meraih keseimbangan dalam kebijakan pengendalian opioid - who

53
WHO/EDM/QSM/2000.4 DISTRIBUSI: UMUM WORLD HEALTH ORGANIZATION ORGANISASI KESEHATAN SEDUNIA OBAT-OBATAN NARKOTIKA & PSIKOTROPIKA MERAIH KESEIMBANGAN DALAM KEBIJAKAN PENGENDALIAN OPIOID PANDUAN PENILAIAN WORLD HEALTH ORGANIZATION ORGANISASI KESEHATAN SEDUNIA

Upload: prita-rifianti

Post on 19-Oct-2015

38 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

WHO

TRANSCRIPT

  • WHO/EDM/QSM/2000.4 DISTRIBUSI: UMUM

    WORLD HEALTH ORGANIZATION ORGANISASI KESEHATAN SEDUNIA

    OBAT-OBATAN NARKOTIKA & PSIKOTROPIKA

    MERAIH KESEIMBANGAN

    DALAM KEBIJAKAN PENGENDALIAN

    OPIOID PANDUAN PENILAIAN

    WORLD HEALTH ORGANIZATION ORGANISASI KESEHATAN SEDUNIA

  • World Health Organization, 2000 Dokumen ini bukan merupakan publikasi resmi dari World Health Organization (WHO), dan semua hak dimiliki oleh Organisasi ini. Namun, dokumen ini dapat ditinjau, diabstraksi, diperbanyak atau diterjemahkan secara bebas, baik sebagian maupun seluruhnya, namun tidak untuk dijual atau digunakan dengan tujuan komersial. Pandangan yang tercantum dalam dokumen ini oleh penulis yang disebutkan namanya adalah semata-mata tanggung jawab penulis tersebut.

    Ce document n'est pas une publication officielle de l'Organisation mondiale de la Sant (OMS) et tous les droits y affrents sont rservs par l'Organisation. S'il peut tre comment, resum ou cit sans aucune restriction, il ne saurait cependant tre reproduit ni traduit, partiellement ou en totalit, pour la vente ou des fins commerciales. Les opinions exprimes dans les documents par des auteurs cits nommment n'engagent que lesdits auteurs.

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN

    RINGKASAN EKSEKUTIF ...............................................................................................................1

    BAGIAN I TUJUAN DAN PEMIRSA...........................................................................2

    BAGIAN II PENGHILANG NYERI YANG TIDAK MEMADAI ....................................3

    BAGIAN III KEBUTUHAN MEDIS UNTUK ANALGESIK OPIOID ..............................3

    BAGIAN IV KETERSEDIAAN OPIOID YANG TIDAK MEMADAI...............................5

    BAGIAN V HALANGAN TERHADAP KETERSEDIAAN OPIOID. ..............................7

    BAGIAN VI PENTINGNYA MENGEVALUASI KEBIJAKAN

    PENGENDALIAN OBAT NASIONAL .....................................................11

    BAGIAN VII METODE UNTUK MENYIAPKAN PANDUAN .......................................13

    BAGIAN VIII MENGGUNAKAN PANDUAN.................................................................15

    BAGIAN IX PANDUAN...............................................................................................16

    BAGIAN X DAFTAR PERIKSA SWA-NILAI.............................................................34

    UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................................................37

    ACUAN .................................................................................................................38

    LAMPIRAN 1 PENGGUNAAN ISTILAH DALAM DOKUMEN INI ....................................41

    LAMPIRAN 2 INFORMASI PEMESANAN UNTUK SUMBER DAYA UTAMA..............42

    LAMPIRAN 3 RINGKASAN PANDUAN ..........................................................................44

    LAMPIRAN 4 KONSUMSI GLOBAL OBAT-OBATAN NARKOTIKA POKOK..............45

    i

  • ii

  • RINGKASAN EKSEKUTIF

    World Health Organization (WHO) menentukan bahwa pengelolaan yang tidak memadai atas nyeri akibat kanker adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius di dunia. Di seluruh dunia, ada 10 juta kasus baru kanker dan 6 juta kematian setiap tahun akibat penyakit tak menular ini (1). Dua puluh tahun dari sekarang, beban kanker global akan berlipat ganda. Kejadian kanker, yang saat ini terbesar di negara maju, akan beralih ke negara berkembang, sebagai cerminan dari strategi pencegahan yang lebih baik di negara maju. WHO Programme on Cancer Control (Program WHO untuk Pengendalian Kanker) telah memperkirakan bahwa pada tahun 2020, sekitar 70% dari 20 juta kasus kanker baru setiap tahun akan terjadi di negara berkembang (1), di mana kebanyakan pasien didiagnosa saat penyakit tersebut sudah dalam tahap lanjut. Nyeri banyak terjadi pada kanker, namun terutama pada tahap lanjut, pada saat usia mendekati akhir. Tragisnya, nyeri kanker sering kali tidak dirawat; apabila dirawat pun, perbaikan yang diperoleh sering kali tidak memadai. Namun, WHO telah menunjukkan bahwa kebanyakan, jika tidak semua, nyeri akibat kanker dapat dihilangkan jika kita menerapkan pengetahuan dan perlakuan medis yang sudah ada. Ada kesenjangan perawatan: yaitu perbedaan antara apa yang dapat dilakukan, dan apa yang benar-benar dilakukan dalam hal nyeri akibat kanker. Kesenjangan perawatan ini dapat dipersempit dengan mendidik dan melatih pekerja perawat kesehatan, dan dengan menambah akses ke penghilang rasa sakit dan layanan perawatan paliatif. Namun, kebanyakan kesenjangan perawatan ini, terutama di negara maju, berciri ketersediaan yang tidak memadai dan penggunaan obat-obatan nyeri, terutama analgesik opioid. Walaupun ada banyak perawatan nyeri dengan obat maupun tanpa obat, analgesik opioid seperti kodein dan morfin mutlak diperlukan untuk pengelolaan nyeri akibat kanker. Untuk nyeri kanker sedang hingga parah, tidak ada pengganti opioid dalam kelompok morfin terapeutik. International Narcotics Control Board (INCB)1, lembaga internasional yang bertugas memantau, antara lain, ketersediaan obat-obatan narkotika, menekankan bahwa obat-obatan ini harus tersedia untuk menghilangkan rasa sakit. Opioid digolongkan sebagai obat-obatan narkotika karena memiliki potensi untuk disalahgunakan. Sebagai akibatnya, obat ini diatur oleh pakta internasional dan kebijakan pengendalian obat nasional. INCB, WHO dan pemerintah nasional melaporkan bahwa opioid tidak tersedia secara memadai untuk keperluan medis. Ada sejumlah alasan, termasuk rendahnya prioritas pengelolaan nyeri dalam sistem perawatan kesehatan, kekhawatiran yang terlalu dibesar-besarkan akan kecanduan, kebijakan pengendalian obat nasional yang terlalu ketat, serta masalah dalam pengadaan, produksi dan distribusi opioid. Di sejumlah negara, pejabat pemerintah dan petugas perawatan kesehatan bekerja sama untuk memperbaiki penatalaksanaan nyeri kanker dan perawatan paliatif; sebagian bahkan telah mulai mengenali dan memperbaiki kendali peraturan yang terlalu ketat dalam hal penggunaan analgesik opioid secara medis. Negara-negara lain belum menangani masalah ini. Panduan ini dapat digunakan oleh pemerintah untuk menentukan apakah kebijakan pengawasan obat nasional mereka telah mencakup kerangka legal dan administratif untuk memastikan ketersediaan analgesik opioid untuk keperluan medis, menurut pakta internasional dan rekomendasi INCB dan WHO. Laporan INCB (3) 1995 menyatakan:

    ...an efficient national drug control regime must involve not only a programme to prevent illicit trafficking and diversion, but also a programme to ensure the adequate

    1 International Narcotics Control Board (Dewan Pengendalian Narkotika Internasional) adalah lembaga independen berbasis-perjanjian yang memantau penerapan Single Convention on Narcotic Drugs (Konvensi Tunggal Obat-obatan Narkotika), 1961, serta pakta/perjanjian lainnya yang terkait. Untuk keterangan mengenai lembaga ini beserta kegiatannya, lihat: INCB, 1999 (2).

    - 1 -

  • availability of narcotic drugs for medical and scientific purposes (administrasi pengendalian obat nasional yang efisien harus mencakup tidak saja program untuk mencegah jual beli tidak sah dan penyelewengan, namun juga program untuk memastikan ketersediaan obat narkotika yang memadai untuk tujuan medis dan ilmiah) (hal. 14).

    BAGIAN I TUJUAN DAN PEMIRSA

    Tujuan Panduan swa-nilai ini adalah mendorong pemerintah untuk menerapkan penatalaksanaan nyeri yang lebih baik dengan mengenali dan mengatasi rintangan peraturan dalam hal ketersediaan opioid.2 Panduan ini juga dapat digunakan untuk mengembangkan kebijakan pengendalian obat nasional (termasuk negara bagian, provinsi atau pemerintah daerah jika ada) yang seimbang di tempat-tempat di mana hal ini belum ada. (Lihat Lampiran 1 untuk definisi kebijakan nasional.) Seimbang berarti tujuan ganda mencegah jual beli yang tidak sah serta penyalahgunaan, sambil memastikan ketersediaannya untuk tujuan medis dan ilmiah, terutama untuk perawatan nyeri dan penderitaan (lihat Bagian VII untuk diskusi lebih lanjut). Dokumen ini dimaksudkan bagi mereka yang membuat kebijakan kontrol obat nasional, serta mereka yang menerapkannya. Juga dapat digunakan oleh para profesional perawatan kesehatan serta organisasi mereka untuk mendorong kerja sama dengan pemerintah dan untuk memfasilitasi pendidikan lebih lanjut. Dokumen ini mencapai tujuan ini dalam beberapa cara: I. Menyediakan informasi latar belakang mengenai problem global tentang penghilang nyeri kanker yang tidak memadai (Bagian II); II. Menyediakan informasi mengenai mengapa opioid (yaitu, obat-obatan narkotika, opiat3) dibutuhkan untuk penatalaksanaan nyeri secara medis (Bagian III); III. Menyediakan informasi mengenai ketersediaan yang tidak memadai akan analgesik opioid di sebagian besar negara (Bagian IV); IV. Memberikan alasan ketersediaan yang tidak memadai, dengan acuan spesifik ke peraturan yang terlalu ketat akan obat-obatan penghilang nyeri di sebagian kebijakan pengontrolan obat nasional (Bagian V); V Memberikan landasan bagi pemerintah untuk menilai keseimbangan kebijakan nasional (Bagian VI) VI. Menguraikan metode yang digunakan untuk mengembangkan panduan pelaksanaan swa-nilai (Bagian VII);

    2 Ada tiga tingkat rintangan terhadap penatalaksanaan nyeri yang memadai: ekonomi, medis dan peraturan. Walaupun Panduan ini berfokus hanya pada masalah peraturan, sudah dipahami bahwa rintangan ekonimi dan medis memainkan peran besar dalam perawatan nyeri yang tidak memadai. Misalnya, di sebagian negara, untuk alasan ekonomi, profesional perawatan kesehatan dianjurkan untuk menggunakan produk farmasi yang lebih mahal dan kurang efektif. Ini dapat mengurangi ketersediaan yang sudah tidak memadai itu, baik dalam sistem perawatan kesehatan secara umum, dan bagi pasien secara individual. Di sebagian negara, sumber daya medis yang hanya sedikit dihabiskan untuk perawatan kuratif yang tidak berguna bagi pasien kanker tahap lanjut (4). Kebijakan seperti ini mencegah tersedianya perawatan paliatif. Akhirnya, pendidikan medis yang tidak mencakup penatalaksanaan nyeri memberi kontribusi pada penatalaksanaan nyeri yang tidak memadai. 3 Lihat Lampiran 1 untuk penjelasan mengenai opiat dan opioid, serta istilah kunci lain yang digunakan dalam publikasi ini.

