ob kelompok 9.doc

23
TUGAS MAKALAH KELOMPOK ORAL BIOLOGY 6 MEKANISME PROSES MENELAN Disusun Oleh : Kelompok Seftria Devita S. (04111004052) Venny Dwijayanti (04111004054) Ummul Fitri (04111004055) Widya Anggraini (04111004056) Reisha Mersita (04111004057) Febrisally Purba (04111004058) Dosen Pembimbing : Drg. Shanty Chairani, M.Si PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

Upload: masayurizkika

Post on 20-Nov-2015

64 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

TUGAS MAKALAH KELOMPOK ORAL BIOLOGY 6MEKANISME PROSES MENELAN

Disusun Oleh :

Kelompok

Seftria Devita S.(04111004052)

Venny Dwijayanti(04111004054)

Ummul Fitri

(04111004055)

Widya Anggraini(04111004056)

Reisha Mersita(04111004057)

Febrisally Purba(04111004058)Dosen Pembimbing : Drg. Shanty Chairani, M.SiPROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2014MEKANISME PROSES MENELAN

A. Organ/Komponen yang Berperan

Menurut kamus, proses menelan (deglutasi atau deglutition) adalah suatu proses memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut "the process of taking food into the body through the mouth". Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, dimana setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan.1,2

Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung. Proses ini mencakup 4 tahap penelanan, dari persiapan bolus di rongga mulut, masuknya bolus ke faring, berjalan melintasi faring dan akhirnya turun melalui sfingter faring ke esophagus. Secara klinis jika terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.3

Setiadi.. Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2007.4Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap :1,2

a) Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan perintah.

b) Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua sisi) pada trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nucleus ambigius yg berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuron otot yg berhubungan dgn proses menelan.

c) Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah.B. Neurofisiologi menelanFungsi proses menelan pertama kali dimulai secara volunter, melalui bolus yang ditempatkan pada lidah ketika ujung lidah ditopang oleh permukaan lingual gigi-gigi insisivus dan permukaan anterior palatum keras. Tahap kedua juga berlangsung di bawah control volunter dan saat mengoklusikan ke gigi-gigi ke oklusi interkuspa, diikuti dengan kontraksi dari otot pada ujung lidah. Ketiga, stabilitas diperoleh melalui kontraksi ini dan oleh mandibula pada posisi interkuspa yang memungkinkan gelombang kontraksi otot pada lidah berlangsung secara reflex dan mendorong bolus ke faring. Akhirnya, gerakan selanjutnya dan masuk aliran bolus ke dalam esophagus berlangsung secara reflex dan fenomena peristaltik mulai bekerja. Ini akan berlangsung terus sampai makanan mencapai lambung.3Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut :4a) Pembentukan bolus makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik.b) Usaha sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan.c) Kerja sama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah lambung.d) Mencegah masuknya bolus makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring.e) Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi.f) Usaha untuk membersihkan kembali esophagus. Tahap pertama : fase oral

Fase pertama ini terjadi secara volunter (disadari) dan berlangsung selama 0,5 detik. Dimulai ketika makanan yang dikunyah diseleksi oleh lidah dan membentuk bolus (makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan saliva) dengan ukuran dan konsistensi siap untuk ditelan. Bolus diletakkan pada dorsum lidah dan didorong keatas menekan palatum durum. Kemudian lidah akan bersandar pada palatum tepat dibelakang gigi insisif.Bibir tertutup dan gigi atas dan bawah berkontak. Adanya bolus pada mukosa palatum akan merangsang refleks gelombang kontraksi dari lidah yang akan mendorong bolus ke arah bawah. Bersamaan dengan itu rongga hidung akan ditutup oleh elevasi dari palatum mole akibat aksi dari otot levator palatini dan tensor palatini. Saat bolus mencapai ujung lidah, bolus akan dipindahkan ke faring. Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII). Pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf kranial n.V2(n.maksillaris)dan nV.3 (n.mandibularis) sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V(Trigeminal Nerve), nVII(Facial Nerve), n.IX(Glossopharyngeal Nerve),n.X(Vagus Nerve),n.XI(Spinal Accessory nerve), n.XII(Hypoglossal Nerve)sebagai serabut efferen (motorik).4Peranan saraf kranial fase oral : 4ORGANAFFEREN (sensorik)EFFEREN (motorik)

