intervensi komunikasi perubahan perilaku untuk … · makalah utama bidang 4 wnpg xi 2018. 1 tim...

38
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi XI 2018 INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK PENCEGAHAN STUNTING Pola Konsumsi, Pengasuhan, Higienis Pribadi dan Lingkungan Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018

Upload: vuongcong

Post on 02-Mar-2019

241 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi XI 2018

Biro Kerja Sama Hukum dan Humas LIPISasana Widya Sarwono Lt.5 Jln. Jend Gatot Subroto Kav. 10 Jakarta 12710

Telp. 021-5225711 ext.1236, 1240, 1233Fax. 021-5251834

Sekretariat

INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK PENCEGAHAN STUNTINGPola Konsumsi, Pengasuhan, Higienis Pribadi dan Lingkungan

Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018

Page 2: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

1

Tim Bidang 4

Perumus

1. Prof. Fasli Jalal

Universitas Negeri Jakarta

Tim Pakar Penyusun Rekomendasi

1. dr. Riskyana Sukandhi Putra, MKes

Kementerian Kesehatan RI

2. Dra. Herawati, MA

Kementerian Kesehatan RI

3. Andi Sari Bunga Untung SKM, MSc.PH

Kementerian Kesehatan RI

4. Dr. RR. Dhian Proboyekti

Kementerian Kesehatan RI

5. Dr. Tetty Sihombing,

PT. Fortune Pramana Rancang

6. Iwan Triyono

EMTEK

7. Risang Rimbatmaja, MA

Universitas Indonesia

8. Dr. Hifni Alifahmi

Universitas Indonesia

9. Ati Muchtar

Fortune Indonesia

10. Dr. Astuti Lamid

Balitbangkes RI

11. Dr. Dian Sulistiawati

Universitas Indonesia

12. Dra. Haning Romdiati, MA

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Tim Pakar Penyusun Discussion Paper

1. dr. Riskyana Sukandhi Putra, MKes

Kemeneterian Kesehatan RI

2. Dra. Herawati, MA

Kementerian Kesehatan RI

3. Andi Sari Bunga Untung SKM, MSc.PH

Kementerian Kesehatan RI

4. Dr. RR. Dhian Proboyekti

Kementerian Kesehatan RI

5. Dr. Tetty Sihombing,

PT. Fortune Pramana Rancang

6. Iwan Triyono

EMTEK

7. Risang Rimbatmaja, MA

Universitas Indonesia

Page 3: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

2

8. Dr. Hifni Alifahmi

Universitas Indonesia

9. Ati Muchtar

Fortune Indonesia

10. Dr. Astuti Lamid

Balitbangkes RI

11. Dr. Dian Sulistiawati

Universitas Indonesia

12. Dra. Haning Romdiati, MA

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

13. Meytri Wilda Ayuantari, ST

Kementerian PUPR

14. Indah Hidayat

Kementerian Kesehatan

15. Anggit Gantina

Badan Ketahanan Pangan

16. Arsaningsih

SOUL Indonesia

Sekretaris

Esta Lestari, MEcon

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Winitra Rahmani Astradiningrat, S.Sos

Kementerian Kesehatan, RI

Page 4: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

3

MAKALAH UTAMA

BIDANG IV – Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI

INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU

UNTUK PENCEGAHAN STUNTING:

POLA KONSUMSI, PENGASUHAN, HIGIENIS PRIBADI DAN LINGKUNGAN

A. LATAR BELAKANG

Pemerintah Indonesia saat ini menghadapi permasalahan gizi, yakni

tingginya prevalensi anak balita pendek (stunting). Ada dua faktor penyebab

stunting, yakni penyebab langsung berupa konsumsi dan penyakit infeksi, serta

penyebab tidak langsung meliputi pendapatan keluarga, sosial budaya, kebijakan

ekonomi, ketahanan pangan, lingkungan hidup dan lain-lain. Namun faktor yang

paling dominan dari semuanya adalah asupan gizi, karena janin dalam kandungan

membutuhkan asupan gizi yang cukup baik kualitas atau kandungan zat gizinya,

maupun kuantitasnya, untuk mendukung proses tumbuh-kembang janin. Jika

asupan gizi ini tidak diperoleh akan mengakibatkan gradasi gagal tumbuh janin

dalam kandungan dari tingkat sedang sampai dengan parah, sebagai awal

terjadinya stunting (IURG/Intrauterine Growth Retardation) (Wu et al. 2008).