    - 2 -

  • VII. Panduan ini disajikan untuk mendorong tercapainya konsensus dalam penerapan kebijakan kontrol obat nasional yang seimbang. Panduan ini didasarkan pada konsensus medis dan peraturan bahwa kebijakan pengontrolan obat nasional harus seimbang (Bagian IX); VIII. Memberikan daftar periksa untuk memandu swa-nilai (Bagian X); IX. Memberikan informasi acuan pada halaman 28-29; X. Menyediakan informasi untuk sumber daya utama pada Lampiran 2; dan XI. Direktori kantor pemerintah yang bertanggung jawab atas peraturan narkotika (Lembaga Nasional yang Berwerang) tersedia dari INCB pada:

    situs web http://www.incb.org telepon +43-1-26060-4277, faksimil +43-1-26060-5867/5868

    BAGIAN II PENGHILANG NYERI YANG TIDAK MEMADAI

    Nyeri banyak ditemukan di antara penyandang kanker. Pasien kanker dapat membutuhkan penghilang nyeri pada setiap tahap penyakit ini. Lebih dari dua per tiga pasien kanker stadium lanjut akan mengalami nyeri, sering kali nyeri yang parah (5). Untuk pasien-pasien ini, penghilang nyeri harus merupakan bagian dari perawatan mereka secara keseluruhan. Untuk pasien kanker tahap lanjut, penatalaksanaan nyeri dan gejala lain harus merupakan tujuan utama dari program pengontrolan kanker nasional.

    Pada tahun 1996, WHO Expert Committee on Cancer Pain Relief and Active Supportive Care (Komite Pakar WHO untuk Penghilang Nyeri Kanker dan Perawatan Pendukung Aktif) (5) menyatakan:

    In most parts of the world, the majority of cancer patients present with advanced disease. For them, the only realistic treatment option is pain relief and palliative care (Di kebanyakan belahan dunia, umumnya pasien kanker adalah penderita tahap lanjut. Bagi mereka, satu-satunya pilihan perawatan yang realistis adalah penghilang nyeri dan perawatan paliatif) (hal. v).

    Survei menunjukkan bahwa lebih dari 50% pasien kanker menderita nyeri yang tidak dapat dihilangkan (6). Nyeri yang tak terhilangkan dapat mempengaruhi semua aspek kehidupan seseorang, termasuk nafsu makan, suasana hati, harga diri, hubungan dengan orang lain, dan bahkan kemampuan untuk bergerak. Di sebagian negara, dilaporkan bahwa nyeri yang tak terhilangkan dapat menyebabkan keinginan untuk mati dan permintaan informasi mengenai euthanasia dan bunuh diri dengan bantuan. Keadaan bebas nyeri terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup.

    BAGIAN III KEBUTUHAN MEDIS UNTUK ANALGESIK OPIOID

    Pada tahun 1986, peserta WHO Meeting on the Comprehensive Management of Cancer Pain (Pertemuan WHO tentang Penatalaksanaan Komprehensif Nyeri Kanker) (6) menyatakan bahwa:

    - 3 -

  • In patients with severe pain, morphine -- a strong opioid -- is the drug of choice (Pada pasien dengan nyeri yang parah opioid yang kuat adalah pengobatan terbaik) (hal. 18).

    Pada tahun 1986, WHO mengumumkan ke seluruh dunia bahwa sebagian besar, jika tidak semuanya, nyeri kanker dapat dihilangkan jika pengetahuan medis yang saat ini tersedia dapat diterapkan (6). Nyeri kanker dapat dihilangkan dengan menggunakan berbagai obat dan tindakan non-obat termasuk analgesik opioid. Namun, morfin dan opioid dalam kelompok morfin terapeutik dianggap esensial untuk nyeri sedang atau parah (4, 5, 6). Para profesional perawatan kesehatan disarankan untuk menggunakan Metode Analgesik tiga-langkah (lihat Lampiran 1 untuk definisinya) yang telah terbukti, yang dikembangkan oleh WHO sebagai metode yang efektif untuk menangani nyeri.

    WHO Expert Committee on Cancer Pain Relief and Active Supportive Care (Komite Pakar WHO untuk Penghilang Nyeri Kanker dan Perawatan Pendukung Aktif) (4) menyatakan pada tahun 1990 bahwa:

    Freedom from pain should be seen as a right of every cancer patient and access to pain therapy as a measure of respect for this right (Bebas nyeri harus dipandang sebagai hak setiap pasien kanker dan akses ke terapi nyeri harus dianggap sebagai tindakan penghormatan atas hak ini) (hal. 10).

    Rasa bebas dari nyeri kanker yang parah tergantung pada ketersediaan dan penggunaan opioid dalam kelompok morfin terapeutik. Opioid ini tidak memiliki batas analgesik (yaitu, karakteristik farmakologis obat apabila peningkatan dosis tidak memberikan analgesia tambahan). Opioid dapat diberikan secara aman dalam dosis yang makin meningkat hingga nyeri hilang, selama efek sampingnya dapat ditolerir (5). Tidak ada dosis perawatan standar untuk opioid ini. Dosis yang tepat untuk menghilangkan nyeri harus ditentukan berdasarkan kebutuhan pasien secara individual.4

    Morfin dan satu atau lebih obat nyeri opioid lainnya, serta obat-obatan lain yang digunakan untuk penatalaksanaan nyeri dan gejala, harus tersedia dalam jumlah yang memadai, apabila pasien memerlukannya, dan di tempat di mana pasien hidup (4). Pada tahun 1986, peserta WHO Meeting on the Comprehensive Management of Cancer Pain (Pertemuan WHO tentang Penatalaksanaan Komprehensif Nyeri Kanker) (6) menyatakan:

    Of 22 drugs commonly used for cancer pain relief, eight are covered by the 1961 Single Convention on Narcotic Drugs and one by the 1971 Convention on Psychotropic Substances... (Dari 22 obat yang biasa digunakan untuk menghilangkan nyeri kanker, delapan tercakup dalam 1961 Single Convention on Narcotic Drugs (Konvensi Tunggal Obat-obatan Narkotika tahun 1961) dan satu termasuk dalam the 1971 Convention on Psychotropic Substances (Konvensi tahun 1971 tentang Senyawa Psikotropika)...) (hal. 27).

    WHO Expert Committee on Essential Drugs (Komite WHO tentang Obat-obatan Esensial) (7) selama bertahun-tahun menetapkan morfin, kodein, dan opioid lain sebagai obat-obatan esensial, yang didefinisikan sebagai:

    4 Untuk informasi klinis tentang cara memilih dan menggunakan analgesik, lihat WHO, 1996 (5).

    - 4 -

  • those that satisfy the health care needs of the majority of the population; they should therefore be available at all times in adequate amounts and in the appropriate dosage forms... (obat yang memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan sebagian besar masyarakat; karena itu obat ini harus selalu tersedia dalam jumlah yang memadai dan dalam bentuk dosis yang sesuai...) (hal. 2).

    Konsumsi total morfin secara global meningkat secara signifikan karena sebagian pemerintah nasional dan profesional kesehatan menerapkan WHO Analgesic Method (Metode Analgesik WHO) untuk menghilangkan nyeri kanker. Namun, kebanyakan peningkatan konsumsi morfin terjadi di sejumlah kecil negara maju yang merupakan sebagian kecil saja dari penduduk dunia (3). Baru-bari ini, konsumsi morfin mulai meningkat di negara lain, termasuk di sejumlah negara berkembang. Data statistik dari INCB selama periode dari 1990 hingga 1998 menunjukkan bahwa peningkatan yang substansial terjadi di negara maju maupun negara berkembang, sementara konsumsi di negara lain tetap stabil atau bahkan menurun. Kebanyakan negara menggunakan sedikit sekali morfin.

    Lampiran 4 berisi data tentang konsumsi sejumlah besar opioid yang disajikan dalam bentuk 'defined daily dose' (lihat Lampiran 1 untuk definisinya) per juta, dan dituangkan sebagai rata-rata lima tahun. Dengan Lampiran 4 bisa diperoleh perbandingan konsumsi sejumlah opioid di dalam suatu negara dan antar negara. Di banyak negara, konsumsi ini tetap sangat rendah dibandingkan dengan kebutuhan medisnya, dan banyak pemerintah nasional yang belum mengatasi kekurangan yang penting ini (3)

    BAGIAN IV KETERSEDIAAN OPIOID YANG TIDAK MEMADAI

    Di sebagian besar negara, morfin atau opioid lain dalam kelompok morfin terapeutik tidak tersedia, atau hanya tersedia dalam jumlah terbatas atau di lokasi tertentu saja, atau tersedia tapi kurang banyak digunakan (4). Penerbitan Metode Analgesik tiga-langkah WHO untuk menghilangkan nyeri kanker pada tahun 1986 berpengaruh pada meningkatnya konsumsi morfin di seluruh dunia. Sebelum awal tahun 1980-an, konsumsi morfin (lihat Lampiran 1 untuk definisinya) rendah dan stabil (lihat gambar berikut).

    - 5 -

  • Konsumsi Morfin Global 1972-1998

    Kilogram

    1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998

    Sumber: International Narcotics Control Board (Dewan Pengawasan Narkotika Internasional)

    Pada tahun 1993, WHO Expert Committee on Drug Dependence (Komite Pakar WHO tentang Ketergantungan Obat) (8) mengenali:

    ...that there was a great need to ensure, in seeking to reduce the non-medical use of therapeutic psychoactive drugs, that patients with legitimate medical needs are not prevented from being treated with adequate amounts of appropriate medications. Evidence suggests that medical needs for opioids are not being fully satisfied, particularly among patients with cancer, who may require large doses of opioids to obtain optimal pain relief (..bahwa ada kebutuhan yang besar untuk memastikan, dalam upaya mengurangi penggunaan non-medis dari obat-obatan psikoaktif, bahwa pasien dengan kebutuhan medis yang sah tidak dicegah untuk dirawat dengan obat-obatan yang sesuai dalam jumlah yang memadai. Bukti menunjukkan bahwa kebutuhan medis untuk opioid tidak sepenuhnya terpenuhi, terutama di antara pasien kanker, yang mungkin memerlukan opioid dalam dosis besar untuk menghilangkan nyeri secara optimal) (hal. 20).

    Menurut survei pemerintah tahun 1995 oleh INCB (3), morfin dalam bentuk injeksi masih lebih tersedia daripada bentuk oral yang disarankan WHO. Walaupun 60% pemerintah yang disurvei telah menerapkan Metode Analgesik WHO, kurang lebih setengah pemerintah yang menjawab survei melaporkan bahwa morfin tidak tersedia di semua rumah sakit yang memiliki program kanker. Keberhasilan dalam menerapkan Metode Analgesik WHO dibatasi oleh kurangnya analgesik opioid; keberhasilan di masa depan akan bergantung pada upaya pemerintah untuk mengenali dan menangani rintangan dalam sistem perawatan kesehatan dan sistem peraturan mereka.

