materi presbo
TRANSCRIPT
LANDASAN TEORI
SEROTINUS (POST DATE / POST MATUR)
1. A. Definisi
Kehamilan post matur menurut Prof. Dr. dr. Sarwono Prawirohardjo adalah
kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu lengkap di hitung
dari HPHT. Sedangkan menurut Ida Bagus Gde Manuaba kehamilan lewat waktu
adalah kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi persalinan.
B. Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui, faktor yang dikemukakan adalah :
1. Hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun
kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap
oksitosin berkurang.
2. Herediter, karena post naturitas sering dijumpai pada suatu keluarga
tertentu
3. Kadar kortisol pada darah bayi yang rendah sehingga disimpulkan
kerentanan akan stress merupakan faktor tidak timbulnya His
4. Kurangnya air ketuban
5. Insufiensi plasenta
C. Permasalahan Kehamilan Lewat Waktu
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup
memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga mempunyai risiko asfiksia
sampai kematian adalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju
sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :
1. Pertumbuhan janin makin lambat
2. terjadi perubahan metabolisme janin
3. Air ketuban berkurang dan makin kental
4. Sebagian janin bertambah berat, serhingga memerlukan tindakan
persalinan
5. Berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia dan
setiap saat dapat meninggal di rahim.
6. Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
(Menurut Manuaba dalam Buku Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB
Untuk Pendidikan Bidan, 1998)
D. Tanda Bayi Post Matur
Tanda postterm dapat di bagi dalam 3 stadium (Sarwono Prawirohardjo) :
Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering,
rapuh dan mudah mengelupas.
Stadium II
Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit
Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat
Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998)
1. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram)
2. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
4. Verniks kaseosa di bidan kurang
5. Kuku-kuku panjang
6. Rambut kepala agak tebal
7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel
E. Diagnosa
1. Bila tanggal HPHT di catat dan diketahui wanita hamil,
diagnosis tidak sukar
2. Bila wanita tidak tahu, lupa atau tidak ingat, atau sejak melahirkan yang
lalu tidak dapat haid dan kemudian menjadi hamil, hal ini akan sukar
memastikannya. Hanyalah dengan pemeriksaan antenatal yang teratur
dapat diikuti tinggi dan naiknya fundus uteri, mulainya gerakan janin dan
besarnya janin dapat membantu diagnosis.
3. Pemeriksaan berat badan diikuti, kapan menjadi berkurang, begitu pula
lingkaran perut dan jumlah air ketuban apakah berkurang.
4. Pemeriksaan rontgenologik, dapat dijumpai pusat-pusat penulangan
pada bagian distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid,
diameter bipariental 9,8 cm atau lebih.
5. USG : ukuran diameter bipariental, gerakan janin dan jumlah air
ketuban
6. Pemeriksaan sitologik air ketuban : air ketuban diambil dengan
amniosentesis, baik transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban
akan bercampur lemak dari sel-sel kulit yang dilepas janin setelah
kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh
dipulas dengan sulfat biru nil maka sel-sel yang mengandung lemak
akan berwarna jingga. Bila :
Melebihi 10% : kehamilan di atas 36 minggu
Melebihi 50% : kehamilan di atas 39 minggu
7. Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya
karena dikeruhi mekonium.
8. Kardiotografi : mengawasi dan membaca DJJ, karena insufiensi
plasenta
9. Uji Oksitosin (stress test) : yaitu dengan infus tetes oksitosin dan
diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin
kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.
10. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
11. Pemeriksaan PH darah kepala janin
12. Pemeriksaan sitologi vagina
(Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998)
F. Pengaruh terhadap ibu dan janin
Terhadap ibu : partus lama, kesalahan letak, insersia uteri, perdarahan
postpartum.
Terhadap janin : jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali
lebih besar dari kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan menambah
bahaya pada janin. Pengaruh post maturitas pada janin bervariasi : berat badan
janin dapat bertambah besar, tetp, dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan
42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan. Bayi
besar dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik. Oligohidramnion dapat
menyebabkan kompresi tali pusat, gawat janin sampai bayi meninggal.
Keluarnya mekoneum yang dapat menyebabkan aspirasi mekoneum.(Menurut
Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998)
G. Penatalaksanaan
1. Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring
janin sebaik-baiknya.
2. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat
3. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau
sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa
amniotomi.
4. Bila :
5. Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim
6. Terdapat hipertensi, pre-eklampsia
7. Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas
8. Pada kehamilan > 40-42 minggu
Maka ibu dirawat di rumah sakit
1. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada
1. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
2. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi
gawat janin, atau
3. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-
eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan
kesalahan letak janin.
2. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama
akan sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar;
dan kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu
dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih peka terhadap sedatif
dan narsoka, jadi pakailah anestesi konduksi. menurut Rustam Mochtar,
Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998)
H. Pertimbangan Persalinan Anjuran (induksi)
Persalinan anjuran bertujuan untuk dapat :
1. Merangsang otot rahim berkontraksi, sehingga persalinan berlangsung
2. Membuktikan ketidakseimbangan antara kepala janin dengan jalan lahir
bishop telah menetapkan beberapa penilaian agar persalinan induksi
dapat berhasil seperti yang ditujukan pada tabel berikut :
Keadaan fisik Nilai Total Nilai
Pembukaan serviks 0 cmPerlunakan 0-
30%
Konsistensi serviks kaku
Arah serviks ke belakang
Kedudukan bagian terendah -3
0
Pembukaan 1-2 cmPerlunakan serviks 40-
50%
Konsistensi serviks sedang
Arah serviks ke tengah
Kedudukan bagian terendah -2
1
Pembukaan 3-4 cmPerlunakan 60-70%
Konsistensi serviks lunak
Kedudukan bagian terendah -1-0
2
Pembukaan di atas 5 cmPerlunakan 80%
+
3
I. Persalinan anjuran atau induksi persalinan dapat dilakukan dengan
metode:
1. Metode Stein
Persalinan anjuran mulai pagi hari.
1. Pukul 6.00 : 30 cc oleum ricini
2. Pukul 7.00 : bisulfas kinine 0,200 gr
3. Pukul 8.00 : bisulfas kinine 0,200 gr + klisma air sabun hangat 1 liter
4. Pukul 9.00 : bisulfas kinine, suntikan pituitrin 0,2 cc
5. Pukul 10.00 : bisulfas kinine, suntikan pituitrin 0,2 cc
6. Pukul 11.00 : bisulfas kinine, suntikan pituitrin 0,2 cc
7. Pukul 12.00 : bisulfas kinine, suntikan pituitrin 0,2 cc
8. Pukul 14.00 : hanya suntikan pituitrin 0,2 cc
9. Pukul 16.00 : hanya suntikan pituitrin 0,2 cc
10. Pukul 18.00 : hanya suntikan pituitrin 0,2 cc
Sekalipun metode stein sudah ditinggalkan, tetapi untuk pengetahuan bidan
masih perlu diketahui.
Selama metode stein, kehamilan lewat waktu akan mendapatkan :
1. 1,2 gr bisulfas kinine
2. 1,4 cc pituitrin injeksi
Persalinan anjuran dengan metode ini di luar rumah sakit berbahaya karena
dapat terjadi :
1. Kontraksi rahim yang kuat sehingga dapat mengancam :
1) Ketuban pecah saat pembukaan kecil
2) Ruptura uteri membakat
3) Gawat janin dalam rahim
(Menurut Manuaba dalam Buku Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB
Untuk Pendidikan Bidan, 1998)
K. Pengelolaan Intrapartum
1. Pasien tidur miring sebelah kiri
2. Pergunakan pemantauan elektronik jantung janin
3. Beri oksigen bila ditemukan keadaan jantung yang abnormal
4. Perhatikan jalannya persalinan
5. Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap
kemungkinan hipoglikemi, hipovolemi, hipotermi dan polisitemi (Dikutip
dari Buku Maternal dan Neonatal, 2002)
L. Mencegah Aspirasi Mekoneum
Apabila ditemukan cairan ketuban yang terwarnai mekoneum harus segera
dilakukan resusitasi sebagai berikut :
1. Penghisapan nasofaring dan drofaring posterior secara agresif sebelum
dada janin lahir
2. Bila mekoneum tampak pada pita suara, pemberian venitasi dengan
tekanan positif dan tangguhkan dahulu sampai trakea telah di latubasi
dan penghisapan yang cukup.
