[ob] fiedler's leadership model

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepemimpinan dan manajemen merupakan dua hal yang berbeda, namun keduanya terkadang diartikan sama oleh sebagian orang. Manajemen adalah sebuah aktivitas perencanaan, pengorganisasian, patihanan, dan pengawasan. Sedangkan kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau serangkai tujuan yang ditetapkan. Kemampuan untuk mempengaruhi itu dapat bersifat formal dan nonformal, yang bersifat formal seperti diberikan oleh pemangku manajerial dalam sebuah organisasi, sedangkan yang bersifat non formal yaitu kemampuan untuk mempengaruhi orang lain yang muncul di luar struktur formal suatu organisasi. Namun tidak semua pemimpin adalah manajer dan sebaliknya pula tidak semua manajer adalah pemimpin. Kepemimpinan memiliki posisi dan fungsi yang sangat penting dalam hal manajemen. Pemimpin yang efektif (Effective Leader) dapat menolong suatu negara keluar dari mara bahaya. Ia dapat membantu perusahaan untuk memaksimalkan efisiensi dan mencapai tujuannya. Ia dapat menahkodai non profit organization untuk memenuhi misinya. Bahkan, pemimpin yang efektif bertindak layaknya seorang ayah yang dapat membantu anaknya berkembang menjadi pribadi kuat yang kelak menjadi seorang dewasa yang produktif. Ketika sosok pemimpin absen dalam sebuah organisasi maka efek negatif yang besar adalah sebuah keniscayaan. Tanpa 1 |

Upload: abdan-syakura

Post on 17-Dec-2014

1.006 views

Category:

Business


1 download

DESCRIPTION

Application of Leadership Fiedler Model on SMA IT Nurul Fikri, Depok This is my final assigment on Organizational Behavior's course

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepemimpinan dan manajemen merupakan dua hal yang berbeda, namun keduanya

terkadang diartikan sama oleh sebagian orang. Manajemen adalah sebuah aktivitas

perencanaan, pengorganisasian, patihanan, dan pengawasan. Sedangkan kepemimpinan

adalah kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok guna mencapai sebuah visi atau

serangkai tujuan yang ditetapkan. Kemampuan untuk mempengaruhi itu dapat bersifat formal

dan nonformal, yang bersifat formal seperti diberikan oleh pemangku manajerial dalam

sebuah organisasi, sedangkan yang bersifat non formal yaitu kemampuan untuk

mempengaruhi orang lain yang muncul di luar struktur formal suatu organisasi. Namun tidak

semua pemimpin adalah manajer dan sebaliknya pula tidak semua manajer adalah pemimpin.

Kepemimpinan memiliki posisi dan fungsi yang sangat penting dalam hal manajemen.

Pemimpin yang efektif (Effective Leader) dapat menolong suatu negara keluar dari mara

bahaya. Ia dapat membantu perusahaan untuk memaksimalkan efisiensi dan mencapai

tujuannya. Ia dapat menahkodai non profit organization untuk memenuhi misinya. Bahkan,

pemimpin yang efektif bertindak layaknya seorang ayah yang dapat membantu anaknya

berkembang menjadi pribadi kuat yang kelak menjadi seorang dewasa yang produktif.

Ketika sosok pemimpin absen dalam sebuah organisasi maka efek negatif yang besar

adalah sebuah keniscayaan. Tanpa kepemimpinan, organisasi dapat berjalan namun dengan

sangat perlahan, stagnan, atau bahkan kehilangan arahnya. Tanpa sosok seorang pemimpin,

organisasi akan kehilangan ruhnya dalam proses pengambilan keputusan yang pada akhirnya

akan menyebabkan karamnya kapal organisasi di lautan yang mereka arungi.

Sosok pemimpinlah yang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Ia

membangun visi untuk masa depan. Bukan sekadar mebangun visi namun juga

mengomunikasikannya dengan efektif kepada para bawahan. Tidak selesai sampai di situ,

pemimpin juga menginspirasi pengikutnya untuk dapat merealisasikan visi yang telah

dicanangkan tersebut.

Dalam perkembangannya muncul banyak teori yang berkaitan tentang kepemimpinan.

Diantaranya Trait Theories of Leadership, Behavioral Theories of Leadership (terdiri dari

Kajian dari Ohio State University, Kajian dari University of Michigan), dan Contingency

Theories. Untuk Contingency Theories sendiri, ada beberapa teori yang cukup dikenal

diantaranya The Fiedler Contingency Model, Situational Leadership Theory, Leadership

1 |

Member Exchange Theory, Path Goal Theory, dan Leader-Participation Model. Dari sekian

banyak teori tentang kepemimpinan, pembahasan ini hanya akan berfokus pada teori

kepemimpinan Fiedler Contingency Model.

