1.pengantar mpkt buku ke-1

21
i PROGRAM PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN PENDIDIKAN TINGGI MATA KULIAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN TERINTEGRASI A BUKU AJAR I Filsafat, Logika, Etika, dan Kekuatan dan Keutamaan Karakter Bagus Takwin Lamuddin Finoza H. Zakky Mubarak UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2011

Upload: notersresre

Post on 13-Aug-2015

115 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Pengantar buku ajar satu (1) MPKT-A

TRANSCRIPT

Page 1: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

i

PROGRAM PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN PENDIDIKAN TINGGI

MATA KULIAH

PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN TERINTEGRASI A

BUKU AJAR I

Filsafat, Logika, Etika, dan

Kekuatan dan Keutamaan Karakter

Bagus Takwin

Lamuddin Finoza

H. Zakky Mubarak

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2011

Page 2: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

ii

BUKU AJAR I

Filsafat, Logika, Etika, dan

Kekuatan dan Keutamaan Karakter

Page 3: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

iii

Pengantar Buku Ajar MPKT A

Pendidikan yang Mengembangkan Kapabilitas dan

Memerdekakan Manusia Indonesia

Bagus Takwin

1. Pendahuluan

Konsep pendidikan yang memadai mensyaratkan konsep manusia yang memadai. Manusia

sebagai makhluk yang dididik dan makhluk yang mendidik merupakan ihwal atau isu sentral

dalam pendidikan. Berbicara tentang pendidikan pada dasarnya adalah berbicara tentang

manusia.

Siapa manusia dalam konsep pendidikan Indonesia dan apa yang ditujunya?

Pertanyaan ini jarang dibahas dewasa ini. Sudah beberapa kali sistem pendidikan Indonesia

diubah tetapi konsep tentang manusia yang semestinya mendasarinya malah makin kabur.

Idealnya, pendidikan adalah proses menjadi dan menentukan diri sebagai pribadi.

Pengertian ini mengindikasikan adanya penguatan daya-daya subjektif dalam pendidikan.

Subjektivitas adalah potensi khas manusia, yang hanya mungkin muncul pada manusia.

Subjektivitas adalah syarat kemerdekaan. Orang yang merdeka, ketika ia secara subjektif

menentukan tindakan-tindakannya, menginterupsi status quo dan mampu mempertanggung-

jawabkan dirinya.

Ki Hadjar Dewantara1 mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menghasilkan

manusia merdeka. Sejalan dengan Ki Hadjar, Slamet Iman Santoso2 mengemukakan bahwa

tugas pendidikan adalah pembinaan watak atau karakter (Santoso, 1979). Sebagai kepribadian

yang dievaluasi berdasarkan nilai dan norma tertentu, watak juga mengandung unsur

subjektivitas. Karakter adalah hasil aktualisasi subjektivitas.

Kita teringat kepada Muhammad Hatta (1932/1998) yang menyatakan bahwa

pendidikan nasional Indonesia diselenggarakan untuk menuju Indonesia Merdeka. Ia

menganggap pendidikan sebagai ikhtiar pembentukan karakter di tataran individual dan

pembangunan bangsa di tataran kolektif. Meskipun tak mengabaikan perlunya kecakapan dan

1 Tokoh pergerakan nasional yang hari lahirnya dijadikan Hari Pendidikan Nasional Indonesia.

2 Pelopor Pendidikan Psikologi di Indonesia dan pemrakarsa IKIP Jakarta.

Page 4: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

iv

keterampilan untuk menafkahi hidup, Hatta sangat mementingkan pembentukan karakter

melalui pendidikan. Orang yang berkarakter kuat adalah orang yang memiliki keutamaan

dan mampu menggunakan kekuatan-kekuatan pribadinya untuk memutuskan dan mengambil

tindakan yang baik untuk dirinya dan sekaligus untuk lingkungannya. Dengan kata lain,

orang yang berkarakter kuat adalah orang yang merdeka, orang yang memanfaatkan daya-

daya subjektifnya, karena dia memiliki keleluasaan dan pilihan-pilihan dalam hidupnya dan

mampu mencari alternatif-alternatif baru dari apa yang sedang terjadi. Itulah sebabnya

mengapa Hatta menekankan bahwa pendidikan nasional Indonesia mendidik rakyat supaya

insaf akan kedaulatan dirinya dan paham akan makna dan maksud dasar kedaulatan rakyat.

Istilah Bildung dalam bahasa Jerman, yang dalam bahasa Inggris berarti ‗becoming

and being somebody’ dapat mewakili pendidikan secara lebih memadai. Dalam Bahasa,

Indonesia, Bildung dapat diartikan mengembangkan dan menjaga kesatuan diri, serangkaian

proses yang juga mensyaratkan subjektivitas. Dengan demikian, pendidikan lebih dari

sekadar pemerolehan pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan adalah proses yang

bertujuan memfasilitasi individu untuk membentuk dan mengembangkan dirinya.

Kemampuan membentuk dan mengembangkan diri sendiri hanya mungkin dilakukan oleh

orang-orang yang merdeka.

Universitas Indonesia3 melalui program-program pendidikannya berusaha untuk

mencapai tujuan pendidikan, memfasilitasi mahasiswanya menjadi manusia-manusia yang

merdeka, menjadi orang-orang yang mempunyai karakter yang kuat. Kekuatan itu dapat

digolongkan atas enam kelompok, yakni rasa ingin tahu atau minat terhadap dunia, rasa cinta

pemelajaran, pikiran yang kritis dan terbuka, orisinalitas dan kecerdasan praktis, kecerdasan

sosial atau kecerdasan emosional, dan perspektif atau kemampuan memahami beragam

perspektif yang berbeda dan memadukannya secara sinergis untuk pencapaian hidup yang

baik. Keenam kekuatan itu sekaligus juga merupakan nilai yang mendasari, memandu dan

menjadi patokan penyelenggaraan pendidikan di UI.

Salah satu wujud usaha UI untuk menghasilkan orang-orang yang berkarakter kuat

adalah penyelenggaraan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadiaan Terintegrasi.4 Tulisan ini

merupakan pengantar yang sekaligus memuat kerangka pikir dari penyelenggaraan MPKT di

UI.