    - 6 -

  • BAGIAN V RINTANGAN TERHADAP KETERSEDIAAN OPIOID

    INCB dan WHO telah menghimbau untuk lebih memperhatikan perawatan nyeri yang tidak memadai dan telah menyimpulkan bahwa hal ini sebagian diakibatkan oleh hukum dan peraturan yang terlalu mengekang sehingga menghalangi ketersediaan opioid yang memadai dan penggunaan opioid secara medis (3, 4, 5, 9, 10, 11).5 Sejak 1986, peserta WHO Meeting on the Comprehensive Management of Cancer Pain (Pertemuan WHO tentang Manajemen Nyeri Kanker yang Komprehensif) (6) telah mengenali perlunya memperbarui sistem peraturan obat nasional agar dapat merespons kebutuhan medis yang berubah terus:

    Systems regulating the distribution and prescription of opioid drugs were designed before the value of the oral use of opioid drugs for cancer pain management was recognized. These systems were developed to prevent the social misuse of strong opioids; there was no intention to prevent the use of opioids for pain relief in cancer (Sistem yang mengatur distribusi dan pemberian resep obat opioid sudah dirancang sebelum arti penggunaan obat opiod secara oral untuk penatalaksanaan nyeri kanker dapat dikenali. Sistem ini dikembangkan untuk mencegah penyalahgunaan sosial opioid yang kuat; tidak ada niat untuk mencegah penggunaan opioid untuk menghilangkan nyeri kanker) (hal. 27).

    Pada tahun 1986, peserta WHO Meeting on the Comprehensive Management of Cancer Pain (Pertemuan WHO tentang Manajemen Nyeri Kanker yang Komprehensif) (6) lebih jauh menjelaskan tujuan Single Convention on Narcotic Drugs (Konvensi Tunggal Obat-obatan Narkotika) tahun 1961, sebagaimana diubah oleh Protokol 1972 yang Mengubah Single Convention on Narcotic Drugs, 1961 (selanjutnya disebut sebagai Konvensi 1961, lihat Lampiran 1) dan Konvensi 1971 tentang Zat Psikotropika:

    ...The principal object of these two conventions is to stop trade in, and use of, controlled drugs, except for medical and scientific purposes. The conventions are not intended to be an impediment to the use of necessary drugs for the relief of cancer pain. It is therefore important that, by complying with the conventions, national laws should not, at the same time, impede the use of these drugs in cancer patients. Some countries have gone beyond the minimal control measures laid down in the conventions. Some have established stringent controls, especially in relation to drug prescription and distribution (Emphasis added) (Tujuan utama kedua konvensi ini adalah menghentikan pertukaran, dan penggunaan, obat-obatan terkontrol, kecuali untuk tujuan medis dan ilmiah. Konvensinya tidak dimaksudkan untuk menghalangi penggunaan obat yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri kanker. Karena itu penting bahwa, dengan mematuhi konvensi ini, hukum nasional tidak boleh, pada saat yang sama, menghalangi penggunaan obat-obatan ini pada pasien kanker. Beberapa negara telah menerapkan pengawasan yang lebih ketat dari persyaratan minimal yang diuraikan dalam konvensi tersebut. Sebagian telah menerapkan kontrol yang ketat sekali,

    5 Untuk bahasan mengenai halangan pada penghilangan nyeri kanker, perawatan paliatif dan ketersediaan opioid, lihat: WHO, 1990 (4); 1996 (5).

    - 7 -

  • terutama dalam hal pengeluaran resep dan distribusi (Penekanan ditambahkan)) (hal. 27).

    Pada tahun 1989, INCB (9) menarik perhatian pada reaksi berlebihan dari sebagian pemerintah terhadap masalah penyalahgunaan obat-batan ketika:

    ...the reaction of some legislators and administrators to the fear of drug abuse developing or spreading has led to the enactment of laws and regulations that may, in some cases, unduly impede the availability of opiates. The problem may also arise as a result of the manner in which drug control laws and regulations are interpreted or implemented (...reaksi sebagian legislator dan administrator terhadap kekhawatiran berkembang atau menyebarnya penyalahgunaan obat telah menyebabkan diberlakukannya hukum dan peraturan yang dalam beberapa kasus menghalangi ketersediaan opiat. Masalah ini juga dapat muncul sebagai akibat cara penafsiran ) (hal. 1).

    ...legislators sometimes enact laws which not only deal with the illicit traffic itself, but also impinge on some aspects of licit trade and use, without first having adequately assessed the impact of the new laws on such licit activity. Heightened concern with the possibility of abuse may also lead to the adoption of overly restrictive regulations which have the practical effect of reducing availability for licit purposes (legislator kadang-kadang memberlakukan undang-undang yang tidak saja berurusan dengan lalu lintas gelap itu sendiri, namun juga mempengaruhi sebagian aspek perdagangan dan penggunaan yang sah, tanpa terlebih dahulu melakukan penilaian secara memadai atas dampak undang-undang baru terhadap kegiatan sah tersebut. Peningkatan kekhawatiran akan kemungkinan penyalahgunaan juga dapat menyebabkan penerapan peraturan yang terlalu ketat yang berdampak praktis pada pengurangan ketersediaan untuk tujuan yang sah) (hal. 15).

    Memang penggunaan opiod jangka panjang untuk mengatasi nyeri tidak dianjurkan secara tradisional karena adanya risiko ketergantungan obat. Pemisahan persepsi dan mitos dari kenyataan memerlukan penggunaan terminologi yang akurat.

    Kebingungan akibat penggunaan terminologi dapat mencegah dokter dan pasien untuk menggunakan opioid walaupun ada justifikasi medis yang kuat untuk menggunakannya. Ada dua kebingungan yang berbeda namun saling berkaitan yang dapat muncul: (i) kebingungan antara penyalahgunaan dan penggunaan medis jangka panjang, dan (ii) kebingungan antara kecanduan dan ketergantungan.

    Dalam hal kebingungan pertama, tujuan utama Konvensi 1961 adalah mencegah penyalahgunaan obat-obatan narkotika sambil memastikan ketersediaannya untuk penggunaan medis. Oleh karena itu sangatlah penting untuk membedakan dengan jelas antara penyalahgunaan dan penggunaan obat narkotika secara medis.

    - 8 -

  • Konvensi 1961 tidak mendefinisikan istilah penyalahgunaan (misuse atau abuse). Namun, abuse (penyalahgunaan) didefinisikan oleh WHO Expert Committee on Drug Dependence (Komite Pakar WHO untuk Ketergantungan Obat) (19) sebagai berikut:

    persistent or sporadic excessive drug use inconsistent with or unrelated to acceptable medical practice (penggunaan obat yang terus menerus atau penggunaan sporadis yang berlebihan yang tidak konsisten dengan atau tidak berhubungan dengan praktik medis yang dapat diterima) (hal. 6).

    Dari definisi ini, jelaslah bahwa penggunaan obat secara medis, baik jangka panjang atau tidak, tanpa melihat apakah ada reaksi merugikan (termasuk ketergantungan obat) atau tidak, bukanlah penyalahgunaan obat.

    Kebingungan antara kecanduan dan ketergantungan lebih sulit dijelaskan karena WHO tidak lagi menggunakan istilah kecanduan. Karena itu tidak ada definisi WHO yang pasti mengenai definisi kecanduan yang dapat dibandingkan dengan definisi ketergantungan. 6

    Definisi saat ini dari istilah ketergantungan 7 yang diberikan oleh WHO Expert Committee on Drug Dependence (Komite Pakar WHO untuk Ketergantungan Obat) (8) adalah:

    A cluster of physiological, behavioural and cognitive phenomena of variable intensity, in which the use of a psychoactive drug (or drugs) takes on a high priority. The necessary descriptive characteristics are preoccupation with a desire to obtain and take the drug and persistent drug-seeking behaviour. Determinants and problematic consequences of drug dependence may be biological, psychological or social, and usually interact (Sekumpulan fenomena fisiologis, perilaku dan kognitif dengan intensitas yang bervariasi, di mana penggunaan obat (atau obat-obatan) psikoaktif menempati prioritas tinggi. Karakteristik deskriptif yang diperlukan adalah kekhawatiran yang disertai keinginan untuk memperoleh dan mengonsumsi obat tersebut serta perilaku mencari obat secara terus menerus. Determinan dan konsekuensi

    6 Untuk memahami perbedaan antara kecanduan dan ketergantungan obat, penting untuk secara singkat mengkaji sejarah evolusi konsep ketergantungan obat. Selama tahun 1960-an, WHO Expert Committee on Addiction-Producing Drugs (Komite Pakar WHO untuk Obat-obatan Penyebab Kecanduan) (20) berupaya keras untuk menjelaskan perbedaan antara kecanduan (addiction) dan kebiasaan (habituation), tapi selanjutnya upaya ini tidak diteruskan dan malah mengusulkan untuk menggunakan istilah ketergantungan obat. Dalam pikiran sebagian pakar, ini menyebabkan munculnya salah paham bahwa arti dari istilah baru ketergantungan adalah sama dengan kecanduan atau kebiasaan, atau gabungan dari keduanya. Padahal sebetulnya tidak seperti itu. Sebagaimana ditekankan oleh Komite Pakar tersebut, istilah ketergantungan tidak memiliki konotasi risiko terhadap kesehatan masyarakat. Ini adalah perbedaan besar dari istilah kecanduan, yang memang memiliki konotasi seperti itu. 7 Komite Pakar yang sama (8) juga menyarankan untuk tidak berupaya membedakan antara ketergantungan fisik dan ketergantungan psikis, karena komite berpendapat bahwa semua efek obat pada setiap indvidu dapat dipahami dari sudut biologis. Selain itu, Komite menekankan bahwa istilah ketergantungan fisik membingungkan bagi sebagian pekerja klinis karena manifestasi sindroma penarikan (untuk definisi lihat Lampiran 1) ditafsirkan sebagai bukti dari ketergantungan fisik dan ketergantungan obat.

    - 9 -

  • problematis dari ketergantungan obat dapat bersifat biologis, psikologis atau sosial, dan biasanya saling berinteraksi) (hal. 5).

    Konsep inti definisi WHO atas ketergantungan obat memerlukan adanya kehendak yang kuat atau tekanan untuk mengonsumsi obat tersebut.

    Panduan klinis (ICD-10) untuk diagnosis pasti dari ketergantungan yang disusun oleh WHO mensyaratkan bahwa tiga atau lebih dari keenam fitur karakteristik berikut ini dialami atau ditunjukkan (21):

    (a) keinginan kuat atau keharusan untuk mengonsumsi zat tersebut; (b) kesulitan dalam mengendalikan perilaku konsumsi zat tersebut dalam hal

    onset (permulaan), pengakhiran, atau tingkat penggunaanya; (c) keadaan penarikan fisiologis apabila penggunaan zat telah berhenti atau

    dikurangi, sebagaimana dibuktikan dengan: karakteristik sindroma penarikan atas zat tersebut; atau penggunaan zat yang sama (atau yang terkait erat) dengan tujuan menghilangkan atau menghindari gejala penarikan;

    (d) bukti toleransi, seperti diperlukan peningkatan dosis zat psikoaktif tersebut untuk mencapai efek yang awalnya dihasilkan oleh dosis yang lebih rendah;

    (e) pengabaian secara progresif atas kesenangan atau minat alternatif karena penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk memperoleh atau mengonsumis zat tersebut atau untuk kembali pulih akibat efeknya;

    (f) terus menggunakan zat tersebut walaupun ada bukti yang jelas akan konsekuensi yang berbahaya seperti bahaya terhadap hati akibat minum yang berlebihan, keadaan mood (suasana hati) yang tertekan akibat periode pemakaian zat dalam jumlah besar, atau penurunan fungsi kognitif yang terkait dengan obat; harus dilakukan upaya untuk menentukan bahwa pengguna sebetulnya, atau diperkirakan, sadar akan sifat dan efek dari bahaya tersebut (hal. 75-76).

