paper terapi nutrisi pada klien di icu dan iccu

20
TERAPI NUTRISI PADA KLIEN DI ICU DAN ICCU disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Kritis II Dosen Pengampu : Ns. Wantiyah, S.Kep., M.Kep. Oleh: Kelompok 4 Riezky Dwi Eriawan (082310101011) Ahdya Islaha W. (082310101055) Agung Maulana (082310101070) Feri Ekaprasetia (092310101005) Risma Hendrastuti (092310101040) R. R. Ayu Marta E.P (092310101068)

Upload: vic-fuentes-scremo

Post on 01-Dec-2015

91 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

TERAPI NUTRISI PADA KLIEN DI ICU DAN ICCU

disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Kritis II

Dosen Pengampu : Ns. Wantiyah, S.Kep., M.Kep.

Oleh:

Kelompok 4

Riezky Dwi Eriawan (082310101011)

Ahdya Islaha W. (082310101055)

Agung Maulana (082310101070)

Feri Ekaprasetia (092310101005)

Risma Hendrastuti (092310101040)

R. R. Ayu Marta E.P (092310101068)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2012

PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN

Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk membentuk

energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya fungsi normal

setiap organ dan jaringan tubuh (Rock CL, 2004). Status nutrisi normal menggambarkan

keseimbangan yang baik antara asupan nutrisi dengan kebutuhan nutrisi (Denke, 1998; Klein S,

2004). Kekurangan nutrisi memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap struktur dan fungsi

hampir semua organ dan sistem tubuh (Suastika, 1992). Pasien kritikal adalah pasien dengan

kondisi tak stabil dengan tanda vital abnormal dengan indikator seperti kehilangan gairah,

mobilitas kurang atau kesadaran yang menurun. Kebutuhan nutrisi pada pasien kondisi kritis

tergantung dari berat ringannya penyakit dan status nutrisi sebelumnya. (Trihatmaji, 2008)

Malnutrisi adalah masalah umum yang dijumpai pada kebanyakan pasien yang masuk ke

rumah sakit. Malnutrisi mencakup kelainan yang disebabkan oleh defisiensi asupan nutrien,

gangguan metabolisme nutrien, atau kelebihan nutrisi. Untuk pasien kritis yang dirawat di

Intensive Care Unit (ICU) sering kali menerima nutrisi yang tidak adekuat akibat dari salah

memperkirakan kebutuhan nutrisi dari pasien dan juga akibat keterlambatan memulai pemberian

nutrisi. Pasien-pasien yang masuk ke ICU umumnya bervariasi, yaitu pasien pasca operasi

mayor, pasien emergensi akibat trauma mayor, sepsis atau gagal napas. Pada hampir semua

pasien yang sakit kritis, dijumpai anoreksia atau tidak sanggup makan karena kesadaran yang

terganggu, sedasi, ataupun karena intubasi jalan nafas bagian atas.

Tujuan pemberian nutrisi bagi pasien sakit kritis (The American Society for Parenteral and

Enteral Nutrition) adalah:

1. Menyediakan nutrisi yang konsisten dengan kondisi medis pasien dan ketersediaan rute

pemberian nutrisi.

2. Mencegah dan mengatasi defisiensi makronutrian dan mikronutrien.

3. Menyediakan dosis nutrien yang sesuai dengan metabolisme yang telah ada.

4. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan teknik pemberian nutrisi.

5. Meningkatkan outcome pasien, mengurangi morbiditas, mortalitas dan waktu penyembuhan.

2. BEBERAPA CARA MENGUKUR KEBUTUHAN NUTRISI

a. Metabolic Chart-Indirect Calorimetry Resting Energy Expenditure (REE)

[(konsumsi O2)(3.94) + (produksi CO2)(1.11)] x 1440.

Rumus ini menjadi kurang akurat pada pasien-pasien dengan FIO2 >40%.

b. Persamaan Harrison-Benedict

Basal Energy Expenditure (BEE)

1) Pria

66 + [13.7 x BB (kg)] + [5 x TB (cm)] [6.8 x umur]

2) Wanita

655 + [9.6 x BB] + [1.8 x TB] [4.7 x umur]

BB: berat badan, TB: tinggi badan

Untuk penghitungan BEE, harus disesuaikan dengan faktor-faktor metabolik, seperti

demam, operasi, sepsis, luka bakar, dan lain-lain.

c. 25-30 kkal/kg BB ideal/hari

d. Mengukur balance nitrogen dengan menggunakan urea urin 24 jam dan dalam

hubungannya dengan urea darah dan albumin. Tiap gram nitrogen yang dihasilkan

menggunakan energi sebesar 100-150 kkal.

