cetak draff buku 2019 membangun perilaku caring …repository.unair.ac.id/91826/1/buku 2019...

142
! "#$%

Upload: others

Post on 29-Feb-2020

49 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

iv

PRAKATA Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdullillah segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku Perilaku Caring Perawat Profesional. Tanpa karunia-Nya, Alhamdulillah buku ini terselesaikan tepat waktu mengingat tugas dan kewajiban lain yang bersamaan hadir.

Buku ini ditulis berdasarkan keinginan penulis setelah membaca beberapa referensi hasil penelitian, membimbing disertasi, tesis dan skipsi mahasiswa. Berdasarkan hal tersebut, penulis berusaha menyusun buku ini mengacu pada kebutuhan saat ini akan sosok perawat yang diharapkan dalam dunia kerja.

Proses penyelesaian buku ini juga tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Rektor Universitas Airlangga, Ketua Pusat Inovasi Pembelajaran dan Sertifikasi (PIPS), Dekan Fakultas Keperawatan, dan segenap civitas akademik Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga atas kemudahan dan support yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kesempunaan, untuk itu, sangat mengharapkan kitik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan penulisan buku selanjutnya, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca.

Wasalamu’alaikum Wr.Wb.

Surabaya, 1 April 2019 Penulis,

Dr. Kusnanto, S. Kp., M. Kes.

v

DAFTAR ISI

Prakata……………………………………………………………………………… iv Daftar Isi………………………..………………………..……………………….. v BAB 1 KEPERAWATAN PROFESIONAL………………………………………………..…………………. 1

1.1 Perawat dan Keperawatan………..…………………..….. 1 1.2 Praktik Keperawatan Profesional………..……………… 19 1.3 Praktik Keperawatan Mandiri………..…………………… 32 1.4 Hak dan Kewajiban Perawat………..…………………..… 47 1.5 Pengembangan, Pembinaan dan Pengawasan……. 49 1.6 Organisasi Profesi………..…………………..………..………. 51 1.7 Koligium Keperawatan………..…………………..…………. 51 1.8 Konsil Keperawatan……………………………………………. 54

BAB 2 MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN………..……………… 57 2.1 Pengertian Mutu Pelayanan Keperawatan………….. 57 2.2 Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan………..…… 58 2.3 Kepuasan………..…………………..…..………..……………….. 64

BAB 3 CARING………..…………………..…..………..…………………..….. 73 3.1 Pengertian Caring………..…………………..…..………..….. 73 3.2 Perkembangan Teori Caring………..…………………..…. 78 3.3 Dimensi Caring menurut K.M Swanson………..……… 91 3.4 Komponen caring menurut Swanson………..………… 102 3.5 Caring dalam Praktik Keperawatan………..…………… 103 3.6 Perilaku Caring………..………………..………………..……… 105 3.7 Faktor-Faktor Mempengaruhi Perilaku Caring……. 106 3.8 Faktor Pembentuk Perilaku Caring………..……………. 107 3.9 Perilaku Caring pada Praktik Keperawatan…………. 109 3.10 Proses Keperawatan pada Teori Caring………….…. 113 3.11 Persepsi Perawat pada Perilaku Caring………….…. 115 3.12 Persepsi Klien pada Caring……………………………….. 117

vi

3.13 Manfaat Caring……………………………………………….. 119 3.14 Pengukuran Perilaku Caring…………………………….. 121

Lampiran Instrumen Caring Swanson……………………………….. 129 Daftar Pustaka………………………………………………………………….. 132

1

BAB 1

KEPERAWATAN PROFESIONAL

1.1 Perawat dan Keperawatan

Tuntutan masyarakat saat ini dan pembangunan dimasa

mendatang akan terus meningkt seiring perkembangan zaman,

terutama pada pembangunan bidang kesehatan, ilmu

pengetahuan, dan teknologi pada bidang kesehatan dan

keperawatan secara holistik, sehingga perlu dilakukan

perubahan persepsi yang mendasar dalam bidang keperawatan

dan semua aspek terutama pada penataan praktik keperawatan

dan penataan pendidikan keperawatan. Penekanan pendidikan

bukan lagi hanya pada penguasaan keterampilan melaksanakan

asuhan keperawatan sebagai bagian dari pelayanan medik, akan

tetapi pada penumbuhan dan pembinaan sikap dan

keterampilan professional seorang perawat disertai dengan

landasan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu keperawatan yang

memadai.

Proses keperawatan sudah ada sejak zaman Nabi

Muhammad SAW. Seorang putri tabib yaitu Siti Rufaidah pada

saat itu telah memberikan perawatan dan pelayanan pada

korban–korban perang. Nilai-nilai keperawatan yang saat ini

2

sangat diperlukan seperti ramah dan beretika sudah

ditumbuhkan sejah zaman itu termasuk cara melayani dan

membantu orang lain. Siti Rufaidah dianggap sebagai perawat

pertama wanita pertama yang dikenal di dunia pelayanan

kesehatan karena sifat dan tindakan yang telah dilakukan pada

orang lain.

Setiap tindakan yang telah dilakukan selalu dicatat

sehingga dapat diketahui kembangan dari korban yang

dirawatnya, namun, akibat perang semua dokumen lenyap

sehingga Siti Rufaida tidak meninggalkan catatan tentang

dirinya sebagai perawat yang berarti, termasuk cerita tentang

Rufaida sendiri. Pada perang Crimea, Florence Nightingale

muncul dan melakukan kegiatan yang sama, Florence

melakukan pencatatan dari seluruh proses pelayanan yang telah

dilakukan pada korban perang.

Masa sebelum perang dunia II, diinspirasikan oleh ajaran

agama sehingga dasar pelayanan keperawatan dititik beratkan

kepada pengaduan sebagai ungkapan cinta bersama. Sasaran

pelayanan diberikan pada orang yang sakit dan kegiatan

pelayanan dilakukan untuk menolong agar seseorang sembuh

dari sakitnya. Pada zaman itu tenaga perawat jumlahnya sangat

sedikit bahkan tenaga perawat tanpa dibekali dengan

pendidikan formal, hanya dengan “magang”. Pada zaman

3

tersebut “role model” sangat diperlukan dan pengalaman

praktik langsung yang diutamakan. Guna memenuhi kebutuhan

dasar maka ruang lingkup pelayanan perawatan lebih bersifat

kuratif dari pada promotif dan preventif.

Ibu keperawatan yang dikenal dengan the Lady with the

Lamp yaitu Florence Nightingale (1820-1910), putri dari William

Nightingale seorang tuan tanah kaya di Derbyshire, London, Inggris

adalah tokoh pembaharu perawatan pada masa itu, bahkan

sering disebut ibu perawatan. Kasih sayang dan perhatian selalu

diberikan pada orang korban perang, Florence sangat

memperhatikan lingkungan yang bersih, nyaman, memiliki

ventilasi yang baik, bahkan Florence mengkampanyekan

kebersihan lingkungan sebagai hal yang utama kepada korban

perang. Kebutuhan nutrisi juga mejadi hal yang sangat penting

dan harus dipenuhi untuk meningkatkan daya tahan tubuh para

korban sehingga proses penyembuhan dapat lebih cepat.

Semua korban terluka akibat perang dicermati dan diobservasi

sepanjang waktu termasuk malam hari, sehingga Florence juga

dikenal sebagai bidadari berlampu yang menolong di gelap gulita.

Melalui catatan yang ditinggalkan dan dipelajari oleh

ahli-ahli keperawatan pada dekade sesudahnya, Florence

Nightingale yang disebut sebagai pionir keperawatan modern

telah menanamkan prinsip-prinsip dasar keperawatan yang

4

berfokus pada sikap caring terhadap pasien. Prinsip dasar

tersebut menekankan kegiatan modifikasi lingkungan penting

bagi kesembuhan seorang pasien. Konsep dan prinsip ini

menjadi landasan yang perlu ditumbuh kembangkan dalam

tindakan mandiri keperawatan dan sebagai intervensi utama

dalam keperawatan, dengan caring tidak hanya aspek fisik yang

kita berikan tetapi juga aspek psikologis yang sangat dibutuhkan

oleh pasien. Sejak saat itu banyak sekolah keperawatan yang

didirikan oleh Rumah sakit (RS), untuk memenuhi kebutuhan

perawat dan penyelenggaraan sekolah perawat berbasis RS.

Florence Nightingale menyadari bahwa sekolah perawat

atau pendidikan perawat sangat penting sebagai media untuk

mendidik para calon perawat. Seorang perawat harus

berbudiluhur, berpengetahuan luas dan terampil dalam

melaksanakan perawatan sehingga perlu diberikan

pengetahuan, keterampilan dan pembinaan mental, melalui

pendidikan memadai dan Florence Nightingale telah

menetapkan struktur dasar pada pendidikan seorang perawat.

Struktur dasar pendidikan perawat yang dibangun oleh

Florence, yaitu menentukan tujuan dari pendidikan perawat

dalam merawat pasien yang membutuhkan dan menetapkan

pengembangan pengetahuan yang harus dimiliki oleh calon

seorang perawat.

5

Disamping itu Florence Nightingale juga memiliki ide bahwa

seorang perawat harus dipersiapkan pendidikan khusus, yaitu

sebagai perawat pelaksana, perawat administrator ataupun

perawat supervisor. Jam kerja perawat juga perlu diperhatikan

karena kondisi yang ada jam perawat berlangsung 12 jam/ hari

dan 7 hari/ minggu, dan pendapatan perawat juga perlu

ditingkatkan mengingat beban dan tanggung jawab mereka

yang begitu tinggi. Secara menyeluruh perkembangan perawat

sejak zaman Florence Nightingale hingga pecah perang dunia II

dinilai masih sangat kecil atau hampir tidak ada perkembangan

atau perubahan.

Di Indonesia pendidikan keperawatan telah berkembang

sebelum Indonesia merdeka diawali dengan berdirinya Sekolah

perawat pertama yang didirikan di Rumah Sakit PGI Cikini pada

tahun 1916. Sekolah perawat diselenggarakan dengan

mengandalkan para perawat dari Belanda dan beberapa dokter

sebagai pendidik. Para siswa perawat diajari teori tentang

merawat yang kemudian diimplementasikan langsung ke dalam

praktik pada waktu yang bersamaan. Beberapa waktu

kemudian, perkembangan pendidikan keperawatan

berkembang ke beberapa kota seperti Surabaya, Medan dan

Jakarta. Pendidikan yang ada umumnya dikelola oleh perawat

Belanda yang saat itu ditugaskan di rumah sakit tersebut,

6

bahkan sampai tahun 1990an pendidikan keperawatan di St.

Vincentius a Paulo Surabaya dan di Rumah Sakit Katolik

Surabaya masih ada beberapa perawat dari Belanda. Pada saat

itu syarat masuk menjadi seorang siswa perawat harus memiliki

ijazah MULO, pendidikan setingkat dengan Sekolah Menengah

Pertama (SMP). sistem pendidikan Belanda. Sistem

pembelajaran yang diterapkan setiap hari adalah pembelajaran

teori dan praktik. Semua siswa perawat tinggal di asrama

selama sekolah. Sekolah menciptakan calon seorang perawat

yang sangat terampil dan memiliki disiplin yang tinggi.

Setelah tahun 1945 atau setelah kemerdekaan, berbagai

jenis pendidikan perawat di Indonesia yang berbasis RS telah

dikembangkan sesuai kebutuhan masing-masing rumah sakit

untuk menanggulangi permasalahan kesehatan masyarakat

yang ada pada saat itu, seperti pendidikan mantri cacar,

penjenang kesehatan, dan lain-lain, dengan dasar pendidikan

Sekolah Rakyat (SR atau setingkat SD) dan Sekolah Menengah

Pertama (SMP) lama pendidikan perawat bervariasi dari

pendidikan yang hanya 3 bulan sampai dengan 2 tahun.

Berdasarkan Surat Keputusan dari Menteri Kesehatan

no. 32971/Pend/1953 tentang Pendidikan Perawat Diploma A

dan perawat Diploma B, dihasilkan Perawat Umum (A), dan

Perawat Jiwa (B). Pada saat yang sama yaitu tahun 1953, juga

7

didirikan Sekolah Pengatur Rawat (SPR) dengan masa

pendidikan 3 tahun dengan dasar pendidikan SMP.

Pada awal tahun 1960 tercatat ada lebih dari 20 jenis

kategori tenaga perawat dengan dasar pendidikan yang

beraneka ragam dan masa studi yang juga bervariasi serta

dengan kualitas dan tingkat kemampuan yang kurang

terstandar. Pada saat itu perawat dengan jenis pendidikan

apapun diperbolehkan melakukan tindakan tanpa ada batasan

kewenangan yang jelas. Pada tahun 1960 juga banyak perawat

senior Belanda yang bekerja di rumah sakit di Indonesia

meninggalkan Indonesia.

Pada saat yang sama keperawatan di Indonesia mulai

berkembang dari suatu pekerjaan sederhana tanpa konsep yang

jelas dan cenderung berorientasi pada tugas semata (task

oriented), menjadi suatu profesi yang memiliki landasan

keilmuan yang jelas, menggunakan keterampilan berfikir kritis

dan menerapkan perilaku “caring”. Asuhan Keperawatan pada

awalnya berfokus pada penyakit beralih menjadi lebih berfokus

pada respons klien terhadap penyakitnya, sehingga perlu

adanya jenis tenaga perawat berpendidikan lebih tinggi untuk

meningkatkan mutu pelayanan Keperawatan.

Berdasarkan Surat Keputusan no.

67516/Pend/Kab/1962 tahun 1962, Departemen Kesehatan

8

Republik Indonesia telah mengembangkan Pendidikan Akademi

Perawat yang berasosiasi dengan Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo Jakarta. Lulusan dari pendidikan tersebut

diberikan gelar Sarjana Muda Ilmu Perawatan atau BSc. Pada

tahun yang sama (1962) jenjang Pendidikan Tinggi dalam bentuk

Akademi di St. Carolus juga didirikan, yang kemudian dikenal dengan

nama Akademi Perawatan St. Carolus (AKPER St. Carolus). Sejak

diluluskannya Sarjana Muda Ilmu Perawatan, kategori

pendidikan perawat menjadi jenjang pendidikan menengah dan

tinggi yang semuanya berorientasi ke Rumah Sakit.

Pemanfaatan lulusan Akademi Perawat diperluas tidah

hanya sebagai perawat pelaksana namun juga menjadi

pengelola pelayanan di ruang rawat dan tingkat RS, serta

perawat pelaksana di ruang khusus seperti Ruang pemulihan,

ICU, ICCU, dan Bedah (Sejarah keperawatan, 1975). Pimpinan RS

telah merasakan pentingnya tenaga perawat lulusan Akademi

Perawat untuk diberi tanggung jawab dan kewenangan yang

lebih besar. Untuk meningkatkan mutu layanan rumah sakit dan

kemampuan perawat, Pimpinan RS saat itu mengirimkan

beberapa lulusan Akademi Perawat ke Australia, dan Negara

Commonwealth lainnya untuk meningkatkan kompetensinya.

Lokakarya Nasional Keperawatan Indonesia yang

dilakukan tahun 1983 menjadi momentum penting bagi

9

perkembangan keperawatan di Indonesia karena pada

lokakarya tersebut Keperawatan di sepakati sebagai suatu

profesi dan sebagai konsekuensi beberapa upaya telah

dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut, antara lain peralihan

berbagai peraturan pendidikan keperawatan yang semula

ditetapkan oleh Departemen Kesehatan diatur oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, meningkatkan

jenjang pendidikan perawat pada jenjang sarjana, penguatan

organisasi profesi (PPNI), dan lain-lain.

Pada tahun 1985 Pendidikan Tinggi Keperawatan dengan

jenjang S1 Keperawatan di Indonesia didirikan yaitu di Program

Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran-Universitas

Indonesia atau lebih dikenal dengan PSIK FK UI dan tahun 1995

PSIK FK UI berubah status menjadi Fakultas Ilmu Keperawatan

(FIK). Pada awal perkembangannya kurikulum pendidikan S-1

Keperawatan dikemas dalam satu kesatuan dan terintegrasi

antara pendidikan akademik dan pendidikan profesi yang

lulusannya diberi gelar Sarjana Keperawatan yang disingkat

S.Kp. serta diakui sebagai perawat profesional.

Selanjutnya pengelola pendidikan tinggi di Indonesia

bertambah dengan dibukanya Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung (PSIK FK

UNPAD) pada tahun 1994, tahun 2005 berubah status menjadi

10

Fakultas Ilmu Keperawatan UNPAD (FIK UNAPD), dan tahun 2013

Fakultas Ilmu Keperawatan UNPAD berubah nama menjadi Fakultas

Keperawatan (FKep). Pada dekade tahun 1997-2000 berdiri

pendidikan tinggi dengan jenjang sarjana, antara lain:

1. Tahun 1998 PSIK FK Universitas Gadjah Mada didirikan dan

pada tahun 2017 berubah nama menjadi Fakultas

Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan

(FKKMK)

2. Tahun 1998 PSIK FK Universitas Airlangga didirikan dan

tahun 2008 berubah nama menjadi Fakultas Keperawatan

(FKP)

3. Tahun 1999 PSIK FK Universitas Diponegoro,

4. Tahun 1999 PSIK FK Universitas Hasanuddin didirikan dan

tahun 2017 berubah nama menjadi Fakultas Keperawatan

5. Tahun 1999 PSIK FK Universitas Brawijaya didirikan dan

tahun 2017 berubah menjadi Jurusan Keperawatan.

6. Tahun 1999 PSIK FK Universitas Sumatera Utara didirikan

dan tahun 2009 berubah status menjadi Fakultas

Keperawatan

7. Serta perguruan tinggi swasta lainnya seperti Akademi

Perawatan St. Carolus pada tahun 1999 berubah bentuk menjadi

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) Sint Carolus dan mulai

menerima mahasiswa Program S-1 Keperawatan jalur B, yaitu

11

menerima mahasiswa dari lulusan D-III Keperawatan, tahun 2001

Universitas Muhammadiyah Jakarta juga telah

mendapatkan ijin pembukaan Program Studi Ilmu

Keperawatandan.

Saat ini jumlah penyelenggara pendidikan S1

Keperawatan dan profesi ners telah melebihi angka diatas 400,

Program Studi Keperawatan jenjang S1 menerima calon

mahasiswa dari SMU (jalur reguler) dan dari DIII Keperawatan

(alih jenis yaitu dari pendidikan vokasional ke pendidikan

akademik-profesi).

Berdasarkan Surat Keputusan Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan RI no. 310/U/1994 tentang kurikulum yang

berlaku secara nasional dimana pembelajaran pada tahap

akademik dan profesi diintegrasikan menjadi satu kesatuan bagi

perguruan tinggi yang menyelenggarakan program tersebut

lulusannya diberikan gelar Sarjana Keperawatan (S.Kp).

Selanjutnya kurikulum disempurnakan lagi melalui SK nomor

129/U/1998 untuk institusi yang menyelenggarakan program

studi ilmu keperawatan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap

akademik dan tahap profesi. Pada tahap akademik lulusannya

mendapat gelar Sarjana Keperawatan disingkat S.Kep., dan pada

tahap profesi lulusannya mendapat gelar profesi Ners disingkat

Ns. Dengan demikian gelar Sarjana Keperawatan (S.Kp) sebagai

12

hasil dari kurikulum 1985 dan 1994, memiliki makna yang sama

dengan gelar Sarjana Keperawatan dan Ners (S.Kep. Ns) hasil

kurikulum tahun 1998. Dalam perkembangan saat ini kurikulum

yang diberlakukan untuk Progam Studi Keperawatan adalah

mengacu pada Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI),

hal tersebut mengacu pada Peraturan Presiden No. 8 tahun

2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI),

Undang Undang No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,

PP no. 14 tahun 2013 tentang Pengelolaan Pendidikan Tinggi,

Permendikbud 73 tahun 2013 tentang implementasi KKNI, dan

Permendikbud 44 tahun 2015 tentang Standar Nasional

Pendidikan Tinggi (SNDIKTI), serta peraturan lainnya.

