makalah ilmu perilaku di bidang kesehatan

Upload: evii-onx

Post on 07-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Praktek Ilmu Perilaku

TRANSCRIPT

Disusun oleh : Kelompok 21. Tridian Ayu Retno Ningsih17141048B2. Yohana Kristi Hendranata17141064B3. Desi Dwi Susanti17141072B4. Dini Fatmawati17141080B5. Evie Rosiana Dewi17141088B

FAKULTAS FARMASIPROGRAM STUDI DIII FARMASI UNIVERSITAS SETIA BUDI2015BAB ILATAR BELAKANG

Dalam Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJP) 20052025, disebutkan bahwa pembangunan sumber daya manusia diarahkan untuk terwujudnya manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif, dan masyarakat yang semakin sejahtera (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2004). Melalui Program Indonesia Sehat 2010, gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai adalah masyarakat yang antara lain hidup dalam lingkungan yang sehat dan mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat (Departemen Kesehatan RI, 2003). Lingkungan sehat yang dimaksud, termasuk di dalamnya bebas dari wabah penyakit menular.Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009, salah satu program di bidang kesehatan adalah pencegahan dan pemberantasan penyakit, termasuk wabah penyakit menular. Penanganan secara cepat terhadap wabah penyakit juga merupakan bagian dari peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang menjadi satu dari tiga prioritas program 100 hari pertama Kabinet Indonesia Bersatu 2004-2009 di bidang kesehatan (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2004; Departemen Kesehatan RI, 2005). Saat ini, isu tentang kesehatan masyarakat menjadi perhatian dan prioritas program Pemerintah (dalam hal ini Departemen Kesehatan).Jumlah ledakan penyakit-penyakit menular semakin meningkat pada tahun-tahun belakangan ini. Ada beberapa alasan yang melandasinya yaitu penebangan hutan yang meluas, pembangunan irigasi, program pengendalian vektor penyakit yang terbengkalai, kepadatan penduduk secara berlebihan disertai kondisi sanitasi yang jelek, dan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat yang masih rendah. Salah satu contoh penyakit menular yang sampai saat ini angka kejadiannya masih tinggi dan masuk dalam Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah Demam Berdarah Dengue (DBD).Demam Berdarah Dengue ditularkan terutama oleh nyamuk aedes aegypti. Untuk jenis nyamuk aedes albopictus dapat menularkan DBD, tetapi peranannya dalam penyakit sangat kecil, karena biasanya hidup di kebun-kebun. Virus dengue merupakan penyebab terjadinya DBD tersebar luas di sebagian besar wilayah Indonesia, sehingga penularan DBD dapat terjadi di semua tempat/wilayah yang terdapat nyamuk penular penyakit tersebut. Demam berdarah merupakan salah satu penyakit yang bersifat endemis di Indonesia, yang sampai sekarang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Di Indonesia, kasus demam berdarah dengue pertama kali ditemukan di Surabaya tahun 1968, kemudian menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia, bahkan di beberapa daerah terutama di kota-kota besar menjadi endemik. (Sarwanto, 2000).Tanpa intervensi yang memadai, kasus penyakit DBD di seluruh Indonesia diperkirakan mencapai 125.000 selama 2007, meningkat dari tahun 2006 sebanyak 113.640 kasus, dan 1.184 diantaranya berakibat kematian. Dari 30 propinsi se-Indonesia, propinsi yang dilaporkan adanya KLB DBD sebanyak 13 provinsi yang meliputi Nangroe Aceh Darussalam, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. (http://www.kapanlagi.com/h/0000166556.htmlkasus DBD).Secara nasional angka DBD cenderung meningkat dari tahun ke tahun, di beberapa wilayah angka kematian ini relatif masih cukup tinggi, sedangkan sasaran nasional angka kematian DBD di Indonesia kurang dari 1,0% (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan RI, 2005).Penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat penduduknya, tetapi dalam tahun-tahun belakang ini demam berdarah mulai berjangkit di daerah pedesaan. Penyebaran penyakit biasanya di mulai dari sumber-sumber penularan di kota kemudian menjalar ke daerah-daerah pedesaan. Makin ramai lalu lintas manusia di suatu daerah, makin besar pula kemungkinan penyebaran penyakit ini. Mengingat penyebaran nyamuk DBD yang telah tersebar luas di seluruh tanah air, baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum, maka upaya pemberantasannya tidak hanya tugas pemerintah (tenaga kesehatan) saja, tetapi harus didukung peran serta masyarakat secara aktif. Oleh karena itu, partisipasi seluruh lapisan masyarakat melalui strategi yang lebih bersifat (1) akomodatif, (2) fasilitatif/bottom up, (3) kemitraan, yakni masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat termasuk swasta dan lain-lain mempunyai peran yang lebih besar, (4) terfokus, dengan prioritas, local specific, bertahap, (5) lebih mengoptimalkan kerjasama lintas sektor didukung data, terutama data sosial budaya, serta diprogramkannya PSN DBD secara luas di propinsi, kabupaten dan kota, dan pada setiap Puskesmas.

