ob 3 kelompok 2

19
Bakteri Patogen pada Penyakit Pulpa dan Periapikal: Karakteristik, Faktor Virulensi, Peranan, dan JalurInfeksinya Makalah Oral Biology 3 Disusun oleh : MEILANI (04121004062) GABRIELA MARETTA (04121004063) FINA RAHMA HUSAINA (04121004064) RESTY WAHYU VERIANI (04121004065) HEZTRI SELA PRIMA (04121004066) Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013

Upload: resty-wahyu-veriani

Post on 22-Oct-2015

78 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

added on January 31st, 2014

TRANSCRIPT

Page 1: OB 3 Kelompok 2

Bakteri Patogen pada Penyakit Pulpa dan Periapikal: Karakteristik,

Faktor Virulensi, Peranan, dan JalurInfeksinya

Makalah Oral Biology 3

Disusun oleh :

MEILANI (04121004062)

GABRIELA MARETTA (04121004063)

FINA RAHMA HUSAINA (04121004064)

RESTY WAHYU VERIANI (04121004065)

HEZTRI SELA PRIMA (04121004066)

Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2013

Page 2: OB 3 Kelompok 2

Bakteri Patogen pada Penyakit Pulpa dan Periapikal: Karakteristik, Faktor

Virulensi, Peranan, dan Jalur Infeksinya

A. Karakteristik

Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada

pulpa yang terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan

menyebar kearah jaringan periapikal secara progresif (Topazian, 2002). Ketika infeksi

mencapai akar gigi, jalur patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan

virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat.

Pada kamar pulpa hingga ke saluran akar mengandung beragam bakteri yaitu

jenis gram (+)dan gram (-), anaerob facultative dan anaerob obligate.Pada awal

nekrose, bakteri yang dominan adalah jenis bakteri gram (+) seperti Enterococcus

faecalis, O. uli, M. micros, P. alactolyticus dan Propionibacterium spesies sedangkan

pada tahap lanjut, bakteri yang dominan khususnya pada bagian apikal adalah P.

alactolyticus, P. propionicum, F. alocis, T. forsythia, D. pneumosintes dan D. invisus.

Saluran akar merupakan habitat selektif yangmemungkinkan pertumbuhan

spesies tertentu bakteri. Cairan dalam jaringan dan pulpa nekrose memberikan

nutrient yang kaya dengan polipeptida dan asam amino. Nutrient, ketegangan oksigen

rendah, dan produk bakteri membuat bakteri-bakteri tertentu tersebut semakin

dominan. Selain itu, bakteri dapat menghasilkan bakteriosin, yaitu protein antibiotik

seperti yang dihasilkan oleh suatu jenisbakteri untuk menghambat bakteri spesies lain.

Sebagian besar bakteri yang ditemukan pada infeksi endodontik merupakan

jenis bakteri anaerob. Bakteri anaerob umumnya menghasilkan ikatan asam lemak

rantai pendek terutama propionate, butirat, dan asam isobutirat.

Penelitian pertama Miller(1890), membuktikan adanya bakteri pada jaringan

pulpa gigi manusia yang nekrotik. Flora dalam saluran akar yang terinfeksi pada

umumnya terdiri dari banyak spesies bakteri (polimikrobial). Spesies yang dahulu

dianggap predominan adalah Streptococci, Micrococci dan sejumlah kecil bakteri

anaerob. Semakin canggih media kultur dan teknik identifikasi bakteri, ditemukan

bahwa 90% bakteri adalah anaerob.

Dalam penelitian selanjutnya, Miller (1890) menemukan hubungan antara

mikroorganisme dengan penyakit pulpa dan periapikal yang menunjukkan adanya

Page 3: OB 3 Kelompok 2

perbedaan antara bakteri yang ditemukan pada kamar pulpa dengan bakteri di saluran

akar. Hubungan ini juga diteliti oleh Kakehasi (1965) yang menunjukkan bahwa

bakteri adalah agen penyebab terjadinya infeksi pulpa dan berkembangnya lesi

periapikal. Infeksi kamar pulpa sering dihubungkan dengan terjadinya karies, dan

penyebaran bakteri ke sistem saluran akar merupakan penyebab utama terjadinya lesi

pulpa dan periapikal. Tahap perkembangan infeksi saluran akar dimulai dengan

invasi bakteri, multiplikasi, dan adanya aktivitas patogen.

