makalah melemahnya nasionalisme bangsa indonesia mpkt-a

46
Makalah MPKT-A Nasionalisme atau Ego Di susun oleh: Aqil Reksoprodjo (1406574485) Aswin Tresna N (1406531132) Atikah Cahyaning (1406573192) Cindyara Nayanda (1406533592) Genta Dewolono (1406533251) Nadya Dwi W (1406572422) Risyad Naufal (1406569863) Rivandi Wibisana (1406576162) 1

Upload: muhammad-fuad-abduh

Post on 02-Feb-2016

36 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

Makalah MPKT-A

Nasionalisme atau Ego

Di susun oleh:

Aqil Reksoprodjo (1406574485)

Aswin Tresna N (1406531132)

Atikah Cahyaning (1406573192)

Cindyara Nayanda(1406533592)

Genta Dewolono (1406533251)

Nadya Dwi W (1406572422)

Risyad Naufal (1406569863)

Rivandi Wibisana (1406576162)

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

1

Page 2: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah dan

rahmat-Nya maka dapat menyelesaikan penelitian ini dengan semampunya.

Makalah MPKT A ini dibuat berdasarkan Buku Ajar II (Manusia sebagai

Individu, Kelompok, dan Masyarakat) demi melengkapi tujuan agar mengetahui

tentang Nasionalisme dan Ego yang dimiliki Mahasiswa ketika sedang berkuliah

di luar negeri, baik yang positif maupun yang negatif. Agar kita dapat

memberikan parameter apakah Mahasiswa akan memiliki rasa Nasionalisme atu

akan memiliki rasa Egoisme demi mencapai kehidupan yang diinginkan secara

Pribadi. Penyelesaian makalah ini juga bersumberkan dari beberapa referensi dari

pengetahuan yang kami miliki seputar hal ini. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi kita semua, mengingat bahwa SDM Indonesia sedikit demi

sedikit akan hilang rasa Nasionalisme ketika berada di negeri orang. Oleh karena

itu, diharapkan saran dan kritik sebagai penyempurnaan penelitian ini.

2

Page 3: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I : Pendahuluan

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

Bab II : Pembahasan

A. Keuntungan Studi di Luar Negeri

B. Nasionalisme Ketika Studi di Luar Negeri

C. Penyebab Lunturnya Nasionalisme di Masyarakat Indonesia

D. Fakta Studi di Luar Negeri

Bab III : Penutup

A. Kesimpulan

a. Positif (Saran)

b. Negatif (Kritik)

3

Page 4: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam era globalisasi seperti sekarang ini pemikiran – pemikiran

pemuda di Indonesia memikirkan hal tentang pendidikan yang lebih tinggi

dan ingin melanjutkan pendidikan mereka ke luar negeri. Hal ini dapat kita

lihat dari semakin berkurangnya rasa kepercayaan diri terhadap teknologi

yang ada di Indonesia dan juga tidak dapat kita pungkiri bahwa ketika

sudah belajar di luar negeri, rasa Nasionalisme dari masing – masing

individu menjadi sedikit berkurang, hal ini dikarenakan oleh faktor –

faktor ego dari individunya maupun faktor lingkungan yang diharuskan

atau memaksa agar melakukan hal yang tidak diinginkan oleh Indonesia

sendiri seperti SDM di Indonesia yang mengabdi di Luar Negeri.. Tetapi

tidak semua SDM Indonesia melakukan hal tersebut, tetapi masih ada

yang mempertahankan rasa nasionalismenya agar menciptakan Negara

Indonesia yang lebih maju dari sebelumnya.

B. Rumusan Masalah

1. Mengapa studi di luar negeri lebih bagus daripada di Indonesia?

2. Apakah rasa Nasionalisme akan tetap ada jika Pelajar melanjutkan

studi ke luar negeri?

3. Apa penyebab lunturnya rasa Nasionalisme di kalangan Pelajar?

4. Bagaimana fakta tentang studi di luar negeri?

C. Tujuan

1. Dapat mempertahankan rasa Nasionalis.

2. Dapat meningkatkan tenggang rasa terhadap bangsa.

3. Dapat memiliki pemikiran yang luas menjadi seorang Mahasiswa.

4. Dapat membangun rasa kerja sama antar Mahasiswa untuk

membangun bangsa menjadi lebih baik dari sebelumnya.

4

Page 5: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

BAB II

PEMBAHASAN

A. Keuntungan Studi di Luar Negeri

Berbagai keuntungan bisa diraih saat anda mengikuti Kuliah di

Luar Negeri. Kita simpulkan beberapa manfaat mendasar yang bisa di

rasakan :

a) Dari sisi keilmuan, maka ia akan menggali langsung dari referensi

induknya dengan bahasa asli penulisnya. Hal ini setidaknya akan

membuka peluang untuk memperdalam orisinalitas ilmu dan

ketajamannya.

b) Dari sisi referensi, maka biasanya dengan kuliah di luar negeri kita

bisa mendapatkan banyak buku referensi yang belum tentu ada di

negri kita. Begitu pula dengan jurnal-jurnal terbaru untuk

mengembangkan ilmu kita. Sudah bukan rahasia lagi, bahwa di

negara kita anggaran pendidikan masih minim. Jadi wajar saja jika

perpustakaannya pun mungkin tidak standar yang seharusnya. 

c) Dari sisi pengembangan ilmu, biasanya di luar negeri banyak sekali

diadakan seminar keilmuan, kajian dan diskusi yang 'anehnya'

gratis dengan fasilitas seabrek. Bayangkan saja, di negri kita

seminar keilmuan atau apapun pasti ada tarifnya dan terkadang

hasilnya begitu mengecewakan dan berhenti di seminar saja.

d) Dari sisi rujukan ilmu, maka di luar negeri kita mungkin peluang-

peluang untuk berguru atau bertanya langsung pada ilmuwan dunia

lebih terbuka. Di Indonesia cukup jarang ada tamu tingkat dunia. 

e) Dari sisi kemampuan bahasa, maka di luar negeri kita mempunyai

peluang yang sangat besar untuk mengasah bahasa asing kita. Di

Barat dengan bahasa Inggris atau Perancisnya, maupun di Timur

Tengah dengan bahasa Arabnya. Ini sangat membantu dalam

perkembangan keilmuan kita selanjutnya. Begitu pula dengan

peluang bursa kerja di tanah air yang lebih terbuka. Tidak perlu

susah-susah kursus, di luar negeri kita dimana saja kita bisa

5

Page 6: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

mempraktekkan bahasa kita. Meski kalau tidak hati-hati, justru

bahasa yang tidak pakem malah yang kita kuasai.

f) Dari sisi jaringan, maka ia akan mempunyai banyak aset berupa

jaringan untuk masa depannya. Mungkin sesama mahasiswa

Indonesia, atau juga dengan mahasiswa dari negara lainnya.

