ca makalah-gangguan perilaku anak & remaja

48
Perilaku Abnormal pada Anak dan Remaja Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Abnormal Disusun oleh: Prima Septiana V (M2A 004 051) Tyas Wulandari (M2A 004 073) Andriani Rahmi (M2A 005 003) Farida Nurrohmah (M2A 005 030) Fitria Susanti (M2A 005 034) Laelatus Syifa S. A (M2A 004 047) Novita (M2A 005 055) Waode Azman K (M2A 005 083) FAKULTAS PSIKOLOGI

Upload: joko-siswanto

Post on 27-Jun-2015

2.098 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

Perilaku Abnormal pada Anak dan Remaja

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Abnormal

Disusun oleh:

Prima Septiana V (M2A 004 051)

Tyas Wulandari (M2A 004 073)

Andriani Rahmi (M2A 005 003)

Farida Nurrohmah (M2A 005 030)

Fitria Susanti (M2A 005 034)

Laelatus Syifa S. A (M2A 004 047)

Novita (M2A 005 055)

Waode Azman K (M2A 005 083)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2007

Page 2: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

BAB I

PENDAHULUAN

Untuk mengklasifikasikan perilaku abnormal pada anak-anak, hal pertama kita

harus mengetahui apa yang dianggap normal pada usia tersebut. Untuk menentukan apa

yang normal dan abnormal, khusus pada anak dan remaja yang perlu ditambahkan selain

kriteria umum yang telah kita ketahui adalah factor usia anak dan latar belakang budaya.

Banyak masalah yang pertama kali teridentifikasi pada saat anak masuk sekolah. Masalah

tersebut mungkin sudah muncul lebih awal tetapi masih ditoleransi, atau tidak dianggap

sebagai masalah ketika di rumah. Kadang-kadang stres karena pertama kali masuk

sekolah ikut mempengaruhi kemunculannya (onset). Namun, perlu diingat bahwa apa

yang secara sosial dapat diterima pada usia tertentu, menjadi tidak dapat diterima di usia

yang lebih besar. Banyak pola perilaku yang mungkin dianggap abnormal pada masa

dewasa, dianggap normal pada usia tertentu.

Gangguan pada anak-anak ini sering kali di kelompokkan dalam dua kelompok

yaitu eksternalisasi dan internalisasi. Gangguan eksternalisasi ditandai dengan perilaku

yang diarahkan ke luar diri, seperti agresivitas, ketidakpatuhan, overaktivitas, dan

impulsivitas dan termasuk berbagai kategori DSM-IV-TR, yaitu ADHD, gangguan

tingkah laku (GTL), dan gangguan sikap menentang (GSM). Gangguan internalisasi

ditandai dengan pengalaman dan perilaku yang lebih terfokus kedalam diri seperti

depresi, menarik diri dari pergaulan social, dan kecemasan, termasuk juga anxietas dan

mood dimasa anak-anak.

Anak-anak yang memiliki masalah-maslah yang terinternalisasi lebih besar

kemungkinannya untuk tidak tertangani dibandingkan mereka yang memiliki masalah

yang tereksternalisasi yang cenderung lebih mengganggu bagi orang lain. Anak laki-laki

memiliki resiko yang lebih besar untuk mengembangkan banyak masalah di masa kanak-

kanak, berkisar dari autisme sampai hiperaktif hingga ganggua eliminasi. Masalah

kecemasan dan depresi juga mempengaruhi leih banyak anak laki-laki daripada

perempuan. Namun demikian, pada masa remaja gangguan kecemasan dan gangguan

mood lebih umum dijumpai pada anak perempuan dan demikian seterusnya sampai masa

remaja.

Page 3: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

BAB II

ISI

A. Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas

Seorang anak yang selalu begerak, mengetuk-ketukkan jari, mengoyang-goyangkan

kaki, mendorong tubuh anak lain tanpa alasan yang jelas, berbicar tanpa henti, dan

bergerak gelisah sering kali disebut hiperaktif. Anak-anak tersebut sulit untuk

berkonsentrasi pada tugasyang dikerjakan dalam waktu tertentu yang wajar.

Diagnosis ADHD tidak tepat untuk anak-anak yang ribut, aktif, atau agak mudah

teralih perhatiannya karena di tahun-tahun awal sekolah anak-anak sering berperilaku

demikian (Whalen, 1983). Anak dengan ADHD mengalami kesulitan mengendalikan

aktifitas dalam berbagai situasi yang menghendaki mereka duduk tenang. Mereka

terdisorganisasi, eratik, tidak berperasaan, kerasa kepala, dan bossy. Banyak anak ADHD

mengalami kesulitan besar untuk bermain dengan anak seusia mereka dan menjalin

persahabatan (Hinshaw & Melnick, 1995; Whalen & Henker, 1985), hal ini mungkin

karena mereka cenderung agresif saat bermain sehingga membuat teman-temannya

merasa tidak nyaman.

Anak ADHD bermain agresif dengan tujuan mencari sensasi sedang anak normal

malakukan hal tersebut dangan tujuan untuk bermain sportif. Anak ADHD mengetahui

tindakan yang dibenarkan secara sosial dalam berbagai situasi hipotesis, namun tidak

mampu mempraktekan pengetahuan tersebut dalam perilaku interaksi sosialnya (Whalen

& Henker, 1985, 1999). Karena simtom-simtom ADHD bervariasai, DSM-IV-TR

mencantumkan tiga subkategori, yaitu:

1. Tipe predominan inatentif: anak-anak yang masalah utamanya adalah rendahnya

konsentrasi.

2. Tipe predominan Hiperaktif-Impulsif: anak-anak yang masalah utamanya diakibatkan

oleh perilaku hiperaktif-impulsif.

3. Tipe kombinasi: anak-anak yang mengalami kedua rangkaian masalah diatas.

Anak-anak yang mengalami masalah atensi, namun memiliki tingkat aktivitas yang

sesuai dengan tahap perkembangannya, tampak sulit memfokuskan perhatian atau lebih

Page 4: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

lambat dalam memproses informasi (Barkley, Grodzinsky, & DuPaul,1992), mungkin

berhubungan dengna masalah pada daerah frontal atau striatal otak (Tannock,1998).

Gangguan ADHD, lebih berhubungan dengan perilaku tidak mengerjakan tugas di

sekolah, kelemahan kognitif, rendahnya prestasi, dan prognosis jangka panjangnya lebih

baik. Berbeda dengan anak yang mengalami gangguan tingkah laku, mereka bertingkah

disekolah dan dimana pun, dan kemungkinan jauh lebih agresif, serta mungkin memiliki

orang tua yang antisosial.

ADHD ini banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Anak yang

mengalami ADHD, menunjukkan aktivitas yang berlebihan, perilaku temperamental, rasa

ingin tahu yang berlebihan, serta sangat energik dalam bermain.

A.1 Teori Biologi ADHD

a. Faktor genetik, penelitian menunjukan bahwa predisposisi genetika terhadap

ADHD kemungkinan berperan. Bila orang tua menderita ADHD, kemungkinan

sebagian anaknya akan mengalami gangguan tersebut (Biederman, dkk, 1995).

Mengenai apa yang diturunkan dalam keluarga sampai saat ini belum ditemukan,

namun studi baru-baru ini menunjukan bahwa ada perbedaan ungsi dan struktur

otak pada anak ADHD dan anak yang tidak ADHD. Frontal lobe pada anak

ADHD kurang responsif terhadap stimulasi (Rubia dkk,1999 ; tannock, 1998),

aliran darah cerebral berkurang (Sieg dkk, 1995). Terlebih lagi beberapa bagian

otak (frontal lobe, nucleus, kaudat, globus pallidus) pada anak ADHD lebih kecil

dari ukuran normal (Castellanos dkk, 1996; Filipek dkk, 1997; Hynd dkk, 1993).

b. Faktor perinatal dan prenatal, berbagai hal yang berhubungan dengan masa-

masa kelahiran, serta berbagai zat yang dikonsumsi ibu saat kehamilan,

merupakan prediktor simtom-simtom ADHD.

c. Racun lingkungan, teori pada tahu 1970-an menyangkut peran racun dalam

terjadinya hiperaktifitas. Zat-zat adiktif pada makanan mempengaruhi kerja

system saraf pusat pada anak-anak hiperaktif. Nikotin, merupakan racun

lingkungan yang dapat berperan dalam terjadinya ADHD.

