pengkajian dan pemeriksaan fisik sistem indera - kel 2

51
PENGKAJIAN DAN PEMERIKSAAN FISIK SISTEM INDERA DISUSUN OLEH: Kelompok 2 Cyntia Deah Karina Saputri Eka Hariza Agustina Julie Puspita Sari Lisa Rahmatul Husna Nadya Liza Kasinger Ririn Safitri Rizky Amelia Tingkat : II A Dosen Pengampu : Ns. Lukman,S.Kep.,M.Kep

Upload: dheyakarina

Post on 12-Jul-2016

1.258 views

Category:

Documents


192 download

DESCRIPTION

ss

TRANSCRIPT

Page 1: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

PENGKAJIAN DAN PEMERIKSAAN FISIK

SISTEM INDERA

DISUSUN OLEH:

Kelompok 2

Cyntia

Deah Karina Saputri

Eka Hariza Agustina

Julie Puspita Sari

Lisa Rahmatul Husna

Nadya Liza Kasinger

Ririn Safitri

Rizky Amelia

Tingkat : II A

Dosen Pengampu : Ns. Lukman,S.Kep.,M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2015-201

Page 2: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan

rahmat-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan

Medikal Bedah II. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada

dosen pengampu Ns.Lukman,S.Kep.,M.Kep yang telah banyak membimbing

kami hingga makalah ini selesai dan tak lupa juga kami ucapkan terima kasih

untuk teman-teman tingkat 2A yang juga turut membantu.

Saran dan kritik yang membangun diperlukan dalam perbaikan makalah

ini.

 

Palembang, Maret 2016

Penyusun

ii

Page 3: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sistem Indera .................................................................................... 3

2.3 Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera ......................................... 5

2.2.1 Mata ..................................................................................................... 5

2.2.2 Telinga .................................................................................................. 14

2.2.3 Hidung ................................................................................................... 19

2.2.4 Lidah ..................................................................................................... 22

2.2.5 Kulit ..................................................................................................... 23

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 27

3.2 Saran .............................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 28

iii

Page 4: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan persepsi sensori merupakan permasalahan yang sering

ditemukan seiring dengan perubahan lingkungan yang terjadi secara cepat dan

tidak terduga. Pertambahan usia, variasi penyakit, dan perubahan gaya hidup

menjadi faktor penentu dalam penurunan sistem sensori. Seringkali gangguan

sensori dikaitkan dengan gangguan persepsi karena persepsi merupakan hasil dari

respon stimulus (sensori) yang diterima.

Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus

eksternal, juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang

diinterpretasikan oleh stimulus yang diterima (Nasution, 2003). Persepsi juga

melibatkan kognitif dan emosional terhadap interpretasi objek yang diterima

organ sensori (indra).  Adanya gangguan persepsi mengindikasikan adanya

gangguan proses sensori pada organ sensori, yaitu penglihatan, pendengaran,

perabaan, penciuman, dan pengecapan. Untuk itu, perlu adanya pemeriksaan fisik

sistem sensori untuk mengukur derajat gangguan sistem sensori tersebut.

Adanya makalah ini diharapkan pembaca bisa sedikit mengetahui berbagai

macam dan teknik pemeriksaan sistem sensori. Dengan mengetahui pemeriksaan

fisik sistem sensori diharapkan permasalahan yang muncul dari hasil pemeriksaan

tersebut dapat teridentifikasi secara akurat sehingga dapat menentukan asuhan

keperawatan yang berkualitas.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas diperoleh beberapa rumusan masalah, yaitu:

1. Apakah definisi dari sistem indera?

2. Bagaimana pengkajian dan pemeriksaan fisik sistem indera?

1

Page 5: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

1.3 Tujuan

Dari rumusan masalah diatas diperoleh beberapa tujuan penulisan, yaitu:

1. Untuk mengetahui definisi sistem indera

2. Untuk mengetahui pengkajian dan pemeriksaan fisik sistem indera

2

Page 6: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Sensori merupakan stimulus, baik secara internal maupun eksternal yang

masuk melalui organ sensori berupa indra. Sistem sensori berperan penting dalam

hantaran informasi ke sistem saraf pusat mengenai lingkungan sekitarnya (Wilson

& Hartwig, 2002 dalam Price & Wilson, 2002). Sistem sensori lebih kompleks

dari sistem motorik karena modal dari sensori memiliki perbedaan traktus, lokasi

yang berbeda pada medulla spinalis (Smeltzer & Brenda, 1996) sehingga

pengkajiannya dilakukan secara subyektif dan penguji dituntut untuk mengenali

penyebaran saraf perifer dari medulla spinalis.

Pengkajian sistem sensori difokuskan pada bentuk subyektif dikarenakan

sistem sensori memiliki hubungan erat dengan persepsi. Persepsi merupakan

kemampuan mengidentifikasi sesuatu melalui proses mengamati, mengetahui, dan

mengartikan stimulus yang diterima melalui indra. Untuk itu, data subyektif yang

diterima berdasarkan persepsi individu dapat menentukan kenormalan dari sistem

sensori tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sensori adalah sebagai berikut.

1. Usia

a)  Bayi memiliki jalur saraf yang belum matang sehingga tidak bisa membedakan

stimulus sensori.

b) Lansia mengalami perubahan degeneratif pada organ sensori dan fungsi

persyarafan sehingga mengalami penurunan fungsi pada organ sensori, yaitu

penurunan penglihatan, pendengaran, kesulitan persepsi, penurunan diskriminatif

rasa dan sensitivitas bau, perubahan taktil, gangguan keseimbangan, dan

disorientasi tempat dan waktu.

2. Medikasi

3

Page 7: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

a) Beberapa antibiotik seperti streptomisin, gentamisin dapat merusak syaraf

pendengaran.

b)  Kloramfenikol mengiritasi syaraf optik.

c)   Obat analgesik, narkotik, sedatif dan antidepresan dapat mengubah persepsi

stimulus.

3. Lingkungan

a) Stimulus lingkungan yang terlalu ramai dan bising dapat membuat

kebingungan, disorientasi dan tidak mampu mebuat keputusan.

b) Stimulus lingkungan yang terisolasimengarah pada deprivasi sensori.

c)  Kualitas lingkungan yang buruk dapat memperparah kerusakan sensori.

4. Tingkat kenyamanan

Nyeri dan kelelahan dapat merubah persepsi seseorang dan bagaimana dia

bereaksi terhadap stimulus.

5. Penyakit yang diderita

a) Katarak menurunkan fungsi penglihatan.

b)  Infeksi telinga menurunkan fungsi pendengaran.

c)  Penyakit vascular perifer menyebabkan penurunan sensasi pada ekstrimitas

dan kerusakan kognisi

d)  Penyakit diabetes kronik menurunkan penglihatan, kebutaan, maupun

neuropati perifer

e)  Penyakit stroke menimbulkan penurunan kemampuan verbal, kerusakan fungsi

motorik, dan penerimaan sensori.

