pbl 2 aku

24
1. Mm vaskularisasi jantung 2.1 Makroskopis

Upload: bellabelbon

Post on 27-Jan-2016

227 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

cardio

TRANSCRIPT

Page 1: pbl 2 aku

1. Mm vaskularisasi jantung2.1 Makroskopis

Page 2: pbl 2 aku
Page 3: pbl 2 aku

2.2 Mikroskopis

Page 4: pbl 2 aku
Page 5: pbl 2 aku

2. Mm sindrom coroner akut 2.1 DefinisiSindrom konoer akut (SKA) adalah terminology yang digunakan pada keadaan

gangguan aliran darah coroner parsial hingga total ke miokard secara aku.2.2 Etiologi Berdeda dengan angina pectoris stabil, gangguan aliran darah ke miokard pada SKA

bukan disebabkan oleh penyempitan yang statis namun terutama akibat pembentukan thrombus di dalam arteri coroner yang sifatnya dinamis. Thrombus terbentuk karena adanya rupture/erosi plak arterosklerotik. Thrombus terbentuk bersifat dinamis, denga episode pembentukan, pembesaran dan lisis terjadi secara bersamaan namun tidak seimbang. Pada keadaan ini pembentukan thrombus lebih dominan dari proses lisis, sehingga terjadi episode peningkatan penyempitan atau bahkan oklusi arteri coroner dengan dampak iskemia hingga infark jaringan miokard.

2.3 Klasifikasi Sindrom coroner akut dibagi berdasarkan gambaran EKG, yaitu dengan elevasi

segmen ST (STEMI) dan tanpa elevasi segmen ST (STEMI) atau angina pectoris tidak stabil. Klasifikasi ini mempercepat dan menpermudah identifikasi pasien STEM, oklusi total arteri coroner, yang memerlukan revaskularisasi segera. Penanganan fase awal SKA adalah menurunkan konsmsi oksigen, pemberian antiplatelet dan memantauan yang intensif secara terus menerus. Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) adalah kedaan pasien symptom iskemia sesuai

SKA, tanpa terjadi peningkatan enzim petanda jantung (CK-MB, troponin) dengan atau tanpa perubahan EKG yang menunjukan iskemia (depresi segmen ST, inversi gelombang T dan elevasi segmen ST yang transien)

Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI) adalah keadaan pasien dengan menifestasi sama seperti APTS, tetapi disertasi peningkatan enzim petanda jantung.

Infark miokard akut dengan elevasi (STEMI) adalah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gejala iskemia miokard khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi ST yang persisten dan siikuti pelepasan biomarker nekrosis miokard. 2.4 Epiemiologi 2.5 Patofisiologi

Patofisiologi angina pectoris tidak stabil Lima proses patofisiologi yang berperan terhadap perkembangan NSTEMI:

1. Rupture plak atau erosi plak dengan thrombus non oklusif 2. Obstruksi dinamis yang disebabkan oleh

a) Spasme arteri coroner epikardium, seperti pada variant Prinzmental angina

b) Resistensi pembuluh darah coronerc) Vasokonstriktor lokal seperti tromboksan A2, yang dilepaskan dari

trombositd) Disfungsi endotel coroner

Page 6: pbl 2 aku

e) Stimulus adregenik termasuk dingi dan kokain.3. Penyempitan heba lumen arteri coroner yang disebabkan oleh pembentukan

arterosklerotik yang progresif atau restenosis pasca-intervensi coroner perkuatan. 4. Inflamasi5. Angina pectoris tidak stabil sekunder, yang menyebabkan peningkatan kebutuhan

oksigen atau penurunan suplai oksigen (misalnya keadaan takikardi, demam, hipotensi, atau anemia) Patofisiologi infark miokard akut dengan elevasi ST

Infark akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah coroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis coroner arteri berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembang banyak klateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koronesr terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor0faktr seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, infarks terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokasi atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri coroner. Penelitian histologi menunjukan plak coroner cenderung megalami rupture jika mempunyai fibrosus cap yang tipis dan intinya kaya akan lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus, yang dipercayai menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivitas trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan pelepaskan tromboksan A2 (vasokontrikstor lokal yang poten). Selain itu aktivitas trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tnggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dmana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara stimulant, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, ang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri coroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh thrombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jaranga, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri coroner yang disebabakan oleh emboli coroner, abnormalitas kongenital, spame coroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

Page 7: pbl 2 aku

2.6 Menifestasi klinis Angina

Keluhan pasien umunya berupa angina untuk pertama kalia keluhan angina yang bertambah dari biasanya. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Pada nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang kadang disertai keringat dingin . Pada pemeriksaan jasmani serng kali tidak ada yang khas. Diantara pasien dengan SKA, perempuan ;ebih sering menderita angina tidak stabil dan pasien dengan UA/NSTEMI umumnya lebih tua dan memilki riwayat infark miokard sebelumnya, angina pectoris stabil, diabetes, memilki riwayat revaskularisasi coroner, dan penyakit vascular esktra kardiak dibandingkan dengan STEMI.

