p2m rcm,rca,rbi,fmea

22
Isnan Rifani 1106139411 Tugas Pemeliharaan dan Pemantauan Kondisi Mesin Reliability Centered Maintenace Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah sebuah proses sistematis yang harus dilakukan untuk menjamin seluruh fasilitas fisik dapat beroperasi dengan baik sesuai dengan desain dan fungsinya. RCM akan membawa kepada sebuah program maintenance yang fokus pada pencegahan terjadinya jenis kegagalan yang sering terjadi. Tujuan dari RCM: 1. Untuk mengembangkan desain yang sifat mampu dipeliharanya (maintain ability) baik. 2. Untuk memperoleh informasi yang penting untuk melakukan improvement pada desain awal yang kurang baik. 3. Untuk mengembangkan sistem maintenance yang dapat mengembalikan kepada reliability dan safety sepert awal mula equiment dari deteriorasi yang terjadi setelah sekian lama dioperasikan. 4. Untuk mewujudkan semua tujuan di atas dengan biaya minimum. Step by Step Proses RCM

Upload: isnan-rivani

Post on 05-Dec-2014

160 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

Isnan Rifani

1106139411

Tugas Pemeliharaan dan Pemantauan Kondisi Mesin

Reliability Centered Maintenace

Reliability Centered Maintenance (RCM) adalah sebuah proses sistematis yang harus dilakukan

untuk menjamin seluruh fasilitas fisik dapat beroperasi dengan baik sesuai dengan desain dan

fungsinya. RCM akan membawa kepada sebuah program maintenance yang fokus pada pencegahan

terjadinya jenis kegagalan yang sering terjadi.

Tujuan dari RCM:

1. Untuk mengembangkan desain yang sifat mampu dipeliharanya (maintain ability) baik.

2. Untuk memperoleh informasi yang penting untuk melakukan improvement pada desain awal

yang kurang baik.

3. Untuk mengembangkan sistem maintenance yang dapat mengembalikan kepada reliability

dan safety sepert awal mula equiment dari deteriorasi yang terjadi setelah sekian lama

dioperasikan.

4. Untuk mewujudkan semua tujuan di atas dengan biaya minimum.

Step by Step Proses RCM

1. Identifikasi equipment yang penting untuk di-maintain, biasanya digunakan metode Failure

Mode Effect Critacality Analysis (FMECA) dan Fault Tree Analysis (FTA).

2. Menentukan penyebab terjadinya kegagalan, tujuannya untuk memperoleh probabilitas

kegagalan dan menentukan komponen kritis yang rawan terhadap kegagalan. Untuk

melakukan hal ini maka diperlukan data histori yang lengkap.

3. Mengembangkan kegiatan analisis FTA, seperti: menentukan prioritas equipment yang perlu

di-maintain.

4. Mengklasifikasikan kebutuhan tingkatan maintenance.

Page 2: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

5. Mengimplementasikan keputusan berdasar RCM.

6. Melakukan evaluasi, ketika sebuah equipment dioperasikan maka data secara real-life mulai

di-record, tindakan dari RCM perlu dire-evaluasi setiap saat agar terjadi proses

penyempurnaan.

Komponen dari RCM:

Gambar 1. Komponen RCM

Reactive Maintenance

Ini adalah jenis maintenance yang berprinsip operasikan sampai rusak, atau perbaiki ketika rusak.

Maintenance jenis ini hanya dilakukan ketika proses deteriorasi sudah menghasilkan kerusakan.

Preventive Maintenance

Maintenance jenis ini sering disebut time based maintenance, sudah dapat mengurangi frekuensi

kegagalan ketika maintenance jenis ini diterapkan, jika dibandingkan dengan reactive maintenance.

Maintenance jenis ini dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi komponen. Kegiatannya antara

lain terdiri dari pemeriksaan, penggantian komponen, kalibrasi, pelumasan, dan pembersihan.

Maintenance jenis ini sangat tidak efektif dan tidak efisien dari segi cost ketika diterapkan sebagai

satu-satunya metode maintenance dalam sebuah plant.

Page 3: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

Predictive Testing dan Inspection (PTI)

Walaupun banyak metode yang dapat digunakan untuk menentukan jadwal PM, namun tidak ada

yang valid sebelum didapatkan age-reliability characteristic dari sebuah komponen, biasanya

informasi ini tidak ada, namun harus segera didapatkan untuk komponen baru. Pengalaman

menunjukkan bahwa PTI sangat berguna untuk menentukan kondisi suatu komponen terhadap

umurnya.