6. Merokok

Penggunaan tembakau mengakibatkan atrofi pada saraf pengecap sehingga

menurunkan persepsi rasa.

7. Tindakan medis

Intubasi endotrakea menyebabkan kehilangan berbicara sementara.

4

Page 8: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

8. Tingkat kebisingan

Paparan kostan pada tingkat kebisingan tinggi mengakibatkan penurunan

pendengaran.

Pemeriksaan fisik pada sistem sensori berfokus pada fungsi neurologisnya

klasifikasi dari pemeriksaan fisik sistem sensori didasarkan pada organ sensori

berupa sistem  indra. Sistem indra yang dikenal berupa pancaindra, yaitu:

1. Indra penglihatan (visual)

2. Indra pendengaran (auditori)

3. Indra perabaan (taktil)

4. Indra penciuman (olfaktori)

5. Indra pengecap (gustatory)

 Adanya pemeriksaan fisik sistem sensori bertujuan sebagai berikut.

1. Menentukan derajat gangguan sensori dalam hubungannya dengan

gangguan gerak

2. Sebagai acuan untuk re-edukasi sensori

3. Mencegah terjadinya komplikasi sekunder

4. Menyusun sasaran dan rencana terapi (Pudjiastuti & Utomo, 2002)

 

2.2 Pengkajian & Pemeriksaan Fisik Sistem Indera

2.2.1 Mata

A. Pengkajian Sistem Indera Pengelihatan

1.      Riwayat kesehatan

Sebelum melakukan pengkajian fisik mata, perawat harus mendapatkan

riwayat oftalmik, medis, dan terapi klien, dimana semuanya berperan dalam 5

Page 9: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

kondisi oftalmik sekarang. Informasi yang harus diperoleh meliputi informasi

mengenai penurunan tajam penglihatan, upaya keamanan, dan semua hal yang

terkait pada alasan melakukan pemeriksaan oftalmik.

a)   Riwayat penyakit saat ini

Klien ditanya tentang keluhan yang menyebabkan klien meminta pertolongan

pada tim kesehatan.

   Apakah ada riwayat kecelakaan atau kerja

   Apakah ada riwayat oftalmik seperti fotofobia, nyeri kepala, pusing, nyeri

okuler atau dahi, mata gatal.

   Bila ada keluhan nyeri, dikaji sehubungan dengan lokasi, awitan, durasi,

penurunan ketajaman penglihatan, keadaan saat nyeri timbul, upaya

menguranginya dan beratnya.

   Identifikasi penurunan gangguan tajam penglihatan atau kehilangan medan

penglihatan, apakah kondisi tersebut unilateral atau bilateral.

   Tanyakan klien apakh pernah menjalani koreksi refraksi dan pengukuran

ketajaman penglihatan.

   Apakah menggunakan lensa koreksi untuk penglihatan dekat atau jauh.

   Asuhan yang pernah diberikan oleh spesialis mata dan frekuensinya.

b)  Riwayat penyakit dahulu

  Tanyakan adanya riwayat pembedahan atau adanya pukulan/ benturan pada

masa lalu yang menyebabkan keluhan saat ini.

Tanyakan tentang adanya kondisi seperti diabetes mellitus, hipertensi, PMS,

anemia sel sabit, AIDS, sklerosis multiple yang dapat mengenai mata.

    Tanaykan pada klien tentang penggunaan obat mata yang dijiaul bebas

ataupun dengan resep yang dipakai.

c)   Riwayat psikososial

Pengkajian psikososial terutama penting bagi perawat untuk menanyakan

pertanyaan mengenai riwayat klien, kita harus memperhitungkan efek keadaan

oftalmik terhadap aktivitas klien pada kehidupan sehari – hari dan terhadap

pekerjaan. Hal – hal yang perlu dikaji oleh perawat antara lain :6

Page 10: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

Evaluasi gaya hidup klien, jenis pekerjaan, aktivitas hiburan, dan olahraga.

  Tanaykan apakah masalah oftalmik yang dilaporkan mengganggu fungsi yang

biasa dilakukan.

  Kaji bagaimana klien menghadapi masalah tersebut.

  Tanyakan perasaan klien yang berhubungan dengan gangguan visual untuk

mengkaji keefektifan teknik koping klien.

  Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya untuk mengetahui sejauh mana

pengetahuan klien tentang masalahnya untuk pemenuhan edukasi.

Gangguan pada mata dapat disebabkan oleh:

1. Gangguan di depan retina (gangguan pada media refrakta)

Media refrakta adalah bagian yang dipakai untuk membentuk bayangan

yang jelas pada retina. Media refrakta terdiri atas:

a. Kornea

Jika terdapat gangguan pada kornea, misal: keratitis (radang pada

kornea yang dapat menyebabkan kekeruhan pada kornea) maka dapat

mengganggu penglihatan.

b. Humor aquos

Jika pada humor aquos terdapat darah, maka cahaya tidak dapat

dihantarkan dengan baik.

c. Lensa kristalina

Kekeruhan pada lensa dapat mengganggu penglihatan

d. Corpus vitreum

Kekeruhan pada corpus vitreum dapat mengganggu penglihatan

2. Gangguan pada retina

Misal:

o Retinitis

o Kornea lepas dari dindingnya

7

Page 11: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

A. Gangguan pada lintasan penglihatan

Yaitu gangguan hantaran dari reseptor hantaran ke otak

B. Gangguan pada otak/pusat penglihatan

Misal, terdapat tumor pada hipofisis.

B. Pemeriksaan Fisik Mata

1. Pemeriksaan mata untuk penglihatan jauh (visus)

Pemeriksaan tajam penglihatan :

lakukan uji penglihatan dalam ruangan yang cukup tenang, tetapi anda

dapat mengendalikan jumlah cahaya.

gantungkan kartu snellen atau kartu e yang sejajar mata responden dengan

jarak 6 meter

pemeriksaan dimulai dengan mata kanan.

mata kiri responden ditutup dengan penutup mata atau telapak tangan

tanpa menekan bola mata.

responden disarankan membaca huruf dari kiri ke kanan setiap baris kartu

snellen atau memperagakan posisi huruf e pada kartu e  dimulai baris

teratas atau huruf yang paling besar sampai huruf terkecil (baris yang

tertera angka 20/20).

penglihatan normal bila responden dapat membaca sampai huruf terkecil

20/20 (tulis 020/020).

bila dalam baris tersebut responden dapat membaca atau memperagakan

posisi huruf e kurang dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris

yang tertera angka di atasnya.

bila dalam baris tersebut responden dapat membaca atau memperagakan

posisi huruf e lebih dari setengah baris maka yang dicatat ialah baris yang

tertera angka tersebut.