    Jelaslah bahwa pasien kanker yang memerlukan peningkatan dosis opioid untuk menghilangkan nyeri (lihat Lampiran 1 untuk definisi toleransi), yang juga mengembangkan gejala penarikan (lihat Lampiran 1 untuk definisi gejala penarikan) setelah dihentikannya obat tersebut, hanya memenuhi dua atau tiga kondisi yang diperlukan untuk mendapatkan diagnosis positif sindroma ketergantungan. Karena itu pasien tidak tergantung pada opioid, kecuali ia memenuhi sedikitnya satu dari keempat kondisi lain yang tercantum di atas (a, b, e atau f). WHO Expert Committee on Cancer Pain Relief and Active Supportive Care (Komite Pakar WHO untuk Penghilang Nyeri Kanker dan Perawatan Pendukung Aktif) (5) menunjukkan bahwa ketergantungan jarang terjadi pada pasien kanker:

    Studies have shown that, while withdrawal syndrome and tolerance do occur in patients who take opioids over a long period, [drug] dependence is extremely rare. Consequently, the risk of [drug] dependence should not be a factor in deciding whether to use opioids to treat the cancer patient with pain (Penelitian menunjukkan bahwa, walaupun sindroma penarikan dan toleransi memang terjadi pada pasien yang mengonsumsi opioid dalam jangka panjang, ketergantungan [obat] sangat jarang terjadi. Akibatnya, risiko ketergantungan [obat] tidak boleh menjadi faktor dalam menentukan apakah akan

    - 10 -

  • menggunakan opioid untuk merawat pasien kanker yang menderita nyeri) (hal. 58).

    Laporan reaksi obat yang merugikan dari WHO Collaborating Centre for International Drug Monitoring (Pusat Kolaborasi WHO untuk Pemantauan Obat Internasional) di Uppsala, Swedia, mendukung hasil pengamatan ini. Dalam kerangka program WHO untuk pemantauan obat internasional, ketergantungan obat didefinisikan sebagai salah satu reaksi negatif obat yang harus dipantau dan dilaporkan ke Pusat Kolaborasi ini oleh pusat-pusat pemantauan negara yang berpartisipasi. Sejak 1999, 56 negara turut serta dalam program internasional ini dan basis datanya berisi lebih dari dua juta laporan kasus reaksi negatif obat. Daftar obat di mana ketergantungan obat pernah dilaporkan ke sistem ini menunjukkan bahwa hanya sejumlah kecil kasus ketergantungan obat yang terkait dengan penggunaan analgesik opioid dan bahwa ketergantungan dilaporkan untuk banyak obat lainnya, baik yang dikontrol maupun tidak (22).

    BAGIAN VI PENTINGNYA MENGEVALUASI KEBIJAKAN

    PENGENDALIAN OBAT NASIONAL

    Baik INCB mapun WHO telah menghimbau para pemerintah untuk mengevaluasi sistem dan hukum dan peraturan perawatan kesehatan mereka, dan untuk mengenali dan menghilangkan penghalang pada ketersediaan opioid untuk kebutuhan medis (3, 4, 5, 9, 10, 11). Walaupun sama pentingnya untuk mengevaluasi kebijakan pengendalian obat nasional untuk tujuan mencegah jual beli obat, penyelewengan dan penyalahgunaan zat yang dikontrol, tersedia informasi dan panduan untuk evaluasi tersebut (12). Laporan INCB tahun 1995 (3) mencantumkan komentar mengenai efek penyelewengan obat-obatan narkotika:

    The international system to prevent diversion of narcotic drugs is working well. The number of incidents involving diversion of narcotic drugs is small considering the large number of transactions at the international and national level (Sistem internasional untuk mencegah penyelewengan obat-obatan narkotika sudah berfungsi baik. Jumlah insiden yang melibatkan penyelewengan obat-obatan narkotika adalah kecil dibandingkan dengan besarnya jumlah transaksi di tingkat internasional dan nasional) (hal. 1).

    Karena itu, satu-satunya fokus Panduan ini adalah evaluasi kebijakan pengontrolan obat nasional yang mempengaruhi ketersediaan opioid.

    Pada tahun 1989, INCB (9) menyatakan: One of the objectives of the Single Convention on Narcotic Drugs, 1961, and of that Convention as amended by the 1972 Protocol amending the Single Convention on Narcotic Drugs, 1961, is to ensure the availability of opiates, such as codeine and morphine, that are indispensable for the relief of pain and suffering, while minimizing the possibility of their abuse or diversion (Salah satu tujuan Konvensi Tunggal Obat-obatan Narkotika, 1961, dan Konvensi tersebut sebagaimana diubah oleh Protokol 1972 yang mengubah Konvensi Tunggal Obat-obatan Narkotika, 1961, adalah untuk memastikan ketersediaan

    - 11 -

  • opiat, seperti kodein dan morfin, yang sangat penting artinya untuk menghilangkan nyeri dan penderitaan, sambil meminimasi kemungkinan penyalahgunaan atau penyelewengan obat tersebut) (hal. 3).

    Pada tahun 1989, INCB (9) mengkaji alasan tidak memadainya ketersediaan opioid dengan bekerja sama dengan WHO, dan meminta pemerintah di seluruh dunia untuk:

    ...examine the extent to which their health-care systems and laws and regulations permit the use of opiates for medical purposes, identify possible impediments to such use and develop plans of action to facilitate the supply and availability of opiates for all appropriate indications (memeriksa sejauh mana sistem dan hukum dan peraturan perawatan kesehatan mereka mengizinkan penggunaan opiat untuk keperluan medis, mengenali kemungkinan halangan terhadap penggunaan tersebut dan mengembangkan rencana tindakan untuk memfasilitasi pasokan dan ketersediaan opiat untuk semua indikasi yang sesuai) (hal. 17).

    Pada tahun 1990, WHO Expert Committee on Cancer Pain Relief and Active Supportive Care (Komite Pakar WHO untuk Penghilang Nyeri Kanker dan Perawatan Pendukung Aktif) (4) menyarankan pemerintah nasional untuk mengatur:

    ...regular review [of legislation], with the aim of permitting importation, manufacture, prescribing, stocking, dispensing and administration of opioids for medical reasons,...[and] review of the controls governing opioid use, with a view to simplification, so that drugs are available in the necessary quantities for legitimate use...(...kajian reguler (atas undang-undang), dengan tujuan mengizinkan impor, pembuatan, penulisan resep, penyediaan stok, pengeluaran dan administrasi opioid untuk tujuan medis [dan] kajian atas pengontrolan penggunaan opioid, dengan maksud menyederhanakan, sehingga obat tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan untuk penggunaan yang sah) (hal. 65-66).

    Pada tahun 1995, INCB (3) mensurvei semua pemerintah8 untuk menentukan apakah mereka sudah merespons rekomendasi Dewan tahun 1989. Jawaban survei dianalisa dan diterbitkan, dan dibuat sejumlah kesimpulan dan rekomendasi, termasuk bahwa:

    Governments that have not done so should determine whether there are undue restrictions in national narcotics laws, regulations or administrative policies that impede prescribing, dispensing or needed treatment of patients with narcotic drugs, or their availability and distribution for such purposes, and should make the necessary adjustments (Pemerintah yang belum melakukan itu harus menentukan apakah ada pembatasan yang berlebihan dalam hukum narkotika nasional, peraturan atau kebijakan administratif yang menghalangi penulisan resep, pengeluaran atau perlakuan yang dibutuhkan pasien kanker dengan menggunakan obat narkotika, atau ketersediaan dan distribusi obat narkotika untuk tujuan tersebut, dan harus melakukan perubahan yang diperlukan) (hal. 15).

    8 Enam puluh lima pemerintah menjawab secara tepat waktu sehingga bisa dimasukkan ke dalam laporan INCB tahun 1995, yang diterbitkan tahun 1996. Setelah itu, ada 57 negara lagi yang memberikan jawaban. Analisis dari semua 122 survei menunjukkan bahwa masalah ketersediaan opioid lebih paraj lagi dari yang diperkirakan sebelumnya berdasarkan respons awal (akan diterbitkan dalam laporan tahunan INCB 1999).

    - 12 -

  • The Board notes that most governments in the world did not respond to its questionnaire; thus, the Board did not have sufficient information concerning approximately one half of the worlds population. Among those governments that did not respond were most of the developing and least developed countries, as well as those governments that had frequently failed to submit annual estimates of narcotic drug requirements as required by the 1961 Convention. The Board is cognizant that less developed countries have more difficulty meeting basic health-care needs. Nevertheless, the Board encourages governments of such countries to make efforts to examine their medical needs for narcotic drugs as well as the impediments to their availability (Dewan memperhatikan bahwa kebanyakan pemerintah di dunia tidak menjawab kuesionernya; sehingga Dewan tidak memiliki informjasi yang cukup tentang sekitar setengah populasi dunia. Di antara pemerintah yang menjawab, umunya berasal dari negara berkembang atau sedikitnya negara maju, serta pemerintah yang sering kali tidak memberikan perkiraan tahunan kebutuhan obat narkotika sebagaimana diharuskan oleh Konvensi 1961. Dewan menyadari bahwa negara yang kurang berkembang lebih sulit memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan dasar. Bagaimana pun juga, Dewan menganjurkan pemerintah negara-negara tersebut untuk berupaya memeriksa kebutuhan obat narkotika untuk tujuan medis serta halangan atas ketersediaan obat tersebut) (hal. 14).

    The Board concludes that the recommendations contained in its 1989 special report are far from being implemented and that, while there have been efforts by some governments to ensure the availability of narcotic drugs for medical and scientific purposes, it appears that many others have yet to focus on that obligation (Dewan menyimpulkan bahwa rekomendasi yang tertuang dalam laporan khususnya tahun 1989 masih jauh dari diterapkan dan bahwa, walaupun ada upaya sebagian pemerintah untuk memastikan ketersediaan obat-obatan narkotika untuk tujuan medis dan ilmiah, tampaknya sebagian besar pemerintah belum berfokus pada kewajiban tersebut) (hal. 14).

    BAGIAN VII METODE UNTUK MENYIAPKAN PANDUAN

    Laporan INCB 1995 (3) menyatakan: The availability of narcotic drugs is guided by national policy that should be consistent with the international conventions on narcotic drugs (Ketersediaan obat narkotika dipandu oleh kebijakan nasional yang harus konsisten dengan konvensi internasional tentang obat-obatan narkotika) (hal. 5).

    - 13 -

  • Validitas panduan yang digunakan dalam analisis kebijakan bergantung pada kredibilitas dan relevansinya terhadap kebijakan yang dievaluasi (13, 14). Panduan ini dikembangkan setelah melakukan kajian dan analisis 9 terhadap sejumlah pihak yang berwenang dalam kebijakan pengontrolan obat internasional. Pihak yang berwenang ini tercantum dalam Konvensi; berdasarkan rekomendasi badan-badan PBB yang memantau penerapan Konvensi; dan dalam temuan dan rekomendasi pakar WHO di bidang penyalahgunaan zat serta kebijakan medis dan ilmiah tentang penggunaan analgesik opioid untuk menghilangkan nyeri. Keseimbangan, yang merupakan Prinsip Sentral Panduan ini, diturunkan secara langsung dari kewajiban pemerintah negara yang terikat pakta, sebagaimana ditetapkan dalam Konvensi 1961.