3 Untuk selanjutnya disingkat menjadi UI.

4 Untuk selanjutnya disingkat menjadi MPKT.

Page 5: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

v

2. Memerdekakan dan Meningkatkan Kapabilitas

Pendidikan bagi Ki Hadjar Dewantara (2004) adalah aktivitas untuk menghasilkan manusia

merdeka, dalam pengertian tidak hidup terperintah; berdiri tegak karena kekuatan sendiri; dan

cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Merdeka di sini mencakup pengertian merdeka

secara fisik, mental, dan rohani. Namun kemerdekaan pribadi itu dibatasi oleh tertib

damainya kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti keselarasan,

kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggung jawab, dan disiplin.

Lebih khusus lagi, yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah orang yang

mampu berkembang secara utuh dan selaras dalam segala aspek kemanusiaannya, serta

mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. Oleh karena itu, bagi Ki

Hadjar, dalam konteks pendidikan, pepatah ―educate the head, the heart, and the hand‖

sangat tepat (Dewantara, 2004).

Kita dapat menelururi konsep manusia yang mendasari konsep pendidikan Ki Hadjar

Dewantara. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa, dan karya.

Pengembangan manusia menuntut pengembangan semua daya secara seimbang.

Pengembangan yang terlalu menitikberatkan satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan

perkembangan sebagai manusia. Pendidikan yang menekankan aspek intelektual belaka

hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Payung pendidikan mencakup

payung nasionalistik, yaitu budaya nasional, bangsa yang merdeka dan mandiri—baik secara

politis, ekonomis, maupun spiritual; dan payung universal, yaitu hukum alam yang berlaku

atas segala sesuatu yang merupakan wujud dari kehendak Tuhan.

Konsep ―manusia merdeka‖ dari Ki Hadjar Dewantara memiliki implikasi dalam

ranah pendidikan. Ia menyatakan bahwa prinsip dasar pendidikan adalah kemerdekaan,

merdeka dari segala hambatan cinta, kebahagiaan, keadilan, dan kedamaian yang tumbuh

dalam diri (hati) manusia. Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana

yang berprinsip kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cinta kasih, dan penghargaan terhadap

setiap orang yang terlibat di dalamnya. Dengan dasar itu maka hak setiap individu hendaknya

dihormati.

Pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan

independen secara fisik, mental, dan spiritual. Pendidikan tidak boleh hanya mengembangkan

aspek intelektual sebab hal itu akan memisahkan peserta didik dari orang kebanyakan.

Pendidikan juga hendaknya memperkaya setiap individu, memperkuat rasa percaya diri, dan

mengembangkan harga diri. Dalam pada itu, perbedaan di antara pribadi-pribadi harus tetap

dipertimbangkan. Lulusan didik yang dihasilkan adalah lulusan yang berkepribadian

Page 6: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

vi

merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan

bertanggung jawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Dengan kata lain,

pendidikan menghasilkan pribadi yang berkarakter kuat.

Metode pendidikan yang memerdekakan didasari oleh kepedulian, dedikasi, dan

kecintaan kepada sesama manusia. Pendidikan harus dapat memfasilitasi siswa untuk

memperoleh pengalaman yang dapat dijadikan media pemelajaran yang mencakup

pemelajaran tentang konsekuensi logis dari tindakan—sesuai dengan hukum sebab-akibat—

dan kesadaran akan pentingnya belajar bagi kehidupan siswa dalam keseharian mereka.

Orang yang belajar tidak hanya meniru atau mencerminkan apa yang yang diajarkan,

melainkan menciptakan sendiri pengertian.

Sejalan dengan pandangan pendidikan Ki Hadjar, pendidikan di UI menekankan

pentingnya mahasiswa menyadari alasan dan tujuan dia belajar. Ia perlu dihindarkan dari

pendidikan yang hanya menghasilkan orang yang sekadar menurut dan melakukan perintah.

Dari Ki Hadjar Dewantara (2004) kita mendapat pemahaman bahwa mendidik merupakan

daya-upaya yang sengaja dilakukan untuk memajukan hidup dan menumbuhkan budi-pekerti

(yang mencakup rasa, pikiran, dan roh) dan badan peserta didik dengan jalan pengajaran,

teladan dan pembiasaan. Menurutnya, tidak boleh ada perintah dan paksaan dalam

pendidikan.

Pemikiran yang lebih operasional tentang pendidikan adalah pemikiran Amartya Sen.5

Menurut Sen, pendidikan bertujuan untuk menghasilkan kapabilitas (capability) pada peserta

didik (Walker dan Unterhalter, 2007). Meskipun istilah yang digunakan Sen adalah

―kapabilitas‖, implikasi logisnya sama dengan istilah ―merdeka‖ dalam pemikiran Ki Hadjar

Dewantara, yaitu orang yang berkarakter kuat.

Sen mendefinisikan kapabilitas sebagai ―a person’s ability to do valuable acts or

reach valuable states of being; [it] represents the alternative combinations of things a person

is able to do or be‖ (Sen 1993:30). Kapabilitas merujuk kepada kemampuan pribadi untuk

melakukan tindakan berharga atau mencapai keadaan diri yang berharga. Kapabilitas

mewakili adanya kemungkinan atau keleluasaan pada diri seseorang untuk menemukan

kombinasi alternatif dari hal-hal yang dapat dilakukan atau dicapainya. Dengan demikian,

kapabilitas adalah kesempatan atau kemerdekaan untuk mencapai apa yang secara reflektif

dinilai berharga oleh individu. Kapabilitas dalam terminologi Sen merupakan inti dari

kemerdekaan (Dreze dan Sen 1995).

5 Ekonom India kelahiran Bengali, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998.

Page 7: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

vii

Dalam pemikiran awalnya, Sen (1985) mengajukan lima komponen yang terkait erat

dengan kapabilitas:

1. kemerdekaan nyata, yaitu adanya pilihan dan alternatif bagi setiap orang yang

membuatnya leluasa menjalani dan mencapai tujuan hidupnya

2. kemampuan mengelola dan mengubah sumber daya menjadi kegiatan-kegiatan yang

bernilai

3. kegiatan-kegiatan yang menghasilkan kebahagiaan

4. keseimbangan faktor materialistik dan nonmaterialistik dalam mencapai kesejahteraan, dan

5. distribusi kesempatan dalam masyarakat.

Pendekatan ini menekankan kapabilitas fungsional, yaitu kemerdekaan substantif

seperti kemampuan untuk hidup sampai hari tua, keterlibatan dalam transaksi ekonomi, atau

partisipasi dalam kegiatan politik. Hal-hal yang terkandung dalam makna kemerdekaan

substantif, menurut pendekatan ini, lebih beralasan untuk dinilai berharga ketimbang

kegunaan (utility) seperti kesenangan, pemenuhan hasrat atau pilihan. Kemerdekaan subtantif

juga dinilai lebih berharga daripada akses ke sumber daya seperti penghasilan, komoditi, dan

aset.