2. Pemeriksaan uji penglihatan dengan hitung jari :

8

Page 12: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

bila responden belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar dari kartu  

snellen atau kartu e maka mulai hitung jari pada jarak 3 meter (tulis

03/060).

hitung jari 3 meter belum bisa terlihat maka maju 2 meter (tulis 02/060),

bila belum terlihat maju 1 meter (tulis 01/060). Bila belum juga terlihat

maka lakukan goyangan tangan pada jarak 1 meter (tulis 01/300).

goyangan tangan belum terlihat maka senter mata responden dan tanyakan

apakah responden dapat melihat sinar senter (jika ya tulis 01/888).

bila tidak dapat melihat sinar senter disebut buta total (tulis 00/000)

Selanjutnya, uji fungsi visual, termasuk ketajaman penglihatan jarak dekat dan

jarak jauh, persepsi warna dan penglihatan perifer.

1 Uji penglihatan jarak jauh

Untuk menguji penglihatan jarak jauh pada klien yang dapat membaca

bahasa inggris, gunakan grafik alfabet snellen yang berisi berbagai ukuran

huruf. Untuk klien yang buta huruf atau tidak dapat berbicara bahasa

inggris, gunakan grafik snellen e, yang menunjukkan huruf-huruf dalam

berbagai ukuran dan posisi. Klien menunjukkan posisi huruf e dengan

menirukan posisi tersebut dengan jari tangannya.

uji setiap mata secara terpisah dengan terlebih dahulu menutup satu

mata dan kemudian mata yang lain dengan kartu buram berukuran 3 x

5 atau penutup mata. Setelah itu, uji penglihatan binokular klien

dengan meminta klien membaca gambar dengan kedua mata terbuka.

Klien yang normalnya memakai lensa korektif untuk penglihatan jarak

jauh harus memakainya untuk uji tersebut.

mulai dengan baris yang bertanda 20/20. Jika klien salah membaca

lebih dari dua huruf, pindahlah ke baris berikutnya 20/25. Lanjutkan

sampai klien dapat membaca baris tersebut dengan benar dengan

kesalahan yang tidak lebih dari dua. Baris tersebut menunjukkan

ketajaman penglihatan jarak jauh klien.

2 Uji penglihatan jarak dekat

9

Page 13: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

Uji penglihatan jarak dekat klien dengan memegang grafik snellen atau

kartu dengan kertas koran berukuran 30,5 sampai 35,5 cm di depan mata

klien, klien yang normalnya memakai kacamata baca harus memakainya

untuk uji ini. Seperti pada penglihatan jarak jauh, uji setiap mata secara

terpisah dan kemudian bersamaan.

3 Uji persepsi warna

Minta klien untuk mengidentifikasi pola bulatan-bulatan warna pada plat

berwarna. Klien yang tidak dapat membedakan warna tidak akan

mendapatkan polanya.

4 Uji fungsi otot ekstraokuler

Untuk mengkaji fungsi otot ekstraokuler klien, perawat harus melakukan

tiga tes : enam posisi kardinal tes penglihatan, tes terbuka-tertutup, dan tes

refleks cahaya korneal.

Enam posisi kardinal tes penglihatan

- duduk langsung di depan klien, dan pegang objek silindris, seperti

pensil, tepat di depan hidung klien, dan menjauh sekitar 46 cm dari

hidung klien.

- minta klien untuk memperhatikan objek tersebut pada saat dan

menggerakkannya searah jarum jam melewati enam posisi kardinal-

medal superior, lateral superior, lateral, lateral inferior, dan medial-

kembalikan objek ke titik tengah setelah setiap gerakan.

- melalui tes ini, mata klien akan tetap paralel pada saat bergerak.

Perhatikan adanya temuan abnormal, seperti nistagmus, atau deviasi

salah satu mata yang menjauh dari objek.

Tes tertutup-terbuka

- minta klien menatap suatu objek pada dinding yang jauh yang

berhadapan. Tutupi mata kiri klien dengan kartu buram dan observasi

mata kanan yang tidak ditutp akan adanya gerakan atau berputar-putar.

10

Page 14: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

- kemudian, lepas kertas dari mata kiri. Mata harus tetap diam dan

berfokus pada objek, tanpa bergerak atau berputar-putar. Ulangi proses

tersebut dengan mata kanan.

Tes refleks cahaya korneal

- minta klien untuk melihat lurus ke depan sementara anda mengarahkan

sinar senter ke batang hidung klien dari jarak 30,5 sampai 38 cm.

Periksa untuk memastikan apakah kornea memantulkan cahaya di

tempat yang tepat sama di kedua mata. Refleks yang tidak simetris

menunjukkan ketidakseimbangan otot yang menyebabkan mata

menyimpang dari titik yang benar.

5 Uji penglihatan perifer

- duduk berhadapan dengan klien, dengan jarak 60 cm, dengan mata

anda sejajar dengan mata klien. Minta klien menatap lurus ke depan.

- tutupi satu mata anda dengan kertas buram atau tangan anda dan minta

kien untuk menutup matanya yang tepat bersebrangan dengan mata

anda yang ditutup

- kemudian, ambil sebuah objek, misalnya pensil dari bidang superior

perifer ke arah lapang pandang tengah. Objek tersebut harus berada

pada jarak yang sama di antara anda dan klien.

- minta klien untuk mengatakan pada anda saat objek tersebut terlihat.

Jika penglihatan perifer anda utuh, anda dan klien akan melihat objek

tersebut pada waktu yang bersamaan.

- ulangi prosedur searah jarum jam pada sudut 45 derajat, periksa lapang

pandang superior, inferior, temporal, dan nasal. Ketika menguji lapang

pandang temporal, anak akan mengalami kesulitan menggerakkan

objek sampai cukup jauh sehingga anda dan klien tidak dapat

melihatnya. Jadi lakukan uji lapang pandang temporal ini dengan

meletakkan pensil sedemikian rupa di belakang klien dan di luar

lapang pandang klien. Bawa pensil tersebut berkeliling secara perlahan

sampai klien dapat melihatnya.

11

Page 15: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

6 Reflek pupil

- pasien disuruh melihat jauh

- setelah itu pemeriksa mata pasien di senter / diberi cahaya dan lihat

apakah ada reaksi pada pupil. Normal akan mengecil

- perhatikan pupil mata yang satunya lagi, apakah ikut mengecil karena

penyinaran pupil mata tadi disebut dengan reaksi cahaya tak langsung

- cegah reflek akomodasi dengan pasien disuruh tetap melihat jauh

7 Pemeriksaan sensibilitas kornea

Tujuan : untuk mengetahui apakah sensasi kornea normal, atau menurun

Cara pemeriksaan

Alat : kapas steril

Caranya :

bentuk ujung kapas dengan pinset steril agar runcing dan halus

fiksasi mata pasien keatas agar bulu mata tidak tersentuh saat kornea

disentuh

fiksasi jari pemeriksa pada pipi pasien dan ujung kapas yang halus dan

runcing disentuhkan dengan hati-hati pada kornea, mulai pada mata

yang tidak sakit.