2.7 Diagnosis NSTEMI

Anamnesis (presentasi) Sebagian besar pasien SKA datang denga keluhan nyeri dada (angina pectoris),

rasa berat, atau rasa seperti ditekan atau dicengkram dibelakang sternum, bisa menjalar ke rahang, bahu, punggung, dan lengan. Kalau pada angina pectoris stabil keluhan nyeri dada ini hanya berlangsung kurang dari 15 menit, pada SKA berlangsung lebih lama. Namun pada ppulasi lanjut usia (>75 tahun), wanta, diabetes, dan keluhan tidak khas. Pada pasien usia lanjut lebih sering terjadi NSTEMI, dan presentasinya sering atipikal, seperti sinkope, lemas atau delirium, dan sering disertai gagal jantung.

Keluhan angina pada SKA biasanya disertai dengan keringat dingin karena respon simpatis, mual dan muntah karena stimulasi vagal, rasa lemas tidak bertenaga. Ada tiga presentasi pada sindrom kroner akut, yaitu:

Angina saat istirahat dengan durasi lebih dari 20 menit Angina pertama kali sehingga aktivitas fisik menjadi sangat terbatas Angina progresif: pada pasien dengan angina pectoris stabil, terjadi

perburukan keluhan dimana angina terjadi lebih sering, durasi lebih lama atau dengan aktivitas yang lebih ringan

Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik biasanya normal. Adanya tanda-tanda kongesti dan

hemodinamik instabilitas memrlukan pananganan secepatnya. Penting untuk segera dilakukan upaya untuk menyingkirkan nyeri dada non kardiak atau kelainan kardiak yang non iskemia dan kelainan pulmonal akut.

Page 8: pbl 2 aku

Pemeriksaan penunjang EKG. Pemeriksaan ini sangat penting untuk diagnosis maupun stratifikasi risiko

pasien angina tak stabil. Adanya depresi degmen ST yang baru memnunjukan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi segmen ST dari 0.5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga normal. Uji Latih. Pasien yang telah stabil dengan terapi medika mentosa dan menunjukan tanda risiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila hasilnya negatif maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih lebih bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi coroner, untuk menilai keadaan pemebuluh koronernya apakah perlu tindakan revaskularisasi (PCI atau CABG) karena risiko terjadinya komplkasi kardiovaskular dalam waktu mendatang cukup besar. Ekokardiografi. Pemeriksaan ini tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya ganguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dining regional jantung, menandakan prognosis yang kurang baik.Rongent Toraks. Ini sangat berperan untuk mengidentifikasi adana kongesti pulmonal atau oedem yang biasanya terjadi pada pasien UA/STEMI luas yang melibatkan ventrikel kiri sehingga terjadi disfungsi ventrikel kiri.

Pemeriksaan Laboratorium. Pemeriksaa troponin T atau I pemeriksaan CK-MB telah dierima sebagai

petanda paling penting dalam diagnosis SKA. Menurut ECS dan ACC dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I posistif dalam 24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Risiko kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin. CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena diketemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam. Kenaikan CRP dalam SKA berhubungan dengan mortalitas jangka panjang. Marker yang lain seperti,amioid A, IL-6 belum secara rutin dipakai dalam diagnosis SKA.

STEMI Anamnesis Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya bersalah dari coroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes militu, dyslipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung coroner pada keluarga.

Page 9: pbl 2 aku

Pada hampi r setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress emosi, atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Pemeriksaan FisisSebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar sepertempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi) Tanda fisis pada disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 galoop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apical yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38oC dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI. EKG Laboratorium (petanda kerusakan Jantung) Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK-MB) dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas ats normal menunjukan ada nekrosis jantung (infark miokard)

CK-MB: menigkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari.

