panduan fmea

32
PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Tujuh langkah menuju keselamatan rumah sakit adalah upaya untuk menggerakkan program keselamatan pasien di RSU Bangli. Berdasarkan langkah ke enam dari tujuh langkah tersebut yaitu rumah sakit mengembangkan kebijakan yang mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali pertahun melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk proses risiko tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Bangli menyusun panduan FMEA (Failure Mode Effect and analysis) sebagai tool untuk penilaian risiko pada proses yang belum dilakukan, sedang dilakukan dan proses baru dengan pendekatan proaktif. TUJUAN I. Tujuan Umum Buku panduan ini sebagai dasar bagi tim Keselamatan Pasien RSU Bangli untuk meningkatkan mutu layanan RS melalui kegiatan redesain proses pelayanan untuk menganalisis modus kegagalan dan dampaknya II. Tujuan Khusus a. Pedoman dalam melaksanakan 5 langkah melakukan Analisis Modus Kegagalan dan Dampak b. Panduan dalam menentukan proses-proses pelayanan yang mempunyai resiko tinggi terjadi error.

Upload: marheni

Post on 22-Jan-2016

1.194 views

Category:

Documents


295 download

DESCRIPTION

panduan fmea

TRANSCRIPT

Page 1: PANDUAN FMEA

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Tujuh langkah menuju keselamatan rumah sakit adalah upaya untuk menggerakkan

program keselamatan pasien di RSU Bangli. Berdasarkan langkah ke enam dari tujuh langkah

tersebut yaitu rumah sakit mengembangkan kebijakan yang mencakup insiden yang terjadi dan

minimum satu kali pertahun melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk

proses risiko tinggi.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Bangli

menyusun panduan FMEA (Failure Mode Effect and analysis) sebagai tool untuk penilaian risiko

pada proses yang belum dilakukan, sedang dilakukan dan proses baru dengan pendekatan

proaktif.

TUJUAN

I. Tujuan Umum

Buku panduan ini sebagai dasar bagi tim Keselamatan Pasien RSU Bangli untuk

meningkatkan mutu layanan RS melalui kegiatan redesain proses pelayanan untuk

menganalisis modus kegagalan dan dampaknya

II. Tujuan Khusus

a. Pedoman dalam melaksanakan 5 langkah melakukan Analisis Modus Kegagalan dan

Dampak

b. Panduan dalam menentukan proses-proses pelayanan yang mempunyai resiko tinggi

terjadi error.

c. Panduan dalam perbaikan sistem (re-desain proses) terhadap proses-proses pelayanan

yang mempunyai resiko tinggi terjadi error.

Page 2: PANDUAN FMEA

BAB I

DEFINISI

Pada saat ini pencegahan kesalahan medis belum menjadi fokus utama untuk asuhan perawatan

pasien di rumah sakit. Sebagian besar sistem pelayanan kesehatan tidak didesain untuk mencegah

terjadinya error.

Definisi dari FMEA (Failue Mode and Effect Analysis) adalah :

1) Metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi dan mencegah potensi kegagalan

sebelum terjadi.

2) Proses proaktif dimana kesalahan dapat dicegah dan diprediksi.

3) Mengantisipasi kesalahan dan meminimalkan dampak buruk.

Secara umum definisinya adalah : metode perbaikan kinerja dengan mengidentifikasi

dan mencegah Potensi Kegagalan sebelum terjadi. Hal tersebut  didesain  untuk meningkatkan

keselamatan pasien.

2

Page 3: PANDUAN FMEA

BAB II

RUANG LINGKUP

1. Memilih proses yang beresiko tinggi dan membentuk tim.

2. Membuat diagram proses.

3. Bertukar pikiran tentang modus kegagalan dan menetapkan dampaknya.

4. Memprioritaskan modus kegagalan.

5. Identifikasi akar masalah.

6. Redesain proses

7. Analisis dan uji prose baru

8. Implementasi dan monitor perbaikan proses.

3

Page 4: PANDUAN FMEA

BAB III

TATA LAKSANA

Tata laksana Analisis Modus Kegagalan & Dampak ( Failure Mode Effect and Analysis / FMEA )

ada 5 tahap. Yaitu :

I. Tahap 1 Pilih proses yang beresiko tinggi dan Membentuk Tim.

A. Pilih proses yang beresiko tinggi.

1. Proses yang beresiko tinggi meliputi :

a. Proses baru.

