nata de coco

28
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Kelapa (Cocos nucifera) termasuk kedalam famili palmae (palem) yang merupakan salah satu kelas utama yang tergolong tumbuhan monokotiledon, famili palmae mencakup beberapa jenis tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia, seperti kurma, kelapa sawit, pinang, sagu, tebu pohon aren, dan lainnya. Semuanya dibedakan berdasarkan batangnya yang tidak bercabang yang dimahkotai oleh daun menjarum yang bentuknya menyerupai kipas. Regnum : Plantae Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Palmes Familia : Palmae Genus : Cocos Spesies : Cocos nucifera (Suhardiman, 1999). Universitas Sumatera Utara

Upload: sendy-jugha-massivierz

Post on 25-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhiajawdkwhkjdkjahjkdwhowahwodoakwdhjkakjdbkjabjkdsbhduwihduihaidhia

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelapa

Kelapa (Cocos nucifera) termasuk kedalam famili palmae (palem) yang merupakan salah satu

kelas utama yang tergolong tumbuhan monokotiledon, famili palmae mencakup beberapa jenis

tumbuhan yang bermanfaat bagi manusia, seperti kurma, kelapa sawit, pinang, sagu, tebu pohon

aren, dan lainnya. Semuanya dibedakan berdasarkan batangnya yang tidak bercabang yang

dimahkotai oleh daun menjarum yang bentuknya menyerupai kipas.

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Palmes

Familia : Palmae

Genus : Cocos

Spesies : Cocos nucifera

(Suhardiman, 1999).

Universitas Sumatera Utara

2.1.1 Air Kelapa

Kelapa menghasilkan air sebanyak 50-150 ml per butir. Air kelapa sangat baik digunakan

sebagai bahan dalam pembuatan nata, karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi

pertumbuhan, perkembangbiakan, dan aktivitas bibit nata yang berupa bakteri Acetobacter

Xylinum. Untuk pertumbuhan dan aktivitasnya, Acetobacter Xylinum membutuhkan unsure

makro dan mikro. Unsur makro terdiri atas karbon dan nitrogen.

Sebagian dari kebutuhan akan karbon tersebut sudah dapat diperoleh dari air kelapa

dalam bentuk karbohidrat sederhana, misalnya sukrosa, glukosa, fruktosa dan lain-lainnya.

Sementara nitrogen juga dapat diperoleh dari protein yang terkandung dalam air kelapa,

meskipun dalam jumlah yang kecil.

Namun meskipun sedikit, protein dalam air kelapa tersebut tersusun dari asam-asam

amino yang lengkap, yaitu sebanyak 17 macam asam amino. Bahkan persentase beberapa macam

asam amino yang meliputi arginin, alanin, sistein, dan serin, ternyata lebih tinggi daripada asam-

asam amino dalam susu sapi. Kelengkapan asam-asam amino dalam air kelapa ini sangat

mendukung pertumbuhan, perkembangan, dan aktivitas bibit nata Acetobacter Xylinum.

Selain karbohidrat dan protein, air kelapa yang telah tua juga mengandung berbagai

mineral yang sangat diperlukan oleh Acetobacter Xylinum. Kelengkapan unsur mineral yang

terkandung dalam air kelapa tua tersebut merupakan faktor kelebihan air kelapa jika

dibandingkan dengan bahan pembuatan nata lainnya.

Sebagai contoh, kalium (K), natrium (Na), magnesium (Mg), kalsium (Ca), dan fosfos

(P), merupakan unsur mineral utama yang terkandung dalam air kelapa tua, yang sangat

dibutuhkan oleh Acetobacter Xylinum.

Air kelapa yang baik adalah air kelapa yang diperoleh dari kelapa tua optimal, tidak

terlalu tua dan tidak pula terlalu muda. Dalam air kelapa yang terlalu, terkandung minyak dari

kelapa yang dapat menghambat pertumbuhan bibit nata Acetobacter Xylinum.

Universitas Sumatera Utara

Sebaliknya, air kelapa yang masih muda belum mengandung mineral yang cukup di

dalamnya, sehingga kurang baik apabila digunakan sebagai bahan pembuatan nata (Pambayun,

2002).

Tabel 2.1 Perbandingan komposisi air kelapa muda dengan air kelapa tua

Sumber air kelapa

(dalam 100 g)

Air kelapa muda

(%)

Air kelapa tua

(%)

Kalori 17,0 kal -

Protein 0,2 g 0,14 g

Lemak 1,0 g 1,50 g

Karbohidrat 3,8 g 4,60 g

Kalsium 15,0 mg -

Fosfor 8,0 mg 0,50 g

Besi 0,2 mg -

Asam askorbat 1,0 mg -

Air 95,5 g 91,50 g

Bagian yang dapat

dimakan

100 g -

Sumber : Palungkun, 2001.

2.2 Nata de coco

Nata de coco adalah jenis komponen minuman yang merupakan senyawa selulosa (dietary fiber)

yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi, yang melibatkan jasad renik

(mikrobia) yang dikenal dengan nama Acetobacter Xylinum.

Defenisi nata adalah suatu zat yang menyerupai gel, tidak larut dalam air dan berbentuk

pada permukaan media fermentasi air kelapa dan beberapa sari buah masam. Nata de coco

Universitas Sumatera Utara

adalah jenis nata dengan medium fermentasi dari air kelapa. Nata de coco dibuat dengan

memanfaatkan air kelapa untuk difermentasikan secara aerob dengan bantuan mikroba.