    Prinsip Sentral keseimbangan dimaksudkan untuk memandu pengembangan dan penerapan kebijakan pengontrolan obat internasional dan nasional. Prinsip ini memberikan basis yang relevan dan kredibel untuk mengevaluasi kebijakan pengontrolan obat nasional dan ringkasannya t

    Tdkdmd

    W(P

    9

    CCahercantum dalam Gambar 2.

    Gambar 2 Prinsip Sentral Keseimbangan Prinsip Sentral keseimbangan mencerminkan dua tugas penting pemerintah untuk menerapkan

    sistem pengendalian untuk mencegah penyalahgunaan, perdagangan, dan penyelewengan obat-obatan narkotika sekaligus memastikan ketersediaannya secara medis. Walaupun analgesik opioid adalah obat-obatan terkontrol, opioid juga merupakan obat esensial yang mutlak diperlukan untuk menghilangkan nyeri. Opioid, termasuk yang tercakup dalam kelompok morfin terapeutik, harus dapat diakses oleh semua pasien yang memerlukannya untuk menghilangkan nyeri. Pemerintah harus mengambil langkah untuk memastikan ketersediaan opioid secara memadai untuk tujuan medis dan ilmiah. Langkah-langkah ini termasuk memberdayakan praktisi medis untuk menyediakan opioid dalam praktik profesionalnya, sehingga mereka dapat meresepkan, mengeluarkan dan memberikan obat ini sesuai dengan kebutuhan medis setiap pasien, dan memastikan bahwa tersedia opioid dalam jumlah memadai untuk memenuhi kebutuhan medis.

    Apabila disalahgunakan, opioid menimbulkan ancaman bagi masyarakat; diperlukan sistem pengendalian untuk mencegah penyalahgunaan, perdagangan, dan penyelewengan, namun sistem pengendalian ini tidak ditujukan untuk mengurangi daya guna opioid untuk tujuan medis, juga tidak untuk mengganggu penggunaannya yang sah untuk tujuan medis dan merawat pasien. Memang, pemerintah diminta untuk mengenali dan menghilangkan halangan terhadap ketersediaan dan penggunaan medis dari analgesik opioid.

    ujuan ganda berupa mencegah penyalahgunaan dan memastikan ketresediaan apat menimbulkan pertanyaan bagaimana menyeimbangkan kedua epentingan yang tampaknya bertentangan ini. Masalah ini diatasi dengan jelas engan menetapkan bahwa upaya untuk mencegah penyalahgunaan tidak boleh engganggu upaya untuk memastikan ketersediaan obat untuk tujuan medis

    an ilmiah.

    HO Expert Committee on Cancer Pain Relief and Active Supportive Care Komite Pakar WHO untuk Penghilang Nyeri Kanker dan Perawatan endukung Aktif) (5) menyatakan pada tahun 1996:

    Kajian ini dilakukan oleh WHO Collaborating Centre for Policy and Communications in ancer Care di University of Wisconsin Pain & Policy Studies Group (PPSG), Comprehensive ancer Center, Madison, Wisconsin, USA. Untuk informasi lebih jauh mengenai penggunaan nalgesik opioid untuk menghilangkan nyeri, lihat situs web PPSG di: ttp://www.medsch.wisc.edu/painpolicy.

    - 14 -

  • The Single Convention recognizes that governments have the right to impose further restrictions if they consider it necessary, to prevent diversion and misuse of opioids. However, this right must be continually balanced against the responsibility to ensure opioid availability for medical purposes...In deciding the appropriate level of regulation, governments should bear in mind the dual aims of the Single Convention (Konvensi Tunggal mengakui bahwa pemerintah berhak menerapkan pembatasan lebih jauh jika dianggap penting, untuk mencegah penyelewengan dan penyalahgunaan opioid. Namun, hak ini harus secara terus menerus diseimbangkan terhadap tanggung jawab untuk memastikan ketersediaan opioid untuk tujuan medis.. Dalam menentukan tingkat pengaturan yang sesuai, pemerintah harus memperhatikan tujuan ganda dari Konvensi Tunggal) (hal. 56).

    BAGIAN VIII MENGGUNAKAN PANDUAN

    Panduan ini dapat digunakan oleh pemerintah maupun profesional kesehatan. Panduan ini dapat digunakan: (1) sebagai alat bantu edukasi untuk memberi tahu pihak yang terkait mengenai hubungan antara kebijakan pengontrolan obat nasional dan ketersediaan analgesik opioid untuk menghilangkan nyeri; (2) sebagai alat bantu evaluasi kebijakan; dan (3) sebagai basis untuk merumuskan kebijakan baru untuk memperbaiki kebijakan yang ada.

    Untuk tujuan edukasi, Panduan ini dapat didistribusikan kepada pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat yang relevan, terutama kepada individu dan kelompok yang tertarik dalam pengawasan obat dan peningkatan penghilang nyeri kanker serta perawatan paliatif.

    Kebutuhan untuk mengevaluasi kebijakan sudah jelas, namun cara menjalankannya belum jelas. Ada beberapa langkah yang disarankan bagi pemerintah: I. Tunjuk seseorang atau komite, termasuk Lembaga Nasional yang

    Kompeten dan para profesional kesehatan, untuk mempelajari Panduan. Pemerintah mungkin ingin mengorganisir pertemuan khusus atau workshop bagi para pembuat keputusan dan praktisi perawatan kesehatan untuk membahas swa-nilai dan melengkapi Daftar Periksa;

    II. Dapatkan informasi tambahan dari materi sumber daya utama (lihat Lampiran 2);

    III. Dapatkan salinan terbaru dari kebijakan pengontrolan obat nasional, kemudian pelajarilah;10

    IV. Gunakan Daftar Periksa Swa-Nilai dalam Bagian X untuk menilai kebijakan;

    V. Buat dialog dengan para pembuat keputusan untuk membuat perubahan yang perlu.

    10 Untuk mengetahui indeks hukum dan peraturan nasional untuk obat-obatan narkotika dan zat psikotropik, lihat: UN International Drug Control Programme, 1994 (15).

    - 15 -

  • BAGIAN IX PANDUAN

    Bagian ini berisi Panduan dan dokumentasi serta panduan tambahan dari sumber-sumber yang berwenang. Enam panduan berkaitan dengan hukum dan peraturan; sepuluh panduan berkaitan dengan kebijakan administratif, petunjuk dan praktik yang menerpakan hukum dan peraturan nasional. Bilamana mungkin, digunakan hasil dari survei INCB 1995 (3) untuk menguraikan apa yang sudah diketahui tentang status kebijakan pemerintah dalam kaitannya dengan Panduan ini. Daftar Periksa Swa-Nilai dalam Bagian X dapat digunakan sebagai panduan praktis untuk melakukan evaluasi. (Lihat Lampiran 3 untuk mengetahui ringkasan Panduan.)

    Panduan 1: Pemerintah harus memeriksa kebijakan pengontrolan obat, apakah ada ketentuan yang terlalu mengikat yang dapat mempengaruhi sistem perawatan kesehatan dalam hal penyediaan penghilang nyeri, kemudian mengambil tindakan korektif seperlunya.

    Pada tahun 1989, INCB (9) menyatakan bahwa pemerintah harus:

    ...examine the extent to which their health-care systems and laws and regulations permit the use of opiates for medical purposes, identify possible impediments to such use and develop plans of action to facilitate the supply and availability of opiates for all appropriate indications (memeriksa sejauh mana sistem dan hukum dan peraturan perawatan kesehatan mereka mengizinkan penggunaan opiat untuk keperluan medis, mengenali kemungkinan halangan terhadap penggunaan tersebut dan mengembangkan rencana tindakan untuk memfasilitasi pasokan dan ketersediaan opiat untuk semua indikasi yang sesuai (hal. 17).

    Pada tahun 1995, survei INCB (3) menemukan bahwa 57% dari pemerintah yang menjawab survei telah memeriksa apakah ada faktor-faktor tertentu dalam sistem dan hukum serta peraturan perawatan kesehatan mereka yang menghalangi penggunaan opiat untuk tujuan medis.

    Sebagai tanggapan atas temuan ini, INCB (3) menyarankan dalam laporan tahun 1995:

    Governments that have not done so should determine whether there are undue restrictions in national narcotics laws, regulations or administrative policies that impede prescribing, dispensing or needed treatment of patients with narcotic drugs, or their availability and distribution for such purposes, and should make the necessary adjustments (Pemerintah yang belum melakukan itu harus menentukan apakah ada pembatasan yang berlebihan dalam hukum narkotika nasional, peraturan atau kebijakan administratif yang menghalangi penulisan resep, pengeluaran atau perlakuan medis yang dibutuhkan pasien kanker dengan menggunakan obat narkotika, atau

    - 16 -

  • ketersediaan dan distribusi obat narkotika untuk tujuan tersebut, dan harus melakukan perubahan yang diperlukan) (hal. 15).

    INCB (3) dengan jelas mengakui keterbatasan sumber daya yang dihadapi sebagian negara, melalui pernyataannya pada tahun 1995 bahwa:

    ...less developed countries have more difficulty meeting basic health-care needs. Nevertheless, the Board encourages governments of such countries to make efforts to examine their medical needs for narcotic drugs as well as the impediments to their availability, to advise the Board of the results of those efforts and to inform the Board if it can be of assistance (negara yang belum maju lebih sulit memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan dasar. Bagaimanapun, Dewan menganjurkan pemerintah negara-negara tersebut untuk berupaya mengkaji kebutuhan medis mereka akan obat-obatan narkotika serta halangan atas ketersediaan obat-obatan tersebut, serta untuk memberi tahu Dewan hasil dari upaya tersebut dan untuk memberi tahu Dewan apabila perlu bantuan) (hal. 14).

    Panduan 2: Kebijakan pengontrolan obat nasional harus mengenali bahwa opioid mutlak diperlukan untuk perawatan medis, terutama untuk menghilangkan nyeri dan penderitaan. Laporan INCB tahun 1995 (3) menemukan bahwa 48% dari pemerintah yang menjawab survei melaporkan bahwa hukum mereka mengakui bahwa obat-obatan narkotika sangat penting artinya untuk menghilangkan nyeri dan penderitaan.

    Preambel (pembukaan) Konvensi 1961 (16) mengakui bahwa: ...the medical use of narcotic drugs continues to be indispensable for the relief of pain and suffering... (Penggunaan obat-obatan narkotika secara medis tetap sangat penting artinya untuk menghilangkan nyeri dan penderitaan)

    Pada laporannya tahun 1995, INCB (3) menyatakan: Governments should determine whether their national narcotic laws contain elements of the 1961 Convention and the 1972 Protocol that take into account the fact that the medical use of narcotic drugs continues to be indispensable for the relief of pain and suffering... (Pemerintah harus menentukan apakah hukum narkotika mereka mengandung elemen-elemen Konvensi 1961 dan Protokol 1972 yang memasukkan fakta bahwa penggunaan obat-obatan narkotika untuk kebutuhan medis tetap berarti sangat penting untuk menghilangkan nyeri dan penderitaan...) (hal. 16).

    Panduan 3: Kebijakan pengontrolan obat nasional harus mengakui kewajiban pemerintah untuk memastikan ketersediaan opioid secara memadai untuk semua kebutuhan medis dan ilmiah. Laporan INCB 1995 (3) menemukan bahwa 63% dari pemerintah yang menjawab survei mengatakan bahwa ada ketentuan yang mengakui

    - 17 -

  • kewajiban pemerintah nasional untuk memastikan ketersediaan obat-obatan narkotika untuk tujuan medis.

