pbl 2 digest

56
BAB I PENDAHULUAN Problem based learning (PBL) untuk menyiapkan mahasiswa dalam menghadapi suatu kasus yang nantinya akan timbul dalam masyarakat jika kita sudah menjadi DOKTER. Selain itu PBL juga menyiapkan mahasiswa agar mampu menggunakan prinsip-prinsip komunikasi yang efektif dalam hubungan antar teman saat berdiskusi Dan dapat menggunakan komunikasi yang efektif saat berkomunikasi dengan pasien nantinya. Problem based learning akan menjadikan mahasiswa mampu untuk menggunakan sarana informasi yang sudah tersedia sepeti buku, internet, journal dan sarana komunikasi yang lain untuk mencari bahan dan menjadi acuan serta mencari jawaban tenrang masalah dan pertanyaan yang timbul saat diskusi berlangsung. PBL menjadikan mahasiswa akan mampu menjelaskan hubungan antara ilmu kedokteran dasar dengan ilmu-ilmu kedokteran klinis yang praktis sehingga mudah di pahami dan di mengerti. Adapun skenario PBL kasus 2, yaitu : Informasi 1 Seorang pria berusia 33 tahun datang dengan keluhan mata berwarna kuning. Pasien juga mengeluh demam dan nyeri di seluruh badan disertai lemas.Keluhan ini sudah 1

Upload: novia-mentari

Post on 18-Feb-2015

46 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ax

TRANSCRIPT

Page 1: PBL 2 Digest

BAB I

PENDAHULUAN

Problem based learning (PBL) untuk menyiapkan mahasiswa dalam

menghadapi suatu kasus yang nantinya akan timbul dalam masyarakat jika kita

sudah menjadi DOKTER. Selain itu PBL juga menyiapkan mahasiswa agar

mampu menggunakan prinsip-prinsip komunikasi yang efektif dalam hubungan

antar teman saat berdiskusi

Dan dapat menggunakan komunikasi yang efektif saat berkomunikasi

dengan pasien nantinya. Problem based learning akan menjadikan mahasiswa

mampu untuk menggunakan sarana informasi yang sudah tersedia sepeti buku,

internet, journal dan sarana komunikasi yang lain untuk mencari bahan dan

menjadi acuan serta mencari jawaban tenrang masalah dan pertanyaan yang

timbul saat diskusi berlangsung.

PBL menjadikan mahasiswa akan mampu menjelaskan hubungan antara

ilmu kedokteran dasar dengan ilmu-ilmu kedokteran klinis yang praktis sehingga

mudah di pahami dan di mengerti. Adapun skenario PBL kasus 2, yaitu :

Informasi 1

Seorang pria berusia 33 tahun datang dengan keluhan mata berwarna kuning.

Pasien juga mengeluh demam dan nyeri di seluruh badan disertai lemas.Keluhan

ini sudah dirasakan sejak 7 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengira dirinya

terkena influenza sampai akhirnya muncul warna kuning pada kulit dan kedua

matanya.

Pasien adalah imigran legal dari Amerika Serikat dan 3 bulan yang lalu telah

berhubungan seksual dengan pekerja seks komersial. Pasien memiliki kebiasaan

minum minuman beralkohol 2 gelas sehari terkadang lebih dari itu. Pasien tampak

lemas namun tidak pucat. Pasien mengatakan urin berwarna gelap sedangkan

feses berwarna normal.

1

Page 2: PBL 2 Digest

Informasi II

Pemeriksaan fisik :

Tanda vital baik kecuali ada demam 38 0C. Telapak tangan dan kaki tampak

ikterik, tidak ditemukan palmar erytema.

Sklera kedua mata ikterik

Jantung dan Paru normal

Abdomen:

- Inspeksi dinding perut tidak tagang, tidak buncit, tidak ada caput medusae

- Auskultasi : bising usus (+) normal

- Palpasi : pembesaran hepar (+), tepi tumpul (+)

- Perkusi : Nyeri alih (-)

- Ekstremitas : bengkak (-)

Pemeriksaan laboratorium:

IgM anti HAV (-), IgG Anti HAV (-), HbS Ag(+), HBe Ag(+), HBc Ag (+), IgM

Anti HCV (-). Nilai normal dari hasil test antibodi terhadap virus hepatitis adalah

negatif.

Bilirubin indireks 25 mg/dl, bilirubin direk 0,3 mg/dl, SGOT 50 UI/L (N= 10-37

IU/L), SGPT 60 UI/L (N= 10-40 IU/L).

Pemeriksaan Liver biopsi : necrosis sel hepatosit alkibat alacohol (-), apoptosis sel

hepatosit (-)

Informasi 3:

Pasien didiagnosis menderita hepatitis B.

Terapi yang diberikan :

Interferon α (IFN α) injeksi 3x/minggu selama 3 bulan/ Lamivudine

Paracetamol 500 mg 3x1

2

Page 3: PBL 2 Digest

BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

1. KLARIFIKASI ISTILAH

a. Mata berwarna kuning adalah nama lain dari ikterus.

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya

(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin

yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk

sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat

metabolisme sel darah merah (Sulaiman, 2006).

b Influenza (flu) adalah suatu infeksi virus yang menyebabkan demam,

hidung meler, sakit kepala, batuk, tidak enak badan (malaise) dan

peradangan pada selaput lendir hidung dan saluran pernafasan

(Medicastore, 2011).

2. BATASAN MASALAH

Identitas pasien : pria, 33 tahun

Keluhan Utama : Mata berwarna kuning

RPS :

Onset : sejak 7 hari yang lalu

Durasi : 7 hari

Lokasi : kedua mata

Keluhan penyerta : demam dan nyeri di seluruh badan disertai lemas namun tidak

pucat, urin berwarna gelap namun feses berwarna normal.

RPD : -

RPK : -

RSE : Pasien adalah imigran legal dari Amerika Serikat dan 3 bulan yang lalu

telah berhubungan seksual dengan pekerja seks komersial. Pasien memiliki

kebiasaan minum minuman beralkohol 2 gelas sehari terkadang lebih dari itu.

3

Page 4: PBL 2 Digest

3. IDENTIFIKASI MASALAH

a. Diagnosis banding dari informasi 1

b. Alasan mengajukan diagnosis banding

4. ANALISIS MASALAH

a. Diagnosis banding

Diagnosis banding yang memungkinkan berdasarkan informasi 1 yaitu :

1. Hepatitis A

2. Hepatitis B

3. Hepatitis C

4. Hepatitis alkoholik

5. Kolesistisis

6. Kolangitis

b. Alasan diagnosis banding

1. Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). HAV menular

melalui makanan/minuman yeng tercemar kotoran (tinja) dari

seseorang yang terinfeksi masuk ke mulut orang lain. Gejala hepatitis

A antara lain kulit dan putih mata menjadi kuning, kelelahan, sakit

perut kanan atas, hilang nafsu makan, berat badan menurun, demam,

mual, mencret atau diare, muntah, air seni seperti teh atau kotoran

berwarna dempul, dan sakit sendi (Green, 2005).