Page 5: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

A.2 Teori Psikologis ADHD

Bruno Bettelheim (1973), mengemukakan teori diathesis-stres mengenai ADHD,

yaitu hiperaktifitas terjadi bila suatu predisposisi terhadap gangguan dipasangkan dengan

pola asuh orang tua yang otoritarian. Pembelajaran juga dapat berperan dalam ADHD,

seperti yang dikemukakan Ross dan Ross (1982), hiperaktivitas dapat merupakan

peniruan perilaku orang tua dan saudara-saudara kandung. Dalam hubungan orang tua-

anak sangat kurang bersifat dua arah dan lebih mungkin merupakan “rantai asosiasi

kompleks” (Hinshaw dkk, 1997). Seperti halnya orang tua anak yang hiperaktif mungkin

memberi lebih banyak perintah dan memiliki interaksi negatif dengan mereka

(a.l.,Anderson, Hinshaw, & Simmel, 1994; Heller dkk, 1996), demikian juga anak-anak

hiperaktivitas diketahui kurang patuh dan memiliki interaksi yang lebih negative dengna

orang tua mereka (Barkley, Karlsson & Pollar; Tallmadge & Barkley, 1983).

A.3 Penanganan ADHD

1). Pemberian Obat Stimulan. Metilfenidat, atau Ritalin, telah diresepkan bagi

ADHD sejak awal tahun 1960-an (Sprague & Gadow, 1976), termasuk

amfetamin, atau Adderall, dan Pemolin atau Cylert. Obat-obatan ini digunakan

untuk mengurangi perilaku menganggu dan meningkatkan konsentrasi. Namun,

penelitian lain mengindikasikan bahwa obat-obatan tersebut tidak dapat

meningkatkan prestasi akademik untuk waktu lama. Efek samping dari obat-

obatan ini adalah hilangnya nafsu makan untuk sementara dan masalah tidur.

2). Penanganan Psikologis. Selain pemberian obat, penanganan yang paling

menjanjikan bagi anak-anak ADHD mencakup pelatihan bagi orang tua dan

perubahan menajemen kelas berdasarkan prinsip-prinsip pengondisian operant.

Program ini mampu untuk memperbaiki perilaku sosial dan akademik. Pada

penanganan ini perilaku anak dipantau dan di rumah dan di sekolah, dan mereka

diberi penguatan untuk berperilaku sesuai dengan harapan.

Fokus program operant ini adalah meningkatkan karya akademik,

menyelesaikan tugas-tugas rumah, atau belajar keterampilan sosial spesifik, dan

bukan untuk mengurangi tanda-tanda hiperaktivitas, seperti berlari ke sana

Page 6: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

kemari dan menggoyang-goyangkan kaki. Berbagai intervensi di sekolah bagi

anak ADHD, mencakup pelatihan bagi para guru untuk memahami kebutuhan

unik anak-anak tersebut dan menerapkan teknik-teknik operant tersebut di kelas

(Welsh dkk, 1997), pembimbingan oleh teman sebaya dalam keterampilan

akademik (DuPaul & Henningson,1993), meminta guru-guru untuk memberikan

laporan harian kepada orang tua mengenai perilaku anak di sekolah, yang

ditindaklanjuti dengan hadiah dan konsekuensi di rumah (Kelly, 1990).

B. Gangguan Tingkah Laku

Definisi gangguan tingkah laku pada DSM-IV-TR memfokuskan pada perilaku yang

melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma-norma sosial utama. Tipe perilaku yang

dianggap sebagai simtom gangguan tingkah laku mencakup agresi dan kekejian terhadap

orang lain atau hewan, merusakkan kepemilikan, berbohong, dan mencuri. Gangguan

tingkah laku merujuk pada berbagai tindakan yang kasar dan sering dilakukan yang jauh

melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum dilakukan anak-anak dan remaja.

Seringnya, perilaku ini ditandai dengan kesewenang-wenangan, kekejian dan kurang

penyesalan.

Kriteria gangguan tingkah laku dalam DSM-IV-TR :

1. Pola perilaku yang berulang dan tetap yang melanggar hak-hak dasar orang lain atau

norma-norma sosial konvensional yang terwujud dalam bentuk tiga atau lebih

perilaku dibawah ini dalam 12 bulan terakhir dan minimal satu diantaranya dalam

enam bulan terakhir :

a. Agresi terhadap orang lain dan hewan, contohnya mengintimidasi, memulai

perkelahian fisik, melakukan kekejaman fisik kepada orang lain atau hewan,

memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual

b. Menghancurkan kepemilikan (properti), contohnya membakar, vandalisme

c. Berbohong atau mencuri, contohnya, masuk dengan paksa ke rumah atau mobil

milik orang lain, menipu, mengutil

d. Pelanggaran aturan yang serius, contohnya tidak pulang ke rumah hingga larut

malam sebelum usia 13 tahun karena sengaja melanggar peraturan orang tua,

sering membolos sekolah sebelum berusia 13 tahun

Page 7: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

2. Disabilitas signifikan dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan

3. Jika orang yang bersangkutan berusia lebih dari 18 tahun, kriteria yang ada tidak

memenuhi gangguan kepribadian anti sosial

Banyak anak yang mengalami gangguan tingkah laku juga menunjukkan gangguan

lain. Ada tingkat komorbiditas yang tinggi antara gangguan tingkah laku dan ADHD. Hal

ini terjadi pada anak laki-laki, namun jauh lebih sedikit yang diketahui mengenai

komorbiditas gangguan tingkah laku dan ADHD pada anak perempuan. Penyalahgunaan

zat juga umum terjadi bersamaan dengan gangguan tingkah laku dimana dua kondisi

tersebut saling memperparah satu sama lain.

Terdapat bukti bahwa anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah laku dan

komorbid dengan hambatan behavioral memiliki kemungkinan lebih kecil untuk

melakukan kejahatan dibanding mereka yang mengalami gangguan tingkah laku yang

komorbid dengan penarikan diri dari pergaulan sosial. Bukti-bukti menunjukkan bahwa

anak-anak perempuan yang mengalami gangguan tingkah laku beresiko lebih tinggi

untuk mengalami berbagai gangguan komorbid, termasuk kecemasan, depresi,

penyalahgunaan zat, dan ADHD dibanding dengan anak laki-laki yang memiliki

gangguan tingkah laku.

B.1 Prognosis Gangguan Tingkah Laku

Gangguan tingkah laku di masa kanak-kanak tidak dengan sendirinya berlanjut

menjadi perilaku antisosial di masa dewasa, meskipun memang menjadi faktor yang

mempredisposisi. Studi baru-baru ini, menunjukkan bahwa meskipun sekitar separuh

anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah laku tidak memenuhi kriteria lengkap

bagi diagnosis tersebut pada pengukuran terkemudian (1-4 tahun kemudian), hampir

semuanya tetap menunjukkan beberapa masalah tingkah laku (Lahey dkk.,1995).

Beberapa individu tampaknya menunjukkan pola perilaku anti sosial yang “tetap

sepanjang hidup”, dengan masalah tingkah laku yang bermula di usia 3 tahun dan

berlanjut menjadi kesalahan perilaku yang serius di masa dewasa. Sementara itu, yang

lain “terbatas di usia remaja”. Orang-orang tersebut mengalami masa kanak-kanak yang

Page 8: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

normal, terlibat dalam perilaku antisosial dengan tingkat yang tinggi selama masa renaja,

dan kembali ke gaya hidup tidak bermasalah di masa dewasa.

Lahey, dkk (1995) menemukan bahwa anak laki-laki dengan gangguan tingkah laku

perilaku antisosialnya jauh lebih mungkin untuk berlanjut jika memiliki salah satu orang

tua yang mengalami gangguan kepribadian antisosial atau jika mereka memilki

kecerdasan verbal rendah. Interaksi beberapa faktor individual, seperti temperamen,

psikopatologi yang dialami orang tua, dan interaksi orang tua-anak yang disfungsional,

dan faktor-faktor sosiokultural, seperti kemiskinan, dan dukungan sosial rendah,

berkontribusi terhadap lebih banyaknya kemungkinan timbulnya perilaku agresif di usia

dini dengan sifat tetap.