Progres keperawatan sebagai profesi saat ini dan masa

yang akan datang dihadapkan pada berbagai tantangan yaitu

berkembang ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan yang

semakin modern, tuntutan kebutuhan masyarakat akan layanan

yang berkualitas dan pengembangan profesi Keperawatan

sebagai profesi yang bermartabat, kian meningkatnya

kompleksitas penyakit yang ada di masyarakat dan respon

pasien terhadap penyakit, pengobatan dan lingkungan yang

berubahannya semakin cepat.

Kondisi tersebut menuntut perawat untuk memberikan

pelayanan yang professional sesuai dengan standar profesi yang

13

telah ditetapkan, sesuai tuntutan dan kebutuhan masyarakat

Indonesia dan Internasional serta tidak terlepas dari kebijakan

nasional dan global. Perawat merupakan suatu profesi yang

mempunyai fungsi autonomi yang didefinisikan sebagai fungsi

independen profesional keperawatan. Fungsi profesional

seorang perawat yaitu membantu mengidentifikasi dan

mendeteksi masalah pasien, menentukan rencana keperawatan

yang bersifat segera serta melakukan tindakan berupa

pemberian asuhan yang tepat dan benar. Dalam undang-

undang nomor 36 tahun 2014 tentang kesehatan dijelaskan

bahwa tenaga keperawatan adalah bagian dari kelompok

tenaga kesehatan. Perawat adalah tenaga kesehatan terbanyak

yang menyebar hingga ke pelosok negeri. Potensi kontribusi

perawat dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

sangat tinggi, mereka berkonstribusi besar dalam system

kesehatan nasional, seperti di Puskesmas, rumah sakit dan

masyarakat.

Dalam undang-undang nomor 38 tahun 2014 tentang

keperawatan telah dijelaskan bahwa Perawat adalah seseorang

yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam

maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai

dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Jenis

Perawat terdiri atas perawat profesi dan perawat vokasi,

14

perawat profesi adalah perawat lulusan dari Program Studi

Profesi Keperawatan (Ners) dan program profesi spesialis

keperawatan (ners spesialis), sedangkan perawat vokasi adalah

perawat lulusan dari Program Studi Keperawatan pada jenjang

Diploma Tiga Keperawatan.

Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib

memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), dalam aturan tersebut

seharusnya STR diberikan oleh Konsil Keperawatan Indonesia

(KKI) setelah memenuhi persyaratan, namun karena Konsil

Keperawatan Indonesia belum terbentuk maka Surat Tanda

Registrasi (STR) sementara diberikan oleh Majelis Tenaga

Kesehatan Indonesia (MTKI). Persyaratan untuk mendapatkan

Surat Tanda Registrasi (STR), meliputi:

1. mempunyai ijazah pendidikan tinggi Keperawatan,

mulai dari DIII Keperawatan, Program Profesi Ners,

Magister Keperawatan, Spesialis Keperawatan maupun

Program Doktor Keperawatan

2. mempunyai Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi,

yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi bersama

Organisasi Profesi (PPNI) dan merupakan pengakuan

untuk melakukan praktik profesi yang diperoleh lulusan

pendidikan profesi

15

3. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari

dokter

4. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan

sumpah/janji profesi, hal ini didapat pada saat

pelantikan profesi setelah menyelesaikan program

profesi

5. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan

ketentuan etika profesi, hal ini penting karena etika

profesi sebagai dasar mengatur hubungan antara

perawat, klien, tenaga kesehatan lain, masyarakat dan

profesi keperawatan.

Surat Tanda Registrasi yang telah dimiliki oleh seorang

perawat berlaku untuk 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi

ulang setiap 5 (lima) tahun sekali. Persyaratan untuk Registrasi

ulang antara lain :

1. mempunyai Surat Tanda Registasi yang lama

2. mempunyai Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi

dari institusi penyelenggara program profesi

3. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental

dari dokter

4. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan

ketentuan etika profesi yang telah ditetapkan

16

5. telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau

vokasi di bidangnya yang dibuktikan dengan surat

pengalaman kerja

6. memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan,

pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya

Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib

memiliki izin, Izin diberikan dalam bentuk Surat Ijin Paktik

Perawat (SIPP). SIPP diberikan oleh Pemerintah Daerah

kabupaten/kota (PEMDA/PEMKOT) atas rekomendasi pejabat

kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat Perawat

dalam menjalankan praktiknya. SIPP hanya berlaku untuk 1

(satu) tempat praktik. SIPP diberikan kepada Perawat paling

banyak untuk 2 (dua) tempat, misalnya perawat A bekerja di RS

X maka yang bersangkutan masih berhak untuk mendapatkan

SIPP dalam praktik mandiri.

Untuk mendapatkan SIPP Perawat harus melampirkan:

1. salinan STR yang masih berlaku

2. rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat (PPNI) dan

3. surat pernyataan memiliki tempat praktik atau surat

keterangan dari pimpinan Fasilitas Pelayanan

Kesehatan.

17

SIPP masih berlaku apabila:

1. STR masih berlaku dan

2. Perawat berpraktik di tempat sebagaimana tercantum

dalam SIPP.

SIPP tidak berlaku apabila:

1. dicabut berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-

undangan

2. habis masa berlakunya

3. atas permintaan Perawat atau

4. Perawat meninggal dunia.

Perawat dari Warga Negara Asing yang akan menjalankan

praktik di Indonesia harus mengikuti evaluasi kompetensi, untuk

memastikan kompetesni yang dimiliki. Evaluasi kompetensi

dilakukan melalui:

1. penilaian kelengkapan administratif dan

2. penilaian kemampuan untuk melakukan praktik.

Kelengkapan administratif paling sedikit terdiri atas:

1. penilaian keabsahan ijasah dilakukan oleh menteri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

pendidikan

2. surat keterangan sehat fisik dan mental dan

3. surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan

ketentuan etika profesi.

18

Evaluasi keterampilan untuk melakukan praktik dinyatakan

dengan surat keterangan telah mengikuti program evaluasi

kompetensi dan Sertifikat Kompetensi. Perawat Warga Negara

Asing harus memenuhi persyaratan lain sesuai dengan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Perawat Warga Negara Asing yang sudah mengikuti

proses evaluasi kompetensi dan yang akan melakukan praktik di

Indonesia harus memiliki STR Sementara dan SIPP. STR

sementara bagi Perawat Warga Negara Asing berlaku selama 1

(satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun

berikutnya. Perawat Warga Negara Asing yang akan melakukan

Praktik Keperawatan di Indonesia berdasarkan atas permintaan

pengguna Perawat Warga Negara Asing dan ditujukan untuk

meningkatkan kedudukan Perawat Indonesia. SIPP bagi Perawat

Warga Negara Asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat

diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun berikutnya.

Perawat warga negara Indonesia lulusan luar negeri yang

akan melakukan Praktik Keperawatan di Indonesia harus

mengikuti proses evaluasi kompetensi, Proses evaluasi

kompetensi dilakukan melalui penilaian kelengkapan

administratif dan penilaian kemampuan untuk melakukan

Praktik keperawatan. Kelengkapan administratif paling sedikit

terdiri atas:

19

1. penilaian keabsahan ijazah dilakukan oleh menteri yang

bertanggung jawab di bidang pendidikan, yaitu

kemenristekdikti

2. surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter; dan

3. surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan

ketentuan etika profesi sesuai dengan format yang telah

disediakan

Sedangkan untuk penilaian kemampuan dalam

melakukan praktik dilakukan melalui Uji Kompetensi sesuai

dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Perawat warga negara Indonesia lulusan luar negeri

yang telah lulus Uji Kompetensi dan akan melakukan Praktik

Keperawatan di Indonesia memperoleh STR. STR diberikan oleh

Konsil Keperawatan sesuai dengan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan. Perawat warga negara Indonesia lulusan

luar negeri yang akan melakukan Praktik Keperawatan wajib

memiliki SIPP sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.

1.2 Praktik Keperawatan Profesional

Kondisi keperawatan saat ini dan prediksi pada masa

yang akan datang dihadapkan pada berbagai tantangan

berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan

serta modernisasi menuntut para praktisi pelayanan untuk

20

dapat menyesuaikan. Saat ini kita sudah memasuki era industri

4.0, kalau profesi keperawatan tidak dapat menyesuaiakan

dengan perkembangan yang ada maka akan ketinggalan.

Tuntutan masyarakat akan pelayanan yang cepat, dengan

teknologi modern sudah menjadi kebutuhan kompleksitas

penyakit dengan berbagai macam penyebab serta respon pasien

terhadap penyakit, pengobatan dan lingkungan yang bervariatif

menjadikan pertimbangan dalam menyusun strategi pelayanan

yang paripurna.

Adanya dampak dan tuntutan globalisasi seperti : 1)

MRA yang ditandatangani oleh Menteri Perdagangan pada

tahun 2006, hal ini menjadi peluang bagi perawat Indonesia

untuk bekerja di luar negeri khususnya di Negara ASEAN ; 2)

ASEAN Community yang menekankan kesetaraan standar

pendidikan dan pelayanan bidang kesehatan serta keterbukaan

pasar kerja dan 3) kesempatan kerja yang tersedia sampai tahun

2020 sebesar 1.5 juta tenaga perawat terutama di USA, Eropa

dan Australia belum termasuk di Timur Tengah. Sampai saat ini

peluang perawat untuk bekerja di luar negeri sangat besar,

Jepang, Jerman, Belanda, Timur Tengah dan Negara-negara

yang lainnya membutuhkan banyak perawat dari Indonesia, hal

ini terjadi karena di beberapa negara telah terjadi perubahan

demografi, dimana jumlah usia lanjut mengalami peningkatan

21

dan dibutuhkan tenaga perawat untuk dapat memberikan

pelayanan keperawatan baik di rumah, panti, maupun di rumah

sakit-rumah sakit.

Dalam sejarah keperawatan di Indonesia, dimana pada

tahun 1983 telah dilakukan Lokakarya Nasional Keperawatan

Indonesia yang merupakan momentum penting bagi

perkembangan keperawatan di Indonesia karena pada saat itu

telah ditetapkan Keperawatan sebagai profesi dan

mengamanahkan agar semua kegiatan pengembangan

keperawatan diarahkan kepada pemenuhan kriteria profesi,

antara lain : ilmu pengetahuan keperawatan harus diperjelas,

ilmu pengetahuan keperawatan ditumbuh kembangkan pada

pendidikan tinggi, dan pendidikan tingi keperawatan harus

dikembangkan tidak hanya pada alevel jenjang Sarjana, namun

pendidikan Magister dan level Doktoral juga harus di

kembangkan di Indonesia, pelayanan professional dengan

pendekatan ilmiah yaitu proses keperawatan harus

ditingkatkan terus, Organisasi profesi tetap diperkuat,

pengakuan keperawatan sebaai profesi harus diperjuangkan

melalui payunghukum yang kuat, dan lain-lain. Konsesus ini

disertai dengan adanya perubahan berbagai regulasi pendidikan

keperawatan, pendidikan keperawatan yang tadinya berada

dibawah dan diatur oleh Departemen Kesehatan selanjutnya

22

dibawah dan diatur oleh Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Pendidikan keperawatan yang semula ada di

jenjang SPK (setara SMA) dan D III (vokasi) dikembangkan

menjadi pendidikan tinggi pada jenjang S1 Keperawatan dengan

Profesi Ners, S2 Keperawatan, Spesialis Keperawatan dan S3

Keperawatan.

Perawat pada masa kini dan yang akan datang harus

mampu tumbuh dan berkembang untuk memenuhi kebutuhan

sistem layanan kesehatan yang berubah drastis. Mereka

memerlukan keterampilan dalam teknologi, komunikasi, dan

hubungan interpersonal agar menjadi anggota tim layanan

kesehatan kolaboratif yang efektif.

Lahirnya undang-undang Keperawatan no 38 tahun 2014

semakin memperkuat pengakuan keperawatan di Indonesia

sebagai suatu profesi. Pada undang-undang Keperawatan

Keperawatan telah ditetapkan bahwa keperawatan adalah

kegiatan pemberian asuhan yang profesional kepada individu,

keluarga, kelompok, atau masyarakat, yang tidak hanya dalam

dalam keadaan sakit tetapi juga dalam keadaan sehat.

Pelayanan Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan

yang profesional, bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan

dalam pemberian pelayanan harus didasarkan pada ilmu dan

kiat Keperawatan. Praktik Keperawatan merupakan pelayanan

23

yang dilakukan oleh seorang Perawat dalam bentuk Asuhan

Keperawatan yang profesional dengan pendekatan ilmiah yaitu

proses keperawatan. Asuhan Keperawatan adalah rangkaian

interaksi seorang Perawat pofesional dengan Klien dan

lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan

dan kemandirian Klien dalam merawat dirinya. Pemenuhan

kebutuhan dan memandirikan klien merupakan esensi dari

asuhan yang sesungguhnya. Perawat professional dapat

melaksanakan Praktik Keperawatan tidak hanya pada Fasilitas

Pelayanan Kesehatan namun juga namun juga dapat

menjalankan praktik mandiri.

Dalam menjalankan praktik profesi, seorang perawat

professional harus patuh pada Kode etik profesi keperawatan,

standar pelayanan keperawatan, standar profesi perawat, dan

standar prosedur operasional yang merupakan esensi dari

Praktik Keperawatan professional.

Dalam menyelenggarakan Praktik profesi, Perawat

berfungsi sebagai:

1. pemberi Asuhan Keperawatan yang professional karena

perawat utama perawat adalah care provider;

2. penyuluh dan konselor bagi Klien yang menjadi

tanggungjawabnya, hal ini sesuai dengan peran perawat

sebagai educator dan health promotor;

24

3. pengelola Pelayanan Keperawatan, sebagai

implementasi atas peran perawat sebagai manager dan

leader ;

4. peneliti Keperawatan guna mengembangkan ilmu

pengetahuan keperawatan dan meningkatkan praktik

keperawatan;

5. pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang

karena riilnya adalah waktu kerja perawat yang relatif

lebih lama dalam pelayanan;

6. pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu,

mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat luas.

Fungsi tersebut dapat dilaksanakan secara bersama antar

perawat atau dengan tim kesehatan lain ataupun dapat

dilaksanakan sendiri-sendiri oleh perawat tersebut.

Pelaksanaan tugas Perawat harus dilaksanakan secara

bertanggungjawab, professional serta dapat

dipertanggungjawabkan.

Seorang perawat professional dalam menjalankan

fungsinya sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang

upaya kesehatan perorangan, maka kewenangan yang diberikan

adalah:

1. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik,

meliputi bio, psiko, social, spiritual dan kultural

25

2. menetapkan diagnosis Keperawatan dengan benar dan

tepat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (SDKI)

3. merencanakan tindakan Keperawatan, mengacu pada inti

pemasalah sesuai dengan standar (SIKI)

4. melaksanakan tindakan Keperawatan sesuai dengan

rencana yang telah dibuat

5. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan untuk

mengetahui efektivitas dan efisiensi dari asuhan yang

diberikan

6. melakukan rujukan, apabila klien membutuhkannya

7. memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai

dengan kompetensi

8. memberikan konsultasi Keperawatan dan berkolaborasi

dengan dokter serta tenaga kesehatan lainnya dalam tim

pelayanan

9. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling sesuai

kebutuhan klien

10. melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada Klien

sesuai dengan resep tenaga medis atau obat bebas dan

obat bebas terbatas dengan penuh kehati-hatian.

Seorang perawat professional dalam menjalankan

fungsinya sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang

26

upaya kesehatan masyarakat, sesuai dengan undang-undang

keperawatan, memiliki kewenangan:

1. melakukan pengkajian Keperawatan kesehatan

masyarakat baik di tingkat keluarga maupun kelompok

masyarakat;

2. menetapkan permasalahan Keperawatan kesehatan

masyarakat secara objektif;

3. membantu penemuan kasus penyakit yang ada di

masyarakat;

4. merencanakan tindakan Keperawatan kesehatan

masyarakat secara komprehensif;

5. melaksanakan tindakan Keperawatan kesehatan

masyarakat secara paripurna;

6. melakukan rujukan kasus apabila diperlukan;

7. mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan kesehatan

masyarakat untuk efektivitas dan efisiensi dari hasil

asuhan yang diberikan;

8. melakukan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan

kondisi dan kemampuan masyarakat;

9. melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan

masyarakat sebagai bentuk perlindungan pada

masyarakat;

27

10. menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan

masyarakat agar pelayanan yang diberikan lebih optimal

dan komprehensif;

11. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling pada

masyarakat;

12. mengelola kasus yang ditemukan di masyarakat; dan

13. melakukan penatalaksanaan Keperawatan

komplementer dan alternatif dengan aman dan

terstandar.

Seorang perawat professional dalam melaksanakan

fungsinya sebagai penyuluh dan konselor bagi Klien, maka

kewenangan yang diberikan pada Perawat, sebagai berikut:

1. melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik di

tingkat individu dan keluarga serta di tingkat kelompok

masyarakat, misalnya kelompok balita, remaja, lansia,

dan lain-lain;

2. melakukan pemberdayaan masyarakat secara optimal;

3. melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan

masyarakat sebagai wujud perlindungan pada

masyarakat;

28

4. menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan

masyarakat agar pelayanan yang diberikan lebih optimal

dan komprehensif; dan

5. melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling sesuai

dengan keilmuan keperawatan.

Seorang perawat professional dalam melaksanakan

fungsinya sebagai seorang Pengelola Pelayanan Keperawatan,

maka kewenangan yang diberikan adalah:

1. melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan

secara objektif;

2. merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi

Pelayanan Keperawatan yang diberikan;

3. mengelola kasus yang ada dengan benar dan tepat.

Seorang perawat professional dalam melaksanakan

fungsinya sebagai seorang Peneliti Keperawatan, maka

kewenangan yang diberikan antara lain:

1. melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika

dalam penelitian;

2. menggunakan sumber daya pada Fasilitas Pelayanan

Kesehatan atas izin pimpinan dimana perawat tersebut

bekerja atau menjalankan praktik; dan

29

3. menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai

dengan etika profesi dan ketentuan peraturan

perundang-undangan, artinya lolos uji etik sebelum

kegiatan peneliatian dilakukan.

Pada saat menjalankan tugas, seorang perawat juga

memiliki fungsi menjalankan tugas berdasarkan pelimpahan

wwenang terutama dalam melakukan tindakan medis,

pelaksanaan fungsi perawat berdasarkan pelimpahan

wewenang hanya dapat diberikan secara tertulis oleh tenaga

medis, yaitu dokter. Pemberian pelimpahan wewenang dari

tenaga medis kepada seorang perawat dapat dilakukan secara

delegatif atau mandat. Pada saat perawat menerima

pelimpahan wewenang secara delegatif untuk melakukan

tindakan medis dari tenaga medis tentunya dengan disertai

pelimpahan tanggung jawab, misalnya ada obat yang harus

diberikan pada pasien maka perawat harus memahami betul

prinsip 5 benar dalam memberikan obat tersebut, perawat

harus paham tentang kemungkinan efek samping dai obat yang

akan diberikan pada pasien, dan lain-lain, sehingga seorang

perawat harus hati-hati dalam melakukan tindakan pelimpahan

wewenang tersebut. Dengan demikian pelimpahan wewenang

secara delegatif k dapat diberikan dengan begitu saja,

30

pelimpahan wewenang dapat diberikan kepada Perawat profesi

yaitu ners atau ners spesialis dan Perawat vokasi terlatih yang

mempunyai kompetensi yang dibutuhkan untuk tidakan

delegatif tersebut. Tentunya pelimpahan wewenang secara

delegasi yang diberikan oleh tenaga medis (dokter) pada

Perawat profesi atau vokasi untuk melakukan suatu tindakan

medis di bawah pengawasan, dan tanggung jawab atas tindakan

medis pada pelimpahan wewenang mandat berada pada

pemberi pelimpahan wewenang.

Dalam melaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang

seorang perawat memiliki kewenangan sebagai berikut:

1. Perawat harus mempraktikkan tindakan medis yang

sesuai dengan kompetensinya atas pelimpahan

wewenang delegatif dari tenaga medis

2. Perawat dalam melaksanakan tindakan medis, di bawah

pengawasan atas pelimpahan wewenang mandat

3. Perawat berkewajiban mengimplementasikan

pelayanan kesehatan sesuai dengan program

Pemerintah.