cTn: ada 2 jenis T dan I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari

diagnosis banding Pasien dengan kardiomiopati hipertrofik atau penyakit katup jantung (stenosisdan regurgitasi katup aorta) dapat mengeluh nyeri dada disertai perubahanEKG dan peningkatan marka jantung menyerupai yang terjadi pada pasienNSTEMI. Miokarditis dan perikarditis dapat menimbulkan keluhan nyeri dada,perubahan EKG, peningkatan marka jantung, dan gangguan gerak dindingjantung menyerupai NSTEMI. Stroke dapat disertai dengan perubahan EKG,peningkatan marka jantung, dan gangguan gerak dinding jantung. Diagnosisbanding non kardiak yang mengancam jiwa dan selalu harus disingkirkanadalah emboli paru dan diseksi aorta

Page 10: pbl 2 aku

2.8 taralaksana

Obat-obatan yang diperlukan dalam menangani SKA adalah:

Anti Iskemia1. Penyekat Beta (Beta blocker). Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada

efeknya terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus, preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi. Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat indikasi kontra (Kelas I-B). penyekat beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama (Kelas I-B). Penyekat beta juga diindikasikan untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada indikasi kontra (Kelas I-B). Pemberian penyekat beta pada pasien dengan riwayat pengobatan penyekat beta kronis yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi Kilip ≥III (Kelas I-B). Beberapa penyekat beta yang sering dipakai dalam praktek klinik dapat dilihat pada tabel

2. Nitrat. Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami aterosklerosis.

1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari episode angina (Kelas I-C).

2. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksima 3 kali pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada indikasi kontra (Kelas I-C).

3. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak boleh menghalangi pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat beta atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I) (Kelas I-B).

Page 11: pbl 2 aku

4. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark ventrikel kanan (Kelas III-C).

5. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam. Waktu yang tepat untuk terapi nitrat setelah pemberian vardenafil belum dapat ditentukan (Kelas III-C).

3. Calcium channel blockers (CCBs). Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek vasodilator arteri dengan sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang. Oleh karena itu CCB, terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk mengatasi angina vasospastik. Studi menggunakan CCB pada UAP dan NSTEMI umumnya memperlihatkan hasil yang seimbang dengan penyekat beta dalam mengatasi keluhan angina.

1. CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi pasien yang telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta (Kelas I-B).

2. CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien NSTEMI dengan indikasi kontra terhadap penyekat beta (Kelas I-B).

3. CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan sebagai pengganti terapi penyekat beta (Kelas IIb-B).

4. CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik (Kelas I-C).5. Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-release) tidak direkomendasikan

kecuali bila dikombinasi dengan penyekat beta. (KelasIII-B).

Page 12: pbl 2 aku

Antiplatelet1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan dosis loading

150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan (Kelas I-A).

2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra seperti risiko perdarahan berlebih (Kelas I-A).

3. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikanbersama DAPT (dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat reseptor ADP) direkomendasikan pada pasien dengan riwayat perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum, dan perlu diberikan pada pasien dengan beragam faktor risiko seperti infeksi H. pylori, usia ≥65 tahun, serta konsumsi bersama dengan antikoagulan atau steroid (Kelas I-A).

4. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12 bulan sejak kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis (Kelas I-C).

5. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian iskemik sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan tanpa memandang strategi pengobatan awal. Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang sudah mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian dihentikan) (Kelas I-B)

6. Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mg setiap hari (Kelas I-A).

7. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300mg diikuti dosis tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk pasien yang dijadwalkan menerima strategi invasif ketika tidak bisamendapatkan ticagrelor (Kelas I-B).

8. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari) perlu dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan IKP tanpa risiko perdarahan yang meningkat (Kelas IIa-B).

9. Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor ADP yang perlu menjalani pembedahan mayor non-emergensi (termasuk CABG), perlu dipertimbangkan penundaan pembedahan selama 5 hari setelah penghentian pemberian ticagrelor atau clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali bila terdapat risiko kejadian iskemik yang tinggi (Kelas IIa-C).

10. Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan (atau dilanjutkan) setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman (Kelas IIa-B).

11. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID (penghambat COX-2 selektif dan NSAID non-selektif) (Kelas III-C).

Page 13: pbl 2 aku

Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIaPemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa dan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko kejadian iskemik dan perdarahan (Kelas I-C). Penggunaan penghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa dapat diberikan pada pasien IKP yang telah mendapatkan DAPT dengan risiko tinggi (misalnya peningkatan troponin, trombus yang terlihat) apabila risiko perdarahan rendah (Kelas I-B). Agen ini tidak disarankan diberikan secara rutin sebelum angiografi (Kelas III-A) atau pada pasien yang mendapatkan DAPT yang diterapi secara konservatif (Kelas III-A).Antikogulan. Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat mungkin.

1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan terapi antiplatelet (Kelas I-A).