Hepatitis A dijadikan diagnosis pembanding karena pasien

mangalami gejala mata dan kulit berwarna kuning, demam, lemas,

urin berwarna gelap. Pasien adalah imigran legal dari Amerika

Serikat, sehingga dapat dimungkinkan ketika dalam perjalanan

memakan makanan yang tercemar hepatitis A. Namun diagnosis ini

dapat dihapuskan dilihat dari fesesna yang normal, sedangkan

penderita hepatitis A fesesnya berwarna dempul.

2. Hepatitis B adalah jenis penyakit liver berbahaya dan dapat berakibat

fatal. Virus Hepatitis B (HBV) ditularkan melalui hubungan seksual,

darah (injeksi intravena, transfusi), peralatan medis yang tidak steril

4

Page 5: PBL 2 Digest

atau dari ibu ke anak pada saat melahirka. Hepatitis B seringkali tidak

menimbulkan gejala. Bila ada gejala, keluhan yang khas dirasakan

adalah nyeri dan gatal di persendian, mual, kehilangan nafsu makan,

nyeri perut, dan jaundis. Hepatitis B dapat ditangkal dengan vaksin.

Pada kasus terdapat gejala pada pasien seperti :

a. Mata berwarna kuning

b. Demam

c. Lemas

d. Kuning pada kulit

e. Urin berwarna gelap

f. Kebiasaan minum alcohol ≥ 2 gelas per hari

Kebiasaan berhubungan seksual dengan pekerja seks komersial,

dimana cara penularan pada hepatitis B cenderung lebih banyak

melalui hubungan seksual daripada lewat darah

3. Hepatitis C menular terutama melalui darah. Sebelumnya, transfusi

darah bertanggung jawab atas 80% kasus hepatitis C. Kini hal tersebut

tidak lagi terjadi berkat kontrol yang lebih ketat dalam proses donor dan

transfusi darah. Virus ditularkan terutama melalui penggunaan jarum

suntik untuk menyuntikkan obat-obatan, pembuatan tato yang

dilakukan dalam kondisi tidak higienis.

Penularan virus hepatitis C (HCV) juga dimungkinkan melalui

hubungan seksual dan dari ibu ke anak saat melahirkan, tetapi kasusnya

lebih jarang. Seperti halnya pada hepatitis B, banyak orang yang sehat

menyebarkan virus ini tanpa disadari..Gejala hepatitis C sama dengan

hepatitis B. Namun, hepatitis C lebih berbahaya karena virusnya sulit

menghilang. Pada sebagian besar pasien (70% lebih), virus HCV terus

bertahan di dalam tubuh sehingga mengganggu fungsi liver. Evolusi

hepatitis C tidak dapat diprediksi. Infeksi akut sering tanpa gejala

(asimtomatik). Kemudian, fungsi liver dapat membaik atau memburuk

selama beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun. Pada sekitar 20%

pasien penyakitnya berkembang sehingga menyebabkan sirosis.

5

Page 6: PBL 2 Digest

Saat ini belum ada vaksin yang dapat melindungi kita terhadap

hepatitis C. hepatitis C sebagai pembanding karena pada hepatitis C

juga bisa di tularkan melalui hubungan seksual, minum minuman

alkohol yang terlalu banyak, pada kasus juga memiliki kebiasaan

meminum alkohol yang terlalu banyak, serta pasien adalah imigran

legal dari amerika serikat.

Yang membedakan hepatitis A, B ,C

Dilihat dari masa inkubasi dan penyebaran dari ketiga virus penyebabnya

Virus Hepatitis A Virus Hepatitis B Virus Hepatitis C

Masa Inkubasi 15-50 hari (rata-

rata 30 hari)

15-180 hari (rata-

rata 60-90 hari)

15-160 hari

(puncak pada

sekitar 50 hari)

Distribusi Seluruh dunia;

endemisistas

tinggi dii Negara

berkembang

Seluruh dunia;

prevalensi karier di

USA <1%, di Asia

5-15%

Prevalensi serologi

infeksi

lampau.infeksi

yang berlangsung

berkisar 1,8% di

USA, sedangkan

Italia dan Jepang

dapat mecapai 20%

Cara Transmisi Fekal-oral Darah, transmisi

seksual, penetrasi

jaringan, transmisi

maternal-neonatal/i

nfant, tidak ada

bukti penyebaran

fekal oral

Darah

(predominan),

seksual, maternal-

neonatal, tidak ada

bukti fekal-oral

(Sanityoso, 2006)

4. Berdasarkan kasus diatas, pasien memiliki kebiasaan minum minuman

beralkohol 2 gelas sehari terkadang lebih dari itu. Pada hepatitis

alkoholik, untuk mengetahui adanya penyalahgunaan alkohol pada

6

Page 7: PBL 2 Digest

pasien dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan

kimia darah Gamma GT (GGT). Secara umum, enzim GGT dihasilkan

oleh hepar yang telah mengalami kerusakan akibat penyalahgunaan

alkohol. Enzim GGT meningkat lebih awal dan menurun lebih lambat

serta aktivitas tertingginya berada di ginjal. Nilai normal GGT yang

disepakati berkisar antara 7-47 U/I.

5. Kolesistisis akut

Pada penyakit Kolesistisis akut kandung warna kandung empedu

ialah merah keabu-abuan. Terlihat juga adhesi vaskuler terutama pada

peritoneum. Kandung empedu biasanya membesar, tetapi bila mana

sebelumnya sudah ada inflamasi kronis maka terdapatlah penebalan

dinding dan kontraksi. Di dalamnya mengandung cairan purulen

(empiema kantong empedu). Secara histologi ditunjukkan adanya

hemoragi dan edema 4 hari, yang berkurang setelah 7 hari. Adanya

infiltrate seluler menujukkan kemungkinan adanya proses akut atau

kronis. Sebagai reaksi yang akut terlihat adanya fibrosis.

6. Kolangitis akut

Kolangitis akut adalah infeksi bakterial yang akut dari saluran

empedu yang tersumbat baik secara parsiil atau total; sumbatan dapat

disebabkan oleh penyebab dari dalam lumen saluran empedu misalnya

batu koledokus, askaris yang memasuki duktus koledokus atau dari luar

lumen misalnya karsinoma caput pankreas yang menekan duktus

koledokus, atau dari dinding saluran empedu misalnya kolangio-

karsinoma atau striktur saluran empedu (Nurman, 1999).

