rca rsi pekajangan

28
LAPORAN ROOT CASE ANALYSIS RSI PKU PEKAJANGAN O Oleh: Arif Tantri Hartoyo, S. Ked (20141030006) Sigit Kurniawan, S. Ked (20141030032) MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA 1

Upload: arif-tantri-h

Post on 06-Nov-2015

116 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

RCA MMR

TRANSCRIPT

LAPORANROOT CASE ANALYSISRSI PKU PEKAJANGAN

O

Oleh:Arif Tantri Hartoyo, S. Ked (20141030006)Sigit Kurniawan, S. Ked (20141030032)

MAGISTER MANAJEMEN RUMAH SAKITPROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA2015

BAB IPENDAHULUAN

Rumah sakit merupakan layanan jasa yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat. Rumah sakit merupakan tempat yang sangat kompleks, terdapat ratusan macam obat, ratusan test dan prosedur, banyak terdapat alat dan teknologi, bermacam profesi dan non profesi yang memberikan pelayanan pasien selama 24 jam secara terus-menerus, dimana keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat terjadi Kejadian Tidak Cidera (KTC), Kejadian Nyaris Cidera (KNC) sampai ke Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse evenst) (Depkes, 2008). Dimana KTD merupakan kejadian yang akan mengancam keselamatan pasien. Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Sejak Institute of Medicine (1999) di Amerika Serikat menerbitkan laporan yang mengagetkan banyak pihak : To Err Is Human , Building a Safer Health Sistem. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD (Adverse Event) sebesar 2,9 %, dimana 6,6 % diantaranya meninggal. Sedangkan di New York KTD adalah sebesar 3,7 % dengan angka kematian 13,6 %. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 16,6 %. Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian dan mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien (Depkes RI, 2006). KTC merupakan insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak menimbulkan cedera (UU. No.1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien). KTC bisa berpotensial menyebabkan KTD karena perbedaannya terletak pada efek dari insiden. Besarnya kasus KTD yang terjadi di rumah sakit sebagaimana disebutkan diatas mengharuskan pihak rumah sakit harus melakukan langkah-langkah yang lebih mengutamakan keselamatan pasien. Craven dan Hirnle (Setiowati, 2010) mengemukakan bahwa ketidakpedulian akibat keselamatan pasien akan menyebakan kerugian bagi pasien dan pihak rumah sakit, seperti biaya yang harus ditanggung pasien menjadi lebih besar, pasien semakin lama dirawat di rumah sakit dan terjadinya resistensi obat. Kerugian bagi rumah sakit yang harus dikeluarkan menjadi lebih besar yaitu pada upaya tindakan pencegahan terhadap kejadian luka tekan, infeksi nosokomial, pasien jatuh dengan cidera, kesalahan obat yang mengakibatkan cidera. Sejak awal tahun 1900, institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada tiga elemen yaitu struktur, proses dan outcome dengan berbagai macam program regulasi yang berwenang misalnya antara lain penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, ISO, Indikator Klinis dan lain sebagainya (Depkes RI, 2006). Standar keselamatan pasien rumah sakit yang saat ini digunakan mengacu pada Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan oleh Join Commision on Accreditation of Health Organization di Illinois pada tahun 2002. Enam tujuan penanganan keselamatan pasien menurut Joint Commission International antara lain: mengidentifikasi pasien dengan benar, meningkatkan komunikasi secara efektif, meningkatkan keamanan dari high-alert medications, memastikan benar tempat, benar prosedur, dan benar pembedahan pasien, mengurangi risiko infeksi dari pekerja kesehatan, mengurangi risiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada pasien (Lia dan Asep, 2010). Berbagai hasil studi merekomendasikan untuk memperbaiki upaya keselamatan pasien dengan memperhatikan isu-isu budaya/iklim keselamatan pasien di langkah awal. Survei untuk mengukur iklim keselamatan di RS kemudian berkembang dan digunakan secara rutin dan berperan dalam memprediksi perhatian RS terhadap keselamatan pasien (Rachmawati, 2011).