    Konvensi 1961 (16), Pasal 4, menyatakan bahwa: the Parties [national governments] shall take such legislative and administrative measures as may be necessary...to limit exclusively to medical and scientific purposes the production, manufacture...distribution...and possession of drugs... (para Pihak (pemerintah nasional) harus mengambil tindakan legislatif dan administratif yang diperlukan untuk membatasi secara eksklusif pada keperluan medis dan ilmiah saja, produksi, pabrikan, distribusi.. dan kepemilikan obat)

    Demikian pula, laporan INCB (3) menyarankan pada tahun 1995: Governments should determine whether their national narcotic laws contain elements of the 1961 Convention and the 1972 Protocol that take into account...the fact that adequate provision must be made to ensure the availability of narcotic drugs for such purposes... (Pemerintah harus menentukan apakah hukum narkotika mereka mengandung elemen-elemen Konvensi 1961 dan Protokol 1972 yang memasukkan fakta bahwa harus ada ketentuan yang memadai untuk memastikan ketersediaan obat-obatan narkotika untuk tujuan tersebut) (hal. 16).

    Panduan 4: Pemerintah harus menunjuk lembaga berwenang untuk memastikan ketersediaan opioid secara memadai untuk perawatan medis. INCB (3) menyarankan pada tahun 1995 bahwa:

    Governments should...take into account...the fact that adequate provision must be made to ensure the availability of narcotic drugs for such purposes...[and] that administrative responsibility has been established and that personnel are available for the implementation of those laws (Pemerintah harus mempertimbangkan.. fakta bahwa harus ada ketentuan yang memadai untuk memastikan ketersediaan obat-obatan narkotika untuk tujuan tersebut .. [dan] bahwa tanggung jawab administratif telah ditetapkan dan bahwa tersedia personalia untuk menerapkan undang-undang tersebut) (hal. 16).

    Panduan 5: Pemerintah harus mengembangkan, dengan menggunakan informasi dari sumber yang relevan, metode praktis untuk memperkirakan secara realistis kebutuhan medis dan ilmiah untuk opioid. Pada tahun 1995, survei INCB (3) menunjukkan bahwa 59% dari pemerintah yang menjawab survei belum mengkaji secara kritis metode mereka dalam menilai kebutuhan opiat untuk tujuan medis.

    - 18 -

  • Pada tahun 1995, laporan INCB (3) menyarankan bahwa: Governments and the [International Narcotics Control] Board need to have accurate information about medical needs for narcotic drugs. In the case of narcotic drugs that are opiates, it is particularly important to accurately estimate all medical needs because the Board must make arrangements well in advance to cultivate a sufficient quantity of poppy plants. In making these decisions, the Board considers a number of factors, including recent consumption trends, Governments' estimates of future medical needs, trends in health problems that could affect the amount needed in the future, as well as actions being planned by Governments and others to better address those problems (Pemerintah dan Dewan [Pengendalian Narkotika Internasional] perlu memiliki informasi akurat tentang kebutuhan medis untuk obat-obatan narkotika. Dalam hal obat-obatan narkotika yang berupa opiat, sangatlah penting untuk memperkirakan secara akurat semua kebutuhan medis karena Dewan harus melakukan persiapan di muka untuk membudidayakan tanaman ganja dalam jumlah yang cukup. Dalam mengambil keputusan ini, Dewan mempertimbangkan sejumlah faktor, termasuk kecenderungan konsumsi terbaru, perkiraan Pemerintah akan kebutuhan medis di masa datang, kecenderungan dalam masalah kesehatan yang dapat mempengaruhi jumlah yang diperlukan di masa datang, juga tindakan yang direncanakan oleh Pemerintah dan pihak lain untuk secara lebih baik mengatasi masalah-masalah tersebut) (hal. 1).

    Governments should establish a system to collect information from medical facilities that care for surgical, cancer and other patients, from organizations that are working to improve the rational use of narcotic drugs and from manufacturers, distributors, exporters and importers and should establish groups of knowledgeable individuals to assist in obtaining information about changing medical needs (Pemerintah harus menetapkann sistem untuk mengumpulkan informasi dari fasilitas medis yang menangani pasien bedah, kanker dan pasien lainnya, dari organisasi yang bertujuan meningkatkan penggunaan obat-obatan narkotika secara rasional dan dari pabrikan, distributor, eksportir dan importir dan harus menetapkan kelompok yang beranggotakan perorangan yang memiliki pengetahuan untuk membantu mendapatkan informasi tentang kebutuhan medis yang berubah-ubah) (hal. 15-16).

    Pasal 19, alinea 4 Konvensi 1961 (16) menyatakan: The Parties shall inform the Board of the method used for determining quantities shown in the estimates and of any changes in the said method. (Para Pihak harus memberi tahu Dewan tentang metode yang digunakan untuk menentukan informasi jumlah yang ditampilkan dalam perkiraan tersebut dan informasi jika perubahan dalam metode tersebut.)

    Para peserta WHO Meeting on the Comprehensive Management of Cancer Pain (Pertemuan WHO tentang Penatalaksanaan Komprehensif Nyeri Kanker) (6) tahun 1986 menawarkan:

    - 19 -

  • Governments should encourage health care workers to report to the appropriate authorities any instance in which oral opioids are not available for cancer patients who need them (Pemerintah harus mendorong pekerja perawatan kesehatan untuk melaporkan kepada lembaga yang berwenang setiap kejadian di mana opioid oral tidak tersedia bagi pasien kanker yang membutuhkannya) (hal. 36).

    Panduan 6: Pemerintah harus memberikan kepada INCB perkiraan tahunan jumlah obat-obatan narkotika yang diperlukan untuk tujuan medis dan ilmiah selama tahun berikutnya. Pasal 19, alinea 1 Konvensi 1961 (16) menyatakan:

    The Parties shall furnish to the Board each year for each of their territories, in the manner and form prescribed by the Board, estimates on forms supplied by it in respect of the following matters: (a) Quantities of drugs to be consumed for medical and scientific purposes; (b) Quantities of drugs to be utilized for the manufacture of other drugs, of preparations in Schedule III, and of substances not covered by this Convention; (c) Stocks of drugs to be held as at 31 December of the year to which the estimates relate... (Para Pihak harus memberikan kepada Dewan setiap tahun untuk setiap wilayah, dalam cara dan bentuk yang ditentukan oleh Dewan, jumlah perkiraan dalam bentuk yang dipasok olehnya dalam hal: (a) Jumlah obat-obatan yang akan dikonsumsi untuk tujuan medis dan ilmiah; (b) Jumlah obat yang akan digunakan untuk membuat obat lain, preparat dalam Jadwal III, dan zat yang tidak dicakup dalam Konvensi ini: (c) Stok obat yang terdapat per 31 Desember pada tahun perkiraan tersebut)

    Pasal 12, alinea 3 Konvensi 1961 (16) menyatakan: If any State fails to furnish estimates in respect of any of its territories by the date specified, the Board shall, as far as possible, establish the estimates. The Board in establishing such estimates shall to the extent practicable do so in co-operation with the Government concerned. (Jika suatu negara tidak memberikan perkiraan untuk wilayahnya pada tanggal yang ditentukan, Dewan dapat, sejauh mungkin, menetapkan perkiraan tersebut. Dalam menetapkan perkiraan tersebut, Dewan dapat sejauh memungkinkan secara praktis, melakukannya dengan bekerja sama dengan Pemerintah yang terkait.)

    Laporan INCB tahun 1995 (3) menyarankan bahwa: Governments submit annually to the Board official estimates of the next year's requirements for narcotic drugs... In 1989, the Board requested Governments to critically examine their methods of assessing domestic medical need and to make the changes required to ensure that future estimates would accurately reflect the medical need...If past consumption trends for narcotic drugs are stable, future needs can be estimated by averaging the amounts consumed in recent years and adding a margin for unforeseeable increases. If medical demand for one or more narcotic drugs is increasing in response to unmet needs, the method of estimation should take into account the extent of unmet needs and the potential

    - 20 -

  • effects on future demand of efforts to improve the rational use of narcotic drugs (Setiap tahun pemerintah mengirimkan kepada Dewan perkiraan resmi kebutuhan obat-obatan narkotika tahun depan. Pada tahun 1989, Dewan meminta Pemerintah untuk secara kritis mengkaji metode mereka dalam menilai kebutuhan medis domestik dan untuk membuat perubahan yang diperlukan untuk memastikan bahwa perkiraan masa depan tersebut secara akurat mencerminkan kebutuhan medis sesungguhnya Jika kecenderungan masa lalu dari konsumsi obat-obatan narkotika adalah stabil, kebutuhan di masa depan dapat diperkirakan dengan merata-ratakan jumlah yang dikonsumsi dalam tahun-tahun terakhir dan menambahkan marjin untuk pertambahan yang tak terkirakan. Jika tuntutan medis untuk satu atau lebih obat narkotika makin meningkat akibat kebutuhan yang tak terpenuhi, metode perkiraan harus mempertimbangkan kebutuhan yang tak terpenuhi ini serta kemungkinan efek terhadap permintaan di masa depan akan upaya untuk memperbaiki penggunaan obat-obatan narkotika secara rasional) (hal. 8). To implement these responsibilities, Governments enact laws and take administrative and enforcement measures. Each Government estimates annually the amount of narcotic drugs that will be needed to satisfy all medical and scientific requirements in the country for the next year. The International Narcotics Control Board evaluates, confirms and publishes the amount of narcotic drugs for each Government. Each Government may then manufacture or import narcotic drugs within that amount, and distribute them to medical facilities for the treatment of patients (Untuk menerapkan tanggung jawab ini, Pemerintah menerapkan hukum dan mengambil tindakan administratif dan penegakan hukum yang perlu. Setiap Pemerintah memberikan perkiraan tahunan jumlah obat-obatan narkotika yang akan diperlukan untuk memenuhi semua kebutuhan medis dan ilmiah di negara tersebut pada tahun berikutnya. Dewan Pengendalian Narkotika Internasional mengevaluasi, mengkonfirmasi dan menerbitkan jumlah obat-obatan narkotika untuk setiap Pemerintah. Setiap Pemerintah selanjutnya dapat memproduksi atau mengimpor obat-obatan narkotika dalam jumlah tersebut, dan mendistribusikannya ke fasilitas medis untuk merawat pasien) (hal. 1).

    Dalam menilai perkiraan opioid tahunan, pemerintah harus mempertimbangkan kecenderungan konsumsi masa lalu dan mengantisipasi kebutuhan masa depan dengan meningkatkan perkiraan mereka sebagaimana disarankan oleh INCB agar dapat memenuhi kebutuhan aktual mereka secara memadai. INCB (3) menyarankan agar pemerintah meningkatkan perkiraan kebutuhan obat-obatan narkotika dari tahun ke tahun untuk mengantisipasi meningkatnya konsumsi akibat bertambahnya pendidikan dan meningkatnya kesadaran. Di negara atau wilayah di mana terdapat perkembangan ekonomi dan sosial yang pesat, atau di mana konsumsinya rendah karena penatalaksanaan nyeri yang tidak memadai, atau di mana terdapat perluasan program penghilang nyeri yang baru dilakukan, dapat diharapkan akan terjadi peningkatan perkiraan tahunan yang lebih tinggi dari negara lain:

    Governments should add to their annual estimates of requirements for narcotic drugs a margin of 10 per cent to allow for the possibility

    - 21 -

  • of increased consumption... and, if need be, should add an even greater margin in countries or territories where there is rapid economic and social development (Pemerintah harus menambahkan marjin 10 persen pada perkiraan tahunan kebutuhan obat-obatan narkotika untuk mengantisipasi kemungkinan peningkatan konsumsi dan, jika perlu, harus menambahkan marjin yang lebih tinggi lagi di negara atau wilayah di mana terdapat perkembangan ekonomi dan sosial yang pesat) (hal. 16).