Hasil

Pada tingkat sentuhan tertentu reflek mengedip akan terjadi.

Penilaian dengan membandingkan sensibilitas kedua mata pada pasien

tersebut.

8 Eversi kelopak mata

Pemeriksaan untuk menilai konyungtiva tarsalis

Cara pemeriksaan :

cuci tangan hingga bersih

pasien duduk didepan slit lamp

12

Page 16: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

sebaiknya mata kanan pasien diperiksa dengan tangan kanan

pemeriksa.

ibu jari memegang margo, telunjuk memegang kelopak bagian atas dan

meraba tarsus, lalu balikkan.

setelah pemeriksaan selesai kembalikan posisi kelopak mata. Biasakan

memeriksa kedua mata.

9 Pemeriksaan dengan oftalmoskop

untuk melakukan pemeriksaan dengan oftalmoskop, tempatkan klien di

ruang yang digelapkan atau setengah gelap, anda dan klien tidak boleh

memakai kacamata kecuali jika anda sangan miop atau astigmatis.

Lensa kontak boleh dipakai oleh anda atau klien.

duduk atau berdiri di depan klien dengan kepala anda berada sekitar 45

cm di depan dan sekitar 15 derajat ke arah kanan garis penglihatan

mata kanan klien. Pegang oftalmoskop dengan tangan kanan anda

dengan apertura penglihat sedekat mungkin dengan mata kanan anda.

Letakkan ibu jari kiri anda di mata kanan klien untuk mencegah

memukul klien dengan oftalmoskop pada saat anda bergerak

mendekat. Jaga agar telunjuk kanan anda tetap berada di selektor lensa

untuk menyesuaikan lensa seperlunya seperti yang ditunjukkan di sini.

instruksikan klien untuk melihat lurus pada titik sejajar mata yang

sudah ditentukan di dinding. Instruksikan juga pada klien, bahwa

meskipun berkedip selama pemeriksaan diperbolehkan, mata harus

tetap diam. Kemudian, mendekat dari sudut oblik sekitar 38 cm dan

dengan diopter pada angka 0, berfokuslah pada lingkaran kecil cahaya

pada pupil. Cari cahaya oranye kemerahan dari refleks merah, yang

harus tajam dan jelas melewati pupil. Refleks merah menunjukkan

bahwa lensa bebas dari opasitas dan kabut.

bergerak mendekat pada klien, ubah lensa dengan jari telunjuk untuk

menjaga agar struktur retinal tetap dalam fokus.

ubah diopter positif untuk melihat viterous humor, mengobservasi

adanya opasitas.

13

Page 17: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

kemudian, lihat retina, menggunakan lensa negatif yang kuat. Cari

pembuluh darah retina dan ikuti pembuluh darah tersebut ke arah

hidung klien, rotasi selektor lensa untuk menjaga agar pembuluh darah

tetap dalam fokus. Karena fokus tergantung pada anda dan status

refraktif klien maka diopter lensa berbeda-beda untuk sebagian besar

klien. Periksa dengan cermat seluruh struktur retina, termasuk

pembuluh darah retina, diskus optikus, latar belakang retina, makula

dan fovea.

periksa pembuluh darah dan struktur retina untuk warna, perbandingan

ukuran arteri dan vena, refleks cahaya arteriol, dan persilangan

arteriovenosa. Mangkuk fisiologis normalnya berwarna kuning-putih

dan dapat terlihat.

periksa makula pada bagian akhir karena sangat sensitis terhadap

cahaya.

10 Pemeriksaan fisik mata pada anak

goyangkan kepala bayi secara perlahan-lahan supaya mata bayi

terbuka.

periksa jumlah, posisi atau letak mata

periksa adanya strabismus yaitu koordinasi mata yang belum sempurna

periksa adanya glaukoma kongenital, mulanya akan tampak sebagai

pembesaran kemudian sebagai kekeruhan pada kornea.

katarak kongenital akan mudah terlihat yaitu pupil berwarna putih.

Pupil harus tampak bulat.

terkadang ditemukan bentuk seperti lubang kunci (kolobama) yang

dapat mengindikasikan adanya defek retina.

periksa adanya trauma seperti palpebra, perdarahan konjungtiva atau

retina.

periksa adanya sekret pada mata, konjungtivitis oleh kuman

gonokokus dapat menjadi panoftalmia dan menyebabkan kebutaan.

apabila ditemukan epichantus melebar kemungkinan bayi mengalami

sindrom down.

14

Page 18: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

2.2.2 Telinga

A. Pengkajian Sistem Indera Pendengaran

- Memulai pengkajian dengan menanyakan beberapa hal berikut:

Bagaimanakah kondisi pendengaran Bapak/Ibu/Saudara/i?

Apakah ada gangguan pada pendengaran yang saat ini dirasakan?

- Apabila pasien mengalami gangguan, tanyakan:

Apakah gangguan yang dialami hanya terjadi pada 1 sisi pendengaran atau

keduanya

Apakah gangguan terjadi secara tiba-tiba atau bertahap?

Gejala apakah yang dirasakan?

- Bedakan jenis gangguan apakah gangguan konduksi atau sensori neural:

o Pada individu dengan gangguan konduksi maka kondisi lingkungan

yang berisik akan membantu proses pendengaran.

o Individu yang dengan gangguan sensorineural akan mengalami

kesulitan memahami pembicaraan orang lain (orang lain dianggap

bergumam). Kondisi lingkungan yang berisik akan memperparah

gangguan pendengaran tersebut.

Apakah ada kesulitan memahami percakapan orang lain yang dialami?

Apakah ada perbedaan kondisi yang dialami dengan adanya perubahan

lingkungan?

- Kaji tanda dan gejala yang berhubungan dengan gangguan pendengaran:

Nyeri pada telinga

Tinnitus

o Merupakan suara yang secara kontinyu terdengar tanpa adanya stimulus

dari luar. Gangguan ini dapat dihubungkan dengan adanya gangguan

fungsi pendengaran dan belum dapat dijelaskan secara detil

penyebabnya.

Vertigo

o Merupakan persepsi pasien dimana dirinya atau lingkungan

disekitarnya seperti berputar. Gangguan ini dapat disebabkan karena

15

Page 19: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

adanya gangguan pada telinga dalam, lesi N. VIII atau adanya

gangguan pada jalur persarafan dari telinga ke SSP.

Discharge dari telinga

o Dapat berbentuk cairan kental yang merupakan debris dari proses

inflamasi yang terjadi di kanal auditorius (pada telinga luar) atau

sebagai akibat adanya perforasi pada membran tymphani.