Fiedler Contingency Model menyatakan bahwa kinerja kelompok yang efektif

bergantung pada kesesuian antara gaya interaksi seorang pemimpin dengan bawahannya serta

sejauh mana interaksi tersebut memberikan kendali kepada kepemimpinan tersebut. Pertama

kali dikembangkan secara komprehensif oleh Fred Fiedler sejak tahun 1951 dan mulai

dipresentasikan pada tahun 1963. Dalam teorinya, Fiedler meyakini bahwa faktor utama

keberhasilan kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan dasar yang dimiliki setiap individu,

setelah diketahui gaya kepemimpinan dasar seseorang, yang perlu dilakukan selanjutnya

adalah mencocokkan pemimpin dengan situasi, dan yang terakhir dilakukan adalah

melakukan evaluasi.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang kami angkat dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah tipe orientasi pemimpin sudah sesuai dengan situasi kerja yang dihadapinya?

2. Apakah kesesuaian tipe orientasi pemimpin dengan situasi kerja mempengaruhi

performa kinerja perusahaan secara umum?

1.3 Tujuan Penulisan

Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Mengetahui kesesuaian orientasi pemimpin dengan situasi kerja yang dihadapinya

2. Mengetahui hubungan relatif kinerja perusahaan secara umum dengan kesesuaian

orientasi pemimpin dan situasi kerja yang dihadapinya.

1.4 Manfaat Penulisan

Bagi penulis, dengan mengerjakan penulisan ini, kami dapat mengaplikasikan ilmu

perilaku organisasi, khususnya terkait kepemimpinan, yang selama ini didapatkan selama

kuliah.

2 |

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Model Kepemimpinan Fiedler

Fiedler Contingency Model adalah teori yang menyatakan bahwa kelompok yang efektif

bergantung pada kesesuaian antara gaya interaksi seorang pemimpin dengan bawahannya

serta sejauh mana situasi tersebut menghasilkan kendali dan pengaruh untuk pemimpin

tersebut.

2.1.1 Mengidentifikasi Gaya Pemimpin

Fiedler meyakini bahwa salah satu faktor utama bagi kepemimpinan yang berhasil

adalah gaya kepemimpinan dasar seseorang individu. Jadi, ia mulai dengan berusaha mencari

tahu apa gaya dasar tersebut. Fiedler lalu menyusun suatu kuesioner rekan kerja yang paling

tidak disukai (least preferred coworker-LPC-questionnaire) dengan tujuan mengukur apakah

seorang pemimpin berorientasi tugas (task-oriented) atau hubungan (relationship-oriented).

Kuesioner LPC merupakan kumpulan 16 kata sifat yang saling berlawanan (seperti

menyenangkan-tidak menyenangkan, efisien- tidak efisien, terbuka-tertutup, suportif-

bermusuhan).

Dalam penilainanya, bila nilai (score) yang didapat dari kuesioner tersebut berada diatas

atau sama dengan 73, maka subjek yang mengisi kuesioner tersebut memiliki gaya

kepemimpinan relationship-oreinted. Sedangkan apabila score yang dihasilkan oleh kuesioner

berada dibawah atau sama dengan 64, maka subjek yang mengisi kuesioner memiliki gaya

kepemimpinan task-oriented. Dan apabila score berada pada range nilai 65 sampai 72, maka

gaya kepemimpinannya adalah mixture (campuran) dan ia berhak untuk memilih mana gaya

kepemimpinan yang lebih ia suka.

Fiedler juga mengasumsikan bahwa gaya kepemimpinan seseorang bersifat tetap atau

tidak akan berubah.

2.1.2 Mengetahui Situasi

Fiedler mengidentifikasikan tiga dimensi kemungkinan yang menurutnya

menentukan faktor-faktor situasional utama yang menentukan efektifitas kepemimpinan.

Faktor-faktor tersebut adalah hubungan pemimpin dengan anggota (leader-member relations),

3 |

struktur tugas (task structure), dan wewenang posisi pemimpin (position power). Ketiga

faktor tersebut dijelaskan leibh lanjut sebagai berikut:

1. Hubungan pemimpin-anggota: tingkat kepatuhan, kepercayaan, dan rasa hormat para

anggota terhadap pemimpin mereka.