B.2 Etiologi dan Faktor Resiko Gangguan Tingkah Laku

a. Faktor-faktor biologis. Dalam tiga studi adopsi berskala besar di Swedia, Denmark,

dan Amerika Serikat, mengindikasikan bahwa perilaku kriminal dan agresif

dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan dimana faktor lingkungan

pengaruhnya sedikit lebih besar. Dari studi terhadap orang kembar mengindikasikan

bahwa perilaku agresif (a.l kejam terhadap hewan, berkelahi, merusak kepemilikan)

jelas diturunkan, sedangkan perilaku kenakalan lainnya (a.l mencuri, lari dari rumah,

membolos sekolah) kemungkinan tidak demikian. Kelemahan neurologis, tercakup

dalam profil masa kanak-kanak dari anak-anak yang mengalami gangguan tingkah

laku. Kelemahan tersebut termasuk keterampilan verbal yang rendah, masalah dalam

fungsi pelaksanaan (kemampuan mengantisipasi, merencanakan, menggunakan

pengendalian diri, dan menyelesaikan masalah) dan masalah memori.

b. Faktor-faktor psikologis. Teori pembelajaran yang melibatkan modelling dan

pengondisian operant memberikan penjelasan yang bermanfaat mengenai

perkembangan dan berlanjutnya masalah tingkah laku. Anak-anak dapat mempelajari

agresivitas orang tua yang berperilaku agresif. Anak juga dapat meniriu tindakan

agresif dari berbagai sumber lain seperti televisi. Karena agresi merupakan cara

mencapai tujuan yang efektif , meskipun tidak menyenangkan , kemungkinan hal

tersebut dikuatkan. Oleh karena itu setelah ditiru, tindakan agresif kemungkinan akan

dipertahankan.Berbagai karakteristik pola asuh seperti disiplin keras dan tidak

Page 9: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

konsisten dan kurangnya pengawasan secara konsisiten dihubungkan dengan perilaku

antisosial pada anak-anak.

c. Pengaruh dari teman-teman seusia. Penelitian mengenai pengaruh teman seusia

terhadap agresi dan antisocial anak-anak memfokuskan pada dua bidang besar, yaitu:

1) Penerimaan atau penolakan dari teman-teman seusia. Penolakan menunjukkan

hubungan yang kausal dengan perilaku agresif, bahkan dengan tindakan

pengendalian perilaku agresif yang terdahulu (Coie & Dodge, 1998).

2) Afiliasi dengan teman-teman seusia yang berperilaku menyimpang. Pergaulan

dengan teman seusia yang nakal juga dapat meningkatkan kemungkinan perilaku

nakal pada anak (Capaldi & Patterson, 1994).

d. Faktor-faktor sosiologis. Tingkat pengangguran tinggi, fasilitas pendidikan yang

rendah, kehidupan keluarga yang terganggu, dan subkultur yang menganggap

perilaku criminal sebagai suatu hal yang dapat diterima terungkap sebagai faktor-

faktor yang berkontribusi (Lahey dkk, 1999; Loeber & Farrington, 1998). Kombinasi

perilaku antisosial anak yang timbul di usia dini dan rendahnya status sosioekonomi

keluarga memprediksikan terjadinya penangkapan di usia muda karena tindakan

criminal (Patterson, Crosby, & Vuchinich, 1992). Factor-faktor social berperan,

korelasi terkuat dengan kenakalan adalah hiperaktivitas dan kurangnya pengawasan

orang tua.

B.3 Penanganan Gangguan Tingkah Laku

Hal penting bagi keberhasilan dalam penanganan adalah upaya mempengaruhi

banyak system dalam kehidupan seorang remaja (keluarga, teman-teman sebaya, sekolah,

lingkungan tempat tinggal). Salah satu masalah yang dihadapi masyarakat adalah

bagaimana menghadapai orang-orang yang nurani sosialnya tampak kurang berkembang.

1. Intervensi keluarga, beberapa pendekatan yang paling menjanjikian untuk

menangani gangguan tingkah laku mnecakup intervensi bagi orang tua atau keluarga

dari si anak antisosial. Gerald Patterson dan kolegannya mengembangkan dan

menguji sebuah program behavioral, yaitu Pelatihan Manajemen Pola Asuh (PMP),

dimana orang tua diajari untuk mengubah berbagai respon untuk anak-anak mereka

sehingga perilaku prososial dan bukannya perilaku antisosial yang dihargai secara

Page 10: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

konsisten. Para orang tua diajarkan untuk menggunakan teknik-teknik seperti

penguatan positif bila si anak menunjukkan perilaku positif dan pemberian jeda serta

hilangnya perilaku istimewa bila ia berperilaku agresif atau antisosial. Pmp terbukti

mengubah interaksi orang tua-anak, yang pada akhirnya berhubungan dengan

berkurangnya perilaku antisosial dan agresif (Dishion & Andrews, 1995; Dishion,

Patterson & kavenagh, 1992). PMP juga terbukti memperbaiki perilaku para saudara

kandung dan mengurangi depresi pada para ibu yang mengikuti program tersebut

(Kazdin,1985).

2. Penanganan multisistemik (PMS), Henggeler menujukkan keberhasilan dalam hal

mengurangi tingkat penangkapan karena tindak kriminal dalam empat tahun setelah

penanganan (Borduin dkk, 1995). Intervensi ini memandang masalah tingkah laku

sebagai suatu hal yang dipengaruhi oleh berbagai konteks dalam keluarga dan antara

keluarga dan berbagai sistem sosial lainnya. Teknik yang dipergunakan variasai

meliputi teknik perilaku kognitif, system keluarga, dan manajemen kasus. Keunikan

dari terapi ini terletak pada penekanan kekuatan individu dan keluarga,

mengidenikasikan konteks bagi masalah-masalah tingkah laku, yang berfokus pada

masa kini dan berorientasi pada tindakan, dan menggunakan intervensi yang

membutuhkan upaya harian atau mingguan oleh para anggota.

3. Pendekatan kognitif, terapi dengan intervensi bagi orang tua dan keluarga

merupakan komponen keberhasilan yang penting, tetapi penangana semacam itu

banyak memakan biaya dan waktu. Oleh kerena itu, penanganan dengan terapi

kognitif individual bagi anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku dapat

mempaerbaiki tingkah laku mereka, meski tanpa melibatkan keluarga. Contoh:

mengajarkan keterampilan kognitif pada anak-anak untuk mengendalikan kemarahan

mereka menunjukan manfaat yang nyata dalam membantu mereks mengurangi

perilaku agresif. Mereka belajar untuk bertahan dari serangan verbal tanapa merespon

secara agresif dengan menguanakan teknik pengalihan seperti bersenandung,

mengatakan hal-hal yang menyenangkan pada diri sendiri, atau beranjak pergi.

Strategi lain dengan mengajarkan keterampilan moral kepada berbagai kelompok

remaja yang mengalami ganguan perilaku.

Page 11: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

C. Disabilitas Belajar

Disabilitas belajar merujuk pada kondisi tidak memadainya perkembangan dalam

suatu bidang akademik tertentu, bahasa, berbicara, atau keterampilan motorik yang tidak

disebabkan oleh retardasi mental, autisme, gangguan fisik yang dapat terlihat, atau

kurangnya kesempatan pendidikan. Anak-anak yang mengalami gangguan ini umumnya

memiliki intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun mengalami kesulitan

mempelajari beberapa keterampilan tertentu (misal aritmatika atau membaca) sehingga

kemajuan mereka di sekolah menjadi terhambat. Disabilitas belajar untuk

menggabungkan tiga gangguan yang tercantum dalam DSM-IV-TR yaitu : gangguan

perkembangan belajar, gangguan berkomunikasi, dan gangguan keterampilan motorik.

C.1 Gangguan Perkembangan Belajar

Kriteria Gangguan Perkembangan Belajar dalam DSM-IV-TR :

a. Prestasi dalam bidang membaca, berhitung atau menulis ekspresif di bawah

tingkat yang diharapkan sesuai usia penderita, pendidikan, dan intelegensi.

b. Sangat menghambat performa akdemik atau aktivitas sehari-hari.

Gangguan perkembangan belajar dibagi menjadi tiga kategori. Tidak satupun dari

diagnosis yang tepat jika disabilitas tersebut dapat disebabkan oleh defisit sensori, seperti

masalah visual atau pendengaran.

a. Anak dengan gangguan membaca (disleksia) mengalami kesulitan besar untuk

mengenali kata, memahami bacaan, serta umumnya juga menulis ejaan. Masalah

ini terus dialami hingga dewasa. Gangguan ini terjadi 5-10 persen anak usia

sekolah, tidak menghambat penderitanya untuk berprestasi.

b. Gangguan menulis ekspresif menggambarkan hendaya dalam kemampuan untuk

menyusun kata tertulis (termasuk kesalahan ejaan, kesalahan tata bahasa atau

tanda baca, atau tulisan tangan yang buruk) yang cukup parah sehingga dapat

sangat menghambat prestasi akademik atau aktivitas sehari-hari.

c. Anak-anak dengan gangguan berhitung dapat mengalami kesulitan dalam

mengingat fakta-fakta secara cepat dan akurat, menghitung objek dengan benar

dan cepat, atau mengurutkan angka-angka dalam kolom-kolom.