Bibirn.V.2 (mandibularis), n.V.3 (lingualis)n.VII : m.orbikularis oris, m.levator labius oris, m.depressor labius, m.mentalis

Mulut & pipin.V.2 (mandibularis)n.VII : m.zigomatikus, levator anguli oris, m.depressor anguli oris, m.risorius, m.businator

Lidahn.V.3 (lingualis)n.IX,X,XI : m.palatoglosus

Uvulan.V.2 (mandibularis)n.IX,X,XI : m.uvulae, m.palatofaring

Tahap Kedua : Fase Faringeal

Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan dari faring ke esofagus. 4 Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul.

m.tensor veli palatini (n.V) dan m.levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI) berkontraksi sehingga palatum mole tertarik ke atas untuk menutupi nares posterior, untuk mencegah refluks makanan ke rongga hidung.

Lipatan palatofaringeal pada setiap sisi faring tertarik ke arah medial untuk saling mendekat satu sama lain. Dengan cara ini, lipatan-lipatan tersebut membentuk celah sagital yang harus dilewati oleh makanan untuk masuk ke dalan faring posterior. Celah ini melakukan kerja selektif, sehingga makanan yang telah cukup dikunyah dapat lewat dengan mudah. Karena tahap penelanan ini berlangsung kurang dari 1 detik, setiap benda dengan ukuran besar apa pun biasanya sangat dihalangi untuk berjalan masuk ke esophagus.

Pita suara aduksi oleh kontraksi m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis(n.IX,n.X) sehingga laring tertutup. Hal ini digabung dengan adanya ligament yang mencegah pergerakan epiglottis ke atas, menyebabkan epiglottis bergerak ke belakang di atas pembukaan laring. Seluruh efek ini bekerja bersama mencegah masuknya makanan ke dalam hidung dan trakea.

Gerakan laring ke atas juga menarik dan melebarkan pembukaan ke esophagus. Pada saat yang bersamaan, 3cm-4cm diatas dinding otot esophagus, yang dinamakan sfingter esophagus atas (juga disebut sfingter faringoesofageal) berelaksasi, sehingga makanan dapat bergerak dengan mudah dan bebas dari faring posterior ke dalam esophagus bagian atas.

Setelah laring terangkat dan sfingter faringoesofageal mengalamai relaksasi, seluruh otot dinding faring berkontraksi, mulai dari bagian superior faring, lalu menyebar ke bawah melintasi daerah faring media dan inferior, yang mendorong makanan ke esophagus melalui proses peristaltik.Fase pertama dan kedua dari penelanan ini berlangsung sekitar 1 detik. Selama fase kedua ini pernafasan akan dihambat untuk mencegah makanan terdorong ke saluran pernafasan. Seluruh tahap faringeal dari penelanan terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik, dengan demikian mengganggu respirasi hanya sekejap saja dalam siklus respirasi yang biasa.4Peranan saraf kranial pada fase faringeal : 4OrganAfferenEfferen

Lidahn.V.3n.V : m.milohyoid, m.digastrikus

n.VII : m.stilohyoid

n.XII, nC1: m.geniohyoid, m.tirohyoid

n.XII : m.stiloglosus

Palatumn.V.2, n.V.3n.IX, n.X, n.XI : m.levator veli palatini

n.V : m.tensor veli palatini

Hyoidn.laringeus superior cab internus (n.X)n.V : m.milohyoid, m.digastrikus

n.VII : m.stilohioid

n.XII, n.C.1 : m.geniohioid, m.tirohioid

Nasofaring n.X n.IX, n.X, n.XI : m.salfingofaringeus

Faringn.X n.IX, n.X, n.XI : m.palatofaring, m.konstriktor faring sup, m.konstriktor faring med.

n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.