Diantara beberapa jenis mikroflora rongga mulut yang paling banyak ditemukan

dalam radang periapikal adalah :

1. Streptococcus jenis anaerob

2. Staphylococcus

3. Bakteri gram negatif, contohnya Fusobacterium nucleatum

4. Bakteri anaerob

5. Kadang kadang ditemukan jamur actynomices, Candida albicans yang

merupakan penghuni rongga mulut

Secara umum tidak ada bakteri bisa bertahan di daerah periapikal, kecuali dalam

kondisi :

1. Abses akut

2. Aktinomikosis periapikal

3. Ekstruksi debris pada waktu perawatan saluran akar

4. Ada fistula

Sehingga bakteri di daerah periapikal harus memiliki mekanisme khusus untuk

bertahan, seperti :

a. Dapat mengatasi lisis oleh komplemen

b. Dapat mengatasi lisis oleh leukosit

c. Dapat mengatasi keterbatasan makanan

Berikut jenis bakteri saluran akar gigi dengan lesi periapikal

BAKTERI INSIDENSI BAKTERI (%)

Fusobacterium nucleatum 48

Streptococcus sp 40

Bacteroides sp 35

Page 4: OB 3 Kelompok 2

Prevotella intermedia 34

Peptostreptococcus micros 34

Eubacterium alactolyticum 34

Peptostreptococcus anaerobius 31

Lactobacillus sp 32

Eubacterium lentum 31

Fusobacterium sp 29

Campylobacter sp 25

Peptostreptociccus sp 15

Actinomyces sp 15

Eubacterium timidum 11

Capnocytopagha ochares 11

Eubacterium brachy 9

Selenomonas sputigena 9

Veilonella parvulla 9

Porphyromonas endodontalis 9

Prevotella buccae 9

Prevotella oralis 8

Proprionibacterium proprionieum 8

Prevotella denticola 6

Prevotella loescheii 6

Eubacterium nodatum 6

Sumber : Ingle JI. Endodontics 5th

Edition. 2002

B. BAKTERI PADA SALURAN AKAR

Bakteri yang biasa dapat bertahan dalam saluran akar adalah golongan bakteri

anaerob. Salah satunya yaitu Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang paling

banyak ditemukan dalam saluran akar yang menyebabkan kegagalan perawatan

endodontik. Keberadaan bakteri ini dapat diketahui dari hasil kultur dan metode

Page 5: OB 3 Kelompok 2

polymerase chain reaction (PCR). Sundqvist menemukan sejumlah bakteri anaerob

seperti Entercoccus Faecalis, Streptococcus anginosus, Bacteroides gracilis, dan

Fusobacterium nucleatum pada saluran akar yang gagal (Fisher K, Philip C., 2009).

1. Enterococcus faecalis

Enterococcus faecalis diklasifikasikan dalam:

Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Famili : Enterococcaceae

Genus : Enterococcus

Spesies : Enterococcus faecalis

Jenis Enterococcus yg terdapat pada saluran akar adalah Enterococcus

faecalis. Bakteri ini merupak bakteri kokus gram positif, tidak membentuk spora,

tidak bergerak, metabolisme fermentatif (karbohidrat menjadi asam laktat), dan

fakultatif anaerob. Pada dasarnya, Enterococcus faecalis merupakan flora normal

komensal yang habitatnya pada gastrointestinal dan rongga mulut. Akan tetapi, dapat

menjadi mikroorganisme patogen penyebab infeksi pada luka, bakteremia,

endokarditis, meningitis. Sedangkan di rongga mulut, Enterococcus faecalis adalah

salah satu jenis bakteri yang sering ditemukan pada saluran akar. Mikroorganisme ini

dapat diisolasi dari berbagai infeksi rongga mulut serta berhubungan erat respon

inflamasi periradikular. Enterococcus biasanya ditemukan dalam jumlah sedikit pada

saluran akar yang belum dirawat tetapi bakteri ini sering ditemukan pada perawatan

saluran akar yang gagal dan dapat menyebabkan infeksi saluran akar yang persisten.

