materi ini adalah materi pestisida

32
APLIKASI PESTISIDA PERTANIAN (2-1) Oleh: Dr. Ir. Mohammad Hoesain Materi Kuliah Minat Hama dan Penyakit Tumbuhan PS. Agroteknologi Tanggal 27 Februari 2015 Pestisida dalam Agroekosistem Pestisida mencakup bahan-bahan racun atau senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh jasad - jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Pest berarti oraganisme pengganggu tanaman, sedangkan cide berarti membunuh. Dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 yang disebut sebagai pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: - memberantas atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil pertanian - memberantas gulma - mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan - mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, kecuali yang tergolong pupuk - memberantas atau mencegah hama luar pada ternak dan hewan piaraan - memberantas atau mencegah hama air - memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga - memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada Manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air. 1

Upload: ghiffari-de-demon-assamar

Post on 28-Sep-2015

78 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

pestisida pestisida adalah keyakinan seseorang bahwa mencintai tidak lebih buruk daripada membunuh seseorang

TRANSCRIPT

PESTISIDA DAN PENGGUNAANNYAAPLIKASI PESTISIDA PERTANIAN(2-1)Oleh:Dr. Ir. Mohammad HoesainMateri Kuliah Minat Hama dan Penyakit Tumbuhan PS. AgroteknologiTanggal 27 Februari 2015

Pestisida dalam Agroekosistem

Pestisidamencakup bahan-bahan racun atau senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh jasad - jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Pest berarti oraganisme pengganggu tanaman, sedangkan cide berarti membunuh.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 yang disebut sebagai pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: - memberantas atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian

tanaman atau hasil pertanian

- memberantas gulma

- mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan - mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, kecuali yang

tergolong pupuk

- memberantas atau mencegah hama luar pada ternak dan hewan piaraan - memberantas atau mencegah hama air

- memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga - memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada

Manusia atau binatang yang dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan

air.

Sesuai dengan definisi tersebut di atas maka suatu bahan akan termasuk dalam pengertian pestisida apabila bahan tersebut dibuat, diedarkan atau disimpan untuk maksud penggunaan seperti tersebut di atas. Sedangkan menurut The United States Federal Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas atau mencegah gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteria atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. Atau semua zat atau campuran zat yang digunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman.

Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973. Dalam peraturan tersebut antara lain ditentukan bahwa:

- tiap pestisida harus didaftarkan kepada Menteri Pertanian melalui Komisi Pestisida untuk dimintakan izin penggunaannya

- hanya pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian boleh disimpan, diedarkan dan digunakan

- pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian hanya boleh disimpan, diedarkan dan digunakan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam izin pestisida itu

- tiap pestisida harus diberi label dalam bahasa Indonesia yang berisi keterangan-keterangan yang dimaksud dalam surat Keputusan Menteri Pertanian No. 429/ Kpts/Mm/1/1973 dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam pendaftaran dan izin masing-masing pestisida.

Pestisida tidak hanya berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu dalam bidang pertanian saja, namun juga diperlukan dalam bidang kehutanan terutama untuk pengawetan kayu dan hasil hutan yang lainnya, dalam bidang kesehatan dan rumah tangga untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia dan binatang pengganggu kenyamanan lingkungan, dalam bidang perumahan terutama untuk pengendalian rayap atau gangguan serangga yang lain.

Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk pengendalian jasad pengganggu tersebut adalah racun yang berbahaya, tentu saja dapat mengancam kesehatan manusia. Untuk itu penggunaan pestisida yang tidak bijaksana jelas akan menimbulkan efek samping bagi kesehatan manusia, sumber daya hayati dan lingkungan pada umumnya.

Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman. Dalam konsep Pengendalian Terpadu Hama, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian. Prinsip penggunaannya adalah:

- harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain, seperti komponen hayati- efisien untuk mengendalikan hama tertentu

- meninggalkan residu dalam waktu yang tidak diperlukan

- tidak boleh persistent, jadi harus mudah terurai

- dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling) harus memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum

- harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut

- sejauh mungkin harus aman bagi lingkungan fisik dan biota

- relatif aman bagi pemakai (LD50 dermal dan oral relatif tinggi)

- harga terjangkau bagi petani.

Idealnya teknologi pertanian maju tidak memakai pestisida. Tetapi sampai saat ini belum ada teknologi yang demikian. Pestisida masih diperlukan, bahkan penggunaannya semakin meningkat. Pengalaman di Indonesia dalam menggunakan pestisida untuk program intensifikasi, ternyata pestisida dapat membantu mengatasi masalah hama padi. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama, hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan kehilangan hasil karena hama dapat ditekan.