Sesama mahasiswa Indonesia, karena di negeri orang biasanya

menguatkan persaudaraan. Perasaan senasib sepenanggungan bisa

berbuah jaringan yang kuat di masa depan. Bisa jadi senior yang

telah sukses di Indonesia segara akan merekrut adik kelasnya

begitu tiba di Bandara Soekarno Hatta ! Begitu pula dengan

jaringan luar negeri, sehingga terkadang kita bisa plesir di tempat

yang sebelumnya tidak pernah kita temukan dalam peta. 

g) Dari sisi konsentrasi belajar, semestinya lebih mendukung. Ia tidak

perlu lagi disibukkan dengan masalah keluarga, masyarakat atau

berita-berita mengkhawatirkan dari ibukota. Paling jauh ia hanya

bisa mengamati dan berdoa. Apalagi dari sisi keluarga juga cukup

tahu diri, biasanya yang diinformasikan keluar hanya sebatas

berita-berita bahagia yang menyemangati sang putra.

h) Dari sisi finansial, jelas memang kalau biaya sendiri pasti tidak

bisa disebut menguntungkan. Tetapi dengan kuliah di luar negeri,

otomatis membuka peluang beasiswa dan sponsorship yang

mungkin agak enggan memberikan beasiswa pada mereka yang di

Indonesia. Jika seperti ini, maka hal ini bisa juga kita masukkan

dalam sisi keuntungan.Dari sisi finansial juga, meski agak susah

peluangnya, jika kita sukses kuliah sambil kerja, maka gaji yang

didapat sudah pasti mencukupi biaya hidup yang semestinya.

Tingkat UMR di kota-kota besar di dunia kadang jauh di atas gaji

karyawan perlente berdasi di gedung-gedung ibukota kita.

6

Page 7: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

B. Nasionalisme Ketika Studi di Luar Negeri

Studi lanjut di luar negeri merupakan impian bagi siapapun insan

pendidikan di negeri ini. Kebanggaan, prestis, dan tentunya keinginan

untuk menengok negeri lain selain negeri sendiri. Pertanyaannya lagi,

perlukah harus mengambil studi di luar negeri ? Jika mesti

mengedepankan idealisme, maka hanya ada 3 alasan yang menjadi

pertimbangan seseorang harus mengambil studi lanjut di luar negeri.

Mengapa dengan nasionalisme?

Satu ketika, Soekarno muda pernah punya keinginan untuk

melanjutkan studi di luar negeri, yaitu di negeri Belanda. Keinginan

tersebut ditolak oleh ibundanya. “Tidak ada salahnya. Tapi banyak

jeleknya ke negeri Belanda. Apakah yang menyebabkan engkau tertarik?

Pikiran untuk mencapai gelar universitas ataukah penghargaan akan

mendapatkan perempuan kulit putih?”. Soekarno menjawab, “Saya ingin

masuk universitas, Bu”. Dilanjutkan oleh ibundanya, “Kalau itu yang kau

ingini, kau memasuki yang di sini. Pertama, kita harus mengingat

kenyataan pokok yang mengendalikan sesuatu dalam hidup kita, uang.

Pergi ke luar negeri memerlukan biaya yang sangat besar. Disamping itu,

engkau adalah yang dilahirkan dengan darah Hindia (pribumi). Aku ingin

supaya engkau di sini di antara bangsa kita sendiri. Jangan lupa sekali-

kali nak, bahwa tempatmu, nasibmu, pusakamu adalah di kepulauan ini”

(dikutip dari buku “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat” yang

dituliskan oleh Cindy Adams).

Situasi yang berbeda dengan founding fathers lainnya, yaitu

Mohammad Hatta yang menempuh studi lanjut di Belanda. Hatta

dibesarkan di lingkungan keluarga dengan perekonomian yang

berkecukupan. Setelah menamatkan sekolahnya di Handel Middlebare

School (Jakarta), Hatta langsung bertolak ke Rotterdam untuk mengambil

studi lanjut di Nederland Handelshogeschool untuk meneruskan minatnya

studi ilmu ekonomi. Satu alasan Hatta menimba ilmu di Belanda, yaitu

suatu keyakinan jika bangsanya akan mampu menjadi bangsa yang

mandiri suatu saat kelak. Keyakinan tersebut muncul setelah Hatta aktif

7

Page 8: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

dalam kegiatan partai politik di tanah air maupun yang berada di Belanda.

Ketika ditanya mengapa Indonesia harus merdeka, Hatta muda berujar,

jika memang bangsanya tidak bisa mandiri, tentunya tidak akan pernah ada

keinginannya untuk mewujudkan kemerdekaan.

Sepenggal cuplikan kisah para pendiri bangsa mengenai

pandangannya untuk mengambil studi lanjut. Alasan yang disampaikan

oleh ibunda Soekarno benar adanya. Soekarno justru menjadi mahasiswa

yang menonjol dan berprestasi, bahkan sempat ditakuti oleh Belanda.

Hatta punya alasan tersendiri, yaitu mengembalikan seluruh ilmu yang

telah diraihnya untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri. Hatta

sebenarnya masih bisa hidup nyaman dengan menjadi pengajar (dosen)

perguruan tinggi di Belanda. Tidak perlu bersusah payah kembali ke tanah

air di mana konsep berpikirnya masih jauh bisa diimplementasikan di

negeri yang masih berstatus Hindia Belanda.

Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya, praktis Indonesia

harus memulainya dari titik nol. Kita harus memiliki engineering, pakar

ekonomi, pakar sains, fisika nuklir, dan seluruh ahli teknik yang menjadi

modal untuk mencapai kemandirian nasional. Soekarno mengutarakannya

dengan pandangan “Berdiri di Atas Kaki Sendiri” yang kemudian dikenal

dengan istilah “Berdikari”. Dikirimlah mereka yang berbakat untuk

bersekolah dan menimba ilmu ke luar negeri, seperti Eropa, Sovyet

(Rusia), dan Amerika Serikat. Puluhan ribu jumlah mereka yang

dikirimkan studi lanjut di luar negeri dengan biaya yang cukup besar,

sekalipun di dalam negeri sendiri tengah mengalami kesulitan keuangan.

Sayangnya, setelah Soekarno digulingkan, tidak sedikit di antara mereka

yang tidak kembali ke tanah air, karena alasan takut untuk ditangkap.

Program pengiriman mahasiswa untuk studi lanjut di luar negeri

masih terus dijalankan setelah memasuki masa pemerintahan Orde Baru.

Mereka umumnya dikirimkan dengan beasiswa dari pemerintah. Sekalipun

demikian, tidak sedikit di antara mereka yang dikirim studi lanjut ke luar

negeri yang tidak kembali lagi ke tanah air. Berbagai alasan dimunculkan

seperti ketiadaan sarana pendukung yang memadai, sesuai dengan bidang

8

Page 9: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

yang mereka pelajari. Studi lanjut ke luar negeri saat ini tidak hanya

dibiayai oleh beasiswa dari pemerintah, melainkan terdapat alternatif

tawaran beasiswa dari luar negeri.

Menelusuri Alasan Studi Ke Luar Negeri

Setelah bertahun-tahun lamanya, bangsa ini masih saja terus

mencari pengalaman belajar di luar negeri. Tidak sedikit perguruan tinggi

di dalam negeri yang sesungguhnya telah menawarkan program studi yang

mereka kehendaki. Sarana maupun fasilitas belajar di dalam negeri pun

sebenarnya telah mengikuti standar kualitas pendidikan internasional.

Berbagai alasan pun dimunculkan.Pertama mengenai pemeringkatan

universitas. Perguruan tinggi di luar negeri umumnya memiliki peringkat

universitas di atas rata-rata perguruan tinggi di Indonesia. Pemeringkatan

tersebut kemudian dikonotasikan dengan kualitas pendidikan yang

diberikan oleh perguruan tinggi di luar negeri yang lebih

baik.Kedua mengenai fasilitas. Perguruan tinggi di luar negeri

menawarkan sarana maupun fasilitas lebih menarik dan memadai,

ketimbang perguruan tinggi di dalam negeri. Mereka memiliki sarana

berupa perpustakaan yang cukup megah dan dilengkapi dengan

arsip/dokumen elektronik. Dukungan penuh atas akses referensi

internasional, termasuk jurnal-jurnal ilmiah.Ketiga mengenai sistem

perkuliahannya. Perlu diakui mengenai adanya perbedaan sistem

perkuliahan antara perguruan tinggi di dalam negeri dan di luar negeri.