Monitoring Equipment

Tujuan utama memonitor sebuah equipment adalah mengetahui keadaan dan mendapatkan trend dari

kondisi equipment tersebut dari waktu ke waktu.

Pendekatan yang digunakan adalah:

Antisipasi kegagalan dari pengalaman yang sebelumnya (failure anticipation from past

experience), seringkali pengalaman kegagalan sebelumnya dapat digunakan untuk

menentukan trend kegagalan.

Statistik distribusi kegagalan (failure distribution statistic), distribusi kegagalan dan

probabilitas kegagalan harus diketahui untuk menentukan periode akan terjadinya kegagalan.

Pendekatan konservatif (conservative approach), praktik yang sering dilakukan di lapangan

adalah melakukan monitoring secara rutin (tiap bulan atau tiap minggu). Sering kali data

yang didapatkan tidak mencukupi untuk mengetahui kondisi equipment, hal ini akan

menyebabkan periode atau interval monitoring semakin diperpendek.

Tes Prediksi dan Inspeksi (Prediction Testing dan Inspection) PTI seringkali disebut sebagai

conditioning monitoring atau predictive maintenance. PTI dapat digunakan untuk menjustifikasi time

based maintenance, karena hasilnya digaransi oleh kondisi equipment yang termonitor. Data PTI

yang diambil secara periodik dapat digunakan untuk menentukan trend kondisi equipment,

perbandingan data antar equipment, proses analisis statistik, dan sebagainya. PTI tidak dapat

digunakan sebagai satu-satunya metode maintenance, karena PTI tidak dapat mengatasi semua moda

potensi kegagalan.

Proactive Maintenance

Tipe maintenance ini akan menuntun pada desain, workmanship, instalasi, prosedur dan scheduling

maintenance yang lebih baik. Karakteristik dari proactive maintenance adalah continous

improvement dan menggunakan feedback serta komunikasi untuk memastikan bahwa usaha

Page 4: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

improvement yang dilakukan benar-benar membawa hasil yang positif. Analisa root-cause failure

dan predictive analysis diterapkan antara lain untuk mendapatkan maintenance yang efektif,

menyusun interval kegiatan maintenance, dan memperoleh life cycle. Gambar 2 menunjukkan aspek

yang merupakan bagian dari proactive maintenance untuk mendapatkan life extend.

Gambar 2. Aspek dari Proactive Maintenance Untuk Mendapatkan Life Extend

Reliability Engineering

Reliability enginering merupakan sebuah jembatan penghubung dari pendekatan proactive

maintenance, seperti redesain, modifikasi atau improvement dari penggantian komponen. Dalam

beberapa kasus melakukan redesain merupakan suatu keharusan untuk mendapatkan reliability yang

lebih baik.

Failed Item Analysis

Salah satu kegiatan yang termasuk ke dalam Failed Item Analysis adalah inspeksi visual untuk

sebuah komponen yang mengalami kegagalan kemudian dilepaskan dari sistemnya. Analisis kasus

secara lebih detail diterapkan untuk mengetahui penyebab terjadinya kegagalan. Contoh sebuah

failed item analysis: sebuah bearing mengalami kerusakan, penyebabnya bisa dari miss-alignment,

unbalance, grease yang buruk atau sebab lainnya. Pengalaman menunjukkan bahwa penyebab

kerusakan bearing 50% disebabkan karena metode pemasangan yang kurang tepat.

Page 5: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

Root Cause Failure Analysis (RCFA)

RCFA secara berkonsentrasi secara proaktif mencari penyebab terjadinya kegagalan. Bedanya

dengan Failed Item Analysis adalah RCFA melakukan kegiatan proactive sebelum dan juga bisa

sesudah terjadinya kegagalan, sedangkan Failed Item Analysis mutlak setelah terjadi kegagalan.

Tujuan utama dari RCFA adalah mencari penyebab terjadinya ketidakefisienan dan

ketidakekonomisan, mengkoreksi penyebab kegagalan (tidak hanya berkonsentrasi pada efeknya

saja), membangkitkan semangat untuk melakukan improvement secara kontinyu, dan menyediakan

data untuk mencegah terjadinya kegagalan.