BAB IIPERILAKU DALAM MASYARAKAT

Masyarakat tidak menjaga lingkungan fisik, biologi, dan sosial-ekonomi di sekitar mereka.a. Lingkungan fisik, terdiri dari genangan air, khususnya genangan air yang tidak kontak langsung dengan tanah, tempat penampungan air, air di pelepah atau batang pisang, air di kaleng bekas atau ban bekas dan tanaman hias.b. Lingkungan biologi, terdiri dari tanaman yang dapat menampung air pada pelepah, daun maupun batangnya.c. Lingkungan sosial-ekonomi, berupa perilaku masyarakat yang kurang memperhatikan kebersihan lingkungannya, terutama menguras bak atau tempat penampungan air dan sampah-sampah yang dapat menampung air.

BAB IIIUPAYA MERUBAH PERILAKU

Pada dasarnya untuk dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan DBD secara utuh dan menyeluruh diperlukan peran serta masyarakat secara menyeluruh juga. Pencegahan dan pemberantasan terhadap demam berdarah berbasis kemasyarakatan yang sadar, aktif dan mandiri kemudian disebut masyarakat mandiri yaitu sebagai berikut.1. SadarMaksud sadar disini adalah bahwa DBD akan dapat dicegah apabila masyarakat mempunyai kesadaran dan kepedulian terhadap keadaan lingkungan di sekitarnya. Dewasa ini masyarakat seolah tidak peduli terhadap lingkungannya. Hal ini terbukti tingginya prevalensi penyakit yang timbul dimasyarakat berbasis lingkungan.Menurut A.W. Koban dalam www.theindonesianinstitute.com, strategi dan program-program yang dicanangkan diarahkan pada gerakan partisipasi masyarakat, tetapi lebih banyak bersifat himbauan tanpa didukung oleh penguatan penegakan hukum yaitu undang-undang dan peraturan tentang wabah penyakit, sehingga gerakan pemberantasan sarang nyamuk belum sepenuhnya berhasil. Oleh karena itu, direkomendasikan pada pasal 14, Undang-undang Nomor 4, Tahun 1984, Tentang Wabah Penyakit Menular, yang mengatur sanksi pelanggaran dan kelalaian dalam upaya pemberantasan wabah penyakit menular dilaksanakan secara tegas aturan dan sanksinya, sehingga masyarakat lebih bersungguh-sungguh secara sadar berpartisipasi memberantas wabah penyakit menular.2. Aktif Kesadaran tidak akan mampu mecegah dan memberantas DBD, masyarakat diharapkan juga berperan aktif dalam PSN. Pemberantasan Sarang Nyamuk yang paling familiar di masyarkat adalah gerakan 3 M (menguras, menutup, dan mengubur), tetapi sejauh ini upaya tersebut belum memperlihatkan hasil yang memuaskan justru kebalikannya. Tidak maksimalnya gerakan 3 M ini diduga kurang pahamnya masyarakat dalam pelaksanaan tekhnisnya, disamping itu sempitnya pemikiran masyarakat terhadap 3 M tersebut yang hanya berkisar pada bak mandi, tempat penampungan air, dan tempat sampah. Keaktifan masyarakat sangat penting dalam PSN sebab epidemiologi penyakit DBD adalah genangan air, khususnya genangan yang tidak kontak langsung dengan tanah seperti bak air, tempat penampungan air bersih (drum, tempayan), air di pelepah daun keladi, atau batang pisang, air dikaleng bekas atau ban bekas, tanaman hias. Genangan-genangan ini merupakan tempat perindukan nyamuk aedes yang sangat ideal. Pemberantasan Sarang Nyamuk sangat sulit dilakukan jika