- Kaji penyakit lain yang dapat menimbulkan nyeri pada telinga

o Gangguan pada mulut, tenggorokan, hidung atau saluran nafas bagian

atas yang berisiko menimbulkan gangguan fungsi pendengaran

- Kaji penggunaan obat yang dapat menimbulkan risiko gangguan pendengaran

- Kaji riwayat operasi dan alergi

B. Pemeriksaan Fisik Telinga

- Pemeriksaan Daun Telinga & bagian-bagiannya:

Lakukan inspeksi pada setiap daun telinga (kanan dan kiri) dan bagian

bagiannya, apakah terdapat deformitas, benjolan atau lesi kulit

o Deformitas dapat ditemukan apabila terdapat trauma. Benjolan yang

dijumpai pada saat inspeksi dapat berupa kelloid, kista, basal cell

carcinoma, tophi.

Lihat kesimetrisan kedua daun telinga

Lihat apakah ada Battle’s Sign pada bagian belakang telinga

o Battle’s Sign merupakan suatu kondisi dimana terdapat echymosis

pada tulang mastoid dan merupakan indikator adanya fraktur pada

basis cranii.

Apabila terdapat nyeri pada telinga, adanya discharge atau proses

inflamasi maka lakukan pemeriksaan dengan cara menggerakkan daun

telinga secara lembut ke atas dan ke bawah (= tug test) serta berikan tekan

lembut pada bagian belakang telinga dari atas ke bawah.

16

Page 20: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

o Saat dilakukan tug test akan dijumpai adanya rasa nyeri pada kondisi

Acute Otitis Externa (inflamasi pada kanal auditorius) namun tidak

pada kondisi Otitis Media.

- Pemeriksaan Kanal Auditorius & Membran Tymphani:

Lakukan pemeriksaan dengan menggunakan otoscope

o Pada kondisi Acute Otitis Externa dapat dijumpai tanda inflamasi

pada kanal auditorius berupa adanya pembengkakan, penyempitan,

lembab dan tampak pucat atau bahkan kemerahan. Pada kondisi

Chronic Otitis Externa permukaan kulit pada kanal auditorius

tampak menebal, merah dan terasa gatal.

Periksa ada tidaknya serumen (catat warna dan konsistensinya), benda

asing, discharge, kemerahan dan atau edema

Inspeksi membran tymphani, perhatikan dan catat warna dan konturnya

(ada tidaknya perforasi, sklerosis)

o Warna normal pada mebran tymphani adalah merah muda keabuabuan.

Pada Otitis Media Akut Purulenta dapat dijumpai warna merah

membesar pada membran tymphani yang disertai adanya pengeluaran

cairan. Pada kondisi sklerosis maka akan dijumpai area pada membran

tymphani yang berwarna keputihan dengan batas yang tidak rata.

Tes Pendengaran

- Tes sederhana/klasik: tes arloji, tes berbisik, tes garpu tala

Semi kuantitatif

Berfungsi menentukan derajat ketulian secara kasar

17

Page 21: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

Pastikan melakukan pemeriksaan ini dalam kondisi ruangan yang betul-

betul tenang,

Pemeriksaan dilakukan dari jarak (1-2 feet = 30,5-61 cm = 0,3-0,6 m)

Pada tes berbisik:

o Lakukan pemeriksaan dari samping

o Tutup telinga lain yang belum diperiksa dengan jari dan pastikan pasien

tidak membaca gerakan bibir pemeriksa

o Gunakan angka atau kata yang terdiri dari 2 suku kata yang beraksen

sama: “tigalima”; “bola-bata”, dst

o Minta pasien untuk mengulangi kata atau angka yang telah disebutkan

o Penilaian (menurut Feldmann):

Normal: 6-8 m

Tuli ringan: 4 - <6m

Tuli sedang: 1 - <4 m

Tuli berat: 25 cm - <1 m

Tuli total: <25 cm

Tes garpu tala:

o Semi kualitatif

o Menggunakan garpu tala yg memiliki frekuensi 512 Hz

o Jenis-jenisnya : tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach

Tes Rinne: membandingkan hantaran tulang (BC) dengan hantaran udara

(AC) pada telinga yang diperiksa

Gambar 4 Tes Rinne (Schwatrz, n.d)

- Hasil tes Rinne:

o Positif: bila masih terdengar

18

Page 22: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

o Negatif: bila tidak terdengar

- Interpretasi Hasil:

o Positif (AC = 2 kali lebih lama daripada): Normal

o Positif (AC>BC): Tuli sensorineural

o Negatif (AC<BC atau AC=BC): Tuli konduktif

Tes Weber: membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga

kanan

Gambar 5 Tes Weber (Schwatrz, n.d)

- Hasil tes Weber:

o Bila terdengar lebih keras ke salah satu telinga: lateralisasi ke telinga

tersebut

o Bila tdk dapat dibedakan ke arah mana yang lebih keras: tidak ada

lateralisasi

- Interpretasi Hasil:

o Normal: tidak ada lateralisasi

o Tuli konduktif: lateralisasi ke telinga yang sakit

o Tuli sensorineural: lateralisasi ke telinga yang sehat

Tes Schwabach: membandingkan hantaran tulang telinga orang yang

diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal

- Hasil tes Schwabach dan interpretasinya:

o Sama: normal

o Memanjang: Tuli konduktif

o Memendek: Tuli sensorineural

- Pemeriksaan pendengaran subjektif: audiometri

19

Page 23: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

Tes pengukuran fungsi pendengaran secara kuantitatif dan kualitatif

dengan melakukan penilaian pada:

o berapa besar gangguan pendengaran (derajat gangguan dengar) dan

lokalisasi gangguan dengar

o menggunakan alat audiometer

Hasil pemeriksaan dicatat dalam audiogram

- Pemeriksaan pendengaran objektif: BERA (Brainstem Evoked Response

Audiometry)

Bersifat objektif dan non-invasif.

Prinsip pemeriksaan BERA adalah menilai potensial listrik di otak setelah

pemberian rangsang sensoris berupa bunyi.

Pemeriksaan BERA dpt dilakukan pada: bayi, anak dengan gangguan sifat

dan tingkah laku, retardasi mental, cacat ganda dan kesadaran menurun.

Pada orang dewasa dapat digunakan untuk memeriksa orang yang berpura-

pura tuli atau ada kecurigaan tuli saraf retrocochlea.

2.2.3 Hidung

A. Pengkajian & Pemeriksaan Fisik Sistem Indera Penciuman

Indra penciuman merupakan penentu dalam identifikasi aroma dan cita

rasa makanan-minuman yang dihubungkan oleh saraf trigeminus sebagai

pemantau zat kimia yang terhirup. Indra penciuman dianggap salah satu sistem

kemosensorik karena sebagian besar zat kimia menghasilkan persepsi olfaktorius,

trigeminus, dan pengecapan. Hal ini dikarenakan sensasi kualitatif penciuman

ditangkap neuroepitelium olfaktorius sehingga menimbulkan sensibilitas somatic

berupa rasa dingin, hangat, dan iritasi melalui serabut saraf aferen trigeminus,

glosofaringeus, dan vagus dalam hidung, kavum oris, lidah, faring, dan laring.