Pengalaman di Amerika Latin menunjukkan bahwa dengan menggunakan pestisida dapat meningkatkan hasil 40 persen pada tanaman coklat. Di Pakistan dengan menggunakan pestisida dapat menaikkan hasil 33 persen pada tanaman tebu, dan berdasarkan catatan dari FAO penggunaan pestisida dapat menyelamatkan hasil 50 persen pada tanaman kapas.

Dengan melihat besarnya kehilangan hasil yang dapat diselamatkan berkat penggunaan pestisida, maka dapat dikatakan bahwa peranan pestisida sangat besar dan merupakan sarana penting yang sangat diperlukan dalam bidang pertanian. Usaha intensifikasi pertanian yang dilakukan dengan menerapkan berbagai teknologi maju seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan dan pola tanam akan menyebabkan perubahan ekosistem yang sering diikuti oleh meningkatnya problema serangan jasad pengganggu. Demikian pula usaha ekstensifikasi pertanian dengan membuka lahan pertanian baru, yang berarti melakukan perombakan ekosistem, sering kali diikuti dengan timbulnya masalah serangan jasad pengganggu. Dan tampaknya saat ini yang dapat diandalkan untuk melawan jasad pengganggu tersebut yang paling manjur hanya pestisida. Memang tersedia cara lainnya, namun tidak mudah untuk dilakukan, kadang-kadang memerlukan tenaga yang banyak, waktu dan biaya yang besar, hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu yang tidak dapat diharapkan efektifitasnya. Pestisida saat ini masih berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil yang disebabkan oleh jasad pengganggu.

SEJARAH PENGGUNAAN PESTISIDA

Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15. Kemudian pada abad ke-17 nicotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan sebagai insektisida.

Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak dari akar tuba Derris eliptica. Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau Medicine pada tahun 1948 (Nobel Prize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an sebagai era pestisida. Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya. Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di negara-negara berkembang.

Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan pestisida banyak dilakukan secara luas oleh masyarakat, karena pestisida mempunyai kelebihan dibandingkan dengan cara pengendalian yang lain, yaitu antara lain:

- dapat diaplikasikan secara mudah;

- dapat diaplikasikan hampir di setiap tempat dan waktu;

- hasilnya dapat dilihat dalam waktu singkat;

- dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat; dan

- mudah diperoleh, dapat dijumpai di kios-kios pedesaan sampai pasar swalayan di

kota besar.

Reaksi terhadap bahaya penggunaan pestisida kimia terutama DDT mulai nampak setelah Rachel Carson menulis buku paling laris yang berjudul Silent Spring tentang pembengkakan biologi (biological magnification) tahun 1962. Sehingga minimal ada 86 negara melarang penggunaan DDT, meskipun masih digunakan di beberapa negara berkembang untuk memberantas nyamuk malaria (Willson and Harold, 1996). Beberapa dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia pada lahan pertanian yang telah diketahui, diantaranya: mengakibatkan resistensi hama sasaran, gejala resurjensi hama, terbunuhnya musuh alami, meningkatnya residu pada hasil, mencemari lingkungan, gangguan kesehatan bagi pengguna, bahkan beberapa pestisida disinyalir memiliki kontribusi pada fenomena pemanasan global (global warming) dan penipisan lapisan ozon.

Pemakaian insektisida yang terus menerus akan mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan, manusia, hewan ternak maupun musuh alami hama dan serangga yang berguna lainnya. Disamping itu dapat juga menimbulkan resistensi hama serangga, resurgensi hama, eksplosi hama kedua sehingga kerusakan terhadap tanaman akan semakin meningkat.

Pemberantasan hama yang tengah diupayakan oleh pemerintah saat ini untuk bisa diterapkan di lapangan adalah Pengendalian Organisme Pengganggu Berwawasan Lingkungan. Pengendalian Organisme Pengganggu Berwawasan Lingkungan adalah tindakan pengendalian yang berdasarkan atau berpedoman kepada Konsepsi Pengendalian Hama Terpadu. Penerapan Konsepsi PHT tersebut didorong oleh banyak faktor yang pada dasarnya adalah dalam rangka penerapan program pembangunan nasional berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Faktor- faktor tersebut adalah :

1. Kegagalan pemberantasan hama secara konvensional. Pemberantasan hama secara konvensional dengan pendekatan pada penggunaan pestisida telah terbukti menimbulkan dampak negatif, antara lain resistensi atau ketahanan hama, srurjensi hama, ledakan hama sekunder, matinya organisma bukan sasaran (musuh alami, serangga berguna, binatang ternak, dan lain-lain), residu pada hasil/produk pertanian, keracunan pada manusia, dan pencemaran lingkungan.