Age Exploration (AE)

Ini adalah aspek yang penting dalam program RCM. Pendekatan AE dilakukan untuk menguji

kelayakan kegiatan maintenance untuk diaplikasikan dengan mempertimbangkan beberapa hal:

1. Technical Content, adalah serangkaian verifikasi untuk memastikan bahwa semua moda

kegagalan sudah dipetakan,dan juga memastikan bahwa metode maintenance yang sudah ada

sekarang dapat membawa ke kondisi reliability yang lebih baik.

2. Performance Interval, adjustment dilakukan kontinu sampai penurunan potensi terjadinya

kegagalan dapat diturunkan.

3. Task Grouping, pekerjaan yang mempunyai periode yang sama dikelompokkan menjadi satu,

tujuannya untuk mengefisienkan waktu.

Spesification for New/Rebuild Item/Equipment

Pendekatan kegiatan ini adalah melakukan dokumentasi sebuah equipment, seperti dokumentasi data

awal (commisioning), seperti vibrasi, alignment, balancing, juga melakukan record data masalah

yang terjadi selama waktu pengoperasian, melakukan perbandingan data berbagai merk equipment.

Hal-hal tersebut dilakukan sehingga dalam melakukan pembelian komponen atau equipment baru

dapat memperoleh spesifikasi yang lebih baik yang merupakan koreksi dari data-data yang

sebelumnya.

Page 6: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

Recurrence Control

Seperti arti kata reccurence yaitu keadaan sakit yang berulang, maka definisi reccurence control

adalah mengontrol kegagalan berulang yang terjadi. Kegagalan berulang dapat terjadi akibat

ketidakmampuan mencari informasi yang cukup tentang penyebab terjadinya kegagalan tersebut.

Beberapa situasi yang dapat digolongkan sebagai kegagalan berulang:

1. Kegagalan berulang yang terjadi pada sebuah equipment.

2. kegagalan yang berulang yang terjadi pada sistem.

3. Kegagalan pada sebuah part yang terjadi pada beberapa equipment atau sistem.

Gambar 3 menunjukkan langkah-langkah untuk menganalisis kegagalan berulang.

Page 7: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah pendekatan sistematik yang menerapkan suatu

metode pentabelan untuk membantu proses pemikiran yang digunakan oleh engineers untuk

mengidentifikasi mode kegagalan potensial dan efeknya. FMEA merupakan teknik evaluasi tingkat

keandalan dari sebuah sistem untuk menentukan efek dari kegagalan dari sistem tersebut. Kegagalan

digolongkan berdasarkan dampak yang diberikan terhadap kesuksesan suatu misi dari sebuah sistem.

Secara umum, FMEA (Failure Modes and Effect Analysis) didefinisikan sebagai sebuah teknik yang

mengidentifikasi tiga hal, yaitu :

1. Penyebab kegagalan yang potensial dari sistem, desain produk, dan proses selama siklus

hidupnya.

2. Efek dari kegagalan tersebut.

3. Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi sistem, desain produk, dan proses.

FMEA merupakan alat yang digunakan untuk menganalisa keandalan suatu sistem dan penyebab

kegagalannya untuk mencapai persyaratan keandalan dan keamanan sistem, desain dan proses

dengan memberikan informasi dasar mengenai prediksi keandalan sistem, desain, dan proses.

Terdapat lima tipe FMEA yang bisa diterapkan dalam sebuah industri manufaktur, yaitu :

1. System, berfokus pada fungsi sistem secara global.

2. Design, berfokus pada desain produk.

3. Process, berfokus pada proses produksi, dan perakitan.

4. Service, berfokus pada fungsi jasa.

5. Software, berfokus pada fungsi software.

Berikut ini adalah tujuan yang dapat dicapai oleh perusahaan dengan penerapan FMEA:

1. Untuk mengidentifikasi mode kegagalan dan tingkat keparahan efeknya.

2. Untuk mengidentifikasi karakteristik kritis dan karakteristik signifikan.

3. Untuk mengurutkan pesanan desain potensial dan defisiensi proses.

4. Untuk membantu fokus engineer dalam mengurangi perhatian terhadap produk dan proses,

dan membentu mencegah timbulnya permasalahan.