Dalam menjalankan praktik profesi seorang perawat

juga memiliki fungsi menjalankan tugas dalam keadaan

keterbatasan tertentu, yang merupakan penugasan dari

31

Pemerintah yang dilaksanakan pada keadaan tidak adanya

tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah

tempat Perawat bertugas, mengingat kondisi geografis

Indonesia yang begitu luas dengan beribu-ribu kepulauan dan

belum mencukupinya kebutuhan tenaga medis maupun farmasi

secara merata di wilayah Indonesia. Keadaan tidak adanya

tenaga medis dan/atau tenaga kefarmasian di suatu wilayah

tempat Perawat bertugas tentunya akan ditetapkan oleh kepala

Satuan Kerja Perangkat Daerah yang merealisasikan urusan

pemerintahan di bidang kesehatan setempat. Penerapan fungsi

perawat pada keadaan keterbatasan tertentu dilaksanakan

dengan memperhatikan kompetensi Perawat, jangan sampai

nantinya akan merugikan masyarakat yang akan dilayaninya.

Seorang Perawat dalam melaksanakan tugas pada keadaan

keterbatasan tertentu, diberikan kewenangan sebagai berikut:

1. Perawat dapat memberikan pelayanan pengobatan

untuk penyakit umum dalam hal tidak terdapat tenaga

medis di wilayah tersebut;

2. Perawat dapat merujuk pasien sesuai dengan ketentuan

pada sistem rujukan yang sudah ditetapkan; dan

3. Perawat dapat melakukan pelayanan kefarmasian

secara terbatas dalam hal tidak terdapat tenaga

kefarmasian di wilayah tersebut, mengingat jumlah

32

tenaga farmasi di Indonesia masih terbatas dan belum

merata penempatannya.

Seorang Perawat, dalam menjalankan tugas pada

keadaan darurat untuk memberikan pertolongan pertama,

Perawat dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat

sesuai dengan kompetensinya. Pertolongan pertama harus

ditujukan untuk menyelamatkan nyawa Klien dan mencegah

kecacatan lebih lanjut. Keadaan darurat harus dipahami oleh

perawat sebagai keadaan yang mengancam nyawa atau akan

menimbulkan kecacatan bagi klien, artinya kalau tidak segera

diberikan bantuan pada Keadaan darurat, dampaknya adalah

fatal. Kondisi tersebut dapat ditetapkan oleh Perawat sesuai

dengan hasil evaluasi berdasarkan keilmuan yang telah

dimilikinya tentunya tidak terlepas dari pemahaman perawat

akan standar pelayanan dan kode etik keperawatan.

1.3 Praktik Keperawatan Mandiri

Praktik Keperawatan Mandiri merupakan praktik yang

dapat dilakukan oleh perawat secara perorangan atau

berkelompok di tempat praktik mandiri di luar fasilitas

pelayanan kesehatan, baik rumah sakit, klinik ataupun yang

lainnya. Praktik Keperawatan Mandiri dapat dilakukan dengan

33

memberikan asuhan keperawatan yang bertujuan untuk

memandirikan klien yang membutuhkan bantuan karena

ketidaktahuan, ketidakmampuan dan ketidakmauan dalam

memenuhi kebutuhan dasar dan merawat dirinya, sebagai

contoh misalnya seorang penderita Diabetes mellitus,

seharusnya dapat memahami penyakit yang sedang dideritanya,

memahami diet yang harus dikonsumsi, memahami aktivitas

yang harus dilakukan, memahami obat yang harus dikonsumsi,

mampu mengelola stress yang dialaminya, serta dapat

mencegah timbulnya komplikasi akibat Diabetes mellitus,

namun pada kenyataannya masih banyak penderita Diabetes

yang tidak mengetahui diet yang harus dikonsumsi, tidak

mematuhi aturan yang telah diberikan dan sebagainya. Hal ini

tentunya dapat dibantu oleh perawat agar penderita Diabetes

tersebut dapat mengelola dietnya dengan benar, perawat dapat

memberikan informasi dan menjadi konselor untuk penderita

Diabetes dalam mengelola penyakitnya.

Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan Mandiri

Perawat harus berpegang teguh pada azas yang sudah menjadi

ketentuan untuk praktik profesional, antara lain:

1. Azas Perikemanusiaan;

Praktik Keperawatan Mandiri harus dilandasi nilai-nilai

perikemanusiaan yaitu harus mencerminkan

34

perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia

serta harkat dan martabat dari setiap warga Negara dan

penduduk tanpa deskriminasi suku, bangsa, agama,

status sosial, status ekonomi, gender dan ras.

2. Azas Nilai Ilmiah;

Dalam menjalankan Praktik Keperawatan Mandiri harus

berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang

didapat baik melalui pendidikan tinggi keperawatan

maupun pendidikan keperawatan berkelanjutan, lebih

lebih pada era seperti sekarang ini, perkembangan IT

sudah sangat cepat dan modern

3. Azas Etika dan Profesionalitas;

Seorang perawat dalam menyelenggarakan Praktik

Keperawatan Mandiri harus berlandaskan etika profesi

dan sikap professional serta selalu mematuhi etika

pelayanan yang sudah ditetapkan

4. Azas Manfaat;

Dalam penyelenggaraan Praktik Keperawatan Mandiri

tentunya harus memberikan faedah atau manfaat yang

sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, dalam rangka

mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat secara luas

35

5. Azas Keadilan;

Dalam penyelenggaraan Praktik Keperawatan Mandiri,

Perawat harus cakap dalam memberikan pelayanan

yang merata, terjangkau, berkualitas, dan tidak

deskriminatif

6. Azas Perlindungan kesehatan;

Dalam penyelenggaraan Praktik Keperawatan Mandiri,

Perawat harus dapat memberikan perlindungan dan

kepastian hukum kepada pemberi dan penerima

pelayanan kesehatan, pengaturan praktik keperawatan

mandiri harus memberikan perlindungan yang sebesar-

besarnya bagi perawat dan masyarakat. Resiko mungkin

ada pada saat pemberian layanan, namun harus dapat

diantisipasi dan diprediksi.

7. Keselamatan klien;

Seorang perawat professional dalam menyelenggarakan

Praktik Keperawatan Mandiri harus mengutamakan

keselamatan dan kesehatan klien.

Persyaratan Registrasi dan Re Registrasi

Registrasi adalah pencatatan resmi yang dilakukan

terhadap Perawat yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi

atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu

36

lainnya serta telah diakui secara hukum untuk menjalankan

Praktik Keperawatan di Indonesia.

Persyaratan Registrasi yang harus dipenuhi oleh seorang

perawat, antara lain:

1. Mempunyai ijazah pendidikan tinggi keperawatan

sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau

penyelesaian program studi terakreditasi yang

diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

2. Mempunyai sertifikat kompetensi yang merupakan

dokumen yang memuat pernyataan mengenai

kompetensi lulusan sesuai dengan keahlian dalam

cabang ilmunya dan/atau memiliki prestasi di luar

program studinya atau sertifikat profesi yang

merupakan dokumen yang memuat pernyataan

mengenai pengakuan untuk melakukan praktik profesi

yang diperoleh lulusan pendidikan profesi dalam suatu

Program Pendidikan Tinggi

3. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari

dokter

4. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan

sumpah/ janji profesi setelah menyelesaikan pendidikan

pogram studi profesi

37

5. Membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan

ketentuan etika profesi sesuai standar etik yang telah

ditetapkan.

Sedangkan Persyaratan Re Registrasi, antara lain:

1. Mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR) lama

2. Mempunyai sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh

perguruan tinggi yang merupakan pengakuan

kompetensi atas prestasi lulusan atau sertifikat profesi

yang merupakan dokumen pengakuan untuk melakukan

praktik profesi.

3. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental

4. Membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan

ketentuan etika profesi

5. Telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau

vokasi di bidangnya

6. Memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan,

pendidikan, pelatihan, dan/ atau kegiatan ilmiah lainnya

7. Ada rekomendasi dari Organisasi Profesi Perawat

Nasional Indonesia (PPNI)

38

Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan wajib

memiliki izin dalam bentuk Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) yang

diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota.

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan SIPP

Praktik Keperawatan Mandiri:

1. Salinan STR yang masih berlaku

2. Ada rekomendasi dari Organisasi Profesi yaitu PPNI

3. Surat pernyataan memiliki tempat praktik

PPNI sebagai organisasi profesi dapat memberikan

Rekomendasi pada perawat untuk mendapatkan SIPP Praktik

Keperawatan Mandiri jika memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

1. Perawat tersebut telah terdaftar sebagai anggota PPNI

2. Perawat tersebut telah menuntaskan iuran anggota

sesuai dengan peraturan organisasi

3. Perawat tersebut tidak pernah mendapatkan hukuman

pelanggaran kode etik keperawatan kategori berat

4. Perawat tersebut telah memiliki sertifikat

kegawatdaruratan (BTCLS, Emergency Nursing) yang

diakui oleh PPNI

5. Perawat tersebut telah memiliki sarana praktik mandiri

sesuai dengan pedoman/ standar yang legal.

39

Seorang Perawat dalam menjalankan Praktik Keperawatan

Mandiri, memilki kewenangan sebagai berikut:

1. Melakukan pengkajian keperawatan secara holistik (bio-

psiko-sosial-spiritual dan kultural)

2. Merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan

sesuai Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)

3. Menyusun rencana asuhan keperawatan mengacu pada

Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)

4. Melakukan implementasi keperawatan sesuai dengan

perencanaan yang telah ditetapkan

5. Mengevaluasi hasil implementasi tindakan keperawatan

yang telah dilakukan

6. Mengadakan rujukan; melakukan rujukan di luar kasus

kepada perawat yang lebih kompetensi atau memiliki

bidang keilmuan yang lebih tinggi

7. Memberikan tindakan pada keadaan kegawatdaruratan

sesuai dengan kompetensi yang dimiliki; dapat

memberikan obat-obatan yang diperlukan pada keadaan

emergency untuk menyelamatkan nyawa klien dan

mencegah kecacatan.

8. Melayani tindakan keperawatan komplementer ataupun

alternative

40

9. Perawat dapat melakukan penatalaksanaan pemberian

obat pada klien sesuai dengan resep dokter atau obat

bebas dan obat bebas terbatas

10. Perawat dapat melaksanakan tindakan medis atas

pelimpahan wewenang secara tertulis

11. Perawat dapat melakukan tindakan medis sesuai dengan

kompetensinya atas pelimpahan wewenang delegatif

dari tenaga medis

12. Perawat dapat melakukan tindakan medis dibawah

pengamatan atas pelimpahan wewenang mandat

tenaga medis

13. Perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai

dengan program yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Beberapa Prinsip yang harus dipahami pada Praktik

Keperawatan Mandiri, yaitu:

1. Praktik Keperawatan Mandiri dilaksanakan sesuai

dengan kompetensi yang dimiliki oleh perawat yang

melakukan praktik

2. Pelaksanaan Praktik Keperawatan Mandiri harus

didasarkan pada kode etik, standar pelayanan, standar

profesi dan standar Prosedur Operasional Prosedur yang

telah ditetapkan

41

Hierarki Praktik Keperawatan Mandiri

Praktik Keperawatan Mandiri yang dilakukan perawat

profesional terdiri dari dua hierarki, yaitu:

1. Praktik Keperawatan Mandiri Generalis; praktik yang

dilaksanakan oleh perawat dengan kemampuan atau

kompetensi perawat generalis dalam hal ini adalah

seoang Ners

2. Praktik Keperawatan Mandiri Spesialis; praktik yang

dilaksanakan oleh perawat Spesialis pada bidang ilmu

keperawatan, misalnya ners spesialis keperawatan

medikal bedah, ners spesialis keperawatan anak, ners

spesialis keperawatan jiwa, dll.

Perawat yang dapat menjalankan Praktik Keperawatan Mandiri

yaitu:

1. Perawat Vokasi (Ahli Madya Keperawatan), yaitu

perawat dari lulusan Program Pendidikan Diploma III

Keperawatan, dengan pengalaman praktik minimal 2

(dua) tahun bekerja di sarana pelayanan kesehatan

2. Perawat Profesi (Ners dan ners spesialis), yaitu perawat

lulusan dari pendidikan profesi ners dengan

pengalaman praktik di sarana pelayanan kesehatan

42

minial 2 (dua) tahun dan lulusan program Pendidikan

Profesi Ners Spesialis.

Tempat dan Jenis Praktik Keperawatan Mandiri

1. Tempat Praktik Keperawatan Mandiri:

Pelaksanaan Praktik Keperawatan Mandiri perawat

professional dilakukan di tempat praktik mandiri dan di tempat

lain seperti rumah klien (home care), panti jompo, panti asuhan,

panti sosial, sekolah dan perusahaan.

2. Jenis Praktik Keperawatan Mandiri Perawat:

Praktik keperawatan mandiri terdiri atas:

1) Praktik Keperawatan Mandiri yang bersifat perorangan,

dimana Penyelenggara Praktik Keperawatan Mandiri

dilakukan oleh seorang perawat, baik perawat vokasi

maupun profesi (ners atau ners spesialis). Penyelenggaraan

pelayanan dilakukan secara individu oleh seorang perawat

dan pelayanan yang diberikan adalah pelayanan

keperawatan generalis atau pelayanan keperawatan

spesialis

2) Praktik Keperawatan Mandiri yang bersifat berkelompok.

Penyelenggaraan Praktik Keperawatan Mandiri yang

dilakukan oleh oleh 2 (dua) orang perawat atau lebih secara

berkelompok dalam satu tempat atau lingkup pelayanan.

43

Kualifikasi pendidikan perawat bisa sama bisa berbeda dan

lingkup pelayanan yang diberikan juga bisa sama atau

berbeda, dan/ atau terdiri dari beberapa perawat dengan

pelayanan keperawatan generalis yang dipimpin oleh ners

atau ners spesialis. Pelaksanaan Praktik Keperawatan

Mandiri yang bersifat berkelompok membutuhkan

pengelolaan manajemen pelayanan yang terorganisir

sesuai dengan lingkup pelayanan yang diberikan.

Lingkup Praktik Keperawatan Mandiri

Praktik keperawatan mandiri yang dilakukan oleh

perawat dalam bentuk asuhan keperawatan, befokus pada

penyelesaian masalah kesehatan mulai dari tingkat yang

sederhana sampai komplek baik sehat maupun sakit sepanjang

rentang kehidupan manusia dan diberikan pada klien ditingkat

individu, keluarga, masyarakat ataupun ditingkat kelompok

khusus.

Pelayanan keperawatan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

klien, dalam pelaksanaannya dilandasi aspek etik legal dan peka

budaya. Kegiatan yang dilakukan meliputi tindakan prosedural,

pengambilan keputusandan kegiatan advokasi dan dalam

memberikan pelayanan perawat harus menunjukkan perilaku

caring.

44

Praktik Keperawatan Mandiri dilakukan dengan bentuk

asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan dilakukan melalui

tindakan keperawatan mandiri dan atau kolaborasi oleh tim

keperawatan maupun dengan tim kesehatan lainnya. Dalam

implementasinya, tindakan oleh tim keperawatan dilakukan

sesuai dengan batasan kewenangan dan kompetensi masing-

masing dari tenaga perawat tersebut

Praktik Keperawatan Mandiri Generalis

Lingkup pelayanan keperawatan mandiri yang diberikan

oleh generalis harus sesuai dengan batasan dan

kewenangannya, yaitu:

1. Perawat Vokasi lulusan Diploma harus mampu

menguasai sains keperawatan dasar; melakukan asuhan

keperawatan yang telah direncanakan secara terampil

dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitative untuk memenuhi kebutuhan bio-psiko-

sosial-spiritual secara holistik dan berdasarkan pada

standar asuhan keperawatan, standar prosedur

operasional; memperhatikan keselamatan pasien, rasa

aman dan nyaman; serta mampu bekerjasama dengan

tim keperawatan.

45

2. Ners mampu menguasai sains keperawatan lanjut;

mampu mengelola asuhan keperawatan secara terampil

dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif

untuk memenuhi kebutuhan bio-psik-sosial-spiritual

secara holistik dan berlandaskan pada standar asuhan

keperawatan serta standar prosedur operasional; selalu

memperhatikan keselamatan pasien, rasa aman dan

nyaman; menggunakan hasil penelitian (evidence base

nursing practice) ; dapat bekerjasama dengan tim

keperawatan maupun dengan tim kesehatan lain dalam

memberi pelayanan.

Praktik Keperawatan Mandiri Ners Spesialis

Lingkup pelayanan keperawatan mandiri yang dilakukan

oleh ners spesialis sesuai dengan batasan dan kewenangan

sebagai berikut:

Ners Spesialis harus mampu menguasai sains keperawatan

lanjut; mengelola asuhan keperawatan secara terampil dan

inovatif dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitative untuk memenuhi kebutuhan bio-psiko-sosial-

spiritual secara holistik dan berdasarkan pada standar asuhan

keperawatan serta standar prosedur operasional; selalu

memperhatikan keselamatan pasien, rasa aman dan nyaman;

46

melakukan riset berbasis bukti klinik dalam menjawab

permasalahan sains, teknologi dalam bidang spesialisasinya;

mampu bekerjasama dengan tim keperawatan lain (perawat

peneliti/ doktoral keperawatan) dan berkolaborasi dengan tim

kesehatan lain dalam memberikan pelayanan.

Pada kondisi riil saat ini di tengah kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi kesehatan termasuk ilmu

keperawatan, dimana diperlukan kemampuan kepakaran yang

lebih tinggi dalam memecahkan masalah keperawatan yang

lebih rumit, maka diperlukan peran Ners Spesialis yang dapat

berkedudukan sebagai pusat rujukan bagi tenaga keperawatan

di bawahnya.

Jenis ners spesialis yang dapat melakukan praktik

keperawatan mandiri spesialis adalah lulusan pendidikan ners

spesialis:

1. Ners spesialis Anak

2. Ners spesialis Maternitas

3. Ners spesialis Komunitas

4. Ners spesialis Medikal bedah

5. Ners spesialis Jiwa

Ners yang telah diakui memiliki kompetensi setara dengan ners

spesialis dan telah mendapat pengakuan sesuai dengan

47

peraturan organisasi tentang Koligium Keperawatan Indonesia

dan mendapat STR dengan kompetensi spesialis oleh MTKI atau

Konsil Keperawatan, antara lain:

1. Ners dengan Keahlian Keperawatan Onkologi

2. Ners dengan Keahlian Keperawatan kardiovaskuler.

1.4 Hak dan Kewajiban Perawat

Dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai

seorang professional Perawat memiliki hak dan kewajiban yang

jelas, hal ini diatur dalam undang-undang no. 38 tahun 2014

tentang keperawatan, pada pasal 36:

1. Perawat berhak memperoleh pelindungan hukum

sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar

pelayanan, standar profesi, standar prosedur

operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-

undangan;

2. Perawat berhak memperoleh informasi yang benar,

jelas, dan jujur dari Klien dan/atau keluarganya.

3. Perawat berhak menerima imbalan jasa atas Pelayanan

Keperawatan yang telah diberikan;

4. Perawat berhak menolak keinginan Klien atau pihak lain

yang bertentangan dengan kode etik, standar

pelayanan, standar profesi, standar prosedur

48

operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-

undangan; dan

5. Perawat berhak memperoleh fasilitas kerja sesuai

dengan standar.