2. Struktur tugas: tingkat sejauh mana penentuan pekerjaan diprosedurkan (yaitu

terstruktur atau tidak terstruktur).

3. Wewenang posisi pemimpin: tingkat pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemimpin

atas variabel-variabel wewenang seperti perekrutan, pemecatan, pendisiplinan,

promosi, dan kenaikan gaji.

2.1.3 Mencocokkan Pemimpin dan Situasi

Dengan mengetahui LPC seseorang dan nilai dari tiga dimensi kemungkinan

sebagaimana disebutkan sebelumnya, model Fiedler bermaksud mencocokkan keduanya

untuk mencapai efektivitas kepemimpinan yang maksimal. Berdasarkan penelitiannya, Fiedler

menyimpulkan bahwa pemimpin yang berorientasi tugas cenderung bekerja secara lebih baik

dalam situasi yang sangat menguntungkan dan dalam situasi yang sangat tidak

menguntungkan mereka. Hal ini ditunjukkan dalam gambar pada kategori I, II, III, VII, VIII

2.1.4 Evaluasi

Secara keseluruhan, tinjauan terhadap berbagai kajian besar yang menguji validitas

model Fiedler menghasilkan kesimpulan yang umumnya positif. Artinya, ada banyak bukti

yang mendukung paling tidak bagian-bagian paling subsitusional dari model tersebut.

4 |

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Profil SMA IT Nurul Fikri

5 |

6 |

3.2 Langkah-Langkah Penelitian

Adapun Langkah-langkah penelitian yang kami lakukan adalah sebagai berikut:

3.2.1 Study Literatur

Kami mengadakan studi literatur dengan mencari referensi-referensi baik yang terkait

tentang teori kepemimpinan secara umum maupun teori fiedler model secara khusus. Selain

itu juga kami mengadakan pencarian khusus melalui internet terkait dengan LPC questioneire

dan kuesioner untuk mengetahui tiga contigency dimensions yaitu; Leader Member relations,

Task Structure, dan Position Power.

3.2.2 Pembuatan Keuesioner

1. Mencari sumber kuesioner. Pencarian sumber kuesioner kami lakukan dengan studi

literatur pada buku teks yang ada dan pencarian di jurnal dan artikel secara online.

2. Menerjemahkannya ke dalam bahasa indonesia. Karena kuesioner inti yang digunakan

teori Fiedler Contingency Model adalah LPC questioneire yang hanya tersedia dalam

bahasa Inggris maka terlebih dahulu kami menerjemahkannya ke dalam bahasa

Indonesia.

3. Mendatangi sumber penelitian. Berkunjung secara langsung untuk mengajukan izin

dan langsung menyebarkan kuesioner kepada pimpinan organisasi (dalam hal ini SMA

IT Nurul Fikri, yang berada dibawah Yayasan Nurul Fikri) dan kepada para karyawan

organisasi.

3.2.3 Pengumpulan dan Pengelolaan Data (Primer dan Sekunder)

Data primer kami dapatkan dengan menyebarkan kuesioner kepada 10 orang karyawan.

Karena pertanyaan yang diajukan cukup sensitif, hanya satu karyawan saja yang sempat

berbagi cerita lebih detail. Itupun dilakukan ketika tidak ada karyawan lain di lingkungan

sekitar.

Kami menggunakan skala semantic differential dengan nilai -2 hingga +2 untuk

pertanyaan leader-member relationship (LMR). Nilai akhir negatif berarti LMR tergolong

rendah, 0 berarti netral, nilai positif berarti tinggi. Sedangkan untuk task structure kami

gunakan close-ended questions dengan pilihan jawaban ya atau tidak. Berikut matrix hasil

kuesioner:

No Deskripsi Responden ke...

7 |

Sebagai seorang

yang dipimpin,

anda .... pemimpin

anda

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Menyukai 1 -1 0 0 1 1 1 0 1 -2

2 Percaya kepada 1 0 0 1 1 0 1 -1 1 -2

3 Nyaman dengan 1 0 0 1 1 0 1 0 0 -2

4 Tidak yakin 1 1 -1 -1 -1 1 -1 -1 -1 -2

5 Tidak loyal 1 0 -1 -1 -1 1 -1 0 -2 -2

6 Tidak tertarik 0 1 -1 -1 -1 0 -1 0 -1 -1

lingkungan kerja

7 Ramah 2 1 1 2 1 2 1 0 1 0

8 Terdapat perselisihan

1 1 1 -1 1 0 0 0 0 2

Nilai total 8 3 -1 0 2 5 1 -2 -1 -9

Rata-rata 1 .37

5

-.12

5

0 .25 .62

5

.12

5

-.2

5

-.12

5

-1.125

Total semua .75 Nilai akhir positif. Artinya LMR tergolong tinggi.