Sebagai makanan berserat, nata de coco memiliki kandungan selulosa ± 2,5% dan lebih

dari 95% kandungan air (Palungkun,1996). Nata de coco memiliki kandungan serat kasar 2,75%,

protein 1,5-2,8%; lemak 0,35% dan sisanya air.

Nata dapat digambarkan sebagai sumber makanan rendah energi untuk keperluan diet

karena gizi produk ini sangat rendah. Selain itu nata juga mengandung serat yang sangat

dibutuhkan oleh tubuh dalam proses fisiologis sehingga dapat memperlancar pencernaan.

2.2.1. Fermentasi nata de coco

Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktifitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat

organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan

pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan bahan pangan tersebut. Hasil-

hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan (substrat), macam mikroba dan

kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba ( Winarno,

1992 ).

Fermentasi nata dilakukan pada media cair yang telah diinokulasi dengan starter.

Mikroba tumbuh terutama pada permukaan media fermentasi. Fermentasi dilangsungkan sampai

nata yang terbentuk cukup tebal. Nata berupa lapisan putih seperti agar. Lapisan ini adalah massa

mikroba berkapsul dari selulosa (Hasbullah, 2001).

2.2.2. Zat-zat nutrisi yang ditambahkan pada fermentasi nata de coco

Komposisi media fermentasi nata terdiri dari karbohidrat (gula) sebagai sumber karbon dan urea

sebagai sumber nitrogen. Oleh karena itu perlu ditambahkan zat-zat nutrisi sebagai berikut.

a. Gula sebagai sumber karbon

Universitas Sumatera Utara

Sumber karbon merupakan faktor penting dalam proses fermentasi. Bakteri untuk menghasilkan

nata membutuhkan sumber karbon bagi proses metabolismenya. Glukosa akan masuk ke dalam

sel dan digunakan bagi penyediaan energi yang dibutuhkan dalam perkembangbiakannya.

Jumlah gula yang ditambahkan harus diperhatikan sehingga mencukupi untuk metabolisme dan

pembentukan pelikel nata. Kebutuhan karbon untuk media umumnya diberikan oleh glukosa,

pati, dan laktosa (Hidayat, 2006).

b. Urea sebagai sumber nitrogen

Selain gula, sumber nitrogen merupakan faktor penting. Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan

sel dan pembentukan enzim. Kekurangan nitrogen menyebabkan sel tumbuh dengan kurang baik

dan menghambat pembentukan enzim yang diperlukan, sehingga proses fermentasi dapat

mengalami kegagalan atau tidak sempurna (Hidayat, 2006).

2.2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi nata

Untuk menghasilkan produksi nata yang maksimal perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai

berikut.

1. Temperatur ruang inkubasi

Temperatur ruang inkubasi harus diperhatikan karena berkaitan dengan pertumbuhan bakteri

Acetobacter Xylinum dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pada umumnya suhu

fermentasi untuk pembuatan nata adalah pada suhu kamar (280C). Suhu yang terlalu rendah atau

terlalu tinggi akan mengganggu pertumbuhan bakteri pembentuk nata, yang akhirnya juga

menghambat produksi nata (Budiyanto, 2004).

2. Jenis dan konsentrasi Medium

Universitas Sumatera Utara

Medium fermentasi ini harus banyak mengandung karbohidrat (gula) di samping vitamin dan

mineral, karena pada hakekatnya nata tersebut adalah slime (menyerupai lendir) dari sel bakteri

yang kaya selulosa yang diproduksi dari glukosa oleh bakteri Acetobacter Xylinum. Bakteri ini

dalam kondisi yang optimum memiliki kemampuan yang luar biasa untuk memproduksi slime

sehingga slime tersebut terlepas dari sel vegetatif bakteri dan terapung-apung di permukaan

medium. Pembentukan nata terjadi karena proses pengambilan glukosa dari larutan gula yang

kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk precursor (penciri nata) pada membran

sel. Prekursor ini selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk ekskresi dan bersama enzim

mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa yang merupakan bahan dasar pembentukan slime.

Kadar karbohidrat optimum untuk berlangsungnya produksi nata adalah 10% (Palungkun, 1992).

3. Jenis dan konsentrasi stater

Pada umumnya Acetobacter Xylinum merupakan stater yang lebih produktif dari jenis stater

lainnya, sedang konsentrasi 5-10% merupakan konsentrasi yang ideal (Rahman, 1992).

4. Kebersihan alat

Alat-alat yang tidak steril dapat menghambat pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum.

Sedangkan alat-alat yang steril dapat mendukung pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum.

5. Waktu fermentasi

Waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata umumnya 2-4 minggu. Minggu ke-4

dari waktu fermentasi merupakan waktu yang maksimal produksi nata, yang berarti lebih dari 4

minggu, maka kualitas nata yang diproduksi akan menurun.

6. pH fermentasi

Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah 3-5 atau dalam suasana asam.

Pada kedua kondisi pH optimum, aktifitas enzim seringkali menurun tajam. Suatu perubahan

kecil pada pH dapat menimbulkan perbedaan besar pada kecepatan beberapa reaksi enzimatis

yang amat penting bagi organisme.

7. Tempat fermentasi

Universitas Sumatera Utara

Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam karena mudah korosif yang dapat

mengganggu pertumbuhan mikroorganisme pembentuk nata. Di samping itu tempat fermentasi

sebaiknya tidak terkena cahaya matahari langsung, jauh dari sumber panas, dan harus berada

dalam kondisi steril.