2. Kesadaran tentang kualitas lingkungan hidup.Karena dampak negatif pestisida terhadap organisma non sasaran dan lingkungan, maka disadari bahwa penggunaan pestisida dalam pengendalian hama merupakan teknologi pengendalian hama yang bersifat kurang ramah lingkungan. Dengan adanya kesadaran ini, kemudian muncul kesadaran lebih lanjut bahwa untuk pengendalian hama yang ramah lingkungan perlu dicari alternatif teknologi penggunaan pestisida yang ramah lingkungan atau teknologi pengendalian lain selain pestisida yang juga harus ramah lingkungan. Teknologi pengendalian hama yang ramah lingkungan tersebut adalah PHT.

3. Dampak globalisasi ekonomi. Era globalisasi saat ini telah memunculkan era perdagangan bebas antar negara, mengakibatkan produk-produk pertanian harus memenuhi persyaratan ekolabeling. Produk pertanian yang dipasarkan dituntut harus bersifat ramah lingkungan, diantaranya tidak mengandung residu pestisida. Kondisi ini mengakibatkan penerapan teknologi PHT sebagai teknologi pengendalian yang ramah lingkungan menjadi salah satu teknologi alternatif yang dibutuhkan.

4. Kebijakan pemerintah. Era globalisasi mengakibatkan tekanan tekanan dunia internasional mengenai kelestarian lingkungan menjadi semakin tinggi. Oleh karena itu, maka pemerintah memberikan dukungan yang sangat besar terhadap penerapan PHT ini. Ini dapat dilihat dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan yang mendukung penerapan PHT dalam sistem produksi pertanian.

Beberapa hasil penelitian telah dilaporkan tentang polusi air yang disebabkan oleh pestisida. Untuk danau-danau di Pulau Bali, yaitu; Danau Tamblingan dan Buyan terletak di Kabupaten Buleleng, Danau Beratan di Kabupaten Tabanan dan Danau Batur di Kabupaten Bangli, juga mengalami polusi. Keempat danau ini merupakan reservoir air untuk memenuhi kebutuhan air bagi seluruh wilayah Pulau Bali. Di keempat danau ini, terutama di Danau Buyan telah terjadi peningkatan aktivitas penduduk, khususnya di bidang pertanian. Peningkatan aktivitas penduduk di sekitar danau mengakibatkan tekanan lingkungan terhadap danaupun meningkat. Berdasarkan hasil penelitian kualitas air Danau Buyan didapatkan bahwa kualitas airnya memenuhi baku mutu kelas III sesuai PP. Nomor 82 Tahun 2001. Baku mutu kelas III adalah syarat kualitas air yang digunakan untuk tanaman, peternakan, dan pemeliharaan ikan air tawar.

Sifat-sifat kimia, biologi maupun fisika air merupakan indikator kualitas ekosistem di lingkungan air tersebut. Walaupun cemaran pada air danau berada di bawah nilai ambang batas yang ditetapkan, namun dapat mengakibatkan cemaran yang tinggi pada biota air termasuk ikan. Hal ini disebabkan terjadinya bioakumulasi pada biota tersebut sehingga berresiko bila dikonsumsi.

Penggunaan pestisida dalam menopang peningkatan produk pertanian maupun perkebunan telah banyak membantu untuk meningkatkan produksi pertanian. Namun demikian penggunaan pestisida ini juga memberikan dampak negatif baik terhadap manusia, biota maupun lingkungan. Beberapa penelitian mendapatkan bahwa terjadi resiko kematian janin dua kali lebih besar bagi ibu yang saat kehamilannya berusia 3-8 minggu tinggal dekat areal pertanian dibandingkan dengan yang tinggal jauh dari daerah pertanian. Penggunaan herbisida klorofenoksi (yang mengandung 2,4-D) telah terbukti mengakibatkan resiko cacat bawaan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang bermukim didekat daerah pertanian.

Pengalaman menunjukkan bahwa penggunaan pestisida sebagai racun sebenarnya lebih merugikan dibanding menguntungkan, yaitu dengan munculnya berbagai dampak negatif yang diakibatkan oleh pestisida tersebut. Karena alasan tersebut, maka dalam penggunaan pestisida harus memperhatikan hal-hal berikut :

1. Pestisida hanya digunakan sebagai alternatif terakhir apabila belum ditemukan

cara pengendalian lain yang dapat memberikan hasil yang baik.