Page 8: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

Dari penerapan FMEA pada perusahaan, maka akan dapat diperoleh keuntungan-keuntungan yang

sangat bermanfaat untuk perusahaan, (Ford Motor Company, 1992) antara lain:

1. Meningkatkan kualitas, keandalan, dan keamanan produk.

2. Membantu meningkatkan kepuasan pelanggan.

3. Meningkatkan citra baik dan daya saing perusahaan.

4. Menurangi waktu dan biaya pengembangan produk.

5. Memperkirakan tindakan dan dokumen yang dapat menguangi resiko.

Sedangkan manfaat khusus dari Process FMEA bagi perusahaan adalah:

1. Membantu menganalisis proses manufaktur baru.

2. Meningkatkan pemahaman bahwa kegagalan potensial pada proses manufaktur harus

dipertimbangkan.

3. Mengidentifikasi defisiensi proses, sehingga para engineer dapat berfokus pada pengendalian

untuk mengurangi munculnya produksi yang menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan

yang diinginkan atau pada metode untuk meningkatkan deteksi pada produk yang tidak sesuai

tersebut.

4. Menetapkan prioritas untuk tindakan perbaikan pada proses.

5. Menyediakan dokumen yang lengkap tentang perubahan proses untuk memandu

pengembangan proses manufaktur atau perakitan di masa datang.

Output dari Proses FMEA adalah:

1. Daftar mode kegagalan yang potensial pada proses.

2. Daftar critical characteristic dan significant characteristic.

3. Daftar tindakan yang direkomendasikan untuk menghilangkan penyebab munculnya mode

kegagalan atau untuk mengurangi tingkat kejadiannya dan untuk meningkatkan deteksi

terhadap produk cacat bila kapabilitas proses tidak dapat ditingkatkan.

FMEA merupakan dokumen yang berkembang terus. Semua pembaharuan dan perubahan siklus

pengembangan produk dibuat untuk produk atau proses. Perubahan ini dapat dan sering digunakan

untuk mengenal mode kegagalan baru. Mengulas dan memperbaharui FMEA adalah penting

terutama ketika:

1. Produk atau proses baru diperkenalkan.

2. Perubahan dibuat pada kondisi operasi produk atau proses diharapkan berfungsi.

Page 9: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

3. Perubahan dibuat pada produk atau proses (dimana produk atau proses berhubungan). Jika

desain produk dirubah, maka proses terpengaruh begitu juga sebaliknya.

4. Konsumen memberikan indikasi masalah pada produk atau proses.

Root Cause Analysis (RCA)

Root Cause Analysis (RCA) merupakan pendekatan terstruktur untuk mengidentifikasi faktor-faktor

berpengaruh pada satu atau lebih kejadian-kejadian yang lalu agar dapat digunakan untuk

meningkatkan kinerja (Corcoran 2004). Selain itu, pemanfaatan RCA dalam analisis perbaikan

kinerja menurut Latino dan Kenneth (2006) dapat memudahkan pelacakan terhadap faktor yang

mempengaruhi kinerja. Root Cause(s) adalah bagian dari beberapa faktor (kejadian, kondisi, faktor

organisasional) yang memberikan kontribusi, atau menimbulkan kemungkinan penyebab dan diikuti

oleh akibat yang tidak diharapkan.

Terdapat berbagai metode evaluasi terstruktur untuk mengidentifikasi akar penyebab (root cause)

suatu kejadiaan yang tidak diharapkan (undesired outcome). Jing (2008) menjelaskan lima metode

yang populer untuk mengidentifikasi akar penyebab (root cause) suatu kejadiaan yang tidak

diharapkan (undesired outcome) dari yang sederhana sampai dengan komplek yaitu:

1. Is/Is not comparative analysis,

2. 5 Why methods,

3. Fishbone diagram,

4. Cause and effect matrix, dan

5. Root Cause Tree.

Is/Is not comparative analysis merupakan metoda komparatif yang digunakan untuk permasalahan

sederhana, dapat memberikan gambaran detil apa yang terjadi dan telah sering digunakan untuk

menginvestigasi akar masalah.

5 Why methods merupakan alat analisis sederhana yang memungkinkan untuk menginvestigasi

suatu masalah secara mendalam.

Fishbon diagram merupakan alat analisis yang populer, dan sangat baik untuk menginvestigasi

penyebab dalam jumlah besar. Kelemahan utamanya adalah hubungan antar penyebab tidak langsung

terlihat, dan interaksi antar komponen tidak dapat teridentifikasi.