Gejala klinik bervariasi, umumnya didapatkan ikterus disertai

demam, kadang menggigil. Pada pemeriksaan fisik seringkali

ditemukan nyeri hebat di epigastrium atau perut kanan atas karena

adanya batu koledokus. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang

atau ke skapula kanan, kadang nyeri bersifat konstan. Trias dari Charcot

(demam, nyeri perut bagian atas atau kanan atas disertai ikterus)

7

Page 8: PBL 2 Digest

didapatkan pada 54%. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan

leukositosis, hiperbilirubinemia. Fungsi hati menunjukkan peningkatan

fosfatase alkali. SGOT/SGPT dapat meningkat (Nurman, 1999).

Kolangitis akut menjadi diagnosis pembanding karena pasien

mengalami gejala ikterus dan terdapat demam. Namun pada

pemeriksaan fisik diagnosis tersebut terhapus karena tidak didapatkan

nyeri abdomen di bagian epigastrium ataupun perut kanan atas.

5. SASARAN BELAJAR

a. Mengetahui fisiologi hepatobilier

b. Mengetahui HBsAg

c. Mengetahui HBcAg

d. Mengetahui HBeAg

e. Mengetahui biopsi hepar

f. Mengetahui mekanisme jaundice

g. Mengetahui palmar eritema

h. Mengetahui devinisi dari hepatitis A,B,C.

i. Mengetahui etiologi dari hepatitis B

j. Mengetahui faktor resiko dari hepatitis B

k. Mengetahui patofisiologi dari gejala dan tanda seperti mata

berwarna kuning, demam, nyeri, urin berwarna gelap, SGOT

meningkat, SGPT meningkat.

l. Mengetahi pathogenesis terjadinya hepatitis B

m. Menjelaskan pelatalaksanaan dari hepatitis B

n. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari hepatitis B

o. Mengetahui prognosis dari hepatitis B

p. Menjelaskan mengenai vaksinasi hepatitis

6. BELAJAR MANDIRI

8

Page 9: PBL 2 Digest

7. MENGAMBIL SISTEM INFORMASI YANG DIBUTUHKAN DARI

INFOMASI YANG ADA

a. Fisiologi Hepatobilier

Metabolisme normal bilirubin

SISTEM RETIKULOENDOTEAL

9

Destruksi sel darah merah tua

Page 10: PBL 2 Digest

Sekitar 80 hingga 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam

sistem monosit-makrofag. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah, dan

menghasilkan 250 sampai 350 mg bilirubin.

15 samapi 20% pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini,

tetapi berasal dari destruksi sel eritrosit matur dalam sumsum tulang

(hematopoiesis tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati.

Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi dalam limpa), globin mula-

mula dipisahkan dari heme, heme biliverdin (pigmen kehijauan yang

dibentuk melalui oksidasi bilirubin) bilirubin tak terkonjugasi (larut dalam

10

Hemoglobin

Heme

Biliverdin

UCB

Albumin + UCB

Destruksi pematangan sel eritroid

Hemoprotein lain

Globin

PENGAMBILAN oleh SEL HATI

Protein Y + UCB

Bilirubin Glukoronida+

Protein Z

CB (Eksresi CB dalam empedu)

Sterkobilin dalam feses dan Urobilin dalam urin

Kerja bakteri

Konjugasi (glukoronil transferase)

Page 11: PBL 2 Digest

lemak, tidak larut dalam air dan tidak dapat disekresi dalam empedu atau

urine.

Bilirubin tak terkonjugasi + albumin dalam suatu kompleks larut-air

diangkut oleh darah ke sel-sel hati.

Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam 3 langkah :

o Ambilan Ambilan oleh sel hati memerlukan dua protein hati,

yaitu protein Y dan Z.

o Konjugasi Konjugasi bilirubin + asam glukuronat bilirubin

terkonjugasi, katalase oleh enzim glukoronil transferase

dalam retikulum endoplasma.

o Ekskresi Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak tapi

larut dalam air dan dapat diekskresi dalam empedu dan urine.

Transport bilirubin terkonjugasi melalui membran sel ke dalam empedu

melalui proses aktif.

Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangakian senyawa

yang disebut sterkobilin urobilinogen. Zat ini menyebabkan feses berwarna

coklat. Sekitar 10 hingga 20% urobilinogen mengalami siklus enterohepatik,

sedangkan sejumlah kecil diekskresi dalam urine. (Lauralee, 2001)

b. HBsAg

Antigen permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen,

HBsAg) merupakan material permukaan dari virus hepatitis B. Pada

awalnya antigen ini dinamakan antigen Australia karena p b ertama

kalinya diisolasi oleh seorang dokter peneliti Amerika, Baruch S.

Blumberg dari serum orang Australia.

HBsAg merupakan petanda serologik infeksi virus hepatitis B

pertama yang muncul di dalam serum dan mulai terdeteksi antara 1

sampai 12 minggu pasca infeksi, mendahului munculnya gejala klinik

serta meningkatnya SGPT. Selanjutnya HBsAg merupakan satu-

satunya petanda serologik selama 3 – 5 minggu. Pada kasus yang

sembuh, HBsAg akan hilang antara 3 sampai 6 bulan pasca infeksi

sedangkan pada kasus kronis, HBsAg akan tetap terdeteksi sampai

11

Page 12: PBL 2 Digest

lebih dari 6 bulan. HBsAg positif yang persisten lebih dari 6 bulan

didefinisikan sebagai pembawa (carrier). Sekitar 10% penderita yang

memiliki HBsAg positif adalah carrier, dan hasil uji dapat tetap positif

selam bertahun-tahun.

Pemeriksaan HBsAg berguna untuk diagnosa infeksi virus

hepatitis B, baik untuk keperluan klinis maupun epidemiologik,

skrining darah di unit-unit transfusi darah, serta digunakan pada

evaluasi terapi hepatitis B kronis. Pemeriksaan ini juga bermanfaat

untuk menetapkan bahwa hepatitis akut yang diderita disebabkan oleh

virus B atau superinfeksi dengan virus lain.

HBsAg positif dengan IgM anti HBc dan HBeAg positif

menunjukkan infeksi virus hepatitis B akut. HBsAg positif dengan IgG

anti HBc dan HBeAg positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B

kronis dengan replikasi aktif. HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan

anti-HBe positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B kronis dengan

replikasi rendah.