2. Apabila terpaksa menggunakan pestisida gunakan pestisida yang mempunyai

daya racun rendah dan bersifat selektif.

3. Apabila terpaksa menggunakan pestisida lakukan secara bijaksana.

Penggolongan pestisida menurut jasad sasaran

Dalam praktek, pestisida digunakan bersama-sama dengan bahan lain misalnya dicampur minyak untuk melarutkannya, air pengencer, tepung untuk mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan penyemprotannya, bubuk yang dicampur sebagai pengencer (dalam formulasi dust), atraktan (misalnya bahan feromon) untuk pengumpan, bahan yang bersifat sinergis untuk penambah daya racun, dsb.

Karena pestisida merupakan bahan racun maka penggunaanya perlu kehati-hatian, dengan memperhatikan keamanan operator, bahan yang diberi pestisida dan lingkungan sekitar. Perhatikan petunjuk pemakaian yang tercantum dalam label dan peraturan-pearturan yang berkaitan dengan penggunaan bahan racun, khususnya pestisida

Penggolongan pestisida menurut jasad sasaran

Insektisida, racun serangga (insekta)

Fungisida, racun cendawan / jamur

Herbisida, racun gulma / tumbuhan pengganggu

Akarisida, racun tungau dan caplak (Acarina)

Rodentisida, racun binatang pengerat (tikus dsb.)

Nematisida, racun nematoda, dst.

Penggolongan menurut asal dan sifat kimia

1. Sintetik

1.1. Anorganik : garam-garam beracun seperti arsenat, flourida, tembaga sulfat dan garam merkuri.

1.2. Organik :

1.2.1. Organo khlorin: DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll.

1.2.2. Heterosiklik : Kepone, mirex dll.

1.2.3. Organofosfat: malathion, biothion dll.

1.2.4. Karbamat: Furadan, Sevin dll.

1.2.5. Dinitrofenol: Dinex dll.

1.2.6. Thiosianat: lethane dll.

1.2.7. Sulfonat, sulfida, sulfon.

1.2.8. Lain-lain : methylbromidadll.

2. Hasil alam : Nikotinoida, Piretroida, Rotenoida dll.

Penamaan pestisida (Nomenklatur)

Contoh :

I. Carbophenothion

II. Trithion (R)

III. (p-chlorophenylthio) methyl ] 0 , 0 -diethyl phosphorodithioate

IV.

Keterangan:

I. Nama umum (generik)

II. Nama dagang

III. Nama kimia

IV. Rumus (struktur) kimia

Cara masuk insektisida ke dalam tubuh serangga :

Melalui dinding badan, kulit (kutikel)

Melalui mulut dan saluran makanan (racun perut)

Melalui jalan napas (spirakel) misalnya dengan fumigan.

Jenis racun pestisida

Dari segi racunnya pestisida dapat dibedakan atas:

1. Racun sistemik, artinya dapat diserap melalui sistem organisme misalnya melalui akar atau daun kemudian diserap ke dalam jaringan tanaman yang akan bersentuhan atau dimakan oleh hama sehingga mengakibatkan peracunan bagi hama.

2. Racun kontak, langsung dapat menyerap melalui kulit pada saat pemberian insektisida atau dapat pula serangga target kemudian kena sisa insektisida (residu) insektisida beberapa waktu setelah penyemprotan.

Formulasi pestisida

Pestisida dalam bentuk teknis (technical grade) sebelum digunakan perlu diformulasikan dahulu. Formulasi pestisida merupakan pengolahan (processing) yang ditujukan untuk meningkatkan sifat-sifat yang berhubungan dengan keamanan, penyimpanan, penanganan (handling), penggunaan, dan keefektifan pestisida. Pestisida yang dijual telah diformulasikan sehingga untuk penggunaannya pemakai tinggal mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan dalam manual.

Formulasi insektisida yang digunakan dalam pengawetan kayu dan pengendalian hama hasil hutan pada umumnya adalah dalam bentuk:

1. Untuk Penyemprotan (sprays)dan pencelupan (dipping)

1.1. Emulsifiable / emulsible concentrates (EC)

1.2. Water miscible liquids (S)

1.2a. Water soluble concentrates (WSC)

1.2b. Soluble concentrates (SC)

1.3. Wettable powder (WP)

1.4. Flowable suspension (F)

1.5. Water soluble powders (SP)

1.6. Ultra Low Volume Concentrates (ULV)

2. Dalam bentuk Dusts (D)

2.1. Racun dust yang tidak diencerkan, misalnya langsung dioleskan pada bagian tiang yang akan ditanam (direct dust admixture)