Kemiskinan dipahami sebagai kapabilitas yang tercerabut (deprived capability). Patut

dicatat, penekanan pendekatan ini tidak hanya pada bagaimana orang secara aktual berfungsi,

melainkan juga pada kapabilitasnya, yaitu pilihan praktis untuk berfungsi dalam hal-hal

penting jika ia menginginkannya. Seseorang dapat mengalami kapabilitas yang tercerabut,

misalnya dalam hal pengabaian, penindasan oleh pemerintah, kurangnya sumber daya

finansial, atau kesadaran palsu. Sebaliknya, perlu ditekankan pula, kesejahteraan seseorang

juga dipengaruhi oleh keberadaan orang lain. Sen (1993) menekankan, kebebasan memilih

cara hidup yang memungkinkan seseorang mencapai kesejahteraan, dalam banyak hal

dibantu oleh pilihan-pilihan orang lain. Salah jika kita berpikir bahwa pencapaian prestasi

kita masing-masing merupakan hasil pilihan pribadi semata. Pencapaian prestasi setiap orang

membutuhkan kebersamaan dengan orang lain.

Signifikansi dari ide Sen ini terletak pada kontrasnya dengan ide lain tentang

bagaimana kita memutuskan apa yang adil (fair) dalam distribusi sumber daya. Kapabilitas

atau kemerdekaan dan keadilan adalah setali tiga uang. Keadilan hanya bermakna pada orang

yang merdeka, pada orang yang memiliki kapabilitas untuk menentukan apa yang penting

dan berharga baginya.

Ki Hadjar dan Sen sama-sama melihat pendidikan dari hal yang paling mendasar,

yakni dari konsep manusia, tujuan akhir pendidikan, dan apa yang terbaik bagi kehidupan

Page 8: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

viii

bersama. Ini membedakan pendekatan mereka dengan pendekatan lainnya yang tampaknya

memisahkan pendidikan dari aspek-aspek lain dari kemanusiaan.

Sebagai contoh dari perbedaan itu, konsep pendidikan lain menggunakan ide tentang

distribusi yang diletakkan pada apa yang ditentukan oleh pihak luar sebagai yang terbaik

untuk menciptakan kesempatan maksimum atau mencapai hasil yang memadai. Umpamanya,

menurut konsep ini, sekolah bagi siswa adalah alat untuk memenuhi tuntutan-tuntutan dunia

kerja. Sementara menurut Ki Hadjar dan Sen, pendidikan merupakan proses yang

memfasilitasi pertemuan peserta didik dengan dunia, khususnya dengan masyarakat, sehingga

nantinya ia dapat hidup di masyarakatnya secara bermakna dan memberikan kontribusi dalam

pengembangan masyarakat itu. Peserta didik juga difasilitasi untuk dapat memberi makna

kepada dirinya sendiri dan kepada dunia. Keberfungsiannya dalam masyarakat didasari oleh

kebebasan kesempatan yang meleluasakannya memilih cara hidup dan kontribusinya dalam

masyarakat (Unterhalter 2003).

3. Kapabilitas dan Fungsi

Kapabilitas berbeda dengan fungsi. Fungsi bertujuan untuk memperoleh manfaat sedangkan

kapabilitas adalah potensi untuk mencapai fungsi (Sen 1980). Membaca, berbicara

menyampaikan gagasan, mengambil peran dalam masyarakat, menjawab pertanyaan,

bertindak hati-hati dan cermat, serta menggunakan alat untuk membuat kerajinan tangan

adalah fungsi. Mendapat kesempatan untuk belajar dan keleluasaan untuk berpikir,

kesempatan untuk bekerja dengan kondisi yang memungkinkan untuk menjadi produktif dan

memperoleh penghargaan merupakan contoh dari kapabilitas. Secara konseptual, kapabilitas

dapat dipahami sebagai refleksi kebebasan untuk mencapai fungsi-fungsi yang bernilai (Sen,

1992). Perbedaan fungsi dan kapabilitas dapat juga dipahami sebagai perbedaan antara

pencapaian prestasi aktual dan kesempatan untuk berprestasi.

Pembedaan fungsi dari kapabilitas sangat penting terutama dalam evaluasi pendidikan

(Walker dan Unterhalter, 2007). Evaluasi hanya atas fungsi dari pendidikan saja memberikan

terlalu sedikit informasi tentang seberapa baik seseorang berlaku dalam kehidupannya.

Pencapaian yang sama oleh dua orang yang berbeda bisa saja memiliki cerita yang berbeda di

belakangnya. Misalnya, yang satu mencapainya dengan mudah karena kesempatan dan

fasilitasnya tersedia, sedangkan yang lain mengorbankan banyak hal untuk mencapai itu.

Sebagai contoh, untuk mencapai nilai ujian nasional di atas standar kelulusan, boleh jadi

siswa-siswa di satu sekolah mencapainya dengan cara belajar seperti yang biasa mereka

lakukan sehari-hari, sementara di sekolah lain para siswa dipaksa mengabaikan pelajaran lain

Page 9: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

ix

yang tidak disertakan dalam ujian nasional agar dapat memperoleh nilai yang baik dalam

ujian nasional.

Kemerdekaan dan keagenan (agency) merupakan dua konsep sentral dalam

pendekatan kapabilitas (Walker dan Unterhalter, 2007). Dua konsep ini perlu diperjelas

dalam kerangka pendekatan kapabilitas. Dalam kerangka ini, orang dipahami sebagai

partisipan aktif dalam perkembangan ketimbang sebagai pengamat yang pasif. Keagenan

berarti bahwa setiap orang adalah manusia yang terhormat, yang bertanggung jawab

membentuk hidupnya dalam arahan tujuan yang berarti. Dengan kata lain, orang tidak

dibentuk atau diinstruksikan untuk berpikir, melainkan membentuk dan mengelola dirinya

sendiri untuk menjalani hidup yang mengarahkan kepada pencapaian tujuan-tujuannya.

Tujuan-tujuan itu boleh jadi tidak niscaya membuat individu lebih senang atau lebih nyaman,

tetapi hal itu dicapai melalui penalaran reflektif. Dalam pendidikan, setiap orang

diperlakukan sebagai agen dari pemelajarannya, menjadi agen atau instrumen bagi

pemelajaran orang lain, dan menjadi penerima dari keagenan orang lain.

