artikel fmea

Upload: gonzalo-chevion

Post on 13-Jul-2015

1.646 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)Sekilas tentang failure modes and effects analysis

Disusun Oleh MUTIARA DEWI POLANDA* *Alumni S1 Program Studi Teknik Industri, Universitas Diponegoro Jl. Prof Soedarto, SH., Semarang, Jawa Tengah Indonesia

2009

FMEA (Failure Mode and Effects Analysis)

Artikel ini berisi sekilas tentang failure modes and effects analysis yang berhubungan pada suatu kualitas produk.

2.1

Produk Kata produk berasal dari bahasa Inggris product yang berarti "sesuatu yang

diproduksi oleh tenaga kerja atau sejenisnya". Pada tahun 1575, kata "produk" merujuk pada apapun yang diproduksi ("anything produced"). Namun sejak 1695, definisi kata product lebih merujuk pada sesuatu yang diproduksi ("thing or things produced"). Produk dalam pengertian ekonomi diperkenalkan pertama kali oleh ekonom-politisi Adam Smith. Dalam bisnis, produk adalah barang atau jasa yang dapat diperjualbelikan. Dalam marketing, produk adalah apapun yang bisa ditawarkan ke sebuah pasar dan bisa memuaskan sebuah keinginan atau kebutuhan. ( www.wikipedia.com ) Produk merupakan hasil dari kegiatan produksi yang berwujud barang. Variabel pertama dari pemasaran yang cukup penting dan yang mempengaruhi kepuasan konsumen adalah produk, karena produk merupakan sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. (Ahmar, 2002) Menurut Gitosudarmo (1994:177) produk adalah segala sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Produk dapat mencakup benda fisik, jasa, prestise, tempat, organisasi maupun idea. Produk yang berujud biasa disebut sebagai barang, sedangkan yang tidak berujud disebut jasa.

2.1.1 Tingkat Kategori Produk Produk memiliki tingkat kategori untuk meningkatkan penjualan. Tingkat kategori tersebut adalah sebagai berikut : 1. Produk konsumsi Produk yang dibeli oleh konsumen pemakai akhir. 2. Produk industri Produk yang digunakan untuk keperluan operasional industri.

2009

3. Produk Jasa Produk yang bersifat intangible. (Ahmar, 2002)

2.1.2 Produk Cacat Cacat produk atau produk yang cacat adalah setiap produk yang tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya baik karena kesengajaan atau kealpaan dalam proses maupun disebabkan hal-hal lain yang terjadi dalam peredaranya, atau tidak menyediakan syarat-syarat keamanan bagi manusia atau harta benda mereka dalam penggunaannya. Sesuatu produk dapat disebut cacat (tidak dapat memenuhi tujuan pembuatannya) karena: 1. Cacat produk atau manufaktur Merupakan keadaan produk yang umumnya berada di bawah tingkat harapan konsumen. Cacat seperti tersebut diatas termasuk cacat desain, sebab kalau desain produk itu dipenuhi sebagaimana mestinya, tidaklah kejadian merugikan konsumen tersebut dapat terjadi. 2. Cacat peringatan atau instruksi Merupakan cacat produk karena tidak dilengkapi dengan peringatan-peringatan tertentu atau instruksi penggunaan tertentu. Produk yang tidak memuat peringatan atau instruksi tertentu sebagaimana yang di utarakan diatas, termasuk produk cacat yang tanggung jawabnya secara tegas dibebankan pada produsen dari produk tersebut. Tetapi disamping produsen, dengan syarat-syarat tertentu, beban

tanggung jawab itu dapat pula diletakkan di atas pundak pelaku usaha lainnya, seperi importir produk, distributor atau pedagang pengecernya. (Perlindungan Konsumen Dengan Product Liability, 2003)

2.2

Kualitas Kualitas atau mutu suatu produk atau jasa adalah derajat atau tingkatan dimana

produk atau jasa tersebut mampu memuaskan keinginan dari konsumen. Ada dua segi umum tentang kualitas yaitu kualitas desain atau rancangan (quality of design) dan kualitas kecocokan/kesesuaian/kesamaan (quality of conformance).

2009

1. Kualitas Desain atau Rancangan (Quality of Design) Derajat dimana kelas atau kategori dari suatu produk akan mampu memberikan kepuasan pada konsumen secara umum dinyatakan sebagai kualitas rancangan atau desain (quality of design). Dua atau lebih produk meskipun memiliki fungsi yang sama, bisa saja memberikan derajat kepuasan yang berbeda karena adanya perbedaan kualitas dalam rancangannya. Kualitas rancangan secara umum akan banyak dipengaruhi oleh ketiga faktor yaitu aplikasi penggunaan, pertimbangan biaya dan kebutuhan atau permintaan pasar. (Wignjosoebroto, 2006) 2. Kualitas Kecocokan/Kesesuaian/Kesamaan (Quality Of Conformance). Kualitas kecocokan adalah seberapa baik produk itu sesuai dengan spesifikasi dan kelonggaran yang disyaratkan oleh rancangan itu. Kualitas kecocokan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pemilihan proses pembuatan, latihan dan pengawasan angkatan kerja, jenis sistem jaminan kualitas (pengendalian proses, uji, aktivitas pemeriksaan, dan sebagainya) yang digunakan, seberapa jauh prosedur jaminan kualitas ini diikuti, dan motivasi angkatan kerja untuk mencapai kualitas. (Gaspersz, 2002) Kualitas kesesuaian ini akan berkaitan dengan tiga macam bentuk penegndalian (kontrol) sebagai berikut : a. Pencegahan Cacat (Defect Prevention) Yaitu mencegah kerusakan atau cacat sebelum benar-benar terjadi. Contoh dalam hal ini seperti pembuatan standar-standar kualitas, inspeksi terhadap material yang datang, membuat peta control untuk mencegah penyimpangan dalam proses kerja yang berlangsung. b. Mencari Kerusakan, Kesalahan, atau Cacat (Defect Finding) Aplikasi dan pemakaian metode-metode yang spesifik untuk proses inspeksi, pengujian, analisis statistik, dan lain-lain. Proses untuk mencari penyimpangan-penyimpangan terhadap tolak ukur atau estndar yang telah ditetapkan.