Misalnya seperti sistem sesi konsultasi yang langsung ditangani oleh

pengajar setingkat doktor atau dukungan tutorial yang dipandu langsung

oleh tenaga-tenaga bersertifikasi tinggi. Kebiasaan pemberian pelayanan

edukasi memang cukup berbeda.Keempat mengenai kualitas tenaga

pengajar. Seperti diketahui bahwa hampir sebagian besar pemrakarsa

paham pemikiran yang berpengaruh di negeri ini berasal di perguruan

tinggi di negeri barat. Negara-negara maju yang tergabung di dalam

kelompok G-7 itu pun kebanyakan adalah negara barat. Bagi kebanyakan

orang Indonesia akan beranggapan apabila pendidikan di barat akan lebih

berkualitas daripada pendidikan di dalam negeri.

9

Page 10: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

Jika membaca alasan di atas, saya jadi teringat kehebohan alasan

studi banding yang dilakukan oleh pemerintah maupun anggota DPR RI

setahun silam. Alasan melakukan studi banding sama sekali tidak rasional

dan tidak ada hasil apapun yang berarti dari hasil studi banding yang

memakan biaya cukup besar.

Berbagai alasan seperti yang dijelaskan di atas mungkin bisa

dikatakan sebagai suatu pembenaran, akan tetapi tidak tertutup

kemungkinan hanyalah mitos. Berikut ini pemaparannya.Pemeringkatan

perguruan tinggi sebenarnya bekerja dengan cara yang kurang obyektif.

India merupakan negara yang termasuk cukup besar menghasilkan tenaga

engineering yang bekerja di negara-negara barat maupun Asia. Perguruan

tinggi di India tidak dipusingkan dengan urusan pemeringkatan

internasional. Sekalipun demikian, mereka termasuk paling sering

melahirkan kandidat-kandidat peraih penghargaan Nobel di bidang sains.

Persepsi ataupun penilaian mengenai kualitas sarana dan fasilitas

perkuliahan sebenarnya sangat relatif. Memang perlu diakui apabila

universitas-universitas di luar negeri lebih banyak menjalin hubungan

dengan perguruan tinggi ternama, sehingga memiliki akses yang lebih

leluasa terhadap referensi internasional. Sekalipun demikian, semua akan

berpulang kembali pada masing-masing individu. Pemikir-pemikir besar

itu pun dulunya dibesarkan di lingkungan yang sangat terbatas sekali

referensi, tetapi mereka mampu untuk menciptakan paham pemikiran

sendiri.

Sistem perkuliahan di negeri barat atau di luar negeri perlu diakui

lebih baik. Mahasiswa langsung ditangani oleh dosen yang bersertifikasi

minimal doktoral. Sekalipun demikian, seorang pengajar di sana tidak

akan begitu saja memberikan yang diinginkan mahasiswa, kecuali si

mahasiswa yang berusaha menanyakannya. Sebaik apapun pelayanan

pendidikannya pada akhirnya pun kembali pada masing-masing individu

dapat memanfaatkannya.

10

Page 11: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

Benar adanya, apabila pemikir-pemikir saat ini berasal dari Negara

- negara barat. Seharusnya kita pun perlumemperhatikan, apabila para

pemikir besar itu pun dulunya membesarkan pemikirannya di lingkungan

yang sangat terbatas.

Jika saja harus memaksakan idealisme, maka hanya ada 3 alasan

jika harus mengambil studi lanjut ke luar negeri. Pertama, bidang studi

yang hendak diambil tidak ada di dalam negeri atau setidaknya masih

belum banyak berkembang. Bidang studi seperti ini biasanya bisa dijumpai

seperti studi teknik mikrobiologi, ilmu mengenai fisika nuklir, dan

beberapa bidang lainnya. Kedua, studi lanjut dikaitkan dengan studi kasus

pengalaman di negara yang menjadi sasaran studi lanjut. Misalnya, Anda

ingin studi ilmu ekonomi di India, karena negara tersebut memiliki

karakteristik politik ekonomi yang tidak berbeda dengan Indonesia. India

pun pernah memasuki masa-masa terjebak dalam pusaran utang luar

negeri. Saat ini, India sudah cukup banyak melahirkan pemikir-pemikir

ekonomi, termasuk poros pemikiran mengenai welfare state. Ketiga, alasan

apabila pendidikan di luar negeri lebih murah, termasuk memiliki peluang

untuk bekerja sambil kuliah.

Sebuah Catatan Pinggir

Seniman Sudjiwo Tedjo pernah berujar, apabila negara ini terlalu

bebas mengirimkan orang-orangnya ke luar negeri untuk studi lanjut.

Tanpa disadari, bahwa perguruan tinggi di luar negeri mendapatkan

informasi yang cukup mudah tentang Indonesia yang seudah dilengkapi

dengan analisanya. Tidak hanya itu, mereka pun dengan cukup mudah

dapat memanfaatkan orang Indonesia untuk dipekerjakan menjadi sumber

analisis informasi bagi mereka yang kemudian nantinya akan menjadi

informasi intelijen.

Hampir sebagian besar lulusan terbaik yang dikirimkan ke luar

negeri tidak ada yang kembali ke tanah air. Beberapa di antara mereka

beralasan apabila ilmu yang mereka terima tidak bisa diterapkan di

negerinya sendiri. Fakta yang mungkin tidak bisa dibantah, tetapi terlalu

naif jika menggunakan alasan tersebut. Mereka sebenarnya masih bisa

11

Page 12: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

mengabdikan ilmunya dengan menjadi pengajar atau dosen. Sayangnya,

hanya sedikit di antaranya yang mau mengabdikan ilmunya ke negerinya

sendiri.

Beberapa di antara mereka yang lain beralasan apabila iklim studi

dan riset di luar negeri sangat mendukung untuk pengembangan diri

mereka. Fakta ini tidak bisa dibantah dan benar adanya. Tidak sedikit riset

ilmiah sulit mendapatkan pengakuan nasional dalam bentuk paten. Sering

pula terdengar apabila hasil riset para ilmuwan tidak bermanfaat di

Indonesia. Justru negara-negara asing yang memiliki minat untuk

mematenkan dan sekaligus menerapkannya. Sistem berpikir di negeri ini

pun kurang cocok atau kurang mampu mendukung sistem berpikir yang

selama ini mereka biasakan di luar negeri. Apalagi di luar negeri, seorang

peneliti tidak terlalu sulit mendapatkan dana penelitian dari pemerintahnya

maupun institusi swasta di negara mereka mengambil studi lanjut. Suatu

realita yang tidak terbantahkan pula apabila dana penelitian yang

dialokasikan di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara

tetangga, bahkan hanya mencapai kurang dari 1/3 dari total dana penelitian

perusahaan Microsoft setiap tahunnya. Belum lagi apabila membahas

mengenai gaji tenaga pengajar dan ilmuwan di Indonesia yang masih

sangat rendah. Tentu saja kondisi tersebut sangat bertolak belakang

dengan kebanyakan gaya hidup orang Indonesia.