Page 12: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

C.2 Gangguan Komunikasi

Beberapa kategori gangguan berkomunikasi, antara lain :

a. Gangguan berbahasa ekspresif, dimana anak mengalami kesulitan

mengekspreksikan dirinya dalam berbicara. Anak tampak sangat ingin

berkomunikasi tetapi sangat sulit untuk menemukan kata-kata yang tepat.

Misalnya tidak mampu mengucapkan kata mobil saat menunjuk sebuah mobil

yang melintas. Kata-kat yang sudah terkuasai terlupakan oleh kata-kata yang baru

dikuasai, dan penggunaan struktur bahasa sangat di bawah tingkat usianya.

b. Gangguan fonetik, dimana anak menguasai dan mampu mempegunakan

perbendaharaan kata dalam jumlah besar tetapi tidak dapat mengucapkannya

dengan jelas, contohnya biru diucapkan biu. Mereka tidak menguasai artikulasi

suara dari huruf-huruf yang dikuasai terkemudian, seperti r, s, t, f, z, l, dan c.

c. Gagap, yaitu gangguan kefasihan verbal yang ditandai dengan satu atau lebih pola

bicara berikut ini : seringnya pengulangan atau pemanjangan pengucapan

konsonan atau vokal, jeda yang lama antara pengucapan satu kata dengan kata

berikutnya, mengganti kata-kata yang sulit dengan kata-kata yang mudah

diucapkan, dan mengulang kata. Jumlah laki-laki yang mengalami masalah ini

sekitar 3 kali lebih banyak dari perempuan, biasanya muncul sekitar usia 5 tahun

dan hampir selalu sebelum usia 10 tahun. DSM memperkirakan bahwa 80%

indivisu yang gagap dapatb sembuh tanpa intervensi profesional sebelum

penderita menmcapai usia 16 tahun.

C.3 Gangguan Keterampilan Motorik

Disebut juga gangguan komunikasi perkembangan dimana seorang anak

mengalami hendaya parah dalam perkembangan koordinasi motorik yang tidak

disebabkan oleh retardasi mental atau gangguan fisik lain yang telah dikenal sebagai

serebral palsi. Anak mengalami kesulitan menalikan sepatu dan mengancingkan baju, dan

bila berusia lebih besar kesulitan membuat suatu bangun, bermain bola, dan menggambar

atau menulis. Diagnosis hanya ditegakkan bila hendaya tersebut sangat menghambat

prestasi akademik atau aktivitas sehai-hari.

Page 13: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

C.4 Etiologi Disabilitas Belajar

a. Etiologi Disleksia

Kelemahan inti yang membentuk disleksia mencakup berbagai masalah dalam

proses-proses visual/pendengaran dan bahasa. Penelitian menunjukkan adanya satu

masalah atau lebih dalam pemrosesan bahasa yang dapat mendasari disleksia, termasuk

persepsi bicara dan analisis bunyi bahasa ucapan dan hubungannya dengan kata-kata

tertulis (Mann & Braddy, 1988). Beberapa anak tertentu lebih mungkin mengalami

disleksia, yaitu : mereka yang mengalami kesulitan mengenali sajak atau puisi di usia 4

tahun (Bradley & Bryant, 1985); mengalami kesulitan menyebutkan nama objek familiar

dengan cepat pada usia 5 tahun (Scarborough, 1990); dan mereka yang terlambat

menguasai berbagai aturan bentuk kalimat pada usia 2,5 tahun (Scarborough, 1990).

Bukti lain, bahwa berbagai studi keluarga dan anak kembar menegaskan bahwa terdapat

komponen keturunan dalam disleksia, yang kemungkinan dikendalikan oleh kromosom 6

(Cardon dkk. ,1994 ;Fisher dkk. ,1999; Gayan dkk. ,1999; Grigoreko dkk. , 1997)

b. Etiologi Gangguan Berhitung

Terdapat tiga subtipe gangguan berhitung menurut para ahli. Pertama, kelemahan

pada memori verbal semantik dan memicu timbulnya masalah dalam mengingat fakta-

fakta aritmatik, bahkan setelah melalui latihan ekstensif. Tipe ini tampaknya

berhubungan dengan beberapa disfungsi pada belahan kiri otak dan seringkali terjadi

bersamaan dengan gangguan membaca.

Kedua, menyangkut penggunaan strategi yang tidak sesuai dengan tahap

perkembangan dalam menyelesaikan soal-soal aritmatik dan seringnya melakukan

kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal sederhana.

Ketiga, jarang terjadi yaitu yang menyangkut hendaya keterampilan visuospasial,

yang mengakibatkan kesalahan dalam mengurutkan angka-angka dalam kolom atau

melakukan kesalahan menempatkan angka (meletakkan poin desimal di tempat yang

salah).

Secara khusus, tipe disabilitas berhitung yang menyangkut hendaya memori

semantik merupakan tipe yang paling mungkin diturunkan. Sebuah studi terhadap lebih

dari 250 pasangan kembar menunjukkan bahwa faktor-faktor genetis yang sama

Page 14: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

mendasari kelemahan membaca dan berhitung pada anak-anak yang mengalami kedua

gangguan tersebut (Gillis & DeFries, 1991).

C.5 Penanganan Disabilitas Belajar

Berbagai program penanganan harus memberikan kesempatan bagi anak-anak

untuk mengalami rasa kemampuan dan self efficacy, mengurangi masalah behavioral

yang diakibatkan oleh rasa frustrasi, mencakup strategi untuk mengatasi masalah

penyesuaian masalah sosial dan emosional sekunder yang mereka alami.

Intervensi untuk Gangguan Belajar (Lyon & Moats, 1988)

1. Model Psikoedukasi. Menekankan pada kekuatan-kekuatan dan

preferensi-preferensi anak dari pada usaha untuk mengoreksi defisiensi yang

mendasarinya. Misalnya anak yang menyimpan informasi auditori lebih baik

dibanding visual akan diajar secara verbal, misalnya mengguanakan rekaman pita,

dan bukan materi-materi visual.

2. Model Behavioral. Mengasumsikan bahwa belajar akademik

dibangun diatas hierarki ketermpilan-keterampilan dasar, atau ’perilaku yang

memampukan (enabling behaviours)”. Kompetensi belajar anak akan dinilai untuk

menentukan letak defisiensi dalam hierarki keterampilan. Program intruksi dan

penguatan perilaku yang disusun secara individual akan membantu anak.

3. Model Medis. Mengasumsikan bahwa gangguan belajar

merefleksikan dalam pengolahan informasi yang memiliki dasar biologis. Program-

program harus diadaptasi untuk memperhatikan defisit-defisit yang mendasarinya ini

dan disesuaikan dengan kebiutuhan anak (Levine, 2000).

4. Model Linguistik. Terfokus pada defisiensi dasar pada bahasa anak. Menekankan

intruksi dalam keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis dengan

cara yang logis, berurutan, dan multi indrawi, seperti membaca dengan keras seraya

disupervisi dengan teliti. Model ini mengajarkan keterampilan bahasa secara

bertahap, membantu murid-murid menangkap struktur dan meggunakan kata-kata

(Shaywitz, 1998; Wagner & Torgesen, 1987)

5. Model Kognitif. Berfokus pada bagaimana anak mengatur

pemikiran mereka ketika belajar materi-materi akademik. Anak dibantu untuk belajar

Page 15: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

dengan (1) mengenali sifat dari tugas belajar, (2) menerapkan strategi-strategi untuk

menyelesaikan tugas-tugas dan (3) memonitor kesuksesan strategi-strategi mereka.

Para peneliti mengembangkan permainan komputer khusus dan rekaman radio

yang memperlambat pengucapan bunyi. Latihan intensif dapat meningkatkan

keterampilan bahasa anak yang mengalami gangguan bahasa berat .

D. Retardasi Mental

Retardasi mental ialah keterlambatan yang mencakup rentang yang luas dalam

perkembangan fungsi kognitif dan social (APA, 2000).

Kriteria Retardasi Mental dalam DSM-IV-TR :

Fungsi intelektual yang secara signifikan di bawah rata-rata, IQ kurang dari 70

Kurangnya fungsi sosial adaptif dalam minimal dua bidang berikut : komunikasi,

mengurus diri sendiri, kehidupan keluarga, keterampilan interpersonal, pengguanaan

sumber daya komunitas, kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri,

keterampilan akademik fungsional, rekreasi, pekerjaan, kesehatan dan kemanan

Onset sebelum usia 18 tahun

D.1 Kriteria Tradisional untuk Retardasi Mental

Skor Tes Intelegensi. Mereka yang memiliki skor di bawah 70 hingga 75, dua

deviasi standar di bawah rata-rata populasi, memenuhi kriteria “fungsi intelektual umum

secara signifikan di bawah rata-rata.”