2009

c. Analisa & Tindakan Koreksi (Defect Anlisis & Correction) Menganalisa kesalahan-kesalahan yang terjadi dan melakukan koreksikoreksi terhadap penyimpangan tersebut. Kegiatan ini merupakan tanggung jawab dari bagian pengendalian kualitas. (Wignjosoebroto, 2006)

2.3

Pengendalian Kualitas Pengendalian kualitas adalah suatu sistem verifikasi dan penjagaan atau perawatan

dari suatu tingkatan atau derajat kualitas produk atau proses yang dikehendaki dengan cara perencanaan yang seksama, pemakaian peralatan yang sesuai, inspeksi yang terus menerus, serta tindakan korektif bilamana diperlukan. Dengan demikian hasil yang diperoleh dari kegiatan pengendalian kualitas ini benar-benar bisa memenuhi standarstandar yang telah direncanakan atau ditetapkan. Aktivitas pengendalian kualitas umumnya meliputi kegiatan-kegiatan : 1. Pengamatan terhadap performance produk atau proses. 2. Membandingkan performance yang ditampilkan tadi dengan standar-standar yang berlaku. 3. Mengambil tindakan apabila terdapat penyimpangan-penyimpangan yang cukup signifikan (accept or reject) dan apabila perlu dibuat tindakan untuk mengkoreksinya. Pengertian pengendalian kualitas tidaklah berarti sama dengan kegiatan inspeksi. Dengan inspeksi kegiatan ini sendiri sebenarnya justru merupakan bagian dari kegiatan untuk mengendalikan kualitas produk atau proses, maka yang dimaksudkan adalah sekedar menentukan apakah produk atau proses baik (accept) atau rusak (reject). Sedangkan kegiatan pengendalian kualitas selain berkepentingan dengan upaya untuk menmukan kesalahan, kerusakan atau ketidaksesuaian suatu produk atau proses dalam memenuhi fungsi yang diharapkan juga mencoba menemukan sebab musabab terjadinya kesalahan tersebut dan kemudian memberikan alternatif-alternatif menyelesaikan masalah yang timbul. Kegiatan pengendalian kualitas pada dasarnya akan merupakan keseluruhan kumpulan aktivitas dimana kita berusaha untuk mencapai kondisi fitness for use tidak peduli dimana aktivitas tersebut akan dilaksanakan yaitu mulai pada saat produk

2009

dirancang, diproses, sampai selesai dan didistribusikan ke konsumen. Kegiatan pengendalian kualitas antara lain akan meliputi aktivitas-aktivitas sebagai berikut : 1. Perencanaan kualitas pada saat merancang (desain) produk dan proses pembuatannya. 2. Pengendalian dalam penggunaan segala sumber material yang dipakai dalam proses produksi. 3. Analisa tindakan koreksi dalam kaitannya dengan cacat-cacat yang dijumpai pada produk yang dihasilkan. (Wignjosoebroto, 2006)

2.4

FMEA (Failure Modes and Effects Analysis) Disiplin FMEA (Failure Modes and Effects Anaalysis) dikembangkan oleh militer

Amerika Serikat melalui prosedur militer MIL-P-1629 berjudul Procedures for Performing a Failure Mode, Effects, and Criticality Analysis pada tanggal 9 November 1949. Hal tersebut digunakan sebagai teknik evaluasi keandalan untuk menentukan efek dari sistem dan kegagalan peralatan. Kegagalan diklasifikasikan sesuai dengan pengaruh dari keberhasilan tugas dan keamanan dari peralatan dan orang yang melaksanakan. (www.Elsmar.com) Prosedur FMEA merupakan bagian dari prosedur militer MIL-P-1629 yang dikembangkan oleh United States Military sebagai alat untuk menentukan dan mengevaluasi peralatan yang gagal. Banyak industri yang menggunakan FMEA seperti AIAG (1993) dari Automotive Industry Action Group, MIL-STD-1629A (1984) dari US Department of Defense, SAE J1739 (1994) dari Society of Automobile Engineers, dan VDA 96 (1996) dari Verband der Automobileindustrie, Germany. (Arunajadai, S.G., Stone, R.B., & Irem Y. umer, I.R., 2008) Pada tahun 1988, International Organization for Standarization mengeluarkan seri ISO 9000 mengenai standar manajemen bisnis. Persyaratan dari ISO 9000 untuk mengembangkan system quality management difokuskan pada kebutuhan dan harapan pelanggan. QS 9000 meruapakan analogi automotive untuk ISO 9000. Ford Motor Company dan General Motors Corporation yang dikembangkan QS 9000 di dalam suatu usaha untuk menstandarisasi kualitas sistem supplier. Sesuai dengan standar QS 9000, saat ini automotov suppliers yaitu Advanced Product Quality Planning (APQP),

2009

mencakup

design

dan

proses

FMEA,

dan

mengembangkan

control

plan.