Pemeriksaan HbsAg secara rutin dilakukan pada pendonor darah

untuk mengidentifikasi antigen hepatitis B. Transmisi hepatitis B

melalui transfusi sudah hampir tidak terdapat lagi berkat screening

HbsAg pada darah pendonor. Namun, meskipun insiden hepatitis B

terkait transfusi sudah menurun, angka kejadian hepatitis B tetap

tinggi. Hal ini terkait dengan transmisi virus hepatitis B melalui

beberapa jalur, yaitu parenteral, perinatal, atau kontak seksual. Orang

yang berisiko tinggi terkena infeksi hepatitis B adalah orang yang

bekerja di sarana kesehatan, ketergatungan obat, suka berganti-ganti

pasangan seksual, sering mendapat transfusi, hemodialisa, bayi baru

lahir yang tertular dari ibunya yang menderita hepatitis B.

c. HBcAg dan Anti HBc

12

Page 13: PBL 2 Digest

Protein core, dikenal sebagai HBcAg (21 kd) dan protein precore

atau HBeAg (18 kd) keduanya merupakan protein yang dikode gen

core tetapi  ditranslasi melalui 2 macam RNA yang berbeda. HBcAg di

translasi melalui pregenom RNA, sedangkan HBeAg melalui precore

mRNA. HBcAg  berperan penting pada proses replikasi virus dan

pembentukan partikel Dane, serta  merupakan bagian utama

nukleokapsid  yang membungkus DNA VHB. Karena letaknya di

dalam (tertutup HBsAg) maka antigen ini tidak terdeteksi di dalam

serum, meskipun demikian tubuh akan membentuk antiHBc, antibody

spesifik untuk HBcAg, karena adanya peptida HBcAg (partikel

HBcAg yang kecil) yang dipresentasikan pada permukaan Antigen

Presenting Cell dan permukaan sel-sel hepar bersama MHC kelas I

atau 2. (Green, 2005)

Anti HBc  merupakan antibodi pertama yang muncul di dalam

darah pasca infeksi, biasanya mulai terdeteksi pada minggu ke  6 – 8.

Mula-mula IgM antiHBc  bentuk IgM mendominasi selama 6 bulan

pertama dan  setelah 6 bulan  bentuk IgG yang dominan. IgM antiHBc

merupakan petanda serologik hepatitis B akut atau hepatitis B kronik

fase reaktivasi (8, 12). Pada window period juga didapat IgM antiHBc

positif. Pada 1 – 5% penderita dengan hepatitis B akut, HBsAg tidak

terdeteksi karena titer yang rendah. Pada kasus tersebut adanya IgM

anti HBc dapat digunakan untuk memastikan diagnosa hepatitis B

akut. Kadang-kadang ditemukan IgG antiHBc dengan HBsAg dan anti

HBs yang negatif, bila hal ini ditemukan pada individu dengan faktor

resiko tertular infeksi VHB yang tinggi atau pada individu yang tinggal

di daerah dengan prevalensi HBsAg yang tinggi, besar kemungkinan

hasil tersebut positif palsu, akan tetapi sebaliknya bila individu

tersebut bukan seseorang dengan faktor resiko tertular infeksi VHB

atau tinggal di daerah dengan prevalensi HBsAg rendah, maka

kemungkinan individu tersebut baru saja terinfeksi VHB, dengan

antiHBs yang belum muncul (window period). Kemungkinan lain, IgG

antiHBc positif dengan HBsAg dan anti HBs negatif bisa ditemukan

13

Page 14: PBL 2 Digest

pada  “occult hepatitis” yaitu bila ditemukan HBV DNA positif.

(Green, 2005)

d. HBeAg

Tes kadar HbeAg merupakan tes tambahan untuk menentukan

kekronisan dari penyakit hepatitis. HBeAg adalah antigen dalam

selubung virus hepatitis B, dan anti-HBe adalah antibodi yang

terbentuk untuk melawan antigen tersebut. Bila HBeAg dapat

terdeteksi dalam sampel darah, ini berarti bahwa virus masih aktif

dalam hati dan dapat ditularkan pada orang lain. Bila HBeAg adalah

negatif dan anti-HBe positif, umumnya berarti virus tidak aktif dalam

tubuh manusia (Green, 2005).

HBeAg tidak ikut membentuk virus utuh, tidak berperan pada

proses replikasi, virus tetapi disekresi langsung dari hepatosit  ke

dalam serum. Dalam klinik HBeAg digunakan sebagai indeks replikasi

virus, tingkat infektivitas, beratnya penyakit dan respon terapi. Antigen

ini muncul pada minggu 3 – 6 pasca infeksi yang merupakan  periode

yang paling infeksius. Pada kasus-kasus hepatitis B akut yang ”self

limited”,  HBeAg akan hilang segera setelah puncak meningkatnya

SGPT, sebelum hilangnya HbsAg dan selanjutnya akan muncul anti

Hbe. Persistensi HBeAg positif lebih dari 10 minggu menunjukkan

adanya progresi penyakit menuju kronis. (Green, 2005)

Anti-HBe merupakan antibodi spesifik untuk HBeAg. Meskipun

terdapat kesamaan yang signifikan dalam susunan asam amino antara

HBcAg dan HBeAg, akan tetapi pengenalan kedua antigen oleh sistim

imun berbeda. Namun demikian ada suatu “cross reactive” kedua

antigen tersebut pada tingkat CD4+ Tcell. ( Green, 2005)

e. Biopsi hepar

14

Page 15: PBL 2 Digest

Jaringan biasanya diambil dengan memasukkan jarum antara

tulang rusuk di sisi kanan ke dalam hati. Pertama, kita diberikan

suntikan anestesi lokal untuk mematikan rasa di daerah yang akan

dimasukkan oleh jarum biopsi. Kemudian jarum dimasukkan. Jarum

cepat mengumpulkan sepotong hati yang kecil. Kadang kala alat USG

dipakai untuk memilih lokasi terbaik untuk biopsi.

Beberapa pasien membutuhkan obat untuk menenangkannya dulu

sebelum biopsi. Namun, anestesi umum tidak dapat dipakai. Pasien

harus tetap sadar selama prosedur agar dapat memberi tahu petugas

medis jika ada masalah. Meskipun biopsi adalah cara terbaik untuk

menilai parutan pada jaringan hati, prosedur ini tidak sempurna.

Contoh yang diambil mungkin terlalu kecil, atau mungkin berasal dari

bagian hati dengan parutan pada jaringan yang kurang dari rata-rata

( Green, 2005).

f. Mekanisme jaundice

4 mekanisme umum yang menyebabkan hiperbilirubinemia dan ikterus

1. Pembentukan bilirubin berlebihan

Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal,

tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati.

Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi

dalam darah. Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, sehingga

tidak dapat diekskresi melalui urin dan tidak terjadi bilirubinuria.