Fungsi Adaptif. Merujuk pada penguasaan keterampilan masa kanak-kanak

seperti menggunakan toilet dan berpakaian, memahami konsep waktu dan uang, mampu

menggunakan peralatan, berbelanja, dan melakukan perjalanan dengan transportasi

umum, serta mengembangkan responsivitas sosial.

Usia Onset. Gangguan retardasi mental terjadi sebelum usia 18 tahun, untuk

mencegah mengklasifikasikan kelemahan intelegensi dan perilaku adaptif yang

disebabkan oleh cedera atau sakit yang terjadi kemudian dalam hidup sebagai retardasi

mental.

Page 16: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

D.2 Klasifikasi Retardasi Mental

Retardasi Mental Ringan (IQ 50 hingga 70). Di usia remaja akhir dapat

mempelajari ketrampilan akademik setara dengan kelas enam. Ketika dewasa,

mampu melakukan pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan, meski masih

membutuhkan bantuan dalam masalah sosial dan keuangan. Mereka bisa menikah

dan mempunyai anak.

Retardasi Mental Sedang (IQ 35-40 hingga 50-55). Mereka dapat mengalami

kelemahan fisik dan disfungsi neurologis yang menghambat keterampilan motorik

normal. Dengan banyak bimbingan dan latihan, mereka dapat bepergian sendiri di

tempat yang tidak asing bagi mereka.

Retardasi Mental Berat (IQ 20-25 hingga 35-40). Memiliki abnormalitas fisik

sejak lahir dan keterbatasan dalam pengendalian sensori motor. Mereka hanya

dapat melakukan sedikit aktivitas karena kerusakan otak yang parah. Mereka

mampu melakukan pekerjaan yang sangat sederhana dengan supervisi terus

menerus.

Retardasi Mental Sangat Berat (IQ di bawah 20-25). Mereka membutuhkan

supervisi total dan seringkali harus diasuh sepanjang hidup mereka. Sebagian

besar memiliki abnormalitas fisik berat serta kerusakan neurologis dan tidak dapat

berjalan sendiri ke manapun.

D.3 Etiologi Retardasi Mental

Penyebab spesifik yang dapat diidentifikasi umumnya adalah penyebab biologis:

1. Anomali Genetik atau kromosom. Abnormalitas kromosom terjadi pada kurang dari

5 % dari seluruh kehamilan yang dapat bertahan. Secara keseluruhan, sekitar separuh

dari 1 % bayi yang dilahirkan mengalami abnormalitas kromosom (Smith, Bierman,

& Robinson, 1978). Sebagian besar bayi tersebut meninggal sesaat setelah dilahirkan.

Bayi yang dapat bertahan, mayoritas mengalami Sindroma Down atau trisomi 21.

2. Penyakit Gen Resesif. Salah satu penyakit tersebut adalah fenilketonuria (PKU)

dimana terjadi defisiensi enzim hati (fenilalanin hidroksilase) yang pada akhirnya

menyebabkan kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki.

Page 17: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

3. Penyakit Infeksi. Konsekuensi paling terjadi dalam trimester pertama dimana janin

belum memiliki respon imunologis yang dapat dideteksi, yaitu sistem imunnya belum

berkembang untuk melawan virus.

4. Kecelakaan. Dapat menyebabkan berbagai cedera otak dalam tingkat yang bervariasi

dan retardasi mental.

5. Bahaya Lingkungan. Beberapa polutan seperti merkuri, timah dapat menyebabkan

keracunan dan retardasi mental.

D.4 Pencegahan dan Penanganan Retardasi Mental

1. Penanganan Residensial

Sejak tahun 1975, individu yang mengalami retardasi mental berhak mendapatkan

penanganan yang sesuai dalam lingkungan dengan batasan yang sangat minimal. Orang

dewasa dengan retardasi mental sedang, tinggal di tempat sederhana dan disediakan

perawatan medis. Mereka didorong untuk berpartisipasi dalam tugas rutin rumah tangga

semampu mereka. Mereka yang mengalami retardasi mental berat, tinggal di rumah

perawatan yang dilengkapi dengan layanan pendidikan dan psikologis.

2. Intervensi Behavioral Berbasis Pengondisian Operant

Dalam metode operant, anak-anak diajari berbagai keterampilan selangkah demi

selangkah dan berurutan. Prinsip-prinsip pengondisian operant kemudian diterapkan

untuk mengajarkan berbagai komponen aktivitas pada anak, juga digunakan untuk

mengurangi perilaku yang tidak pada tempatnya dan perilaku mencederai diri sendiri.

Intervensi Kognitif

3. Latihan Inruksional Diri mengajari mereka yang mengalami retardasi mental untuk

memandu upaya penyelesaian masalah mereka melalui kata-kata yang diucapkan.

4. Intruksi dengan Bantuan Komputer

Komponen visual dan auditori dalam komputer dapat mempertahankan

konsentrasi para siswa yang sulit berkonsentrasi. Komputer dapat memenuhi kebutuhan

akan banyaknya pengulangan materi tanpa menjadi bosan atau tidak sabar seperti yang

dapat terjadi pada guru.

Page 18: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

E. Gangguan Autistik (Gangguan Perkembangan Pervasif)

E.1 Karakteristik Gangguan Autistik

Individu autis tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara wajar. Mereka

memiliki keterbatasan yang parah dalam bahasa dan keinginan obsesif yang kuat. Mereka

mengalami ketertarikan dan menciptakan kelekatan kuat dengan berbagai benda-benda

mati dan berbagai benda mekanis.

Kekurangan Komunikasi. Mengoceh (babbing), istilah yang menggambarkan

ucapan bayi sebelum mereka mulai mengucapkan kata-kata sebenarnya, jarang dilakukan

oleh bayi autis. Pada usia 2 tahun, sekitar 50 % anak autis tidak pernah belajar berbicara

sama sekali. Mereka yang jarang belajar berbicara, bicaranya mencakup berbagai

keanehan. Salah satu cirinya adalah ekolalia, dimana anak mengulangi, biasanya dengan

ketepatan luar biasa, perkataan orang lain yang didengarnya. Abnormalitas lain yang

umum terjadi adalah pembalikan kata ganti. Anak merujuk dirinya sendiri dengan kata

“ia”, atau “kamu” atau dengan menyebut nama mereka sendiri. Neologisme, kata-kata

ciptaan atau kata-kata yang digunakan dengan cara tidak biasa. Misalnya anak 2 tahun,

dapat menyebut milk (susu) dengan kata “moyee” dan terus berlanjut hingga melewati

masa dimana anak normal sudah bisa mengucapkannya. Anak-anak dengan autisme

sangat kaku dalam menggunakan kata-kata. Kelemahan komunikasi tersebut dapat

menjadi penyebab kelemahan sosial pada mereka. Meskipun mereka telah belajar

berbicara, mereka seringkali kurang memiliki spontanitas verbal dan jarang berekspresi

secara verbal serta penggunaan bahasa mereka tidak selalu tepat (Paul, 1987).

Tindakan Repetitif dan Ritualistik. Anak dengan autis dapat menjadi sangat

marah bila terjadi perubahan dalam rutinitas harian dan situasi sekeliling mereka.

Karakteristik obsesional juga terdapat dalam perilkau anak autis dengan cara yang

berbeda. Mereka juga memiliki perilaku stereotipik, gerakan tangan ritualistik yang aneh,

dan gerkan ritmik lainnya, seperti menggoyangkan tubuh tanpa henti, berjalan dengan

berjinjit. Menunjukkan fokus yang berlebihan pada bagian-bagian objek (misalnya

memutar roda moil-mobilan secara berualang-ulang,) atau kelekatan yang tidak biasa

terhadap objek-objek (seperti membawa seutas tali).

Page 19: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

Kemunculannya (onsetnya) terjadi sebelum usia 3 tahun yang tampak dari fungsi

yang abnormal pada paling tidak satu dari hal-hal berikut ini: perilaku sosial, komunikasi,

atau bermain imjinatif.

E.2 Prognosis Gangguan Autistik

Berdasarkan kajiannya terhadap semua studi yang dipublikasikan, Lotter (1978)

menyimpulkan bahwa 5 hingga 17 % anak-anak autis yang dapat melakukan penyesuaian

yang relatif baik pada masa dewasa, menjalani hidup mandiri, namun tetap mengalami

beberapa masalah residual seperti kegugupan sosial. Sebagian besar menjalani kehidupan

yang terbatas dan sekitar separuhnya dirawat di institusi mental.