(www.Elsmar.com)

2.4.1 Definisi FMEA Beberapa pengertian FMEA : a. FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure modes). FMEA dapat diterapkan pada semua bidang, baik manufaktur maupun jasa, juga pada semua jenis produk. Namun penggunaan FMEA akan paling efektif apabila diterapkan pada produk atau proses-proses baru, atau produk dan proses sekarang yang akan mengalami perubahan besar sehingga dapat mempengaruhi keandalan dari produk dan prose itu. (Gaspersz, 2002) b. FMEA adalah sebuah pendekatan sistematis yang menggunakan metode tabular untuk membantu engineer dalam mengidentifikasi jenis-jenis kegagalan potensial dan efeknya. (Ford Motor Company, 1992) c. FMEA merupakan teknik yang digunakan untuk menemukan, mengidentifikasi dan eliminasi potensi kegagalan, masalah, error yang terjadi pada system, desain, proses sebelum sampai pada konsumen. (Stamatis, D. H.) d. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah pendekatan sistematik yang menerapkan suatu metode pentabelan untuk membantu proses pemikiran yang digunakan oleh engineers untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial dan efeknya. Selain itu FMEA merupakan alat yang digunakan untuk menganalisa keandalan suatu sistem dan penyebab kegagalannya untuk mencapai persyaratan keandalan dan keamanan sistem, desain dan proses dengan memberikan informasi dasar mengenai prediksi keandalan sistem, desain, dan proses. Secara umum, FMEA (Failure Modes and Effect Analysis) didefinisikan sebagai sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal, yaitu : 1. Penyebab kegagalan yang potensial dari sistem, desain produk, dan proses selama siklus hidupnya. 2. Efek dari kegagalan tersebut.

2009

3. Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi sistem, desain produk, dan proses. (Quality Engineering, 2008) e. FMEA adalah singkatan dari Failure Mode and Effect Analysis. Ini merupakan suatu metode yang berfungsi untuk menunjukkan masalah (failure mode) yang mungkin timbul pada suatu sistem yang dapat menyebabkan sistem tersebut tidak mampu menghasilkan output yang diinginkan dan kemudian menetapkan tindakan penanggulangannya sebelum masalah itu terjadi. Dengan demikian masalahmasalah pada proses produksi yang mempengaruhi kualitas produk dapat dikurangi dan akhirnya dieliminasi. (Rizal, 2004) f. FMEA artinya kita harus menganalisa model-model kegagalan yang bisa terjadi dalam suatu proses dan apa pengaruh dari kegagalan tersebut. Seringkali FMEA disebut sebagai suatu frase, yaitu Potential FMEA. Dengan adanya kata potential, maka sudah jelas bahwa FMEA adalah menganalisa segala model kegagalan atau defect atau cacat yang mungkin terjadi dalam suatu proses atau produk. Jadi sebelum kegagalan atau catat itu sendiri terjadi, kita sudah melakukan analisa pengaruhnya. Tentu tujuannya jelas, yaitu supaya kita bisa melakukan pencegahan sedini mungkin sebelum kegagalan itu benar-benar terjadi. (www.Bestsimplesytem.com) g. FMEA tersusun dari kata Failure (Kegagalan) Mode (Bentuk) Effect (Akibat) and Analysis (Analisa). Definisi FMEA sebagaimana disebutkan dalam QS : 9000 ialah merupakan suatu pendekatan sistematis untuk: 1. Mengenal dan mengevaluasi potensi-potensi kegagalan dari suatu produk (proses) dan akibat dari kegagalan yang ditimbulkannya. 2. Mengidentifikasi tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk

mengeliminasi (menghilangkan) atau mengurangi peluang dari potensi kegagalan yang terjadi. 3. Mendokumentasikan proses secara keseluruhan. (Novyanto, 2007)

2.4.2 Kegagalan (Failure) Kegagalan didefinisikan sebagai kondisi ketidaksesuaian suatu sistem terhadap kriteria prestasi atau fungsi yang telah ditetapkan. Adanya sifat dan perilaku sistem

2009

yang saling mempengaruhi dan kebergantungan antar himpunan pembentuk sistem menyebabkan kegagalan yang terjadi pada suatu komponen atau subsistem mempengaruhi keseluruhan kinerja sistem yang dapat berdampak pada kegagalan. (Wenda, K.R., 2008) Sebuah benda dapat dianggap gagal apabila mengalami tiga hal, yaitu : 1. Ketika benda tersebut menjadi tidak dapat dioperasikan sama sekali. 2. Ketika benda tersebut masih dapat beroperasi, tetapi tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana mestinya 3. Ketika kerusakan serius telah membuat benda tersebut menjadi tidak andal atau tidak aman untuk digunakan terus, sehingga memerlukan diambil segera dari stasiun kerjanya untuk diperbaiki (repair) atau digunakan (replacement). (Govil, 1983)

2.4.3 Mode Kegagalan (Failure Mode) Failure mode adalah suatu keadaan dimana proses dapat berpotensi gagal memenuhi persyaratan proses atau desain. Failure mode dapat berupa penyebab terhadap potential failure mode pada proses berikut, atau efek dari potential failure pada proses sebelumnya. Suatu mode kegagalan tidak dapat terlepas daru dua faktor utama yaitu penyebab (cause) dan akibat (effect). Suatu penyebab tunggal dapat memiliki akibat yang jamak. Suatu kombinasi penyebab mungkin menuntun pada suatu akibat atau mungkin menimbulkan berbagai akibat. Terkadang pada suatu kasus terdapat suatu penyebab yang juga memiliki penyebab lain dapat menjadi suatu mode kegagalan. Sedangkan pada kasus lain suatu kejadian tunggal dapat menjadi suatu penyebab suatu dampak, dan suatu mode kegagalan. Mode kegagalan dibagi menjadi lima golongan, yaitu : 1. Complete failure, yaitu kegagalan fungsional secara keseluruhan dimana kondisi obyek tidak dapat dioperasikan sama sekali. 2. Partial failure, yaitu kegagalan yang terjadi pada kondisi obyek yang tidak dapat bekerja secara optimal memenuhi fungsinya seratus persen. 3. Intermittent failure, kegagalan terjadi sewaktu-waktu di tengah pengoperasian baik itu dalam intensitas tinggi maupun rendah.