Namun demikian terjadi peningkatan pembentukan urobilinogen

(akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan peningkatan

konjugasi serta ekskresi). Penyakit hemolitik atau peningkatan laju

destruksi eritrosit merupakan penyebab tersering dari pembentukan

bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut sebagai

ikterus hemolitik. (Price dan Wilson, 2005)

2. Gangguan ambilan bilirubin

15

Page 16: PBL 2 Digest

Ambilan bilirubin tak terkonjugasi terikat-albumin oleh sel hati

dilakukan dengan memisahkan dan mengikat bilirubin terhadap protein

penerima. Pada sebagian kasus ditemukan adanya defisiensi glukoronil

transferase. Hanya beberapa obat yang telah terbukti berpengaruh

dalam ambilan bilirubin oleh hati: asam flavaspidat, novobiosin, dan

beberapa zat warna kolesistografik. (Price dan Wilson, 2005)

3. Gangguan konjugasi bilirubin

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan (<12,9 mg/100 ml)

yang timbul antara hari kedua dan kelima setelah lahir disebut sebagai

ikterus fisiologis neonates. Apabila bilirubin tak terkonjugasi pada

bayi baru lahir melampaui 20 mg/dl, terjadi suatu keadaan yang

disebut kenikterus. Keadaan ini dapat timbul bila suatu proses

hemolitik (seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi baru lahir

dengan defisiensi glukoronil transferase normal. Kenikterus (atau

bilirubin ensefalopati) timbul akibat penimbunan bilirubin tak

terkonjugasi pada daerah ganglia basalis yang banyak mengandung

lemak. (Price dan Wilson, 2005)

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi

Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor

fungsional maupun obstruktif, terutama menyebabkan terjadinya

hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi larut dalam air,

sehingga dapat diekskresi dalam urin dan menimbulkan bilirubinuria

serta urin yang gelap. Kadar empedu yang meningkat dalam darah

menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus akibat

hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan

akibat hiperbilirubinemia tak terkonjugasi.(Price dan Wilson, 2006)

g. Palmar eritema

16

Page 17: PBL 2 Digest

Eritema palmar adalah kondisi kulit memerah di derah palmar,

biasanya di daerah tenar dan hipotenar dan jari. Eritema palmar lebih

tepat disebut dengan marker.

Penyebab eritema palmar :

a. Tirotoksikosis

b. Polisitemia

c. Penyakit hati kronik (Price dan Wilson, 2006)

h. Devinisi dari hepatitis A,B,C.

a. Hepatitis A

Hepatitis A adalah satu-satunya hepatitis yang tidak

serius dan sembuh secara spontan tanpa meninggalkan jejak. Penyakit

ini bersifat akut, hanya membuat kita sakit sekitar 1 sampai 2 minggu.

Virus Hepatitis A (HAV) yang menjadi penyebabnya sangat mudah

menular, terutama melalui makanan dan air yang terkontaminasi oleh

17

Page 18: PBL 2 Digest

tinja orang yang terinfeksi. Kebersihan yang buruk pada saat

menyiapkan dan menyantap makanan memudahkan penularan virus

ini. Karena itu, penyakit ini hanya berjangkit di masyarakat yang

kesadaran kebersihannya rendah.

Hepatitis A dapat menyebabkan pembengkakan hati, tetapi

jarang menyebabkan kerusakan permanen. Anda mungkin merasa

seperti terkena flu, mual, lemas, kehilangan nafsu makan, nyeri perut

dan jaundis (mata/kulit berwarna kuning, tinja berwarna pucat dan

urin berwarna gelap) atau mungkin tidak merasakan gejala sama

sekali.( Hayes peter, 2002)

Virus hepatitis A biasanya menghilang sendiri setelah

beberapa minggu. Untuk mencegah infeksi HAV, ada vaksin hepatitis

A untuk menangkalnya. (Hayes peter, 2002)

b. Hepatitis B

Hepatitis B adalah jenis penyakit liver berbahaya dan dapat

berakibat fatal. Virus Hepatitis B (HBV) ditularkan melalui hubungan

seksual, darah (injeksi intravena, transfusi), peralatan medis yang tidak

steril atau dari ibu ke anak pada saat melahirkan. ( Hayes peter, 2002)

Pada 90% kasus HBV menghilang secara alami, tetapi pada 10%

kasus lainnya virus tersebut tetap bertahan dan mengembangkan penyakit

kronis, yang kemudian bisa menyebabkan sirosis atau kanker hati. Banyak

bayi dan anak-anak yang terkena hepatitis B tidak betul-betul sembuh,

18

Page 19: PBL 2 Digest

sehingga mendapatkan masalah liver di usia dewasa. Anda perlu berhati-

hati dengan virus HBV karena dapat ditularkan oleh orang yang sehat

(yang tidak mengembangkan penyakit hepatitis B) tetapi membawa virus

ini. (Hayes peter, 2002)

Hepatitis B seringkali tidak menimbulkan gejala. Bila ada gejala,

keluhan yang khas dirasakan adalah nyeri dan gatal di persendian, mual,

kehilangan nafsu makan, nyeri perut, dan jaundis. Hepatitis B dapat

ditangkal dengan vaksin. Anak-anak biasanya mendapatkan vaksin ini

sebagai bagian dari program vaksinasi anak. .( Hayes peter, 2002)

c. Hepatitis C

Hepatitis C menular terutama melalui darah. Sebelumnya, transfusi

darah bertanggung jawab atas 80% kasus hepatitis C. Kini hal tersebut

tidak lagi terjadi berkat kontrol yang lebih ketat dalam proses donor dan

transfusi darah. Virus ditularkan terutama melalui penggunaan jarum

suntik untuk menyuntikkan obat-obatan, pembuatan tato dan body piercing

yang dilakukan dalam kondisi tidak higienis (Hayes peter, 2002).

Penularan virus hepatitis C (HCV) juga dimungkinkan melalui

hubungan seksual dan dari ibu ke anak saat melahirkan, tetapi kasusnya

lebih jarang. Seperti halnya pada hepatitis B, banyak orang yang sehat

menyebarkan virus ini tanpa disadari (Hayes peter, 2002).

Gejala hepatitis C sama dengan hepatitis B. Namun, hepatitis C lebih

berbahaya karena virusnya sulit menghilang. Pada sebagian besar pasien

(70% lebih), virus HCV terus bertahan di dalam tubuh sehingga

mengganggu fungsi liver (Hayes peter, 2002).

19

Page 20: PBL 2 Digest

Evolusi hepatitis C tidak dapat diprediksi. Infeksi akut sering tanpa

gejala (asimtomatik). Kemudian, fungsi liver dapat membaik atau

memburuk selama beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun. Pada

sekitar 20% pasien penyakitnya berkembang sehingga menyebabkan

sirosis. Saat ini belum ada vaksin yang dapat melindungi kita terhadap

hepatitis C. .( Hayes peter, 2002)

d. Hepatitis D

Hepatitis D, juga disebut virus delta, adalah virus cacat yang

memerlukan pertolongan virus hepatitis B untuk berkembang biak

sehingga hanya ditemukan pada orang yang terinfeksi hepatitis B. Virus

hepatitis D (HDV) adalah yang paling jarang tapi paling berbahaya dari

semua virus hepatitis. .( Hayes peter, 2002)

Pola penularan hepatitis D mirip dengan hepatitis B. Diperkirakan

sekitar 15 juta orang di dunia yang terkena hepatitis B (HBsAg +) juga

terinfeksi hepatitis D. Infeksi hepatitis D dapat terjadi bersamaan

(koinfeksi) atau setelah seseorang terkena hepatitis B kronis

(superinfeksi). (hayes peter, 2002)