Struktur pekerjaan

9 Prosedur untuk menyelesaikan pekerjaan jelas

Tid

ak

Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak

Tidak

10 Tujuan diselesaikannya pekerjaan jelas

Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tid

ak

Tidak

Tidak

11 Banyak cara menyelesaikan pekerjaan

Tid

ak

Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak

12 Deskripsi pekerjaan Ya Tid Ya Ya Ya Tidak

Ya Ya Tida Tidak

8 |

tiap karyawan jelas ak k

13 Selesainya pekerjaan jelas

Ya Ya Ya Ya Ya Tidak

Ya Ya Ya Tidak

Total Ya 3 4 5 5 5 3 5 4 2 0

Total Tidak 2 1 0 0 0 2 0 1 3 5

Total jawaban ‘Ya’ 36 (72%)Total jawaban ‘Tidak’

14 (18%)

Penyebaran kuesioner kepada karyawan menghasilkan nilai LMR sebesar 0,75 dengan

tanda positif (+) yang menandakan bahwa situasi kerja di SMAIT Nurul Fikri cukup baik.

Sedangkan dari segi task structure, jawaban ‘Ya’ masih dominan, dengan persentase jawaban

72%. Kami menyimpulkan bahwa struktur pekerjaan di sekolah ini cukup terstruktur.

Untuk pemimpin, berikut hasil kuesionernya: (angka yang di bold dan digarisbawahi

adalah jawaban dari pemimpin)

Menyenangkan(Pleasant)

8 7 6 5 4 3 2 1Tidak menyenangkan

(unpleasant)Ramah

(friendly)8 7 6 5 4 3 2 1

Tidak ramah (unfriendly)

Rejecting 1 2 3 4 5 6 7 8 Accepting

Menegangkan (tense)

1 2 3 4 5 6 7 8Tenang

(relaxed)

Renggang (distant) 1 2 3 4 5 6 7 8 Dekat (close)

Kaku (cold) 1 2 3 4 5 6 7 8 Hangat (warm)

Mendukung(supportive)

8 7 6 5 4 3 2 1Berseteru(hostile)

Membosankan(boring)

1 2 3 4 5 6 7 8Menarik

(interesting)

Suka bertengkar(quarrelsome)

1 2 3 4 5 6 7 8Harmonis

(harmonious)

Murung (gloomy) 1 2 3 4 5 6 7 8 Ceria (cheerful)

Terbuka (Open) 8 7 6 5 4 3 2 1 Tertutup (guarded)

Memfitnah (backbiting)

1 2 3 4 5 6 7 8 Setia (loyal)

Tidak terpercaya(untrustworthy)

1 2 3 4 5 6 7 8Terpercaya

(trustworthy)Memikirkan orang lain (considerate)

8 7 6 5 4 3 2 1 Tidak memikirkan orang lain

9 |

(inconsiderate)

Buruk (nasty) 1 2 3 4 5 6 7 8 Baik (nice)

Menyetujui (agreeable)

8 7 6 5 4 3 2 1Tidak menyetujui

(disagreeable)Bermuka dua

(insincere)1 2 3 4 5 6 7 8 Tulus (sincere)

Baik Hati (kind) 8 7 6 5 4 3 2 1 Kasar (unkind)

Adapun untuk mengetahui tipe kepemimpinan pemimpin SMAIT NF kami

menggunakan LPC Questioneire. Kami berikan kepada wakil kepala sekolah SMAIT NF.

Berdasarkan kuesioner nilai LPC yang dihasilkan adalah 123.

Untuk pertanyaan position power, ada empat komponen pertanyaan dengan jawaban ya

atau tidak, yaitu:

1. Pimpinan memiliki wewenang untuk merekrut pegawai, jawaban tidak

2. Pimpinan memiliki wewenang untuk memecat pegawai, jawaban tidak

3. Pimpinan memiliki wewenang untuk mempromosikan pegawai, jawaban ya

4. Pimpinan memiliki wewenang untuk menaikkan gaji pegawai, jawaban tidak

Dari keempat pertanyaan hanya ada satu jawaban ‘ya’ yaitu promosi pegawai.