2009

4. Failure over time, yaitu degradasi kegagalan seiring dengan pertambahan usia pakai obyek (lifetime) 5. Over performance of function, ada kalanya obyek sebelum mengalami salah satu dari keempat modus di atas memiliki kemampuan melebihi fungsi dan kinerja yang ditetapkan (biasanya sering terjadi sebelum mengalami complete failure. (Wenda, K.R., 2008)

2.4.4 Tipe FMEA Terdapat lima tipe FMEA yang bisa diterapkan dalam sebuah industri manufaktur, yaitu: 1. System FMEA, digunakan untuk menganalisis sistem dan subsistem pada konsep permulaan dan tahap desain. Fokus pada jenis-jenis kegagalan roduk yang berhubungan dengan fungsi sebuah sistem yang diakibatkan oleh defisiensi desain. Termasuk interaksi sebuah sistem dengan sistem alinnya, dan interaksi antar elemen-elemen sistem. 2. Design FMEA, digunakan untuk menganalisis produk sebelum dilakukan produksi. Fokus pada jenis-jenis kegagalan pada suatu produk yang diakibatkan oleh defisiensi desain. 3. Process FMEA, digunakan untuk menganalisis proses manufaktur dan perakitan. Fokus pada jenis-jenis kegagalan potensial yang diakibatkan oleh defisiensi desain proses manufaktur atau perakitan. Manfaat khusus dari Process FMEA bagi perusahaan adalah: a. Membantu menganalisis proses manufaktur baru. b. Meningkatkan pemahaman bahwa kegagalan potensial pada proses manufaktur harus dipertimbangkan. c. Mengidentifikasi defisiensi proses, sehingga para engineer dapat berfokus pada pengendalian untuk mengurangi munculnya produksi yang menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan yang diinginkan atau

2009

pada metode untuk meningkatkan deteksi pada produk yang tidak sesuai tersebut. d. Menetapkan prioritas untuk tindakan perbaikan pada proses. e. Menyediakan dokumen yang lengkap tentang perubahan proses untuk memandu pengembangan proses manufaktur atau perakitan di masa datang. Output dari Process FMEA adalah: a. Daftar mode kegagalan yang potensial pada proses. b. Daftar critical characteristic dan significant characteristic. c. Daftar tindakan yang direkomendasikan untuk menghilangkan penyebab munculnya mode kegagalan atau untuk mengurangi tingkat kejadiannya dan untuk meningkatkan deteksi terhadap produk cacat bila kapabilitas proses tidak dapat ditingkatkan. (Ford Motor Company, 1992) 4. Service, berfokus pada fungsi jasa. 5. Software, berfokus pada fungsi software. (Quality Engineering, 2008) 6. Machinery FMEA (MFMEA) : digunakan untuk menganalisa potential failure dan effect dari desain mesin, tooling dan equipment. (www.Bestsimplesytem.com)

2.4.5 Keuntungan FMEA Dari penerapan FMEA pada perusahaan, maka akan dapat diperoleh keuntungankeuntungan yang sangat bermanfaat untuk perusahaan, antara lain: 1. Meningkatkan kualitas, keandalan, dan keamanan produk. 2. Membantu meningkatkan kepuasan pelanggan. 3. Meningkatkan citra baik dan daya saing perusahaan. 4. Memperkirakan tindakan dan dokumen yang dapat mengurangi resiko. (Ford Motor Company, 1992) 5. Identifikasi fungsi dan persyaratan proses. 6. Identifikasi potential failure mode terhadap produk / proses. 7. Menilai efek dari suatu potential failure terhadap customer. 8. Identifikasi penyebab dan variabel proses untuk menurunkan occurrence dan mengontrol sistem deteksi.

2009

9. Identifikasi penyebab dan variabel suatu proses agar fokus pada process control. 10. Membuat peringkat potential failure untuk menentukan prioritas preventive / corrective action. 11. Identifikasi penyimpangan sehingga engineer dapat fokus ke pengontrolan proses untuk menghindari proses menghasilkan produk yang unacceptable. 12. Membantu pembuatan control plan. (www.Bestsimplesytem.com)

2.4.6 Pendekatan FMEA Terdapat tiga pendekatan untuk menyelesaikan permasalahan. Pemilihan ini berdasarkan ketersediaan dan kelengkapan data detail komponen produk. 1. Pendekatan Hardware (Hardware approach/bottom up) Pendekatan hardware normalnya digunakan pada saat item hardware dapat diidentifikasi menurut skema, gambar, dan data desain lainnya. Pndekatan hardware secara khusus berfokus pada potensi moda kegagalan pada komponen dasar suatu sistem. Pendekatan ini lebih mengarah pada analisa potensi kegagalan berdasarkan komponen system. Biasanya level terendah dari pemecahan memberikan informasi yang sangat penting untuk pengambilan keputusan. Pendekatan hardware untuk menentukan FMEA adalah pilihan yang tapat dimana setiap komponen dari sistem harus diperiksa. Pendekatan ini akan sulit digunakan jika sistem yang diteliti merupakan sistem yang kompleks. (Risk-Based DecisionMaking Guidelines Volume 3)

2009

Gambar 2.1 Pendekatan Hardware (Hardware approach/bottom up)

2. Pendekatan Fungsi (top-down) Pendekatan fungsi normalnya digunakan pada saat sistem hardware tidak dapat diidentifikasi secara khusus atau ketika sistem yang kompleks membutuhkan analisis, dengan level berturut-turut dari analisis yang lebih detail hanya pada kontribusi yang paling penting. Pendekatan ini lebih fokus pada maksud fungsi dari sistem. Pendekatan fungsi untuk FMEA efektif jika analisis lebih fokus hanya terbatas pada kumpulan kegagalan yang terpenting, atau jika hal tersebut harus tepat pada komtribusi yang paling penting pada problem yang potensial daripada setiap komponen. (Risk-Based Decision-Making Guidelines Volume 3) Tipe ini mengasumsikan kegagalan dan mengidentifikasi bagaimana kegagalan tersebut terjadi. Pendekatan fungsi ini meliputi sebuah analisis topdown dimana suatu mode kegagalan spesifik untuk seluruh sistem ditelusur balik untuk memulai mode kegagalan sub sistem. (FMEA Packet)