BAB IILAPORAN INSIDEN

A. DATA PASIENNama : Ny. DNo MR : 114867Ruangan : FarmasiUmur : 66 TahunAlamat: Karang Jati 10/04 - WirodesoJenis kelamin: perempuanTanggal Masuk RS : 29 Mei 2015 Siang Hari Jam 14.00

B. RINCIAN KEJADIAN1. Tanggal dan waktu insiden: 29 Mei 2015 Siang Hari Jam 14.002. Insiden: Penemuan kesalahan dalam pemberian dosis obat.3. Kronologis insiden:Pasien datang ke unit farmasi untuk menebus obat setelah melakukan pemeriksaan dari poli syaraf pada tanggal 29 Mei 2015. Obat yang diresepkan oleh dokter kepada pasien berupa Amitriptilin 10 mg, Clobazam 2,5 mg, Diazepam 2 mg, Paracetamo 300 mg yang dibuat dalam satu kapsul diminum 2 kali sehari untuk ketersediaan selama 10 hari. Peracik obat farmasi kemudian langsung meracik obat sesuai dengan resep dari dokter, tetapi ada obat yang ternyata salah dalam peracikannya yaitu clobazam yang seharusnya diberikan dengan dosis 2,5mg/caps yang membutuhkan 5 tablet, ternyata dibuat dengan dosis 5 mg/caps yang menghabiskan 10 tablet. 3 hari kemudian, pada tanggal 1 juni 2015, dilakukan pengecekan rutin oleh staff bagian farmas. dan ternyata ditemukan adanya perbedaan antara biiling dengan kartu stock obat di gudang farmasi dalam hal ini adalah pebedaanan ketersediaan obat clobazam di gudang farmasi.Staf farmasi yang menemukan insidensi tersebut kemudian langsung melaporkan kejadian tersebut kepada koordinator farmasi. koordinator farmasi kemudian langsung menindak lanjuti kejadian tersebut dengan meminta staf bagian farmasi untuk meracik obat baru sesuai dengan resep dari dokter dan kemudian melaporkan kejadian tersebut ke pihak patient safety. Keesokan harinya pada tanggal 2 juni, apoteker kemudian meracik obat baru yang sesuai dengan resep yang dibuat oleh dokter dan kemudian menyerahkan obat terrsebut kepada pasien di rumahnya dan menarik obat yang dosisnya tidak sesuai dengan resep dokter.

4. Jenis insiden:KTD5. Orang pertama yang melaporkan insiden: Staf Farmasi (PJ rak obat)6. Insiden terjadi pada: Pasien.7. Insiden menyangkut pasien: Pasien rawat jalan.8. Tempat insiden: Farmasi9. Insiden terjadi pada pasien (sesuai kasus penyakit/spesialisasi):Syaraf10. Unit/departemen terkait yang menyebabkan insiden:Farmasi11. Akibat insiden terhadap pasien:Cidera ringan12. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya:Mengganti obat sesuai dengan dosis yang diresepkan oleh dokter spesalis13. Tindakan dilakukan oleh:Peracik obat Farmasi14. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi?Iya, Namun jarang terjadi.

C. TIPE INSIDEN1. Insiden : Kesalahan peracikan dosis obat.2. Tipe insiden : Kejadi Tidak Diharapkan

D. ANALISA PENYEBAB INSIDEN1. Faktor eksternal/di luar RS: tidak ada kondisi eksternal yang berpengaruh terhadap insiden.2. Faktor organisasi dan manajemen: pengorganisasian dan manajemen pelayanan farmasi masih belum optimal.3. Faktor lingkungan kerja: tidak ditemukan.4. Faktor tim: Tim apoteker di unit farmasi perlu ditingkatkan ketelitain dan kewaspadaan nya.5. Faktor petugas/staf: Kinerja staf pelayanan farmasi perlu dilakukan evaluasi.6. Faktor tugas: Tugas tiap shift unit farmasi sudah dilakukan dengan baik.7. Faktor pasien: Tidak ditemukan.8. Faktor komunikasi: Komunikasi antar apoteker, asisten apoteker, perlu ditingkatkan.