3. INDIKASI TERAPI NUTRISI

Terapi nutrisi diberikan kepada penderita malnutrisi atau pada penderita yang dalam

perjalanan penyakitnya diperkirakan akan menjadi malnutrisi. Secara praktis bila didapatkan 2

dari 3 berikut ini, yaitu adanya penurunan berat badan > 10% dalam kurun waktu 3 bulan, kadar

trasferin serum < 150 mg/dl, kadar albumin serum < 3,4 g/dl merupakan indikasi pemberian

terapi nutrisi (Waller, 1996; Boediwarsono, 2006).

4. Jenis Pemberian Nutrisi

Dalam pemberian nutrisi terdapat tiga pilihan pemberian yaitu diet oral, nutrisi enteral dan

nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi bagi pasien sakit kritis dapat secara enteral maupun

parenteral. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga penentuannya harus

melihat dan mempertimbangkan semua aspek yang ada dari kasus per kasus. Selain itu jumlah,

perhitungan kalori, jenis nutrien, serta saat pemberian juga mempengaruhi keadaan pasien secara

keseluruhan. Namun, pada klien yang dirawat di ICU dan ICCU, penggunaan nutrisi parenteral

lebih sering dilakukan.

a. Diet Oral

Diet oral diberikan kepada penderita yang masih bisa menelan cukup makanan dan

keberhasilannya memerlukan kerjasama yang baik antara dokter, ahli gizi, penderita dan

keluarga.

b. Terapi Nutrisi Enteral

Nutrisi enteral adalah cara pemberian makanan melalui selang atau tube ke saluran

pencernaan. Pemasangan selang yang umum adalah melalui hidung sampai kelambung

(Nasogastric tube). Nutrisi enteral direkomendasikan bagi pasien-pasien yang tidak dapat

memenuhi kebutuhan nutrisinya secara volunter melalui asupan oral. Nutrisi enteral bila

penderita tidak bisa menelan dalam jumlah cukup, sedangkan fungsi pencernaan dan

absorbsi usus masih cukup baik. Selama sistem pencernaan masih berfungsi atau

berfungsi sebagian dan tidak ada kontraindikasi maka diet enteral (EN) harus

dipertimbangkan, karena diet enteral lebih fisiologis karena meningkatkan aliran darah

mukosa intestinal, mempertahankan aktivitas metabolik serta keseimbangan hormonal

dan enzimatik antara traktus gastrointestinal dan liver. Dosis nutrisi enteral biasanya

berkisar antara 14-18 kkal/kgbb/ hari atau 60-70% dari tujuan yang hendak dicapai. Pada

pemberian nutrisi enteral, pipa nasal lebih dianjurkan daripada oral, kecuali pada keadaan

fraktur basis cranii resiko penetrasi ke intrakranial. Pipa naso jejunal dapat digunakan

jika terjadi kelainan pengosongan lambung yang menetap dengan pemberian obat

prokinetik atau pada pankreatitis.

1) Indikasi

a) Pasien dengan malnutrisi berat yang akan menjalani pembedahan saluran cerna

bagian bawah.

b) Pasien dengan malnutrisi sedang-berat yang akan menjalani prosedur mayor

elektif saluran cerna bagian atas.

c) Asupan makanan yang diperkirakan tidak adekuat selama >5-7 hari pada pasien

malnutrisi, >7-9 hari pada pasien yang tidak malnutrisi.

d) Atau dalam keadaan pasca bedah mulut, esophagus, lambung, saluran empedu,

dan kolon. Serta pasien yang mengalami anoreksia, depresi berat, trauma kepala /

otak, luka bakar yang luas, sepsis, penderita kanker, malabsorpsi / maldigesti,

fistula, penderita dengan kebutuhan kalori ekstrim.