Gambar 1. Koloni Enterococcus faecalis dengan scanning electron micrograph

(40.000x)

Dinding sel bakteri ini terdiri dari peptidoglikan 40 %, sisanya merupakan

teichoic acid dan polisakarida. Peptidoglikan berperan dalam membantu

mempertahankan bentuk sel bakteri dan berguna sebagai lapisan pelindung terhadap

kerusakan oleh tekanan osmotik internal yang tinggi. Peptidoglikan terletak di luar

Page 6: OB 3 Kelompok 2

membran sitoplasma sehingga diindikasikan sebagai target potensial bahan

antimikroba. Teichoic acid terletak diantara lapisan membran sitoplasma dan

peptidoglikan yang berfungsi menjaga fungsi selubung sel dan sebagai pertahananan

permeabilitas eksternal bakteri.

Enterococcus faecalis resisten terhadap pemberian Ca(OH)2 di dalam saluran

akar karena Enterococcus faecalis dapat mempertahankan pH tetap homeostasis. Hal

ini terjadi akibat kemampuan buffering dari sitoplasma Enterococcus faecalis dan

adanya mekanisme proton pump yang efektif mempertahankan pH sitoplasma tetap

optimal. Selain itu, Enterococcus faecalis memiliki berat molekul yang tinggi pada

permukaan protein. Hal ini akan membantu dalam pembentukan biofilm pada dinding

dentin dan inilah yang menyebabkan resistensi bakteri terhadap efek baterisidal

kalsium hidroksida.

Virulensi Enterococcus faecalis disebabkan kemampuannya dalam

pembentukan kolonisasi pada host, dapat bersaing dengan bakteri lain, resisten

terhadap mekanisme pertahanan host, menghasilkan perubahan patogen baik secara

langsung melalui produksi toksin atau secara tidak langsung melalui rangsangan

terhadap mediator inflamasi. Faktor-faktor virulen yang berperan adalah komponen:

aggregation substance (AS)

surface adhesion

sex pheromones

lipoteichoic acid(LTA)

extracelullar superoxide production (ESP)

gelatinase

hyalurodinase

AS-48

cytolysin.

Page 7: OB 3 Kelompok 2

Gambar 2. Faktor virulen Enterococcus faecalis dan fungsinya

Faktor virulensi yang menyebabkan perubahan patogen secara langsung

adalah gelatinase, hyalurodinase, cytolysin dan extracelullar superoxide anion.

Gelatinase berkontribusi terhadap resorpsi tulang dan degradasi dentin matriks

organik. Hal ini berperan penting terhadap timbulnya inflamasi periapikal.

Hyaluronidase membantu degradasi hyaluronan yang berada di dentin untuk

menghasilkan energi untuk organisme, sedangkan extracellular superoxide anion dan

cytolysin berperan aktif terhadap kerusakan jaringan. Selain membantu perlekatan, AS

juga berperan sebagai faktor protektif bakteri yang melawan mekanisme pertahanan

host (induk) melalui mekanisme media reseptor dengan cara pengikatan neutrofil

sehingga Enterococcus faecalis menjadi tetap hidup walaupun mekanisme fagositosis

aktif berlangsung.