Orang yang terkena koinfeksi hepatitis B dan hepatitis D mungkin

mengalami penyakit akut serius dan berisiko tinggi mengalami gagal hati

akut. Orang yang terkena superinfeksi hepatitis D biasanya

mengembangkan infeksi hepatitis D kronis yang berpeluang besar (70% d-

80%) menjadi sirosis. ( Hayes peter, 2002)

20

Page 21: PBL 2 Digest

Tidak ada vaksin hepatitis D, namun dengan mendapatkan

vaksinasi hepatitis B maka otomatis Anda akan terlindungi dari virus ini

karena HDV tidak mungkin hidup tanpa HBV.( Hayes peter, 2002)

e. Hepatitis E

Hepatitis E mirip dengan hepatitis A. Virus hepatitis E (HEV)

ditularkan melalui kotoran manusia ke mulut dan menyebar melalui

makanan atau minuman yang terkontaminasi. Tingkat tertinggi infeksi

hepatitis E terjadi di daerah bersanitasi buruk yang mendukung penularan

virus. (hayes peter, 2002)

Hepatitis E menyebabkan penyakit akut tetapi tidak menyebabkan

infeksi kronis. Secara umum, penderita hepatitis E sembuh tanpa penyakit

jangka panjang. Pada sebagian sangat kecil pasien (1-4%), terutama pada

ibu hamil, hepatitis E menyebabkan gagal hati akut yang berbahaya.

(Hayes peter, 2002)

Saat ini belum ada vaksin hepatitis E yang tersedia secara komersial.

Anda hanya dapat mencegahnya melalui penerapan standar kebersihan

yang baik. .( Hayes peter, 2002)

i. Etiologi dari hepatitis B

21

Page 22: PBL 2 Digest

Penyakit Hepatitis B disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

(HBV). Virus hepatitis B merupakan anggota famili Hepadnaviridae

yang ditandai dengan virion sferis berukuran 42 nm dengan genom

DNA rantai ganda yang berbentuk sirkular. Virus ini masih belum

diteliti secara lebih mendetail karena virus ini tidak dapat dibiakkan

dalam kultur (Brooke et al, 2007).

Gambar 1. Virus Hepatitis B

Masa inkubasi virus hepatitis B rata-rata 60-90 hari, kemudian

dapat berlanjut ke stadium viremia yang berlangsung selama beberapa

minggu sampai beberapa bulan setelah infeksi akut dan dapat pula

mencapai tahap hepatitis kronik dan viremia yang persisten. HBV

dapat ditemukan dalam darah, semen, sekret servikovaginal, saliva,

dan cairan tubuh lain. Virus ini dapat ditularkan melalui darah

(transfusi, hemodialisis, tenaga kesehatan), hubungan seksual,

penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa (penggunaan bersama

pisau cukur/silet, jarum suntik, sikat gigi), dan transmisi maternal-

neonatal/infant. Belum ada bukti bahwa virus ini dapat ditularkan

melalui fekal-oral (Sudoyo dkk, 2006).

j. Faktor resiko dari hepatitis B

22

Page 23: PBL 2 Digest

Sering pada dewasa muda, bayi dan balita. Sebanyak 1,5 %

dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang jadi hep.

Kronik, sirosis dan kanker hati. Faktor Resiko :

1. Donor Darah

2. Ivdu

3. Transmisi Seksual

4. Pekerja Kesehatan

5. Pengggunaan Bersama Benda Yang Tajam

k. Patofisiologi dari gejala dan tanda seperti mata berwarna kuning,

demam, nyeri, urin berwarna gelap, SGOT meningkat, SGPT

meningkat.

1. Patofisiologi demam

Demam atau febris merupakan suatu keadaan dimana terjadi

peningkatan suhu tubuh, dimana suhu tersebut melebihi dari suhu

tubuh normal.( Lauralee, 2001)

Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan

sakit lebih dikarenakan oleh zat toksin yang masuk kedalam tubuh.

Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan

(inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri

sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh

terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis

tubuh. Proses peradangan diawali dengan masuknya zat toksin

(mikroorganisme) kedalam tubuh kita. Mikroorganisme (MO) yang

masuk kedalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin tertentu

yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO

tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya dengan

memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain berupa

leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit).

Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan

mengeluarkan senjata, berupa zat kimia yang dikenal sebagai

pirogen endogen (khususnya IL-1) yang berfungsi sebagai anti

23

Page 24: PBL 2 Digest

infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan

merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu

substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat dapat keluar

dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakhidonat

yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran

prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin dibantu oleh

enzim siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin akan

mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai

kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik patokan suhu

tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan ini

dikarenakan termostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu

tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon

dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ( pergerakan otot

rangka) ini ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih

banyak. Dan terjadilah demam. .( Lauralee, 2001)

2. Patofisiologi hepatomegali

Ag + Ab

IgE

Degranulasi sel mast

Merangsang mediator sitokin

Inflamasi (rubor, tumor, dolor, kalor)

Hepatomegali

3. Patofisiologi SGOT dan SGPT meningkat

24

Page 25: PBL 2 Digest

Non essensial

transaminase

Aspartat

Transaminase

Esensial

4. Patofisiologi Urin berwarna gelap

25

Alanin piruvat ALT/ SGPT

Siklus fosforilasi aksidatif

Oksaloasetat

Siklus asam sitrat

Asetil Co-A

α ketoglutaratAsam suksinat

isositrat

Asam sitrat

Fumarat

Arginin

Malat

AST/ SGOT

AspartatArginase

Infeksi Nekrosis

Regenerasi sel Butuh energi

mitokondria untuk

metabolisme karbohidrat

Page 26: PBL 2 Digest

a. Bilirubin tak terkonjugasi

Bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air,

sehingga tidak dapat diekskresi melalui urin dan tidak terjadi

bilirubinuria. Namun demikian terjadi peningkatan

pembentukan urobilinogen (akibat peningkatan beban bilirubin

terhadap hati dan peningkatan konjugasi serta ekskresi), yang

selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi feses dan

urin. Urin dan feses berwarna lebih gelap.

b. Bilirubin terkonjugasi

Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, sehingga dapat

diekskresi dalam urin dan menimbulkan bilirubinuria serta urin

yang gelap.