3. Intubasi trakea harus dilakukan rutin bila ditemukan mekoneum yang
tebal.(Dikutip dari Buku Maternal dan Neonatal, 2002)
A. Persalinan Postterm
1. Pengertian
Persalinan postterm adalah persalinan melampaui umur hamil 42
minggu dan pada janin terdapat tanda postmaturitas (Manuaba, 2007).
Definisi standar untuk kehamilan dan persalinan lewat bulan adalah
294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari
setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena tidak
menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan
dan maturitas janin ( Varney Helen, 2007).
Persalinan postterm menunjukkan kehamilan berlangsung sampai 42
minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir
menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari
(Prawirohardjo, 2008).
2. Etiologi
Menurut Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya (Ilmu Kebidanan,
2008) faktor penyebab kehamilan postterm adalah :
a. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya
merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam
memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin , sehingga terjadinya
kehamilan dan persalinan postterm adalah karena masih
berlangsungnya pengaruh progesteron.
b. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan
postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin
secara fisiologis memegang peranan penting dalam
menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari
neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan
lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebabnya.
c. Teori Kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk
dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan
tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya
berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin.
Pada cacat bawaan janin seperti anansefalus, hipoplasia
adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin
akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik
sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
d. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser
akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana
tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan
letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi
kesemuanya diduga sebagai penyebabnya.
e. Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwa seseorang ibu yang
mengalami kehamilan postterm mempunyai kecenderungan
untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya.
Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan
bahwa bilamana seseorang ibu mengalami kehamilan
postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar
kemungkinan anak perempuannya mengalami kehamilan
postterm.
3. Diagnosa
Tidak jarang seorang bidan mengalami kesulitan dalam
menentukan diagnosis karena diagnosis ditegakkan berdasarkan umur
kehamilan, bukan terhadap kondisi kehamilan. Diagnosis dapat
ditentukan melalui (Prawirohardjo, 2008) :
a. Riwayat Haid
Diagnosis tidak sulit untuk ditegakkan apabila hari pertama haid
terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat
dipercaya, diperlukan beberapa kriteria antara lain,
1) Penderita harus yakin betul dengan HPHT-nya
2) Siklus 28 hari dan teratur
3) Tidak minum pil antihamil setidaknya 3 bulan terakhir
Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung
menurut rumus Naegele. Berdasarkan riwayat haid,
seseorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan
dan persalinan postterm kemungkinan adalah sebagai
berikut:
1) Terjadi kesalahan dalam menetukan tanggal haid
terakhir atau akibat menstruasi abnormal.
2) Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjad
kelambatan ovulasi.
3) Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan
kehamilan memang berlangsung lewat bulan (keadaan ini
sekitar 20-30% dari seluruh penderita yang diduga
kehamilan postterm).
b. Riwayat Pemerikasaan Antenatal
1) Tes Kehamilan
Bila pasien melakukan tes imunologik sesudah terlambat
2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang
telah berlangsung 6 minggu.
2) Gerak Janin
Gerak janin atau quickening pada umumnya dirasakan
ibu pada umur kehamilan 18-20 minggu. Pada
primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18
minggu, sedangkan pada multigravida pada 16 minggu.
Petunjuk umum untuk menentukan persalinan adalah
quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau
ditambah 24 minggu pada multigravida.
3) Denyut Jantung Janin (DJJ)
Dengan stetoskop Laenec DJJ dapat didengar mulai umur
18-20 minggu, sedangkan dengan Doppler dapat
terdengar pada umur kehamilan 10-12 minggu.
Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan postterm
bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan
sebagai berikut:
1) Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif.
2) Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar
dengan Doppler.
3) Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerakan janin
pertama kali.
4) Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ
pertama kali dengan stetoskop Laennec.
c. Tinggi Fundus Uteri
Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial
dalam sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara
berulang tiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat
menentukan umur kehamilan secara kasar.
d. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Bila telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama
sejak trimester pertama,hamper dapat dipastikan usia kehamilan.