Kita mungkin kurang begitu memperhatikan kasus terbunuhnya

anak bangsa di Singapura yang bernama David di tahun 2008. Kasus yang

sempat mengganggu hubungan diplomatik di antara kedua negara tersebut

seolah sengaja ditutupi agar memang tidak menjadi polemik di masyarakat

Indonesia. David merupakan mahasiswa di perguruan tinggi Singapura

yang telah menyelesaikan tugas akhir perkuliahannya. Dikabarkan David

menghasilkan karya yang tergolong fenomenal di bidang teknik yang

hendak diklaim oleh Singapura. Dikabarkan pula David tidak rela

karyanya tersebut diklaim oleh Singapura untuk dipatenkan bagi negara

tersebut. Perseteruan dengan dosennya kemudian berujung pada kematian

David secara misterius. Hingga saat ini kasus kematian David masih

12

Page 13: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

misterius. Pihak pemerintah hanya menutup kasus tersebut sebagai kasus

bunuh diri.

"Mungkin saya bisa makan enak, tidur enak punya oto, punya rumah

besar. Tapi saya berdosa pada bangsa saya, dan buat apa saya hidup bila

saya menanggung dosa terhadap masa depan bangsa ini"

Kutipan pernyataan di atas adalah pernyataan Soekarno ketika

dirinya menolak tawaran orang pemerintahan Belanda untuk bekerja

sebagai pegawai Gupernemen (semacam pegawai khusus pemerintahan).

Padahal jika saja diterima tawaran tersebut, Soekarno akan mendapatkan

penghasilan ratusan Gulden dari Belanda. Lebih dari cukup untuk bisa

13

Page 14: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

mewujudkan impian pribadinya melancong ke negeri-negeri di Eropa.

Sikap penolakan atas tawaran tersebut sesungguhnya mencerminkan sikap

moral dari diri Soekarno sendiri. Siapapun mungkin bisa mendebatkan,

tetapi tidak bisa mendebatkan kata hati seseorang yang pernah membawa

nama Indonesia begitu disegani di antara dua nama negara adidaya di masa

itu.

Sebagai bangsa yang besar sudah seharusnya dan selayaknya

melahirkan lebih banyak poros pemikiran baru di berbagai bidang ilmu

pengetahuan. Berabad-abad yang silam, Nusantara pernah menjadi pusat

studi lanjut atau poros kebudayaan di dunia di masa kejayaan Sriwijaya.

Demikian pula ketika memasuki kejayaan Majapahit yang menjadi poros

kebudayaan Budha yang mampu menciptakan poros pemikiran dari

sumbernya di India. Di masa pergerakan nasional, Soekarno misalnya

memperkenalkan paradigma ilmu sosial yang disebut Marhaenisme yang

sesungguhnya merupakan poros baru dari paham Marxisme. Di masa

pergerakan nasional itu pula memunculkan poros baru dari pesantren yang

dikelola Haji Misbach yang kemudian dikenal dengan paham “Islam

Abangan”. Mungkin sedikit di antara kita yang mengetahui betapa

cemerlangnya pendekatan baru dari Marxisme dari Tan Malaka yang saat

ini menjadi salah satu referensi pemikiran Marxis di dunia. Mohammad

Hatta memperkenalkan gagasan sosialisme yang dikenal dengan sebutan

“Koperasi” dan sekaligus membedakan dengan pendekatan serupa yang

digunakan di Eropa. Masih ada cukup banyak deretan nama di masa lalu

yang sesungguhnya mencerminkan kemampuan bangsa Indonesia untuk

menciptakan poros pemikiran baru.

Fakta sejarah mengungkapkan apabila sumberdaya manusia

Indonesia dengan peringkat kualitas nomor 1 dan 2 tidak pernah

mengabdikan ilmunya di negerinya sendiri. Mereka yang mengabdikan

ilmunya sebagian besar dan yang menonjol adalah sumberdaya manusia

dengan peringkat kualitas nomor 3 dan 4. Peringkat ke-5 biasanya dikirim

ke luar negeri untuk dipekerjakan sebagai TKI/TKW. Mereka yang berada

pada peringkat ke-3 dan ke-4 inilah yang saat ini menjabat sebagai pejabat

14

Page 15: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

publik maupun bekerja di instansi pemerintahan/swasta. Sungguh ironis

sekali, jika bangsa Indonesia harus berhadapan dan bersaing dengan

bangsa-bangsa lain yang dengan kualitas sumberdaya manusia peringkat 1

dan 2. Ironis pula jika tidak sedikit di antaranya justru terdapat bangsa

Indonesia sendiri yang membantu bangsa asing dengan menjadi warga

negara di negara tersebut.

Sudah saatnya bangsa ini harus lebih banyak belajar dari pemikiran

tokoh-tokoh di masa lalu, bahwa satu saat nanti mampu mengembalikan

kejayaan di masa silam sebagai salah satu pusat kebudayaan dunia.

Soekarno pernah berucap, “Sediakanlah aku 10 pemuda, maka aku akan

mengguncang dunia”. Sekalipun di masa itu bangsa Indonesia sedang

mengalami kesusahan, akan tetapi bangsa Indonesia masih memiliki

kepercayaan diri yang sangat tinggi. Bangsa Jepang di masa Restorasi

Meji mengirimkan putera-putera terbaiknya ke luar negeri untuk menimba

ilmu yang nantinya akan digunakan dan diterapkan di negerinya. Begitu

pula gagasan para pendiri bangsa ini di masa lalu, bahwa satu saat kelak

bangsa ini akan mampu mewujudkan dirinya menjadi bangsa yang mandiri

dan berdikari.

15

Page 16: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

C. Penyebab Lunturnya Nasionalisme di Masyarakat Indonesia

Seiring berkembangnya zaman, rasa nasionalisme kian memudar.

Hal ini dibuktikan dari berbagai sikap dalam memaknai berbagai hal

penting bagi Negara Indonesia. Contoh sederhana yang menggambarkan

betapa kecilnya rasa nasionalisme, diantaranya :

a) Pada saat upacara bendera, masih banyak rakyat yang tidak

memaknai arti dari upacara tersebut. Upacara merupakan wadah

untuk menghormati dan menghargai para pahlawan yang telah

berjuang keras untuk mengambil kemerdekaan dari tangan para

penjajah. Para pemuda seakan sibuk dengan pikirannya sendiri,

tanpa mengikuti upacara dengan khidmad.

b) Pada peringatan hari-hari besar nasional, seperti Sumpah Pemuda,

hannya dimaknai sebagai serermonial dan hiburan saja tanpa

menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme dalam benak

mereka.

c) Lebih tertariknya masyarakat terhadap produk impor dibandingkan

dengan produk buatan dalam negeri,lebih banyak mencampurkan

bahasa asing dengan bahasa Indonesia untuk meningkatkan gengsi,

dan lain-lain.

d) Kurangnya kesadaran masyarakat “hanya” untuk memasang

bendera di depan rumah, kantor atau pertokoan. Dan bagi yang

tidak mengibarkannya mereka punya berbagai macam alas an entah

benderanya sudah sobek atau tidak punya tiang bendera, malas ,

cuaca buruk, dan lain-lain. Mereka mampu membeli sepeda motor

baru, baju baru tiap tahun yang harganya ratusan bahkan jutaan 

tapi mengapa untuk bendera merah putih yang harganya tidak

sampai ratusan saja mereka tidak sanggup.