Sedangkan kewajiban Perawat dalam melaksanakan Praktik

Keperawatan antara lain:

1. Perawat berkewajiban melengkapi sarana dan prasarana

Pelayanan Keperawatan sesuai dengan standar

Pelayanan Keperawatan dan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku;

2. Perawat berkewajiban memberikan Pelayanan

Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar

Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar

prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku;

3. Perawat berkewajiban merujuk Klien yang tidak dapat

ditangani kepada Perawat atau tenaga kesehatan lain

yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat

kompetensinya;

4. Perawat berkewajiban mendokumentasikan Asuhan

Keperawatan sesuai dengan standar yang yang telah

ditetapkan

49

5. Perawat berkewajiban memberikan informasi yang

lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah dimengerti

mengenai tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau

keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;

6. Perawat berkewajiban melaksanakan tindakan

pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain yang

sesuai dengan kompetensi Perawat; dan

7. Perawat berkewajiban melaksanakan penugasan khusus

yang ditetapkan oleh Pemerintah

1.5 Pengembangan, pembinaan dan pengawasan bagi

Perawat

Praktik Keperawatan ditujukan untuk mempertahankan

dan meningkatkan keprofesionalan seorang Perawat, sehingga

diperlukan Pengembangan Praktik Keperawatan yang dilakukan

melalui pendidikan formal dan pendidikan nonformal atau

pendidikan berkelanjutan. Pendidikan nonformal atau

pendidikan berkelanjutan ditempuh setelah menyelesaikan

pendidikan Keperawatan pada jenjang yang lebih tinggi. Dalam

hal meningkatkan keprofesionalan Perawat dan dalam

memenuhi kebutuhan pelayanan, pemilik atau pengelola

Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus memfasilitasi Perawat

untuk mengikuti pendidikan berkelanjutan.

50

Pendidikan nonformal atau pendidikan berkelanjutan

dapat dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,

Organisasi Profesi Perawat, atau lembaga lain yang terakreditasi

sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang

berlaku. Pendidikan nonformal atau pendidikan berkelanjutan

dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan Praktik Keperawatan

yang didasarkan pada standar pelayanan, standar profesi, dan

standar prosedur operasional. Pendidikan Keperawatan

dibimbing oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang pendidikan dan berkoordinasi dengan

kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang kesehatan. Pemerintah, Pemerintah Daerah, Konsil

Keperawatan, dan Organisasi Profesi membina dan mengawasi

Praktik Keperawatan sesuai dengan fungsi dan tugas masing-

masing.

Pembinaan dan pengawasan Praktik Keperawatan diarahkan

untuk:

1. meningkatkan kualitas Pelayanan Keperawatan yang

diberikan oleh perawat;

2. memelihara masyarakat atas tindakan Perawat yang

tidak sesuai dengan standar; dan

3. memberikan kepastian hukum bagi Perawat dan

masyarakat pengguna jasa pelayanan keperawatan

51

1.6 Organisasi Profesi Perawat

Organisasi Profesi Perawat yang dikenal dengan

Persatuan Perawat nasional Indonesia (PPNI) didirikan sejak

tahun 1974 sebagai satu wadah yang menghimpun Perawat

secara nasional dan berbadan hukum.

PPNI bertujuan untuk:

1. meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan

dan keterampilan, martabat, dan etika profesi Perawat;

2. mempersatukan serta memberdayakan Perawat di

seluruh Indonesia dalam rangka menunjang

pembangunan kesehatan.

PPNI berfungsi sebagai pemersatu, pembina,

pengembang, dan pengawas Keperawatan di Indonesia. PPNI

berlokasi di ibukota negara Republik Indonesia dan dapat

membentuk perwakilan di daerah yang dikenal dengan Dewan

Perwakilan Daerah (DPW).

1.7 Koligium Keperawatan Indonesia (KKI)

KKI merupakan badan otonom di dalam PPNI. KKI

bertanggung jawab kepada PPNI. KKI berfungsi

mengembangkan cabang disiplin ilmu Keperawatan dan standar

52

pendidikan tinggi bagi Perawat profesi. Keberadaan KKI saat ini

disesuaikan dengan disiplin ilmu keperawatan yang merupakan

ilmu keperawatan yang digunakan landasan praktik

keperawatan sebagai kompetensi yang dimiliki perawat dalam

melaksanakan kegiatan proses keperawatan kepada klien baik

pada tingkat individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat.

Berikut Jenis-Jenis Kolegium Keperawatan di Indonesia saat ini,

berdasarkan SK Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat

nasional Indonesia nomor 004/DPP.PPNI/SK/K.S/I/2018 tentang

Perubahan Susunan Personalia Koligium Keperawatan

Indonesia :

1. Kolegium Keperawatan Anak

2. Kolegium Keperawatan Maternitas

3. Kolegium Keperawatan Jiwa

4. Kolegium Keperawatan Medikal Bedah

5. Kolegium Keperawatan Komunitas

6. Kolegium Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan

7. Kolegium Keperawatan Onkologi

8. Kolegium Keperawatan Kardiovaskuler

Adapun fungsi dan tugas KKI adalah mengembangkan

cabang disiplin ilmu keperawatan dan standar pendidikan tinggi

53

bagi perawat profesi yaitu Ners dan Ners Spesialis. Dalam

melaksanakan fungsinya KKI bertugas:

1. Mengembangkan keilmuan sesuai kepakaran pada

setiap cabang disiplin ilmu keperawatan

2. Menentukan lingkup asuhan keperawatan masing-

masing cabang disiplin ilmu keperawatan

3. Menyusun standar pendidikan tinggi keperawatan pada

setiap cabang disiplin ilmu keperawatan

4. Mengembangkan kurikulum pendidikan tinggi

keperawatan

5. Menjalankan tugas sebagai pengampu cabang disiplin

ilmu keperawatan.

6. Memberikan pertimbangan dan saran mengenai

perkembangan ilmu keperawatan, diminta atau tidak

diminta kepada PPNI

7. Memberikan pertimbangan dan saran mengenai standar

kompetensi dan standar pendidikan keperawatan

kepada PPNI

8. Mengembangkan cetak biru (blue print) dan materi Uji

Kompetensi Perawat Profesi.

9. Mengembangkan instrumen akreditasi intitusi

pendidikan tinggi keperawatan.

54

10. Membantu PPNI dalam pengawasan implementasi

standar pendidikan tinggi keperawatan sesuai ilmu

keperawatan dan kepakaran

11. Berkoordinasi dengan ikatan atau himpunan dalam

mengembangkan keilmuan dan kepakaran.

1.8 Konsil Keperawatan Indonesia

Konsil Keperawatan Indonesia didirikan untuk

meningkatkan kualitas Praktik Keperawatan dan dapat

memberikan perlindungan serta kepastian hukum kepada

Perawat selaku pemberi jasa layanan dan masyarakat sebagai

pengguna jasa layanan keperawatan. Konsil Keperawatan

Indonesis merupakan bagian dari Konsil Tenaga Kesehatan

Indonesia. Konsil Keperawatan Indonesia berkedudukan di

ibukota negara Republik Indonesia.

Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai fungsi pengaturan,

penetapan, dan pembinaan Perawat dalam menjalankan Praktik

Keperawatan.

Tugas Konsil Keperawatan Indonesia adalah:

1. melakukan Registrasi Perawat;

2. melakukan pembinaan Perawat dalam menjalankan

Praktik Keperawatan;

55

3. menyusun standar pendidikan tinggi Keperawatan;

4. menyusun standar praktik dan standar kompetensi

Perawat;

5. menegakkan disiplin Praktik Keperawatan.

Konsil Keperawatan Indonesia dalam menjalankan tugas

memiliki otoritas:

1. menyetujui atau menolak permohonan Registrasi

Perawat, termasuk Perawat Warga Negara Asing;

2. menerbitkan atau mencabut STR;

3. menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan

dengan pelanggaran disiplin profesi Perawat;

4. menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi

Perawat; dan

5. memberikan pertimbangan pendirian atau penutupan

Institusi Pendidikan Keperawatan.

Pembiayaan untuk pelaksanaan kegiatan Konsil

Keperawatan Indonesia dibebankan kepada anggaran

pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang tidak

mengikat sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-

undangan yang berlaku. Keanggotaan Konsil Keperawatan

Indonesia terdiri atas unsur Pemerintah, Organisasi Profesi

Keperawatan (PPNI), Kolegium Keperawatan Indonesia, asosiasi

56

Institusi Pendidikan Keperawatan (AIPNI/ AIPViKi), asosiasi

Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan tokoh masyarakat. Jumlah

anggota Konsil Keperawatan Indonesia paling banyak 9

(sembilan) orang.

57

BAB 2

MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN

2.1 Pengertian Mutu Pelayanan Keperawatan

Mutu Pelayanan Keperawatan merupakan suatu proses

kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat dalam memenuhi

kebutuhan pasien kebutuhan biologis, psikologis, sosial,

maupun spiritual pasien (Suarli dan Bahtiar, 2012).

Asmuji (2012) mutu pelayanan keperawatan merupakan

suatu pelayanan yang menggambarkan produk dari pelayanan

keperawatan itu sendiri, meliputi pelayanan biologis, psikologis,

sosial, dan spiritual sesuai standar keperawatan

Mutu pelayanan keperawatan mengacu pada 5 dimensi

kualitas pelayanan yaitu, reability, tangibles, assurance,

responsiveness, dan empathy (Bauk et al, 2013). Keandalan

(Reliability) berkaitan dengan kemampuan perawat dalam

memberikan pelayanan keperawatan yang terstandar,

terpercaya dan akurat. Kinerja harus sesuai dengan harapan

pelanggan tanpa kesalahan. Bukti Fisik (Tangibles) berkaitan

dengan fasilitas fisik, perlengkapan, personil, dan sarana

komunikasi yang harus disediakan dalam memberikan

pelayanan keperawatan. Kesiapan sarana dan fasilitas fisik yang

dapat langsung dirasakan oleh pasien. Jaminan (Assurance)

58

berkaitan dengan pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan

sifat dapat dipercaya yang dimiliki perawat, bebas sari bahaya,

resiko, atau keragu-raguan. Daya Tangkap (Responssiveness),

berkaitan kemampuan perawat dalam membantu pasien dalam

memberikan pelayanan yang tepat. Empati (Empathy)

berkaitan dengan kemudahan peawat dalam melakukan

hubungan interpesonal, komunikasi yang baik dan efektif,

perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pasien. Perawat

harus memahami masalah yang dihadapi pasien dan bertindak

untuk kepentingan pasien, serta memberikan perhatian

personal kepada pasien.

2.2 Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan

Kepuasan pasien merupakan kunci penting dalam upaya

meningkatkan quality of care dalam pelayanan kesehatan,

health care provider perlu menyadari bahwa keuntungan utama

sistem pelayanan kesehatan adalah pasien. Pasien yang puas

terhadap pelayanan yang diterimanya akan merasa nyaman

selama menjalani perawatan di rumah sakit dan akan kembali

pada saat membutuhkan pelayanan lagi serta akan

merekomendasikan kepada orang lain. 3 hal tersebut

merupakan bagian indikator pengukuran kepuasan pasien

dalam penilaian health care provided, dengan meningkatnya

59

pertumbuhan rumah sakit yang berbanding lurus dengan

peningkatan pengetahuan pasien tentang apa yang seharusnya

didapatkan, maka pasien membutuhkan rumah sakit yang

menyediakan semua yang dibutuhkan. Sabarguna (2005), ciri

mutu yang baik yaitu tersedia dan terjangkau, tepat kebutuhan,

tepat sumber daya, tepat standar professional atau etika

profesi, wajar dan aman, mutu memuaskan bagi pasien yang

dilayani. Mutu yang baik dapat diwujudkan melalui pelayanan

yang tersedia dan terjangkau, pelayanan yang diberikan sesuai

yang dibutuhkan, sumber daya yang memberikan pelayanan

professional, pelayanan yang diberikan sesuai standar profesi

dan etika profesi, Pelayanan yang wajar dan aman, dan mutu

secara keseluruhan memuaskan pasien.

Indikator mutu dalam pelayanan keperawatan antara

lain terkait dengan keselamatan, efektivitas dan perhatian

dalam pelayanan keperawatan, yaitu:

1. Safety: terkait kegagalan penyelamatan pasien, resiko jatuh

dan kejadian dekubitus.

2. Effectiveness: Pola dan level perawat, berkaitan dengan

kepuasan perawat yang dikaitkan dengan persepsi perawat

terhadap lingkungan kerja.

3. Compassion: pengalaman pasien selama dirawat terutama

terkait pengalaman pasien dalam komunikasi.

60

Standar Nasional American Nurses Association (ANA)

dalam mengukur mutu perawatan telah menetapkan indikator-

indikator mutu keperawatan seperti yang ada pada Tabel 1:

Tabel 1. Indikator Mutu Keperawatan menurut ANA Kategori Ukuran

Ukuran berfokus outcomes pasien

1 Angka kematian pasien karena komplikasi operasi

2 Angka dekubitus 3 Angka pasien jatuh 4 Angka pasien jatuh

dengan cidera 5 Angka restrain 6 ISK karena pemasangan cateter di ICU 7 Blood stream infection karena

pemasangan cateter line central di ICU dan HDNC

8 VAP di ICU dn HDNC Ukuran berfokus pada intervensi perawat

9 Konseling berhenti merokok pada kasus AMI

10 Konseling berhenti merokok pada kasus Gagal jantung

11 Konseling berhenti merokok pada kasus Peneumonia

Ukuran berfokus pada sistem

12 Perbandingan antara RN, LVN/LPN, UAP dan kontrak

13 Jam perawatan pasien per hari oleh RN, LPN/LPN dan UAP

61

14 Practice Environment Scale—Nursing Work Index

15 Turn over Sumber: The National Database of Nursing Quality Indicators (NDNQI),2007.

Sedangkan Pazargadi et.al, 2008 telah mengembangkan

indikator mutu keperawatan di delapan propinsi di Iran dan

didapatkan bahwa indikator mutu keperawatan seperti yang

ada pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Indikator mutu Keperawatan di Iran Jenis Kategori Indik

ator struktur Management and

● organizational leadership

1 Tingkat pendidikan dan pengalaman kerja perawat manajer

2 Penetapan tujuan organisasi

3 Uraian tugas tenaga keperawatan

4 Supervisi keperawatan Staffing and nursing resources

5 Perbandingan jumlah perawat: pasien di ICU

6 Pendidikan berkelanjutan perawat

7 Jam kerja tenaga keperawatan

Facilities and budget 8 Jumlah jam peningkatan SDM perawat per tahun

62

9 Fasilitas untuk meningkatkan pengetahuan perawat : Perpustakaan, internet, dll

10 Pengelolaan dana untuk peningkatan keselamatan pasien

Proses Time and quality of care

11 Respon time perawat di IGD

12 Standar Pelayanan keperawatan di RS

13 Respon time dokter di IGD

Nursing satisfaction and work conditions

14 Lingkungan yang aman untuk perawat

15 Kepuasan kerja perawat

Outcomes Patient satisfaction 16 Kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan

17 Kepuasan pasien secara umum

18 Kepuasan pasien terhadap komunikasi perawat

Complications and adverse events

19 Rasio pasien dekubitus di ICU

20 Rasio pasien infiltrasi intravaskuler pada pasien dengan terapi IV di ICU

Sumber: International Council of Nurses, 2008.

63

Kunaviktikul et al., (2005) juga mengembangkan Indikator mutu

keperawatan di Thailand yang terdiri dari 3 kategori yaitu:

structure, process, and outcome, seperti pada tabel 3 berikut:

Tabel 3. Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan di Thailand No Indikator Definisi 1 Rasio perawat

profesional Rasio antara tenaga perawat professional dengan total jumlah seluruh tenaga keperawatan

2 Jam Perawatan Rasio jam perawatan per pasien per hari.

3 Integritas kulit Rasio pasien yang mengalami dekubitus setelah 72 jam perawatan dibagi dengan jumlah pasien yang keluar pada periode yang sama

4 Kepuasan perawat Skala respon atas pertanyaan kepada para perawat, mengenai their employment situation, meliputi : hubungan antar perawat, recognition, opportunity for advancement, safety, autonomy, workload, pay and benefits, achievement, and participation

5 Infeksi nosokomial Angka infeksi nosokomial pada saluran kemih adalah rasio infeksi saluran kemih setelah 48 jam dipasang kateter urine dibagi jumlah pasien yang keluar pada periode yang sama

6 Jatuh Rasio antara pasien yang jatuh di rumah sakit dibagi dengan jumlah pasien yang keluar pada periode yang sama

64

7 Kepuasan pasien dalam pendidikan kesehatan

Persepsi pasien terhadap kegiatan yang dilakukan oleh perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan sesuai kondisi pasien baik dari isi materi pendidikan kesehatan maupun cara penyampaian pendidikan kesehatan

8 Kepuasan pasien dalam manajemen nyeri

Persepsi pasien terhadap perawat dalam pengelolaan nyeri meliputi perawatan, perhatian, pengobatan, kebutuhan dan nasihat.

9 Kepuasan pasien terhadap keperawatan secara umum

Kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan secara umum selama proses perawatan, dengan pertanyaan meliputi: fisik, psikologis, emosional, spiritual, hak-hak pasien dan partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan

Sumber: Kunaviktikul et al., 2005

2.3 Kepuasan

2.3.1 Pengertian Kepuasan.

Sabarguna dan Rubaya, (2011) kepuasan pasien secara

subjektif dikaitkan dengan kualitas dari suatu layanan yang

didapatkan dan secara objektif dikaitkan dengan kejadian yang

telah lampau, pendidikan, dan keadaan psikologi, serta

lingkungan. Kepuasan pasien bergantung pada jasa pelayanan

keperawatan yang diberikan oleh perawat, apakah sudah sesuai

dengan yang diharapkan atau belum. Pasien sebagai pengguna

65

jasa pelayanan keperawatan akan menyampaikan hasil dari

pelayanan yang diterimanya dan bersikap berdasarkan

kepuasannya. Kepuasan pelayanan keperawatan dibuat

berdasarkan penilaian konsumen terkait mutu, dan kinerja

hasil, terhadap manfaat yang diterima dari produk atau jasa

layanan. Dengan demikian, kepuasan terbentuk karena

perbandingan antara kinerja atau hasil yang dirasakan dengan

harapan (Koentjoro, 2007).

Dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien dapat

terwujud dari pelayanan kesehatan keperawatan yang baik.

Kualitas atau mutu pelayanan dapat dinilai dari tindakan

ataupun sikap anggota tim keperawatan yang telah memberikan

asuhan. Pasien akan mengganggap pelayanan itu baik jika

mereka merasakan kepuasan dari berbagai aspek. Kepuasan

pasien yang lainnya juga didapatkan dari hasil komunikasi antar

pasien yang menyebarluaskan tentang pelayanan keperawatan

disuatu instansi yang baik dan memuaskan. Lebih-lebih di era

informasi tehnologi seperti sekarang ini media sosial sebagai

media yang sangat cepat menyebarkan informasi.

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien

Sabarguna (2004) kepuasan pasien dipengaruhi oleh

beberapa aspek yaitu:

66

1. Aspek kenyamanan, klien merasakan kenyamanan dari

berbagai fasilitas yang ada di sebuah Rumah Sakit, dari

lokasinya yang mudah dijangkau, kenyamanan akan

ruangan, kebersihan lingkungan Rumah Sakit, dan

Peralatan yang tersedia di rumah sakit tersebut.

2. Aspek hubungan klien dengan perawat, meliputi sikap

perawat selama memberi pelayanan, kecekatan perawat

dalam merespon keluhan klien, tehnik komunikasi yang

efektif dari perawat serta kejelasan informasi yang

diberikan oleh pasien.

3. Aspek kompetensi teknis perawat, meliputi tingkat

kompetensi atau kemampuan yang dimiliki oleh perawat

serta pengalaman perawat dalam memberaikan asuhan

keperawatan pada pasien.

4. Aspek biaya, meliputi terjangkaunya biaya administrasi

Rumah Sakit, biaya perawatan serta pembiayaan lain

yang dibebankan pada pasien selama menjalani

perawatan.

Berbagai faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien antara

lain:

1. Sikap dan pendekatan perawat dengan pasien dimana

pada saat memberikan asuhan keperawatan, Perawat

67

harus bersikap ramah dan care kepada pasien, sehingga

pasien akan mendapatakan kepuasan.

2. Pengetahuan dari perawat, yaitu pasien mendapatkan

informasi yang dibutuhkan terkait dengan masalah yang

sedang dihadapi.

3. Prosedur administrasi, yaitu prosedur yang tidak

berbelit-belit sehingga pasien merasakan kemudahan

dalam pelayanan administrasi

4. Fasilitas yang disediakan oleh Rumah sakit, meliputi

peralatan dan kebersihan ruangan dan lingkungan

tempat pasien menjalani perawatan

5. Keterampilan keperawatan, perawat harus terampil dan

cekatan dalam memberikan asuhan keperawatan yang

paripurna.