3.1.4 Analisa

Pertama kami akan menganalisa hasil dari LPC Quesionaire untuk menentukan

Leadership Style yang dimiliki oleh pimpinan SMAIT NF, dalam hal ini adalah wakil kepala

sekolahnya, apakah relationship atau task-oriented. Kemudian kami menentukan contigency

factors yang terdiri dari 3 (empat) dimensi situasi yang terjadi di organisasi penyedia jasa

pendidikan tersebut. Ketiga dimensi itu adalah LMR (leader-member relations), Task

Structure, dan Position power.

Berdasarkan hasil kuesioner LPC yang kami berikan untuk pimpinan SMAIT NF nilai

akhir LPC yang dihasilkan adalah sebesar 123. Menurut Fiedler, nilai LPC Score di atas 73

menandakan bahwa seorang leader bersifat relationship oriented. Sedangkan nilai 64 ke

bawah dianggap task oriented. Nilai antara 65 hingga 72 merupakan tipe gabungan keduanya.

10 |

Jadi berdasarkan keusioner LPC dapat disimpulkan bahwa pemimpin SMAIT Nurul Fikri

lebih berorientasi pada hubungan (Relationship-Oriented).

Untuk mengetahui Position power kami memberikan kuesioner juga yang diisi oleh

leader berupa close-ended question dengan jawaban ya atau tidak, menunjukkan bahwa

position power lemah (weak). Selain itu kami juga melakukan wawancara sederhana

berkaitan dengan position power leader dalam organisasi ini. Narasumber kami menegaskan

bahwa pihak pimpinan SMAIT NF memang tidak diberikan wewenang untuk mempekerjakan

(hiring), memecat, menentukan kenaikan gaji untuk karyawan. Wewenang tersebut secara

terpusat dimiliki oleh yayasan nurul fikri yang menaungi SMAIT NF. Satu-satunya

wewenang yang diberikan yang terkait dengan poisition power pada pimpinan adalah

merekomendasikan karyawan untuk mendapatkan promosi jabatan. Sehingga kami dapat

mengambil kesimpulan bahwa position power di SMAIT NF relatif rendah/lemah (weak).

Adapun Leader-Member-Relationship di organisasi tersebut berdasarkan kuesioner

yang telah kami buat menujukan hasil positif sehingga dapat disimpulkan bahwa LMR yang

baik (good). Hal ini didukung oleh fakta bahwa organisasi ini adalah organisasi yang

memiliki value “religion” yakni islam. Dan sudah menjadi budaya dan nilai dari organisasi

religi adalah relasi yang baik antara leader dan membernya.

Yang terakhir dari contigency variable pada fiedler model yang kami amati adalah

Task Structure. Dalam hal ini situasi kerja di SMAIT NF menunjukkan task structure yang

tinggi (high), berdasarkan jawaban-jawaban pada kuesioner yang mayoritas menyatakan ‘ya’

untuk setiap pertanyaan yang ditanyakan terkait dengan task structure. Jumlahnya mencapai

73 %.

Adapun hasil secara keseluruhannya adalah sebagai berikut:

Tipe pemimpin: berorientasi pada hubungan (relationship-oriented leader)

Situasi kerja:

1. Leader-member relations: baik (good)

2. Task structure: tinggi (high)

3. Position power: lemah (weak)

Dengan mengombinasikan jenis orientasi pemimpin dengan situasinya, maka posisi

pemimpin di SMAIT Nurul Fikri berada pada kategori kedua. Menurut Fiedler, ketika

menghadapi kategori situasi I, II, III, VII, atau VIII, pemimpin yang berorientasi tugas akan

11 |

bekerja lebih baik. Sehingga dalam kasus ini, ada ketidakcocokan antara jenis orientasi

pemimpin dengan situasi kerja yang dihadapinya.

12 |

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan dan Saran

Ada ketidakcocokan antara tipe kepemimpinan yang dimiliki Pak Suharyono dengan

dengan situasi kerja yang dihadapinya. Situasi kerja pada SMAIT NF menunjukkan leader-

member relations baik (good), task-structure tinggi (high), dan position power yang lemah

(weak). Menurut Feadler dengan situasi yang ada dalam organisasi seperti diatas tipe

leadership yang effisien adalah task-oriented leader.