2. Fusobacterium nucleatum

Penelitian telah membuktikan bahwa Fusobacterium nucleatum, adalah flora

normal rongga mulut dan merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi saluran akar

yang simpomatik. Menurut taksonominya, Fusobacterium nucleatum diklasifikasikan

berdasarkan:

Page 8: OB 3 Kelompok 2

Kingdom : Bacteria

Filum : Fusobacteria

Famili : Bacteriodaceae

Genus : Fusobacterium

Spesies : Fusobacterium nucleatum

F.nucleatum adalah bakteri obligat anaerob gram negatif yang tidak berspora

dan non motil. Selnya berbentuk batang, dengan bagian ujung yang tajam dan panjang

yang bervariasi. F.nucleatum memerlukan media yang baik untuk tumbuh dan

biasanya tumbuh subur pada media yang mengandung trypticase, peptone dan ekstrak

ragi. F.nucleatum menggunakan asam amino untuk menghasilkan energi serta

menggunakan glukosa untuk reaksi biosintesis molekul interseluler.

Gambar 3. Koloni Fusobacterium nucleatum dengan scanning electron micrograph.

Membran luar bakteri ini mempunyai karakteristik bakteri gram negatif. Sel

bakteri dilindungi oleh membran luar dan dalam yang dipisahkan oleh ruang

periplasmik yang mengandung lapisan peptidoglikan. Pada umumnya, membran

dalam bakteri gram negatif merupakan dua lapisan fosfolipid yang simetris dimana

perbandingan fosfolipid dan protein sama besar. Membran luar berfungsi sebagai

penyaring molekul dan merupakan membran asimetrik yang terdiri dari lapisan

fosfolipid, lipopolisakarida, lipoprotein dan protein.

Kompleks lipopolisakarida secara umum dikaitkan sebagai zat endotoksin

yang dapat menyebabkan biological effects yaitu aktivasi komplemen, sitotoksisitas,

dan resopsi tulang. Lipopolisakarida memegang peranan penting dalam proses

perlekatannya dan mampu larut dalam saliva. Lipopolisakarida yang diproduksi

oleh F.nucleatum memungkinkan bakteri ini melekat pada struktur hidroksiapatit,

serum dan sementum. Hal ini menunjukkan bahwa lipopolisakarida dari F.nucleatum

Page 9: OB 3 Kelompok 2

memegang peranan penting dalam proses perlekatannya, bukan hanya pada epitel,

tetapi juga permukaan gigi.

Polisakarida yang dihasilkan F.nucleatum merupakan potent agent yang dapat

menyebabkan pembentukan antibodi host walau hanya dalam konsentrasi yang sangat

rendah. Bakteri gram negatif anaerob sering sekali diisolasi dari gigi dengan infeksi

saluran akar, oleh karena itu endotoksin bakteri mungkin menyebabkan iritasi

jaringan periapikal dan berperan penting dalam patogenesis lesi inflamasi dan pulpa.

Sebagian besar bakteri spesies F.nucleatum menghasilkan asam butirat dan

mengubah treonin menjadi asam propionat. Butirat, propionat dan ion amonium

merupakan produk hasil metabolisme F.nucleatum yang dapat menghambat

proliferasi sel fibroblas pada gingiva. Kejadian ini memberikan jalan bagi

F.nucleatum untuk melakukan penetrasi ke epitel gingiva. Asam butirat yang

dihasilkan juga dapat mengiritasi jaringan.

3. Porphyromonas gingivalis

Berdasarkan taksonominya, Porphyromonas gingivalis diklasifikasikan

sebagai berikut:

Kingdom : Eubacteria

Filum : Bacteroidetes

Famili : Porphyromonadaceae

Genus : Porphyromonas

Spesies : Porphyromonas gingivalis

Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri berpigmen hitam non-motile

gram negatif obligat anaerob. Berdasarkan kenyataan bahwa beberapa spesies

berwarna coklat atau hitam ketika dikultur pada blood-containing media, maka bakteri ini

juga dapat diidentifikasi sebagai bakteri berpigmen hitam Bacteroides. Spesies bakteri ini

sering ditemukan pada infeksi saluran akar yang simptomatik maupun asimptomatik dan

dapat diaspirasi dari abses periapikal akut.