2) Kontraindikasi

a) Pasien yang diperbolehkan untuk asupan oral non-restriksi dalam waktu <7 hari

b) Obstruksi usus

c) Pankreatitis akut berat

d) Perdarahan masif pada saluran cerna bagian atas

e) Muntah atau diare berat

f) Instabilitas hemodinamik

g) Ileus paralitik

3) Komplikasi nutrisi enteral

a) Komplikasi mekanik

Komplikasi mekanik berhubungan dengan sondenya sendiri yang dapat

mengalami dislokasi atau penyumbatan.

b) Komplikasi kimiawi

Hal ini berhubungan dengan osmolaritas serta komposisi kimiawi cairan nutrisi

enteral yang terlalu tinggi. Rasa mual sampai muntah dan kram perut atau diare

merupakan gejala yang menonjol.

c) Komplikasi bakteriologik

Kontaminasi dengan bakteri gram negatif pada waktu penyediaan nutrisi enteral

atau kantong plastiknya dapat menimbulkan syok septik.

d) Komplikasi metabolic

Dehidrasi hipertonik dapat terjadi bila komposisi nutrisi enteralnya memilki

osmolaritas yang tinggi. Pemberian kadar secara bertahap dapat mengurangi

komplikasi ini.

4) Prosedur teknik pemberian nutrisi enteral / diet sonde

a) Pemilihan sonde

Kekurangan dari sonde-sonde ini selain diameternya besar, sonde mudah menjadi

kaku setelah zat pelemasnya habis (setelah 24 jam pemakaian), juga tidak tahan

terhadap pengaruh cairan lambung maupun duodenum. Sonde yang menjadi kaku

akan sangat mengganggu penderita karena selain terasa tidak enak juga dapat

menimbulkan erosi atau perlukaan saluran napas atau saluran cerna. Saat ini

sonde-sonde yang dipakai untuk nutrisi enteral terbuat dari silikon atau poliuretan

yang selain diameternya kecil (2,5 mm), kelemasan dan kelenturannya bertahan

lama serta tahan terhadap pengaruh cairan lambung dan cairan duodenum.

b) Teknik pemberian nutrisi enteral

Teknik pemberian secara tetes merupakan yang paling aman. Pola lama yang

memberikan scara bolus mengandung banyak komplikasi berupa muntah,

regurgitasi sampai aspirasi ke dalam paru, terutama pada penderita yang

kesadarannya menurun atau pada penderita yang berbaring. Guna mengurangi

komplikasi-komplikasi di atas, sebaiknya penderita diposisikan setengah duduk

selama pemberian nutrisi enteral. Untuk menjaga ketepatan dan ketetapan tetes

cairan nutrisi enteral dapat digunakan portable pump. Guna menjaga toleransi

penerimaan usus, kadar cairan nutrisi enteral sebaiknya dinaikkan secara

bertahap. Dimulai dengan pengenceran ½ pada hari pertama, kemudian

pengenceran 2/3 pada hari kedua dan takaran penuh pada hari ketiga dan

seterusnya, sambil mengawasi dan mengevaluasi keluhan maupun gejala-gejala

yang timbul.

c) Kebutuhan kalori

Kebutuhan metabolisme basal dapat dihitung dengan indeks BROCA, sebagai

berikut : BMR = Indeks stress (tinggi badan – 100) x 20

Indeks stress : - paska bedah + 10% BMR- fraktur multiple + 25-30% BMR

+10%- sepsis, tiap kenaikan 1 BMR

Jadi, seorang dengan tinggi badan 165 cm tanpa stress memiliki BMR (165-

100)x20 = 1300 kkal. Dengan menambah 10-20% dari kebutuhan BMR dapat

diperoleh kebutuhan kalori pada saat aktivitas yang sangat terbatas. Sedangkan

pada suatu keadaan katabolik yang tinggi diperlukan penambahan 30-100% dari

kebutuhan BMR.

d) Pemantauan

Kemajuan atau kemunduran keadaan umum penderita dievaluasi setiap harinya

termasuk keseimbangan cairan dan elektrolitnya bila ada fasilitas. Pengukuran

berat badan atau lingkar lengan atas (LLA) setiap minggu merupakan parameter

yang objektif.

Selain itu, pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan, antara lain:

Darah : Hb, Hmt, leukosit

b. Serum : glukosa, ureum, protein total, albumin total

c. Volume dan urin rutin

Diet enteral mempunyai efek enterotropik indirek dengan menstimulasi hormon

usus seperti gastrin, neurotensin, bombesin, enteroglucagon. Gastrin mempunyai

efek tropik pada lambung, duodenum dan colon sehingga dapat mempertahankan

integritas usus,mencegah atrofi mukosa usus dan translokasi bakteri, memelihara

gut-associated lymphoid tissue (GALT) yang berperan dalam imunitas mukosa

usus.