Salah satu satu indikator keberhasilan pelayanan keperawatan

adalah kepuasan pasien, beberapa faktor yang mempengaruhi

kepuasan pasien, yaitu:

1. Admission orientation yang dilakukan oleh Perawat pada

awal betemu pasien di unit perawatan pasien

2. Pendekatan dan perilaku caring perawat terhadap

pasien terutama kesan pertama pasien pada saat akan

68

mendapatkan pelayanan, perawat harus ramah, sopan,

dan komunikatif

3. Kelengkapan dan kejelasan informasi yang diberikan

oleh perawat, informasi yang lengkap dan jelas akan

mempengaruhi penerimaan selama dalam masa

perawatan

4. Prosedur pelayanan yang tidak berbelit-belit yang

diterima oleh pasien.

5. Waktu tunggu, setiap pasien akan merasakan puas

apabila alur administrasi dan waktu tunggu tidak

membuat pasien jenuh. Waktu tunggu yang terlalu lama

akan mempengauhi tingkat kepuasan pasien dan

kepuasan pasien akan menurun setiap 5 menit pasien

menunggu (Beck, 2010)

6. Fasilitas umum, semua fasilitas dari instansi tertentu

harus tersedia sehingga memudahkan pasien dalam

melakukan aktivitas, seperti ruang rawat yang bersih dan

rapi.

7. Ruang perawatan yang bersih, nyaman dan aman dari

berbagai gangguan suara/ kebisingan maupun bau

Ada 5 dimensi yang dapat dijadikan indikator dalam

menilai kepuasan yang komprehensif dengan fokus utama pada

pelayanan barang dan jasa meliputi:

69

1. Responsiveness (ketanggapan), terkait kemampuan perawat

dalam memberikan pelayanan kepada pasien dengan segera,

artinya waktu menunggu pasien mulai dari mendaftar sampai

mendapat pelayanan keperawatan tdk terlalu lama

2. Reability (kehandalan), terkait kemampuan perawat dalam

memberikan pelayanan kepada pasien secara akurat dan

terpercaya.

3. Assurance (jaminan), tekait kemampuan perawat dalam

menyampaikan informasi tentang permasalahan kesehatan/

keperawatan yang terjadi pada pasien dan tindakan yang

akan dilakukan secara jelas sehingga meningkatkan

kepercayaan dan kenyamanan pasien.

4. Emphaty (empati), tekait kemampuan perawat dalam

membina hubungan, memberikan perhatian, dan

memahami kebutuhan pasien. Perawat melakukan

komunikasi yang efektif dan terapeutik, perawat

mengikutsertakan pasien dalam mengambil keputusan yang

terbaik untuk dirinya, dan kebebasan pasien memilih

tindakan yang tepat setelah mendapatkan informasi, serta

kemudahan pasien rawat inap mendapat kunjungan dari

keluarga.

5. Tangible (bukti langsung), tekait dengan sarana dan

prasarana yang bisa dirasakan oleh pasien selama menjalani

70

perawatan, termasuk keberhasilan dalam memberikan

asuhan selama pasien menjalani perawatan dan kecepatan

perawat merespon saat pasien membutuhkan.

2.3.3 Faktor Ketidakpuasan Pasien

Beberapa faktor yang mempengaruhi seorang pasien

tidak merasakan puas terhadap suatu layanan keperawatan:

1. Mutu pelayanan keperawatan tidak sesuai yang

diharapkan, misalnya pada saat pasien merasakan nyeri,

pasien berharap seorang perawat merespon dengan cepat

keluhan tersebut dan memberikan intervensi dengan

segera.

2. Perilaku perawat yang kurang memuaskan bagi pasien,

misalnya pada saat pasien menyampaikan keluhannya

namun perawat masih asik menulis atau melakukan hal-hal

yang sebenarnya bisa ditinggalkan untuk sementara waktu.

3. Lingkungan atau ruang perawatan yang kurang nyaman:

bau, kotor, lembap, ruangan terlalu panas, lantai basah,

bising, dll.

4. Prosedur tindakan yang berbelit-belit, urusan administrasi

yang terlalu ribet, serta permintaan persyaratan

administrasi yang terlalu banyak

5. Biaya perawatan yang yang terlalu tinggi juga sangat

mempengaruhi. Pasien dari kalangan menengah ke bawah

71

akan merasakan puas jika biaya perawatan yang

dibutuhkan terjangkau.

2.3.4 Manfaat Feedback Kepuasan Pasien

Perawat sebagai tenaga pemberi layanan, seharusnya

dapat mengukur kepuasan setelah pasien menerima layanan

selain itu juga perawat juga dapat meminta feedback atau

masukan-masukan dari pasien selaku penerima jasa layanan.

Feedback yang diberikan oleh pasien bermanfaat untuk:

1. Mengetahui tingkatan kepuasan pasien terhadap mutu

pelayanan keperawatan yang diteima selama pasien

menjalani perawatan.

2. Memonitor kepuasan sepanjang waktu, dan

memberikan peluang untuk memperbaiki apabila terjadi

penurunan kepuasan pasien dalam tindakan

keperawatan.

3. Mengidentifikasi permasalahan atau keluhan pasien atas

layanan yang diterimanya selama menjalani perawatan.

4. Meminimalkan aspek yang paling berpengaruh terhadap

kepuasan pasien dan mengetahui aspek yang tidak

memuaskan, sehingga sebagai bahan perbaikan.

5. Meningkatkan tanggungjawab dan tanggunggugat

perawat terhadap kepuasan pasien, keluarga dan diri

72

sendiri sebagai perawat untuk mewujudkan mutu

pelayanan keperawatan yang optimal.

6. Mengevaluasi hasil inovasi dan perubahan yang

dilakukan, apakah pasien dapat merasakan kepuasan

setelah diadakan perbaikan.

73

BAB 3

CARING

3.1 Pengertian Caring

Caring merupakan suatu perilaku atau tindakan yang

dilakukan untuk memberikan rasa aman secara fisik dan emosi

dengan orang lain secara tulus. Caring merupakan sentral untuk

praktek keperawatan, seorang perawat dituntut untuk lebih

peduli kepada pasien. Watson (2005, dalam Tomey & Alligood,

2006) Caring digambarkan sebagai suatu dasar dalam kesatuan

nilai-nilai kemanusian yang universal, dimana caring

digambarkan sebagai moral ideal keperawatan yang meliputi

keinginan dan kesungguhan untuk merawat serta tindakan

untuk merawat. Gadow (1984) dan Woddings (1984), tujuan

perilaku caring adalah memberikan asuhan fisik dengan

memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dengan

menunjukkan perhatian, perasaan empati dan cinta yang

merupakan kehendak keperawatan.

Caring merupakan fenomena universal yang

mempengaruhi cara manusia berfikir, berperasaan, dan

bersikap ketika berinteraksi dengan orang lain. Menghargai

orang lain dan mempunyai perasaan memiliki serta bertanggung

jawab (Potter & Perry, 2009). Caring merupakan sebuah proses

74

interpersonal yang sangat penting yang mengharuskan perawat

melakukan aktivitas peran yang spesifik melalui ekspresi emosi

tertentu pada klien (Morrison & Burnard, 2009). Caring

membuat perhatian, motivasi dan arahan bagi klien untuk

melakukan sesuatu. Caring sebagai salah satu syarat utama

untuk coping, dengan caring perawat mampu mengetahui

intervensi yang baik dan tepat yang dapat digunakan sebagai

acuan dalam memberikan perawatan selanjutnya.

Leininger (1973, dalam Potter & Perry, 2009)

menyatakan Caring merupakan cara seseorang bereaksi

terhadap sakit, penderitaan dan berbagai hal yang tidak

menyenangkan yang terjadi. Swanson (1991) mendefinisikan

caring adalah,”a nurturing way of relating to valued other

toward whom one feels a personal sense of commitment and

responsibility” yaitu bagaimana seorang perawat dapat

merawat seseorang atau klien dengan tetap menghargai

martabat orang tersebut dengan komitmen dan tanggungawab.

Dapat diartikan juga sebuah cara untuk menciptakan dan atau

memelihara kesehatan yang dapat dilakukan dengan menjalin

hubungan yang bernilai dengan orang lain, sehingga mempunyai

hubungan yang lebih dekat dengan komitmen dan

tanggungjawab.

75

Menurut Madeline Leininger (1981), care merupakan

intisari dari keperawatan dan karakteristik yang dominan, yang

tidak dapat dipisahkan dalam keperawatan. Tidak akan ada cure

tanpa curing, tetapi dapat ada caring tanpa curing. Jeann

Watson (1985) praktik caring sebagai pusat keperawatan, caring

sebagai dasar dalam kesatuan nilai kemanusiaan yang universal,

antara lain kebaikan, kepeduliaan, dan cinta terhadap diri

sendiri dan orang lain. Caring digambarkan sebagai moral ideal

keperawatan, yaitu keinginan dalam memberikan perawatan

yang tulus, kesungguhan untuk merawat, dan tindakan merawat

(caring). Tindakan caring meliputi komunikasi yang efektif dan

terapeutik, selalu memberikan tanggapan yang positif pada

orang lain, membeikan support atau dukungan, juga

memberikan intervensi sesuai haapan dan testandar.

Caring adalah sentral dalam praktik keperawatan karena

caring merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana

seorang perawat professional dalam bekerja harus lebih

perhatian dan bertanggung jawab kepada kliennya. Caring

merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik

keperawatan, seorang klien yang sedang dirawat di rumah sakit

sangat mengharapkan perhatian dan bantuan dari perawat

yang profesional, klien berharap perawat professional dapat

76

memberikan pelayanan yang cepat dan tepat, klien

menginginkan penderitaannya segera diselesaikan, dll.

The National League for Nursing (2007) and The

American Association of Colleges of Nursing (2008) juga

menyatakan bahwa caring merupakan hal yang fundamen

dalam keperawatan. Kompetensi yang dimiliki seorang perawat

dan perilaku caring, keduanya penting dalam memberikan

perawatan, agar pasien merasa aman dan nyaman selama

menjalani perawatan, dan caring penting untuk kualitas

keperawatan (Rhodes, et al., 2011).

Konsep Caring dapat dianggap sebagai konsep yang

abstrak, dengan demikian memupuk sikap caring pada

mahasiswa keperawatan sangat penting, caring tidak cukup

untuk diajarkan namun lebih dari itu harus ditanamkan melalui

perilaku keseharian, sehingga caring akan menjadi pola perilaku

mahasiswa keperawatan. Nilai-nilai yang diyakini harus dimiliki

oleh seorang perawat professional, seperti kejujuran, ketulusan

dan keikhlasan dalam memberikan pelayanan, keramahan,

sopan santun, tanggungjawab, empati, harus ditanamkan pada

calon perawat atau pada mahasiswa yang sedang menempuh

studi di pendidikan keperawatan. Beberapa perguruan tinggi

percaya bahwa caring merupakan fenomena yang sangat

komplek dan perlu dimodelkan dalam pendidikan tinggi

77

keperawatan sebagai bagian dari kurikulum (Begum & Slavin,

2012). Pendidikan keperawatan harus dapat memberikan model

yang terbaik terkait perilaku caring pada mahasiswanya, agar

mahasiswa dapat mengadopsi perilaku caring tersebut dengan

benar. Caring dalam pendidikan keperawatan dan praktik

keperawatan bukan merupakan konsep baru, mahasiswa dapat

belajar caring melalui pemodelan perilaku caring lingkungan

tempat belajar (Fakultas) serta yang dicontohkan oleh dosen-

dosennya selama kegiatan pembelajaran. Selama calon perawat

professional menempuh studi, mengajarkan dan menanamkan

sikap dan perilaku caring sangat penting agar menjadi pola

hidup mereka supaya mereka dapat lebih percaya diri, lebih

peduli pada orang lain, selalu memberikan yang terbaik untuk

orang lain.

Beberapa pengertian tentang Caring di atas, dapat

disimpulkan bahwa Caring adalah sikap kepeduliaan perawat

terhadap klien dalam pemberian asuhan keperawatan dengan

cara merawat klien dengan kesungguhan hati, keikhlasan,

penuh kasih saying, baik melalui komunikasi, pemberian

dukungan, maupun tindakan secara langsung. Caring

merupakan ideal moral keperawatan yang dalam penerapannya

pada klien diperlukan pengembangan pengetahuan,

ketrampilan, keahlian, empati, komunikasi, kompetensi klinik,

78

keahlian teknik dan ketrampilan interpersonal perawat, serta

rasa tanggung jawab. Caring juga merupakan dasar dalam

melaksanakan praktek keperawatan profesional untuk

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang dapat

memberikan kepuasan pada klien dan keluarga.

3.2 Perkembangan Teori Caring

1. Teori Caring menurut Leininger

Dalam pelayanan keperawatan Caring merupakan

komponen umum, sebagai seorang perawat professional

penting memahami budaya klien. Caring bersifat sangat

personal, sehingga pengungkapan Caring pada tiap klien

berbeda. Sebagai contoh klien yang berasal dari Jawa sangat

berbeda dengan klien yang berasal dari Madura, Perawat perlu

mempelajari kultur klien dan ungkapan Caring, dalam

memenuhi kebutuhan klien dalam memperoleh kesembuhan.

Caring dapat membantu perawat dalam mengenal klien secara

holistik, memahami masalah yang dihadapi dan dapat mencari

solusi serta memberikan asuhan yang tepat. Leininger (1981)

menggambarkan caring sebagai kegiatan perawat profesional

dan membantu klien berkaitan dengan nilai dan tujuan yang

ingin dicapai individu maupun kelompok.

Karakteristik caring terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu:

79

1) Professional caring, yaitu sebagai wujud dari kemampuan

secara kognitif. Sebagai perawat professional dalam

melakukan tindakan harus berdasarkan ilmu, sikap dan

keterampilan professional agar dapat memberikan bantuan

sesuai kebutuhan klien, dapat menyelesaikan masalah dan

dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama

antara perawat dan klien.

2) Scientific caring, yaitu segala keputusan dan tindakan

dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien

berdasarkan pengetahuan yang dimiliki perawat

3) Humanistic caring, yaitu proses pemberian bantuan pada

klien bersifat kreatif, intuitif atau kognitif dan didasarkan

pada filosofi, fenomenologi, perasaan objektif maupun

subyektif.

2. Teori Caring menurut Watson

Pada tahun 1970-an Jean Watson mulai merintis teori caring

pada manusia yaitu terkait metafisik dan transpersonalnya.

Watson meyakini bahwa keperawatan lebih banyak

menggunakan pendekatan eksistensial – fenomologis untuk

memadukan konsep kejiwaan dan transendensi. Jiwa adalah

esensi dari seseorang, mengandung geist (roh atau kesan diri

yang lebih tinggi ), yang memiliki kesadaran, tingkat kesadaran

80

yang lebih tinggi, suatu kekuatan internal dan kekuatan yang

dapat memperbesar kapasitas manusia serta memungkinkan

seseorang untuk melebihi diri lazimnya. Transendensi mengacu

pada kapasitas untuk eksis bersama dengan masa lalu, saat ini

dan yang akan datang.

Transpersonal Human Caring dianggap baik sebagai

ideal moral keperawatan maupun sebagai proses caring. Ideal

moral berisi interaksi transpersonal dan intersubjektif dengan

orang lain. Proses caring terdiri atas komitmen untuk

melindungi, meningkatkan dan memulihkan humanitas dengan

mengembalikan martabat, keselarasan bathin dan memfasilitasi

penyembuhan. Perawat berperan untuk memberikan informasi

pada orang lain, dan kesiapan untuk penyembuhan, yang

memungkinkan mereka untuk meraih kembali rasa keselarasan

bathin mereka.

Dasar teori watson adalah nilai dan penghormatannya

yang sangat mendalam terhadap keajaiban dan misteri

kehidupan, Watson mengakui adanya dimensi spiritual

kehidupan dan keyakinan terhadap kekuatan internal proses

perawatan dan penyembuhan. System ini dipadukan dengan

sepuluh faktor karatif yang mencakup altruisme manusia,

kepekaan terhadap diri dan orang lain, mencintai serta percaya

akan hidup dan kekuatan bathin orang lain dan diri kita sendiri.

81

Watson mengidentifikasi asumsi dan prinsip holografis

keperawatan transpersonal. Watson meyakini bahwa jiwa

seseorang berada dalam tubuh yang tidak dibatasi oleh ruang

dan waktu. Sebagian dari asumsi Watson yang mendasari nilai-

nilai asuhan manusia dalam keperawatan yaitu:

1. Kasih sayang dan cinta merupakan kekuatan kosmik yang

paling universal dan misterius yang tersusun atas energi

psikis universal dan primal

2. Setiap individu harus lebih menyayangi dan mencintai untuk

memelihara humanitas mereka agar dapat bertahan hidup

3. Hal yang penting sebelum seseorang bisa menghargai dan

merawat orang lain dengan belas kasih yang penuh martabat

sayangi dan cintai diri sendiri

4. Esensi dari keperawatan dan merupakan fokus yang utama

yang penyatu dalam praktik keperawatan adalah kasih

sayang

5. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi medis dan

batasan birokrasi-manajerial institusi, peran merawat

mungkin akan terancam dan mengalami penurunan dalam

system layanan kesehatan

6. Kontribusi moral, sosial dan ilmiah dalam keperawatan

terhadap manusia dan masyarakat terletak pada komitmen

82

yang ideal tentang perawatan manusia dalam teori, praktik

dan penelitian.

Watson menerapkan beberapa prinsip holografis dasar

kedalam perawatan transpersonal, yaitu:

1. Kesadaran merawat-menyembuhkan yang utuh terkandung

dalam suatu waktu perawatan tunggal.

2. Merawat dan menyembuhkan adalah saling berhubungan

dan berhubungan dengan manusia lain, lingkungan, dan

dengan energy alam semesta yang lebih tinggi.

3. Kesadaran merawat-menyembuhkan manusia atau

sebaliknya dari perawat dikomunikasikan kepada orang yang

mendapatkan perawatan

4. Kesadaran merawat-menyembuhkan diberikan secara

temporer dan spasial ; seperti kesadaran yang ada sepanjang

waktu dan ruang

Watson mengungkapkan bahwa keperawatan adalah

Ilmu tentang manusia tentang pengalaman sehat sakit serta

penyembuhan yang diperantarai oleh transaksi perawatan

manusia yang profesional, personal, ilmiah, estetik dan etik.

Tujuan umum dari keperawatan yaitu meningkatkan

pertumbuhan dan spiritual bagi diri sendiri dan orang lain juga

untuk menemukan kekuatan bathin dan pengendalian diri

seseorang.

83

Didalam interaksi manusia transpersonal, perawat

menggunakan sepuluh faktor perawatan sebagai pedoman

dalam interaksi perawat-klien yang didasarkan pada kepekaan

terhadap diri dan orang lain, yaitu:

1. Membentuk nilai nilai sistem humanistik dan altruistik

2. Memelihara kejujuran dan harapan

3. Menumbuhkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain

4. Meningkatkan hubungan kepedulian pada manusia yang

membantu dan percaya

5. Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan positif

maupun negatif

6. Menggunakan proses pemecahan masalah keperawatan

yang kreatif

7. Meningkatkan belajar mengajar transpersonal

8. Menyediakan lingkungan yang mendukung, protektif, atau

memperbaiki mental, fisik, sosiokultural dan spiritual

9. Membantu mahasiswa dalam memenuhi kebutuhan

kebutuhannya

10. Memberikan keleluasaan kekuatan spiritual

fenomenologikal-eksistensials spiritual.

Asumsi dasar teori Watson terletak pada 7 asumsi dasar

yang menjadi kerangka kerja dalam pengembangan teori; yaitu:

84

1. Caring dapat dilakukan dan dipraktikkan secara

interpersonal.

2. Caring meliputi faktor-faktor caratif yang dihasilkan dari

kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

3. Caring yang efektif akan meningkatkan status kesehatan dan

perkembangan individu dan keluarga.

4. Respon caring adalah menerima seseorang tidak hanya

sebagai seseorang berdasarkan kondisi saat ini tetapi seperti

apa dia mungkin akan menjadi dimasa depannya.

5. Caring environment, menyediakan perkembangan potensi

dan memberikan keluasan memilih kegiatan yang terbaik

bagi diri seseorang dalam waktu yang telah ditentukan.