Laringn.rekuren (n.X)n.IX : m.stilofaring

Esofagus n.Xn.X : m.krikofaring

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja adalah saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut afferen serta n.V(Trigeminal Nerve),n.VII(Facial Nerve),n.IX (Glossopharyngeal Nerve),n.X(Vagus Nerve),n.XI(Spinal Accessory nerve)dan n.XII (Hypoglossal Nerve)sebagai serabut efferen.4Tahap ketiga : fase esofageal

Tahap ketiga ini dimulai ketika bolus memasuki bagian atas dari esofagus.Esophagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan secara cepat dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi tersebut. Setelah makanan itu berada di dalam esophagus, dengan gerakan peristaltic dari esophagus makanan itu akan dibawa masuk ke dalam lambung. Bolus makanan akan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik. Sfingter bagian bawah esophagus berelaksasi setelah melakukan gelombang peristaltic dan memungkinkan makanan terdorong ke dalam lambung. Sfingter kemudian berkontraksi untuk mencegah regurgitasi (refluks) isi lambung ke dalam esophagus. Gelombang peristaltic esophagus hampir seluruhnya dikontrol oleh refleks vagus yang merupakan sebagian dari keseluruhan mekanisme menelan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung kira-kira dalam waktu 5-10 detik. Refleks ini dihantarkan melalui serat aferen vagus dari esophagus ke medulla oblongata dan kembali lagi ke esophagus melalui serat eferen vagus.4

Menurut Garliner, ada tiga otot yang mempengaruhi oklusi selama penelanan antara lain : 4a. Otot lidah, yang berfungsi sebagai daya pendorong dan penahan dari dalam mulut.

b. Ototmasseter dan buccinator,akan teraktivasi setiap gerakan penelanan. Adanya kegagalan aktivasi otot disebabkan oleh posisi lidah yang salah.

c. Ototorbicularis oris, berperan untuk stabilisasi gigi-geligi yaitu sebagai penahan alami gigi anterior.

Keseimbangan antara ketiga otot tersebut disebuttriangular force concept.Bila terjadi suatu ketidakseimbangan dari ketiga otot diatas, maka akan mudah terjadi maloklusi.C. Tahap-Tahap Penelanan51. Selama tahap pertama penelanan, makanan dikumpulkan pada bagian depan dari mulut, di depan lidah yang teretraksi. Lengkun posterior pada bagian dorsum menyentuh bagian palatum lunak. Bagian bibir tidak berkontak dan gigi - gigi tidak oklusi.

2. Selama fase kedua penelanan, tahap transportasi bagian ujung lidah bergerak ke atas dan bagian anterior dari dorsum lidah menjadi depresi.

3. Bagian anterior lidah secara keseluruhan bergerak ke atas dan bagian tengah dari dorsum lidah melemah. Transportasi peristaltis dari bolus makanan bergerak ke belakang.

4. Merupakan terakhir dari transportasi, palatum lunak bergeser ke atas dan ke belakang. Otot - otot bibir berkontak stimultan, bersamaan dengan bibir, mandibula terangkat dan gigi menjadi berkontak. 5. Bagian dorsum lidah melemah selain itu selama penelanan bolus makanan melewati isthmus orofaringeal, secara simultan bagian anterior lidah menekan bagian palatum keras, dengan demikian mendorong bolus makanan tersebut ke belakang.6. Selama proses penelanan berlangsung, bagian dorsum lidah bergerak lebih ke atas dan belakang berlawanan dengan palatum lunak dan mendesak bolus makanan ke luar dari daerah orofaring.

7. Tahap penelanan telah selesai dan mandibula kembali ke posisi istirahat.

8. Kedua rahang terpisah selama penelanan. Lidah menekan ke depan dan terletak diantara gusi. Ujung dari lidah protusi. Mandibula stabil dengan kontraksi dari lidah dan otot - otot orofacial, lidah berkontak dengan bibir.

D. Pola Penelanan61. Pola Penelanan Bayi Normal (Penelanan Infantil atau Viceral)

Pada penelanan bayi yang normal, lidah berada di antara gumpad atas dan bawah, mandibula distabilkan oleh kontraksi otot fasial. Otot buccinator berkontraksi dengan kuat pada waktu bayi menelan dan pada saat menyusui. Penelanan bayi normal terjadi pada bayi dan saat menyusui. Penelanan bayi normal terjadi pada bayi yang baru lahir dan secara bertahap menghilang seiring dengan tumbuhnya gigi di bagian bukal pada periode gigi sulung.