Misalnya : staf mengoperasikan alat / instrumen medis yang baru.

b. Proses yang sedang berjalan.

Misalnya : proses pengadaan, penyimpanan & distribusi tabung gas medis (O2, N2O).

c. Proses klinis.

Misalnya : proses pengambilan darah di laboratorium.

d. Proses non klinis.

Misalnya : mengkomunikasikan hasil laborat ke dokter atau identifikasi pasien yang

beresiko jatuh.

2. Proses yang beresiko tinggi biasanya memiliki satu atau lebih karakteristik.

a. Variabel individu :

Pasien : tingkat keparahan penyakit, keinginan pribadi pasien, proses pengobatan.

Pemberi layanan : tingkat ketrampilan, cara pendekatan dalam pelaksanaan tugas.

b. Kompleksitas :

Proses dalam layanan kedokteran sangat kompleks, terdiri puluhan langkah. Semakin

banyak langkah dalam suatu proses, semakin tinggi probabilitas terjadinya kesalahan.

Teori Donald Berwick bahwa :

Bila proses terdiri dari 1 langkah, kemunginan salah 1%.

Bila proses 25 langkah, kemungkinan salah 22%

Bila proses 100 langkah, kemungkinan salah 63%

c. Tidak standar.

Proses dilakukan menurut persepsi pemberi pelayanan berdasarkan kebiasaan atau

prosedur yang sudah ketinggalan jaman.

4

Page 5: PANDUAN FMEA

Diperlukan : SPO, Protokol atau Clinical Pathways untuk membatasi pengaruhdari

variabel ini.

d. Proses tanpa jeda.

Perpindahan satu langkah ke langkah lain dalam waktu berurutan tanpa jeda sehingga

seringkali baru disadari terjadi penyimpangan pada langkah berikutnya. Misal :

NORUM.

Keterlambatan dalam suatu langkah akan mengakibatkan gangguan pada seluruh

proses.

Kesalahan dalam suatu langkah akan menyebabkan penyimpangan pada langkah

berikut.

Kesalahan biasanya terjadi pada perpindahan langkah atau adanya langkah yang

diabaikan. Kesalahan pada satu langkah akan segera diikuti oleh kesalahan

berikutnya, terutama karena koreksi tidak sempat dilakukan.

e. Proses yang sangat tegantung pada intervensi petugas.

Ketergantungan yang tinggi akan intervensi seseorang dalam proses dapat

menimbulkan variasi kesalahan. Misal : penulisan resep dengan singkatan dapat

menimbulkan Medication error.

Sangat tergantung pada pendidikan dan pelatihan yang memadai sesuai dengan tugas

dan fungsinya.

f. Kultur garis komando ( Hierarchical culture ).

Suatu proses akan menghadapi resiko kegagalan lebih tinggi dalam unit kerja dengan

budaya hirarki dibandingkan dengan unit kerja yang budayanya berorientasi tim.

Hal ini karena :

Staf enggan berkomunikasi & berkolaborasi satu dengan yang lain.

Perawat enggan bertanya kepada dokter atau petugas farmasi tentang medikasi,

dosis serta elemen perawatan lainnya.

g. Keterbatasan waktu.

Proses yang memiliki keterbatasan waktu cenderung meningkatkan resiko kegagalan.

3. Pertimbangkan :

Yang paling tinggi potensi resikonya.

Yang paling “saling berkaitan” dengan proses lain

5

Page 6: PANDUAN FMEA

Ketertarikan orang untuk memperbaiki.

B. Membentuk tim.

1. Komposisi tim.

a) Multidisiplin & multi personal

Berbagai macam profesi yang terkait dilibatkan menjadi anggota tim.