5) Manfaat dari pemberian nutrisi enteral antara lain:

a) Mempertahankan fungsi pertahanan dari usus

b) Mempertahankan integritas mukosa saluran cerna

c) Mempertahankan fungsi-fungsi imunologik mukosa saluran cerna

d) Mengurangi proses katabolic

e) Menurunkan resiko komplikasi infeksi secara bermakna

f) Mempercepat penyembuhan luka

g) Lebih murah dibandingkan nutrisi parenteral

h) Lama perawatan di rumah sakit menjadi lebih pendek dibandingkan dengan

Nutrisi Parenteral

c. Nutrisi Parenteral

Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung

melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernaan. Berdasarkan cara pemberian

Nutrisi Parenteral dibagi atas (ASPEN, 1995):

1) Nutrisi Parenteral Sentral.

2) Nutrisi Parenteral Perifer.

1) Indikasi nutrisi parenteral, yaitu:

a) Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia

intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi usus halus.

b) Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat, status

preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri

mesenterika, diare berulang.

c) Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo-

obstruksi dan skleroderma.

d) Kondisi dimana jalur enteral tidak dimungkinkan seperti pada gangguan makan,

muntah terus menerus, gangguan hemodinamik, hiperemesis gravidarum.

Pemberian nutrisi parenteral secara rutin tidak direkomendasikan pada kondisi-

kondisi klinis sebagai berikut, yaitu:

a) Pasien-pasien kanker yang sedang menjalankan terapi radiasi dan kemoterapi.

b) Pasien-pasien preoperatif yang bukan malnutrisi berat.

c) Pankreatitis akut ringan.

d) Kolitis akut.

e) AIDS.

f) Penyakit paru yang mengalami eksaserbasi.

g) Luka bakar.

h) Penyakit-penyakit berat stadium akhir (end-stage illness).

Pemberian nutrisi hanya efektif untuk pengobatan gangguan nutrisi bukan

untuk penyebab penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit

memegang peranan penting dalam menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi

parenteral. Sebagai contoh pada orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih

membutuhkan penanganan dini dibandingkan dengan orang-orang yang menderita

kelaparan tanpa komplikasi. Pasien-pasien dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas

seperti pada luka dan fistula juga sangat rentan terhadap defisit zat nutrisi sehingga

membutuhkan nutrisi parenteral lebih awal dibandingkan dengan pasien-pasien yang

kebutuhan nutrisinya normal.

Secara umum, pasien-pasien dewasa yang stabil harus mendapatkan dukungan

nutrisi 7 sampai dengan 14 hari setelah tidak mendapatkan nutrisi yang adekuat

sedangkan pada pasien-pasien kritis, pemberian dukungan nutrisi harus dilakukan

dalam kurun waktu 5 sampai dengan 10 hari (ASPEN, 2002). Nutrisi Parenteral pada

pasien anak-anak diberikan lebih awal dibandingkan dengan pasien-pasien dewasa,

biasanya 1 hari setelah lahir pada neonatus dan bayi dengan berat badan lahir yang

rendah, dan antara 5 sampai 7 hari bagi anak-anak yang lebih dewasa yang tidak

dapat mencukupi kebutuhan nutrisinya hanya melalui oral maupun enteral (ASPEN,

2002; Ziegler et al, 2002).

Nutrisi parenteral (NPE) diberikan untuk mencukupi sumber nutrien essensial

tanpa menggunakan traktus gastrointestinal yaitu secara intravena (Askandar, 2001).

NPE dapat dibedakan menjadi NPE parsial (NPE-P) dan NPE total (NPE-T) dapat

melalui vena perifer atau sentral. Nutrisi parenteral total (TPN) diberikan pada

penderita dengan gangguan proses menelan, gangguan pencernaan dan absorbsi

(Bozzetti, 1989; Baron, 2005; Shike 1996; Mahon, 2004; Trujillo, 2005). Tumor

yang mengenai sistem pencernaan atau tindakan yang melibatkan sistem pencernaan

sehingga terjadi gangguan proses menelan dan pencernaan merupakan indikasi

pemberian NPE. Dalam pemberian NPE pertimbangkan jenis larutan yang

dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan makro dan mikronutrien, perhatikan

osmolaritas larutan (sebaiknya kurang dari 800-1000 mOsm/l dan bila tidak mungkin

lakukan infus cabang) (Askandar, 2005; Trujillo, 2005).