Penghentian pola penelanan bayi dan munculnya pola penelanan dewasa bukanlah suatu fenomena on-off yang sederhana, malahan kedua elemen itu saling bercampur aduk selama periode gigi sulung dan kadang-kadang sampai periode gigi campur. Gambaran yang terlihat pada wajah dari kombinasi kedua pola penelanan ini disebut "Pola Penelanan Peralihan" (transisional).

Pengurangan aktivitas otot buccinator merupakan bagian dari masa transisi ini. Fitur paling khas yang menandai dimulainya proses penghentian pola penelanan bayi yang normal adalah munculnya kontraksi otot-otot elevator mandibula selama menelan yang menstabilkan kedudukan gigi pada waktu oklusi.

2. Pola Penelanan Bayi yang Menetap

Pola penelanan bayi yang menetap dapat didefinisikan sebagai persistensi predominan refleks menelan bayi setelah gigi tetap erupsi, tetapi hanya sedikit orang-orang yang memiliki pola ini. Pola ini dapat terlihat dengan adanya kontraksi otot-otot lidah dan fasial yang sangat kuat, bahkan terlihat juga pada waktu ia menyeringai yang sangat lebar. Pengukuran lidah yang kuat terjadi di antara gigi di bagian depan dan di kedua sisinya, serta kontraksi otot-otot businator juga menjadi khusus pola ini.

Orang yang mempunyai pola ini memiliki wajah tanpa ekspresi, karena otot-otot yang dipersarafi nervus kranialis, tidak digunakan untuk mengekspresikan wajah, melainkan dipakai untuk menstabilkan mandibula selama menelan yang membutuhkan kerja-kerja dari otot-otot tersebut.

Pola penelanan bayi yang menetap ini dapat pula menyebabkan orang yang akan mengalami kesulitan dalam pengunyahan, sebab biasanya oklusi yang terjadi hanya pada salah satu gigi molar dalam setiap kuadran.

3. Pola Penelanan Dewasa Normal (Penelanan Somatik)

Pola penelanan dewasa normal digambarkan dengan aktivitas bibir dan pipi serta kontraksi otot-otot elevator mandibula. Aktivitas bibir selama pola penelanan dewasa normal tergantung dari kemampuan lidah untuk menghasilkan valvaseal (sumbat katup) yang sempurna terhadap gigi dan prosesus alveolaris. Menjulurkan lidah pada waktu menelan dapat dibagi 2 yaitu :

a) Tipe simpel: menunjukkan otot-otot bibir, mentalis elevator mandibula, dan gigi beroklusi dengan posisi lidah yang maju. Tipe ini biasanya terlihat pada anak yang mengisap dot terlalu lama dan yang hipertropi.

b) Tipe kompleks: biasanya menyebabkan terjadinya hambatan oklusi (occlusal interference). Tipe ini mengkombinasikan kontraksi otot bibir, fasial, dan mentalis, kurangnya kontraksi otot-otot elevator mandibula, serta penelanan tanpa kontak gigi. Jadi tipe ini dapat diartikan sebagai penjuluran lidah dengan pola menelan tanpa kontak gigi.4. Refleks Muntah (Gagging Reflex)