2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut. (KelasI-C).

3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan (Kelas I-A).

4. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang mendapatkan penghambat reseptor GP Iib/IIIa) perlu diberikan saat IKP (Kelas I-B).

5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien dengan risiko perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak tersedia (Kelas I-B).

6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin berat molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang direkomendasikan) diindaksikan apabila fondaparinuks atau enoksaparin tidak tersedia (Kelas I-C).

7. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian antikoagulasi perlu dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah sakit (KelasI-A).

8. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan (Kelas III-B).

Page 14: pbl 2 aku

Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan1. Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkan risiko

perdarahan dan oleh karena itu harus dipantau ketat (Kelas I-A).2. Kombinasi aspirin, clopidogrel dan antagonis vitamin K jika terdapat indikasi dapat

diberikan bersama-sama dalam waktu sesingkat mungkin dan dipilih targen INR terendah yang masih efektif. (Kelas IIa-C).

3. Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel, terutama pada penderita tua atau yang risiko tinggi perdarahan, target INR 2- 2,5 lebih terpilih (Kelas IIb-B).

Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor AngiotensinInhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam mengurangi remodeling dan menurunkan angka kematian penderita pascainfark-miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal jantung klinis. Penggunaannya terbatas pada pasien dengan karakteristik tersebut, walaupun pada penderita dengan faktor risiko PJK atau yang telah terbukti menderita PJK, beberapa penelitian memperkirakan adanya efek antiaterogenik.

1. Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang, kecuali ada indikasi kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40% dan pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi, atau penyakit ginjal kronik (PGK) (Kelas I-A).

2. Inhibitor ACE hendaknya dipertimbangkan pada semua penderita selain seperti di atas (Kelas IIa-B). Pilih jenis dan dosis inhibitor ACE yang telah direkomendasikan berdasarkan penelitian yang ada (Kelas IIa-C).

3. Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien infark mikoard yang intoleran terhadap inhibitor ACE dan mempunyai fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40%, dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung (Kelas I-B).

StatinTanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin) harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra (Kelas I-A). Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/dL (Kelas IA). Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai.

Page 15: pbl 2 aku

Azas kemanfaatan yang didukung oleh tingkat bukti penelitian menjadi dasar rekomendasi dalam penyusunan pedoman tatalaksana ini. Klasifikasi rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut:

TINDAKAN UMUM DAN LANGKAH AWAL Berdasarkan langkah diagnostik tersebut di atas, dokter perlu segera menetapkan

diagnosis kerja yang akan menjadi dasar strategi penanganan selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.

1. Tirah baring (Kelas I-C) 2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri3. Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama,

tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri (Kelas IIa-C)4. Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui

intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih cepat (Kelas I-C)

5. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)a. Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan

dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik (Kelas I-B) atau;

b. Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel) (Kelas I-C).

6. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat (Kelas I-C). jika nyeri dada

Page 16: pbl 2 aku

tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas I-C). dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti

7. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual (kelas IIa-B).

2.9 Pencegahan

Pencegahan sekunder penting dilakukan karena kejadian iskemik cenderung terjadi dengan laju yang tinggi setelah fase akut. Beberapa pengobatan jangka panjang yang direkomendasikan adalah:

1. Aspirin diberikan seumur hidup, apabila dapat ditoleransi pasien.2. Pemberian penghambat reseptor ADP dilanjutkan selama 12 bulan kecuali bila risiko

perdarahan tinggi 3. Statin dosis tinggi diberikan sejak awal dengan tujuan menurunkan kolesterol LDL 2,5

mg/dL pada pria dan >2 mg/dL pada wanita) atau hiperkalemia (Kelas I-A). Selain rekomendasi di atas, pasien juga disarankan menjalani perubahan gaya hidup terutama yang terkait dengan diet dan berolahraga teratur

Page 17: pbl 2 aku

2.10 KomplikasiKomplikasi STEMI yang sering ditemukan:

Takiaritmiao Takikardia ventricular o Fibrilasi ventricular o Accelerated idioventricular rhythmo Fibrikasi/flutter atrial

Bradiaritmia o Junctional escape rhytme o Blok atrioventrikular

Rupture dinding ventrikel Regurgitasi mitral Ischemic tethering muskulus papilaris Syok kardiogenik Infark

2.11 Prognosis

Prognosis NSTEMI pada pria dan wanita serupa kecuali pada usia lanjut, di mana wanita memiliki prognosis lebih baik daripada pria. Untuk perdarahan, wanita dengan NSTEMI memiliki risiko yang lebih tinggi.