tanpa adanya peran aktif masyarakat secara menyeluruh.Peran pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan RI atau Dinas Kesehatan setempat sangat dibutuhkan, terutama dalam memberikan penyuluhan atau sosialisasi yang terkait dengan cara PSN yang baik, benar dan tepat waktu. Telur aedes aegypti akan bertahan sampai beberapa bulan dan akan menetas dalam waktu 4 hari jika tergenang air. Oleh karena itu masyarakat harus aktif melakukan kerja bakti minimal 1 minggu sekali.Menurut A.W. Koban dalam www.theindonesianinstitute.com, gerakan PSN tidak hanya dicanangkan sebagai himbauan, tetapi sebagai keharusan terutama menjelang musim hujan dan tidak boleh dilalaikan sepanjang tahun. Terkait dengan ini, diperlukan revisi Pasal 6, Undang-undang Nomor 4, Tahun 1984 di atas, sehingga partisipasi masyarakat merupakan keharusan, bukan hanya himbauan, dengan sanksi yang jelas dan diberlakukan dengan tegas, seperti misalnya sanksi denda uang atau penjara bila terjadi pelanggaran atau kelalaian. Perlu dipertimbangkan juga perangkat hukum khusus yang mengatur langsung tentang pemberantasan sarang nyamuk. Untuk hal ini, dan juga dapat berlaku untuk penegakan aturan hukum dalam bidang kesehatan lainnya, dapat diusulkan untuk diadakannya perangkat penegak hukum yang akan berfungsi sebagai polisi kesehatan yang mengawasi pelaksanaan aturan-aturan kesehatan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.3. Mandiri Kemandirian masyarakat sangat dibutuhkan terutama dalam mengatasi hal yang erat kaitannya dengan tempat tinggal atau keadaan sekitarnya, seperti memperhatikan keadaan lingkungannya agar tetap bersih, sehat, dan aman dari perindukan vektor penyakit. Kemandirian masyarakat dalam hal pencegahan dan pemberantasan DBD dapat dilakukan sebelum dan saat adanya kasus DBD. Kemandirian sebelum terjadinya DBD dapat berupa keaktifan dan kesadaran masyarakat terhadap keadaan lingkungannya, serta selalu memperbaharui pengetahuan mereka dengan selalu menhadirkan tenaga penyuluh yang berasal dari Dinas Kesehatan setempat mengenai DBD, sehingga masyarakat mampu melakukan PSN, meskipun tanpa adanya bantuan atau campur tangan pemerintah setempat, misalnya kegiatan rutin berupa kerja bakti minimal seminggu sekali.Kemadirian pada saat adanya masyarakat terkena DBD, masyarakat tidak panik dalam menghadapi situasi ini dan sesegara mungkin melaporkan ke Puskesmas atau ke Dinas Kesehatan Kota atau Kabupaten, baik melalui tulisan maupun secara lisan. Bagi penderita yang diduga menderita DBD sesegera mungkin dibawa ke Puskesmas setempat, sedangkan di lingkungan masyarakat sendiri sesegera mungkin melakukan penyemprotan (fogging). Fogging dilakukan terutama pada waktu ditemukan tersangka atau penderita DBD, dilokasi tersebut sebagai titik pusat dengan radius sekitar 100200 meter dan dilakukan 2 kali dengan selang waktu 710 hari.

BAB IVDAFTAR PUSTAKA

Medi, L. 2011. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Berbasis Masyarakat Mandiri. http://lutviberbagi.blogspot.co.id/2011/06/pencegahan-dan-pemberantasan-demam.html (diakses pada tanggal 12 September 2015).