Selain itu, dalam pembuatan nata juga harus diperhatikan bahwa selama proses

pembentukan nata langsung harus dihindari gerakan atau goncangan ini akan menenggelamkan

lapisan nata yang telah terbentuk dan menyebabkan terbentuknya lapisan nata yang baru yang

terpisah dari nata yang pertama. Hal ini menyebabkan ketebalan produksi nata tidak standar

(Budiyanto, 2004).

2.2.4. Kandungan gizi nata

Dilihat dari zat gizinya, nata tidak berarti apa-apa karena produk ini sangat miskin zat gizi.

Karena kandungan zat gizi (khusunya energi) yang sangat rendah, produk ini aman untuk

dimakan siapa saja. Produk ini tidak akan menyebabkan kegemukan, sehingga sangat dianjurkan

bagi mereka yang sedang diet rendah kalori. Keunggulan lain dari produk ini adalah kandungan

seratnya yang cukup tinggi terutama selulosa. Peran utama serat dalam makanan adalah pada

kemampuannya mengikat air yang dapat melunakkan feses.

Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi dapat mengurangi berat badan. Serat

makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan dalam waktu yang relative singkat sehingga

absorpsi zat makanan berkurang. Selain itu, makanan yang mengandung serat yang relative

tinggi akan memberikan rasa kenyang karena komposisi karbohidrat kompleks yang

menghentikan nafsu makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi makanan. Makanan

dengan kandungan serat kasar relative tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula,

dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas dan penyakit jantung

(Joseph, 2002).

2.3. Selulosa

Universitas Sumatera Utara

Selulosa adalah senyawa seperti serabut, liat, tidak larut dalam air, dan ditemukan di dalam

dinding sel pelindung tumbuhan, terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian

berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa membentuk komponen serat dari dinding sel

tumbuhan. Molekul selulosa merupakan rantai-rantai atau mikrofibril dari D-glukosa sampai

sebanyak 14000 satuan yang terdapat sebagai berkas-berkas terpuntir mirip tali yang terikat satu

sama lain oleh ikatan hydrogen (Fessenden, 1986).

Gambar 2.1 Struktur Selulosa

Selulosa yang diperoleh dari proses fermentasi nata adalah sejenis polisakarida mikroba

yang tersusun oleh serat selulosa yang dihasilkan oleh strain Acetobacter Xylinum. Selulosa ini

lebih mudah dicerna oleh manusia jika dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari

tumbuhan.

Sistem pencernaan manusia mengandung enzim yang dapat mengkatalisis hidrolisis ikatan

α-glikosidik, tetapi tidak mengandung enzim yang diperlukan untuk menghidrolisis ikatan β-

glikosidik (Hart, 2003).

2.4. Acetobacter

Ciri-ciri Acetobacter adalah selnya berbentuk bulat panjang sampai batang lurus atau agak

bengkok, ukurannya 0,6-0,8 x 1,0-3,0 µm, terdapat dalam bentuk tunggal berpasangan atau

dalam bentuk rantai. Acetobacter merupakan aerobic sejati, membentuk kapsul, bersifat nonmotil

dan tidak mempunyai spora, suhu optimumnya adalah 300C (Pelczar dan Chan, 1988).

Universitas Sumatera Utara

Spesies Acetobacter yang terkenal adalah Acetobacter aceti, Acetobacter orlenensis,

Acetobacter liquefasiensis, dan Acetobacter xylinum. Meskipun ciri-ciri yang dimiliki hampir

sama dengan spesies lainnya Acetobacter xylinum dapat dibedakan dengan yang lain karena

sifatnya yang unik. Bila Acetobacter xylinum ditumbuhkan pada medium yang mengandung

gula. Bakteri ini dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk suatu polisakarida

yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler (Daulay, 2003).

Defenisi nata adalah suatu zat yang menyerupai gel, tidak larut dalam air dan terbentuk

pada permukaan media fermentasi air kelapa atau beberapa sari buah masam. Pembuatan nata

melibatkan jasad renik (mikroba) yang dikenal dengan nama Acetobacter Xylinum. Di bawah

mikroskop nata tampak sebagai massa benang yang melilit yang sangat banyak seperti benang-

benang kapas. Nata merupakan mikroorganisme itu sendiri seperti granula yeast yang tersusun

atas sel yeast sehingga ada yang menyangka bahwa mengkonsumsi nata sama dengan

mengkonsumsi Acetobacter (Hidayat, 2006).

2.4 .1. Jenis-jenis Acetobacter

Adapun jenis-jenis bakteri Acetobacter adalah sebagai berikut :

a. Acetobacter acetii, ditemukan oleh Beijerinck pada tahun 1898. Bakteri ini penting dalam

produksi asam asetat, yang mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat. Banyak terdapat

pada ragi tapai, yang menyebabkan tapai yang melewati 2 hari fermentasi akan menjadi

berasa masam.

b. Acetobacter xylinum, bakteri ini digunakan dalam pembuatan nata de coco. Acetobacter

xylinum mampu mensintesis selulosa dari gula yang dikonsumsi. Nata yang dihasilkan

berupa pelikel yang mengambang dipermukaan substrat. Bakteri ini juga terdapat pada

produk kombucha yaitu fermentasi dari teh (Hidayat, 2007).

c. Acetobacter suboxydans, bakteri ini dapat mengubah glukosa menjadi asam askorbat (

vitamin C ) (Robinson, 1976).