Sebagai agen, peserta didik layak memperoleh perhatian dari pendidik dan sekolah

dalam ikhtiar-ikhtiar untuk mengembangkan mereka sebagai manusia yang merdeka. Bagi Ki

Hadjar dan Sen, keterlibatan siswa dalam pembentukan kehidupan dan perolehan kesempatan

untuk merefleksikan keagenannya merupakan hal yang sangat penting untuk perubahan sosial

yang positif. Keagenan pada dirinya sendiri penting untuk kemerdekaan individu, juga secara

instrumental dibutuhkan untuk tindakan kolektif dan partisipasi demokrasi. Dengan kata lain,

keagenan pada individu diperlukan untuk perkembangan masyarakat (Sen, 1990). Orang

melatih dan mengembangkan keagenannya secara individual serta lewat kerja sama dengan

orang lain (Walker dan Unterhalter, 2007). Melalui kesempatan pendidikan dan proses yang

memadai, setiap orang dapat belajar menguatkan keagenan dan kemerdekaannya.

Keagenan juga merupakan kunci bagi kebahagiaan atau kesejahteraan (well-being)

seseorang (Alkire, 2002). Sama halnya dengan pemelajaran, pemahaman diri sendiri sebagai

agen, yang tindakan-tindakan dan kontribusinya diperhitungkan dalam dunia pendidikan,

tidak berlangsung sekali jadi dalam waktu yang cepat. Pembentukan kesadaran tentang diri

sendiri sebagai agen berlangsung dalam proses yang panjang dan lama, proses yang sekaligus

meng-ada (being) dan menjadi (becoming). Dengan membangun keagenan di dalam dan

melalui praktik pendidikan, kita membuka kemungkinan untuk menginterupsi hubungan yang

dipaksakan dalam pendidikan yang cenderung mengaitkan sumber-sumber yang dimiliki

pemelajar dengan manfaat (Walker dan Unterhalter, 2007).

Page 10: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

x

4. Pendekatan Yang Digunakan Penyelenggara Pendidikan di UI

Dengan dasar pertimbangan keagenan, perlu dipertanyakan apakah pemelajar yang berbeda

diakui—secara sosial dan edukasional—memiliki klaim yang setara terhadap sumber daya

dan kesempatan. Ini merupakan persoalan yang saat ini sedang dihadapi Indonesia. UI

berusaha menyelesaikan persoalan ini. Marilah kita cermati apa yang berlangsung umum

dalam proses pendidikan di Indonesia.

Pada kenyataannya, di Indonesia terdapat perbedaan akses ke sumber dan

kesempatan, di antara para lulusan dari sekolah yang dianggap bermutu dan yang kurang

bermutu, terutama lulusan perguruan tinggi. Secara sosial tuntutan fungsional terhadap para

lulusan perguruan tinggi jauh lebih tinggi daripada tuntutan terhadap kapabilitas mereka.

Mereka diharapkan sudah siap berfungsi begitu mereka memasuki dunia kerja. Fungsi yang

dituntut dari lulusan itu adalah fungsi yang sudah ditentukan oleh pemberi kerja. Mereka

harus siap bekerja dengan fungsi yang sangat khusus. Ternyata, tidak semua lulusan

perguruan tinggi—seperti juga lulusan SMA—dapat diserap oleh dunia kerja yang

membutuhkan fungsi khusus. Di sisi lain, selama dalam pendidikan mereka tidak

dipersiapkan untuk memiliki kapabilitas sehingga mereka seperti tak punya kesempatan dan

tak mampu melihat kemungkinan lain di luar menjadi orang ―bayaran,‖ yakni orang yang

bekerja pada orang lain, misalnya pemerintah atau perusahaan.

Perguruan tinggi di Indonesia umumnya menjadikan keterserapan lulusannya oleh

dunia kerja sebagai salah satu indikasi keberhasilan mereka mendididik. Semakin banyak dan

semakin cepat lulusan mereka terserap oleh perusahaan atau lembaga pemberi kerja, semakin

besar rasa keberhasilan mereka mendidik mahasiswa-mahasiswanya. Dari situ dapat kita lihat

bahwa kebanyakan—kalau tidak dapat dikatakan semua—perguruan tinggi di Indonesia

masih menggunakan pendekatan utilitarian yang mementingkan pengajaran fungsi dan

mengejar manfaat yang spesifik. Pendidikan yang berikhtiar untuk menghasilkan kapabilitas

atau kemerdekaan pada siswa-siswanya masih sangat langka.

Dalam kajian penelusuran (tracer study) atas sejauh mana efektivitas proses

pendidikan melalui identifikasi kegiatan-kegiatan para lulusannya, informasi yang digali ialah

sejauh mana fungsi-fungsi dimiliki oleh lulusan. Umumnya dalam kajian itu hanya

ditanyakan waktu tunggu untuk mendapatkan pekerjaan pertama, besarnya gaji pertama,

posisi atau jabatan di tempat kerja awal dan saat ini, kesesuaian ilmu dengan bidang

pekerjaan, kebutuhan keilmuan dalam melaksanakan pekerjaannya, serta saran dan kritik

untuk kebutuhan pengembangan jurusan. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan

kapabilitas sangat jarang.

Page 11: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

xi

UI berupaya mengubah kecenderungan itu. Pemikiran tentang pengembangan

kapabilitas dan bukan melulu pembentukan fungsi yang menjadi tujuan pendidikan tinggi

diindikasikan oleh kajian penelusuran yang dilakukan oleh UI. Dari kuesioner dan laporan

hasil kajian itu, ada indikasi bahwa pendidikan di UI menekankan juga pentingnya

pengembangan kapabilitas dalam pendidikan. Mahasiswanya diberi kesempatan dan

difasilitasi untuk meningkatkan kapabilitasnya melalui berbagai pengalaman belajar: selain

pengalaman belajar di dalam kelas dan di laboratorium, ada juga pengalaman belajar di

masyarakat, di perusahaan atau di instansi pemerintah; belajar dalam organisasi dan dalam

pergaulan; serta belajar mandiri. Pendidikan yang memungkinkan terbentuknya keterampilan

hidup, keterampilan generik atau keterampikan lunak (soft-skill) pun dilakukan oleh UI.