Individu autistik yang tidak mengalami retardasi mental dan memiliki

keberfungsian tinggi mengindikasikan bahwa sebagian besar tidak membutuhkan

perawatan di suati institusi dan beberapa diantaranya mampu belajar di perguruan tinggi

dan membiayai diri sendiri dengan bekerja (Yirmia & Sigman, 1991). Namun banyak

juga yang mampu berfungsi secara mandiri tetap menunjukkan hendaya dalam hubungan

social.

E.3 Etiologi Gangguan Autistik

Basis Psikologis

1). Teori psikoanalisis

Yang paling dikenal adalah teori yang dikemukakan oleh Bruno Bettelhem (1967)

dimana asumsi dasarnya bahwa autis disebabkan oleh pengalaman masa lalu. Balita dapat

menolak orang tuanya dan mampu merasakan perasaan negatif mereka. Bayi melihat

tindakannya hanya berdampak kecil pada perilaku orang tua yang tidak responsif. Maka,

si anak kemudian meyakini bahwa ia tidak memiliki danpak apapun pada dunia,

kemudian menciptakan “benteng kekosongan” autisme untuk melindungi diri dari

penderitaan dan kekecewaan.

2). Teori Behavioral

Beberapa teori mengemukakan teori bahwa pengalaman belajar tertentu di masa

kanak-kanak menyebabkan autisme. Ferster (1961), berpendapat bahwa tidak adanya

Page 20: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

perhatian dari orang tua, terutama ibu, mencegah terbentuknya berbagai asosiasi yang

menjadikan manusia sebagai penguat sosial.

Basis Biologis

1). Faktor-Faktor Genetik

Resiko autisme pada saudara-saudara kandung dari orang-orang yang mengalami

gangguan tersebut sekitar 75 kali lebih besar dibanding jika kasus indeks tidak

mengalami gangguan autistik (McBride, Anderson, & Shapiro, 1996).dalam studi

terhadap orang kembar, menemukan 60-91 % kesesuaian bagi autisme antara kembar

identik, dibanding dengan tingkat kesesuaian 0-20 % pada kembar fraternal (Bailey dkk. ,

1995 ; LeCouter dkk., 1996 ; Steffenberg dkk.,1989).

2). Faktor-Faktor Neurologis

Dari berbagai studi EEG, banyak anak autis yang memiliki pola gelombang otak

abnormal, adanya tanda-tanda disfungsi otak. Abnormalitas neurologis tersebut

menunjukkan bahwa dalam masa perkembangan otak mereka, sel –sel otak gagal

menyatu dengan benar dan tidak membentuk jaringan koneksi seperti terjadi dalam

perkembangan otak secara normal.

Prevalensi autisme pada anak yang ibunya terinfeksi rubella semasa hamil hampir 10

kali lebih besar dibanding pada anak-anak dalam popilasi umum. Pada para individu

dengan autisme, berbagai daerah otak yang berhubungan dengan pemrosesan ekspresi

wajah (lobus temporalis) dan emosi (amigdala) tidak aktif selama melakukan tugas

tersebut (Critchley dkk., 2001).

E.4 Penanganan Gangguan Autistik

Penanganan untuk anak autis biasanya mencoba mengurangi perilaku mereka

yang tidak wajar dan meningkatkan keterampilan komunikasi dan sosial. Meski teori

biologis labih banyak mendapat dukungan empiris, intervensi psikologislah yang paling

menjanjikan.

Masalah Khusus dalam Menangani Anak dengan Autis

Ada beberapa karakteristik yang dimiliki anak autis yang membuat mereka sulit

untuk ditangani, antara lain :

Page 21: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan rutinitas dan

karakteristik serta tujuan utama penanganan mencakup perubahan.

Pengisolasian diri dan gerakan stimulasi diri yang mereka lakukan dapat menghambat

pengajaran yang efektif.

Sangat sulit menemukan cara untuk memotivasi anak dengan autis. Penguat harus

eksplisit, konkret dan sangat menonjol.

Selektivitas yang berlebihan dalam mengarahkan perhatian. Jika mereka sudah

terfokus pada satu hal atau benda, yang lain akan terabaikan sama sekali.

Penanganan Behavioral Untuk Anak dengan Autis

Dengan Modelling dan Pengondisian Operant, para terapis perilaku mengajari

anak-anak autis untuk berbicara, mengubah bicara ekolalik mereka, mendorong mereka

untuk bermain dengan anak lain, dan membantu mereka secara umum menjadi lebih

responsif kepada orang dewasa.

Ivar Lovaas menjalankan programoperant intensif bagi anak autis yang sangat

muda ( di bawah usia 4 tahun). Terapi mencakup semua aspek kehidupan anak selama

lebih dari 40 jam seminggu dalam waktu lebih dari 2 tahun. Para orang tua diberi

pelatihan ekstensif sehingga penanganan dapat terus dilakukan hampir selama waktu

terjaga anak-anak tersebut. Semua anak diberi hadiah bila berperilaku kurang agresif,

lebih patuh, dan lebih berperilaku pantas secara sosial, misalnya berbicara dan bermain

dengan anak lain. Tujuan program ini adalah membaurkan anak-anak tersebut dengan

asumsi bahwa anak autis seiring membaiknya kondisi mereka, akan lebih memperolah

manfaat bila berbaur bersama anak normal. Pendidikan yang diberika oleh orang tua bagi

anak dari pada penanganan berbasis klinik atau rumah sakit. Koegel dan para koleganya

(1982) menunjukkan bahwa 25 hingga 30 jam pelatihan bagi orang tua sama efektifnya

dengan 200 jam penanganan langsung di klinik dalam hal memperbaiki perilaku anak

autis. Namun Koegel berpendapat bahwa dari pada mengajari para orang tua untuk

memfokuskan pada mengubah perilaku bermasalah yang ditargetkan secara individual

dengan cara berurutan, orang tua akan lebih efktif bila diajari untuk terfokus pada

meningkatkan motivasi dan responsivitas umum anak autis mereka. Misalnya,

mengjinkan anak memilih bahan pengajaran, memberi penguat alami (pujian, bermain)

dari pada pengaut berupa makanan, dan menguatkan upaya merespon serta memperbaiki

Page 22: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

respon dapat meningkatkan interaksi dan komunikasi keluarga. Salah satu intervensi

berbasis komunitas yang berupaya melibatkan orang tua dalam proses penanganan adalah

Treatment and Education of Autistic and related Communication Handicapped Children

(TEACHC).

Penanganan Psikodinamik bagi Anak-Anak Autis

Menurut Bruno Bettelheim (1967, 1974), atmosfer yang hangat dan penuh kasih

sayang harus diciptakan untuk mendorong si anak memasuki dunia. Kesabaran sebagai

penerimaan positif tanpa syarat diyakini merupakan hal yang perlu dilakukan oleh anak

autis untuk memulai mempercayai orang lain dan untuk mengambil kesempatan dalam

membangun hubungan dengan orang lain.

Penanganan dengan Obat-Obatan

Obat yang paling umum digunakan adalah haloperidol, suatu obat antipsikotik

yang sering digunakan untuk menangani skizofrenia. Beberapa studi menunjukkan bahwa

obat ini mengurangi penarikan diri dari kehidupan sosial, perilaku motorik stereotipik,

dan perilaku maladaptif, seperti melukai diri sendiri dan agresi.namun, obat ini tidak

menunjukkan efek positif untuk aspek-aspek lain gangguan autistik, seperti hubungan

interpersonal yang abnormal dan hendaya bahasa.

Para peneliti meneliti suatu antagonis reseptor opioid, neltrakson, dan

menemukan bahwa obat ini mengurangi hiperaktivitas pada anak anak autis dan cukup

meningkatkan perilaku memulai interaksi sosial. Selain itu juga menunjukkan sedikit

peningkatan dalam perilaku memulai komunikasi. Namun obat tersebut tampaknya tidak

berpengaru pada simtom-simtom utama autisme, dan beberapa bulti menunjukkan bahwa

dalam dosis tertentu obat tersebut dapat meningkatkan perilaku melukai diri sendiri

(Anderson dkk, 1997).

F. KECEMASAN DAN DEPRESI

Kecemasan dianggap tidak normal apabila berlebihan dan menghambat fungsi

akdemik dan soaial atau menjadi menyusahkan atau persisten. Beberapa gangguan

kecemasan yang dapat dialami oleh anak dan remaja antara lain fobia spesifik, fobia

sosial, gangguan kecemasan menyeluruh, PTSD, dan gangguan mood, termasuk depresi

mayor dan gangguan bipolar. Diperkirakan 8%-9% anak-anak usia 10-13 tahun pernah

Page 23: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

mengalami depresi mayor selama setahun (Goleman, 1994a). perbedaan gender yang

jelas yampak setelah usia 15 tahun, dimana jumlah remaja perempuan yang mengalami

depresi dua kali lebih banyak dari pada laki-laki (Hankin dkk.,1998;Lewinsohn, rohde, &

Seeley, 1994).