2.2. Racun dengan pengencer aktif, misalnya belerang

2.3. Racun dengan pengencer inert, misalnya pyrophyllite

3. Fumigan misalnya kloropikrin untuk Cryptotermes

4. Umpan (baits)

EC (emulsible atau emulsifiable concentrates) adalah larutan pekat pestisida yang diberi emulsifier (bahan pengemulsi) untuk memudahkan penyampurannya yaitu agar terjadi suspensi dari butiran-butiran kecil minyak dalam air. Suspensi minyak dalam air ini merupakan emulsi. Bahan pengemulsi adalah sejenis detergen (sabun) yang menyebabkan penyebaran butir-butir kecil minyak secara menyeluruh dalam air pengencer. Secara tradisional insektisida digunakan dengan cara penyemprotan bahan racun yang diencerkan dalam air, minyak, suspensi air, dusting, dan butiran. Penyemprotan merupakan cara yang paling umum, mencakup 75 % dari seluruh pemakaian insektisida, yang sebagian besar berasal dari formulasi Emulsible Concentrates.

Bila partikel air diencerkan dalam minyak (kebalikan dari emulsi) maka hal ini disebut emulsi invert. EC yang telah diencerkan dan diaduk hendaknya tidak mengandung gumpalan atau endapan setelah 24 jam.

S (solution, larutan dalam air) merupakan larutan garam dalam air atau campuran yang jernih walaupun semula mengandung cairan lain misalnya alkohol yang dapat bercampur dengan air.

Dusts (D) : Dusts, debu, tepung atau bubuk merupakan formulasi pestisida yang paling sederhana dan yang paling mudah untuk digunakan. Contoh paling sederhana dari dust yang tidak di encerkan adalah tepung belerang yang digunakan untuk menekan hampi semua populasi serangga. Rayap Cryptotermes dapat dikendalikan populasinya dengan dusting.

Insektisida teknis, adalah insektisida yang tidak diformulasikan (technical grade); dianjurkan agar jangan sekali-sekali menggunakan secara langsung insektisida teknis yang belum diformulasikan karena :

sangat berbahaya bagi pemakai (operator)

berbahaya bagi pihak lain (manusia dan jasad-jasad lain di sekitar)

mencemari sumber air

lebih mahal

sukar pengaplikasiannya

residu bertahan lama (bahaya terhadap lingkungan)

tidak dapat disimpan lama dan penyimpanannya menimbulkan masalah

kurang efektif

Cara kerja racun (lihat bagian akhir, Toksikologi)

1. Racun sel umum / protoplasma, misalnya logam-logam berat, arsenat dll.

2. Racun syaraf :

Mempengaruhi keseimbangan ion-ion K dan Na dalam neuron (sel syaraf) dan merusak selubung syaraf : DDT dan OK lainnya

Menghambat bekerjanya ChE (ensim pengurai acethylcholine yaitu Choline Esterase) : semua OF dan KB

3. Racun lain misalnya merusak mitokondria, sel darah dll.

* Keterangan : OK - orgonokhlorin (chlorinated hydrocarbons)

OF - organofofat (organophosphates atau fosfat organik)

KB - karbamat (carbamates)

Syarat syarat pestisida yang ekonomis:

1. Efektif memiliki daya mematikan hama yang tinggi

2. Aman terhadap manusia terutama operator, juga hewan ternak dan komponen lingkungan lainnya, cukup selektif (tidak membunuh jasad yang bukan sasaran), kurang persisten, tidak menyebabkan biomagnifikasi.

3. Ekonomis, efektif, efisien : broad spectrum (dapat digunakan untuk berbagai hama), cukup spesifik, dan relatif tidak mahal.

Cara pemakaian (application methods):

1. Penyemprotan (spraying) : merupakan metode yang paling banyak digunakan. Biasanya digunakan 100-200 liter enceran insektisida per ha. Paling banyak adalah 1000 liter/ha sedang paling kecil 1 liter/ha seperti dalam ULV.

2. Dusting(lihat penjelasan terdahulu) : untuk hama rayap kayu kering Cryptotermes, dusting sangat efisien bila dapat mencapai koloni karena racun dapat menyebar sendiri melalui efek perilaku trofalaksis.

3. Penuangan atau penyiraman (pour on) misalnya untuk membunuh sarang (koloni) semut, rayap, serangga tanah di persemaian dsb.