2) Hal-hal yang harus diperhatikan

a) Insersi subklavia: infeksi lebih jarang dibanding jugular interna dan femoral.

b) Keahlian operator dan staf perawat di ICU mempengaruhi tingkat infeksi.

c) Disenfektan kulit klorheksidin 2% dalam alkohol adalah sangat efektif.

d) Teknik yang steril akan mengurangi resiko infeksi.

e) Penutup tempat insersi kateter dengan bahan transparan lebih baik.

f) Kateter sekitar tempat insersi sering diolesidengan salep antimikroba.

g) Penjadwalan penggantian kateter tidak terbukti menurunkan sepsis.

5. Kebutuhan Energi

Energi expanditure harus dihitung agar keseimbangan nitrogen yang lebih baik dapat

dicapai dan dipertahankan. Metode yang digunakan untuk menghitung kebutuhan energi ada dua

cara yaitu dengan rumus Harris-Benedict dan indirect-calorimetry dengan expired gas analysis.

Harris-Benedict mengkalkulasikan kebutuhan energi seseorang dalam keadaan istirahat,

nonstres, setelah puasa overnigt. Pada keadaan metabolic-stress, maka harus dikalikan stress

faktor. Penggunaan klinis sehari-hari nilai BEE = 25-30 k cal/Kg/hari tidak jauh berbeda dengan

nilai yang didapat bila digunakan rumus Harris-Benedict. Indirect-calorimetry walaupun

memberi hasil yang lebih akurat tetapi karena membutuhkan pemeriksaan laboratorium,

teknologi, dan biaya mahal; maka jarang digunakan untuk perhitungan sehari-hari.

a. Karbohidrat sebagai Sumber Energi

Beberapa jenis karbohidrat yang lazim menjadi sumber energi dengan perbedaan jalur

metabolismenya adalah glukosa, fruktosa, sorbitol, maltose, dan xylitol. Tidak seperti

glukosa; maltosa, fruktosa, sarbitol, dan xylitol dapat menembus dinding sel tanpa

memerlukan insulin. Meskipun maltosa tidak memerlukan insulin untuk masuk sel, proses

intraselluler mutlak masih memerlukan untuk proses intrasel. Demikian pula pemberian

fruktosa yang berlebihan akan berakibat kurang baik. Oleh karena itu perlu diketahui dosis

aman dari masing-masing karbohidrat :

1) Glikosa (Dektrose) : 6 gram/kgBB/hari.

2) Fruktosa/ Sarbitol : 3 gram/kgBB/hari.

3) Xylitol/ Maltose : 1,5 gram/kgBB/hari.

Campuran glukosa, fruktosa, dan xylitol yang ideal secara metabolik adalah dengan

perbandingan glukosa : fruktosa : xylitol = 4:2:1.

b. Emulsi Lemak Intravena

Pemberian lemak intravena selain sebagai sumber asam lemak esensial (terutama asam

linoleat) juga sebagai substrat sumber energi pendamping karbohidrat terutama pada kasus

stress yang meningkat. Bila lemak tidak diberikan dalam program nutrisi parenteral total

bersama substrat lainnya maka defisiensi asam lemak rantai panjang akan terjadi kira-kira

pada hari ketujuh dengan gejala klinik bertahan sekitar empat minggu. Untuk mencegah

keadaan ini diberikan 500 ml emulsi lemak 10 ml paling sedikit 2 kali seminggu. Asam

lemak esensial berperan dalam fungsi platelet, penyembuhan luka, sintesa prostaglandin dan

immunocompetence. Oleh karena ada keuntungan apabila  diberikan bersama dengan

glukosa sebagai sumber energi dianjurkan 30-40% dari total kalori diberikan dari lemak.

Infus lemak merata 24 jam lebih baik dan lebih dipilih dibanding pemberian intermitten.

Direkomendasikan untuk tidak memberikan lebih dari 60% kalori total diambil dari subtrat

lemak. Sebagai acuan tidak diberikan porsi lemak lebih dari 2 gr/kgBB/hari. Sebaiknya

lakukan pemeriksaan kadar triglised plasma sebelum pemberian emulsi lemak intravena

sebagai data dasar.