Universitas Sumatera Utara

d. Acetobacter orleanensis, bakteri ini dapat mengubah etanol menjadi cuka (Mckane and

Judy, 1976).

e. Acetobacter indonesianensis, ditemukan pada tahun 2001. Bakteri ini merupakan bakteri

asli Indonesia.

f. Acetobacter cibinongensis, bakteri ini berasal dari daerah Cibinong.

g. Acetobacter syzygii, ditemukan pada tahun 2002. Bakteri ini berasal dari buah sirsak

h. Acetobacter tropicalis, ditemukan pada tahun 2001. Bakteri ini berasal dari daerah tropis.

i. Acetobacter bogoriensis, bakteri ini berasal dari daerah tropis.

Jenis Acetobacter 5 – 9 adalah spesies baru yang merupakan bakteri asli Indonesia, yang

ditemukan oleh Dr. Puspita Lisdayanti (Prasetyo, 2003).

2.4.2. Acetobacter xylinum

Bakteri pembentuk nata termasuk kedalam golongan Acetobacter, yang mempunyai ciri – ciri

antara lain : ”sel bulat panjang sampai batang (seperti kapsul), tidak mempunyai endospora, sel –

selnya bersifat gram negatif, bernafas secara aerob tetapi dalam kadar yang kecil (Pelczar dan

Chan, 1988).

Acetobacter xylinum dapat dibedakan dengan spesies yang lain karena sifatnya yang bila

ditumbuhkan pada medium yang kaya komponen gula, bakteri ini dapat memecah komponen

gula dan mampu membentuk suatu polisakarida yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler.

Acetobacter xylinum mempunyai tiga enzim yang aktif, yaitu enzim kinase, enzim

ekstraseluler selulosa polimerase, dan enzim protein sintetase. Enzim ekstraseluler selulosa

polimerase aktif pada pH 4 yang berfungsi untuk membentuk benang-benang selulosa (nata).

Enzim protein sintetase aktif pada pH 3-6 yang berfungsi untuk mengubah makanan yang

mengandung C, H, O, dan N menjadi protein (Mandel, 2004).

Dalam medium cair, Acetobacter xylinum mampu membentuk suatu lapisan yang dapat

mencapai ketebalan beberapa sentimeter. Bakteri terperangkap dalam benang – benang yang

Universitas Sumatera Utara

dibuatnya. Untuk menghasilkan massa yang kokoh, kenyal, tebal, putih, dan tembus pandang

perlu diperhatikan suhu fermentasi (inkubasi), komposisi medium dan pH medium.

Gambar 2.2 Acetobacter xylinum

Klasifikasi ilmiah dari Acetobacter xylinum :

Kerajaan : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Alpha Proteobacteria

Ordo : Rhodospirilia

Famili : Pseudomonadaceae

Genus : Acetobacter

Spesies : Acetobacter xylinum (Moss M.O., 1995).

Bakteri Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan

sebagai pertumbuhan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Bakteri Acetobacter

xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase adaptasi, fase pertumbuhan awal,

fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju

kematian, dan fase kematian. Adapun tahap – tahap pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum

dalam kondisi normal dapat dilihat pada gambar 2.3

Universitas Sumatera Utara

waktu

Gambar 2.3 Tahap – tahap pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum dalam kondisi

normal

a. Fase adaptasi

Begitu dipindahkan ke media baru, bakteri Acetobacter xylinum tidak langsung tumbuh dan

berkembang. Pada fase ini, bakteri akan terlebih dahulu menyesuaikan diri dengan substrat dan

kondisi lingkungan barunya. Fase adaptasi bagi Acetobacter xylinum dicapai antara 0 – 24 jam

atau ± 1 hari sejak inokulasi.

b. Fase pertumbuhan awal

Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan rendah. Fase ini menandai diawalinya fase

pertumbuhan eksponensial. Fase ini dilalui dalam beberapa jam.

c. Fase pertumbuhan eksponensial

Fase ini disebut juga sebagai fase pertumbuhan logaritmik, yang ditandai dengan pertumbuhan

yang sangat cepat. Untuk bakteri Acetobacter xylinum, fase ini dicapai dalam waktu antara 1- 5

hari tergantung pada kondisi lingkungan. Pada fase ini juga, bakteri mengeluarkan enzim

d Bobot sel

Bobot nata

Pertumbuhan Acetobacter xylinum

Pembentukan

b

c

e

g

a

f

Universitas Sumatera Utara

ekstraseluler polimerase sebanyak – banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi

selulosa.

d. Fase pertumbuhan diperlambat

Pada fase ini, terjadi pertumbuhan yang diperlambat karena ketersediaan nutrisi yang telah

berkurang, terdapatnya metabolit yang bersifat toksik yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri, dan umur sel yang telah tua.

e. Fase stasioner

Pada fase ini, jumlah sel yang tumbuh relatif sama dengan jumlah sel yang mati. Penyebabnya

adalah di dalam media terjadi kekurangan nutrisi, pengaruh metabolit toksik lebih besar, dan

umur sel semakin tua. Namun pada fase ini, sel akan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan

yang ekstrim jika dibandingkan dengan ketahanannya pada fase lain. Matrik nata lebih banyak

diproduksi pada fase ini.

f. Fase menuju kematian

Pada fase ini, bakteri mulai mengalami kematian karena nutrisi telah habis dan sel kehilangan

banyak energi cadangannya.

g. Fase kematian

Pada fase ini, sel dengan cepat mengalami kematian, dan hampir merupakan kebalikan dari dase

logaritmik. Sel mengalami lisis dan melepaskan komponen yang terdapat di dalamnya.