Gangguan Kecemasan akan Perpisahan

Gangguan kecemasan akan perpisahan ditandai oleh ketakutan yang berlebihan

akan perpisahannya dari orang tua atau pengasuh lainnya. Anak-anak dengan gangguan

ini cenderung terikat pada orang tua dan mengikuti kemana pun mereka berada di

lingkungan rumahnya. Anak tersebut dapat mengemukakan kecemasan tentang kematian

dan memaksa seseorang untuk menemani saat mereka tidur. Mereka seringkali menglami

mimpi buruk, salit perut, mual, dan muntah ketika mengantisipasi perpisahan. Gangguan

ini terjadi sekitar 4% anak dan remaja awal, dapat berlangsung sampai dewasa,

menyebabkan perhatian yang berlebihan pada keselamatan nak-anak dan pasangan serta

kesulitan mentoleransi perpisahan apapun dari mereka. Perkembangan gangguan ini

sering muncul setelah adanya kejadian hidup yang menekan, seperti kematian, kondisi

sakit, perubahan sekolah atau rumah.

Perpektif tentang Gangguan Kecemasan di Masa Kanak-Kanak

Teoretikus psikoanalisis berpendapat bahwa kecemasan-kecemasan dan ketakutan

pada masa kecil seperti yang terjadi pada orang dewasa, melambangkan konflik-konflik

yang tidak disadari. Teoretikus kognitif memfokuskan pada peran bias-bias kognitif yang

mendasari reaksi kecemasan, seperti meragukan kemampuandalam mengatasi masalah,

menginterpretasikan situasi-situasi ambigu sebagai sesuatu yang mengancam,

mengharapkan hasil yang negatif, melakukan self-talk yang negatif.

Teoretiokus belajar menyatakan bahwamunculnya kecemasan menyeluruh dapat

menyentuh tema-tema yang luas, seperti ketakutan akan penolakan atau kegagalan yang

dibawa pada berbagai situasi. Gaktor genetik dapat memegang peranan dalam kecemasan

akan perpisahan dan gangguan kecemasan lain disamping masalah interaksi sosial

(Coyle, 2001).

Depresi pada Masa Kanak-Kanak dan Remaja

Anak-anak dan remaja yang mengalami depresi dapat memiliki perasaan tidak

berdaya, pola berpikir yang lebih terdistorsi, kecenderungan untuk menyalahkan diri

Page 24: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

sendiri sehubungan dengan kejadian-kejadian negatif, serta self-esteem. Self-confidence,

dan depresi akan kompetensi yang lebih rendah dibandingkan dengan teman dsebaya

yang tidak depresi (Lewinsohn dkk.,1994; Kovacs, 1996). Mereka sering melaporkan

adanya episode kesdiahn danm menangis, merasa apatis, sulit tidur, lelah, dan kurang

nafsu makan. Mereka memiliki keinginan untuk bunuh diri bahkan mencoba untuk bunuh

diri.

Nak-anak dan remaja yang depresi mungkin gagal melabelk perasaan mereka

sebagai depresi. Sebagian dari masalahnya adalah perkembangan kognitif. Anak biasanya

tidak mampu mengenali perasaan internal sampai usia 7 tahun. Bahkan kadang samapi

remaja, mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka alami adalah depresi.

Lamanya episode depresi mayor pada anak-anak dan remaja kira-kira 11 bulan,

tetapi episode individual bisa mencapai 18 bulan pada beberapa kasus (Goleman, 1994a)

dengan tingkat sedang dapat bertahan samapi beberapa tahun dan amat mempengaruhi

prestasi sekolah dan fungsi sosial.

Anak-anak yang depresi juga kurang memiliki berbagai keterampilan, termasuk

keterampilan akademik, atletik dan sosial. Mereka sulit berkonsentrasi di sekolah dan

mengalami hendaya memori sehingga sulit meningkatkan nilai mereka. Depresi pada

anak jarang terjadi dengan sendirinya. Mereka umumnya mengalami gangguan psikologis

laian seperti CD atau ODD.

Korelasi dan PenangananDepresi pada Masa Kanak-Kanak dan Remaja

Anak-anak dan remaja depresi cenderung mengadopsi gaya kognitif yang ditandai

oleh sikap negatif terhadap diri sendiri dan masa depan. Secara keseluruhan, perubahan

kognisi pada anak-anak yang depresi meliputi hal-hal berikut :

a.Mengharapkan yang terburuk (pesimis)

b. Membesar-besarkan konsekuaensi dari kejadian-kejadian yang negatif

c.Mengasumsikan tanggung jawab pribadi untuk hasil yang negatif, walaupun tidak

beralasan

d. Secara selektif hanya memperhatikan aspek-aspek dari berbagai kejadian

Terapi kognitif behavioral yang digunakan untuk menangani anak dan remaja

depresi biasanya melibatkan model keterampilan coping dimana anak-anak dan remaja

memperoleh keterampilan sosial (misalnya belajar bagaimana memulai percakapan, atau

Page 25: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

berteman) untuk meningkatkan kemungkinan memperoleh reinforcement sosial. Terapi

ini biasanya uga mencakup pelatihan dalam keterampilan pemecahan masalah dan cara-

cara untuk meningkatkan frekuensi dari aktivitas yang menyenangkan serta mengubah

gaya berpikir depresi.

Terapi keluarga dapat bermanfaat dalam membantu keluarga memecahkan

konflik-konflik dan mengatur kembali hubungan mereka sehingga anggota keluarga

dapat menjadi lebih suportif satu sama lain.

Antidepresan tipe SSRI, seperti prozac, cukup menjanjikan dalam mengatasi

depresi anak-anak dan remaja. Litium juga digunakan dan umumnya memberikan hasil

yang baik dalam mengatasi anak-anak dan remaja dengan gangguan bipolar.

Bunuh diri pada anak dan remaja. Beberapa faktor yang diasosiasikan dengan

peningkatan resiko bunuh diri diantara anak dan remaja :

a. Gender. Anak perempuan memiliki resiko tiga kali lebih besar untuk melakukan

usaha bunuh diri. Namum anak laki-laki cenderung lebih berhasil melakukannya,

mungkin mereka lebih memilih cara-cara yang mematikan.

b. Usia. Mereka yang berada pada usia remaja akhir atau dewasa awal (15-24 tahun)

beresiko lebih besar dibandingkan anak dan remaja awal.

c. Geografi. Remaja yang tinggal di pemukiman yang kurang padat memiliki resiko

lebih besar untuk bunuh diri.

d. Ras. Tingkat bunuh diri pada remaja Afrika Amerika, Asia Amerika, dan Hispanik

Amerika sekitar 30%-60% lebih rendah dari pada remaja kulit putih non Hispanik.

e. Depresi dan Keputusasan.

f. Perilaku bunuh diri sebelumnya. Seperempat dari remaja yang melakukan percobaan

bunuh diri sudah pernah mencoba sebelumnya. Lebih dari 80% remaja yang bunuh

diri sudah pernah membicarakan hal tersebut sebelumnya. Sejarah bunuh diri dalam

keluarga meningkatkan resiko bunuh diri pada remaja.

g. Masalah-masalah keluarga. 75% remaja melakukan bunuh diri karena adanya

masalah dalam keluarga.

h. Kejadian-kejadian yang menimbulkan stres. Misalnya saja, putus cinta dengan pacar,

kehamilan di luar nikah, masalah di sekolah.

i. Penyalahgunaan obat.

Page 26: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

j. Penularan sosial. Remaja dapat meromantisasi bunuh diri sebagai suatu aksi

kepahlawanan yang menantang.

G. GANGGUAN ELIMINASI

Enuresis

Enuresis berasal dari bahasa Yunani en-, yang berarti “di dalam” dan auron, yang

berarti “urine”. Enuresis adalah kegagalan mengontrol BAK setelah seseorang mencapai

usia “normal” untuk mampu melakukan kontrol. Enuresis diperkirakan mempengaruhi

7% anak laki-laki dan 3% anak perempuan usia 5 tahun. Gangguan ini biasanya hilang

dengan sendirinya pada usia remaja atau sebelumnya, walaupun pada 1% kasus masalah

ini berlanjut sampai dewasa (APA, 2000).