Preparat emulsi lemak yang beredar ada dua jenis, konsetrasi 10% (1 kcal/ml) dan

20% (2 kcal/ml) dengan osmolalityas 270-340 m Osmol/L sehingga dapat diberikan  melalui

perifer. Kontraindikasi absolut infus emulsi lemak adalah trigliserid 500 mg/l, kolesterol

400 mg/l. Kontraindikasi relatis : trigeliderid 300-500 mg/l. Kolesterol 300-400 mg/l

gangguan berat faal ginjal dan hepar.

c. Sumber Protein/Asam Amino

Selain kalori dari karbohidrat dan lemak, tubuh memerlukan asam amino untuk

regenerasi sel, enzim, dan visceral protein. Pemberian protein/ asam amino tidak untuk

menjadi sumber energi sehingga pemberian protein/ asam amino harus didukung dengan

kalori yang cukup, agar asam amino yang diberikan ini tidak dibakar menjadi energi

(glukoneogenesis). Sebaiknya tidak memberikan asam amino apabila kebutuhan kalori

belum dipenuhi.

Diperlukan perlindungan 150 kcal  (karbohidrat) untuk setiap gram nitrogen atau 25

kcal untuk tiap gram asam amino. Kalori dari asam amino tidak termasuk dalam perhitungan

kebutuhan kalori. Satu gram N (nitrogen) setara 6,25 gram asam amino atau protein  jika

diberikan protein 1 gram/kg = 50 gram/hari maka diperlukan  karbohidrat (50:6,25) x 150

kcal = 1200 kcal atau 300 gram.

Kebutuhan Mikronutrien

Pemberian kalsium, magnesium, dan fosfat didasarkan kebutuhan setiap hari, masing-

masing;

a) Calcium : 0,2- 0,3 meq/ kg BB/ hari

b) Magnesium : 0,35- 0,45 meq/ kg BB/ hari

c) Fosfat : 30- 40 mmol/ hari

d) Zink : 3-10 mg/ hari

Mikronutrien terdiri dari vitamin, mineral dan frace elemen. Anjuran konsumsi

vitamin adalah vitamin C 300–400 mg/hari, vitamin A (β – carotene) sebagai anti oksidan

25.000 – 50.000 IU, vitamin E 100 – 400 unit/hari sebagai antioksidan. Anjuran konsumsi

kalium, natrium dan chlorida masing-masing 45–145 meq/hari, calcium 60 meq/hari,

magnesium 35 meq/hari, dan fosfat 23 mmol (Trujillo, 2004; Baron, 2005).

Imunonutrien

Perkembangan terbaru dalam tunjangan nutrisi diperkenalkannya immunonutrient.

Tiga grup nutrient utama yang termasuk dalam  immunonutrient adalah:

a) Amino acids (arginine, glutamin, glycin);

b) Fatty acid;

c) Nucleotide.

Nutrisi-nutrisi tersebut memegang peran penting dalam proses peningkatan sistem

imun dan mencegah proses inflamasi untuk proses penyembuhan pada pasien-pasien critical

ill. Kombinasi dari nutrisi tersebut ditambahkan dalam nutrisi pendukung dengan nama

Immune Monulating Nutrition (IMN) atau immunonutrition.

Referensi:

http://stetoskopmerah.blogspot.com/2009/04/konsep-dasar-nutrisi-parenteral.html [10 November

2012].

Askandar Tjokroprawiro. (2001). Parenteral Nutrition in Patient with Diabetes Mellitus

(experiences In Clinicqal Practice). In: Syposium New In Sights into the Rationale

Parenteral Nutrition in Clinical Practice. Editor. Askandar Tjokroprawiro, Hendromartono,

Ari Sutjahjo, Hans Tandra, Agung Pranoto, Sri Murtiwi, Soebagiyo Adi. Mei 2001, hlm.

1-18.

Baron RB (2005): Nutrition. In: Current Medical Diagnosis and Treatment 44th ed editors :

Tierney LM, Phee SJ, Papadiks MA, McGraw-Hill New York, pp 124-1242.

Boediwarsono (2006): Terapi Nutrisi Pada Penderita Kanker. Dalam: Naskah Lengkap Surabaya

Hematology Oncology Update IV. Medical Care of the Cancer Patient, editor:

Boediwarsono, Soegianto, Ami Ashariati, Made Putra Sedana, Ugroseno. Hlm 134-141.

Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis:Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.

Klein S (2004): Protein – Energy Malnutrition. In: Cecil Textbook of Medicine 22nd ed editors:

Goldman L, Ausiello D. Saunders Philadelphia pp 1315 – 1318.

Otsuka. 28 Februari 2009. Nutrisi Enteral. http://www.otsuka.co.id/?

content=article_detail&id=26&lang=id . PT Otsuka Indonesia. [14 November 2012].

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Mahasiswa yang aktif : Ahdya Islaha W. (082310101055)

Mahasiswa yang kurang aktif : Agung Maulana (082310101070)