Beberapa pelajaran juga disajikan dengan metode yang memungkinkan mahasiswa

memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kapabilitasnya, seperti keterlibatan dalam

penelitian sebagai bagian dari mata ajar metodologi penelitian, pengalaman bekerja sama

dalam tim, fasilitasi keterampilan komunikasi lisan dan tertulis, kepemimpinan, manajemen

organisasi, serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pemberdayaan masyarakat.

Metode pemelajaran yang digunakan pun beragam dan memungkinkan pengembangan

kapabilitas mahasiswa. Melalui kajian penelusuran, UI mencoba melihat sejauh mana

pendidikan yang bertujuan meningkatkan kapabilitas itu berpengaruh dan berperan dalam

kehidupan lulusannya di masyarakat. Kini usaha untuk menekankan pengembangan

kapabilitas pada mahasiswa UI dalam keseluruhan kurikulumnya semakin besar porsinya.

Sebagai wacana, pendidikan yang bertujuan meningkatkan dan menyetarakan

kapabilitas sudah sering dikemukakan di Indonesia. Namun pada praktiknya, belum banyak

penyelenggara pendidikan yang sungguh-sungguh berikhtiar meningkatkan dan

menyetarakan kapabilitas. Umumnya pendidikan di Indonesia belum ditujukan untuk

menghasilkan manusia yang merdeka atau berkarakter kuat. Dalam banyak hal pendidikan

dilakukan semata-mata untuk menghasilkan penguasaan fungsi oleh para siswa; itu pun

masih belum efektif.

Di tingkat pendidikan yang lebih rendah (SMA, SMP, dan SD), bahkan pendidikan

yang menghasilkan fungsi pun, pengembangan kapabilitas belum berjalan. Kecenderungan

guru-guru mencekoki murid dengan informasi yang harus dihafal, atau menunjukkan cara-

cara tertentu yang tak boleh ditawar atau dikritik mendorong siswa untuk sekadar menghafal,

menjadi orang yang pasif menyerap informasi, dan kurang memiliki inisiatif, apalagi

kreativitas. Praktik pendidikan, baik penyekolahan, pembiasaan, maupun peneladanan, jauh

Page 12: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

xii

dari pencapaian tujuan menghasilkan manusia merdeka. Bahkan, kapabilitas terkesan tak

terpikirkan oleh kebanyakan penyelenggara sekolah, guru, dan orang tua.

5. UI Memperjuangkan Kapabilitas dan Kemerdekaan

Untuk mengubah kecenderungan pendidikan di Indonesia yang lebih mementingkan fungsi

ketimbang kapabilitas, UI memulainya dengan evaluasi yang menekankan pentingnya

pengembangan kapabilitas, misalnya melalui kajian penelusuran. Kemudian, pemelajaran

diarahkan kepada usaha pengembangan kapabilitas dengan menggunakan pelbagai metode

pembelajaran. Metode-metode itu ialah kolaborasi (collaborative learning) dalam

membentuk pengetahuan dan menyelesaikan masalah; pemelajaran berdasarkan masalah

(problem-based learning); pemagangan; penyelesaian proyek bersama; penugasan

(internship) di beberapa lembaga atau komunitas di masyarakat seperti kuliah kerja nyata

(KKN); fasilitasi untuk terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, seminar dan diskusi lainnya;

pelibatan mahasiswa dalam kegiatan riset; serta pemanfaatan mahasiswa dalam

penyelenggaraan administrasi pendidikan.

Evaluasi terhadap pemelajaran pun mulai ditekankan pada sejauh mana kapabilitas

mahasiswa berkembang. Penekanan evaluasi pada kapabilitas ketimbang pada fungsi

merupakan kontribusi berarti untuk pembahasan keadilan sosial dalam pendidikan, termasuk

peningkatan perhatian kepada gagasan keagenan dan identitas. Dengan evaluasi terhadap

kapabilitas, kita dapat menemukan hal-hal yang memperlemah dan memperkuat kapabilitas.

Temuan-temuan dalam kajian penelusuran yang dilakukan telah memberikan banyak

masukan bagi perbaikan kualitas pendidikan di UI. Temuan itu memungkinkan UI untuk

memikirkan strategi, metode, dan teknik peningkatan kapabilitas yang sekaligus merupakan

peningkatan keagenan dan kemerdekaan.

Evaluasi kapabilitas juga memungkinkan penyelenggara pendidikan memahami

persoalan-persoalan yang ada pada para peserta didik dengan identitas tertentu, baik

individual maupun kolektif. Pemahaman terhadap permasalahan identitas itu dapat membantu

penentuan strategi dan rancangan pendidikan yang sesuai dengan identitas peserta didik.

Dengan demikian persoalan identitas mereka dapat diselesaikan bersamaan dengan

peningkatan penghargaan mereka terhadap identitas kolektif dan identitas diri mereka

masing-masing.

Bagaimana evaluasi itu dilakukan? Dengan kerangka apa? UI belajar dari para

pemikir yang bergulat dengan persoalan pendidikan dan evaluasinya. Pelbagai pemikiran

tentang pendidikan dapat dikelompokkan menjadi dua arus. Pertama, arus pemikiran yang

Page 13: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

xiii

fokus pada bagaimana sekolah mereproduksi ketaksetaraan dan ketakadilan sosial melalui

maldistribusi dan pembungkaman (di antaranya Bowles dan Gintis, 1976, Bourdieu dan

Passeron, 1977; Aikman, 1999; Bowles dan Gintis, 2002; Kwesiga, 2002; Ball 2003). Kedua,

mereka yang menyadari bagaimana kondisi di sekolah atau situs pemelajaran lainnya

menawarkan sumber daya atau kondisi yang melaluinya pemelajar dapat melawan atau

mengubah ketaksetaraan (di antaranya Stromquist, 1998; Brighouse, 2002; Lynch dan Baker

2005; McLeod, 2005).

UI memadukan kedua pendekatan itu dengan satu tujuan yang memiliki dua sisi.

Tujuan itu, yang mensyaratkan kesetaraan dan keadilan sosial, adalah kesejahteraan dan

kebahagiaan manusia yang di dalamnya tercakup kapabilitas dan kemerdekaan. Tidak

tercapainya kesejahteraan, juga kapabilitas dan kemerdekaan, boleh jadi karena ada

ketidaksetaraan dan ketidakadilan, tetapi bisa juga karena upaya-upaya untuk mencapai

kesetaraan dan keadilan memang tidak dilakukan. Perlu ditekankan di sini, hilangnya

ketidaksetaraan dan ketidakadilan tidak dengan sendirinya berarti tercapainya kesetaraan dan

keadilan. Oleh karena itu, usaha untuk menghilangkan ketaksetaraan dan ketidakadilan usaha

untuk menghadirkan kesetaraan dan keadilan harus dilakukan secara bersama-sama. Di satu

sisi, tujuan itu dicapai dengan mengurangi ketidaksetaraan dan ketidakadilan sosial. Di sisi

lain, hal itu dicapai dengan meningkatkan kesetaraan dan keadilan sosial.