2009

Gambar 2.2 Pendekatan Fungsi (top-down)

3. Pendekatan Campuran (Hybrid of two) Proses FMEA dapat dimulai dengan pendekatan fungsional untuk mengetahui prioritas kegagalan yang paling penting. Analisis perbaikan traditional reliability-centered digunakan pada pendekatan campuran ini, dimulai dengan mengidentifikasi kegagalan fungsi sistem yang penting dan selanjutnya mengidentifikasi peralatan mode kegagalan yang ditimbulkan fungsi kegagalan sistem. (Risk-Based Decision-Making Guidelines Volume 3)

2.5

Process Failure Mode and Effect Analysis (PFMEA) PFMEA adalah sistematika dari aktivitas yang mengidentifikasi dan

mengevaluasi tingkat kegagalan (failure) potensial yang ada pada sistem, produk, atau proses terutama pada bagian akar-akar fungsi produk atau proses pada faktor-faktor

2009

yang mempengaruhi produk atau proses. Sebagai perangkat kerja metode kualitas, PFMEA berfungsi sebagai pengilustrasi dan implementasi metode-metode kualitas yang sesuai, yaitu sebagai media pengeliminasi dan pereduksi adanya perubahan-perubahan nilai yang terjadi karena adanya failure occuring. Tujuan PFMEA adalah mengembangkan, meningkatkan, dan mengendalikan nilai atau harga probabilitas dari failure yang terdeteksi dari sumber (input), dan juga mereduksi efek-efek yang ditimbulkan oleh kejadian failure tersebut. Fokus PFMEA adalah strategi preventif terhadap meningkatnya nilai faktor-faktor non-conformance, dan merupakan salah satu perangkat kerja dalam menganalisis risiko-risiko dalam sistem, produk, maupun proses.

2.5.1 Tahapan Process Failure Mode and Effect Analysis (PFMEA) Tahapan PFMEA adalah sebagai berikut : 2.5.1.1 Deskripsi atau tujuan Mencakup tujuan atau fungsi masing-masing operasi. (Ford Motor

Company,1992). Menjelaskan deskripsi dari proses dan spesifikasi-spesifikasi yang menjelaskan persyaratan-persyaratan proses. Juga masukan deskripsi dari parts yang terkait dengan proses itu, apabila deskripsi dari proses yang dijelaskan itu dapat menimbulkan kesalahan interpretasi tanpa menyebutkan parts tersebut. (Gaspersz, 2002)

2.5.1.2 Mengidentifikasi Mode Kegagalan Potensial Proses mode kegagalan adalah alasan mengapa suatu part ditolak. Suatu part dapat ditolak karena karakteristik suatu part tidak berada di dalam spesifikasi teknik. Karaktersitik part merupakan ciri-ciri dari part seperti ukuran, bentuk, letak, orientasi, texture, kekerasan, tampilan, lapisan, dan lain-lain. Secara umum, proses mode kegagalan dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Manufaktur : dimensi (di luar toleransi), visual. 2. Assembly : hubungan, hilangnya part (part missing). 3. Penerimaan/Inspeksi : apakah suatu part ditolak, ketika diterima. 4. Pengetesan/Inspeksi : menerima part jelek, menolak part baik. (Ford Motor Company,1992)

2009

Suatu mode kegagalan yang terkait dengan proses adalah setiap penyimpangan dari spesifikasi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam variabel-variabel yang mempengaruhi proses. (Gaspersz, 2002)

2.5.1.3 Mengidentifikasi Efek Kegagalan Potensial Efek dari suatu kegagalan merupakan konsekuensi dari mode kegagalan yang akan diperhatikan atau dialami pada operasi selanjutnya, akibat operasi, proses berikutnya sesuai process flow, atau oleh pelanggan terakhir. (Ford Motor Company,1992) Customer dalam analisa PFMEA meliputi : Downstream user / Next user, yaitu proses berikutnya sesuai process flow. Ultimate customer, yaitu customer akhir. Operator safety, yaitu keamanan operator, baik operator di pabrik produsen ataupun di pabrik perakitan kendaraan. Machine / equipment, yaitu efek terhadap mesin atau peralatan lainnya, misalnya menjadi cepat aus atau mudah rusak. (www.Bestsimplesytem.com)

2.5.1.4 Menetukan Rating Keparahan (Severity) Severity adalah peringkat yang menunjukkan tingkat keseriusan efek dari suatu failure mode. Severity berupa angka 1 sampai 10, dimana 1 menunjukkan keseriusan terendah (resiko kecil), dan 10 menunjukkan tingkat keseriusan tertinggi (sangat beresiko). (www.Bestsimplesytem.com) Rating keparahan (severity) adalah rating yang berhubungan dengan tingkat kaparahan efek yang ditimbulkan oleh mode efek kegagalan. (Ford Motor Company,1992)

2009

Tabel 2.1 Rating Keparahan (severity) untuk PFMEA (Ford Motor Company,1992)