Beberapa karakter seperti : orang yang memiliki kewenangan memutuskan, orang

yang penting untuk penerapan perubahan yang mungkin diperlukan, pemimpin yang

memiliki pengetahuan-dipercaya-dihormati, orang dengan pengetahuan yang sesuai,

b) Jumlahnya tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4-8 orang)

2. Pembagian peran tim

a) Team leader

Pemimpin yang memiliki pengetahuan, dipercaya dan dihormati.

Mempunyai kemampuan membuat keputusan.

Orang yang memiliki ‘critical thinking’ saat perubahan akan dilaksanakan.

b) Fasilitator.

Fungsi fasilitator bisa dirangkap oleh team leader.

Orang yang ditunjuk sebagai fasilitator bukan berasal dari area yang dianalisis.

Memandu tim dalam proses diskusi.

Memilah temuan atau masukan yang tidak penting.

Memastikan bahwa anggota tim menyelesaikan setiap langkah dan

mendokumentasikan hasil.

Mengarahkan tim untuk fokus pada masalah yang sedang dibicarakan.

Anggota tim merasa nyaman dengan adanya fasilitator.

c) Expert.

Petugas yang menguasai dan ahli dalam bidang yang dianalisis.

Dengan keahliannya diharapkan memberikan masukan berupa perubahan proses.

d) Perwakilan dari disiplin ilmu terkait.

e) Notulen

Bertanggung jawab mencatat dan membagikan notulen.

6

Page 7: PANDUAN FMEA

Fungsi notulen bisa dirangkap oleh anggota secara bergantian. Fungsi notulis dapat

menghambat kemampuannya dalam mengemukakan pendapat, sehingga perlu

bergantian.

Membuat dokumentasi.

II. LANGKAH 2. MEMBUAT ALUR PROSES

Pilihlah salah satu diagram / mapping Process

Mapping Process juga dikenal sebagai Flowchart, menggambarkan semua

langkah dalam proses.

Mapping Process membantu Tim mengidenLfikasi masalah yang dapat

diperbaiki.

Tool ini sangat mendasar yang sebaiknya digunakan pada langkah awal

karena dapat memberikan pandangan yang jelas tentang proses.

Tim sebaiknya memulai dengan Process Map level tinggi (5-12

langkah).Kemudian memilih proses yang mempunyai masalah yang paling

besar.

Contoh :

a. Detaile

Process Map paling umum digunakan

.

b. High-Level.

Process Map tercepat, paling sederhana dan detil

7

Page 8: PANDUAN FMEA

c. High--‐low (Top--‐down)

Menambahkan pada kedalaman pada high--‐level Process Map, namun tanpa

mapping yang detil

III. Tahap 3. Brainstorm Potensial Modus Kegagalan dan Dampaknya.

Dalam tahap ke 3, proses harus menggunakan alat bantu berupa :

1. Failure Mode.

Jenis potensi kegagalan dalam proses untuk memenuhi persyaratan atau tujuan proses.

Berasal dari proses yang tidak sempurna.

Menyebabkan dampak.

Contoh : tidak berfungsi, fungsi menurun, fungsi menyimpang, jatuh, salah

identifikasi dll.

2. Efek.

Akibat dari kegagalan, yang mengganggu / merugikan.

Dirasakan pasien

Contoh : keterlambatan penanganan, kematian, cacat, kerusakan jaringan, tidak dapat

diperbaiki, melanggar ketentuan, kerugian finansial.

8

Page 9: PANDUAN FMEA

Contoh diagram 1 proses

No Sub Proses Failure Mode Effect1. Print charge slip &

etiketCharge slip & etiket berbeda dg resep

Dampak pada pasien : salah obat, salah harga, terapi irasionalDampak pada pengunjung : -Dampak pada staf : komplain pasien, sangsi atasanPeralatan / fasilitas : -

Charge slip & etiket buram

Dampak pada pasien : salah minum obatDampak pada pengunjung : -Dampak pada staf : komplain dari pasien

IV. Langkah 4. Hitung skala prioritas kegagalan.

Seberapa parah efek yang ditimbulkan.

Tingkat kefatalan dampak menggunakan alat bantu berupa tabel Severity.