Page 10: OB 3 Kelompok 2

Gambar 4. Bakteri Porphyromonas gingivalis

Semua golongan Bacteroides termasuk Porphyromonas gingivalis memiliki kapsul

polisakarida pada membran luar. Kapsulnya terlibat dalam adhesi atau perlekatan,

pembentukan abses dan melemahkan fagositosis mikroorganisme. Bakteri yang

terselubung dalam kapsul seperti Bacteroides, Fusobacterium, fakultatif kokus gram

positif biasanya menyebabkan abses, sedangkan bakteri yang tidak terselubung dalam

kapsul tidak menyebabkan abses.

Fimbriae bakteri memiliki peranan penting dalam interaksi bakteri dan sel induknya.

Fimbriae Porphyromonas gingivalis memiliki variasi aktivitas biologi termasuk

imunogenitas, perlekatan pada berbagai protein induk, menstimulasi sitokin dan

merangsang terjadinya resopsi tulang. Fimbriaenya juga memiliki perlekatan yang sangat

kuat pada sel epitel dan memiliki potensi yang besar menjadi virulensi.

Patogenitas bakteri gram negatif disebabkan oleh adanya lipopolysacharide (LPS)

pada membran luar. LPS yang terdapat pada saluran akar dan jaringan periradikular

menunjukkan keparahan yang terjadi. Saat LPS (endotoksin) dilepaskan, memberikan

efek biologi, yaitu terjadi inflamasi dan resorpsi tulang periapikal. Penelitian

menunjukkan LPS Porphyromonas gingivalis menstimulasi IL-1β yang dapat

menyebabkan terjadinya resorpsi tulang.8,9 LPS Porphyromonas gingivalis

menyebabkan resorpsi tulang dan menghasilkan IL-6 pada gingiva yang menghambat

antibodi menuju CD14 yang merupakan reseptor LPS pada fibroblas dan sel epitel

gingiva

Porphyromonas gingivalis tidak resisten terhadap Ca(OH)2 karena Ca(OH)2

memiliki kemampuan menginaktifkan LPS dengan menghidrolisis lapisan lipid dari

LPS bakteri menghasilkan asam lemak hidroksil dalam jumlah yang banyak dan

menonaktifkan enzim dalam membran bakteri serta mengganggu mekanisme

transportasi yang mengakibatkan sel keracunan.

Page 11: OB 3 Kelompok 2

C. BAKTERI PADA JARINGAN PERIAPIKAL

Staphylococcus aureus

Klasifikasi Staphylococcus aureus:

Domain: Bacteria

Kingdom: Eubacteria

Phylum: Firmicutes

Class: Bacilli

Order: Bacillales

Family: Staphylococcaceae

Genus: Staphylococcus

Species: S. aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat

berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur

seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak

(Gambar 2.1). Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk

pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada perbenihan padat

berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan

berkilau. (Jawetz et al., 1995 ; Novick et al., 2000).

Gambar 5. koloni dari S. Aureus(sumber: phil.cdc.gov)

Patogenisitas

Sebagian bakteri Stafilokokus merupakan flora normal pada kulit, saluran

pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga

ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. S. aureus yang patogen bersifat invasif,

menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu meragikan manitol

(Warsa, 1994). Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang

disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus

adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka. Infeksi yang lebih berat

diantaranyapneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih,

Page 12: OB 3 Kelompok 2

osteomielitis, dan endokarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama infeksi

nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Ryan, et al., 1994;

Warsa, 1994). Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok merupakan infeksi

kulit di daerah folikel rambut, kelenjar sebasea, atau kelenjar keringat. Mula-mula

terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin di sekitar lesi dan

pembuluh getah bening, sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis.

Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui pembuluh getah bening dan

pembuluh darah, sehingga terjadi peradangan pada vena, trombosis, bahkan

bakterimia. Bakterimia dapat menyebabkan terjadinya endokarditis, osteomielitis akut

hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru (Warsa, 1994;Jawetz et al., 1995).

Faktor Virulensi S. aureus

S. aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya tersebar luas

dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat

yang berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan

toksin, contohnya :

1. Katalase

Katalase adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap proses

fagositosis. Tes adanya aktivtias katalase menjadi pembeda egnus Staphylococcus

dari Streptococcus (Ryan et al., 1994; Brooks et al., 1995).