Refleks muntah (gagging reflex) dianggap sebagai suatu mekanisme fisiologis tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan-bahan yang berbahaya bagi tubuh, masuk ke dalam tubuh melalui faring, laring atau trakea. Sumber refleks muntah secara fisiologis dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu: somatik (stimulasi saraf sensoris berasal dari kontak langsung pada daerah sensitif yang disebut trigger zone, misalnya: sikat gigi dan meletakkan benda di dalam rongga mulut) dan psikogenik (distimulasi di pusat otak yang lebih tinggi tanpa stimulasi secara langsung, misalnya: penglihatan, suara, bau, perawatan kedokteran gigi).4Letak trigger zone pada setiap individu tidak sama. Pada beberapa orang trigger zone dapat ditemukan di bagian lateral lidah, posterior palatum, dinding posterior faring dan lain-lain. Impuls saraf rangsangan ini akan diteruskan ke otak melalui nervus glossofaringeus dan motoriknya dibawa kembali oleh nervus vagus.4Refleks muntah dapat terjadi pada tahap awal dari proses menelan (fase oral) apabila orang tersebut terdapat trigger zone pada daerah palatum mole, uvula bahkan pada lateral lidah. Pada Uvula dan langit-langit lunak bekerja bersama-sama untuk mencegah makanan memasuki rongga hidung selama tindakan menelan. Levator veli palatini dan tensor veli palatini adalah otot yang mengangkat langit-langit lunak dan uvula, sehingga menyegel lorong ke nasofaring. Hal ini mencegah makanan atau cairan dari memasuki rongga hidung. Sementara menelan, flap tulang rawan disebut epiglotis meliputi glotis, sehingga mencegah makanan atau cairan dari memasuki tenggorokan. Namun, apabila seseorang sensitive fase awal (fase oral) saat menelan selanjutnya fase faringeal dan fase fasofageal dimana melalui pengaktivan beberapa saraf kranialis ke wajah dan kerongkongan serta neuron-neuron motorik spinalis ke otot abdomen dan diafragma. Eksitasi jaras-jaras ini menyebabkan timbulnya respons muntah yang terkoordinasi. Gejala-gejala tertentu biasanya mendahului muntah, termasuk mual, takikardia, dan berkeringat.4Mekanisme refleks muntah dapat diuraikan sebagai berikut: 7,81)Pada tahap awal iritasi gastrointestinal atau distensi yang berlebihan, akan terjadi gerakan antiperistaltis (beberapa menit sebelum muntah).

2)Antiperistaltis dapat dimulai dari ileum dan bergerak naik ke duodenum dan lambung dengan kecepatan 2-3 cm/detik dalam waktu 3-5 menit.

3)Kemudian pada saat bagian atas traktus gastrointestinal, terutama duodenum, menjadi sangat meregang, peregangan ini menjadi faktor pencetus yang menimbulkan muntah.

4)Pada saat muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi pada duodenum maupun pada lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esofagus bagian bawah, sehngga muntahan mulai bergerak ke esofagus. Selanjutnya, kontraksi otot-otot abdomen akan mendorong muntahan keluar.

5)Distensi berlebihan atau adanya iritasi duodenum menyebabkan suatu rangsangan khusus yang menjadi penyebab kuat untuk muntah, baik oleh saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di medula (terletak dekat traktus solitarius). Reaksi motoris ini otomatis akan menimbulkan refleks muntah. Imuls-impuls motorik yang menyebabkan muntah ditransmisikan dari pusat muntah melalui saraf kranialis V, VII, IX, X dan XII ke traktus gastro-istestinal bagian atas dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen.

6)Kemudian datang kontraksi yang kuat di bawah diafragma bersama dengan rangsangan kontraksi semua otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut di antara diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekanan intragrastik sampai ke batas yang lebih tinggi. Akhirnya, sfingter esofagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap, membuat pengeluaran isi lambung ke atas melalui esofagus.

7)Reaksi refleks muntah yang terjadi menimbulkan beberapa efek di dalam rongga mulut yaitu: bernafas dalam, naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter esofagus bagian atas hingga terbuka, penutupan glotis, pengangkatan palatum molle untuk menutup nares posterior (daerah yang paling sensitif dalam rongga mulut terhadap berbagai rangsangan).REFERENSI

1. Kris. Menelan (Deglutasi) dan Gangguan Menelan. 2008.

2. Koesoemahardja, Hamilah. System Kompleks Dentofasial, Buku Ajar Ortho 1. Jakarta: Universitas Trisakti. 1997.

3. Setiadi.. Anatomi Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2007.4. Thomson, Hamish. Oklusi Edisi 2. Jakarta: EGC. 20075. Koesoemahardja, Hamilah. Tumbuh Kembang Dentofasial Manusia. Jakarta: Universitas Trisakti. 2008.6. Corwin, E.J. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. 20017. Fehrenbach, M.J. dan Herring, S.W., 2007,Anatomy of the Head and Neck,Edisi 3, Saunders Elsevier, St. Louis, h.63-64.8. Gaidyte, A., Latkauskiene, D., Baubiniene, D., Leskauskas, V., 2003, Analysis of Tooth Size Discrepancy (Bolton Index) Among Patients of Orthodontic Clinic at Kaunas Medical University,Stomatologija,5(1): 27-3