6. Caring bersifat healt hogenic” daripada sekedar curing.

Praktek caring mengintegrasikan pengetahuan biopisikal dan

perilaku manusia untuk meningkatkan kesehatan dan untuk

membantu pasien yang sakit, dimana caring melengkapi

curing.

7. Caring merupakan inti dari keperawatan.

85

Nilai-nilai yang mendasari konsep caring menurut Jean Watson

meliputi:

1. Konsep tentang manusia

Manusia merupakan suatu fungsi yang utuh dari diri yang

terintegrasi (ingin dirawat, dihormati, mendapatkan

asuhan, dipahami dan dibantu). Manusia pada dasarnya

mempunyai rasa ingin dimiliki oleh lingkungan sekitar dan

menjadi bagian dari kelompok atau masyarakat, dan rasa

dicintai dan rasa mencintai.

2. Konsep tentang kesehatan

Kesehatan merupakan kuutuhan dan keharmonisan

pikiran fungsi fisik dan sosial. Menekankan fungsi

pemeliharaan serta adaptasi untuk meningkatkan fungsi

dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kesehatan

merupakan suatu keadaan terbebas dari keadaan

penyakit, dan Jean Watson menekankan pada usaha-

usaha yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut.

3. Konsep tentang lingkungan

Berdasarkan teori Jean Watson, caring dan nursing

merupakan konstanta dalam setiap keadaan di

masyarakat. Perilaku caring diwariskan berdasarkan

pengaruh budaya sebagai strategi untuk melakukan

86

mekanisme koping terhadap lingkungan tertentu bukan

karena diwariskan oleh generasi sebelumnya.

4. Konsep tentang keperawatan

Keperawatan berfokus pada promosi kesehatan,

pencegahan penyakit dan caring ditujukan untuk klien

baik dalam keadaan sakit maupun sehat.

3. Teori Caring menurut Kristen M. Swanson

Teori caring Swanson masuk dalam level middle range

theory, mempelajari tentang seorang perawat yang dapat

merawat klien dengan tetap menghargai martabat klien

tersebut dengan komitmen dan tanggungjawab yang tinggi.

Teori caring Swanson ini berkembang setelah Swanson

melakukan riset terhadap 3 (tiga) studi perinatal yang terpisah,

yaitu :

1) studi pertama tentang pengalaman para wanita yang

mengalami keguguran

2) Studi kedua kepada para orang tua dan para professional

kesehatan sebagai care giver di ruang newborn intensive

care unit (NICU)

3) Studi ketiga terhadap kelompok calon ibu dengan risiko

tinggi.

87

Fokus teori caring Swanson dalam the caring model

mengembangkan 5 (lima) proses dasar, yaitu knowing, being

with, doing for, enabling dan maintening belief. Penjabaran 5

(lima) proses dasar ini bisa menjadi strategi untuk penerapan

asuhan keperawatan yang dimulai dengan pengkajian sampai

dengan evaluasi keperawatan. Dengan demikian caring

mempunyai peran besar dalam pelaksanaan proses

keperawatan.

Kristen M. Swanson mampu memahami ruang lingkup

Caring secara keseluruhan dan pada saat yang sama

menjelaskan dimensi spesifik dari keinginan seorang perawat

untuk merawat klien.

Argumen merupakan bagian yang penting dalam

kontribusinya untuk teori keperawatan dimana klien dipandang

sebagai manusia yang utuh tidak terpisah-pisah. Hal yang

menarik tentang pengertian klien ini adalah bahwa Swanson

selalu menempatkan peran perawat dalam proses becoming

tersebut, dimana perawat sebagai mitra dalam membantu klien

untuk mencapai kesejahteraannya (well being). Teori Caring

Swanson menyajikan permulaan yang baik untuk memahami

kebiasaan dan proses dari karakteristik pelayanan. Teori Caring

Swanson menjelaskan tentang proses Caring yang terdiri dari

proses perawat mengerti kejadian yang berarti di dalam hidup

88

seseorang, hadir secara emosional, melakukan suatu hal kepada

orang lain sama seperti melakukan terhadap diri sendiri,

memberi informasi dan memudahkan jalan seseorang dalam

menjalani transisi kehidupan serta menaruh kepercayaan

seseorang dalam menjalani hidupnya.

Struktur Caring Swanson

Gambar 3.1 Struktur Model Caring Menurut Swanson

(1993)

Asumsi dasar dari teori ini ditemukan dalam

gagasan caring yang dijelaskan Swanson, Caring adalah

multifase yang selalu ada di dalam dinamika hubungan

klien dan perawat. Ada yang melihat proses ini sebagai

hubungan yang linear, namun juga harus dianggap sebagai

hubungan siklik, dan proses yang terjadi haruslah terus

89

diperbarui dimana perawat berperan dalam membantu

klien untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan.

Secara umum, proses yang terjadi sebagai berikut,

pertama perawat membantu klien mempertahankan

keyakinannya, yang berarti bahwa perawat mendorong

dan membantu klien untuk memperkuat harapan mereka

dan mengatasi kesulitannya. Hal ini sangat penting

terutama dalam kasus di mana klien menghadapi penyakit

yang mengancam nyawa seperti kanker, atau peristiwa

yang sangat traumatis seperti keguguran (Alligood &

Tomey, 2010).

Sebagai pelengkap dan langkah berikutnya dalam

proses untuk mempertahankan keyakinan, adalah

knowing. Dalam proses knowing, perawat berusaha

memahami situasi klien saat ini, karena ini bisa muncul

untuk melatih perawat, yang menciptakan seseorang

dengan rasa tertentu bagaimana kondisi fisik dan

psikologis dapat mempengaruhi seseorang secara

keseluruhan. Perawat bisa melanjutkan ke tahap proses

do for apabila sudah tahu apa yang terjadi pada klien, lalu

bisa memberikan intervensi pada klien. Proses do for,

diikuti dengan proses enabling yang memungkinkan klien

90

untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraannya (well

being).

Swanson mengidentifikasi 3 tipe kondisi penyebab

Caring, yaitu klien, perawat dan organisasi. Kondisi

organisasi meliputi beberapa komponen dari Profesional

Practice Model (PPM) yaitu : (1) kepemimpinan, (2)

kompensasi dan penghargaan, serta (3) Hubungan

profesional. Apabila 3 komponen ini diciptakan dalam

lingkungan kerja akan mendukung praktek Caring dalam

pelayanan. (Tonges & Ray, 2011)

Gambar 3.2 Teori Caring Swanson : Framing the Culture of Carolina Care (Tonges & Ray, 2011)

Gambar diatas menunjukkan bahwa knowing dan being

with sebagai wujud compassion (keharuan, kepedulian perawat

terhadap emosi pasien atau empati, responsiveness, dan

respect), sedangkan enabling dan doing for adalah untuk

memperkuat pasien mampu memelihara dan merawat diri

91

sendiri. Maintenaining belief adalah mempertahankan

keyakinan pasien akan kesejahteraan/ kesehatan.

Komponen yang ada dalam struktur ini saling

berintegrasi dan berhubungan dan tidak bisa berdiri sendiri,

yang nantinya akan membentuk suatu perilaku caring. Hal ini

adalah dasar dalam memelihara dan meningkakan keyakinan

dasar terhadap kehidupan manusia, memberi dukungan dengan

mengetahui dan mengerti apa yang menjadi permasalahan

klien. Selain itu juga harus menyampaikan permasalahan klien

dengan memperhatikan aspek fisik dan emosional, melakukan

tindakan keperawatan yang sesuai dengan kondisi aktual

maupun potensial klien. Pada kenyataannya, knowing, being

with, doing for, enabling, dan maintening belief adalah

komponen penting dari setiap hubungan perawat-klien

(Swanson, 1983).

3.3 Dimensi Caring menurut K.M Swanson

Ada lima dimensi yang mendasari konsep caring, yaitu:

1. Maintening belief

Maintening belief adalah kepekaan diri seseorang

terhadap harapan yang diinginkan orang lain ataupun

membangun harapan. Indikator yang terdapat pada kepekaan

diri, yaitu:

92

1) Selalu punya rasa percaya diri yang tinggi

2) Mempertahankan perilaku yang siap memberikan harapan

orang lain

3) Selalu berfikir realistis

4) Selalu berada disisi klien dan siap memberikan bantuan.

Menumbuhkan keyakinan seseorang dalam melalui

setiap peristiwa hidup dan masa-masa transisi dalam hidupnya

serta menghadapi masa depan dengan penuh keyakinan,

mempercayai kemampuan orang lain, menimbulkan sikap

optimis, membantu menemukan arti atau mengambil hikmah

dari setiap peristiwa, dan selalu ada untuk orang lain dalam

situasi apapun. Tujuannya adalah untuk membantu orang lain

supaya bisa menemukan arti dan mempertahankan sikap yang

penuh harap. Memelihara dan mempertahankan keyakinan nilai

hidup seseorang adalah dasar dari caring dalam praktik

keperawatan.

Subdimensi dari maintaining belief antara lain:

(1) Believing in: perawat merespon apa yang dialami klien dan

mempercayai bahwa hal itu wajar dan dapat terjadi pada

siapa saja yang sedang mengalami masa transisi.

(2) Offering a hope – filled attitude: memperlihatkan perilaku

yang peduli pada masalah yang terjadi pada klien dengan

sikap tubuh, kontak mata dan intonasi bicara perawat.

93

(3) Maintaining realistic optimism: menjaga dan

memperlihatkan sikap optimisme perawat dan harapan

terhadap apa yang dialami klien secara realistis dan berusaha

mempengaruhi klien untuk punya sikap yang optimisme dan

harapan yang sama.

(4) Helping to find meaning: membantu klien menemukan arti

dari masalah yang dialami segingga klien bisa secara perlahan

menerima bahwa siapa pun bisa mengalami hal yang sama

dengan klien.

(5) Going the distance (menjaga jarak): semakin jauh

menjalin/menyelami hubungan dengan tetap menjaga

hubungan sebagai perawat-klien agar klien bisa percaya

sepenuhnya pada perawat dan responsibility serta Caring

secara total oleh perawat kepada klien.

2. Knowing (mengetahui)

Perawat harus mengetahui kondisi klien, memahami arti

dari suatu peristiwa dalam kehidupan, menghindari asumsi,

fokus pada klien, mencari isyarat, menilai secara cermat dan

menarik. Efisiensi dan efektivitas terapeutik caring ditingkatkan

oleh pengetahuan secara empiris, etika dan estetika yang

berhubungan dengan masalah kesehatan baik secara aktual dan

potensial. Indikator knowing adalah:

94

1) Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien

2) Manfaat perawatan dan kejelasan rencana perawatan

3) Hindari persyaratan untuk bertindak, karena perawat peduli

pasien

4) Tidak hanya mengerti kebutuhan dan harapan tetapi fokus

pada merawat yang benar atau efisien dan berhasil guna atau

efektif.

Knowing adalah berusaha agar mampu mengetahui dan

paham terhadap peristiwa yang mempunayi arti dalam

kehidupan klien. Mempertahankan kepercayaan merupakan

dasar dari Caring keperawatan, knowing adalah memahami

pengalaman hidup klien dengan mengesampingkan asumsi

perawat mengetahui kebutuhan klien, menggali/menyelami

informasi klien secara detail, sensitive terhadap petunjuk verbal

dan non verbal, fokus pada satu tujuan keperawatan, serta

mengikutsertakan orang yang memberi asuhan dan orang yang

diberi asuhan dan menyamakan persepsi antara perawat dan

klien. Knowing adalah penghubung dari keyakinan keperawatan

terhadap realita kehidupan.

Subdimensi dari knowing antara lain :

(1) Avoiding assumptions, menghindari asumsi-asumsi

95

(2) Assessing thoroughly, melakukan pengkajian menyeluruh

meliputi bio, psiko, sosial, spitual dan kultural

(3) Seeking clues, perawat menggali informasi secara mendalam

(4) Centering on the one cared for, perawat fokus pada klien

dalam memberikan asuhan keperawatan

(5) Engaging the self of both, melibatkan diri sebagai perawat

secara utuh dan bekerja sama dengan klien dalam melakukan

asuhan keperawatan yang efektif

3. Being with (Kehadiran)

Being with merupakan kehadiran dari perawat untuk

pasien, perawat tidak hanya hadir secara fisik saja, tetapi juga

melakukan komunikasi membicarakan kesiapan/ kesediaan

untuk bisa membantu serta berbagi perasaan dengan tidak

membebani pasien. Perawat juga hadir dengan berbagi

perasaan tanpa beban dan secara emosional bersama klien

dengan maksud memberikan dukungan kepada klien,

memberikan kenyamanan, pemantauan dan mengurangi

intensitas perasaan yang tidak diinginkan.

Indikator saat merawat pasien adalah:

1) Kehadiran kontak dengan pasien

2) Menyampaikan kemampuan merawat

3) Berbagi perasaan

96

4) Tidak membebani pasien

Subdimensi dari being with, antara lain:

(1) Non-burdening: Perawat melakukan kerja sama kepada klien

dengan tidak memaksakan kehendak kepada klien

melaksanakan tindakan keperawatan

(2) Convering availability: Memperlihatkan sikap perawat mau

membantu klien dan memfasilitasi klien dalam mencapai

tahap kesejahteraan /well being.

(3) Enduring with: Perawat dan klien berkomitmen untuk

meningkatkan kesehatan klien.

(4) Sharing feelings: Berbagi pengalaman bersama klien yang

berhubungan dengan usaha dalam meningkatkan kesehatan

klien.

Being with perawat bisa diperlihatkan dengan cara

kontak mata, bahasa tubuh, nada suara, mendengarkan serta

mempunyai sikap positif dan semangat yang dilakukan perawat,

bisa membuat suasana terbuka dan saling mengerti.

4. Doing for (Melakukan)

Doing for berarti bekerja sama melakukan sesuatu

tindakan yang bisa dilakukan, mengantisipasi kebutuhan yang

diperlukan, kenyamanan, menjaga privasi dan martabat klien.

97

Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, perawat bisa

memberikan konstribusi dalam pemulihan kesehatan (atau

sampai meninggal dengan damai). Perawat akan tampil

seutuhnya ketika diperlukan dengan menggunakan semua

kekuatan maupun pengetahuan yang dimiliki.

Subdimensi dari doing for antara lain:

1) Comforting ( memberikan kenyamanan)

Dalam memberikan intervensi keperawatan perawat harus

bisa memberi kenyamanan dan menjaga privasi klien..

2) Performing competently ( menunjukkan ketrampilan)

Sebagai perawat professional perawat dituntut tidak

hanya bisa berkomunikasi tapi juga harus bisa

memperlihatkan kompetensi maupun skill yang dimiliki

seorang perawat yang professional.

3) Preserving dignity (menjaga martabat klien)

Menjaga martabat klien sebagai individu atau memanusiakan

manusia.

4) Anticipating ( mengantisipasi )

Selalu meminta izin ataupun persetujuan dari klien ataupu

keluarga dalam melakukan tindakan keperawatan.

5) Protecting (melindungi)

Menjaga hak-hak klien dalam memberikan asuhan

keperawatan dan tindakan medis

98

5. Enabling (Memampukan)

Enabling adalah memampukan atau memberdayakan

klien, perawat memberikan informasi, menjelaskan memberi

dukungan dengan fokus masalah yang relevan, berfikir melalui

masalah dan menghasilkan alternatif pemecahan masalah agar

klien mampu melewati masa transisi dalam hidup yang belum

pernah dialaminya sehingga bisa mempercepat penyembuhan

klien ataupun supaya klien mampu melakukan tindakan yang

tidak biasa dilakukannya. memberikan umpan balik / feedback.

Subdimensi dari enabling antara lain:

1) Validating (memvalidasi)

Memvalidasi semua tindakan yang telah dilakukan

2) Informing ( memberikan informasi)

Menyampaikan informasi yang berhubungan dengan

peningkatan kesehatan klien dalam rangka memberdayakan

klien dan keluarga klien.

3) Supporting (mendukung)

Memberi dukungan kepada klien untuk mencapai

kesejahteraan / well being sesuai kapasitas sebagai perawat

4) Feedback (memberikan umpan balik)

Memberikan feedback kepada klien atas usahanya mencapai

kesembuhan/well being,

99

5) Helping patients to focus generate alternatives (membantu

klien untuk fokus dan membuat alternatif)

Membantu klien agar selalu fokus dan ikut dalam program

peningkatan kesehatannya baik tindakan keperawatan

maupun tindakan medis (Potter & Perry, 2005)

Domain pertama mengacu pada kapasitas seseorang

untuk memberikan perhatian, domain kedua mengacu pada

kepedulian dan komitmen individu yang mengarah pada

tindakan caring, domain ketiga mengacu pada kondisi (perawat,

klien, organisasi) yang meningkatkan atau mengurangi

kemungkinan memberikan acring, domain keempat mengacu

pada tindakan caring, dan domain kelima mengacu pada

konsekuensi atau hasil caring yang disengaja dan tidak disengaja

pada klien dan penyedia layanan (Alligood & Tomey, 2010).

Setiap proses caring memiliki pengertian dan subdimensi

yang menjadi dasar dalam intervensi keperawatan. Pelayanan

keperawatan dan caring sangat penting untuk membuat hasil

positif pada kesehatan dan kesejahteraan klien (Swanson,

1991).

100

Tabel 3.1 Dimensi dan subdimensi proses caring dari

Swanson (1991)

Proses Caring Definisi Sub Dimensi Mengetahui (knowing)

Berusaha mengerti kejadian yang berarti dalam kehidupan seseorang

▪ Menghindari asumsi

▪ Focus pada pelayanan satu orang

▪ Penialian menyeluruh

▪ Mencari petunjuk ▪ Mengikat diri atau

keduanya

Mlakukan bersama (being with)

Hadir secara emosional

▪ Berada disana ▪ Menunjukkan

kemampuan ▪ Berbagi perasaan ▪ Tidak mudah

marah

Melakukan untuk (doing for)

Sebisa mungkin melakukan kepada orang lain seperti melakukannya terhadap diri sendiri

▪ Kenyamanan ▪ Antisipasi ▪ Menunjukkan

keterampilan ▪ Melindungi ▪ Menunjukkan

kepercayaan

101

Kemampuan (enabling)

Memudahkan jalan seseorang dalam menjalani transisi kehidupan (sepeti kelahiran, kematian) atau kejadian yang tidak terduga

▪ Memberitahukan/ menjelaskan

▪ Mendukung/ mengizinkan

▪ Focus ▪ Membuat

alternative ▪ Membenarkan/

memberikan umpan balik

Mengatasi kepercayaan (maintaining belief)

Menaruh kepercayaan terhadap kemampuan seseorang dalam menjalani hidup atau transisi dalam menghadapi masa depan

▪ Kepercayaan/ memegang kepercayaan

▪ Mempertahankan sikap penuh pengharapan

▪ Menawatkan keyakinan yang realistik “pergi jauh”

Swanson menyatakan bahwa bentuk caring mungkin dapat

diterapkan dalam disiplin lain seperti pendidikan, pekerjaan

social dan kedokteran, dan dalam berbagai situasi kehidupan di

luar keperawatan (Alligood & Tomey, 2010).

102

3.4 Komponen caring menurut Swanson

Swanson (1991) dalam empirical development of a

middle range theory of caring mendeskripsikan 5 proses caring

menjadi lebih praktis, yaitu:

1. Komponen mempertahankan keyakinan, mengakutualisasi

diri untuk membantu orang lain, mampu membantu orang

lain dengan tulus, memberikan ketenangan kepada klien dan

memiliki sikap yang positif

2. Komponen pengetahuan, memberikan pemahaman klinis

tentang kondisi dan situasi klien, melaksanakan setiap

tindakan sesuai peraturan dan menghindari terjadinya

komplikasi

3. Komponen kebersamaan, ada secara emosional dengan

orang lain, bisa berbagi secara tulus dengan klien dan

membina kepercayaan terhadap klien

4. Komponen tindakan yang dilakukan, melakukan tindakan

terapeutik seperti membuat klien merasa nyaman,

mengantisipasi bahaya dan intervensi yang kompeten

5. Komponen memungkinkan, melakukan informent consent

pada setiap tindakan, memberikan respon yang positif

terhadap keluhan klien (Monica, 2008)

103

3.5 Caring dalam Praktik Keperawatan

Caring merupakan hasil dari kultur, nilai – nilai,

pengalaman dan hubungan perawat dengan klien. Saat

perawat berurusan dengan kesehatan dan penyakit dalam

praktiknya, maka kemampuan perawat dalam pelayanan

akan semakin berkembang. Sikap perawat dalam praktik

keperawatan yang berkaitan dengan Caring adalah dengan

kehadiran, sentuhan kasih sayang, selalu mendengarkan dan

memahami klien (Potter & Perry, 2009). Kehadiran adalah

saat dimana perawat dan klien bertemu yang menjadi sarana

agar lebih dekat dan bisa menyampaikan manfaat caring.