2. Koagulase

Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat, karena adanya

faktor koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan enzim tersebut. Esterase

yang dihasilkan dapat meningkatkan aktivitas penggumpalan, sehingga terbentuk

deposit fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis (Warsa,

1994).

3. Hemolisin

Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis di

sekitar koloni bakteri. Hemolisin pada S. aureus terdiri dari alfa hemolisin, beta

hemolisisn, dan delta hemolisisn. Alfa hemolisin adalah toksin yang bertanggung

jawab terhadap pembentukan zona hemolisis di sekitar koloni S. aureus pada medium

Page 13: OB 3 Kelompok 2

agar darah. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis pada kulit hewan dan manusia.

Beta hemolisin adalah toksin yang terutama dihasilkan Stafilokokus yang diisolasi

dari hewan, yang menyebabkan lisis pada sel darah merah domba dan sapi.

Sedangkan delta hemolisin adalah toksin yang dapat melisiskan sel darah merah

manusia dan kelinci, tetapi efek lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba

(Warsa, 1994).

4. Leukosidin

Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan. Tetapi

perannya dalam patogenesis pada manusia tidak jelas, karena Stafilokokus patogen

tidak dapat mematikan sel-sel darah putih manusia dan dapat difagositosis (Jawetz et

al., 1995).

5. Toksin eksfoliatif

Toksin ini mempunyai aktivitas proteolitik dan dapat melarutkan matriks

mukopolisakarida epidermis, sehingga menyebabkan pemisahan intraepithelial pada

ikatan sel di stratum granulosum. Toksin eksfoliatif merupakan penyebab

Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, yang ditandai dengan melepuhnya kulit

(Warsa, 1994).

6. Toksin Sindrom Syok Toksik (TSST)

Sebagian besar galur S. aureus yang diisolasi dari penderita sindrom syok toksik

menghasilkan eksotoksin pirogenik. Pada manusia, toks in ini menyebabkan demam,

syok, ruam kulit, dan gangguan multisistem organ dalam tubuh (Ryan, et al., 1994;

Jawetz et al., 1995).

7. Enterotoksin

Enterotoksin adalah enzim yang tahan panas dan tahan terhadap suasana basa di

dalam usus. Enzim ini merupakan penyebab utama dalam keracunan makanan,

terutama pada makanan yang mengandung karbohidrat dan protein (Jawetz et al.,

1995).

Staphylococcus aureus memproduksi koagulase yang mengkatalisis perubahan

fibrinogen menjadi fibrin dan dapat membantu organisme ini untuk membentuk

Page 14: OB 3 Kelompok 2

barisan perlindungan. Bakteri ini juga memiliki reseptor terhadap permukaan sel

penjamu dan protein matriks (misalnya fibronektin, kolagen) yang membantu

organisme ini untuk melekat. Bakteri ini memproduksi enzim litik ekstraselular

(misalnya lipase), yang memecah jaringan penjamu dan membantu invasi. Selain itu,

bakteri ini juga dapat menyebabkan berbagai supuratif (nanah) dan toxinoses infeksi

pada manusia. Hal ini menyebabkan lesi pada permukaan kulit seperti abses, styes

(hordeolum/infeksi staphylococcus yang biasanya mengenai kelopak mata) dan

furuncules (nodul yang terasa nyeri yang terdapat di kulit akibat peradangan), infeksi

yang lebih serius dari staphylococus ini dapat dilihat seperti pneumonia, mastitis,

flebitis, meningitis, dan infeksi.

D. Jalur Infeksi Bakteri Pulpa

Mikrorganisme menyerang pulpa dengan berbagai jalan masuk, yang paling

sering digunakan mikrorganisme dalam memasuki pulpa adalah melalui karies.