Adanya gangguan penciuman (osmia) dapat diakibatkan oleh proses

patologis sepanjang olfaktorius yang hampir serupa dengan gangguan

pendengaran berupa defek konduktif maupun defek sensorineural. Defek

konduktif (transport) terjadi akibat adanya gangguan transisi stimulus  bau menuju

20

Page 24: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

neuroepitel, sedangkan defek sensorineural cenderung melibatkan struktur saraf

yang lebih sentral. Namun penyebab utama dari gangguan penciuman, yaitu

penyakit rongga hidung maupun sinus, sebelum terjadi infeksi saluran nafas atas,

dan trauma kepala (Kris, 2006).

Gangguan penciuman (osmia) memiliki sifat total (seluruh bau), parsial

(sejumlah bau), atau spesifik (satu atau sejumlah kecil bau). Jenis-jenis gangguan

penciuman, yaitu:

1. Anosmia merupakan ketidak-mampuan mendeteksi bau

2. Hiposmia merupakan penurunan kemampuan mendeteksi bau

3. Disosmia merupakan distorsi identifikasi bau (tidak bisa membedakan

bau)

4. Parosmia merupakan perubahan persepsi pembauan

5. Phantosmia merupakan persepsi bau tanpa adanya sumber bau

6. Agnosia merupakan ketidakmampuan menyebutkan maupun membedakan

bau, meski pasien dapat mendeteksi bau.

 

Etiologi dari gangguan penciuman adalah sebagai berikut.

1. Defek konduktif

Proses inflamasi

Proses inflamasi  dapat menyebabkan gangguan pembauan akibat rintitis dan

sinus kronik. Rintitis dan sinus kronik mengakibatkan inflamasi mukosa nasal

sehingga terjadi abnormalitas sekresi mucus. Sekreai mucus yang berlebihan

mengakibatkan silia olfaktorius tertutup mucus sehingga sensitivitas olfaktorius

menurun/menghilang.

2. Massa/tumor

Adanya massa pada rongga hidung mengakibatkan perubahan structural dalam

kavum nasi berupa polip, neoplasma, maupun deviasi septum nasi sehingga dapat

menghalangi aliran odoran (zat yang menimbulkan bau) ke epitel olfaktorius.

3. Abnormalitas developmental

Amnormalitas developmental dapat berupa ensefalokel maupun kista dermoid

yang mengakibatkan obstruksi pada roingga hidung sehingga menghalangi aliran

odoran ke epitel olfaktori.

21

Page 25: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

4. Defek sensorineural

Proses inflamasi

Proses inflamasi dapat diakibatkan infeksi virus yang merusak neuroepitel,

sarkoidosis yang mempengaruhi struktur saraf, maupun sklerosis multiple.

Inflamasi ini berakibat pada destruksi neuroepitelium olfaktorius yang dapat

mengganggu transmisi sinyal (stimulus odoran) ke epitel olfaktorius.

5. Penyebab congenital

Congenital dapat menjadi faktor penentu gangguan penciuman. Hal ini

dikarenakan kelainan yang bersifat congenital berakibat pada hilangnya struktur

saraf. Misalnya, Kallman syndrome mengakibatkan anosmia akibat gagalnya

ontogenesis struktur olfaktorius dan hipogonadisme hipogonadotropik.

6. Gangguan endokrin

Gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, hipotiroidisme, maupun

hipoadrenalisme dapat mempengaruhi fungsi pembauan berupa gangguan persepsi

bau.

7. Trauma kepala

Trauma kepala pada basis fossa kranii anterior atau lamina kribiformis maupun

akibat proses pembedahan kepala atau saraf  dapat menyebabkan regangan,

kerusakan, maupun terputusnya fila olfaktori halus sehingga menyebabkan

anosmia.

8. Toksisitas obat sistemik

Obat-obatan yang dapat mengubah sensitivitas bau yaitu obat neurotoksik (etanol,

amfetamin, kokain tropical, aminoglikosida, tetrasiklin, asap rokok).

9. Defisiensi gizi

Defisiensi gizi berupa vitamin A, thiamin, maupun zink terbukti dapat

mempengaruhi fungsi pembauan.

10. Penurunan jumlah serabut bulbus olfaktorius

Penurunan serabut bulbus olfaktorius sebesar 1% per tahun akibat penurunan sel-

sel sensorik pada mukosa olfaktorius dan penurunan fungsi kognitif di susunan

saraf pusat.

11. Proses degenerative.

22

Page 26: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

Proses degenerative pada sistem saraf pusat berupa penyakit Parkinson,

Alzheimer, dan proses penuaan normal dapat mengakibatkan hiposmia. Pada

Alzheimer, hilangnya fungsi pembauan merupakan gejala pertama proses

penyakitnya. Sedangkan proses penuaan, terjadi penurunan penciuman yang lebih

pesat daripada pengecapan dan penurunan paling pesat terjadi pada usia 70an.

 

Untuk mengidentifikasi adanya gangguan penciuman diperlukan

pemeriksaan fisik untuk menentukan sensasi kualitatif dan ambang batas deteksi.

1. Pemeriksaan fisik untuk emenentukan sensasi kualitatif

Pemeriksaan fisik untuk emenentukan sensasi kualitatif yang paling sederhana

dapat menggunakan bahan-bahan odoran berbeda. Contohnya kopi, vanilla, selai

kacang, jeruk, limun, coklat, dan lemon. Pasien diminta untuk mengidentifikasi

bau dengan mata tertutup dan kemudian mencium aroma dari bahan-bahan odoran

tersebut.

 

Sedangkan saat ini terdapat beberapa metode yang tersedia untuk pemeriksaan

penciuman, yaitu:

a. Tes odor stix

Uji ini menggunakan pena penghasil bau-bauan. Penba ini dipegang dalam jarak

sekitar 3-6 inci dari hidung pasien untuk mengkaji persepsi bau pasien secara

kasar.

b. Tes alkhohol 12 inci

Merupakan metode pemeriksaan persepsi bau secara kasar dengan menggunakan

paket alkhohol isopropil yang dipegang pada jarak 12 inci.

c. Scratch and sniff card

Metode ini menggunakan kartu yang memiliki 3 bau untuk menguji penciuman

secara kasar.

d. The University of Pennsylvania Smell Identification Test (UPSIT)

Merupakan metode paling baik untuk menguji penciuman dan paling

direkomendasikan. Uji ini menggunakan 40 item pilihan ganda berisi bau-bauan

23

Page 27: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

berbentuk kapsul mikro. Orang yang kehilangan seluruh fungsi penciumannya

memiliki skor kisaran 1-7 dari skor maksimal 40. Untuk anosmia total, skor yang

dihasilkan lebih tinggi karena terdapat adanya sejumlah bau-bauan yang bereaksi

terhadap rangsangan terminal.

e. Pemeriksaan fisik untuk emenentukan ambang batas

Penentuan ambang deteksi bau menggunakan alkhohol feniletil yang ditetapkan

dengan menggunakan rangsangan bertingkat. Masing-masing lubang hidung harus

diuji sensitivitasnya melalui ambang deteksi untuk fenil-etil metil etil karbinol.