4. Injeksi batang : dengan insektisida sistemik bagi hama batang, daun, penggerek dll.

5. Dipping : perendaman / pencelupan seperti untuk biji / benih, kayu.

6. Fumigasi : penguapan, misalnya pada hama gudang atau hama kayu.

7. Impregnasi : metode dengan tekanan (pressure) misalnya dalam pengawetan kayu.

Pestisida dan bahan penyampur

Pestisida sebagai bahan racun akfif (active ingredient) dalam formulasi biasanya dinyatakan dalam berat / volume (di Amerika Serikat dan Inggris) atau berat-berat (di Eropah). Bahan-bahan lain yang tidak akfif yang dicampurkan dalam pestisida yang telah diformulasi dapat berupa :

pelarut (solvent) adalah bahan cair pelarut misalnya alkohol, minyak tanah, xylene dan air. Biasanya bahan pelarut ini telah diberi deodorant (bahan penghilang bau tidak enak baik yang berasal dari pelarut maupun dari bahan aktif).

sinergis, sejenis bahan yang dapat meningkatkan daya racun, walaupun bahan itu sendiri mungkin tidak beracun, seperti sesamin (berasal dari biji wijen), dan piperonil butoksida.

emulisifier, merupakan bahan detergen yang akan memudahkan terjadinya emulsi bila bahan minyak diencerkan dalam air.

di samping bahan-bahan tersebut di atas, menurut keperluan, dalam formulasi ditambahkan bahan-bahan lain seperti pencegah kebakaran, penghilang bau yang tidak enak (deodorizer) dan peniada tegangan permukaan.

Dosis, dose konsentrasi dan aplikasi

Dosis (dosage), adalah banyaknya (volume) racun (bahan aktif, walaupun dalam praktek yang dimaksud adalah product formulation) yang diaplikasikan pada suatu satuan luas atau volume, misalnya : 1 liter / ha luasan, 100 cc / m3 kayu dst. Dosis pestisida untuk suatu keperluan biasanya tetap, walaupun kensentrasi dapat berubah-ubah.

Doseadalah banyaknya racun (biasanya dinyatakan dalam berat, mg) yang diperlukan untuk masuk dalam tubuh organisme dan dapat mematikannya, misalnya lethal dose (LD) dinyatakan dalam mg/kg (mg bahan aktif per kg berat tubuh organisme sasaran).

Konsentrasi, adalah perbandingan (persentase, precentage) antara bahan aktif dengan bahan pengencer, pelarut dan/atau pembawa.

BEBERAPA CONTOH INSEKTISIDA

Di antara golongan-golongan insektisida yang paling banyak digunakan dalam pertanian dan kehutanan pada saat ini adalah dari golongan OK (organokhlorin),OF (organofosfat) dan KB (karbamat).

1. Organoklorin (OK)

2. Organofosfat (OF)

4. Karbamat (KB)

5. Thiosianat

6. Fluoroasetat

7. Dinitrofenol 8. Insektisida botanis: Piretroida9.Inhibitor sintesis kutikel 10. Sinergis 11. Fumigan TOKSIKOLOGI

Senyawa-senyawa OK (organokhlorin, chlorinated hydrocarbons) sebagian besar menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen selubung sel syaraf (Schwann cells) sehingga fungsi syaraf terganggu. Peracunan dapat menyebabkan kematian atau pulih kembali. Kepulihan bukan disebabkan karena senyawa OK telah keluar dari tubuh tetapi karena disimpan dalam lemak tubuh. Semua insektisida OK sukar terurai oleh faktor-faktor lingkungan dan bersifat persisten, Mereka cenderung menempel pada lemak dan partikel tanah sehingga dalam tubuh jasad hidup dapat terjadi akumulasi, demikian pula di dalam tanah. Akibat peracunan biasanya terasa setelah waktu yang lama, terutama bila dose kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal inilah yang menyebabkan sehingga penggunaan OK pada saat ini semakin berkurang dan dibatasi. Efek lain adalah biomagnifikasi, yaitu peningkatan peracunan lingkungan yang terjadi karena efek biomagnifikasi (peningkatan biologis) yaitu peningkatan daya racun suatu zat terjadi dalam tubuh jasad hidup, karena reaksi hayati tertentu.

Semua senyawa OF (organofosfat, organophospates) dan KB (karbamat, carbamates) bersifat perintang ChE (ensim choline esterase), ensim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Peracunan dapat terjadi karena gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau dapat pulih kembali. Umur residu dari OF dan KB ini tidak berlangsung lama sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi karena faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa-senyawa OF dan KB menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya faktor-faktor keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena bahaya yang ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar insektisida dan sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan OF dan KB.