Cause and effect matrix merupakan matrik sebab-akibat yang dituliskan dalam bentuk tabel dan

memberikan bobot pada setiap faktor penyebab masalah.

Page 10: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

Root Cause Tree merupakan alat analisis sebab-akibat yang paling sesuai untuk permasalahan yang

kompleks. Manfaat utama dari alat analisis tersebut yaitu memungkinkan untuk mengidentifikasi

hubungan diantara penyebab masalah.

Chandler (2004) dalam Ramadhani et. al (2007) menyebutkan bahwa dalam memanfaatkan RCA

terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu:

1. mengidentifikasi dan memperjelas definisi undesired outcome (suatu kejadiaan yang tidak

diharapkan),

2. mengumpulkan data,

3. menempatkan kejadian-kejadian dan kondisi-kondisi pada event and causal factor table, dan

4. lanjutkan pertanyaan “mengapa” untuk mengidentifikasi root causes yang paling kritis.

Risk Based Inspection (RBI)

Definisi Resiko

Resiko adalah sesuatu yang kita alami sendiri dalam kehidupan seharihari. Baik secara sadar atau

tidak sadar bahwasanya setiap orang pasti akan membuat keputusan berdasarkan resiko. Resiko

merupakan kombinasi dari kemungkinan terjadinya suatu kegagalan dalam rentang waktu tertentu

dan konsekuensi negatif dari kejadian tersebut, sehingga dapat dirumuskan dalam persamaan

matematika sebagai berikut: Resiko = Kemungkinan × Konsekuensi

Pengenalan pada Risk Base Inspection

Tujuan dari Risk Base inspection (RBI) yaitu untuk menentukan insiden yang dapat menyebabkan

kerugian (konsekuensi) pada suatu kejadian kegagalan peralatan dan seberapa sering insiden tersebut

terjadi. Sebagai contoh suatu bejana bertekanan mengalami kerusakan akibat korosi di bawah isolasi

yang menyebabkan kebocoran sehingga menyebabkan beberapa konsekuensi yang mungkin terjadi.

Beberapa kemungkinan konsekuensi yang mungkin terjadi yaitu:

1. Terbentuknya awan uap panas yang dapat memicu cedera pada manusia ataupun kerusakan

peralatan.

2. Terlepasnya bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

3. Menghasilkan kebocoran bahan kimia yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

Page 11: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

4. Mengakibatkan unit shut down secara terpaksa sehingga mengakibatkan kerugian pada sisi

ekonomi.

Gambar Manajemen Resiko Menggunakan RBI (Risk Base Inspection)

Gabungan dari satu atau lebih kemungkinan kejadian dengan konsekuensinya akan menghasilkan

resiko pada proses operasi. Beberapa kegagalan yang terjadi relatif lebih sering tanpa menyebabkan

kerugian yang signifikan pada sisi safety, lingkungan dan ekonomi. Hal tersebut akan sama beberapa

kegagalan yang memiliki potensial kerugian yang cukup besar tetapi kemungkinan terjadinya sangat

kecil sehingga resiko tersebut tidak membutuhkan tindak lanjut yang segera. Namun demikian bila

kombinasi antara konsekuensi dan kemungkinan sebuah resiko cukup tinggi sehingga mencapai level

yang tidak dapat diterima maka tindakan mitigasi untuk memperkirakan dan mencegah kejadian ini

sangatlah diperlukan.

Secara konvensional, organisasi hanya fokus semata pada konsekuensi dari sebuah kegagalan atau

hanya pada kemungkinan terjadinya kegagalan tersebut tanpa usaha secara sistematis untuk

menggabungkan keduanya. Mereka tidak mempertimbangkan seberapa sering sebuah kejadian yang

tidak diinginkan akan terjadi. Hanya dengan mempertimbangkan kedua faktor tersebut sebuah

keputusan berdasarkan resiko dapat diambil secara efektif. Pada umumnya kriteria penerimaan

sebuah resiko dapat didefinisikan sehingga dapat diketahui bahwa tidak setiap kegagalan akan

menyebankan kejadian yang tidak diinginkan dengan konsekuensi yang serius (misalnya kebocoran

air) dan beberapa kejadian dengan konsekuensi yang serius memiliki kemungkinan terjadi yang

sangat rendah. Pemahaman terhadap kedua dimensi aspek resiko memungkinkan untuk

menggunakan resiko sebagai acuan untuk prioritas inspeksi dan perencanaan untuk maintenance.