E. KASUS ROOT CAUSE ANALYSISTeknik 5 Mengapa (5 Whys) (Terlampir).

BAB IIIANALISIS AKAR MASALAH(AAM/RCA)

7 Langkah RCA:1. Identifikasi insiden yang akan diinvestigasi.2. Tentukan tim investigator.3. Kumpulkan data dan informasi.a. Observasi.b. Dokumentasi.c. Interview.4. Petakan kronologi kejadian.a. Narrative chronology.b. Timeline.c. Tubular timeline.d. Time Person Grid.5. Identifikasi CMP (Care Management Problem), Brainstorming, Brainwriting.6. Analisis Informasia. 5 Whys.b. Analisis perubahan.c. Analisis penghalang.d. Fishbone/analisis tulang ikan.7. Rekomendasi dan rencana kerja untuk improvement.

LANGKAH 1 DAN 2. IDENTIFIKASI MASALAH DAN MENENTUKAN TIM

Insiden: Kejadian penemuan perbedaan dosis obat saat melakukan peracikan di unit farmasi. Saat ditelusur lebih jauh, ternyata terdapat perbedaan antara billing dengan kartu stok obat di unit farmasi dalam hal ini adalah ketersediaan obat clobazam

Tim InvestigasiKetua Tim: dr. Margono (Wakil Manajemen Pelayanan Medis)Sekretaris: Sukisto, S.Kep (KPRS)Anggota: dr. Faradilla Soraya () Arif Tantri H, S. Ked (Residensi MMR) Sigit Kurniawan, S. Ked (Residensi MMR) Keterangan:a. Tidak semua area yang terkait terwakili.b. Macam-macam dan tingkat pengetahuan yang berbeda belum terwakili.c. Notulen adalah Arif Tantri H, S.KedDimulai pada Jum'at tanggal 12 Juni 2015. Tanggal dilengkapi, 12 Juni 2015

LANGKAH 3. PENGUMPULAN DATA DAN INFORMASI

Observasi langsung:1. FarmasiDokumentasi: 1. Rekap pengobatan pasien selama berobat ke RSI 2. Rekam medis pasien.Interview (dokter/staf yang terlibat):1. koordinator farmasi2. Staf apotek3. DPJP Penyakit Syaraf (tidak dilakukan)

LANGKAH 4. PETAKAN KRONOLOGI KEJADIAN

I. Data & informasi A. Observasi. Observasi dilakukan terhadap unit Farmasi, didapatkan lembar resep dokter kepada pasien, data billing pada komputer dan kartu stock obat.B. Dokumentasi 1. Laporan insiden internal keselamatan pasien unit Farmasi2. Laporan obat keluar sejak pasien pertama masuk RSI. 3. SOP Farmasi

II. Naratif kronologi kejadian 1. Tanggal 29 Mei 2015:a. Pukul 14.20 : Pasien datang ke unit farmasi untuk menyerahkan resep setelah selesai melakukan pemeriksaan di poli syaraf. Obat yang diterima oleh pasien berupa Amitriptilin 10 mg, Clobazam 2,5 mg, Diazepam 2 mg, Paracetamol 300 mg yang dibuat dalam satu kapsul diminum 2 kali sehari untuk ketersediaan selama 10 hari. Resep yang dibawa oleh pasien kemudian diterima oleh staf farmasi untuk dimasukkan datanya kedalam komputer.b. Pukul 14.35: Staff apoteker atau peracik obat menerima resep yang sebelumnya telah dimasukkan datanya kedalam komputer dan kemudian meracik obat sesuai dengan resep yang dibuat oleh dokter, tetapi ada obat yang ternyata salah dalam peracikannya yaitu clobazam yang seharusnya diberikan dengan dosis 2,5mg/caps yang membutuhkan 5 tablet, ternyata dibuat dengan dosis 5 mg/caps yang menghabiskan 10 tablet.c. Pukul 14.45 : Obat yang telah diracik kemudian di etiket, resep kemudian diberi cap dan diparaf oleh peracik dan diparaf oleh orang yang menyerahkan obat kepada pasien.d. Pukul 14.55 : Obat yang telah diracik oleh apoteker kemudian diserahkan kepada pasien untuk diminum selama 10 hari.2. Tanggal 1 Juni 2015a. Pukul 18.00 : Apoteker farmasi melakukan pengecakan rutin untuk obat golongan narkotika yang dilakukan tiap 1 minggu sekali, ternyata ditemukan adanya perbedaan antara biiling dengan kartu stock obat di gudang farmasi dalam hal ini adalah pebedaan ketersediaan obat clobazam di gudang farmasi. 3. Tanggal 2 Juni 2015:a. Pukul 15.30: Apoteker farmasi datang ke rumah pasien untuk mengganti obat yang sebelumya dengan obat yang sesuai dengan dosis yang diresepkan oleh dokter.