Parameter yang digunakan untuk menilai efek peracunan pestisida terhadap mamalia dan manusia adalah nilai LD50 (lethal dose 50 %) yang menunjukkan banyaknya pestisida dalam miligram (mg) untuk tiap kilogram (kg) berat seekor binatang-uji, yang dapat membunuh 50 ekor binatang sejenis dari antara 100 ekor yang diberi dose tersebut. Yang perlu diketahui dalam praktek adalah LD50 akut oral (termakan) dan LD50 akut dermal (terserap kulit). Nilai-nilai LD50 diperoleh dari percobaan-percobaan dengan tikus putih. Nilai LD50yang tinggi (di atas 1000) menunjukkan bahwa pestisida yang bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD50 yang rendah (di bawah 100) menunjukkan hal sebaliknya.

Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria. Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15. Kemudian pada abad ke-17 nicotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan sebagai insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami yaitu, pyretrum yang diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak dari akar tuba Derris eliptica (Miller, 2002). Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939 yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau Medicine pada tahun 1948 (NobelPrize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan produksi pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Daly et al., 1998). Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an sebagai era pestisida (Murphy, 2005). Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya (Miller, 2002). Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75% digunakan di negara-negara berkembang (Miller, 2004).

Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dengan menggunakan

pestisida banyak dilakukan secara luas oleh masyarakat, karena pestisida mempunyai kelebihan dibandingkan dengan cara pengendalian yang lain, yaitu antara lain:- dapat diaplikasikan secara mudah;- dapat diaplikasikan hampir di setiap tempat dan waktu;- hasilnya dapat dilihat dalam waktu singkat;- dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dalam waktu singkat; dan

- mudah diperoleh, dapat dijumpai di kios-kios pedesaan sampai pasar swalayan di

kota besar(Ditlin Tanaman Hortikultura, 2008).

Reaksi terhadap bahaya penggunaan pestisida kimia terutama DDT mulai ampak setelah Rachel Carson menulis buku paling laris yang berjudul Silent Spring tentang pembengkakan biologi (biological magnification) tahun 1962. Sehingga minimal ada 86 negara melarang penggunaan DDT, meskipun masih digunakan di beberapa negara berkembang untuk memberantas nyamuk malaria (Willson and Harold, 1996). Beberapa dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia pada lahan pertanian yang telah diketahui, diantaranya: mengakibatkan resistensi hama sasaran (Endo et al. 1988; Oka 1995), gejala resurjensi hama (Armes et al., 1995), terbunuhnya musuh alami (Tengkano et al. 1992), meningkatnya residu pada hasil, mencemari lingkungan, gangguan kesehatan bagi pengguna (Oka 1995; Schumutterer, 1995), bahkan beberapa pestisida disinyalir memiliki kontribusi pada fenomena pemanasan global (global warming) dan penipisan

lapisan ozon (Reynolds, 1997).

Djamin (1985)menyatakan bahwa pemakaian insektisida yang terus menerus akan mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan, manusia, hewan ternak maupun musuh alami hama dan serangga yang berguna lainnya. Disamping itu dapat juga menimbulkan resistensi hama serangga, resurgensi hama, eksplosi hama kedua sehingga kerusakan terhadap tanaman akan semakin meningkat.

Pemberantasan hama yang tengah diupayakan oleh pemerintah untuk bisa

diterapkan kdi lapangan adalah Hama Berwawasan Lingkungan. Hama Berwawasan

Lingkungan adalah tindakan pengendalian hama yang berdasarkan atau berpedoman kepada Konsepsi Pengendalian Hama Terpadu. Penerapan Konsepsi PHT tersebut didorong oleh banyak faktor yang pada dasarnya adalah dalam rangka penerapan program pembangunan nasional berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Faktor- faktor tersebut adalah :

1. Kegagalan pemberantasan hama secara konvensional. Pemberantasan hama secara

konvensional dengan

pendekatan pada penggunaan pestisida telah terbukti menimbulkan dampak negatif, antara lain resistensi atau ketahanan hama, srurjensi hama, ledakan hama sekunder, matinya organisma bukan sasaran (musuh alami, serangga berguna, binatang ternak, dan lain-lain), residu pada hasil/produk pertanian, keracunan pada manusia, dan pencemaran lingkungan.