Seberapa sering potensi penyebab terjadi.

Tingkat kemungkinan terjadi menggunakan alat bantu berupa tabel Occurrence.

Seberapa mudah potensi penyebab terdeteksi.

Kemampuan deteksi dari sistem yang ada menggunakan tabel Detection.

Risk Priority number (RPN)

Sering digunakan untuk mengkalkulasi kritisnya keadaan sebagai suatu a risk priority

number (RPN), juga disebut Criticality Index (CI), berdasarkan derajat

Severity,Probability dan Deteksi.

Modus kegagalan dengan nilai RPN yang tinggi, otomatis menjadi perhatian untuk diatasi

/ menjadi PRIORITAS.

Memilih skala peringkat :

JCI tidak secara spesifik menentukan “skala” mana yang harus digunakan dalam

menilai modus kegagalan.

Skala yang dipilih adalah skala 1-10

9

Risk Priority Number = severity x Occurence x Detection

Page 10: PANDUAN FMEA

A. Severity

Yaitu efek pada pelanggan.

Nilai 10 adalah ekstrem (komplain) dan nilai 1adalah pelanggan tidak nyaman.

Contoh skala 1-10

10

RATING DESKRIPSI DEFINISI

1 Dampak minor atau

tidak ada

Tidak akan disadari oleh orang yang

mengalami dan tidak mempengaruhi proses

2

3 Dapat mempengaruhi orang yang mengalami

dan akan sedikit berpengaruh pada proses.

4

5 Dampak moderat Dapat berpengaruh pada orang yang

mengalami & menyebabkan dampak serius

pada proses.

6 Cedera ringan Akan berpengaruh pada orang dan

menyebabkan dampak serius pada proses.

7

8 Cedera berat Akan mengakibatkan cedera serius pada

orang & menyebabkan dampak serius pada

proses.

9

10 Bencana, cacat

seumur hidup /

meninggal

Sangat berbahaya : kegagalan akan

menyebabkan kematian pada orang yang

dilayani & menyebabkan dampak serius

pada proses.

Page 11: PANDUAN FMEA

B. Occurance

Contoh skala 1-10

11

DESKRIPSI KEMUNGKINAN DEFINISI

1 Sangat jarang &

hampir tidak ada

1 dalam 10.000 Tidak ada / sedikit diketahui terjadinya,

sangat tidak mungkin kondisi akan

pernah terjadi

2

3 Kemungkinan

rendah

1 dalam 5.000 Mungkin, tapi tidak diketahui datanya,

kondisi terjadi dalam kasus terisolasi,

tetapi kemungkinannya rendah

4

5 Kemungkinan

moderat

1 dalam 200 Didokumentasikan, tetapi jarang,

kondisi tersebut memiliki kemungkinan

cukup besar terjadi

6

7 Kemungkinan

tinggi

1 dalam 100 Didokumentasikan & sering, kondisi

tersebut terjadi sangat teratur dan /

selama jangka waktu yang wajar.

8

9 Yakin terjadi 1 dalam 20 Didokumentasikan, hampir pasti,

kondisi tersebut pasti akan terjadi

selama periode panjang yang spesifik

untuk langkah / hubungan tertentu

10 Selalu terjadi 1 dalam 10

Page 12: PANDUAN FMEA

C. Detection

Menggunakan skala 1-10

12

Page 13: PANDUAN FMEA

13

1 Pasti terdeteksi 10 dari

10

Hampir selalu terdeteksi dengan segera

2

3 Kemungkinan rendah 7 dari 10 Mungkin terdeteksi

4

5 Kemungkinan moderat 5 dari 10 Kemungkinan sedang terdeteksi

6

7 Kemungkinan tinggi 2 dari 10 Tidak akan terdeteksi dengan mudah

8

9 Hampir pasti tidak

terdeteksi

0 dari 10 Tidak mungkin terdeteksi tanpa upaya

serius

10 Tidak ada upaya deteksi Tidak ada mekanisme deteksi atau proses

baru

Page 14: PANDUAN FMEA

Prioritaskan Modus Kegagalan

Modus kegagalan harus dilakukan prioritas sesuai dengan prioritas tindakan.