2.4.3. Sifat-sifat Acetobacter xylinum

1. Sifat Morfologi

Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2

mikron dan lebar 0,6 mikron, dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa

membentuk rantai pendek dengan satuan 6 – 8 sel.

Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih

muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk

Universitas Sumatera Utara

lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel dan koloninya. Pertumbuhan koloni pada

medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah

diambil dengan jarum ose.

1. Sifat Fisiologi

Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil alkohol, dan propil alkohol, tidak

membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O.

Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan mempolimerisasi

glukosa hingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal

sebagai nata. Faktor – faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan

nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, temperatur, dan ketersediaan oksigen.

2.4.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan Acetobacter xylinum

Adapun beberapa faktor yang berkaitan dengan kondisi nutrisi, adalah sebagai berikut:

a. Sumber karbon

Sumber karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi nata adalah senyawa karbohidrat yang

tergolong monosakarida dan disakarida. Pembentukan nata dapat terjadi pada media yang

mengandung senyawa – senyawa glukosa, sukrosa, dan laktosa. Sementara yang paling banyak

digunakan berdasarkan pertimbangan ekonomis, adalah sukrosa atau gula pasir.

Penambahan sukrosa harus mengacu pada jumlah yang dibutuhkan. Penambahan yang

berlebihan, disamping tidak ekonomis akan mempengaruhi tekstur nata, juga dapat menyebabkan

terciptanya limbah baru berupa sisa dari sukrosa tersebut. Namun sebaliknya, penambahan yang

terlalu sedikit, menyebabkan bibit nata menjadi tumbuh tidak normal dan nata tidak dapat

dihasilkan secara maksimal.

b. Sumber nitrogen

Universitas Sumatera Utara

Sumber nitrogen bisa digunakan dari senyawa organik maupun anorganik. Bahan yang baik bagi

pertumbuhan Acetobacter xylinum dan pembentukan nata adalah ekstrak yeast dan kasein.

Namun, amonium sulfat dan amonium fosfat (di pasar dikenal dengan ZA) merupakan bahan

yang lebih cocok digunakan dari sudut pandang ekonomi dan kualitas nata yang dihasilkan.

Banyak sumber N lain yang dapat digunakan dan murah seperti urea.

c. Tingkat keasaman (pH)

Meskipun bisa tumbuh pada kisaran pH 3,5 – 7,5 , bakteri Acetobacter xylinum sangat cocok

tumbuh pada suasana asam (pH 4,3). Jika kondisi lingkungan dalam suasana basa, bakteri ini

akan mengalami gangguan metabolisme selnya.

d. Temperatur

Adapun suhu ideal (optimal) bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum adalah 280C – 310C.

Kisaran suhu tersebut merupakan suhu kamar. Pada suhu di bawah 280C, pertumbuhan bakteri

terhambat. Demikian juga, pada suhu diatas 310C, bibit nata akan mengalami kerusakan dan

bahkan mati, meskipun enzim ekstraseluler yang telah dihasilkan tetap bekerja membentuk nata.

e. Udara (oksigen)

Bakteri Acetobacter xylinum merupakan mikroba aerobik. Dalam pertumbuhan, perkembangan,

dan aktivitasnya, bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Bila kekurangan oksigen, bakteri ini

akan mengalami gangguan dalam pertumbuhannya dan bahkan akan segera mengalami

kematian. Oleh sebab itu, wadah yang digunakan untuk fermentasi nata de coco, tidak boleh

ditutup rapat. Untuk mencukupi kebutuhan oksigen, pada ruang fermentasi nata harus tersedia

cukup ventilasi.

2.4.5. Aktifitas Acetobacter xylinum pada fermentasi nata

Apabila ditumbuhkan dalam media yang kaya akan sukrosa (gula pasir), bakteri ini akan

memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Senyawa – senyawa glukosa dan fruktosa

tersebut baru dikonsumsi sebagai bahan bagi metabolisme sel.

Universitas Sumatera Utara

Bakteri Acetobacter xylinum merombak gula untuk memperoleh energi yang diperlukan

bagi metabolisme sel. Selain itu, bakteri ini juga mengeluarkan enzim yang mampu menyusun

(mempolimerisasi) senyawa glukosa menjadi polisakarida yang dikenal dengan selulosa

ekstraseluler (nata de coco).

Fruktosa, selain digunakan sebagai sumber energi, bahan dasar nata setelah dihidrolisis

menjadi glukosa, juga berperan sebagai induser bagi sintesis enzim ekstraseluler polimerase. Hal

ini merupakan salah satu alasan, bahwa sukrosa mempunyai kelebihan dibanding gula sederhana

lain dalam fungsinya sebagai substrat pembuat nata.

Berdasarkan pada pengamatan morfologi, pembentukan nata oleh bakteri Acetobacter

xylinum diawali dengan pembentukan lembaran benang – benang selulosa. Pembentukan benang

tersebut, pada mulanya tampak seperti flagel (cambuk pada bakteri umumnya).

Selanjutnya, bakteri Acetobacter xylinum membentuk mikrofibril selulosa di sekitar

permukaan tubuhnya hingga membentuk serabut selulosa yang sangat banyak dan dapat

mencapai ketebalan tertentu. Pada akhirnya, susunan selulosa tersebut akan tampak seperti

lembaran putih transparan dengan permukaan licin dan halus, yang disebut nata.