Efek Tanpa efek Efek ang sangat ringan Efek Ringan Efek Minor Efek Menengah

Rating 1 2 3 4 5

Kriteria Tanpa efek pada performansi sistem atau pada proses berikutnya Efek yang sangat ringan pada performansi produk dan proses operasi. Pelanggan tidak terpengaruh. Efek yang rigan pada performansi produk dan proses operasi. Pelanggan sedikit terpengaruh. Efek minor pada performansi produk dan proses operasi. Pelanggan mengalami sedikit penurunan pada produk dan performansi sistem. Efek menengah pada performansi produk dan proses operasi. Pelanggan mengalami beberapa ketidakpuasan. Efek signifikan pada proses, mungkin menyebabkan komponen diperbaiki atau dikerjakan ulang. Produk mengalami penurunan performansi tetapi masih dapat beroperasi dengan aman. Pelanggan mengalami ketidaksenangan. Efek yang besar pada proses, dibutuhkan perbaikan / pekerjaan ulang pada komponen. Produk sangat terpengaruh tetapi masih dapat beroperasi dengan aman. Pelanggan kecewa Efek yang ekstrem pada proses, menyebabkan kerusakan mesin. Pelanggan sangat kecewa. Produk tidak dapat beroperasi tapi masih aman Efek berbahaya potensial. Mampu menghentikan produk. Berhubungan dengan keamanan, kegagalan bertahap Efek Berbahaya. Efek tiba tiba yang berhubungan dengan keamanan. Tidak sesuai dengan peraturan pemerintah

Efek Signifikan

6

Efek Mayor

7

Efek Ekstrim Efek Serius Efek Berbahaya

8 9 10

2.5.1.5 Mengidentifikasi Penyebab Kegagalan Potensial Potential cause of failure adalah penyebab potensial yang dapat mengakibatkan terjadinya failure. Potential cause didefiniskan dengan istilah yang dapat dikoreksi atau dikontrol, misalnya tooling rusak / aus, alat ukur tidak tepat. Potential cause hanya mencantumkan kesalahan yang spesifik atau malfunction (misalnya operator salah menginstal mesin). (www.Bestsimplesytem.com). Setiap perubahan dalam variabel yang mempengaruhi proses akan menyebabkan proses itu menghasilkan produk di luar batasbatas spesifikasi. (Gaspersz, 2002)

2009

2.5.1.6 Menentukan Rating Kejadian (Occurance) Occurrence adalah ukuran seberapa sering potential cause terjadi. Nilai Occurrence berupa angka 1 sampai 10, dimana 1 menunjukkan tingkat kejadian rendah atau tidak sering, dan 10 menunjukkan tingkat kejadian sering.

(www.Bestsimplesytem.com) Rating kejadian (occurrence) adalah rating yang berhubungan dengan estimasi jumlah kegagalan kumulatif yang muncul akibat suatu penyebab tertentu pada elemen dengan jumlah yang ditentukan yang diproduksi dengan metode pengendalian yang digunakan saat ini. Rating kejadian ini diestimasikan dengan jumlah kegagalan kumulatif yang muncul pada setiap 1000 komponen atau CNF (cumulative number of failure)/1000. Rating tingkat kejadian yang dipilih pada tabel 2.3 dapat ditentukan berdasarkan kriteria pada tabel 2.2 berikut. (Ford Motor Company,1992)

Tabel 2.2. Kriteria Pemilihan Rating Occurence (Ford Motor Company,1992)

Jika Proses dikendalikan dengan Statistical Process Control (SPC) Proses mirip dengan proses terdahulu atau yang mewakili Terdapat sejarah kegagalan pada komponen yang mirip atau mewakili Proses baru dan/atau tidak tersedia data statistik

Maka digunakan Data Statistik (Kapabilitas Proses atau Distribusi Aktual) Data statistik dari proses yang mewakili atau proses terdahulu Data sejarah kegagalan kumulatif atau bilangan produksi cacat Penilaian keteknikan

Untuk memilih rating occurrence berdasarkan Cpk

Cpk CNF/1000-Cumulative Number of Failure Kriteria subyektif

2009

Tabel 2.3 Rating Kejadian (Occurence) untuk PFMEA (Ford Motor Company,1992)

Kejadian Hampir tidak ada Jarang Sangat Kecil Kecil Rendah Medium Agak Tinggi Tinggi Sangat Tinggi Hampir Selalu

Rating 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Cpk 1,67 1,50 1,33 1,17 1,00 0,83 0,67 0,51 0,33 < 0,33

CNF/1000 < 0,00058 ( 316 ( > 1 in 3) Kemungkinan sangat sedikit terjadi kegagalan Kemungkinan sedikit kegagalan Kemungkinan menengah terjadi kegagalan Kemungkinan agak tinggi terjadi kegagalan Kemungkinan tinggi terjadi kegagalan Kemungkinan sangat tinggi terjadi kegagalan Kemungkinan hampir pasti terjadi kegagalan. Dalam sejarah desain yang mirip menunjukkan sangat banyak kegagalan

2.5.1.7 Evaluasi Yang Ada atau Kontrol Merupakan merupakan metode atau teknik proses yang ada saat ini yang digunakan untuk mencegah atau mendeteksi suatu jenis kegagalan, atau penyebabnya, pada operasi, atau mendeteksi suatu jenis kegagalan pada operasi subsekuen dalam fasilitas manufaktur atau asembli. Identifikasi control yang ada dapat dimulai dengan penyebab mode kegagalan yang mengkombinasikan severity yang paling tinggi dan tingkat occurrence. (Ford Motor Company,1992)

2.5.1.8 Identifikasi Metode Deteksi Deteksi merupakan rating yang berhubungan dengan kemungkinan bahwa control proses yang ada akan mendeteksi suatu jenis kegagalan sebelum part meninggalkan lokasi manufaktur atau assembli. (Ford Motor Company,1992)

2009

Tabel 2.4 Rating Deteksi (Detection) untuk PFMEA (Ford Motor Company,1992)

Deteksi Hampir Pasti Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Menengah Rendah Kecil Sangat Kecil Sedikit Hampir tidak terdeteksi 2.5.1.9