Jika modus kegagalan menggunakan RPN, mungkin dapat memilih “cut off

point” untuk menentukan prioritas.

o Nilai dibawah cutoff point tidak memerlukan tindakan segera kecuali

tersedia waktu.

o Nilai di atas cutoff point , harus dilakukan eksplorasi.

14

Page 15: PANDUAN FMEA

Tabel RPN dan Criticality

No Sub

Proses

Failure

Mode

Effect S Potential Cause O D RPN

Target RPN = 150

Maka :

Dibawah 150 resiko diterima oleh rumah sakit.

Diatas atau sama dengan 150 maka resiko akan di kontrol atau dieleminasi dengan

rencana tindak lanjut.

V. Langkah 5. Identifikasi akar masalah modus kegagalan.

Dalam konteks FMEA : RCA digunakan untuk menganalisa kemungkinan salah dalam

Proses dan sistem.

Desainnya adalah Kegagalan dimasa datang bisa dicegah. Kalaupun tidak dapat dicegah,

pasien harus di proteksi terhadap dampak kegagalan tsb atau Dampak di mitigasi. Alat

bantu yang bisa digunakan untuk analisa akar penyebab :

1. Brainstorming.

Analisa akar penyebab : jika diinginkan ide / solusi yang tidak terbatas untuk

menemukan akar masalah dari semua pihak dalam proses perbaikan.

Tujuan : untuk menghasilkan beberapa ide-ide dalam waktu minimum melalui

proses kreatif dalam kelompok.

15

Page 16: PANDUAN FMEA

2. Cause & Effect Diagram.

Analisa akar penyebab : ketika masalah memiliki beberapa penyebab.

Tujuannya : untuk menampilkan gambaran yang jelas dari beberapa hubungan

sebab akibat antara hasil dan faktor yang mempengaruhi.

Menggunakan 5 faktor yaitu = 5 M + 1 E

1 Tulang mencakup “Why” sebanyak 5 kali.

VI. Langkah 6. Redesain Proses.

Hal yg perlu dilakukan adalah :

a) Lakukan studi literatur untuk mengumpulkan informasi dari literatur ilmiah.

b) Belajar dari rumah sakit lain dalam mengatasi masalah untuk problem yang sama.

c) Berkomitmen untuk mencapai berubahan baru dalam cara pandang baru.

Strategi Redesain

1) Desain atau desain ulang proses untuk eleminasi peluang terjadinya kegagalan

(mencegah terjadinya kegagalan).

2) Mencegah kegagalan sampai ke pasien dg meningkatkan deteksi kegagalan.

3) Fokus pada mitigasi dampak kesalahan yang sampai ke pasien.

VII. Langkah 7. Analisis dan Uji Coba Proses Baru.

I. Panduan Analisis.

a. Bagaimana proses baru tersebut dapat diterapkan.

16

Page 17: PANDUAN FMEA

b. Kapan proses yg baru akan diterapkan

c. Siapa yang akan bertindak & bertanggung jawab.

d. Dimana proses baru tersebut akan diterapkan.

II. Panduan Pengujian.

a. Pengujian diatas kertas.

b. Simulasi

c. Uji coba terbatas.

III. Pengumpulan Data.

a. Tinjauan terhadap catatan hasil pengujian,

b. Survei sebelum dan sesudah perubahan.

c. Sistem pelaporan.

d. Pengamatan di lapangan

e. Diskusi kelompok terfokus (FGD).

f. Kehadiran pada program pendidikan.

g. Evaluasi kompetensi.

VIII. Langkah 8. Implementasi dan Monitor Proses yang Diredesain.

A. Strategi perubahan.

Buat ‘sense of urgency’

Bentuk tim pemandu.

Buat visi dan strategi

Komunikasikan visi yang berubah.

B. Strategi pemantauan.

Dokumentasikan seluruh hasil proses yang baru, masukkan ke dalam prosedur

(sehingga menjadi standar baru).

Berikan training dan sosialisasi menyeluruh.

Jaga kestabilan proses selama beberapa waktu untuk memastikan kekonsistenannya.

