sputum

Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisms yang berkembang

dalam sputum. Suatu sputum kultur dan sensitivitas sputum (C dan S) mengidentifikasi

mikroorganisme tertentu dan resistansi serta sensitivitasnya terhadap obat. Spesimen sputum

juga dapat diambi I untuk mengidentifikasi adanya tuberkel basilus (TB), sputum untuk basilus

cepat-asam (sputum for acid-fast bacillus [AFB]). Spesimen AFB diperoleh riga hari berturut-

turut pada awal pagi hari. Sputum untuk sitologi adalah spesimen sputum yang diambil untuk

mengidentifikasi kanker paru abnormal dengan tipe set. Pemeriksaan ini dilakukan dengan

melakukan serangkaian pengumpulan spesimen riga hari berturut-turut pada awal pagi hari.

Page 12: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

Perawat harus memastikan spesimen sputum yang mengandung lendir dari bagian dalam

bronkus dan bukan saliva. Carat warna, konsistensi, jumlah, dan bau sputum dan dokumentasi

tanggal dan waktu spesimen dikirim ke laboratorium khusus untuk dianalisis.

1.4.6        Torasentesis

Torasentesis merupakan perforasi bedah dinding dada dan ruang pleura dengan jarum

untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan diagnostik atau tujuan terapeutik atau untuk mengangkat

spesimen untuk biopsi. Prosedur dilakukan dengan teknik aseptik dengan meng-gunakan anestesi

lokal. Klien biasanya ducluk tegak dengan thoraks anterior yang ditopang bantal atau dengan

meja di etas tempat tidur.

Sakit tidaknya prosedur ini tergantung pada toleransi klien terhadap nyeri. Perawat dapat

mengurangi rasa cemas klien dengan menjelaskan prosedur dan mengatakan kepada klien apa

yang akan terjadi seat prosedur dilakukan. Klien harus memahami pentingnya menahan napas

sesuai instruksi dan untuk tidak batuk selama dilakukan prosedur. Gerakan mendadak dapat

menyebabkan pungsi paru jarum torasentesis. Klien diinstruksikan untuk memberi tabu dokter

sebelum batuk atau bersin sehingga jarum dapat ditarik.

Setelah prosedur, perawat memantau klien untuk melihat adanya tanda-tanda

pneumothoraks; sesak napas mendadak, deviasi trakea, desaturasi oksigen, dan an-sietas.

Terjadinya pneumothoraks setelah pelaksanaan torasentesis merupakan suatu situasi kedaruratan.

Tipe pneumotoraks ini dikenal sebagai tension pneumotoraks dan tipe ini dapat menyebabkan

henti kardiopulmonar jika tidak ditangam segera.

1.4.7        Biopsi Pleura

Biopsi pleural diselesaikan dengan biopsi jarum pleural atau dengan pleuroskopi, yang

merupakan eksplorasi visual bronkoskopi serat optik yang dimasukka kedalam spasium pleural.

Biopsi pleural dilakukan ketika terdapat kebutuhan untuk kultur atau pewarnaan jaringan untuk

mengidentifikasi tuberkulosis atau fungi

Prosedur diagnostik Radioisotop (pemindaian paru)

Terdapat 3 pemindaian paru yaitu pemindaian perfusi, pemindaian ventilasi, dan

Page 13: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

pemindaianinhalasi. Prosedur ini digunkan untuk mendetekasi fungsi normal paru, suplai

vaskuler pulmonal, dan pertukaran gas.

1.4.8        Prosedur Diagnostik Radioisotop (Pemindaian Paru)

Pemindaian paru yang paling umum adalah pemindaian computed tomografi (CT).

Pemindaian CT mengombinasikan sinar-X dan teknologi komputer. Cahaya sinar-X melalui

suatu bagian atau bidang thoraks dari sudut-sudut yang berbeda dan kompu-ter menghitung

absorpsi jaringan dan memperlihatkan hasil cetakan dan gambar pemindaian jaringan, yang

memperhatikan densitas (kepadatan) berbagai struktur intrathorak. Sebuah pemindaian CT dapat

mengidentifikasi massa abnormal melalui ukuran dan lokasi tetapi tidak dapat mengidentifikasi

tipe jaringan. Identifikasi tipe Jaringan harus dilakukan dengan biopsi.

1.4.9        Prosedur Biopsi Paru

Ada 3 biopsi paru non bedah dengan angka kesakitan yang rendah yaitu:

a.       Penyikatan bronkial trankateter à prosedur ini berguna untuk evaluasi sitologi lesi paru dan

untuk identifikasi organisme patogenik, metode ini hanya menyagkut pemasukan kateter melalui

membrane transkrikotiroid dengan pungsi jarum, setelah prosedur ini pasien diinstruksikan untuk

menekankan jari atau ibu jari diatas tempat pungsi ketika batuk untuk menghambat kebocoran

udara kedalam jaringan sekitarnya.

b.      Biopsi jarum perkutan à aspirasi menggunakan jarum jenis spinal yang memberikan spesimen

jaringan untuk pemeriksaan histologi.

c.       Biopsi paru tranbronkial à menggunakan forsep pemotong yang dimasukkan dengan bronkoskop

serat optik. Biopsi diindikasikan ketika diduga lesi paru dan pemeriksaan sputum rutin, serta

pencucian bronkoskop menunjukkan hasil negatif. Anestesi diberikan sebelum prosedur. Kulit

tempat biopsi dibersihkan dan dianestesi dan dibuat insisi kecil. Jarum biopsi dimasukkan

melalui insisi kedalam pleura dengan pasien menahan napas saat midekspirasi.

1.4.10    Biopsi Nodus Limfe

Biopsi ini dilakukan untuk mendeteksi penyebaran penyakit pulmonal melalui nodus

limpe dan untuk menegakkan diagnosa atau prognosis pada penyakit seperti penyakit hodgkin,

sarkoidosis, penyakit jamur, tuberkulosis dan karsinoma. Mediastinoskopi pemeriksaan

Page 14: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

endoskopi mediastinum untuk mengeksplorasi dan biopsi nodus limpe mediastinum yang

mengaliri paru-paru. Biopsi dilakukan melalui insisi suprasternal.Mediastinotomi anterior insisi

dibuat pada kartilago kosta kedua atau ketiga. Mediastinum dieksplorasi, dan biopsi dilakukan

pada nodus limpe yang ditemukan. Drainase selang dada akan dibutuhkan setelah prosedur.

Diagnmosis ini sangat bermanfaat untuk menentukan apakah Lesi pulmonal dapat direseksi.

Page 15: Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Respirasi

DAFTAR PUSTAKA

Anam. 2009. Pemeriksaan Frekwensi Pernafasan http://anam56.blogspot.com/2009/01/d.html. diakses

tanggal 27 September 2011 pukul 11 : 22 am

Potter and Perry. 2006. Fundamental Keperawatan Vol.1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Priharjo, Robert. 1996. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Putra, Ardyan Pradana . 2011. Pengkajian Sistem Pernafasan.

http://ardyanpradanaoo7.blogspot.com/2011/04/pengkajian-sistem-pernafasan.html diakses

tanggal 27 September 2011 pukul 11 : 19 am)

Setiawati, Santun. 2007. Panduan Praktis Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta : Trans Info Medika.