2. Kesadaran tentang kualitas lingkungan hidup.Karena dampak negatif pestisida terhadap organisma non sasaran dan lingkungan, maka disadari bahwa penggunaan pestisida dalam pengendalian hama merupakan teknologi pengendalian hama yang bersifat kurang ramah lingkungan. Dengan adanya kesadaran ini, kemudian muncul kesadaran lebih lanjut bahwa untuk pengendalian hama yang ramah lingkungan perlu dicari alternatif teknologi penggunaan pestisida yang ramah lingkungan atau teknologi pengendalian lain selain pestisida yang juga harus ramah lingkungan. Teknologi pengendalian hama yang ramah lingkungan tersebut adalah PHT.

3. Dampak globalisasi ekonomi. Era globalisasi saat ini telah memunculkan era perdagangan bebas antar negara, mengakibatkan produk-produk pertanian harus memenuhi persyaratan ekolabeling. Produk pertanian yang dipasarkan dituntut harus bersifat ramah lingkungan, diantaranya tidak mengandung residu pestisida. Kondisi ini mengakibatkan penerapan teknologi PHT sebagai teknologi pengendalian yang ramah lingkungan menjadi salah satu teknologi alternatif yang dibutuhkan.

4. Kebijakan pemerintah. Era globalisasi mengakibatkan tekanan tekanan dunia internasional mengenai kelestarian lingkungan menjadi semakin tinggi. Oleh karena itu, maka pemerintah memberikan dukungan yang sangat besar terhadap penerapan PHT ini. Ini dapat dilihat dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan yang mendukung penerapan PHT dalam sistem produksi pertanian (Hidayat, 2001).

Telah dilaporkan polusi air yang disebabkan oleh pestisida. Untuk danau-danau di Pulau Bali, yaitu; Danau Tamblingan dan Buyan terletak di Kabupaten Buleleng, Danau Beratan di Kabupaten Tabanan dan Danau Batur di Kabupaten Bangli, juga mengalami polusi (Sandi Adnyana, 2003 cit. Manuaba, 2008). Keempat danau ini merupakan reservoir air untuk memenuhi kebutuhan air bagi seluruh wilayah Pulau Bali. Di keempat danau ini, terutama di Danau Buyan telah terjadi peningkatan aktivitas penduduk, khususnya di bidang pertanian. Peningkatan aktivitas penduduk di sekitar danau mengakibatkan tekanan lingkungan terhadap danaupun meningkat. Berdasarkan hasil penelitian kualitas air Danau Buyan didapatkan bahwa kualitas airnya memenuhi baku mutu kelas III sesuai PP. Nomor 82 Tahun 2001. Baku mutu kelas III adalah syarat kualitas air yang digunakan untuk tanaman, peternakan, dan pemeliharaan ikan air tawar (Tantri Endarini, 2004 cit. Manuaba, 2008).

Sifat-sifat kimia, biologi maupun fisika air merupakan indikator kualitas ekosistem di lingkungan air tersebut. Walaupun cemaran pada air danau berada di bawah nilai ambang batas yang ditetapkan, namun dapat mengakibatkan cemaran yang tinggi pada biota air termasuk ikan. Hal ini disebabkan terjadinya bioakumulasi pada biota tersebut sehingga berresiko bila dikonsumsi (US. EPA., 2000 cit. Manuaba, 2008).

Penggunaan pestisida dalam menopang peningkatan produk pertanian maupun perkebunan telah banyak membantu untuk meningkatkan produksi pertanian. Namun demikian penggunaan pestisida ini juga memberikan dampak negatif baik terhadap manusia, biota maupun lingkungan. Erin, et al. (2001) cit. Manuaba, 2008 mendapatkan bahwa terjadi resiko kematian janin dua kali lebih besar bagi ibu yang saat kehamilannya berusia 3-8 minggu tinggal dekat areal pertanian dibandingkan dengan yang tinggal jauh dari daerah pertanian. Penggunaan herbisida klorofenoksi (yang mengandung 2,4-D) telah terbukti mengakibatkan resiko cacat bawaan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang bermukin didekat daerah pertanian (Schreinemachers, 2003 cit. Manuaba, 2008).

Pengalaman menunjukkan bahwa penggunaan pestisida sebagai racun sebenarnya lebih merugikan dibanding menguntungkan, yaitu dengan munculnya berbagai dampak negatif yang diakibatkan oleh pestisida tersebut. Karena alasan tersebut, maka dalam penggunaan pestisida harus memperhatikan hal-hal berikut :

Pestisida hanya digunakan sebagai alternatif terakhir apabila belum ditemukan

cara pengendalian lain yang dapat memberikan hasil yang baik.

2. Apabila terpaksa menggunakan pestisida gunakan pestisida yang mempunyai

daya racun rendah dan bersifat selektif.

3. Apabila terpaksa menggunakan pestisida lakukan secara bijaksana

2