LANGKAH 5. IDENTIFIKASI CMP (CARE MANAGEMENT PROBLEM)FORM MASALAH/CARE MANAGEMENT PROBLEM (CMP)

NoDaftar MasalahInstrument/tools

1Terjadi kesalahan dalam peracikan obat kepada pasien rawat jalan di unit famsi oleh apoteker ?5 WHY Analysis

LANGKAH 6 DAN 7 ANALISIS INFORMASI (FORM TEKNIK (5) MENGAPA)DAN TINDAK LANJUT

A. Analisis informasi dengan 5 whys1. Terjadi kesalahan dalam peresepan obat kepada pasien rawat jalan oleh dokter spesialis anakNoWhyKet

1Mengapa Terjadi kesalahan dalam peracikan obat yang diracik oleh apoteker?

Karena peracik apoteker salah dalam membaca resep yang diresep kan oleh dokter kepada pasien.

2Mengapa peracik apoteker salah dalam membaca resep yang diresep kan oleh dokter kepada pasien ?Karena peracik apoteker merupakan pegawai training yang belum berpengalaman sehingga salah dalam meracik obat.

3.Mengapa pegawai training yang belum berpengalaman salah dalam meracik obat?Karena kurang nya pengawasan terhadap pegawai training dalam meracik obat.

4.Mengapa kurang nya pengawasan terhadap pegawai training dalam meracik obat?Karena banyak pasien yang menebus obat khususnya pada saat shift siang.

5.Mengapa banyak pasien yang menebus obat khususnya pada saat shift siang berpengaruh terhadap kurangnya pengawasan?Karena kurangnya jumlah SDM yang bekerja pada shift siang.

Tindak Lanjut: Memperbaiki human error dengan meningkatkan ketelitian dalam meracik obat.FAKTOR KONTRIBUTOR, KOMPONEN DAN SUBKOMPONEN DALAM INVESTIGASI INSIDEN KLINIS1. Faktor kontributor eksternal di luar RS.Komponen:a. Regulator dan ekonomi.b. Peraturan dan kebijakan RS.c. Peraturan nasional.d. Hubungan dengan organisasi lain.Keterangan : Peraturan, kebijakan RS serta peraturan nasional Berkontribusi langsung.

2. Faktor kontributor organisasi dan manajemen.KomponenSubkomponenKet

Organisasi Manajemena. Struktur organisasi V

b. Pengawasan V

c. Jenjang pengambilan keputusan V

Kebijakan, standar dan tujuana. Tujuan dan misi -

b. Penyusunan fungsi manajemen V

c. Kontrak service V

d. Sumber keuangan V

e. Pelayanan informasi V

f. Kebijakan diklat V

g. Prosedur dan kebijakan V

h. Fasilitas dan perlengkapan V

i. Manajemen risiko V

j. Manajemen K3 V

k. Quality improvementV

AdministrasiSistem administrasi V

Budaya Keselamatana. Attitude kerja V

b. Dukungan manajemen oleh seluruh staf V

SDMa. Ketersediaan V

b. Tingkat pendidikan dan keterampilan staf yang berbeda V

c. Beban kerja yang optimal V

DiklatManajemen training/pelatihan/refreshing V

3. Faktor lingkungan kerja.Tidak berkontribusi langsung.4. Faktor kontributor tim.KomponenSubkomponenKet

Supervisi dan konsultasia. Adanya kemauan staf junior berkomunikasiV

b. Cepat tanggap V (kurang)

Konsistensia. Kesamaan tugas antar profesi V

b. Kesamaan tugas antar staf yang setingkat V

Kepemimpinan dan tanggung jawaba. Kepemimpinan efektif V

b. Job description jelas V (kurang)

Respon terhadap insiden Dukungan per grup setelah insiden V (kurang)