Mikroorganisme dapat menyerang kavitas pulpa dengan lesi mekanik atau

traumatik , sepanjang gingival dan aliran pembuluh darah. Bakteri dapat masuk ke

dalam pulp amelalui 3 cara ,yaitu :

Invasi langsung melalui dentin, seperti karies, fraktur mahkota atau akar,

terbukanya pulpa pada waktu preparasi kavitas, atrisi, abrasi, erosi, atau retak

pada mahkota.

Invasi melalui pembuluh darah atau limfatik terbuka, yang ada hubungannya

dengan penyakit periodontal, suatu kanal aksesori pada daerah furkasi,

infeksigusi, atau scalling gigi-gigi.

Invasi melalui darah, misalnya selama penyakit infeksius atau bakteremia

transient.

Jalan masuk mikroorganisme menuju pulpa :

1. Kavitas yang terbuka

2. Tubulus dentin

3. Ligament periodontal dan sulcus gingival

4. Anachoresis

5. Kesalahan restorasi

Page 15: OB 3 Kelompok 2

MELALUI KAVITAS YANG TERBUKA

Jalan ini paling sering digunakan mikroorganisme dalam memasuki pulpa.

Ketika enamel dan dentin utuh, mereka berperan sebagai pembatas terhadap

mikroorganisme. Tetapi ketika lapisan pelindung ini rusak oleh karena karies, bakteri

menyerang masuk ke pulpa.

Lapisan pelindung enamel dan dentin juga rusak karena trauma, fraktur, retak

atau restorasi yang dapat memungkinkan mikroorganisme ke pulpa.

Bakteri dapat menembus dentin pada waktu preparasi kavitas karena

kontaminasi lapisan smear, karena penetrasi bakteri pada tubuli dentin terbuka

disebabkan oleh karies, dan oleh masuknya bakteri karena tindakan operatif yang

tidak bersih. Bakteri dan toksin menembus tubuli dentin, dan waktu mencapai pulpa

menyebabkan reaksi inflamasi

Jika email dan dentin sudah tidak ada lagi, mikroorganisme bisa menginvasi

pulpa melalui tubulus dentin yang terbuka. Karies adalah sumber utama bakteri yang

berpenetrasi melalui tubulus. Bakteri dapat berinvasi dan membelah di dalam tubulus

yang permeabel. Hal ini dikarenakan diameter tubulus dentin sekitar 1-4 mikro

sedangkan sebagian besar diameter bakteri lebih kecil dari 1 mikro. Selain itu jika

enamel dan sementum hilang, maka bakteri dapat masuk ke pulpa melalui dentin yang

terpapar.

MELALUI DENTIN TUBULUS YANG TERBUKA

Mikroorganisme dapat melewati tubulus dentin dan selanjutnya masuk ke

pulpa. Penetrasi bakteri ke tubulus dentin lebih jelas terlihat pada gigi yang pulpanya

nekrosis.

Page 16: OB 3 Kelompok 2

Bakteri di dalam tubulus didahului dengan memecah produk mereka yang berperan

sebagai iritan pulpa.

MELALUI LIGAMEN PERIODONTAL ATAU SULCUS GINGIVA

Mikrorganisme juga menyerang ke dalam pulpa melalui kanal lateral dan

tambahan yang terhubung dengan pulpa dan periodontal. Jika penyakit periodontal

merusak penutup pelindung, kanal yang dapat memaparkan kemunculan

mikrorganisme ke sulcus gingival. Penghapusan sementum selama terapi periodontal

juga memaparkan cairan dentin ke flora oral.

ANACHORESIS

Bakteri transien atau bakteri temporer biasanya berkaitan dengan banyak

aktivitas kesehatan individu. Anachoresis lebih tertarik pada darah-tulang pada daerah

inflamasi. Dalam kata lain, anachoresis merupakan proses dimana mikroorganisme

dibawa di dalam darah ke daerah inflamasi dimana mikrorganisme ini membentuk

infeksi. Tetapi, baik anachoresis yang menginfeksi pulpa atau periadikular belum

dapat ditentukan. Invasi melalui pembuluh darah atau limfatik terbuka yang ada

Page 17: OB 3 Kelompok 2

hubungannya dengan penyakit periodontal, suatu kanal aksesori pada daerah furkasi,

infeksi gusi atau scalling gigi – gigi.