Rating 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Kriteria Metode deteksi pencegahan hampir pasti dapat untuk mendeteksi mode dan penyebab kegagalan Metode deteksi pencegahan memiliki kemungkinan yang sangat tinggi untuk dapat mendeteksi mode dan penyebab kegagalan Metode deteksi pencegahan memiliki kemungkinan yang tinggi untuk dapat mendeteksi mode dan penyebab kegagalan Metode deteksi pencegahan memiliki kemungkinan yang cukup tinggi untuk dapat mendeteksi mode kegagalan Metode deteksi pencegahan memiliki kemungkinan yang sedang untuk mendeteksi mode dan penyebab kegagalan Metode deteksi pencegahan memiliki kemungkinan yang rendah untuk mendeteksi mode dan penyebab kegagalan Metode deteksi pencegahan memiliki kemungkinan yang kecil untuk mendeteksi mode dan penyebab kegagalan Metode deteksi pencegahan memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk mendeteksi mode dan penyebab kegagalan Metode deteksi pencegahan memiliki kemungkinan yang sedikit untuk mendeteksi mode dan penyebab kegagalan Tidak diketahui metode deteksi untuk mendeteksi mode dan penyebab kegagalan

Menghitung Risk Priority Number (RPN) Risk Priority Number (RPN) merupakan rating severity, occurrence, dan

detection. RPN diperoleh dengan mengalikan rating severity, occurrence, dan detection. Rating dan RPN hanya digunakan untuk merangking kelemahan proses untuk mempertimbangkan tindakan yang mungkin untuk mengurangi kekritisan dan membuat proses lebih baik. (Ford Motor Company,1992)

2.5.1.10 Rekomendasi Merupakan proses tindakan yang akan diambil untuk mengurangi satu atau lebih rating severity, occurrence, dan detection. Tindakan perbaikan dapat dipertimbangkan bilamana: 1. Efek dari mode kegagalan memiliki rating severity 9 atau 10. 2. Produk dari rating severity dan occurrence dari penyebab mode kegagalan mempunyai kombinasi yang tinggi.

2009

3. Kombinasi mode kegagalan/penyebab/control memiliki ranking RPN tinggi. (Ford Motor Company,1992)

2.6

SOP ( Standard Operating Procedure) Pada dasarnya SOP adalah pedoman yang berisi prosedur operasional standar

yang ada di dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa semua keputusan dan tindakan serta penggunaan fasilitasfasilitas proses yang dilakukan oleh orangorang di dalam organisasi yaitu anggotaanggota organisasi secara efektif, efisien, standar, konsisten dan sistematis (merupakan syarat SOP). Efektif dalam hal ini berarti melakukan sesuatu dengan tepat sedangkan efisiensi merupakan pencapaian tujuan, konsisten berarti SOP harus diterapkan secara standar dan sama untuk semua prosedur yang sama untuk semua bagian organisasi (menitikberatkan pada pelaksanaannya). Standar erat hubungannya dengan konsisten tetapi lebih

menitiberatkan pada prosedur itu sendiri. Sitematis bermakna pada tampilan dan kejelasan dalam SOP. (Tambunan, Rudi M.2008)

2.6.1 Manfaat SOP ( Standard Operating Procedure) Peran dan manfaat SOP dalam suatu organisasi adalah sebagai berikut : 1. Menjadi pedoman kebijakan yang menjadi dasar dari semua kegiatan organisasi, operasional dan administratif (pedoman kebijakan). 2. Menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan organisasi (pedoman kegiatan). 3. Menjadi pedoman validasi langkah langkah kegiatan dalam organisasi (pedoman organisasi). 4. Menjadi pedoman penggunaan formulir, dokumen, blanko, dan laporan yang terkait dengan kegiatan organisasi.(pedoman administrasi) 5. Menjadi pedoman penilaian efektivitas kegiatan organisasi (pedoman evaluasi kinerja) 6. Menjadi pedoman pengintegrasian kegiatan kegiatandalam organisasi dalam konteks mencapai tujuan organisasi (pedoman integrasi). Secara teknis, SOP sebagai manual prosedur operasional harus disusun berdasar 7 kriteria yaitu The Seven Criterias of Manual yaitu :

2009

a. Khas atau spesifik Sesuai dengan kebutuhan organisasi masing-masing b. Lengkap Lengkap secara vertikal yaitu segala sesuatu harus dicakup dalam prosedur, dan lengkap secara horizontal yaitu keterkaitan prosedur atau kebijakan yang sama dengan divisi atau depattemen lain dalam organisasi. c. Jelas dan mudah dipahami Langkah langkah dalam prosedur dapat dipahami dengan jelas oleh semua tingkatan dalam organisasi. d. Layak diterapkan Bagaimana sebuah prosedur diterapkan dan harus mendapat dukungan dari manajemen dan budaya organisasi. e. Layak kontrol Tanpa kontrol SOP tidak akan efektif karena SOP disusun untuk meningkatkan kontrol terhadap kegiatan dalam organisasi. f. Layak audit Audit dipandang sebagai media untuk mengontrol dan menyempurnakan kegiatan organisasi untuk menunjang evaluasi kegiatan. g. Layak ubah Bagaimana SOP disusun untuk dapat mengantisipasi perubahan dimasa yang akan datang karena tidak mungkin kebutuhan organisasi selalu tetap. (Tambunan, Rudi M.2008)

2.6.2 Metode dan Teknik Penyusunan SOP Dalam memilih metode penyusunan SOP, tergantung pada kebutuhan masing masing organisasi. Adapun beberapa metode tersebut antara lain : 1. Penyusunan baru Metode untuk membuat prosedur operasional standar yang baru dan sebelumnya belum ada dalam organisasi.