5. Faktor kontributor stafKomponenSubkomponen Ket

Kompetensia. Verifikasi kualifikasi V

b. Verifikasi pengetahuan dan keterampilan V (kurang)

Stressor fisik dan mentala. Motivasi V

b. Stresor mental: efek beban kerja beban mental V

c. Stresor fisik: efek beban kerja=gangguan fisik V (mungkin)

6. Faktor kontributor tugasKomponenSubkomponen Ket

Ketersediaan SOPa. Prosedur peninjauan dan revisi SOP V (kurang)

b. Ketersediaan SOP V

c. Kualitas informasi V

d. Prosedur investigasi -

Desain tugasPenyelesaian tugas tepat waktu dan sesuai SOP V (kurang)

7. Faktor kontributor pasienKomponenSubkomponen Ket

KondisiPenyakit yang kompleks, berat, multikomplikasi -

Personal

a. Kepribadian -

b. Bahasa -

c. Kondisi social, ekonomi dan pendidikan V

d. Keluarga V

PengobatanMengetahui risiko yang berubungan dengan pengobatan V

Riwayat

a. Riwayat medis -

b. Riwayat kepribadian -

c. Riwayat emosi -

Hubungan staf dan pasienHubungan yang baik V

8. Faktor kontributor komunikasiKomponenSubkomponen Ket

Komunikasi verbal

a. Komunikasi antar staf junior dan senior V

b. Komunikasi antar profesi V

c. Komunikasi antar staf dan pasien V

d. Komunikasi antar unit departemen V

Komunikasi tertulisKetidaklengkapan informasi V

BAB IVPEMBAHASAN

Berdasarkan rekap laporan patient safety RSI Pekajangan 2012 hingga 2014, pada tahun 2012 terdapat 2 laporan salah identitas dari total 20 laporan, pada tahun 2013 terdapat 7 laporan salah identitas dari 48 laporan dan pada tahun 2014 yang sedang berjalan terdapat 2 kasus salah identitas dari total 10 laporan ke unit patient safety RSI Pekajangan.

Secara garis besar di dalam kasus ini terdapat satu masalah yaitu kesalahan dalam penulisan data pada rekam medis dan kesalahan dalam peresepan obat kepada pasien yang mana saat di telusuri lebih jauh, berdasarkan data pada rekam medis kedua pasien tersebut telah mendapatkan pengobatan yang sama selama 2 kali berturut-turut.Analisis akar masalah/Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu proses berulang yang sistematik dimana faktor-faktor yang berkontribusi dalam suatu insiden diidentifikasi dengan merekonstruksi kronologis kejadian menggunakan pertanyaan mengapa yang diulang hingga menemukan akar penyebabnya dan penjelasannya. Pertanyaan mengapa harus ditanyakan hingga tim investigator mendapatkan fakta, bukan hasil spekulasi.Dalam kasus ini memang perlu dilakukan Komprehensive Investigation untuk mencari akar masalah agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi.

Analisa grading resiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk menentukan derajat resiko suatu insiden berdasarkan dampak dan probabilitasnya. Derajat resiko didapatkan dengan rumus:Skor Resiko = Dampak x Probabilitas

Berdasarkan table 1 diketahui bahwa tingkat resiko kasus ini berdasarkan dampak klinis ialah 2/ Minor (baris warna hijau), dimana ditemukan cedera ringan yaitu pasien mengeluhkan perut mual dan kembali berobat ke dokter spesialis penyakit dalam, sedangakan tingkat resiko berdasarkan probabilitas/ frekuensi berdasarkan tabel 2, ialah 1 (baris warna biru) yaitu sangat jarang/ rare(>5tahun/kali).

Seperti tampak pada tabel matrik grading resiko diatas (Tabel 3), maka kasus ini masuk dalam kategori rendah (kolom biru), sehingga perlu dilakukan tindakan investigasi sederhana paling lama 1 minggu diselesaikan dengan prosedur rutin.

.