Semua identitas bangsa Indonesia baik itu bendera merah putih, lagu

kebangsaan Indonesia Raya dan lain sebagainya hanyalah merupakan

simbol, symbol bahwa negara Indonesia masih berdiri tegak dan mampu

mensejajarkan dirinya dengan bangsa lain. Bagaimana kita bias bangga

16

Page 17: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

menjadi bangsa ini jika kita malas dan malu memakai atribut bangsa

Indonesia ini.

Jika ditinjau dari sudut pandang, gejala ini mulai terlihat sejak era

reformasi karena pada masa orde baru, pemasangan bendera adalah

sesuatu yang bersifat wajib. Sejak era reformasi, animo masyarakat untuk

turut andil dalam memeriahkan Dirgahayu RI juga berkurang. Pada masa

sekarang ini sudah sulit ditemukan perlombaan-perlombaan 17-an.

Padahal pada masa orde baru, suasana 17-an telah dirasakan sejak awal

Agustus. Perlombaan 17-an merupakan kegiatan rutin setiap tahunnya dan

sudah menjadi budaya baru di negara ini. Melalui kegiatan ini dapat

ditanamkan nilai-nilai nasionalisme ke dalam diri generasi muda yang

nantinya menjadi penerus bangsa. Contoh, dalam permainan panjat pinang

yang paling sulit diraih adalah bendera dan harus melalui usaha keras

untuk mendapatkannya. Dari hal kecil tersebut terkandung nilai

pembelajaran yang sangat tinggi yaitu untuk merebut kemerdekaan, para

pahlawan berjuang mati-matian tanpa mengenal lelah dan tentunya disertai

dengan rasa keikhlasan hati. Terakhir, hal yang paling ironis adalah bangsa

ini pada kenyataannya kurang menghargai jasa-jasa para pahlawan yang

masih hidup hingga sekarang. Mereka yang dahulu telah mengorbankan

segalanya untuk kemerdekaan Indonesia justru mendapatkan imbalan

berupa kehidupan yang tidak layak disisa umur mereka. Padahal dapat

dibayangkan apabila dahulu para pahlawan tidak mau berjuang, pastinya

Indonesia masih dalam penjajahan bangsa asing.

Sebenarnya nasib kita masih lebih baik dan beruntung daripada

para pejuang dulu, kita hanya meneruskan perjuangan mereka tanpa harus

mengorbankan nyawa dan harta.Nasionalisme kita semakin luntur dan

akankah punah tergilas modernisasi dan individualis. Masih banyak

bentuk nasionalisme lain yang kita rasakan semakin memudar. Kurangnya

kecintaan kita terhadap produk dalam negeri dan merasa bangga kalau bisa

memakai produk dalam negeri. Kegilaan kita tripping keluar negeri

padahal negeri sendiri belum tentu dijelajahi. Kita belum tersadar betul

17

Page 18: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

bahwa lambat laun sikap-sikap seperti itu akan semakin menjauhkan

kecintaan kita kepada  negeri ini.

Rasa nasionalisme bangsa pada saat ini hanya muncul bila ada

suatu faktor pendorong, seperti kasus pengklaiman beberapa kebudayan

dan pulau-pulau kecil Indonesiaseperti Sipadan, Ligitan , serta Ambalat

oleh Malaysia beberapa waktu yang lalu. Namun rasa nasionalisme pun

kembali berkurang seiring dengan meredanya konflik tersebut.

18

Page 19: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

D. Fakta Studi di Luar Negeri

Studi atau belajar keluar negeri masih menjadi pilihan yang

menarik bagi sekelompok pelajar dan mahasiswa di Indonesia. Tidak

seperti dulu yang harus bersusah payah mencari informasi, sekarang ini

pihak perguruan tinggi di luar negeri sebaliknya cukup pro aktif mencari

peminatnya di berbagai negara, terutama Indonesia. Bagi sebagian

masyarakat Indonesia, studi lanjut ke luar negeri memiliki nilai prestis

tersendiri. Namun, tidak banyak yang mengetahui apabila kebiasaan studi

ke luar negeri tersebut telah menjadi bumerang bagi diri bangsa Indonesia

sendiri.

Ketika pertama kali melayangkan gagasan tulisan ini, penulis

mendapatkan cukup banyak pertentangan dari masyarakat. Penulis bisa

memahami, karena maksud yang tersirat dari gagasan tersebut seolah

penulis menyudutkan mereka yang mengambil studi lanjut di luar negeri.

Kuliah di luar negeri adalah pilihan di mana siapapun punya hak dan

kebebasan untuk mewujudkan. Tetapi studi lanjut di luar negeri itu pun

harus dipandang pula sebagai sebuah kebutuhan. Penulis tidak terlalu

mempersoalkan masalah pilihan dan kebutuhan, tetapi ada beberapa fakta

yang sebaiknya perlu diketahui oleh masyarakat tentang studi lanjut di luar

negeri.

Suatu Fakta Dalam Sejarah

Kebiasaan studi lanjut ke luar negeri sudah berlangsung sebelum

NKRI memproklamirkan kemerdekaannya. Tercatat beberapa tokoh

pergerakan nasional merupakan alumni perguruan tinggi di Eropa. Sebut

saja seperti salah satu bapak proklamator, Mohammad Hatta yang pernah

mengenyam pendidikan tinggi di Belanda atau tepatnya di Nederland

Handelshogeschool (Rotterdam). Atau seperti Sutan Sjahrir yang sempat

mengenyam di Amsterdam University (Belanda). Sebelum kemerdekaan,

di tanah air sudah berdiri sekolah-sekolah yang bahkan sampai tingkat

perguruan tinggi didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pengajarnya

pun lebih banyak diisi oleh orang-orang Belanda, seperti ketika Soekarno

masih mengenyam pendidikan di tingkat HBS (Surabaya).

19

Page 20: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

Setelah memproklamirkan kemerdekaannya, kebiasaan untuk

mengambil studi lanjut di luar negeri pun terus berlangsung. Apalagi

ketika Soekarno mengeluarkan kebijakan untuk mengirimkan putera dan

puteri Indonesia dalam jumlah yang cukup besar ke berbagai negara di

Eropa, Amerika, dan Sovyet untuk menimba ilmu. Tujuannya tidak lain

untuk mempersiapkan fondasi pendidikan yang kuat agar dapat

mempersiapkan sumber daya manusia secara mandiri di masa depan.

Mereka dikirimkan secara bergelombang sesuai dengan keberjenjangan

studi dan kelompok (jurusan) studi. Kebanyakan mereka yang dikirim

adalah sarjana-sarjana di bidang ilmu sains (MIPA), karena faktanya

ketika itu sangat kekurangan tenaga ataupun ilmuwan sains. Orientasinya

pada waktu itu hanya mengirimkan mahasiswa untuk mengambil studi

lanjut, setelah menyelesaikan studi dasar di perguruan tinggi setempat.

Paska tergulingnya Soekarno, pemerintah yang berkuasa mulai

menghentikan dan mengevaluasi pengiriman mahasiswa studi lanjut di

masa pergerakan revolusi. Tidak sedikit di antara mereka yang sudah

berada di luar negeri tidak kembali ke tanah air. Sekalipun demikian,

pemerintah Orba pun masih melakukan pengiriman putera dan puteri yang

berprestasi ke luar negeri untuk melakukan studi lanjut. Program inilah

yang selanjutnya diberi nama program beasiswa yang dulunya

dikonotasikan dibiayai oleh pemerintah. Dalam perkembangannya, studi

lanjut ke luar negeri menjadi semakin meluas, bukan hanya dilakukan oleh

mereka yang menurut pemerintah dikatakan berprestasi, melainkan

siapapun boleh melakukan studi lanjut ke luar negeri untuk berbagai

jenjang dan jurusan studi.