2009

2. Pengembangan sebagian Metode yang digunakan untuk memperbaiki manual atau pedoman SOP yang sudah ada yang sudah dijalankan oleh organisasi. 3. Pengembangan keseluruhan Metode yang digunakan untuk memperbaiki manual atau pedoman yang sudah ada yang sudah dijalankan organisasi ,dimana buku pedoman diperbaiki secara keseluruhan. 4. Pengembangan berkala Metode yang diterapkan untuk memperbaiki pedoman yang menekankan pada rutinitas pengembangan dan pemeliharaan SOP yang sifatnya terjadwal ,misalnya setiap tiga atau lima tahun. Dalam prakteknya tidak menutup kemungkinan metodemetode diatas dapat digunakan secara bersama-saman untuk saling melengkapi. Keempat metode tersebut dibedakan berdasarkan posisi awal penyusunan. Sedangkan teknik yang digunakan dalam penyusuan SOP antara lain : 1. Teknik naratif Teknik yang menggunakan kekuatan narasi dan penjelasan dengan kalimat sesuai kaidah bahasa yang benaruntuk menjelaskan langkah langkah kegiatan dalam organisasi baik kegiatan operasional maupun administrasi. Teknik ini cocok digunakan untuk menjelaskan kebijakan bersifat peraturan dan terdiri dari cakupan langkah-langkah sederhana dan tidak bervariasi. Keunggulan : a. Lebih fleksibel dalam menggambarkan langkah langkah dalam prosedur b. Tidak terikat pada simbol simbol tertentu c. Lebih bebas untuk dimodifikasi d. Tingkat pemahaman lebih tinggi. Kelemahan : a. Lebih sulit disajikan secara standar karena masing-masing penyusun menggunakan bahasa yang berbeda. b. Cenderung berbelit-belit terurama untuk prosedur yang terdiri dari banyak langkah.

2009

c. Tidak praktis 2. Teknik bagan arus Teknik ini disebut juga dengan flowchart, yang menggunakan simbolsimbol khas dimana tiap simbol merepresentasikan makna tertentu. Ada beberapa macam teknik bagan arus tetapi yang sering digunakan adalah teknik bagan arus analitis, yaitu penggunaan simbol-simbol dalam bagan yang menggambarkan aliran dokumen dan proses yang terjadi antara unit yang berbeda dalam organisasi. Teknik ini cocok digunakan untuk prosedur dengan langkah langkah yang banyak, yang melibatkan banyak unit dalam organisasi , yang mempunyai kaitan proses dengan prosedur lainnya. Keunggulan : a. Lebih ringkas dalam menjelaskan langkah b. Lebih konsisten dalam menjelaskan langkah c. Lebih praktis digunakan d. Lebih mudah dikontrol Kelemahan : a. Tidak mudah dalam menyajikan bagan arus yang konsisten b. Tidak mudah mensosialisasikan bagan arus pada pelaksananya. 3. Teknik Tabular Teknik ini biasa digunakan untuk melakukan analisis kegiatan dalam penyusunan SOP, untuk menghitung efektivitas dan efisiensi proses kerja dengan menyajikan dalam bentuk tabel. Teknik ini memang belum terlalu populer dalam penyusunan prosedur standar. Penggunaan teknik ini misalnya untuk pengaturan jadwal kegiatan yang berulang. 4. Teknik Campuran Teknik inimerupakan gabungan dari ketiga teknik diatas, karena penggunaan salah satu teknik dirasa kurang efektif. Penggabungan teknik tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : a. Digunakan bersamaan untuk semua prosedur standar dalam SOP b. Digunakan sesuai kebutuhan masing-masing prosedur, ada prosedur yang menggunakan satu teknik dan ada pula yang menggunakan dua teknik.

2009

Selain itu perlu diperhatikan pula mengenai bagian-bagian penyajian SOP yaitu : headings (kepala judul), penjelasan isi prosedur, peraturan dan kebijakan terkait prosedur, isi prosedur dan lampiran-lampiran. Susunan bagian tersebut dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan organisasi. (Tambunan, Rudi M.2008)

2009

DAFTAR PUSTAKA

Ahmar, Pengertian Produk, 2008. Ariani, D.W., Manajemen Kualitas, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 1999. Arunajadai, S.G., Stone, R.B., & Irem Y. umer, I.R. , Failure Mode Identification Through Clustering Anlisis. (www.fmeainfocentre.com. Acces : 1 Agustus 2008) Failure Mode and Effect Analysis (Potential FMEA). (www.Bestsimplesytem.com. Acces : 28 Mei 2008) Ford Motor Company, Potensial Failure Mode and Effect Anaysis : System-DesignProses, 1992. Gaspersz, V., Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO 9001:2000, MBNQA, dan HACCP. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002. Govil, A. K., Reliability Engineering, Tata Mc-Graw Hill Publishing Company Limited, New Delhi, 1983. History of the FMEA. (www.Elsmar.com. Acces : 21 Juli 2008) Nasution, M.N., Manajemen Mutu Terpadu, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Jakarta 2005. Novyanto, O., Pengenalan Potential Failure Mode and Effect Analysis, 2007. Perlindungan Konsumen Dengan Product Liability, 2003. Quality Engineering, Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), 2008. Risk-Based Decision-Making Guidelines Volume 3, Procedures for Assessing Risks. (www.fmeainfocentre.com. Acces : 1 Agustus 2008) Rizal, FMEA (Failure Mode and Effect Analysis), 2004. Stamatis, D. H., Failure Mode and Effect Analysis : FMEA from Theory to Execution. Tambunan, Rudi M. 2008. Standard Operating Procedure (SOP). Maiestas Publishing: Jakarta.

2009

Wignjosoebroto, S., Pengantar Teknik & Manajemen Industri, Edisi Pertama, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2006 Wemda, K. R., Analisis Data Kecelakaan Dan Kegagalan Sistem Rudder Boeing 737, Teknik Mesin Dan Dirgantara ITB, Bandung, 2008. www.wikipedia.com. Acces : 21 Juli 2008

2009

2009