Pada trimester pertamapemeriksaan panjang kepala-tungging (crown-
rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari
taksiran persalinan.
e. Pemeriksaan Radiologi
Dapat dilakukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran
epifiisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32
minggu, epifisis tibia proksimal terlihat setelah umur kehamilan 36
minggu dan epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu.
f. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kadar lesitin/spinngomielin
Bila lesitin/spinngomielin dalam cairan amniom kadarnya sama,
maka umur kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar
spingomielin: 28-32 minggu, pada kehamilan genap bulan rasio
menjadi 2:1 . Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan
kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan untuk menentukan
apakah janin cukup umur/matang untuk dilahirkan yang berkaitan
dengan mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.
2) Aktivitas tromboplastin cairan amniom
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion
mempercepat waktu pembekuan darah. Aktifitas ini meningkat dengan
bertambahnya umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41-42 minggu
ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42
minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapatkan ATCA
antara 42-46 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung lewat
waktu.
2) Sitologi cairan amnion
3) Pengecatan nile bluesulphate dapat melihat sel lemak
dalam cairan amnion. Bila jumlah sel yang mengandung
lemak melebihi 10% maka kehamilan diperkirakan 36
minggu dan apabila 50% atau lebih maka umur kehamilan
39 minggu atau lebih.
4) Sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik > 20%)
mempunyai sensitivitas 75 %.
Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada persalinan postterm adalah:
a. Terhadap Ibu
Persalinan postterm dapat menyebabkan distosis karena aksi
uterus tidak terkoordinir, janin besar, moulding kepala kurang. Maka
akan sering dijumpai seperti partus lama, kesalahan letak, inersia
uteri, distosia bahu, robekan luas jalan lahir, dan perdarahan
postpartum. Hal ini akan menaikkan angka mordibitas dan mortalitas
(Prawirohardjo, 2006).
b. Terhadap Janin
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak
sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga
mempunyai risiko asfiksia, hipoksia, hipovolemia, asidosis,
hipoglikemia, hipofungsi adrenal sampai kematian dalam rahim
(Saifuddin, 2002).
Tanda Bayi Postmatur
Tanda postmatur dapat di bagi dalam 3 stadium (Prawirohardjo,
2008) :
a. Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa
kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
b. Stadium II
Gejala diatas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit.
c. Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.
Menurut Manuaba 2007, tanda bayi postmatur adalah:
a. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram).
b. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur.
c. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang.
d. Verniks kaseosa di badan berkurang.
e. Kuku-kuku panjang.
f. Rambut kepala agak tebal.
g. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel.
Penatalaksanaan
Tindakan yang penting dilakukan (Saifuddin, 2002) adalah:
a. Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah
monitoring janin sebaik-baiknya.
b. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan
spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat.
c. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks,
kalau sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau
tanpa amniotomi.
d. Bila :
1) Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim.
2) Terdapat hipertensi, pre-eklampsia.
3) Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas.
4) Pada kehamilan > 40-42 minggu.
Maka ibu dirawat di rumah sakit :
e. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada.
1) Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang.
2) Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat
janin.
3) Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-
eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan
kesalahan letak janin.
f. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama
akan sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar
dan kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu
dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih peka terhadap
sedatif dan narkosa, jadi pakailah anestesi konduksi.
Pertimbangan Persalinan Anjuran
Persalinan anjuran bertujuan untuk dapat (Wiknjosastro, 2000):
a. Merangsang otot rahim berkontraksi, sehingga persalinan
berlangsung.
b. Membuktikan ketidakseimbangan antara kepala janin dengan jalan
lahir bishop telah menetapkan beberapa penilaian agar persalinan
induksi dapat berhasil seperti yang ditujukan pada tabel berikut :
Tabel 1.1
Skor Bishop
Keadaan Fisik Nilai Total Nilai
Pembukaan serviks 0 cm perlunakan 0-30%
Konsistensi serviks kaku
Arah serviks ke belakang
Kedudukan bagian terendah -3 0 0
Pembukaan 1-2 cm perlunakan serviks 40-50%
Konsistensi serviks sedang
Arah serviks ke tengah
Kedudukan bagian terendah -2 1 1
Pembukaan 3-4 cm perlunakan 60-70%
Konsistensi serviks lunak
Kedudukan bagian terendah -1-0 2 2
Pembukaan di atas 5 cm perlunakan 80% + 3 3
Persalinan anjuran atau induksi persalinan dapat dilakukan dengan
metode (Manuaba, 2007):
a. Metode Stein
Metode Steinsche merupakan metode lama, tetapi masih perlu
diketahui, yaitu:
a) Penderita diharapkan tenang pada malam harinya.