    Panduan 7: Pemerintah harus memberikan perkiraan tambahan ke INCB jika tampaknya ketersediaan obat-obatan narkotika tidak akan memenuhi kebutuhan medis, atau memenuhi kebutuhan darurat atau kebutuhan medis luar biasa. Pada tahun 1995, survei INCB (3) menunjukkan bahwa 60% pemerintah yang menjawab survei telah memasukkan perkiraan tambahan kepada Dewan karena adanya peningkatan kebutuhan medis yang tak terkirakan. Apabila memasukkan perkiraan tambahan, pemerintah harus selalu menyertakan penjelasan atas keadaan yang mengakibatkan peningkatan tersebut. Walaupun perkiraan tambahan tidak boleh dijadikan kebiasaan, disarankan agar perkiraan tambahan dikirimkan oleh Lembaga yang Berwenang dan disampaikan melalui faksimile kepada Dewan agar dapat ditindaklanjuti secara cepat.

    Pada 1998, WHO Expert Committee on the Use of Essential Drugs (Komite WHO tentang Obat-obatan Esensial) (7) menyatakan:

    Following the recommendation of the Committee at its previous meeting, endorsed subsequently by the International Narcotics Control Board, an international consensus was established at the United Nations Commission on Narcotic Drugs in 1996 on the application of simplified control measures to permit the use of morphine in emergency situations. On the basis of this consensus, WHO has developed model guidelines on the simplified control procedures and distributed them to national drug regulatory authorities (Mengikuti rekomendasi Komite pada pertemuan sebelumnya, yang disetujui oleh Dewan Pengendalian Narkotika Nasional, telah dicapai sebuah konsensus di United Nations on Narcotic Drugs pada tahun 1996 mengenai penerapan tindakan pengendalian sederhana untuk mengizinkan penggunaan morfin dalam situasi darurat. Berdasarkan konsensus ini, WHO telah mengembangkan model panduan tentang prosedur pengendalian sederhana dan mendistribusikannya ke lembaga pengatur obat-obatan nasional yang berwenang) (hal. 57).

    - 22 -

  • Pada tahun 1995, INCB (3) menyatakan: If there are unforeseen increases in medical demand, Governments may submit supplementary estimates to the Board at any time. Requests for supplementary estimates are acted on expeditiously (Jika ada peningkatan yang tak terduga dalam kebutuhan medis, Pemerintah dapat mengirimkan perkiraan tambahan kepada Dewan kapan saja. Permintaan perkiraan tambahan akan ditindaklanjuti secara cepat) (hal. 1).

    If medical demand exceeds the estimates, governments may submit supplementary estimates at any time; these are examined and confirmed expeditiously by the Board. In recent years, the number of supplementary estimates has increased significantly (Jika kebutuhan medis melebihi perkiraan, pemerintah dapat mengirimkan perkiraan tambahan kapan saja; ini akan diperiksa dan dikonfirmasikan secara cepat oleh Dewan. Dalam tahun-tahun terakhir, jumlah perkiraan tambahan telah meningkat secara signifikan) (hal. 8).

    Pasal 12, alinea 5 Konvensi Tunggal 1961 (16) menyatakan: The Board, with a view to limiting the use and distribution of drugs to an adequate amount required for medical and scientific purposes and to ensuring their availability for such purposes, shall as expeditiously as possible confirm the estimates, including supplementary estimates, or, with the consent of the Government concerned, may amend such estimates. (Dewan, dengan pertimbangan membatasi penggunaan dan distribusi obat-obatan hingga sejumlah yang diperlukan untuk tujuan medis dan ilmiah dan untuk memastikan ketersediaannya untuk tujuan tersebut, akan secepat mungkin mengkonfirmasikan perkiraan tersebut, termasuk perkiraan tambahan, atau, dengan persetujuan Pemerintah yang terkait, dapat mengubah perkiraan tersebut.)

    Pasal 21, alinea 4 (b) Konvensi 1961 (16) menyatakan bahwa: ...Parties shall not during the year in question authorize any further exports of the drug concerned to that country or territory, except: (i) In the event of a supplementary estimate being furnished for that country or territory in respect both of any quantity over-imported and of the additional quantity required, or (ii) In exceptional cases where the export, in the opinion of the Government of the exporting country, is essential for the treatment of the sick. (Para Pihak tidak boleh selama tahun tersebut memberi tambahan izin ekspor obat tersebut ke negara atau wilayah tersebut, kecuali: (i) Jika ada perkiraan tambahan yang dimasukkan untuk negara atau wilayah tersebut dalam hal jumlah kelebihan impor dan jumlah tambahan yang diperlukan, atau (ii) Dalam kasus luar biasa di mana ekspor tersebut, menurut pendapat Pemerintah negara pengekspor, sangat penting bagi perawatan orang sakit.)

    Panduan 8: Pemerintah harus memasukkan laporan statistik tahunan ke INCB tentang produksi, pabrikan, perdagangan, penggunaan dan stok obat-obatan narkotika.

    - 23 -

  • Pasal 20, alinea 1 Konvensi 1961 (16) menyatakan: The Parties shall furnish to the Board for each of their territories, in the manner and form prescribed by the Board, statistical returns on forms supplied by it in respect of the following matters: (a) Production or manufacture of drugs; (b) Utilization of drugs for the manufacture of other drugs, of preparations in Schedule III and of substances not covered by this Convention, and utilization of poppy straw for the manufacture of drugs; (c) Consumption of drugs; (d) Imports and exports of drugs and poppy straw; (e) Seizures of drugs and disposal thereof; (f) Stocks of drugs as at 31 December of the year to which the returns relate; and (g) Ascertainable area of cultivation of the opium poppy. (Para Pihak harus memberikan kepada Dewan untuk setiap wilayahnya, dalam cara dan bentuk yang ditentukan Dewan, data statistik atas bentuk yang dipasoknya dalam hal: (a) Produksi atau pembuatan obat; (b) Penggunaan obat untuk membuat obat lainnya, pembuatan preparat dalam Jadwal III dan pembuatan zat yang tidak tercakup dalam Konvensi ini, dan penggunaan batang ganja untuk membuat obat; (c) Konsumsi obat; (d) Impor dan ekspor obat dan batang ganja; (e) Penyitaan obat dan pembuangannya; (f) Stok obat per tanggal 31 Desember pada tahun yang terkait dengan data tersebut; dan (g) Area pertanian ganja opium yang dapat diverifikasi.)

    Panduan 9: Pemerintah harus melaksanakan dialog dengan para profesional perawatan kesehatan mengenai persyaratan legal untuk meresepkan dan mengeluarkan obat-obatan narkotika. Pada 1995, survei INCB (3) tentang halangan atas ketersediaan opioid menemukan bahwa salah satu halangan yang signifikan adalah ketakutan sanksi legal yang dirasakan para profesional perawatan kesehatan. Secara spesifik, keengganan untuk meresepkan atau menyimpan opiat diakibatkan oleh kehawatiran akan sanksi legal; ini adalah halangan yang paling sering ketiga (47% responden).

    Pada tahun 1989, INCB (9) menyarankan agar: Health professionals... should be able to...[provide opiates]...without unnecessary fear of sanctions for unintended violations...[including]... legal action for technical violations of the law...[that]...may tend to inhibit the prescribing or dispensing of opiates (Para profesional kesehatan.. harus mampu untuk.. [menyediakan opiat] tanpa harus merasa takut akan sanksi akibat pelanggaran yang tidak sengaja... [termasuk]... tindakan legal untuk pelanggaran teknis hukum... [yang]... dapat cenderung menghalangi pengeluaran resep atau pengeluaran opiat) (hal. 15).

    Laporan INCB (3) lebih jauh menyarankan pada tahun 1995: Governments should communicate with health professionals about the legal requirements for prescribing and dispensing narcotic drugs and should provide an opportunity to discuss mutual concerns (Pemerintah harus berkomunikasi dengan para profesional kesehatan mengenai persyaratan legal dalam meresepkan dan mengeluarkan obat-

    - 24 -

  • obatan narkotika dan harus menyediakan kesempatan untuk membahas (hal. 16).

    Pada tahun 1990, WHO Expert Committee on Cancer Pain Relief and Active Supportive Care (Komite Pakar WHO untuk Penghilang Nyeri Kanker dan Perawatan Pendukung Aktif) (4) mengakui bahwa:

    Health care workers may be reluctant to prescribe, stock or dispense opioids if they feel that there is a possibility of their professional licenses being suspended or revoked by the governing authority in cases where large quantities of opioids are provided to an individual, even though the medical need for such drugs can be proved (Pekerja kesehatan mungkin enggan meresepkan, menyimpan atau mengeluarkan opioid jika mereka merasa bahwa ada kemungkinan lisensi profesional mereka akan dicabut sementara atau dibatalkan oleh pihak berwenang jika memberikan opioid dalam jumlah besar kepada seseorang, walaupun terbukti ada kebutuhan medis untuk obat-obatan tersebut) (hal. 39).

    Kemudian, pada tahun 1996, WHO Expert Committee on Cancer Pain Relief and Active Supportive Care (Komite Pakar WHO untuk Penghilang Nyeri Kanker dan Perawatan Pendukung Aktif) (5) menyatakan:

    It is understood that regulatory requirements for physicians, nurses and pharmacists to dispense opioids to patients will differ from country to country. However, the following are general guidelines that can be used to develop a practical system. (Dipahami bahwa persyaratan wajib bagi dokter dan perawat dan apoteker untuk memberikan opioid kepada pasien akan berbeda dari negara ke negara. Namun, berikut adalah panduan umum yang dapat digunakan untuk mengembangkan sistem praktis.) Legal authority: Physicians, nurses and pharmacists should be legally empowered to prescribe, dispense and administer opioids to patients in accordance with local needs. (Wewenang hukum: Dokter, perawat dan apoteker harus diberdayakan secara hukum untuk meresepkan, mengeluarkan dan memberikan opioid kepada pasien sesuai dengan kebutuhan setempat.) Accountability: They must dispense opioids for medical purposes only and must be held responsible in law if they dispense them for non-medical purposes. Appropriate records must be kept. If physicians are required to keep records other than those associated with good medical practice, the extra work incurred should be practicable and should not impede medical activities. Hospitals and pharmacists must be legally responsible for safe storage and the recording of opioids received and dispensed. Reasonable record keeping and accountability provisions should not discourage health care workers from prescribing or stocking adequate supplies of opioids (Akuntabilitas: Mereka harus mengeluarkan opioid hanya untuk tujuan medis saja dan harus bertanggung jawab secara hukum jika mengeluarkan obat ini bukan untuk tujuan medis. Harus ada catatan yang sesuai. Jika dokter diharuskan memiliki catatan selain dari yang dibutuhkan untuk tujuan

    - 25 -

  • praktik medis yang baik, tugas tambahan ini harus dapat dilaksanakan secara wajar dan tidak boleh menghalangi kegiatan medis. Rumah sakit dan apotik harus bertanggung jawab secara medis untuk penyimpanan yang aman dan pencatatan opioid yang diterima dan dikeluarkan.

    Pencatatan yang wajar dan ketentuan akuntabilitas tidak boleh menghalangi pekerja perawatan kesehatan untuk meresepkan atau menyimpan pasokan opioid yang memadai) (hal. 57-58).