2.2.4 Lidah

A. Pengkajian & Pemeriksaan Fisik Sistem Indera Pengecapan

Pada hakekatnya, lidah mempunyai hubungan erat dengan indera khusus

pengecap. Zat yang memberikan impuls pengecap mencapai sel reseptor lewat

pori pengecapan. Ada empat kelompok pengecap atau rasa yaitu manis, asin,

asam, dan pahit.

Gangguan indera pengecap biasanya disebabkan oleh keadaan yang

mengganggu tastants atau zat yang memberikan impuls pengecap pada sel

reseptor dalam taste bud (gangguan transportasi) yang menimbulkan cedera sel

reseptor (gangguan sensorik) atau yang merusak serabut saraf aferen gustatorius

serta lintasan saraf sentral gustatorius (gangguan neuron).

Manifestasi klinis dari indera pengecap apabila dilihat dari sudut pandang

psikofisis, gangguan pada indera pengecap dapat digolongkan menurut keluhan

pasien atau menurut hasil pemeriksaan sensorik yang objektif missal sebagai

berikut.

1. Ageusia total adalah ketidakmampuan untuk mengenali rasa manis, asin,

pahit, dan asam.

2. Ageusia parsial adalah kemampuan mengenali sebagian rasa saja.

3. Ageusia spesifik adalah ketidakmampuan untuk mengenali kualitas rasa

pada zat tertentu.

24

Page 28: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

4. Hipogeusia total adalah penurunan sensitivitas terhadap semua zat

pencetus rasa.

5. Hipogeusia parsial adalah penurunan sensitivitas terhadap sebagian

pencetus rasa.

6. Disgeusia adalah kelainan yang menyebabkan persepsi yang salah ketika

merasakan zat pencetus rasa.

Pasien dengan keluhan hilangnya rasa bisa dievaluasi secara psikofisis

untuk fungsi gustatorik selain menilai fungsi olfaktorius. Langkah pertama

melakukan tes rasa seluruh mulut untuk kualitas, intensitas, dan persepsi

kenyamanan dengan sukrosa, asam sitrat, kafein, dan natrium klorida.

Tes rasa listrik (elektrogustometri) digunakan secara klinis untuk

mengidentifikasi defisit rasa pada kuadran spesifik dari lidah. Biopsi papilla

foliate atau fungiformis untuk pemeriksaan histopatologik dari kuncup rasa masih

eksperimental akan tetapi cukup menjanjikan mengetahui adanya gangguan rasa.

2.2.5 Kulit

A. Pengkajian & Pemeriksaan Fisik Sistem Indera Perabaan

Pemeriksaan fisik indra perabaan didasarkan pada sensibilitas. Pemeriksaan fisik

sensori indra perabaan (taktil)  terbagi atas 2 jenis, yaitu basic sensory modalities

dan testing higher integrative functions. Basic sensory modalities (pemeriksaan

sensori primer) berupa uji sensasi nyeri dan sentuhan, uji sensasi suhu, uji sensasi

taktil, uji propiosepsi (sensasi letak), uji sensasi getar (pallestesia), dan uji sensasi

tekanan. Sedangkan testing higher integrative functions (uji fungsi integratif

tertinggi) berupa stereognosis, diskriminasi 2 titik, persepsi figure kulit

(grafitesia), ekstinksi, dan lokalisasi titik.

Sensasi raba dihantarkan oleh  traktus spinotalamikus ventralis. Sedangkan

sensasi nyeri dan suhu dihantarkan oleh serabut saraf menuju ganglia radiks

dorsalis dan kemudian serabut saraf akan menyilang garis tengah dan akan masuk

menuju traktus spinotalamikus lateralis kontralateral yang akan berakhir di 25

Page 29: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

talamus sebelum dihantarkan ke korteks sensorik dan diinterpretasi.  Adanya lesi

pada traktus-traktus tersebutlah yang dapat menyebabkan gangguan sensorik

tubuh.

1. Basic sensory modalities(pemeriksaan sensori primer)

a. Uji sensasi nyeri dan sentuhan

Uji sensasi nyeri dan sentuhan terbagi menjadi 2 macam, yaitu nyeri

superficial (tajam-tumpul) dan nyeri tekan.

1)      Nyeri superficial

Merupakan metode uji sensasi dengan menggunakan benda yang

memiliki 2 ujung, yaitu tajam dan tumpul. Benda tersebut dapat berupa

peniti terbuka maupun jarum pada reflek hammer. Pasien dalam keadaan

mata terpejam saat dilakukan uji ini dan dilakukan pengkajian respon

melalui pertanyaan “apa yang anda rasakan?” dan membandingkan sensasi

2 stimulus yang diberikan. Apabila terjadi keraguan respon maupun

kesulitandan ketidakmampuan  dalam membedakan sensasi, maka hal ini

mengindikasikan adanya deficit hemisensori berupa analgesia, hipalgesia,

maupun hiperalgesia pada sensasi nyeri. Sedangkan gangguan pada sensasi

sentuhan berupa anestesia dan hiperestesia.

2)      Nyeri tekan

Merupakan metode uji sensori dengan mengkaji nyeri melalui penekanan

pada tendon dan titik saraf. Metode ini sering digunakan dalam uji sensori

protopatik (nyeri superficial, suhu, dan raba) dan uji propioseptik (tekanan,

getar, posisi, nyeri tekan). Misalnya, berdasarkan Abadie sign pada daerah

dorsalis, tekanan ringan yang diberikan pada tendon Achilles normalnya

adalah ‘hilang’. Dengan kata lain tidak dapat dirasakan sensasi nyeri bila

diberikan tekanan ringan pada tendon Achilles.

b. Uji sensasi suhu

26

Page 30: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

Uji sensasi suhu pada dasarnya lebih direkomendasikan apabila pasien

terindikasi gangguan sensasi nyeri. Hal ini dikarenakan pathways dari indra nyeri

dan suhu saling berbuhungan. Metode ini menggunakan gelas tabung yang berisi

air panas dan dingin. Pasien diminta untuk membedakan sensasi suhu yang

dirasakan tersebut. Apabila pasien tidak dapat membedakan sensasi,maka pasien

dapat diindikasikan mengalami kehilangan “slove and stocking” (termasuk dalam

gangguan neuropati perifer).

c. Uji sensasi taktil

Uji sensasi taktil dilakukan dengan menggunakan sehelai dawai (senar) steril atau

dapat juga dengan menggunakan bola kapas.  Pasien yang dalam keadaan mata

terpejam akan diminta menentukan area tubuh yang diberi rangsangan dengan

memberikan hapusan bola kapas pada permukaan tubuh bagian proksimal dan

distal. Perbandingan sensitivitas dari tubuh proksimal dan distal akan menjadi

tolak ukur dalam menentukan adanya gangguan sensori. Indikasi dari gangguan

sensori pada uji sensasi taktil ini berupa hyperestetis, anastetis, dan hipestetik.

d. Uji propiosepsi (sensasi letak)

Uji ini dilakukan dengan menggenggam sisi jari pada kedua tungkai yang

disejajarkan dan menggerakkannya ke arah gerakan jari. Namun yang perlu

diperhatikan adalah menghindari menggenggam ujung dan pangkal jari atau

menyentuh jari yang berdekatan karena lokasi sensasinya mudah ditebak

(memberikan isyarat sentuh).  Pasien yang dalam keadaan mata terpejam diminta

untuk menentukan lokasi jari yang digerakkan.