Motif Prestisius Studi Lanjut Yang Terus Berlanjut

Di dalam buku “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat” terdapat

cuplikan percakapan yang cukup menarik antara Soekarno muda dan

ibundanya. Ketika itu Soekarno mengutarakan niatnya untuk melanjutkan

studi ke luar negeri. Kemudian, ketika si ibu menanyakan alasannya untuk

memilih studi lanjut ke luar negeri, Soekarno hanya menjawab,

20

Page 21: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

“Ibu, semua anak-anak yang lulus dari HBS dengan sendirinya pergi

negeri Belanda. Itulah jalan yang biasa. Kalau orang mau memasuki

sekolah tinggi dia pergi ke negeri Belanda”.

Bisakah pembaca bayangkan, jawaban tersebut justru meluncur

dari seorang yang nantinya menjadi penulis buku “Dibawah Bendera

Revolusi”? Tentu saja atas alasan tersebut langsung ditolak keras oleh

ibundanya. Tetapi ada yang lebih menarik lagi dari penjelasan ibunda

Soekarno atas penolakannya, yaitu

“Tidak ada salahnya. Tapi banyak jeleknya pergi ke negeri Belanda.

Apakah yang menyebabkan kau tertarik? Pikiran untuk mencapai gelar

universitas ataukah penghargaan akan mendapatkan seorang perempuan

kulit putih?”.

Tidak ada yang menyangka apabila percakapan yang berlangsung

pada tanggal 10 Juni 1921 tersebut akan turut merubah nasib bangsa

Indonesia di masa depan. Soekarno tidak bisa berkata apa-apa setelah

mendengar penjelasan ibundanya yang sangat sederhana. Soekarno pun

akhirnya melanjutkan studinya di Bandung yang ketika itu dikenal sebagai

kota pelajar dan pusat pendidikan.

Jika dicermati alasan Soekarno ketika hendak berniat melanjutkan

studi ke luar negeri adalah alasan dari kebanyakan masyarakat Indonesia

hingga sekarang ini. Apakah makna yang bisa ditangkap di dalamnya?

Tidak ada alasan lagi, kecuali hanya mendapatkan nilai prestisius dari

studi lanjut di luar negeri. Begitulah yang sekiranya ditangkap oleh ibunda

Soekarno dengan memaknai kalimat, “Apakah yang menyebabkan kau

tertarik? Pikiran untuk mencapai gelar universitas ataukah penghargaan

akan mendapatkan seorang perempuan kulit putih?”. Prestis studi lanjut ke

luar negeri sebenarnya pula telah berlangsung lama, bahkan di masa para

bapak pendiri bangsa sedang mengenyam pendidikannya.

Apalagi dalam tatanan berpikir masyarakat Indonesia sebagai

akibat (psikis) dari penjajahan pikiran yang cukup lama, yaitu mental

inlander. Suatu cara berpikir yang beranggapan apabila segala sesuatu

yang berasal dari luar dianggap lebih baik dan lebih bergengsi. Mental

21

Page 22: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

inlander ini pula yang menyebabkan munculnya sikap ketergantungan

yang tidak rasional atau bentuk ketergantungan yang sulit untuk diberikan

penjelasan. Adapula yang kemudian menyebutkan dengan istilah

‘membebek’ atau kebiasaan ‘mengekor’ atau budaya ikut-ikutan. Mental

inlander tidak mengkedepankan kepercayaan diri dalam membangun dan

membentuk suatu kualitas, melainkan hanya mempertimbangkan aspek

prestisius semata.

Beberapa Fakta Yang Perlu Diketahui

Jika ada anggapan yang kemudian menjadi opini publik, apabila

kualitas sekolah/kuliah di luar negeri lebih baik ketimbang di dalam

negeri, maka anggapan tersebut tidak keliru. Penulis pun secara pribadi

tidak akan membantahnya. Tetapi ada beberapa fakta yang sebaiknya perlu

diketahui dan dipahami oleh masyarakat mengenai studi lanjut ke luar

negeri. Fakta-fakta tersebut sebenarnya pernah disinggung oleh

budayawan Frans Magnis Suseno dan Sudjiwo Tedjo. Di sini penulis

mencoba menghimpun fakta-fakta tersebut kepada beberapa nara sumber

yang dipilih karena pengetahuannya tentang sekolah di luar negeri.

a) Fakta Pertama: Penguasaan Karya Cipta Intelektual

Tidak bisa dipungkiri lagi, apabila karya ilmiah berupa thesis akan

menjadi syarat kelulusan mahasiswa di luar negeri. Setiap thesis yang

disusun oleh mahasiswa di luar negeri akan dipublikasikan melalui jurnal

di masing-masing jurusan/fakultas. Tentunya thesis karya mahasiswa asal

Indonesia yang kuliah di Nanyang University hanya akan dipublikasikan

pada jurnal yang mereka terbitkan sendiri. Thesis tersebut tidak bisa

dipublikasikan ke jurnal yang diterbitkan perguruan tinggi lain. Penyusun

thesis masih tetap diakui hak-hak intelektualnya, tetapi kepemilikan atas

karya ilmiah tersebut adalah persoalan lain.

Perguruan tinggi di luar negeri sangat memperhatikan aspek

kualitas akademik, terutama perhatian pada karya ilmiah. Tetapi tidak

sesederhana jika hendak memahaminya. Mereka sangat profesional di

mana reputasi mereka sangat ditentukan oleh kualitas karya ilmiah yang

dihasilkan oleh mahasiswanya. Reputasi tersebut berarti pula

22

Page 23: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

akanmenentukan kepercayaan publik, sehingg akan menentukan pula

keberlangsungannya. Apapun akan mereka lakukan untuk menjaga

reputasi akademik tersebut, termasuk jika perlu mendatangkan ataupun

mencari mahasiswa berbakat. Tujuannya untuk bisa menghasilkan karya

ilmiah yang dituliskan dengan logo dan nama perguruan tinggi mereka.

Kepercayaan masyarakat tadi begitu pentinga bari mereka, karena datang

dari berbagai kalangan, terutama kalangan pemerintah maupun kalangan

usaha (korporasi), bahkan kalangan multinasional.

Jika mereka mendapati satu karya ilmiah yang dianggapnya

merupakan sesuatu karya yang sangat berharga di bidang ilmu

pengetahuan, maka mereka akan berupaya untuk menjaga karya ilmiah

tersebut, termasuk si penulisnya. Apalagi jika diketahui si penulis/pembuat

karya ilmiah tadi merupakan akademisi (pengajar/peneliti) di negara

asalnya. Mereka akan melakukan segala cara agar si pembuat karya ilmiah

tadi tidak akan tetap memberikan kontribusi bagi mereka. Caranya sangat

lazim, yaitu dengan menawarkan beasiswa untuk studi lanjut berikutnya.

Beberapa modus dilakukan dengan menawarkan proyek penelitian dengan

tawaran penghasilan yang cukup menggiurkan. Biaya riset/penelitian yang

hampir tidak mungkin diperoleh jika dilakukan di negara asal si pembuat

karya ilmiah. Prinsipnya, perguruan tinggi tersebut menciptakan semacam

ikatan yang membuat si peneliti menjadi enggan untuk kembali ke negara

asalnya.