Adapun mekanisme pembentukan nata seperti yang telah diuraikan diatas, dapat

diilustrasikan seperti pada gambar 2.4

Universitas Sumatera Utara

Keterangan gambar:

1. Sel Acetobacter xylinum

2. Benang selulosa

Gambar 2.4 Susunan fibril selulosa yang membentuk jalinan yang akan menjadi nata

2.5. Edible Film

Edible film adalah suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk untuk

melapisi makanan (coating) atau diletakkan di antara komponen makanan (film) yang berfungsi

sebagai penghalang terhadap perpindahan massa (misalnya kelembaban, oksigen, cahaya, lipid,

zat terlarut) dan atau sebagai pembawa additif serta untuk meningkatkan penanganan suatu

makanan (Krochta, 1994).

Jika bahan baku dan bahan racikannya adalah bahan yang bisa dimakan dan hanya

perubahan struktur bahan baku yang terjadi selama proses pemasakan, perubahan pH, atau

modifikasi enzimatis, maka kemasan tersebut digolongkan kepada kemasan yang dapat dimakan

(Bardant dan Dewi, 2007).

Edible film diaplikasikan pada makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan,

penyikatan, atau penyemprotan. Bahan hidrokoloid dan koloid lemak atau campuran keduanya

dapat digunakan untuk membuat edible film. Hidrokoloid yang dapat digunakan untuk membuat

edible film adalah protein (kasein, protein kedelai, protein jagung, dan gluten gandum) dan

1

2

Universitas Sumatera Utara

karbohidrat (pati, pektin, dan modifikasi karbohidrat lainnya), sedangkan lipid yng digunakan

adalah lilin atau wax, gliserol, dan asam lemak.

Kelebihan edible film yang dibuat dari hidrokoloid diantaranya memiliki kemampuan

yang baik untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida, dan lipid serta memiliki

sifat mekanis yang diinginkan dan meningkatkan kesatuan structural produk. Kelemahannya,

film dari karbohidrat kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air sementara film

dari protein sangat dipengaruhi oleh perubahan pH.

Kelebihan edible film dari lipid adalah memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi

produk dari penguapan air. Sedangkan kekurangannya yaitu kegunaannya dalam bentuk murni

sebagai pelapis masih terbatas, karena mempunyai kekurangan dari segi ketahanannya.

Edible film dari komposit (gabungan hidrokoloid dan lipid) dapat meningkatkan

kelebihan film dari hidrokoloid dan film dari lipid, serta mengurangi kelemahannya.

Pembentukan edible film merupakan proses pertumbuhan fragmen-fragmen kecil yang akan

membentuk suatu polimer. Prinsip pembentukan edible film adalah interaksi rantai polimer

menghasilkan polimer yang lebih besar dan stabil. (Syamsir,2008)

2.5.1 Sifat edible film

Sifat fisik film meliputi sifat mekanik dan penghambatan. Sifat mekanik menunjukkan

kemampuan kekuatan film dalam menahan kerusakan bahan selama pengolahan, sedangkan sifat

penghambatan menunjukkan kemampuan film melindungi produk yang dikemas dengan

menggunakan film tersebut. Beberapa sifat film meliputi kekuatan renggang putus, ketebalan,

pemanjangan, laju transmisi uap air, dan kelarutan film (Gontard, 1993).

a. Ketebalan Film (mm)

Universitas Sumatera Utara

Ketebalan film merupakan sifat fisik yang dipengaruhi oleh konsentrasi padatan terlarut

dalam larutan film dan ukuran plat pencetak. Ketebalan film akan mempengaruhi laju transmisi

uap air, gas dan senyawa volatile (Mc Hugh and Sanesi, ,1993).

b. Tensile strength (Mpa) dan Elongasi (%)

Pemanjangan didefinisikan sebagai presentase perubahan panjang film pada saat film

ditarik sampai putus (Krochta dan Mulder Johnston,1997).

Menurut Krochta dan De Mulder Johnston (1997), kekuatan regang putus merupakan

tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film dapat tetap bertahan sebelum film putus atau

robek. Pengukuran kekuatan regang putus berguna untuk mengetahui besarnya gaya yang dicapai

untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap satuan luas area film untuk merenggang atau

memanjang.

c. Kelarutan Film

Persen kelarutan edible film adalah persen berat kering dari film yang terlarut setelah

dicelupkan di dalam air selama 24 jam (Gontard, 1993).

d. Laju Transmisi Uap Air

Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan waktu dibagi

dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi edible film adalah untuk menahan

migrasi uap air maka permeabilitasnya terhadap uap air harus serendah mungkin (Gontard,

1993).

Menurut Syarief (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi konstanta permeabilitas

kemasan adalah:

1) Jenis film permeabilitas dari polipropilen lebih kecil dari padapolietilen artinya gas atau uap

air lebih mudah menembuspolipropilen daripada polietilen.

2) Ada tidaknya " cross linking" misalnya pada konstanta

Universitas Sumatera Utara

3) Suhu

4) Ada tidaknya plasticizer misal air

5) Jenis polimer film

6) Sifat dan besar molekul gas

7) Solubilitas atau kelarutan gas

Sifat fisik film meliputi sifat mekanik dan penghambatan. Sifat mekanik menunjukkan

kekuatan film menahan kerusakan bahan selama pengolahan; sedangkan sifat penghambatan

menunjukkan kemampuan film melindungi produk yang dikemas dengan menggunakan film

tersebut. Beberapa sifat film meliputi kekuatan renggang putus, ketebalan, pemanjangan, laju

transmisi uap air, dan kelarutan film (Gontard, 1993).