Kehadiran perawat meliputi hadir secara fisik, berkomunikasi

dengan pengertian. Kehadiran juga merupakan sesuatu yang

ditawarkan perawat pada klien dengan maksud memberikan

dukungan, dorongan, menenangkan hati klien, mengurangi

rasa cemas dan takut klien karena situasi tertentu, serta

selalu ada untuk klien (Potter & Perry, 2009).

Sentuhan merupakan salah satu cara pendekatan yang

menenangkan, perawat bisa mendekatkan diri kepada klien

agar bisa menunjukkan perhatian dan memberi dukungan.

Sentuhan Caring merupakan suatu bentuk komunikasi non

verbal yang bisa mempengaruhi kenyamanan dan keamanan

klien, meningkatkan harga diri klien, serta memperbaiki

104

orientasi tentang kenyataaan. Pengungkapan sentuhan harus

berorientasi pada tugas dan dapat dilakukan dengan cara

memegang tangan klien, memberikan pijatan pada

punggung, menempatkan klien dengan hati – hati dan ikut

serta dalam pembicaraan (Potter & Perry, 2009).

Pembicaraan dengan klien harus benar – benar didengarkan

oleh perawat. Mendengarkan merupakan kunci dari

hubungan perawat dengan klien, karena dengan

mendengarkan kisah/ keluhan klien akan membantu klien

mengurangi tekanan terhadap penyakitnya. Hubungan

pelayanan perawat dengan klien yaitu dengan membangun

kepercayaan, membuka topik pembicaraan, mendengarkan

dan mengerti apa yang klien katakan.

Perawat yang mendengarkan klien dengan sungguh –

sungguh, akan mengetahui secara benar dan merespon apa

yang benar – benar berarti bagi klien dan keluarganya (Potter

& Perry 2009). Mendengarkan juga termasuk memberikan

perhatian pada setiap perkataan yang diucapkan , nada

suara, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh klien. Hal ini akan

membantu perawat dalam mendapatkan petunjuk untuk

membantu menolong klien mencari cara mendapatkan

kedamaian. Bulfin (2005, dalam Potter & Perry, 2009)

mengemukakan bahwa memahami klien akan membantu

105

perawat dalam menanggapi persoalan yang teradi pada

klien. Memahami klien berarti perawat menghindari asumsi,

fokus pada klien, dan ikut serta dalam hubungan Caring

dengan klien yang memberikan informasi dan memberikan

penilaian klinis.

Memahami klien adalah sebagai inti suatu proses yang

digunakan perawat dalam membuat keputusan klinis.

Perawat yang membuat keputusan klinis yang akurat dengan

konteks pemahaman yang baik, akan meningkatkan hasil

kesehatan klien, klien akan mendapatkan pelayanan pribadi,

nyaman, dukungan, dan pemulihan.

3.6 Perilaku Caring

Caring merupakan inti dari praktik keperawatan yang

baik, karena Caring bersifat khusus dan bergantung pada

hubungan perawat - klien (Potter & Perry, 2009). Caring

merupakan fasilitas perawat agar mampu mengenal klien.,

mengetahui masalah klien, mencari dan melaksanakan

solusinya. Perilaku seorang perawat yang Caring terhadap klien,

dapat memperkuat mekanisme coping klien sehingga

memaksimalkan proses penyembuhan klien (Sitorus, 2006).

Watson (1979 dalam Tomey & Alligood, 2006), menyatakan

bahwa Caring adalah wujud dari semua faktor dipakai perawat

106

didalam melakukan pelayanan kesehatan terhadap klien.

Perilaku Caring perawat dapat diwujudkan dalam pemberian

pelayanan keperawatan pada klien, bila perawat dapat

memahami pengertian dari Caring itu sendiri, mengetahui teori

tentang Caring, mengetahui Caring dalam praktek keperawatan,

memahami sepuluh faktor karatif Caring, dan faktor – faktor

yang mempengaruhi perilaku Caring perawat.

3.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku caring

Caring merupakan aplikasi dari proses keperawatan

sebagai bentuk kinerja yang ditampilkan oleh seorang perawat.

Gibson, et.al (2006) mengemukakan 3 (tiga) faktor yang

berpengaruh terhadap kinerja individu meliputi faktor individu,

psikologis dan organisasi.

1. Faktor Individu

Variabel individu dikelompokkan pada subvariabel

kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan

demografis. Menurut Gibson, el.al (2006), variable

kemampuan dan keterampilan adalah faktor penting yang

bisa berpengaruh terhadap perilaku dan kinerja individu.

Kemampuan intelektual merupakan kapasitas individu

mengerjakan berbagai tugas dalam suatu kegiatan mental.

107

2. Faktor psikologis

Variabel ini terdiri atas sub variable sikap, komitmen dan

motivasi. Faktor ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat

sosial, pengalaman dan karakteristik demografis. Setiap

orang cenderung mengembangkan pola motivasi tertentu.

Motivasi adalah kekuatan yang dimiliki seseorang yang

melahirkan intensitas dan ketekunan yang dilakukan secara

sukarela. Variabel psikologis bersifat komplek dan sulit

diukur.

3. Faktor organisasi

Faktor organisasi yang bisa berpengaruh dalam perilaku

caring adalah, sumber daya manusia, kepemimpinan,

imbalan, struktur dan pekerjaan (Gibson, 2006). Kopelman

(1986), variable imbalan akan mempengaruhi variable

motivasi, yang pada akhirnya secara langsung

mempengaruhi kinerja individu.

3.8 Faktor Pembentuk Perilaku Caring

Menurut Watson (2005) faktor pembentuk perilaku caring yaitu:

1. Membentuk sistem nilai humanistik-altruistik.

Watson menyatakan bahwa asuhan keperawatan

berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan (humanistik) dan

perilaku yang mementingkan kepentingan orang lain diatas

108

kepentingan pribadi (altruistik). Hal ini bisa dikembangkan

melalui pemahaman nilai yang ada pada diri seseorang,

keyakinan ,interaksi, dan kultur serta pengalaman pribadi.

2. Menanamkan keyakinan dan harapan (faith-hope).

Pemahaman ini perlu untuk menekankan pentingnya obat-

obatan untuk curative, perawat juga perlu menyampaikan

informasi kepada individu alternative pengobatan lain yang

ada. Mengembangkan hubungan perawat dan klien yang

efektif, perawat mempunyai perasaan optimis, harapan,

dan rasa percaya diri.

3. Mengembangkan sensitivitas untuk diri sendiri dan orang

lain.

Perawat dituntut agar bisa meningkatkan sensitivitas terhadap diri

pribadi dan orang lain serta bersikap lebih baik. Perawat

juga perlu mengerti pikiran dan emosi orang lain.

4. Membina hubungan saling percaya dan saling bantu

(helping-trust).

Ciri hubungan helping-trust adalah empati, dan hangat.

Hubungan yang harmonis haruslah hubungan yang

dilakukan secara jujur dan terbuka.

5. Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan positif

dan negatif.

109

Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan

semua keluhan dan perasaan pasien.

6. Menggunakan proses pemecahan masalah kreatif.

Penyalesaian masalah dalam pengambilan keputusan

perawat memakai metode proses keperawatan sebagai

pola pikir dan pendekatan asuhan kepada pasien.

7. Meningkatkan belajar mengajar transpersonal.

Memberikan asuhan mandiri,menetapkan kebutuhan

personal, dan memberikan kesempatan untuk

pertumbuhan personal pasien.

8. Memfasilitasi lingkungan yang suportif, protektif, atau

memperbaiki mental, fisik, sosiokultural, dan spiritual.

Perawat perlu tahu pengaruh lingkungan internal dan eksternal

pasien terhadap kesehatan kondisi penyakit pasien.

9. Membantu memuaskan kebutuhan manusia.

Perawat perlu tahu kebutuhan komperhensif diri sendiri

dan pasien. Pemenuhan kebutuhan paling dasar yang

harus dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya.

3.9 Perilaku Caring dalam Praktik Keperawatan

Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan

dengan waspada, perasaan empati pada orang lain dan

110

perasaan cinta atau menyayangi. Caring adalah sentral untuk

praktik keperawatan karena caring merupakan suatu cara

pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk bisa

lebih peduli terhadap klien. Dalam keperawatan, caring adalah

bagian inti yang penting terutama dalam praktik keperawatan

(Sartika, 2010)

Tindakan caring mempunyai tujuan untuk bisa

mmberikan asuhan fisik dengan memperhatikan emosi sambil

meningkatkan rasa nyaman dan aman terhadap klien. Caring

juga menekankan harga diri individu, artinya dalam

melaksanakan praktik keperawatan, perawat harus selalu

menghargai klien dengan menerima kelebihan maupun

kekurangan klien sehingga bisa memberikan pelayanan

kesehatan yang tepat.

Tiga aspek penting yang menjadi landasan keharusan

perawat untuk care terhadap orang lain. Aspek ini adalah aspek

kontrak, aspek etika, dan aspek spiritual dalam caring terhadap

orang lain yang sakit.

1. Aspek kontrak

Sudah diketahui bahwa, sebagai perawat profesional, kita

berada di bawah kewajiban kontrak untuk care. Radsma

(1994) mengatakan, “perawat memiliki tugas profesional

untuk memberikan care”. Untuk itu, sebagai seorang

111

perawat yang profesional haruslah mempunyai sikap care

sebagai kontrak kerja kita.

2. Aspek etika

Pertanyaan etika adalah pertanyaan tentang apa yang benar

atau salah, bagaimana mengambil keputusan yang tepat,

bagaimana melakukan tindakan dalam situasi tertentu. Jenis

pertanyaan ini akan memengaruhi cara perawat memberikan

asuhan. Seorang perawat haruslah care pada klien. Dengan

care perawat dapat memberikan kebahagiaan bagi orang

lain.

3. Aspek spiritual

Di semua agama besar di dunia, ide untuk saling caring satu

sama lain adalah ide utama. Oleh sebab itu perawat yang

religious adalah orang yang care, bukan karena dia seorang

perawat tapi lebih karena dia merupakan anggota suatu

agama atau kepercayaan, perawat harus care terhadap klien.

Caring dalam praktik keperawatan bisa dilakukan

dengan membina hubungan saling percaya antara perawat dan

klien. Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan

bentuk komunikasi untuk menjalin hubungan dalam

keperawatan. Perawat bertindak dengan cara yang terbuka dan

jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan

klien. Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain

112

yang sering diekspresikan melalui bahasa tubuh, ucapan

penekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah, dan lain

-lain (Kozier & Erb, 1985 dalam Nurachmah, 2001).

Perawat perlu mengetahui kebutuhan komprehensif

yaitu kebutuhan biofisik, psikososial, psikofisikal dan

interpersonal klien. Pemenuhan kebutuhan yang paling

mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang

selanjutnya.

Perawat juga perlu menyampaikan informasi kepada

klien. Perawat mempunyai tanggung jawab terhadap

kesejahteraan dan kesehatan klien. Caring memiliki manfaat

yang begitu besar dalam keperawatan dan sebaiknya tergambar

dalam setiap interaksi perawat dengan klien, bukan dianggap

sebagai sesuatu yang tidak bisa diwujudkan dengan alasan

beban kerja yang tinggi, atau pengaturan manajemen asuhan

keperawatan ruangan yang kurang baik. Pelaksanaan caring bisa

meningkatkan mutu asuhan keperawatan, memperbaiki image

perawat di masyarakat dan menjadikan profesi keperawatan

memiliki tempat khusus di mata para pengguna jasa pelayanan

kesehatan.

113

3.10 Proses Keperawatan Dalam Teori Caring

Watson (1979 dalam Muchlisin & Ichsan, 2008)

menekankan bahwa proses keperawatan mempunyai langkah-

langkah yang sama dengan proses riset ilmiah, karena kedua

proses tersebut mencoba untuk menyelesaikan masalah dan

mendapatkan solusi yang terbaik. selanjutnya Watson

menggambarkan kedua proses tersebut sebagai berikut:

a. Pengkajian

Meliputi observasi, identifikasi, dan review masalah;

menggunakan pengetahuan dari literature yang bisa

diaplikasikan, melibatkan pengetahuan konseptual untuk

pembentukan dan konseptualisasi kerangka kerja yang

dipakai untuk memandang dan mengkaji masalah dan

pengkajian juga meliputi pendefinisian variabel yang akan

diteliti dalam pemecahan permasalahan Watson (1979

dalam Julia, 1995) menjelaskan kebutuhan yang harus dikaji

oleh perawat yaitu:

1. Lower order needs (biophysical needs) yaitu kebutuhan

untuk tetap hidup meliputi kebutuhan nutrisi, cairan,

eliminasi, dan oksigenisasi.

114

2. Lower order needs (psychophysical needs) yaitu

kebutuhan untuk berfungsi, meliputi kebutuhan

aktifitas, aman, nyaman, seksualitas.

3. Higher order needs (psychosocial needs), yaitu

kebutuhan integritas yang meliputi kebutuhan akan

penghargaan dan berafiliasi.

4. Higher order needs (intrapersonalinterpersonal needs),

yaitu kebutuhan untuk aktualisasi diri.

b. Perencanaan:

Perencanaan membantu dalam menentukan bagaimana

variabel-variabel

akan diteliti atau diukur, meliputi suatu pendekatan

konseptual atau desain untuk pemecahan masalah yang

mengacu pada asuhan keperawatan serta menentukan data

apa yang akan dikumpulkan dan pada siapa dan bagaimana

data akan dikumpulkan.

c. Implementasi:

Merupakan tindakan langsung dan implementasi dari

rencana serta meliputi pengumpulan data.

115

d. Evaluasi

Merupakan proses untuk menganalisa data, juga untuk

menilai efek dari intervensi berdasarkan data serta meliputi

interpretasi hasil, tingkat dimana suatu tujuan yang positif

tercapai, dan apakah hasilnya bisa digeneralisasikan.

3.11 Persepsi Perawat Tentang Perilaku Caring

Berlawanan dengan perspektif pasien, Ford (1981 dalam

Morrison & Burnard, 2009) memakai sampel yang terdiri dari

hampir 200 orang perawat untuk mengartikan pengertian dari

caring dengan kata-kata mereka sendiri dan untuk

menggambarkan perilaku caring yang mereka lakukan. Sebuah

kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data. Analisis data

mengungkapkan dua kategori mayor yang merefleksikan: (1)

perhatian tulus terhadap kesejahteraan orang lain, dan (2)

mempersembahkan diri sendiri.

Beberapa contoh perilaku caring yang dikemukakan oleh

perawat dalam penelitian adalah mendengarkan, membantu,

menunjukkan rasa hormat, dan mendukung tindakan orang lain.

Sudut pandang perawat gagal menitikberatkan dimensi “tugas”

yang ditekankan dalam penelitian lain yang melibatkan persepsi

pasien, seperti yang dilaporkan oleh Brown (1982) sebagaimana

yang telah dijelaskan di atas.

116

Forrest (1989, dalam Morrison & Burnard, 2009)

memberikan analisis fenomenologis tentang pengalaman

perawat dalam caring kepada pasien. Pendekatan

fenomenologis dikarakteristikkan dengan penekanannya pada

pengalaman hidup. Pendekatan tersebut berusaha memahami

fenomena (dalam hal ini caring terhadap orang lain) dari

perspektif individu yang sedang diteliti. Aksennya adalah pada

kedalaman bukan kuantitas dari data yang dikumpulkan, dan

prosedur analisis yang sangat ketat juga harus dipatuhi. Dalam

studi ini hanya 17 informan yang terlibat. Dua kategori mayor

teridentifikasi, yaitu: (1) definisi caring dan (2) faktor yang

mempengaruhi caring.

Kategori pertama “definisi caring” dibagi lagi menjadi

dua sub-kategori: keterlibatan dan interaksi. Kategori kedua

“faktor yang mempengaruhi caring”, dibagi lagi menjadi lima

tema: diri sendiri, pasien, frustasi, koping, dan kenyamanan,

serta dukungan. Perhatikan bagaimana perbedaan pendekatan

terhadap masalah mempengaruhi tipe data yang muncul dari

riset. Dengan strategi yang sangat kualitatif dan mendalam,

muncul gambaran detail yang memberikan beberapa faktor

kompleks yang mempengaruhi caring dalam keperawatan.

117

3.12 Persepsi Klien Pada Caring

Menurut Williams (1997) dalam Potter dan Perry (2009)

mengetahui kebiasaan perawat yang di rasakan klien sebagai

caring menegaskan apa yang klien harapkan dari pemberi

layanan. Menjadikan kehadiran yang menentramkan,

mengenali individu sebagai sesuatu yang unik, dan menjaga

kebersamaan dan perhatian penuh kepada klien merupakan

sikap pelayanan yang dinilai klien. Semua klien memiliki ciri

khas, meskipun pemahaman akan sikap yang dihubungkan klien

dengan pelayanan membantu anda melakukan pelayanan

dalam praktik.

Menurut Attree (2001) dalam Potter dan Perry (2009),

jika klien merasakan penyelenggara pelayanan kesehatan

bersikap sensitif, simpatik, merasa kasihan, dan tertarik

terhadap mereka sebagai individu, mereka biasanya menjadi

rekan dalam melakukan perencanaan keperawatan. Watson

mengidentifikasi banyak asumsi dan beberapa prinsip dasar dari

transpersonal caring. Watson mempercayai bahwa jiwa

seseorang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu

Teori caring Swanson (1991) dalam Potter dan Perry

(2005) menjelaskan mengenai proses caring yang terdiri dari

bagaimana perawat memahami kejadian yang berarti di dalam

hidup seseorang, hadir secara emosional, melakukan sesuatu

118

hal terhadap orang lain sama seperti melakukan kepada diri

sendiri, menyampaikan informasi dan mempermudah jalan

seseorang dalam melewati transisi kehidupan serta menaruh

kepercayaan seseorang dalam menjalani hidup.

Pada saat kita memulai praktik klinik, kita perlu

mengetahui mengenai penerimaan caring yang diterima oleh

klien. Sebagai contoh, jika kita datang kepasien, kita memberi

salam kepada klien, memperkenalkan diri, memberi senyuman,

mempertahankan kontak mata saat interaksi, menyakan

keluhan apa yang ada pada pasien, memeriksa cairan intravena,

memeriksa keadaan klinis pasien, memberi sentuhan,

mengevaluasi intervensi yang sudah dilakukan, dan

memberikan salam sebelum meninggalkan ruangan.

Hal ini akan mempersepsikan klien mengenai kepuasaan

terhadap pelayanan perawat. Perilaku caring merupakan suatu

sikap, rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain, artinya

menaruh perhatian yang lebih terhadap klien dan bagaimana

seseorang itu melakukan tindakan.

119

3.13 Manfaat Caring

Pemberian pelayanan keperawatan yang didasari atas

perilaku caring perawat, akan bisa meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan. Penerapan caring yang diintegrasikan

dengan pengetahuan biofisikal dan pengetahuan tentang

perilaku manusia mampu meningkatkan kesehatan individu dan

memfasilitasi pemberian pelayanan kepada klien.

Caring merupakan sentral dalam praktik keperawatan,

caring merupakan cara untuk memelihara hubungan dengan

menghargai nilai-nilai yang lain, seseorang akan bisa merasakan

komitmen dan tanggungjawab pribadinya. Dalam teori ini,

120

caring perawat bertujuan memungkinkannya klien untuk

mencapai suatu kebahagiaan (Swanson, 1991).