Figure-2 menunjukkan resiko yang mengikuti setiap jenis peralatan dalam proses operasi. Baik

kemungkinan dan konsekuensi dari kegagalan telah ditentukan untuk kesepuluh jenis peralatan dan

hasilnya telah diplot dalam grafik. Setiap titik menunjukkan tingkat resiko dari setian jenis peralatan.

Page 12: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

Berdasarkan resiko maka dapat dibuat tingkatan jenis peralatan yang akan diinspeksi. Berdasarkan

urutan daftar tersebut maka dapat dikembangkan sebuah rencana untuk inspeksi dengan perhatian

difokuskan pada area yang memiliki resiko tertinggi. Sebuah garis “iso-risk” yang ditunjukkan pada

figure2. Garis Ini menunjukkan level resiko konstan. Level Resiko yang masih diterima dapat

digambarkan dengan garis “iso-risk”. Dengan garis iso-risk akan memisahkan item dengan resiko

yang masih dapat diterima dan item dengan resiko yang tidak dapat diterima. Risk Plot ini juga dapat

digambarkan dengan log-log scales untuk memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap resiko

relatif dari item yang di-assessment.

Gambar 2.2. Plot Resiko

Tipe Assessment RBI

Berbagai tipe dari assessment RBI dapat dilakukan pada beberapa level. Pilihan pendekatan

tergantung pada berbagai variable seperti :

a. Tujuan dari studi

b. Jumlah fasilitas dan jenis peralatan yang akan di-studi

c. Sumber yang tersedia

d. Frame waktu studi

e. Kompleksitas dari fasilitas dan proses

f. Alamiah dan kulaitas dari data yang tersedia.

Prosedur RBI dapat diaplikasikan secara kualitatif dan kuantitatif atau pun kedua aspek tersebut

(semi-kuantitatif). Setiap pendekatan akan memberikan metode yang sistematik untuk menyaring

resiko, mengidentifikasi area dengan potensial yang tinggi dan untuk menghasilkan daftar prioritas

untuk inspeksi dan analisa yang lebih dalam. Setiap metode akan mengukur tingkat resiko yang akan

digunakan untuk evaluasi secara terpisah kemungkinan kegagalan dan potensial konsekuensi yang

Page 13: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

ditimbulkan oleh kegagalan tersebut. Kedua nilai tersebut kemudian akan dikombinasikan untuk

mengestimasi resiko.

Pendekatan Kualitatif

Pendekatan ini membutuhkan masukan data berdasarkan deskripsi informasi menggunakan

engineering judgment dan pengalaman sebagai dasar dari analisa kemungkinan dan konsekuensi dari

kegagalan yang terjadi. Masukan-masukan yang diberikan sering dalam range data sehingga

memberikan nilai yang berbeda. Hasil yang diberikan pada umumnya dalam bentuk kualitatif seperti

tinggi, sedang dan rendah namun demikian nilai atau angka dapat diikutkan dalam kategori tersebut.

Kelebihan dari analisis dengan tipe ini yaitu kemampuan untuk memberikan assessment resiko untuk

item yang tidak memiliki data kuantitatif yang detail. Ketepatan hasil dari analisa kualitatif sangat

tergantung dari latar belakang ekspertis dan analisnya.

Pendekatan Kuantitatif

Analisa resiko secara kuantitatif terintegarasi dalam metodologi yang seragam dengan informasi

yang berhubungan tentang desain fasilitas, pelaksanaan operasi, sejarah operasi, reliabilitas

komponen, tindakan manusia, progress fisik dari kecelakaan dan efek potensial terhadap kesehatan

dan lingkungan. Analisa resiko kuantitatif menggunakan model logika yang menggambarkan

kombinasi dari kejadian yang dapat menyebabkan kecelakaan yang merugikan dan model fisik yang

menggambarkan progres daari kecelakaan dan perpindahan material yang berbahaya bagi

lingkungan. Model akan dievaluasi secara kemungkinan untuk memperoleh pandangan tentang

kualitatif dan kuantitatif dari tingkat resiko dan mengidentifikasi karakter desain atau operasional

yang paling berpengaruh pada resiko. Sesuatu yang membedakan analisa resiko kuantitatif dari

pendekatan kualitatif yaitu kedalaman analisis dan integrasi dari assessment yang detail.