MELALUI KESALAHAN RESTORASI

Telah diketahui kesalahan restorasi dengan kebocoran tepi dapat

mengkontaminasi pulpa yang disebabkan oleh bakteri. Kontaminasi bakteri pada

pulpa atau daerah periapikal dapat terjadi melalui tumpatan sementara, restorasi akhir

inadekuat dan bagian yang renggang. Kontaminasi saliva dari bagian oklusal dapat

mencapai daerah periapikal kuran dari 6 minggu dalam saluran akar terobturasi

dengan guttapercha dan sealer. Apabila tumpatan sementara rusak atau apabila

struktur gigi patah sebelum restorasi akhir , atau apabila restorasi akhir tidak cukup,

bakteri mungkin mendapat jalur masuk menuju jaringan periapikal dan menyebabkan

infeksi.

PERLUASAN

Mikroorganisme mungkin mencapai saluran utama dan atau sampingan dengan

bermigrasi dari gigi yang terinfeksi menuju pulpa yang sehat sebagai akibat dari

dekatnya jaringan tersebut, dengan demikian, penjalaran infeksi ke gigi yang

berdekatan.

Lokasi Nama Bakteri Jenis

Gram

Kebutuhan

akan

Motil/

Non Bentuk Peran

Page 18: OB 3 Kelompok 2

Oksigen motil

Saluran

Akar

Enterococcus

faecalis

Gram

Positif

(+)

Fakultatif

anaerob

Non-

Motil

Bulat infeksi

rongga mulut

serta

berhubungan

erat respon

inflamasi

periradikular

Fusobacteriumn

ucleatum

Gram

Negatif

(-)

Obligat

anaerob

Non-

Motil

Batang Penyebab

infeksi

saluran akar

yang

simpomatik

Porphyromonas

gingivalis

Gram

Negatif

(-)

Obligat

anaerob

Non-

Motil

Penyebab

infeksi

saluran akar

yang

simpomatik

dan

asimpomatik

serta dapat

diaspirasi

dari abses

periapikal

akut

Jaringan

Periapikal

Staphylococcus

aureus

Gram

Positif

(+)

Fakultatif

anaerob

Non-

Motil

Bulat Penyebab

abses

bernanah

Page 19: OB 3 Kelompok 2

DAFTAR PUSTAKA

Suchitra U, Kundabala M. Enterococcus faecalis: An Endodontic pathogen. J Endod

2002; 11-3

Walton E Richarcd, Mahmoud Torabinajed. Prinsip dan Praktek Ilmu Endodonsia.

Alih Bahasa, Dr. Narlan Sumawinata,drg.,SpKG(K).Editor edisi bahasa Indonesia,

Lilian Juwono. Ed 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008: 243-4

Luis M, Marie T, Pezzlo, et al. Color Atlas of Medical Bacteriology. Washington DC:

American Society for Microbiology Press, 2004.

Rollins DM, Joseph SW. BSCI 424 - Pathogenic Microbiology – Enterococcus

Summary.

Squiera JF, IN Rocas. Endodontic Microbiology In: Endodontics Principles And

Practice 4th ed. Michigan:Saunders, 2008 : 38-46.

Bolstad AI, HB Jensen, V Bakken. Taxonomy, Biology and Periodontal Aspects of

Fusobacterium nucleatum. Clinical Microbiology Review, Jan 1996 : 55-71

Peciuliene V, Maneliene R, Balcikonyte E, Drukteinis S, Rutkunas V.

Microorganisms in

Root Canal Infections: a review. Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial

Journal 2008; 10: 4-9.

Olsen I, Dahlen G. Salient virulence factors in anaerobic bacteria, with emphasis on

their importance in endodontics infections. Endodontic Topics 2004; 9: 15-26

Fouad AF. Endodontic Microbiology. 1st ed. USA: Blackwell, 2009 : 88-98, 130-

146, 250.