Jika dilihat dari matriks grading risiko termasuk dalam kategori rendah, karena dapat terjadi variasi resiko yng terjadi tetapi masih tidak menimbulkan cidera pada pasien. Kejadian ini merupakan kasus low (rendah) menurut levelnya, sehingga perlu dilakukan tindakan investigasi sederhana paling lama 1 minggu dan membutuhkan perhatian bagi rumah sakit terutama unit terkait.Pada kasus kesalahan peracikan obat sehingga terjadi kelebihan dosis, insiden sudah terpapar ke pasien namun tidak ditemukan bukti adanya tanda-tanda cedera sehingga kasus ini masuk dalam KTD karena insiden mengakibatkan cidera ringan pada pasien.Kejadian ini terjadi dikarenakan faktor human error serta kondisi sarana dan infrastruktur rumah sakit yang kurang mendukung optimalnya pelayanan pada unit farmasi. Agar kejadian serupa tidak terulang kembali, maka para staf farmasi termasuk para apoteker, perawat, staf pendaftaran dan staf lainnya perlu lebih cermat dan teliti dalam penerimaan resep,peracikan obat sampai pemberian obat kepada pasien.

1

BAB VKESIMPULAN

Kejadian kesalahan peracikan dosis obat pada kasus ini menyebabkan pasien salah dalam meminum obat yang tidak sesuai dengan dosis, dan menimbulkan cedera ringan sehingga masuk dalam kategori KTD.Selain itu, berdasarkan analisis grading resiko kasus ini termasuk dalam grade biru (low) dan memerlukan investigasi untuk memperoleh akar masalah dan menindaklanjuti agar tidak terulang lagi. Akar permasalahan yang dapat disimpulkan adalah terjadi human error dalam peracikan obat kepada pasien dikarenakan kurangnya SDM pada unit farmasi yang berdampak pada kurangnya pengawasan terhadap pegawai training yang belum berpengalaman dalam meracik obat.Adapun kebijakan yang dapat dibuat guna mencegah terulangnya kejadian serupa adalah menambah jumlah SDM pada unit farmasi sehingga bisa dilakukan pengawasan pada setiap pegawai training. Perbaikan sistem komunikasi yang lebih efektif baik antar apoteker dan asisten apoteker. SOP yang sudah ada perlu dievaluasi pelaksanaannya untuk peningkatan dalam proses pelayan terhadap pasien. Faktor kontributor lain yang paling berperan adalah stress emosional dan beban mental. Selain itu perlu dipertimbangkan pula untuk analisis beban kerja apoteer di unit Farmasi, pertimbangan efektifitas SDM dalam bekerja melalui evaluasi penugasan dan laporan balik ke manajemen.

Patient safety merupakan suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan kepada pasien dengan aman. Patient safety adalah dimana pasien bebas dari harm/ cedera yang tidak seharusnya terjadi atau cedera yang potensial terkait dengan pelayanan medis. Dalam menjalankan system ini, acuan yang dipakai berasal dari hospital patient safety standarts yang dikeluarkan oleh Joint Commission on Accreditation Of Health Organization (JCA, 2011) yang disesuaikan dengan situai dan kondisi RS.

DAFTAR PUSTAKA

Arlina, D. (2012). Cegah cedera melalui implementasi keselamatan pasien dengan redesign proses (analisis HFMEA). Dalam kuliah MMR FKIK UMY. Yogyakarta.

------------. (2012). RCA dengan Fish Bone. Dalam kuliah MMR FKIK UMY. Yogyakarta.

Institute of Medicine. (2004). Keeping Patients Safe: Transforming the Work Environment of Nurses dapat diakses di www.iom.edulrepart.asp/16173.

Lumenta, N. (2007). Keselamatan pasien rumah sakit. Dalam Jurnal IRMK Edisi 1 No. 1. Maret 2007 Hal. 3.

Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien. (2008). Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS). PERSI. Jakarta.

-------------.(2011). Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/VII/2011. Keselamatan Pasien di Rumah sakit. Jakarta

Potter, P. A and Perry, A.G. (1997). Fundamental of nursing concept; proses and Practice jilid 2. St. Louis: Mosby.

Standar Akreditasi Rumah Sakit. (2011). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Surijah, A. (2011). Pentingnya safety culture di rumah sakit: upaya meminimalkan adverse event dapat diakses di Management update.org/index. php?act=jurnal &sm=jurnal_hrd.