Enuresis dapat terjadi selama tidur malam saja, selama anak terjaga saja, atau

keduanya. Enuresis saat tidur malam saja adalah tipe yang paling umum, dan enuresis

yang muncul saat tidur disebut mengompol.

Ciri-ciri diagnostik dari Enuresis

Anak berulang kali mengompol di tempat tidur atau pakaian (baik disengaja maupun

tidak).

Usia kronologis anak minimal 5 tahun (atau anak berada pada tingkat perkembangan

yang setara).

Perilaku tersebut muncul setidaknya dua kali seminggu selama 3 bulan, atau

menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi atau distres.

Gangguan ini tidak memiliki dasar organik.

Perspektif Teoretis. Teori psikodinamika mengemukakan bahwa enuresis dapat

mempresentasikan ekspresi kemarahan terhadap orang tua karena pelatihan BAK dan

BAK yang keras. Teoretikus belajar menekankan bahwa enuresis muncul paling sering

pada anak-anak dengan orang tua yang mencoba melatih mereka sejak usia dini.

Kagagalan pada masa awal dapat menghubungkan kecemasan dengan usaha untuk

mengontrol BAK.

Enuresis primer, ditandai oleh mengompol yang terus menerus dan tidak pernah

mampu untuk mengontrol BAK, diturunkan secara genetis. Enuresis sekunder tampak

pada anak-anak yang memiliki masalah setelah mampu mengontrol BAK dan

diasosiasikan dengan mengompol secara berkala.

Page 27: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

Penanganan. Enuresis biasanya hilang dengan sendirinya setelah anak-anak

menjadi dewasa. Metode behavioral mengondisikan anak-anak untuk bangun bila

kandung kemih mereka penuh. Salah satu contohnya adalah metode bel dan bantalan dari

Mowrer. Caranya adalah dengan meletakkan bantalan di bawah anak yang sedang tidur.

Bila bantalan basah, sirkuit listrik menutup menyebabkan bel berbunyi dan

membangunkan anak yang masih tidur.setelah beberapa kali pengulangan, anak-anak

belajar untuk bangun sebagai respon dari tekanan kandung kemih sebelum mereka

mengompol. Teknik ini biasanya dilakukan dengan metode classical conditioning.

Terapi obat dapat dilakukan dengan menggunakan flufoxamine, sebuah SSRI tipe

anti depresan, bekerja pada sistem otak yang mengontrol BAK.

Enkopresis

Enkopresis berasal dari bahasa Yunani en- dan kopros, yang artinya “feses”.

Enkopresis adalah kurangnya kontrol terhadap keinginan buang air besar yang bukan

disebabkan oleh masalah organik. Anak harus memiliki usia kronologis minimal 4 tahun,

atau pada anak-anak dengan perkembangan yang lambat, usia mentalnya minimal 4 tahun

(APA, 2000). Sekitar 1% dari anak usia 5 tahun menederita enkopresis. Gangguan ini

lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Enkopresis jarang terjadi pada usia remaja kecuali

mereka yang mengalami retardasi mental yang parah atau intens. Faktor-faktor

predisposisi yang mungkin diantaranya adalah toilet training yang tidak konsisten atau

tidak lengkap dan sumber stres psikologis, seperti kelahiran saudara sekandung atau

mulai bersekolah.

Soiling (mengotori), tidak seperti enuresis, lebih sering terjadi pada siang hari.

Hal ini akan memalukan bagi anak. Anak-anak membuat jarak dengan teman-temannya

atau pura-pura sakit agar bisa tinggal di rumah.

Metode operant conditioning dapat membantu dalam mengatasi soiling. Disini

diberikan reward (dengan pujian atau cara-cara lain) untuk keberhasilan usaha self-

control dan hukuman untuk ketidaksengajaan (misanya, dengan memberi peringatan agar

lebih memperhatikan rasa ingin BAB dan meminta anak untuk membersihkan pakaian

dalamnya). Bila enkopresis bertahan, direkomendasikan evaluasi medis dan psikologis

untuk menentukan kemungkinan penyebab dan penanganan yang tepat.

Page 28: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

Ringkasan jurnal

Judul jurnal: Deteksi Dini ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders)

Oleh: Dr Widodo Judarwanto SpA,

Ringkasan jurnal

Diagnosis and Statistic Manual (DSM IV) menyebutkan prevalensi kejadian

ADHD pada anak usia sekolah berkisar antara 3 hingga 5 persen. Lebih sering pada anak

laki-laki dibandingkan anak perempuan. Secara epidemiologis rasio kejadian dengan

perbandingan 4 : 1. Namun semakin lama tampaknya semakin meningkat. Sering

dijumpai pada anak usia pra sekolah dan usia sekolah,  terdapat kecenderungan  keluhan

ini akan berkurang setelah usia Sekolah Dasar. Meskipun tak jarang beberapa manifestasi

klinis tersebut dijumpai pada remaja atau orang dewasa. ADHD adalah gangguan

perkembangan yang mempunyai onset gejala sebelum usia 7 tahun. Setelah usia anak,

akan menetap saat remaja atau dewasa. Diperkirakan penderita ADHD akan menetap

sekitar 15-20% saat dewasa. Sekitar 65% akan mengalami gejala sisa saat usia dewasa

atau kadang secara perlahan menghilang. Angka kejadian ADHD saat usia dewasa sekitar

2-7%. Predisposisi kelainan ini adalah 25% pada keluarga dengan orang tua yang

membakat.

Ada tiga gejala utama yang nampak dalam perilaku anak ADHD, yaitu inatensi,

hiperaktif, dan impulsif. Gangguan tersebut sudah menetap minimal 6 bulan, dan terjadi

sebelum anak berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya dalam 2 situasi,

misalnya di rumah dan di sekolah. Sekitar 50-60% penderita ADHD didapatkan

sedikitnya satu gangguan perilaku penyerta lainnya.

PENANGANAN DINI HIPERAKTIFITAS

Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik dan

menyeluruh. Penanganan ini hendaknya melibatkan multi disiplin ilmu yang berpengaruh

terhadap penderita secara bersama-sama. 

Terapi medikasi atau farmakologi adalah penanganan dengan menggunakan obat-

obatan. Sebelumnya, diagnosa ADHD haruslah ditegakkan lebih dulu dan pendekatan

terapi okupasi lainnya secara simultan juga harus dilaksanakan agar penanganannya lebih

efektif.

Page 29: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

Terapi nutrisi dan diet. Diantaranya adalah keseimbangan diet karbohidrat,

penanganan gangguan  pencernaan, penanganan  alergi makanan atau reaksi simpang

makanan lainnya.

Terapi biomedis dilakukan dengan pemberian suplemen nutrisi untuk mengatasi

defisiensi mineral,  essential Fatty Acids, gangguan metabolisme asam amino  dan

toksisitas Logam berat. Terapi inovatif yang pernah diberikan terhadap penderita ADHD

adalah terapi EEG Biofeed back, terapi herbal, pengobatan homeopatik dan pengobatan

tradisional  Cina seperti akupuntur.

Terapi okupasi. Diantaranya, Sensory Integration (AYRES), snoezelen,

neurodevelopment Treatment (BOBATH), modifkasi perilaku, terapi bermain.

STIMULASI DINI

Terapi modifikasi perilaku harus melalui pendekatan perilaku secara langsung,

dengan lebih memfokuskan pada perubahan secara spesifik. Pendekatan ini cukup

berhasil dalam meningkatkan kemampuan interaksi sosial, bahasa dan perawatan diri

sendiri, serta mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Modifikasi perilaku dapat

menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah, dan berkecil hati menjadi suatu

perasaan yang penuh percaya diri.

Terapi bermain sangat penting untuk mengembangkan ketrampilan, kemampuan

gerak, minat dan terbiasa dalam suasana kompetitif dan kooperatif dalam melakukan

kegiatan kelompok. Bermain juga dapat dipakai untuk sarana persiapan untuk beraktifitas

dan bekerja saat usia dewasa.

Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin merupakan pokok dari upaya

perbaikan perilaku anak. Umpan balik diberikan agar anak bersedia melakukan sesuatu

dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan keyakinan bahwa dia mampu

mengerjakan. Keberhasilannya haruslah diberi penghargaan yang tulus baik berupa

pujian atupun hadiah tertentu yang bersifat konstruktif.   Bila hal ini tidak berhasil dan

anak menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak terkendali harus segera dihentikan atau

dialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai.

Page 30: CA Makalah-Gangguan Perilaku Anak & Remaja

Daftar pustaka

Davison, Gerald C dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Nevid, Jeffrey S dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : Penerbit Erlangga.

www. puterakembara.com