Tidak semua perguruan tinggi melakukan modus tersebut dan

hanya mereka yang dianggap pilihan akan diarahkan pada sebuah ikatan

institusional. Penulis mencoba mengingatkan pembaca tentang kasus

mahasiswa asal Indonesia yang terbunuh di luar negeri, yaitu David

Hartanto Widjaja yang ketika itu tercatat sebagai mahasiswaNanyang

Technology University (Singapura) di tahun 2009. David memang dikenal

mahasiswa berbakat, serta pernah mewakili Indonesia dalam Olimpiade

Matematika Internasioal tahun 2005. Kematiannya yang masih misterius

hingga saat ini diduga berawal dari topik skripsinya yang meneliti

mengenai pengembangan teknologi 3D (sumber berita). Tema yang mirip

23

Page 24: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

pernah diujicobakan oleh Lucas Art & Co, tetapi penelitian David

dianggap lebih revolusioner, karena aplikasinya akan lebih luas, bahkan

dapat dimanfaatkan untuk keperluan militer (sumber tulisan). Penulis tidak

ingin menebak-nebak, tetapi harus digarisbawahi apabila pihak NTU dan

pemerintah Singapura pun akan berkepentingan dengan hasil karya David.

Jika pun berita itu benar, David bukanlah orang Indonesia yang pertama

membuat terobosan teknologi di perguruan tinggi asing.

b) Fakta Kedua: Motif Untuk Mencari Informasi

Fakta inilah yang sempat disinggung oleh Franz Magnis Suseno

dan budayawan Sudjiwo Tedjo. Bisa dikatakan pula sebagai motif intelijen

untuk menguasai sumber-sumber informasi tentang Indonesia, yaitu orang

Indonesia sendiri. Seperti yang sudah penulis singgung sebelumnya,

apabila perguruan tinggi di luar negeri bermitra dengan perusahaan

ataupun kalangan pemerintahan untuk keperluan riset dan penelitian

tentang segala sesuatu subyek maupun obyek pengamatan yang

dikehendaki. Hal yang sama sebenarnya dilakukan pada beberapa

perguruan tinggi di Indonesia. Perbedaannya, perguruan tinggi di luar

negeri jauh lebih profesional dalam melakukan penghimpunan informasi,

karena melibatkan partisipasi aktif dari seluruh kalangan di perguruan

tinggi tersebut.

Mahasiswa asing yang biasanya mendapatkan perhatian dari

mereka adalah mahasiswa pada kelompok studi non eksakta. Misalnya

untuk program studi seperti ilmu ekonomi, bisnis, ilmu sosial dan politik,

ilmu komunikasi, dan lain sebagainya. Mahasiswa asing tetap diberikan

pilihan untuk mengambil tema penelitian, tetapi mereka pula tetap di

bawah arahan dosen pembimbingnya. Tidak hanya itu, para dosen

pembimbing tersebut akan mengarahkan agar mengambil topik dengan

obyek penelitian yang merupakan negara asal si mahasiswa. Mereka ini

bisa dikatakan sangat profesional dalam pekerjaannya. Si mahasiswa asing

yang dipilih untuk diarahkan tadi akan diberikan perhatian khusus,

termasuk disediakan asisten dosen pembimbing untuk membantu si

mahasiswa. Jika perlu, mereka akan berupaya pula untuk mencarikan dana

24

Page 25: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

riset bagi si mahasiswa yang jumlahnya cukup besar, tergantung seberapa

besar nilai strategis dari tema penelitian.

Praktik/modus kependidikan yang diterapkan tadi bertujuan untuk

menghimpun informasi tentang negara asal si mahasiswa dengan segala

perangkat metode penelitian dan fasilitasnya. Informasi yang dihimpun

tadi akan menjadi kontribusi bagi perguruan tinggi kepada kalangan yang

membutuhkan, seperti kalangan bisnis (swasta), akademisi, maupun

pemerintahan. Perlu diketahui, apabila perguruan tinggi di luar negeri

tidak hanya mendapatkan uang dari mahasiswa, tetapi mereka pun

mendapatkannya dari pihak ketiga. Tidak mengherankan apabila

perguruan tinggi seperti mereka memiliki hubungan yang cukup dekat

dengan badan intelijen setempat ataupun biro riset dan penelitian bisnis

pada perusahaan-perusahaan multinasional.

Tidak semua mahasiswa asing akan dimanfaatkan sebagai media

untuk penghimpunan informasi. Pihak perguruan tinggi di luar negeri

cukup selektif untuk memilih dengan menggunakan kriteria dan standar

yang sangat ketat. Mereka mengemasnya dengan kalimat hanya akan

memilih mahasiswa asing yang mau untuk diajak bekerjasama. Tanpa

disadari, mahasiswa asing akan memberikan informasi yang cukup

berharga tentang negaranya. Sebut saja mulai dari informasi masalah

sosial, masalah politik, masalah keamanan, perilaku masyarakat, informasi

perekonomian, dan lain sebagainya. Tidak mengherankan apabila tidak

sulit barang-barang impor masuk dan meluas ke pasar di dalam negeri.

Mereka pun cukup paham tentang situasi politik di suatu negara, termasuk

perilaku masyarakatnya. Semua informasi tersebut kebanyakan dihimpun

sendiri oleh orang Indonesia yang mengambil studi lanjut di luar negeri.

Mereka mendapatkan informasi dengan menguasai sumber informasi,

ketimbang harus bekerjasama dengan pemerintah ataupun perguruan

tinggi di Indonesia.

c) Fakta Ketiga: Motif Perekonomian

Motif perekonomian sebenarnya belum berlangsung terlalu lama,

yaitu sekitar 10 tahun belakangan ini. Beberapa perguruan tinggi di luar

25

Page 26: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

negeri nampaknya mulai menggunakan strategi ‘jemput bola’ untuk

menawarkan studi lanjut di kampus mereka. Mereka menyelenggarakan

workshop di beberapa kota besr di Indonesia melalui seminar maupun

diskusi yang bertujuan untuk memperkenalkan kampus mereka kepada

calon mahasiswa di Indonesia. Sejalan dengan aktivitas tersebut, lembaga

donor atau pihak ketiga di luar negeri yang bekerjasama dengan institusi

swasta maupun pemerintah di dalam negeri untuk menyelenggarakan

program beasiswa studi lanjut ke luar negeri. Tidak jarang bersamaan

kampanye tersebut didukung pula oleh pemerintah mereka dengan

memberikan kemudahan dalam pengurusan visa.

Berdasarkan data pendidikan global yang dirilis oleh UNESCO

tahun 2011 disebutkan apabila negara tujuan (destinasi) untuk studi lanjut

bagi pelajar/mahasiswa Indonesia berturut-turut adalah Australia (10.205

orang), Amerika Serikat (7.386 orang), Malaysia (7.325 orang), Jepang

(1.788 orang), dan Jerman (1.546). Total terdapat sebanyak lebih dari

50.000 mahasiswa asal Indonesia yang menempuh studi di luar negeri.

Umumnya negara-negara yang menjadi destinasi favorit untuk studi lanjut

memiliki lembaga sendiri yang menghubungkan antara sekolah atau

perguruan tinggi di negara tujuan dan negara asal. Sekalipun Australia

berada pada peringkat teratas, uniknya negara ini justru menjadi negara

yang paling sedikit di Asia Pasifik mengirimkan pelajar/mahasiswanya ke

luar negeri. Berkebalikan dengan tren negara yang paling sering

mengirimkan pelajar/mahasiswa ke luar negeri, kebanyakan negara-negara

destinasi favorit tadi pun mengalami kecenderungan yang menurun dalam

pengiriman pelajar/mahasiswanya ke luar negeri.