Berdasarkan UU no. 17 tahun 1996 pasal 3 syarat edible film menjadi pengemas

makanan, yaitu:

1. Menjaga produk pangan agar tetap bersih, terlindung dari kotoran dan kontaminan.

2. Menjaga produk pangan dari kerusakan fisik, perubahan kadar air dan pengaruh sinar.

3. Pengemas tidak mudah robek atau putus.

4. Pengemas tidak mudah berubah warna, aroma dan rasa dalam jangka waktu yang

cepat.

2.5.2 Aplikasi edible Film

Aplikasi dari edible film atau edible coating dapat dikelompokkan atas :

1. Sebagai kemasan primer dari produk pangan.

Contoh dari penggunaan edible film sebagai kemasan primer adalah pada permen, sayur-sayuran

dan buah-buahan segar, sosis, daging dan produk hasil laut.

Universitas Sumatera Utara

2. Sebagai barrier.

Penggunaan edible film sebagai barrier dapat dilihat dari contoh-contoh berikut :

Gellan gum yang direaksikan dengan garam mono atau bivalen yang membentuk film,

diperdagangkan dengan nama dagang Kelcoge merupakan barrier yang baik untuk absorbsi

minyak pada bahan pangan yang digoreng, sehingga menghasilkan bahan dengan kandungan

minyak yang rendah.

3. Sebagai pengikat (Binding).

Edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang diberi bumbu yaitu sebagai

pengikat atau adesif dari bumbu yang diberikan agar dapat lebih merekat pada produk. Pelapisan

ini berguna untuk mengurangi lemak pada bahan yang dengan penambahan bumbu.

4. Sebagai Pelapis (Glaze).

Edible film dapat bersifat pelapis untuk meningkatkan penampilan dari produk-produk bakery,

yaitu untuk menggantikan palapisan dengan telur. Keuntungan dari palapisan ini adalah dapat

menghindari masuknya mikroba yang dapat terjadi jika dilapisi dengan telur (Julianti dan

Nurminah, 2007).

2.6. Bahan yang ditambahkan

Pada pembuatan edible film dari bahan dasar nata de coco yang dibuat dari bahan-bahan seperti

air kelapa, gula, urea, pati, gliserin, dan kitosan. Yang masing-masing dari bahan tersebut

mempunyai fungsi sebagai bahan karbohidrat, sumber nitrogen, plasticizer, dan antimikroba.

2.6.1 Pati

Amilum atau dalam kehidupan sehari-hari disebut pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-

bijian. Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari

glukosa, yaitu amilosa dan sisanya amilopektin.

Universitas Sumatera Utara

Amilosa terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan α 1,4-glikosidik,

jadi molekulnya merupakan rantai terbuka. Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa

yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4-glikosidik dan sebagian lagi ikatan 1,6-glikosidik.

Adanya ikatan 1,6-glikosidik ini menyebabkan terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin

berbentuk rantai terbuka dan bercabang ( Poedjiadi, 1994).

Pati dapat dipisahkan menjadi dua fraksi utama berdasarkan kelarutan bila ditambahkan

dengan air panas: sekitar 20% pati adalah amilosa (larut) dan 80% sisanya ialah amilopektin

(tidak larut).

Amilosa. Hidrolisis lengkap amilosa meghasilkan hanya D-Glukosa; hidrolisis parsial

menghasilkan maltose sebagai satu-satunya disakarida. Disimpulkan bahwa amilosa adalah

polimer linear dari α-D-glukosa yang dihubungkan secara-1,4. Beda antara amilosa dan selulosa

ialah ikatan glikosidanya β dalam selulosa, dan α dalam amilosa. Hal ini menyebabkan

perbedaan sifat antara kedua polisakarida ini. Terdapat 250 satuan glukosa atau lebih per

molekul amilosa, banyaknya satuan bergantung spesi hewan atau tumbuhan itu.

Gambar 2.5 Struktur Amilosa

Amilopektin. Suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa, mengandung

1000 satuan glukosa atau lebih per molekul. Seperti rantai dalam amilosa, rantai utama dari

amilopektin mengandung 1,4-α-D-glukosa. Tidak seperti amilosa, amilopektin bercabang

sehingga terdapat satu glukosa ujung kira-kira tiap 25 satuan glukosa. Ikatan pada titik

percabangan ialah ikatan 1,6-α-glikosida.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6 Struktur Amilopektin

Hidrolisis lengkap amilopektin hanya menghasilkan D-glukosa. Namun hidrolisis tak

lengkap menghasilkan suatu campuran disakarida maltose danisomaltosa, yang kedua ini berasal

dari percabangan-1,6 ( Fesenden, 1986).

2.6.2. Gliserin

Gliserin yang merupakan produk samping dari industri oleokimia yang memiliki sifat

higroskopis, larut dalam air dan alkohol, tidak berwarna, tidak berbau dan memiliki rasa manis.