Selain itu, uji ini juga dapat dilakukan dengan menguji posisi sensasi di sendi

metakarpalia palangeal untuk telapak kaki besar. Orang muda normal memiliki

derajat diskriminasi sebesar 1 sampai 2 derajat untuk gerakan sendi distal jari dan

3 sampai 5 derajat untuk kaki besar.

e. Uji sensasi vibrasi (pallestesia)

Uji sensasi vibrasi  dilakukan menggunakan garpu tala frekuensi rendah (128 atau

256 Hertz) yang diletakkan pada bagian tulang yang menonjol pada tubuh pasien.

27

Page 31: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

Kemudian pasien diminta untuk merasakan sensasi yang ada dengan memberikan

tanda bahwa ia dapat merasakan sensasi getaran. Apabila pasien masih tidak bisa

merasakan sensasi getaran, maka perawat menaikkan frekuensi garputala sampai

pasien dapat merasakan sensasi getaran tersebut. Pasien muda dapat merasakan

getaran selama 15 detik di ibu jari kaki dan 25 deti di sendi distal jari. Sedangkan

pasien usia 70 tahun-an merasakan sensasi getaran masing-masing selama 10

detik dan 15 detik.

f. Uji sensasi tekanan

Uji sensasi tekanan menerapkan kemampuan pasien dalam membedakan tekanan

dar sebuah objek pada ujung jari. Uji ini dilakukan dengan cara menekan aspek

tulang sendi dan subkutan untuk mempersepsikan tekanan. Rekomendasi untuk uji

tekanan ini diutamakan pada penderita diabetes dan dilakukan minimal sekali

setahun.

2. Testing higher integrative functions(uji fungsi integratif tertinggi)

a. Stereognosis

Stereognosis merupakan kemampuan untuk mengenali objek dengan perasaan. Uji

ini merupakan identifikasi benda yang dikenal dan diletakkan di atas tangan

pasien sehingga pasien dapat mengidentifikasi benda yang berada di tangannya.

Adanya kesulitan identifikasi benda (gangguan stereognosis) mengindikasikan

adanya lesi pada kolumna posterior atau korteks sensori.

b. Diskriminasi 2 titik

Diskriminasi 2 titik merupakan metode identifikasi sensasi 2 titk dari penekanan 2

titik pin yang berada pada permukaan kulit. Uji ini terus dilakukan berulang

hingga pasien tidak dapat mengidentifikasi sensasi 2 titik yang terpisah. Lokasi

yang sering digunakan untuk uji ini adalah ujung jari, lengan atas, paha, dan

punggung. Adanya gangguan identifikasi 2 titik mengindikasikan adanya lesi pada

kolumna posterior atau korteks sensori.

28

Page 32: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

c. Identifikasi angka (grafitesia)

Grafitesia merupakan metode penggambaran angka di mana nantinya pasien

diminta untuk mengidentifikasi angka yang tergambar pada telapak tangan.

Metode grafitesia dapat menggunakan ujung tumpul pulpen sebagai media

stimuli. Kesulitan pada identifikasi angka menunjukkan adanya glesi pada

kolumna posterior atau korteks sensori.

d. Ekstinksi

Ekstinksi merupakan salah satu uji sensori yang menggunakan metode sentuhan

pada kedua sisi tubuh. Uji ini dilakukan pada saat yang sama dan lokasi yang

sama pada kedua sisi tubuh, misalnya lengan bawah pada kanan dan kiri lengan.

Apabila pasien tidak bisa menggambarkan jumlah titik lokasi sentuhan (biasanya

psien hanya merasakan satu sensasi), maka dapat dipastikan pasien teridentifikasi

adanya lesi sensoris.

e. Lokalisasi titik

Lokalisasi titik merupakan metode didentifikasi letak lokasi sensasi stimulus.

Metode ini dilakukan dengan cara memberikan sensasi sentuhan ringan pada

permukaan kulit dan meminta pasien untuk menyebutkan atau menunjukkan letak

sensasi yang dirasakan. Adanya penurunan sensasi sensori dibuktikan dengan

adanya ketidak-akuratan identifikasi lokalisasi. Hal ini disebabkan adanya lesi

pada korteks sensori sehingga terjadi penurunan maupun hilangnya sensasi

sentuhan pada sisi tersebut.

29

Page 33: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem indera berperan penting dalam hantaran informasi ke sistem saraf

pusat mengenai lingkungan sekitarnya. Pemeriksaan fisik pada sistem indera ini

sangat kompleks karena harus melibatkan pemeriksaan pada kelima sistem indra

tubuh yaitu penglihatan, pendengaran, pengecap, pembau, dan peraba.

Gangguan pada sistem indera disebabkan oleh adanya lesi pada saraf yang

mengatur sensori tubuh. Lesi-lesi tersebut dapat menghambat hantaran impuls

saraf. Pemeriksaan fisik sensori dapat dilakukan pada berbagai usia dan dilakukan

untuk dapat menentukan atau mengetahui apakan pasien tersebut mengalami

gangguan pada saraf sensorinya.

 

3.2 Saran

Perawat hendaknya dapat mempraktekkan dan menguasai teknik dalam

pemeriksaan fisik sistem indera agar dapat menentukan tindakan asuhan

keperawatan secara efektif.

30

Page 34: Pengkajian Dan Pemeriksaan Fisik Sistem Indera - KEL 2

DAFTAR PUSTAKA

http://kurniasariwika1.blogspot.co.id/2012/05/pengkajian-fisik-pada-sistem

sensori.html (diakses tanggal 17 Maret 2016).

https://alvivo23.wordpress.com/2012/06/04/pemeriksaan-fisik-sistem-sensori/

(diakses tanggal 17 Maret 2016).

fk.unand.ac.id/images/BLOK_3.6_update.pdf (diakses tanggal 17 Maret 2016).

http://dokumen.tips/documents/pemeriksaan-fisik-sistem-indera.html (diakses

tanggal 17 Maret 2016).

http://ners.unair.ac.id/materikuliah/MP_PEMERIKSAAN%20FISIK

%20TELINGA_NEW.pdf (diakses tanggal 17 Maret 2016).

https://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/prinsip-dan-metode-pemeriksaan-

fisik-dasar.pdf (diakses tanggal 17 Maret 2016).

31