Model logis dari analisa resiko kuantitatif secara umum terdiri dari pohon kejadian (event trees) dan

pohon kesalahan (fault trees). Pohon kejadian akan memberikan inisiasi kejadian dan kombinasi dari

sistem yang sukses dan yang gagal, sedangkan pohon kesalahan menggambarkan jalur kegagalan

dari sistem yang dapat terjadi sesuai dengan pohon kejadian. Model tersebut dianalisa untuk

memperkirakan kemungkinan dari setiap rangkaian kecelakaan. Hasil ini dapat digunakan sebagai

pendekatan umum yang disajikan dalam nilai resiko misalnya biaya pertahun.

2.2.3 Pendekatan Semi-Kuantitatif

Semi-kuantitatif adalah istilah yang menggambarkan suatu pendekatan yang memiliki aspek yang

diturunkan dari pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Hal ini membantu untuk mencapai

Page 14: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

keuntungan utama dari kedua pendekatan (sebagai contoh kecepatan dalam pendekatan kualitatif dan

ketepatan pendekatan kuantitatif). Secara umum sebagian besar data digunakan dalam pendekatan

kuantitatif dibutuhkan dalam pendekatan ini dengan tingkat detail yang relatif lebih rendah. Model

yang digunakan juga tidak setepat dengan model pendekatan kuantitatif. Hasil yang diberikan

biasanya lebih berupa kategori konsekuensi dan kemungkinan dari pada nilai resiko namun penilaian

dapat diikutkan dalam setiap kategori untuk memungkinkan aplikasi kalkulasi resiko untuk

memperoleh kriteria penerimaan resiko yang sesuai.

Pendekatan Berkesinambungan (Continuum of Approaches)

Dalam pelaksanaannya, suatu studi RBI pada umumnya menggunakan aspek pendekatan kualitatif,

kuantitatif dan semi-kuantitatif. Kesemua pendekatan RBI tersebut tidak dianggap sebagai bahan

perbandingan tetapi lebih bersifat saling melengkapi satu sama lain. Sebagai contoh level yang tinggi

pada pendekatan kualitatif dapat digunakan pada unit level untuk mengetahui unit dalam fasilitas

yang memiliki resiko yang tertinggi. Sistem dan peralatan dalam unit dapat disaring dengan

menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekata lebih kuantitatif digunakan untuk item dengan

resiko yang lebih tinggi. Contoh lain yaitu dengan menggunakan analisa konsekuensi kualitatif

dikombinasikan dengan analisa kemungkinan semi-kuantitatif.

Ketiga pendekatan dianggap menjadi berkesinambungan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif

sebagai bagian yang ekstrim dari pendekatan berkesinambungan dan segala sesuatu yang berada

range pendekatan semi-kuantitatif. Gambar 2.3. memberikan ilustrasi konsep pendekatan

berkesinambungan. Proses RBI ditunjukkan pada blok diagram yang lebih sederhana pada gambar

2.4., menggambarkan elemen penting dari perencanaan inspeksi berdasarkan analisa resiko. Setiap

elemen penting yang ditunjukkan pada gambar 2.4. dibutuhkan untuk melengkapi program RBI

tanpa menghiraukan jenis pendekatan yang dilakukan.

Gambar 2.3. Pendekatan RBI Berkesinambungan

Page 15: p2m Rcm,Rca,Rbi,Fmea

Assessment Resiko Kuantitatif

Quantitative risk assessment (QRA) mengacu pada metode tertentu yang dihasilkan dari aplikasi

teknik analisa resiko pada berbagai jenis fasilitas yang memiliki anyak perbedaan termaksud

hydrocarbon dan fasilitas proses kimia.Untuk semua maksud dan tujuan, hal ini merupakan analisa

resiko tradisional. Suatu analisa RBI akan memberikan lebih banyak teknik dan data yang

dibutuhkan dibandingkan dengan QRA. Jika QRA sudah dipersiapkan untuk sebuah unit proses

maka analisa konsekuensi RBI dapat menggunakannya untuk hasil yang lebih jauh. QRA yang

tradisional pada umumnya berisi lima bagian tugas utama yaitu:

Identifikasi system

Identifikasi bahaya c. Identifikasi kemungkinan kejadian d. Identifikasi konsekuensi kejadian e.

Hasil resiko