Sejalan dengan beberapa pemikir yang mengedepankan kapabilitas (di antaranya Sen,

1992, 1993; Nussbaum, 1997, 2002, 2004, 2006), di tataran individu, pendidikan di UI dan

evaluasinya diselenggarakan dengan dasar kesejahteran dan kebahagiaan manusia sebagai

tujuan. Secara operasional, kapabilitas dan kemerdekaan dapat ditingkatkan melalui

pendidikan dengan memfasilitasi peserta didik menjadi orang yang belajar sepanjang hayat,

memiliki gairah menjalani kehidupan, berani mengambil risiko, mampu berpikir kritis, dan

memecahkan masalah, mampu melihat sesuatu secara berbeda, mampu bekerja (baik secara

independen maupun bersama orang lain), kreatif, peduli dan rela memberikan kontribusi

kepada komunitas, merawat hal-hal yang baik, memiliki integritas dan menghargai diri

sendiri, memiliki keberanian moral, mampu menggunakan dunia di sekelilingnya secara

konstruktif, mampu berbicara, menulis, membaca dan bekerja secara baik, serta sungguh-

sungguh menikmati hidup dan pekerjaannya. Semua itu merupakan kapabilitas yang

diperlukan manusia untuk dapat menjadi sejahtera dan bahagia. Evaluasi pendidikan di

tataran individu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hal itu semua telah dicapai.

UI mendorong berkembangnya kapabilitas para mahasiswa dan dosennya. Di

antaranya dengan memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang kurang mampu secara

Page 14: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

xiv

finansial, menyediakan pelayanan kesehatan dan fasilitas fisik dengan dasar kesetaraan,

memberlakukan sistem biaya operasional pendidikan (BOP) berkeadilan yang menggunakan

prosedur subsidi silang, melibatkan mahasiswa dalam riset, dan mendorong dan memfasilitasi

dosen-dosen melakukan riset sesuai dengan bidang minatnya.

Dasar dari kebijakan itu adalah kesadaran bahwa meskipun setiap orang memiliki

potensi untuk memperoleh kapabilitas dan kemerdekaan, aktualisasinya memerlukan

perjuangan yang tak ringan. Dengan kata lain, kapabilitas dan kemerdekaan harus

diperjuangkan. Pendidikan yang merupakan bagian dari aktivitas mengembangkan dan

menjaga kesatuan diri setiap pribadi dalam rangka partisipasi mengembangkan dunia pun

harus diperjuangkan. UI mengupayakan agar kesetaraan pendidikan itu dapat dicapai secara

aktual. Pembedaan BOP, sebagai contoh, dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan

mahasiswa yang kurang mampu secara finansial dengan memberikan keringanan biaya kuliah

atau beasiswa penuh kepada mereka.

UI juga mengupayakan kemerdekaan dari tuntutan dan penindasan rezim manfaat,

kekuasaan industri, dan pasar tenaga kerja dengan meleluasakan dosen-dosennya melakukan

riset-riset sesuai dengan minat dan bidang keahliannya, terlepas dari apakah riset-riset itu

dibutuhkan oleh pasar atau tidak. Lalu, dengan bekal hasil riset mereka, para dosen itu

mengajar dan mengembangkan kapabilitas mahasiswa. UI, tentu saja, juga mementingkan

manfaat, bekerja sama dengan industri, dan ikut mendukung tersedianya tenaga kerja yang

kompeten. Namun, di atas semua itu, UI terutama mendidik mahasiswa agar berkarakter kuat,

mempunyai kapabilitas, dan merdeka sebagai tujuan utamanya.

6. MPKT Sebagai Usaha Pengembangan Kapabilitas Mahasiswa UI

Dengan dasar konsep pendidikan sebagai usaha pengembangan kapabilitas dan bertujuan

menghasilkan manusia merdeka, maka MPKT diselenggarakan. Penyelenggaraannya

merupakan wujud dari komitmen UI untuk mengembangkan kapabilitas mahasiswanya.

Buku ajar yang memuat bahan-bahan bacaan ini merupakan satu alat pendidikan yang

dimaksudkan untuk menjadi salah satu rujukan yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa,

khususnya dalam bagian MPKT A yang lebih menekankan dasar-dasar ilmu pengetahuan

sosial dan humaniora. Bahan bacaan ini hanyalah salah satu alat yang melengkapi metode

pemelajaran yang mengutamakan keaktifan mahasiswa dalam proses belajar-mengajar. Ada

banyak alat bantu lain seperti disain instruksional dalam bentuk buku rancangan

pembelajaran, formulir evaluasi, peralatan pendukung presentasi, laboratorium, peralatan

Page 15: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

xv

komputer dan internet, serta alat-alat lain yang disesuaikan dengan jenis dan bentuk

pemelajaran mahasiswa. Selain itu, buku ajar ini hanya memuat informasi yang terbatas dan

oleh karena itu mahasiswa diharapkan dan didorong untuk juga memanfaatkan sumber-

sumber bacaan lain untuk memperkaya pengetahuan mereka.

Buku ajar ini memuat bahan-bahan bacaan mengenai kekuatan dan keutamaan

karakter, filsafat, logika yang sekaligus juga memuat materi berpikir kritis, etika,

pengembangan diri individu, kehidupan sosial yang mencakup masyarakat dan bangsa, dan

kebudayaan. Bahan-bahan itu dimasukkan ke dalam tiga buku. Buku I memuat dasar-dasar

yang dibutuhkan dalam usaha perolehan dan penerapan pengetahuan, yaitu Filsafat, Logika,

Etika, dan Kekuatan dan Keutamaan Karakter. Buku II berisi pokok-pokok Manusia,

Masyarakat, dan Kesadaran Lingkungan. Buku III memuat materi tentang Bangsa dan

Negara, khususnya Bangsa dan Negara Indonesia.