5. Patofisiologi nyeri

26

Page 27: PBL 2 Digest

l. Pathogenesis terjadinya hepatitis B

27

Infeksi / peradangan

Neutrofil

Mengeluarkan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF α)

Prostaglandin

Merubah set point di hipotalamus

Peningkatan set point termostat di hipotalamus

Mengawali respon dingin

Peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas

Peningkatan suhu ke set point yang baru

Demam

vasodilatasi mediator lain

bradikinin

Mediator nyeri yang paling kuat

nyeri

Page 28: PBL 2 Digest

Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus yang lain, merupakan

virus nonsitopatis yang mungkin menyebabkan cedera dengan

mekanisme yang diperantarai imun. Langkah pertama dalam proses

hepatitis virus akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV, menyebabkan

munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting dari

antigen virus ini mungkin adalah antigen nukleokapsid, HBcAg dan

HbeAg, pecahan produk HBcAg, Antigen-antigen ini, bersama dengan

protein histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I, membuat sel suatu

sasaran untuk melisis sel-T sitotoksis. (Soejoenoes, 2001)

Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti

dengan baik. Untuk memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein

core atau protein MHC kelas I tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksik

tidak dapat diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain yang belum

diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi dari

sel ke sel berlanjut, beberapa hepatosit yang sedang mengandung virus

harus bertahan hidup. (Soejoenoes, 2001)

Walaupun mekanisme cedera hati yang tepat pada infeksi HBV

tetap tidak pasti dan ini tetap harus dijelaskan, Pada pemeriksaan

protein nukleokapsid dengan elektroforesis didapatkan hasil bahwa

protein nuleokapsid memancarkan cahaya pada toleransi imunologik

yang besar terhadap bayi HBV bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi

HBV kronik yang sangat replikatif (HBeAg-positif). Pada tikus

transgenik ditandai-HBeAg, pemajanan in utero terhadap HBeAg,

yang cukup kecil untuk melewati plasenta, menyebabkan toleransi sel

T untuk kedua protein nukleokapsid. Pada gilirannya hal ini

menjelaskan kenapa, kapan infeksi terjadi pertama kali dalam

kehidupan, status imunologik tidak terjadi, dan diperpanjang, infeksi

kekalterjadi.(Soejoenoes,2001).

Mekanisme cedera hati akibat HBV tetap tidak pasti, kerusakan

jaringan diperantarai kompleks imun terjadi untuk memainkan peranan

28

Page 29: PBL 2 Digest

patogenesis utama dalam manifestasi ekstrahepatik dari hepatitis B

akut. Sindroma mirip penyakit serum prodormal yang diamati pada

hepatitis B akut tampak berhubungan dengan deposit dalam dinding

pembuluh darah jaringan dari kompleks imun yang bersirkulasi

menyebabkan aktivasi sistem komplemen. Akibat klinis adalah ruam

urtikaria, angioderma, demam, dan artritis. Selama prodormal dini

infeksi HBV pada pasien ini, HBsAg titer tinggi dalam hubungannya

dengan jumlah anti-HBs yang sedikit menyebabkan pembentukan

kompleks imun yang bersirkulasi dapat larut (pada kelebihan antigen).

Komponen komplemen dalam serum diturunkan selama fase artritis

penyakit tersebut dan juga dapat dideteksi dalam kompleks imun yang

bersirkulasi. Selain komponen komplemen, kompleks ini mengandung

HbsAag, anti-HBs, IgG, IgM, IgA, dan fibrin. Sesudah pasien pulih

dari sindrome-mirip penyakit serum, kompleks imun ini hilang.

(Soejoenoes,2001)

Mutasi HBV lebih sering daripada untuk virus DNA biasa dan

sederetan strain mutan telah dikenali. Yang paling penting adalah

mutan yang menyebabkan kegagalan mengekspresikan HBeAg dan

telah dihubungkan dengan perkembangan hepatitis berat dan mungkin

eksaserbasi infeksi HBV kronis lebih berat. (Soejoenoes, 2001).

m. Penatalaksanaan dari hepatitis B

Medikamentosa

1. Kelompok imunomodulasi

a. Interferon

Interferon = glycoprotein yang biasanya dilepaskan dari sel

yang terinfeksi virus. Penggunaan interferon menstimulasi

produksi protein antiviral, menghambat sintesis protein viral,

destruksi dari DNA viral, menekan translasi dari virus. Penggunaan

interferon harus diawasi sel manusia leukocytes(IFN-), fibroblasts

(IFN-), or lymphocytes(IFN-). Interferons bisa juga digunakan

29

Page 30: PBL 2 Digest

pada keganasan dan autoimmune disorder, hepatitis C, infeksi

herpes dan hepatitit S, serta multiple sklerosis. (Sudoyo, 2006)

IFN adalah salah satu pilihan untuk pengobatan pasien

dengan HbBeAg positif. Beberapa khasiat IFN adalah khasiat

antivirus, imunomodulator, dan anti poliferatif, dan anti fibrotic.

IFN tidak memiliki khasiat anti virus langsung tetapi merangsang

terbentuknya berbagai macam protein efektor, yang mempunyai

khasiat antivirus. Efek samping IFN : gejala seperti flu, tanda-

tanda supresi sumsum tulang,depresi, rambut rontok, berat badan

turun, gangguan fungsi tiroid. (Sudoyo, 2006)

b. Timosin alfa 1

Timosin adalh suatu jenis sitotoksin yang dalam keadaan

alami ada dalam ekstrak pinus. Obat ini sudah dapat dipakai untuk

terapi baik sebagai sediaan parenteral maupun oral. Timosin alfa 1

merangsang fusngsi sel ;limfosit.keunggulan obat ini adalah tidak

adanya efek samping seperti IFN. Dengan kombinasi dengan IFN,

obat ini meningkatkan efektivitas IFN. (Sudoyo, 2006)

c. Vaksinasi terapi

Salah satu langkah maju dalam bidang vaksinasi hepatitis B

adalah kemungkinan penggunaan vaksin hepatitis B untuk

pengobatan infeksi VHB. (Sudoyo, 2006)

2. Kelompok terapi antivirus

a. Lamifudin

Lamivudine : Golongan asam Nukleat sintesis inhibitor.

Berkhasiat menghambat enzim reverse transkriptase yang

berfungsi dalam transkripsi balik dari RNA menjadi DNA yang

terjadi dalam replikasi HVB. Lamvinudine menghambat produksi

HVB baru dan mencegah terjadinya infeksi hepatosit sehat yang

belum terinfeksi.Menembus BBB; sering menyebakan depresi

SST, pankreatitis, Neuropaty. Khasiat lamivudin semakin

30

Page 31: PBL 2 Digest

meningkat bila diberikan dalam waktu yang lebih panjang.karena

itu strategi pengobatan yang tepat adalah pengobatan jangka

panjang. (Sudoyo, 2006)