    Demikian pula, profesional perawatan kesehatan dianjurkan untuk melaksanakan dialog dengan pemerintah. Pada tahun 1995, INCB (3) menyatakan:

    Educational institutions and non-governmental health-care organizations, including the International Association for the Study of Pain and other health-care representatives, should establish ongoing communication with Governments about national requirements for the medical use of narcotic drugs, unmet needs for narcotic drugs and impediments to the availability of narcotic drugs for medical purposes (Lembaga pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat di bidang perawatan kesehatan, termasuk International Association for the Study of Pain serta perwakilan perawatan kesehatan lainnya, harus menyelenggarakan komunikasi terus menerus dengan Pemerintah mengenai persyaratan nasional untuk penggunaan obat-obatan narkotika secara medis, kebutuhan obat-obatan narkotika yang tak terpenuhi dan halangan pada ketersediaan obat-obatan narkotika untuk tujuan medis) (hal. 18).

    Panduan 10: Pihak berwenang pengendali obat nasional dan profesional perawatan kesehatan harus bekerja sama untuk memastikan ketersediaan analgesik opioid untuk tujuan medis dan ilmiah, termasuk penghilang rasa sakit. INCB dan Who telah memberikan beberapa rekomendasi yang menekankan pentingnya pertukaran informasi dan komunikasi antara para pembuat peraturan dan profesional perawatan kesehatan. WHO Expert Committee on Cancer Pain Relief and Active Supportive Care (Komite Pakar WHO untuk Penghilang Nyeri Kanker dan Perawatan Pendukung Aktif) (5) menemukan pada tahun 1996 bahwa:

    Communication between health workers and drug regulators is essential in order to ensure that each understands the others aims. It is important for pain management experts and medical associations to understand about the national estimate of opioid needs, and be aware of the concerns of regulators. Opioid abuse is a reality, and health care workers must cooperate in the campaign to prevent diversion. It is also important for regulators to learn about the importance of pain relief both for individual patients and for public health in general. Information about cancer pain, where and how cancer patients are treated, and the training of health care personnel will help regulators whose job it is to ensure the integrity of the distribution system. The knowledge that opioid use needs to increase will help regulators to make appropriate changes in the annual estimate (Komunikasi antara pekerja kesehatan dan

    - 26 -

  • regulator obat adalah sangat penting untuk memastikan bahwa setiap pihak memahami tujuan pihak lainnya. Penting bagi para pakar penatalaksanaan nyeri dan asosiasi medis untuk memahami perkiraan kebutuhan opioid nasional, dan menyadari permasalahan yang dihadapi regulator. Penyalahgunaan opioid adalah kenyataan, dan pekerja perawatan kesehatan harus bekerja sama dalam kampanye untuk mencegah penyelewengan. Juga penting bagi regulator untuk mengetahui pentingnya penghilang nyeri bagi pasien individual maupun bagi kesehatan masyarakat secara umum. Informasi mengenai nyeri kanker, di mana dan bagaimana pasien kanker dirawat, serta pelatihan personalia perawatan kesehatan akan membantu regulator yang tugasnya memastikan integritas sistem distribusi obat. Pengetahuan bahwa penggunaan opioid perlu ditingkatkan akan membantu regulator mengubah perkiraan tahunan.) (hal. 49).

    INCB (3) menyarankan beberapa bidang subjek yang harus menjadi fokus komunikasi antara regulator dan profesional kesehatan:

    Governments should establish a system to collect information from medical facilities that care for surgical, cancer and other patients, from organizations that are working to improve the rational use of narcotic drugs and from manufacturers, distributors, exporters and importers and should establish groups of knowledgeable individuals to assist in obtaining information about changing medical needs (Pemerintah harus menetapkan sistem untuk mengumpulkan informasi dari fasilitas medis yang menangani pasien bedah, kanker dan pasien lainnya, dari organisasi yang bertujuan meningkatkan penggunaan obat-obatan narkotika secara rasional dan dari pabrikan, distributor, eksportir dan importir dan harus menetapkan kelompok yang beranggotakan perorangan yang memiliki pengetahuan untuk membantu mendapatkan informasi tentang kebutuhan medis yang berubah-ubah) (hal. 15-16).

    Governments should inform health professionals about the WHO analgesic method for cancer pain relief (Pemerintah harus memberi tahu profesional kesehatan tentang metode analgesik WHO untuk menghilangkan nyeri kanker) (hal. 16).

    Governments should communicate with health professionals about the legal requirements for prescribing and dispensing narcotic drugs and should provide an opportunity to discuss mutual concerns (Pemerintah harus berkomunikasi dengan para profesional kesehatan mengenai persyaratan legal dalam meresepkan dan mengeluarkan obat-obatan narkotika dan harus menyediakan kesempatan untuk membahas (hal. 16).

    Educational institutions and non-governmental health-care organizations, including the International Association for the Study of Pain and other health-care representatives, should teach students in health-care professions and licensed practitioners about the rational use of narcotic drugs, their adequate control and the correct use of terms related to dependence...[and]...should establish ongoing communication with Governments about national requirements for the medical use of narcotic drugs, unmet needs for narcotic drugs and impediments to the

    - 27 -

  • availability of narcotic drugs for medical purposes (Lembaga pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat di bidang perawatan kesehatan, termasuk International Association for the Study of Pain serta perwakilan perawatan kesehatan lainnya, harus mengajarkan profesi perawatan kesehatan dan praktisi berlisensi mengenai penggunaan obat-obatan narkotika yang rasional, pengendaliannya secara memadai serta penggunaan istilah 'ketergantungan' secara benar ... [dan].... harus menyelenggarakan komunikasi terus menerus dengan Pemerintah mengenai persyaratan nasional untuk penggunaan obat-obatan narkotika secara medis, kebutuhan obat-obatan narkotika yang tak terpenuhi dan halangan pada ketersediaan obat-obatan narkotika untuk tujuan medis) (hal. 18).

    Dari waktu ke waktu, dokter mungkin ditekan untuk menyediakan zat yang dikontrol bagi orang yang bukan pasien mereka, atau untuk tujuan lain selain tujuan medis yang sah. Tekanan tersebut dapat menjadi ancaman pada keselamatan dan keamanan para praktisi medis. Menyerah pada tekanan tersebut juga melanggar hukum dan merupakan praktik medis yang tidak etis. Karena itu, salah satu bidang kerja sama antara pemerintah dan asosiasi medis nasional adalah mengenali tekanan tersebut jika ada, mengatasi sumber tekanan tersebut, dan mencari cara untuk mendukung dokter agar menolak tekanan seperti itu.

    Pada tahun 1986, World Medical Association (Asosiasi medis Dunia) (17) menyatakan:

    Physicians must have the professional freedom to care for their patients without interference. The exercise of the physician's professional judgement and discretion in making clinical and ethical decisions in the care and treatment of patients must be preserved and protected (Dokter harus memiliki kebebasan profesional untuk merawat pasien tanpa gangguan. Hak dokter untuk melakukan pertimbangan profesional dalam mengambil keputusan klinis dan etis dalam perawatan dan perlakuan pasien harus dilestarikan dan dilindungi) (hal. 1).

    Panduan 11: Pemerintah harus memastikan, bekerja sama dengan pemegang lisensi, bahwa pengadaan, pembuatan, dan distribusi obat-obatan opioid dilakukan secara tepat waktu agar tidak ada kekurangan pasokan, dan bahwa obat-obatan tersebut selalu tersedia bagi pasien apabila dibutuhkan. Dalam beberapa kejadian, bahkan pada keadaan di mana tidak ada halangan khusus dalam kebijakan pengendalian obat nasional, proses pengadaan dan/atau pendistribusian obat-obatan opioid dapat menghalangi sampainya pasokan obat ke pasien secara memadai. WHO dan INCB telah menangani situasi ini.

    Pada tahun 1986, peserta WHO Meeting on the Comprehensive Management of Cancer Pain (Pertemuan WHO tentang Penatalaksanaan Komprehensif Nyeri Kanker) (6) menemukan bahwa:

    There is a lack of flexibility in existing drug distribution systems that prevents a wider variety of professional health care workers from

    - 28 -

  • prescribing and/or distributing drugs for relief of cancer pain (Sistem distribusi obat yang ada kurang fleksibel sehingga menghalangi lebih banyak pekerja perawatan kesehatan profesional dari meresepkan dan/atau mendistribusikan obat penghilang nyeri kanker) (hal. 29).

    The proliferation of national laws and/or administrative measures regulating the prescription and distribution of opioid drugs necessary for cancer pain relief has hindered access by patients to these drugs (Maraknya kemunculan hukum nasional dan/atau tindakan administratif yang mengatur penulisan resep dan distribusi obat-obatan opioid yang perlu untuk menghilangkan nyeri kanker telah menghalangi akses pasien ke obat-obatan ini) (hal. 28).

    Pada tahun 1990, WHO Expert Committee on Cancer Pain Relief and Active Supportive Care (Komite Pakar WHO untuk Penghilang Nyeri Kanker dan Perawatan Pendukung Aktif) (4) menyatakan:

    Manufacturers and/or distributors should be empowered to import, manufacture, stock and distribute opioids in keeping with the international drug conventions and good medical practice (Pabrikan dan/atau distributor harus diberdayakan untuk mengimpor, membuat, menyimpan dan mendistribusikan opioid sesuai dengan konvensi obat internasional dan praktik medis yang baik) (hal. 39).

    Pada tahun 1996, WHO Expert Committee on Cancer Pain Relief and Active Supportive Care (Komite Pakar WHO untuk Penghilang Nyeri Kanker dan Perawatan Pendukung Aktif) (5) menyatakan:

    After the estimate has been confirmed by the INCB, a country may either import or manufacture opioids. In both cases, the participants in the distribution chain should endeavour to ensure that the supply is reliable. Interruptions in the distribution of opioids is distressing for both patients and families and must be avoided (Setelah perkiraan dikonfirmasikan oleh INCB, suatu negara dapat mengimpor atau memproduksi opioid. Dalam kedua kasus, peserta dalam rantai distribusi harus berupaya untuk memastikan bahwa pasokan cukup handal. Gangguan distribusi opioid dapat menimbulkan tekanan pada pasien dan keluarganya sehingga harus dihindari) (hal. 50).

    Pada tahun 1995, laporan INCB (3) menyarankan bahwa: Governments that have not done so should determine whether there are undue restrictions in national narcotics laws, regulations or administrative policies that impede prescribing, dispensing or needed treatment of patients with narcotic drugs, or their availability and distribution for such purposes, and should make the necessary adjustments (Emphasis added) (Pemerintah yang belum melakukan itu harus menentukan apakah ada pembatasan yang berlebihan dalam hukum narkotika nasional, peraturan atau kebijakan administratif yang menghalangi penulisan resep, pengeluaran atau perlakuan medis yang dibutuhkan pasien kanker dengan menggunakan obat narkotika, atau

    - 29 -

  • ketersediaan dan distribusi obat narkotika untuk tujuan tersebut, dan harus melakukan perubahan yang diperlukan (Tekanan ditambahkan)) (hal. 15).

    Governments that experience interruptions in supply of narcotic drugs because of delays in importation or for other reasons should examine the situation and develop a system to accomplish in a timely manner the steps involved, such as issuing licences, arranging for payment, carrying out paperwork, transporting the drugs, taking the drugs through customs and distributing the drugs to medical facilities (Pemerintah yang mengalami gangguan dalam pasokan obat-obatan narkotika karena kelambatan dalam importasi atau karena alasan lain harus