Kinerja perawat yang berdasarkan dengan perilaku

caring akan menjadi sangat penting dalam mempengaruhi

kualitas pelayanan dan kepuasan klien terutama di rumah sakit,

dimana citra institusi ditentukan oleh kualitas pelayanan yang

nantinya akan mampu meningkatkan kepuasan klien dan mutu

pelayanan (Potter & Perry, 2009). Watson )dalam Aligood &

Tomey, 2010) menambahkan bahwa caring yang dilakukan

secara efektif bisa mendorong kesehatan dan pertumbuhan

individu. dari penelitian Wolf (2003) menemukan adanya

hubungan yang signifikan antara persepsi tentang perilaku

caring perawat dengan kepuasan klien terhadap pelayanan

keperawatan. Demikian perilaku caring yang ditampilkan oleh

seorang perawat akan mempengaruhi kepuasan klien. Perilaku

caring yang dilakukan oleh perawat bukan saja bisa

meningkatkan kepuasan klien tapi juga bisa menghasilkan

keuntungan bagi rumah sakit. Godkin dan Godkin (2004)

mengatakan bahwa perilaku caring mampu memberikan

manfaat secara finansial bagi industri pelayanan kesehatan.

Issel dan Khan (1998) menambahkan bahwa perilaku caring staf

kesehatan mempunyai nilai ekonomi bagi rumah sakit karena

perilaku ini berdampak bagi kepuasan klien. Dengan begitu

121

tampak dengan jelasbahwa perilaku caring bia mendatangkan

manfaat bagi pelayanan kesehatan karena mampu

meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan individu serta

menaikkan angka kunjungan klien ke tempat fasilitas kesehatan

dan nantinya akan memberikan keuntungan secara finansial

pada failitas kesehatan tersebut.

3.14 Pengukuran Perilaku Caring.

Perilaku caring bisa diukur dengan beberapa alat ukur

(tools) yang sudah dikembangkan oleh para peneliti yang

membahas ilmu caring. Beberapa penelitian tentang caring

bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Watson (2009)

menyatakan bahwa pengukuran caring merupakan proses

menurunkan subyektifitas, fenomena manusia yang bersifat

invisible (tidak terlihat) yang terkadang bersifat pribadi, ke

bentuk yang lebih obyektif. Oleh sebab itu, penggunaan alat

ukur formal mampu mengurangi subyektifitas pengukuran

perilaku caring.

Pemakaian alat ukur formal pada penelitian

keperawatan tentang perilaku caring bertujuan untuk :

memperbaiki caring secara terus menerus melalui penggunaan

hasil (outcomes) dan intervensi yang berarti untuk memperbaiki

praktik keperawatan; sebagai studi banding (benchmarking)

122

struktur, setting, dan lingkungan yang lebih menujukkan caring;

mengevaluasi konsekuensi caring dan non caring pada pasien

maupun perawat.

Alat ukur formal caring bisa menghasilkan model

pelaporan perawatan pada area praktik tertentu, menemukan

kelemahan dan kekuatan proses caring dan melakukan

intervensi dalam memperbaiki dan menghasilkan model praktik

yang lebih sempurna. Selain itu, penggunaan alat ukur formal

bisa meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai

hubungan caring, kesehatan dan proses kesembuhan dan

sebagai validasi empiris untuk memperluas teori caring serta

memberikan petunjuk baru bagi perkembangan kurikulum,

keilmuan keperawatan, dan ilmu kesehatan termasuk penelitian

(Watson, 2009).

Pengukuran perilaku caring perawat bisa dilakukan

melalui pengukuran persepsi pasien terhadap perilaku caring

perawat. dengan menggunakan persepsi pasien dalam

pengukuran perilaku caring perawat bisa memberikan hasil yang

lebih sensitif karena pasien adalah individu yang menerima

langsung perilaku dan tindakan perawat termasuk perilaku

caring (Rego, Godinho, McQueen, 2008).

Beberapa alat ukur formal yang digunakan untuk

mengukur perilaku caring perawat didasarkan pada persepsi

123

pasien antara lain caring behaviors assesment tool (digunakan

oleh Cronin dan Harrison, 1988), caring behavior checklist and

client perception of caring (digunakan oleh McDaniel, 1990),

caring professional scale (digunakan oleh Swanson, 2000),

caring assesment tools (digunakan oleh Duffy, 1992, 2001),

caring factor survey (digunakan oleh Nelson, Watson, dan

Inovahelath, 2008).

Caring behaviors assesment tool (CBA) dikatakan

sebagai salah satu alat ukur pertama yang dikembangkan untuk

mengkaji caring. CBA disempurnakan didasari dari teori Watson

dan memakai 10 faktor karatif. CBA terdiri dari 63 perilaku

caring perawat yang dikelompokkan menjadi 7 subskala yang

disesuaikan 10 faktor karatif Watson. Tiga faktor karatif pertama

dikelompokkan menjadi satu subskala. Enam faktor karatif

lainnya mewakili semua aspek dari caring. Alat ukur ini memakai

skala Likert (5 poin) yang merefleksikan derajat perilaku caring

menurut persepsi pasien (Watson, 2009).

Validitas dan reliabilitas alat ukur ini telah diuji oleh

empat ahli berdasarkan teori Watson. Cronin dan Harrison

(1988 dalam Watson, 2009)

melakukan penelitian terhadap 22 pasien infark miokard,

kemudian Huggins et.al (1993 dalam Watson, 2009) meneliti

288 pasien ruang emergensi. Mereka menggunakan Alpa

124

Cronbach pada 7 subskala yang berkisar antara 0,66 sampai

0.90. Selain itu, Schultz, et.al. (1999 dalam Watson 2009)

menggunakan alat ukur ini dengan tes reliabilitas dengan

kisaran 0.71 sampai 0,88 pada subskala, dan Alpa Cronbach 0.93

pada skala total.

Penelitian terbaru oleh Manogin, Bechtel, dan Rami

(2000 dalam Watson, 2009) menggunakan CBA, mereka

melaporkan reliabilitas Alpa Cronbach tiap subskala berkisar

dari 0,66 sampai 0.90. Cronin dan Harrison (1988 dalam Watson

2009) mengidentifikasi dua perilaku caring paling penting

menurut pasien yaitu “membuat saya merasa sebagai seseorang

jika saya membutuhkan mereka”, dan “tahu apa yang mereka

lakukan”. Sedangkan perilaku caring yang paling tidak penting

menurut pasien ialah “datang kepada saya ketika saya pindah ke

rumah sakit lain” dan “bertanya kepada saya apa nama

panggilan kesukaan saya”. Ini menunjukan bahwa perilaku

caring

yang paling penting menurut pasien yaitu bagaimana perawat

menunjukkan kemampuan profesionalnya.

Alat ukur caring behavior checklist (CBC) and client

percepstion of caring (CPC) dikembangkan oleh McDaniel (1990

dalam Watson 2009) melalui

125

dua jenis pengukuran. McDaniel membedakan “caring for”dan

“caring about”. CBC dirancang untuk mengukur ada atau tidak

perilaku caring (observasi). CPC

adalah kuesioner yang digunakan sebagai alat ukur untuk

mengetahui respon pasien terhadap perilaku caring

perawat. Dua alat ukur ini digunakan bersama-sama untuk

melihat proses caring. CBC terdiri dari 12 item perilaku caring.

Alat ukur ini membutuhkan seorang observer yang menilai

interaksi perawat-pasien selama 30 menit. Rentang nilai 0 (nol)

sampai 12 (dua belas), nilai paling tinggi menunjukkan ada

perilaku caring yang ditampilkan. CPC ditunjukkan kepada

pasien setelah diobservasi. Alat ukur ini terdiri dari 10 item

dengan 6 rentang skala. Rentang skor 10 sampai 60, dimana skor

tertinggi menunjukkan derajat perilaku caring

yang ditunjukkan yang dipersepsikan pasien bernilai tinggi,

begitu juga sebaliknya (McDaniel, 1990 dalam Watson, 2009).

Validitas CBC memakai Content Validity Index (CVI) yakni

sebesar

0,80. Reliabilitas CPC menggunakan konsistensi internal yaitu

alpa sebesar 0.81. reliabilitas CBC memakai pernyataan

interater dan dihasilkan nilai rentang 0,76 sampai1,00, dimana

8 dari 12 item adalah 0,90 atau di atas rata

-rata (McDaniel, 1990 dalam Watson, 2009).

126

Alat ukur caring professional scale (CPS) disempurnakan

oleh Swanson

(2000, dalam Watson 2009) dengan menggunakan teori caring

Swanson (suatu middle range theory yang dikembangkan

berdasarkan penelitiannya pada 185 ribu yang mengalami

keguguran). CPS terdiri dari dua subskala analitik yaitu

Compassoionate Healer dan Competent Practitioner, yang

berasal dari 5 komponen caring Swanson yaitu mengetahui,

keberadaan, melakukan tindakan, memampukan, dan

mempertahankan kepercayaan.

CPS terdiri dari 14 item dengan 5 skala Likert. Validitas

dan reliabilitas CPS dikembangkan dengan menghubungkan alat

ukur CPS dengan subskala empati The Barret-Lenart

Relationship Inventory (r=0,61, p<0,001). Nilai estimasi Alpa

Cronbach untuk konsistensi internal digunakan untuk

membandingkan beberapa tenaga kesehatan advance practice

nurse (0,74 sampai 0,96), nurse (0,97), dan dokter (0.96).

Alat ukur caring assesment tools (CAT) dikembangkan

oleh Duffy (1990 dalam Watson, 2009) pada program

doktoralnya. Alat ukur ini dirancang untuk

penelitian deskriptif korelasi. CAT memakai konsep teori

Watson dan mengukur 10 faktor kuratif. Alat ukur ini terdiri dari

100 item dengan menggunakan skala Likert dari 1 (caring

127

rendah) sampai 5 (caring tinggi), sehingga kemungkinan skor

total berkisar antara 100 samapai 500. Sampel

penilitian yang digunakan saat itu adalah 86 pasien medikal

bedah. Duffy (1993 dalam Watson 2009) mengembangkan CAT

versi admin (CAT-admin) yang mengukur persepsi perawat

mengenai manajer mereka untuk administrasi riset

keperawatan. Alat ukur ini menambahkan pertanyaan kualitatif

pada versi CAT original, dan masih menggunakan 10 faktor

karatif. CAT-admin diuji pada 56 perawat part-time dan full-

time, dan didapatkan nilai Alpa Cronbach sebesar 0,98. lalu pada

tahun 2001, CAT dikembangkan oleh Duffy ke versi CAT

-edu yang dirancang menggunakan pendidikan keperawatan,

dengan sampel 71 siswa program sarjana dan magister. CAT-edu

terdiri dari 95 item pertanyaan dengan 5 poin skala Likert. Nilai

Alpa Cronbach sebesar 0,98.

Caring factor survey (CFS) merupakan alat ukur terbaru

yang menguji hubungan caring dan cinta universal (caritas).

Caritas merupakan

pandangan baru Watson tentang caring (2008). CFS mengkaji

penggunaan caring fisik, mental, dan spiritual yang dilaporkan

oleh pasien yang mereka lewat. CFS disempurnakan oleh Karen

Drenkard, John Nelson, Gene Rigotti dan Jean Watson dengan

bantuan program riset dari Inovahealth di Virginia. Alat ukur ini

128

pada awalnya terdiri 20 item lalu diperkecil menjadi 10 item

pertanyaan, tiap pernyataan mewakili satu proses caritas. CFS

menggunakan skala Likert dari 1 sampai 7. Skala terendah (1-3)

mengindikasi tidak setuju, 7

sangat setuju, dan 4 netral. Semua item pertanyaan bersifat

positif, ditujukan kepada pasien atau keluarga pasien. Nilai Alpa

Cronbach pada 20 pernyataan adalah 0,70 kemudian 20 item

tersebut diperkecil menjadi 10 item untuk menaikkan nilai Alpa

Cronbach (Watson, 2009).

129

Lampiran

Instrumen Caring Swanson

NO PERNYATAAN YA TIDAK SCORE Maintaining belief

1. Perawat memperkenalkan diri pada perawat

2. Perawat menemui pasien untuk menawarkan bantuan (misalnya; menghilangkan rasa sakit, memberikan kompres, dll)

3. Perawat membantu pasien membangun hasil akhir yang realistis/ nyata

4. Perawat menunjukkan perhatian kepada pasien (menanyakan keadaan/ keluhan yang dirasakan saat menemui pasien)

Knowing 5. Perawat melibatkan

keluarga pasien atau orang yang dianggap berarti ke dalam perawatan pasien

6. Perawat menjelaskan kepada pasien dan keluarga, terutama mereka yang bertanggungjawab

7. Perawat melakukan penilaian/ pengkajian tentang kondisi pasien secara menyeluruh

130

8. Perawat menanyakan apa yang dirasakan pasien dan apa yang bisa perawat lakukan untuk membantu pasien

9. Perawat melakukan pendekatan yang konsisten pada pasien

Being with 10. Perawat senantiasa

mendampingi pasien saat pasien membutuhkan

11. Perawat melakukan proses keperawatan pada pasien dengan kemampuan yang kompeten

12. Perawat suka mendengarkan keluhan, perasaan, dan masukan dari pasien

13. Perawat menunjukkan sikap sabar dalam melakukan proses keperawatan pada pasien

14. Perawat memberikan kenyamanan yang mendasar seperti ketenangan (control suara), selimut yang memadai dan tempat tidur yang bersih

15. Perawat menyarankan kepada pasien untuk memanggilnya apabila pasien mengalami

131

kesulitan/ menemui masalah

16. Perawat melakukan tindakan sesuai profesional dalam penampilannya sebagai perawat profesional

17. Perawat memberikan perawatan dan pengobatan pada pasien dengan tepat waktu, sesuai SOP yang ada

18. Perawat menghormati hak-hak pasien

19. Perawat membantu pasien memberikan kesempatan untuk memandirikan pasien dalam mengatasi masalah

20. Perawat memberikan motivasi pasien untuk berfikir positif tentang kondisi sakitnya

21. Perawat selalu mendahulukan kepentingan pasien

22. Perawat mengajarkan pada pasien cara untuk merawat diri sendiri setiap kali memungkinkan

23. Perawat mendiskusikan kondisi pasien dan memberikan unpan balik pada pasien

132

DAFTAR PUSTAKA

Afifah,Efy. Konsep Caring. Diambil dari http.staff.ui.ac.id/diakses pada 19 November 2013. Pukul 15.00 WIB.

Agustin. (2002). Perilaku caring perawat dan hubungannya dengan kepuasan klien di instalasi rawat inap bedah dewasa RS Dokter Muhamad Hosein Palembang. Tesis. Program Magister FIK UI. Tidak diperjualbelikan

Asmuji (2012) Manajemen Keperawatan: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media

Bauk, Kadir, Saleh, (2013). Hubungan Karakteristik Pasien dengan KualitasPelayanan: Persepsi PasienPelayanan Rawat Inap RSUD Majene.

Beck, M. (2010). Wall Street Journal. Available http:online.wsi.com?article/SB1000142405270230410504575560081847852618html (accessed September 2018)

Chritensen, Paula, J. & Kenney Janet.W. Proses Keperawatan Aplikasi Model Konseptual : Edisi 4. Jakarta : EGC

Dedi, B., & Afiyanti, Y. (2008). Perilaku Caring Perawat Pelaksana Di Sebuah Rumah Sakit Di Bandung : Studi Grounded Theory. Jurnal Keperawatan Indonesia, 12(1), 40–46.

Dwidiyanti, M. (2007). Caring kunci sukses perawat. Semarang: Hasani. George, J.B. (1990). Nursing theories: The base for profesional nursing practice, 3 rd Ed. New Jersey: Prentice Hall.

133

Gibson, J.L., Ivancevich, J.M. & Donelly, J.H. (1997). Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Edisi Kedelapan. Terjemahan. Jakarta: Binarupa Aksara

Glembocki, M. M., & Dunn, K.S. (2010). Building an organizational culture of caring: Caring Perceptions enhanced with education. The Journal of Continuing Education in Nursing · Vol 41, No 12.http://proquest.umi.com/pqdweb?SQ=caring+behavior+and+patient+satisfaction&DBId1. Diperoleh 28 September 2016

Jonirasmanto. 20/11/ 2009. Mutu Pelayanan Kesehatan ;Ambivalensi Antara Kewajiban dan Keinginan (antara penyelenggara dan pemilik). http://artikelindonesia.com/hal-mutu-pelayanan-rumah-sakit.html

Kozier, B., Erb, G., Berman, A. J., & Snyder. (2011). Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta EGC.

Leininger, Madeleine M. (1981). Caring; an Essential Human Need: Proceedings of Three National Caring. Michigan: Wayne State University Press

Muninjaya AAG. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nurachmah, E. (2000). How nurses express their caring behavior to patients with spesialist need. Jurnal Keperawatan Indonesia

Nursalam. (2014). Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktik keperawatan profesional edisi 4. Jakarta : Salemba Medika.

134

Ozan, Y. D. (2015). Implementation of Watson ’ s Theory of Human Caring : A Case Study, 8(1), 25–36.

Özlü, Z. K. (2015). Evaluation of Satisfaction with Nursing Care of Patients Hospitalaized in, 8(1), 19–24.

Potter, P. A. & Perry A. G. (2005). Fundamentals of Nursing : Concepts, Process, and Practice. 6th Ed. St. Luois, MI : Elsevier Mosby.

Potter, P.A & Perry,A.G (2009) Fundamental of nursing, 7th edition. Singpore: Elsevier.

Porter, C. a, Cortese, M., Vezina, M., & Fitzpatrick, J. J. (2014). Nurse Caring Behaviors Following Implementation of a Relationship Centered Care Professional Practice Model. International Journal of Caring Sciences, 7(3), 818–822.

PPNI (2017). Pedoman Praktik Keperawatan Mandiri. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI)

Rafli, F., Hajinezhad, M. E., & Haghani, H. (2008). Nurse caring in Iran and its relationship with patient satisfaction. Australian Journal of Advanced Nursing, 26(2), 75–84. . Diperoleh pada tanggal 19 September 2016.

Rhodes JE, Lowe SR, Schwartz SEO. Mentor Relationships. In: Prinstein BBBJ, editor. Encyclopedia of Adolescence. San Diego: Academic Press; 2011. p. 196-204.

Robbins, S.P., & Judge, T.A. (2008). Perilaku organisasi, Edisi kesepuluh. Jakarta : PT

Sabarguna, B. (2005). Analisis Pemasaran Rumah Sakit. Yogyakarta : Konsorium Rumah Sakit Islam JATENG-DIY

135

Sabarguna BS. (2009). Manajemen Rumah Sakit. Jakarta: Sagung Seto.

Sartika, Nanda. (2011) Konsep Caring. Diambil dari http://www.pedoman.news.com. Diakses pada 20 November 2013 pukul 16.10 pm.

Suarli, S dan Bahtiar. (2012). Manajemen keperawatan dengan pendekatan praktis. Jakarta: Erlangga

Swanson. (1993). Nursing as Informed caring for the Well Being of Others.IMAGE:Journal of Nursing Scholarship: 25(4). Retrieved from http:// www.son.washington.edu/

Tawi, Mirza. 2008. Hak Pasien dan Perawat. http://syehaceh.wordpress.com/2008/06/18/hak-pasien-dan-perawat/. [Online : 13 Oktober 2011)

Tjiptono, Fandy dan Chandra, Gregorius, 2004, Service, Quality Satisfaction. Penerbit Andi, Yogyakarta.

Theofanidis, D. (2015). Nursing and Caring : An Historical Overview from Ancient Greek Tradition to Modern Times, 8(3), 791–800.

Tomey, A.M., & Alligood, M. R. (2006). Nursing theorist and their work (sixth,ed.). St. Louis : The C.V Mosby Elsevier.

Tomey, A.M., & Alligood, M. R. (2006). Nursing theory utilization & aplication. St. Louis : The C.V Mosby Elsevier.

Tomey, AM, Alligood, MR.Nursing Theorist.Six Edition.Mosby :US Of Amerika. http//www.rnjournal.com/journalofnursing/caring.html.

136

Tonges, M., & Ray, J. (2011).Tranlating Caring Theory into Practice. Journal of Nursing Administration.

Undang-undang nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan. Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 5612

Widayat R . (2009). Hospital Organitation. Yogyakarta : Andi Offset.