b. adefovir dipivoksil

Nonmedikamentosa

1. Hindari alkohol

2. Stop seks bebas

3. Istirahat dan membatasi aktifitas fisik

4. Olahraga teratur seminggu 3 kali

5. Memisahkan alat-alat makan, tidak digabung dengan orang-orang

terdekat

6. Hindari narkoba

7. Higiene dan sanitasi , dengan mencuci tangan

8. Diet rendah lemak

9. Memperbanyak asupan yang mengandung protein (Sudoyo,2006)

n. Komplikasi yang ditimbulkan dari hepatitis B

31

Page 32: PBL 2 Digest

1. Hepatitis fulminan

2. Hepatitis kronis persisten

3. Karsinoma hepatoselular primer

4. Sirosis hepatis (Price dan Wilson, 2006)

o. Prognosis dari hepatitis B

Prognosis penyakit hepatitis B tergantung pada upaya

pengobatan dan komplikasi yang ditimbulkan. Diperkirakan antara 25

hingga 40 % penderita HBV akut sangat beresiko mengalami sirosis

dan karsinoma hepatoseluler. Beberapa ada yang mengalami hepatitis

fulminan, dimana terjadi penciutan hepar akibat nekrosis sel-sel hepar

masif, kadar bilirubin serum meningkat cepat, pemanjangan waktu

protombin, dan koma hepatikum. Jika sudah terjadi hepatitis fulminan,

maka sebagian besar (60-80%) akan berujung pada kematian yang

dapat terjadi dalam waktu beberapa hari atau minggu (Price dan

Wilson, 2006).

p. Vaksinasi Hepatitis

PENCEGAHAN DENGAN IMUNOPROFILAKSIS

1. HAV

a. Sebelum Paparan (Vaksin HAV yang dilemahkan)

1. Efektivitas tinggi (angka proteksi 94-100%)

2. Efektivitas proteksi selama 20-50 tahun

3. Efek samping utama adalah nyeri saat penyuntikan

4. Dosis dan Jadwal

a. >19 tahun. 2 dosis of HAVRIX (1440 unit ELISA)

dengan interval 6-12 bulan

b. Anak > 2 tahun. 3 dosis HAVRIX (360 unit ELISA),

0,1,6-12 bulan atau 2 dosis (720 unit ELISA), 0, 6-12

bulan

5. Indikasi Vaksinasi

32

Page 33: PBL 2 Digest

a. Pengunjung ke daerah risiko tinggi

b. Homoseksual dan biseksual

c. IVDU

d. Anak dan dewasa muda pada daerah pernah mengalami

kejadian luar biasa luas

e. Anak pada daerah dimana angka kejadian HAV lebih

tinggi dari angka nasional

f. Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik

g. Pekerja laboratorium yang menangani HAV

h. Pramusaji

i. Pekerja pada pembagian pembuangan air

b. Pasca Paparan

1. Keberhasilan immunoglobulin sudah nyata tetapi tidak

sempurna

2. Indikasi: kontak erat dan kontak dalam rumah tangga

dengan infeksi HAV akut

3. Dosis dan Jadwal Pemberian immunoglobulin

a. Dosis 0,02 ml/kg, suntikan pada daerah deltoid

sesegra mungkin setelah paparan

b. Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan

2. HBV

a. Sebelum Paparan (Vaksin Rekombinan Ragi)

1. Mengandung HBsAg sebagai imunogen

2. Efektivitas sebesar 85-95% dalam mencegah HBV

3. Efek samping utama

a. Nyeri sementara pada tempat suntikan pada 10-25%

b. Demam ringan dan singkat pada <3%

4. Dosis dan Jadwal

33

Page 34: PBL 2 Digest

Pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk dewasa,

untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak

(1/2 dosis dewasa). Diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian

5. Indikasi

a. Imunisasi universal untuk bayi baru lahir

b. Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun

(bila belum divaksinasi)

c. Grup risiko tinggi

1. Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan

karier hepatitis B

2. Pekerja kesehatan dan pekerja yang terpapar darah

3. IVDU

4. Homoseksual dan biseksual pria

5. Individu dengan banyak pasangan seksual

6. Resipien transfuse darah

7. Pasien hemodialisis

8. Sesame narapidana

9. Individu dengan penyakit hati menahun yang sudah

ada (missal hepatitis C kronik)

b. Pasca Paparan (Vaksin Hepatitis B dan Imunoglobulin hepatitis

B [HBIG])

1. Efektivitas perlindungan melampaui 95%

2. Kontak seksual dengan individu yang terinfeksi hepatitis

akut

3. Neonatal yang diketahui mengidap HBsAG positif

3. VAKSIN KOMBINASI UNTUK PERLINDUNGAN DARI

HEPATITIS A DAN B

34

Page 35: PBL 2 Digest

Vaksin kombinasi mengandung 20ug protein HBsAg dan

>720 Unit ELISA Hepatitis A virus yang dilemahkan memberikan

proteksi ganda dengn pemberian suntikan 3 kali berjarak 0,1 dan 6

bulan. Diindikasikan untuk individu dengan risiko baik terhadap

infeksi HAV maupun HBV (Sanityoso, 2006)

BAB III

KESIMPULAN

35

Page 36: PBL 2 Digest

1. Pasien pada kasus ini didiagnosis penyakit Hepatitis, pada virus strain B,

yaitu Hepatitis B.

2. Hepatitis B pada pasien ini disebabkan karena penggunaan jarum suntik dan

konsumsi alhkohol serta seringnya pasien hubungan seksual dengan PSK.

3. Hepatitis B adalah penyakit hati akut yang disebabkan oleh HAV dengan

penatalaksanaan yang baik dapat disembuhkan.

DAFTAR PUSTAKA

36

Page 37: PBL 2 Digest

Brooks, G.F, Janet S.B., Stephen A.M.2007.Mikrobiologi Kedokteran Jawetz,

Melnick, & Adelberg Ed. 23. Jakarta: EGC hal 614-617

Green, Chris W. 2005. Viral Hepatitis dan HIV. Jakarta : Yayasan Spiritia.

Hayes peter,c. 2002. Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC

Nurman, A. 1999. Kolangitis Akut Dipandang Dari Sudut Penyakit Dalam. J

Kedokteran Trisakti. Vol 18(3):123-9.

Sanityoso, Andri. 2006.Hepatitis virus Akut (Ilmu Penyakit Dalam FKUI).

Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalanm FKUI

Soejoenoes, S., 2001. Pengeloaan Hepatitis B Dalam Kehamilan dan Persalinan,

Media Medika Indonesiana, Volume 36, No 3, hal 142, FK UNDIP,

Semarang

Sulaiman, Ali. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pendekatan Klinis pada

Pasien Ikterus. Jakarta : FKUI. 422.

Sherwood, Lauralee. Dalam : Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2.

Pengaturan Suhu. Jakarta : EGC, 2001

Sudoyo, Aru W, dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. 5, Jilid 1. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI hal 644-647

Price, S.A., L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses Perjalanan

Penyakit,Vol 1 Ed. 6. Jakarta: EGC hal 485-492

Medicastore.com. (2011). Influenza. Medicastore.com. Retrieved June 21, 2011

from http://medicastore.com/penyakit/32/Influenza.html

Sanityoso, Andri. 2006. Hepatitis Virus Akut (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam).

Jakarta: Pusat Penerbitan Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

37