MPKT A sebagai bagian dari MPKT keseluruhan merupakan usaha untuk

mengembangkan kapabilitas mahasiswa UI. Pelajaran-pelajaran yang dapat diperoleh di

dalamnya bukan hanya mengenai fungsi yang harus dimiliki mahasiswa dalam memenuhi

tuntutan masyarakatnya, melainkan lebih daripada itu, yakni pelajaran tentang bagaimana

kapabilitas mahasiswa dapat dikembangkan sehingga ia dapat mengembangkan dirinya

sendiri dan masyarakatnya.

Page 16: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

xvi

DAFTAR PUSTAKA

untuk Pengantar

Aikman, S. 1999. Intercultural Education and Literacy: An Ethnographic Study of

Indigenous Knowledge and Learning in the Peruvian Amazon Studies in Written

Language and Literacy 7. Amsterdam: John Benjamins.

Alkire, S. 2002. Valuing Freedoms: Sen‘s Capability Approach and Poverty Reduction.

Oxford: Oxford University Press.

Ball, S. 2003. Class Strategies and the Education Market: The Middle Classes and Social

Advantage. London: Routledge Falmer.

Bourdieu, P. dan Passeron, J.-C. 1977 (cet. ke-2). Reproduction in Education, Society and

Culture. London: Sage.

Bowles, S. dan Gintis, H. 1976. Schooling in Capitalist America. New York: Basic Books.

———. 2002. ―Schooling in Capitalist America Revisited.‖ Dalam Sociology of Education,

75 (2): 1–18.

Brighouse, H. 2002. ―What Rights (if any) Do Children Have?‖ Dalam The Moral and

Political Status of Children (suntingan A. Archard dan C. MacLeod). Oxford:

Oxford University Press.

Brighouse, H. dan Swift, A. 2003. ―Defending Liberalism in Education Theory.‖ Dalam

Journal of Education Policy, 18:355–373.

Dewantara, K. H. 2004. Karya K. H. Dewantara, Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta:

Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Dreze, J. dan Sen, A. 1995. India: Economic Development and Social Opportunity. Oxford:

Oxford University Press.

Hatta, M. 1932/1988. Ke Arah Indonesia Merdeka: Karya Lengkap Bung Hatta, Buku 1:

Kebangsaan dan Kerakyatan, hlm. 21—30. Jakarta: Penerbit PT Pustaka LP3ES

Indonesia.

Kwesiga, J. 2002. Women’s Access to Higher Education in Africa: Uganda’s Experience.

Kampala: Fountain Publishers.

Lynch, K. dan Baker, J. 2005. ―Equality in Education: An Equality of Condition

Perspective.‖ Dalam Theory and Research in Education 3:131–164.

McLeod, Julie. 2005. ―Feminists Re-reading Bourdieu: Old Debates and New Questions

about Gender Habitus and Gender Change.‖ Dalam Theory and Research in

Education, 3:7–9.

Nussbaum, M. C. 2000. Women and Human Development: The Capabilities Approach.

Cambridge: Cambridge University Press.

Page 17: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

xvii

Robeyns, I. 2005. ―The Capability Approach: A Theoretical Survey.‖ Dalam Journal of

Human Development, 6(1) 93-114.

Santoso, S. I. 1979. Pembinaan Watak Tugas Utama Pendidikan. Jakarta: Univeritas

Indonesia.

Sen, Amartya. 1979. ―Utilitarianism and Welfarism.‖ Dalam The Journal of Philosophy,

LXXVI, 463-489.

———. 1980. ―Equality of What?‖ Dalam The Tanner Lectures on Human Values (suntingan

S. McMurrin). Salt Lake City: University of Utah Press.

———. 1985. Commodities and Capabilities. Oxford: Oxford University Press

———. 1992. Inequality Re-examined. Oxford: Oxford University Press.

———. 1993. ―Capability and Well-being‖ dalam Nussbaum dan Sen, The Quality of Life.

———. 1999. Development as Freedom. Oxford: Oxford University Press.

———. 2002. Rationality and Freedom. Cambridge, MA: Harvard University Press.

———. 2004. ―Capabilities, Lists and Public Reason: Continuing the Conversation.‖ Dalam

Feminist Economics, 10:77–80.

Stromquist, Nelly. 1998. ―Empowering Women through Knowledge: Politics and Practices‖

dalam International Cooperation in Basic Education. Stanford, CA: SIDEC.

Unterhalter, E. 2003. ―The Capabilities Approach and Gendered Education: An Examination

of South African Complexities.‖ Dalam Theory and Research in Education, 1 (1):

7–22.

Walker, M. dan Unterhalter, E. (editor). 2007. Amartya Sen’s Capability Approach and

Social Justice in Education. New York: Palgrave MacMillan.

Page 18: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

xviii

DAFTAR ISI

PENGANTAR …………………………………………………………………..……. iii

DAFTAR PUSTAKA untuk Pengantar ………………………………………..……. xvi

BAB I: DASAR-DASAR FILSAFAT

1. Pendahuluan……………………………………………………..…………. 1

2. Pengertian Filsafat dan Berfilsafat……………………...………………….. 2

3. Ciri Pikiran Kefilsafatan…………………………………..……………….. 5

4. Objek dan Lapangan Kajian Filsafat………………………..…..……….… 6

4.1 Ontologi………………………………………………………....……… 8

4.2 Epistemologi……………….....………………………………………… 9

4.3 Aksiologi…………………………………………………....………….. 10

5. Metode Belajar Filsafat………………………………………….………… 11

6. Manfaat Filsafat…..…………………………………………….………… 13

DAFTAR PUSTAKA untuk Bab I.................................................................... 15