17

Page 18: PANDUAN FMEA

Contoh Tabel Implementasi dan Pemantauan :

Hasil Kegiatan

Tindakan yg diambil

PIC

(penanggung

jawab)

Dateline

(Batas waktu)S O D RPN

Tindakan dan pengukuran outcome

1) Tentukan apakah potensial penyebab modus kegagalan akan di :

Kontrol.

Eliminasi.

Terima.

2) Jelaskan tindakan untuk setiap potensial modus kegagalan yang akan dieliminasi atau

dikontrol.

3) Identifikasi ukuran outcome yang digunakan untuk analisa dan uji re-desain proses.

4) Identifikasi penanggung jawab dan deadline / target waktu untuk melaksanakan tindakan

tersebut.

5) Tentukan apakah perlu dukungan direktur atau tidak untuk menjalankan proses baru

tersebut.

6) Lakukan pengukuran S, O dan D kembali setelah tindak lanjut dilakukan.

7) Hitung kembali nilai RPN baru.

8) Jika nilai RPN sudah mencapai target maka cari kembali nilai RPN yang masih diatas

target.

18

Page 19: PANDUAN FMEA

BAB IV

DOKUMENTASI

Dokumentasi dalam buku panduan ini adalah :

Menuliskan semua langkah dalam bentuk form yang tersedia sebagai berikut :

19

2

Page 20: PANDUAN FMEA

Langkah 4. Hitung skala prioritas kegagalan dengan tabel RPN dan Criticality

No Sub

Proses

Failure

Mode

Effect S Potential Cause O D RPN

Dampak pada

pasien :

Dampak pada

pengunjung :

Dampak pada

staf :

Peralatan /

fasilitas : -

Dampak pada

pasien :

Dampak pada

pengunjung :

Dampak pada

20

Page 21: PANDUAN FMEA

staf :

Langkah 8. Tabel implementasi dan pemantauan.

1) Pengorganisasian tim kerja.

2) Mekanisme kerja yaitu langkah-langkah dalam proses AMKD / FMEA.

3) Prosedur yang dilaksanakan, mengunakan :

4) SPO Pelayanan / Peralatan Medis yang diperlukan.

5) SPO Analisis Modus Kegagalan dan Dampak (AMKD).

6) Surat Keputusan penetapan orang-orang yang terlibat.

7) Surat tugas petugas yang terlibat tim.

8) Laporan AMKD yang telah dibuat untuk satu analisis.

9) Salinan Kebijakan Direktur terkait tindak lanjut yang diusulkan oleh tim.

21

Hasil Kegiatan

Tindakan yg diambil

PIC

(penanggung

jawab)

Dateline

(Batas waktu)S O D RPN

Page 22: PANDUAN FMEA

BAB V

PENUTUP

Demikianlah panduan ini disusun sebagai pedoman dalam menjalankan layanan pasien

yang aman, khususnya dalam rangka mencegah kesalahan identifikasi pasien. Panduan ini masih

jauh dari sempurna, oleh sebab itu panduan akan ditinjau kembali setiap 2 sampai 3 tahun sesuai

dengan tuntutan layanan dan standar akreditasi, baik Akreditasi Nasional 2012 maupun standar

Internasional.

22

Page 23: PANDUAN FMEA

DAFTAR PUSTAKA

1. Daud A. 2008, Workshop Keselamatan Pasien dan Manajemen resiko Klinis di Rumah

Sakit : Cegah Cedera Melalui Implementasi Keselamatan Pasien Dengan Redesain Proses

(Analisa HFMEA), IMR, Jakarta.

2. Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2012. Panduan Penyusunan Dokumen Akreditasi,

IMR, Jakarta.

3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Panduan Nasional Keselamatan

pasien Rumah Sakit-Edisi 2. Depkes, Jakarta.

4. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS), 2008. Pedoman Pelaporan

Insiden Keselamatan Pasien (IKP)-Edisi 2. KKP-RS, Jakarta.

5. Buku FMEA, JCI Edisi Ke-3.

23

Page 24: PANDUAN FMEA

24