Gliserin banyak digunakan untuk farmasi, bahan makanan, kosmetik, emulsifier dan minyak

pelumas. Adapun kegunaan gliserin adalah sebagai berikut :

a) Farmasi

Gliserin banyak digunakan sebagai salep, obat batuk, pembuatan multi vitamin, vaksin, obat

infeksi, stimulan jantung, antiseptik, pencuci mulut, pasta gigi.

b) Bahan makanan

Gliserin digunakan sebagai pelarut ekstrak buah seperti vanili, kopi, koumarin. Gliserin juga

digunakan untuk minuman berkarbonat, pembuatan keju, permen jeli.

c) Kosmetik

Universitas Sumatera Utara

Gliserin yang memiliki sifat tidak beracun, tidak iritasi dan tidak berwarna digunakan untuk

pelembut dan pelembab kulit, krem kulit, sabun, pembersih wajah. Gliserin juga digunakan

sebagai pelarut parfum, pewarna dan pembersih kendaraan (Minner,1953).

Gliserin dengan rantai HO-CH2-CH-(OH)-CH2-OH adalah produk samping dari reaksi

hidrolisis antara minyak nabati dengan air untuk menghasilkan asam lemak. Senyawa ini bisa

menurunkan titik beku pelarutnya dengan mengganggu pembentukan kristal es pelarut.

Gliserin juga dapat meningkatkan titik didih pelarutnya dengan menghalangi molekul-

molekul pelarut saling bertumbukan, dengan demikian mengurangi tekanan uap pelarutnya.

Gliserin berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis.

CH2 – OH

CH – OH

CH2 – OH

Gambar 2.7 Struktur Gliserin

Gliserin merupakan humektan yang biasa dipakai untuk kosmetik (hand and body lotion,

cream pelembab, dan lain-lain), untuk bahan dasar pembuatan sabun juga merupakan bahan

utama untuk pasta gigi. Fungsinya adalah untuk mengikat air/pelembab sehingga cream selalu

basah.

Gliserin mudah dicerna dan tidak beracun dan bermetabolisme bersama karbohidrat,

meskipun berada dalam bentuk kombinasi pada sayuran dan lemak binatang.

Untuk produk makanan dan pembungkus makanan yang kontak langsung dengan

konsumen, syarat utamanya adalah tidak beracun. Kegunaannya di dalam produk makanan dan

minuman antara lain sebagai :

Universitas Sumatera Utara

- Pelarut untuk pemberi rasa

- Pengental dalam sirup

- Bahan pengisi dalam makan rendah lemak

- Pencegah kristalisasi gula pada permen dan es

(http:susyanairi.blogspot.com/gliserin/html)

2.6.3. Kitosan

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul

(C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di

beberapa organisme.

Gambar 2.8 Struktur Kitosan

Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan . kitosan larut pada

kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4,0, tetapi tidak larut pada pH yang lebih besar

dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti

HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1%, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%.

Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi, sedangkan di dalam H3PO4 tidak

larut pada konsentrasi 1% sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut.

Kitosan lazimnya disintesis dari deasetilase kitin yang berasal dari limbah kulit udang

atau kepiting. Oleh karena itu, penggunaan kitosan sejak awal telah berperan dalam mengurangi

pencemaran lingkungan. Manfaat kitosan dalam bidang lingkungan adalah untuk menyerap

Universitas Sumatera Utara

logam berat maupun zat warna yang banyak dihasilkan dari industri tekstil atau kertas. Logam

berat merupakan limbah yang sangat berbahaya.

Kitosan larut dalam pelarut organic, HCl encer, HNO3 encer, H3PO4 0,5% dan

CH3COOH 1%, tetapi tidak larut dalam basa kuat dan H2SO4. Dalam kondisi asam berair, gugus

amino (-NH2) kitosan akan menangkap H+ dari lingkungannya, sehingga gugus aminonya

terprotonasi menjadi –NH3+. Gugus inilah yang menyebabkan kitosan bertindak sebagai garam,

sehingga dapat larut dalam air, analog dengan pelarutan garam, sehingga dapat larut dalam air.

Selain itu, muatan positif - NH3+ dapat dimanfaatkan untuk adsorpsi (penyerapan) zat warna

anionic (bermuatan negatif). Sementara adsorpsi zat warna kationik dan kation logam

memanfaatkan keberadaan pasanganelektron bebas pada gugus –OH dan NH2. Oleh karena itu,

sebaiknya proses penyerapan dilakukan dalam lingkungan yang tidak asam agar gugus –NH2

tidak terprotonasi.

Dewasa ini aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Di bidang industri ,

kitin, dan kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair,

pengikat dan penjerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu peptisida, lemak,

tannin, PCB (poliklorinasi bifenil), mineral dan asam organik, media kromatografi afinitas, gel

dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan sintetik, pembentuk film dan membran

mudah terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp, dan produk tekstil. Sementara di bidang

pertanian dan pangan, kitin dan kitosan digunakan antara lain untuk pencampur ransum pakan

ternak, anti mikroba, anti jamur, serat bahan pangan, penstabil, pembentuk gel, pembentuk

tekstur, pengental dan pengemulsi produk olahan pangan, pembawa zat aditif makanan, flavor,

zat gizi, peptisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasidifikasi buah-buahan, sayuran dan

penjernih sari buah. Fungsinya sebagai antimikrob dan antijamur juga diterapkan di bidang

kedokteran. Kitin dan kitosan dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans dan

Staphvlacoccus aureus (Sugita, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.7 Syarat mutu

Syarat mutu merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas nata. Adapun syarat mutu

nata menurut SNI (Standar Nasional Indonesia) adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Syarat mutu nata

Sumber : SNI 01 – 2881 - 1992

Universitas Sumatera Utara