Data yang dirilis dari UNESCO tersebut senantiasa mengalami

perkembangan. Misalnya saja, dalam beberapa bulan terakhir ini, Malaysia

dan Singapura nampaknya mulai mengalami perkembangan ang cukup

pesat untuk menempatkan dirinya menjadi negara tujuan favorit untuk

studi lanjut bagi pelajar/mahasiswa asal Indonesia. Cukup mengejutkan di

mana Malaysia yang dulunya menjadikan Indonesia negara tujuan untuk

menimba ilmu, kini telah mengalami pergeseran. Thailand pun mulai

26

Page 27: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

berlomba dengan kampus-kampus lainnya di Asia Tenggara untuk

menarik pelajar/mahasiswa asal Indonesia.

Indonesia sebenarnya masih terbilang rendah untuk kuantitas

pengiriman pelajar/mahasiswa ke luar negeri (Okezone, 27 Maret 2012,

19:05). Dua negara urutan teratas masih dipegang oleh China dan India,

selanjutnya diikuti oleh Korea Selatan. Jepang yang berada pada urutan

keempat hanya mengirimkan kurang dari 60.000 pelajar/mahasiswanya

pada tahun 2009. Sekalipun Indonesia masih terbilang rendah, tetapi

jumlah pengirimannya setiap tahun senantiasa mengalami peningkatan

dengan jumlah yang relatif bervariasi.

Kehadiran mahasiswa internasional sebenarnya memiliki aspek

ekonomi, yaitu harapan untuk bisa memberikan kontribusi yang positif

bagi negara tujuan studi lanjut. Masuknya mahasiswa internasional akan

diikuti pula dengan masuknya dana internasional yang digunakan untuk

membiayai keperluan studi lanjut di luar negeri. Beberapa negara di Eropa

memberikan regulasi yang cukup ketat, seperti dengan memberikan

jaminan sejumlah uang untuk ditempatkan di negara tersebut.

Pelajar/mahasiswa di luar negeri akan membelanjakan uangnya yang

berarti pula akan turut memutar kegiatan perekonomian di negara tersebut.

Di sisi lain, masuknya dana internasional tersebut tentunya akan

memberikan kontribusi bagi penguatan (apresiasi) nilai tukar (kurs) mata

uang setempat. Motif inilah yang kemudian mendorong sejumlah

perguruan tinggi di luar negeri mendorong berkembangnya program

pertukaran pelajar dan mahasiswa internasional atau program untuk

mahasiswa internasional. Akhir tahun 2011 lalu, pemerintah Amerika

pernah memberikan insentif yang cukup besar bagi pelajar dan mahasiswa

asal Indonesia untuk menempuh studi lanjut di Amerika.

Pelajaran Bagi Perguruan Tinggi di Indonesia

Penulis tidak menampik apabila ada motif prestisius yang

melatarbelakangi beberapa pelajar atau mahasiswa untuk mengambil studi

lanjut di luar negeri. Tetapi harus pula diakui apabila perguruan tinggi di

dalam negeri memiliki sikap yang tidak fleksibel terhadap perubahan dan

27

Page 28: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

dinamika pendidikan dan ilmu pengetahuan. Alasan untuk mengejar daya

saing dilakukan lebih banyak berorientasi pada perubahan fisik, bukan

menitikberatkan pada pembenahan kualitas. Misalnya saja seperti kasus

plagiarisme yang semakin merajalela, serta sistem belajar dan mengajar

yang hanya berorientasi untuk mengejar kuantitas. Masalah kualitas ini

pula perlu disoroti dari sikap dari para pengajarnya sendiri yang jarang

untuk membuat penelitian ataupun mengeluarkan buku panduan kuliah.

Ada banyak kesamaan cerita dari mereka yang pernah mengenyam

studi lanjut di luar negeri tentang sikap para dosen ataupun dosen

pembimbing. Rata-rata pengajar (dosen) di perguruan tinggi luar negeri

bergelar setidaknya doktor. Mereka adalah sosok yang tidak sulit untuk

ditemui oleh mahasiswanya untuk berkonsultasi. Para dosen ini pun

didampingi oleh asisten dosen untuk membantu komunikasi dan hubungan

akademik antara dosen dan mahasiswa. Mereka cukup konsisten

menjalankan kurikulum yang telah matang dan menjadi rujukan bagi

perguruan tinggi di negara lain. Beberapa perguruan tinggi di luar negeri

memiliki aturan yang sangat tegas terhadap ketentuan drop out (DO).

Masih banyak lagi masalah kualitas yang terlewatkan dan kurang

diperhatikan serius oleh perguruan tinggi di dalam negeri.

Tidak berimbangnya jumlah mahasiswa yang studi lanjut ke luar

negeri dibandingkan mahasiwa asing yang studi lanjut di Indonesia tidak

lain dilatarbelakangi oleh lemahnya visi perguruan tinggi dalam

mengkedepankan keunggulan komparatifnya. Sebenarnya masalah

keunggulan komparatif adalah masalah sistem pendidikan nasional dan

tentunya sikap dari pemimpin nasional. Aspek prestisius secara fisik

sebenarnya tidaklah selalu penting menentukan keunggulan komparatif

antar perguruan tinggi, melainkan lebih memperhatikan aspek kualitas.

Perguruan tinggi di Indonesia sebaiknya mengesampingkan dulu masalah

pemeringkatan oleh lembaga-lembaga pemeringkat perguruan tinggi,

karena memang terbukti sangat subyektif.

28

Page 29: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

a. Positif (Saran)

Dengan segala keuntungan dan hasil yang didapatkan pada saat

studi di luar negeri memang membuat mahasiswa tertarik untuk

melanjutkan pendidikan disana dan kebanyakan memilih untuk

tinggal disana. Tetapi keadaan tersebut membuat orang orang yang

memiliki kemampuan untuk membangun negara sendiri berkurang.

Berdasarkan tokoh tokoh Nasionalisme seharusnya setelah mereka

melakukan studi disana dengan ilmu yang jauh lebih super bisa

kembali ke tanah air dan menghilangkan semua ego dan memiliki

bekal Nasionalisme untuk membuat kemajuan bangsa yang sangat

pesat tanpa adanya campur tangan asing.

b. Negatif(Kritik)

Dengan keadaan bangsa ini yang tidak menyediakan wadah untuk

orang orang hebat tidak menutup kemungkinan untuk membuat

mereka mengikuti egonya meninggalkan tanah air. Untuk

mencegah itu terjadi demi kepentingan bangsa sebaiknya

pemerintah memperhatikan mereka dan memfasilitasi apa yang

dibutuhkan untuk memajukan bangsa dan menggusur segala yang

berbau asing.

29

Page 30: Makalah Melemahnya Nasionalisme Bangsa Indonesia MPKT-A

DAFTAR PUSTAKA

Franz Magnis Suseno.(2001).Kuasa dan Moral. Jakarta: Gramedia

Hans Kohn.(1984). Nasionalisme dan Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Erlangga

Kartodirjo, Sartono.1999. Dinamika Nasionalisme Indonesia. Salatiga: Yayasan Bina Darma

Sulfikar Amir.“Epistemologi

Nasionalisme”.http://kompas.com/kompas-cetak/041103/Bentara/1363295.htm,10 April 2015

Taufik Abdullah.(2001. Nasionalisme dan Sejarah. Bandung : Satya Historika.

30