BAB II: PENGANTAR LOGIKA

1. Apakah Logika Itu? ……………………………………………....……….. 16

2. Istilah, Definisi dan Divisi………………………………………....………. 20

2.1 Istilah…………………………………………………………...……… 20

2.2 Definisi…………………………………………………………...……. 21

2.2.1 Penggolongan definisi…………………………………...…….. 21

2.2.2 Aturan membuat definisi…………………………………...….. 23

2.3 Divisi………………………………………………………………...… 24

2.3.1 Divisi real atau aktual………………………………………...…. 24

2.3.2 Divisi Logis………………………………………………....….. 25

2.3.3 Aturan Pembuatan Divisi……………………………….…...… 25

3. Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi…………………………...…………… 25

3.1 Pengertian Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi………………….....…. 25

3.2 Pernyataan Sederhana dan Kompleks…………………………...…….. 28

3.3 Jenis-jenis Pernyataan Kompleks……………………………….…...… 29

3.3.1 Negasi…………………………………………………...…….. 30

Page 19: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

xix

3.3.2 Konjungsi………………………………………………...……. 31

3.3.3 Disjungsi…………………………………………….……...….. 32

3.3.4 Kondisional…………………………………………………..… 33

3.3.5 Hubungan Kondisional: Kondisi Niscaya dan Kondisi yang

Mencukupi……………………………………………...…..….. 35

3.4 Hubungan Antar-pernyataan…………………………………..…..…... 37

3.4.1 Kesimpulan Langsung: Oposisi dari Proposisi……………...…. 37

3.4.2 Konsistensi dan Inkonsistensi…………………………....…….. 40

3.4.3 Implikasi, Ekuivalensi, dan Independensi Logis…………...….. 40

4. Penalaran………………………………………………………………....… 42

4.1 Penyimpulan Langsung…………………………………………....….. 42

4.2 Penyimpulan Tak Langsung………………………………….……..… 43

4.3 Dua Jenis Penalaran………………………………………….……...… 43

4.4 Kesalahan Penyimpulan…………………………………….……...…. 44

4.5 Argumentasi……………………………………………….……..…… 45

5. Argumen Deduktif………………………………………….………..…… 46

5.1 Definisi Penalaran Deduktif (Deduksi)…………………….…..…….. 46

5.2 Karakteristik Penalaran Deduktif………………………………...…… 46

5.3 Silogisme…………………………………………………….…...…… 46

5.3.1 Silogisme Kategoris…………………………………….......….. 47

5.3.2 Delapan Hukum Silogisme………………………….……...….. 48

5.3.3 Silogisme Hipotetis ………………………………………..…. 51

5.3.4 Bentuk-bentuk Umum Argumen yang Sahih………………...... 51

6. Argumen Induktif………………………………………………….…..…. 53

6.1 Definisi Induksi………………………………………………..….….. 53

6.1.1 Induksi Enumeratif (Generalisasi Induktif) ………….…...…… 56

6.1.2 Spesifikasi Induktif: Silogisme Statistikal………….……...…… 60

6.1.3 Induksi Eliminatif atau Diagnostik ………………………...…. 64

7. Sesat Pikir…………………………………………………….………...…. 72

7.1 Pengertian Sesat Pikir (Fallacies)………………………….………..... 72

7.2 Sesat Pikir Formal………………………………………..……..…….. 73

7.3 Sesat Pikir Nonformal………………………………..……………..… 76

8. Kesalahan Umum Dalam Penalaran Induktif…………….……………....... 81

8.1 Menilai Penalaran Induktif dengan Standar Deduktif………..…..……. 81

Page 20: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

xx

8.2 Kesalahan Generalisasi…………………………………………….....… 83

8.2.1 Generalisasi yang Terburu-buru (Kebalikan dari Kesalahan

Kecelakaan)................................................................................... 83

8.2.2 Kesalahan Kecelakaan................................................................... 85

8.3 Kesalahan Penggunaan Bukti Secara Salah............................................. 88

8.3.1 Kesimpulan Yang Tidak Relevan.................................................. 88

8.3.2 Kesalahan Bukti yang Ditahan...................................................... 89

8.4 Kesalahan Statistikal ..............................……………………….......….. 90

8.4.1 Kesalahan Sampel yang Bias (Statistik yang Bias)........................ 91

8.4.2 Kesalahan Percontoh yang Kecil (Statistik yang Tidak Cukup) 92

8.4.3 Kesalahan Penjudi (Gambler’s Fallacy)........................................ 93

8.5 Kesalahan Kausal……………………………………………...……….. 95

8.5.1 Mengacaukan Sebab dan Akibat................................................... 95

8.5.2 Mengabaikan Penyebab Bersama.................................................. 96

8.5.2 Kesalahan Penyebab Yang Salah (Kesalahan Post Hoc).............. 97

8.5.4 Mengacaukan Penyebab Yang Berupa Necessary Condition

dengan Sufficient Condition........................................................... 99

8.6 Kesalahan Analogi………………………………………………....…… 100

DAFTAR PUSTAKA untuk Bab II …........................................................ 103

BAB III: ETIKA…………………………………………………………………..…….. 104

1. Etika dalam Pengertian yang Sederhana………………..……………...….. 104

2. Manfaat Mempelajari Etika…………………………………..……….....… 105

3. Etika dan Agama…………………………..……………………….……… 108

4. Kebebasan dan Tanggung Jawab…………………………….……….…… 109

4.1 Kebebasan Eksistensial dan Kebebasan Sosial………..……….……… 109

4.2 Pembatasan Kebebasan Sosial………………………………………… 110

4.3 Legitimasi Pembatasan Kebebasan……………………….…………… 111

4.4 Pertanggungjawaban Secara Terbuka……………………..…….…….. 112

5 Bisikan Hati Nurani………………………………………….……………. 112

5.1 Lembaga-Lembaga Normatif………………………...………….…….. 112

5.2 Batas Wewenang Lembaga Normatif……………..……………….….. 114

5.3 Bisikan Nurani…………………………………………………………. 115

6 Mengembangkan Hati Nurani……………………….………………….…. 115

Page 21: 1.Pengantar MPKT Buku Ke-1

xxi

6.1 Bersikap dengan Moral………………………………..…………..…… 115

6.2 Mendidik Hati Nurani…………………………………………………. 116

6.3 Hati Nurani dan Petunjuk Tuhan………………………………….…… 117

6.4 Pesan Moral dan Tradisi………………………………..……….…….. 117

7 Langkah-langkah Pengembangan Moral…………………………….……. 118

8 Kepribadian Moral yang Kuat…………………………………….………. 120

DAFTAR PUSTAKA untuk Bab III ………................................................. 123

BAB IV: KEKUATAN DAN KEUTAMAAN KARAKTER SEBAGAI HASIL DARI

DAYA-DAYA SPIRITUAL……………………………………………………. 124

1. Pendahuluan................................................................................................... 124

2. Kepribadian dan Karakter………………………………………………….. 125

3. Kekuatan dan Keutamaan Karakter………………………………………… 127

4. Kriteria karakter yang kuat…………………………………………………. 127

5. Kelompok Keutamaan yang Menjadi Kekuatan Karakter…………………. 128

6. Karakter dan Spiritualitas…………………………………………………… 129

7. Keutamaan Karakter dan Kebahagiaan…………………………………….. 132

DAFTAR PUSTAKA untuk Bab IV ……………….......................................... 134