b) Pada pagi harinya diberikan enema dengan caster oil atau sabun
panas.
c) Diberikan pil kinine sebesar 0,200 gr, setiap jam sampai mencapai
dosis 1,200 gr.
d) Satu jam setelah pemberian kinine pertama, disuntikkan oksitosin
0,2 unit/jam sampai tercapai his yang adekuat.
Persalinan anjuran dengan metode ini di luar rumah sakit berbahaya
karena dapat terjadi :
1) Kontraksi rahim yang kuat sehingga dapat mengancam : ketuban
pecah saat pembukaan kecil, ruptura uteri membakat, gawat janin
dalam rahim.
2) Kelambatan melakukan rujukan, dapat merugikan penderita.
3) Persalinan anjuran dengan infus pituitrin (sintosinon).
b. Persalinan anjuran dengan infus oksitosin, pituitrin atau sintosinon 5
unit dalam 500 cc glukosa 5%.
Teknik induksi dengan infus glukosa lebih sederhana, dan mulai
dengan 8 tetes, dengan teknik maksimal 40 tetes/menit. Kenaikan
tetesan setiap 15 menit sebanyak 4 sampai 8 tetes sampai kontraksi
optimal tercapai. Bila dengan 30 tetes kontraksi maksimal telah
tercapai, maka tetesan tersebut dipertahankan sampai terjadi
persalinan. Apabila terjadi kegagalan, ulangi persalinan anjuran
dengan selang waktu 24 sampai 48 jam.
c. Memecahkan ketuban
Memecahkan ketuban merupakan salah satu metode untuk
mempercepat persalinan. Setelah ketuban pecah, ditunggu sekitar 4
sampai 6 jam dengan harapan kontraksi otot rahim akan berlangsung.
Apabila belum berlangsung kontraksi otot rahim dapat diikuti induksi
persalinan dengan infus glukosa yang mengandung 5 unit oksitosin.
d. Persalinan anjuran dengan menggunakan prostaglandin
Telah diketahui bahwa kontraksi otot rahim terutama dirangsang oleh
prostaglandin. Pemakaian prostaglandin sebagai induksi persalinan
dapat dalam bentuk infus intravena (Nalador) dan pervaginam
(prostaglandin vagina suppositoria).
e. Pompa Payudara atau Stimulasi Putting
Beberapa studi skala besar telah mengevaluasi keamanan dan
keefektifitasaan stimulasi payudara sebagai metede induksi
persalinan. Namun, efek komulatif dari banyak studi yang
menggunakan pompa payudara atau stimulasi putting manual yang di
kombinasi dengan landasan fisiologi perubahan serviks. Penanganan
yang beragam termasuk pompa payudara listrik otomatis yang
menstimulasi masing-masing payudara selama15 menit, diselingi
periode istirahat selama15 menit, stimulasi payudara dengan pijatan
lembut menggunakan kompresan hangat dan lembab salama 1 jam
sebanyak 3 kali sehari, stimulasi payudara selama 45 menit tiga kali
sehari dan pijatan lembut pada kedua payudara secara bergantian
selama waktu 3 jam sehari. Kelemahan penelitian ini meliputi
kurangnya kepatuhan dalam melaksanakan intervensi yang di
anjurkan, jumlah anggoata sedikit dalam kelompok, kontrol minim
terhadap variabel penting, seperti usia gestasi, dan kriteria intervensi
yang tidak dapat di andalkan. Wanita yang mencoba teknik ini
sebaiknya di peringatkan membatasi kontak dengan puting sehingga
tidak terlalu hiperstimulasi uterus.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran :EGC
Prawiroharjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
_____. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka
Varney, Helen Dkk.2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1.
Jakarta.EGC
Wiknjosastro. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
APN. 2008. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta:
Institusi DEPKES RI