Atas ketidakcocokan ini menurut Fiedler, ada dua hal yang dapat dilakukan untuk

mengatasinya:

1. Merubah tipe kepemimpinan yang awalnya berorientasi hubungan menjadi

berorientasi kerja dengan tetap mempertahankan situasi yang ada. Hal ini berarti

mengganti pimpinan SMAIT Nurul Fikri dan mencari pemimpin yang baru yang

berorientasi kepada kerja. Karena sebagaimana yang diketahui bahwa Fiedler

menganggap tipe kepemimpinan seseorang tidaklah dapat diubah (fixed) sehingga

bila yang ingin dimodifikasi-atas ketidakcocokan antara gaya kepemimpinan dengan

contigency factors-adalah dari sisi tipe kepemimpinan maka tidak ada cara lain selain

mengganti pemimpin yang ada saat ini.

2. Mempertahankan pemimpin yang ada namun merubah situasi yang ada agar sesuai

dengan tipe pemimpin. Yang termudah adalah dengan menjadikan task structurenya

rendah sehingga dapat masuk kekategori ke tiga yang cocok dengan tipe pemimpin

yang berorientasi hubungan.

Meskipun demikian, kami tidak dapat serta-merta merekomendasikan yayasan nurul

fikri untuk mengganti Pak Suharyono dengan orang lain yang memiliki gaya kepemimpinan

task-oriented ataupun merubah situasi kerja agar menyesuaikan dengan tipe

kepemimpinannya. Sebab, untuk melakukan perubahan ini rasanya kurang tepat jika tidak

melihat ukuran keberhasilan kinerja kepala sekolah. Tentunya perubahan hanya dianggap

perlu jika kinerja kepala sekolah terbukti tidak memuaskan. Namun, hal ini bukanlah perkara

mudah, sebab ukuran kinerja kepala sekolah sendiri tidak diketahui secara jelas. Seandainya

13 |

prestasi akademik, seperti menjuarai perlombaan di luar sekolah, adalah ukurannya, kami rasa

kurang tepat, sebab terlalu banyak variabel lain yang juga diperkirakan memiliki pengaruh

yang signifikan, seperti kualitas guru (di mana hal ini ditentukan oleh yayasan), kualitas

sekolah (yang tidak bisa dilihat hanya dari rating sekolahnya saja), jumlah murid (dengan

asumsi semakin banyak murid, semakin mungkin ditemukan murid yang pintar dan

berprestasi serta mendorong suasana kompetisi antar siswa untuk menjadi yang terbaik), cara

penerimaan siswa baru (jika sangat selektif, pastilah murid yang masuk lebih pintar), dan

masih banyak lagi.

Oleh karena itu, sebelum merubah tipe kepemimpinan ataupun situasi kerja, kami

mengusulkan agar pihak yayasan nurul fikri terlebih dahulu mencari tahu unsur keberhasilan

seorang kepala sekolah. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari model pengukuran kinerja

seorang pemimpin baik melalui internet atau bertanya kepada Diknas. Setelah diketahui unsur

penilaiannya dan melakukan penilaian atas kinerjanya, barulah yayasan dapat

mempertimbangkan apakah perlu mengganti pempin di SMAIT NF ataupun situasi kerja yang

saat ini berjalan.

4.2 Keterbatasan Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan oleh Fiedler pada kenyataannya tidak dapat

dikalkulasikan dengan perhitungan sederhana seperti yang kami lakukan, yaitu dengan

mencari rata-rata dan kemudian menilai rata-rata tersebut. Ditambah lagi kami tidak

melakukan uji validitas dan reliabilitas dari masing-masing variabel pertanyaan. Padahal

unsur tersebut sangat penting mengingat jika variabelnya saja sudah tidak valid atau tidak

reliabel, maka hasilnya bisa dipastikan tidak akan valid pula. Hal inilah yang dalam penelitian

sering diistilahkan dalam ungkapan garbage in, garbage out. Lebih jauh, kami sama sekali

tidak menggunakan metode analisis data seperti regresi, ANOVA, Factor Analysis, t-test, dan

lainnya.

14 |

DAFTAR REFERENSI

Ayman, Roya. (2002). Contingency Model of Leadership Effectiveness: Challenges and

Achievements (Leadership, pp 197-228). Charlotte: Information Age Publishing

D. Quinn Mills. 2005. The Importance of Leadership (chapter 1), “leadership, How to Lead,

how to Live”. (e-book)

Robbins, Stephen P. 2011. Organizational Bihavior 14e. England: Person Education Limited.

Rowe, W. Glenn & Guerrero, L. (2011). Cases in Leadership (2nd Edition) Instructor Review. U.K: Sage Publishing

15 |