Kondisi ini diperburuk dan berlanjut setelah lahir jika dalam pola pengasuhan,

antara lain tidak diberikan ASI secara eksklusif selama waktu yang dianjurkan

(enam bulan), dan mengalami penyakit infeksi umumnya diare dan pneumonia

(Kossman et al 2004, Black et al 2013).

Stunting adalah masalah kurang gizi menahun (kronis) pada anak sehingga

mengganggu pertumbuhan fisik dan otaknya. Data WHO (2014) mencatat sekitar

seperempat atau 24,5% anak balita di dunia mengalami stunting. Sementara data

Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi anak stunting di Indonesia sebesar

37,2%. Artinya, 3-4 dari 10 balita mengalami stunting. Data terbaru PSG (2016)

menunjukkan prevalensi balita stunting sebesar 27,5%, atau 1 dari 3 balita di

Indonesia mengalami stunting. Angka ini terbilang sangat tinggi karena sepertiga

anak balita Indonesia mengalami stunting yang mengakibatkan anak balita gagal

Page 5: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

4

tumbuh optimal, ditandai dengan postur tubuh pendek, kemampuan motorik

terlambat, mudah terkena infeksi, kemampuan belajar dan sosialisasi rendah,

prestasi sekolah rendah, saat dewasa prestasi kerja rendah dan mudah terkena

penyakit kronis.

Masalah stunting adalah masalah intergenerasi. Artinya kualitas kehidupan

sekarang ditentukan oleh kehidupan sebelumnya. Remaja yang mengalami gizi

kurang dimasa kecilnya, atau berperilaku makan yang kurang gizi, jika hal ini terus

berlanjut hingga saat menikah dan kemudian hamil, maka mereka akan sangat

berisiko melahirkan bayi stunting. Lingkaran pola pengasuhan dan perilaku makan

yang tidak mendukung tumbuh kembang ini terus berulang, dan bermuara pada

rendahnya asupan zat gizi anak generasi berikut, dan menghasilkan kualitas

sumber daya manusia yang semakin menurun.

WHO (WHO Multicenter Growth Reference Study Group 2006) dalam

penelitiannya dibeberapa negara maju dan negara berkembang meatakan bahwa

saat kesehatan, lingkungan dan pengasuhan yang dibutuhkan terpenuhi, potensi

pertumbuhan manusia universal (sama) minimum sampai mencapai usia 5 tahun.

Penelitaian lebih lanjut pada ibu menunjukkan bahwa pada saat kebutuhan gizi

dan kesehatan ibu terpenuhi, dengan sedikit keterbatasan lingkungan bagi

pertumbuhannya, maka pertumbuhan janin, dan panjang bayi baru lahir

universal/sama (Papageorghiou et al. 2014) Hasil penelitian ini bukan hanya

menegakkan hak genetis anak, tapi juga menyatakan bahwa anak balita Indonesia

seharusnya sama tinggi dan cerdasnya dengan anak seusianya baik di negara

maju maupun negara berkembang.

Untuk mencegah stunting, dikenal dua kategori intervensi, yaitu spesifik

dan sensitif. intervensi spesifik berkenaan dengan intervensi kesehatan, intervensi

sensitif mencakup intervensi non kesehatan, peningkatan ekonomi keluarga,

akses dan pemanfaatan air bersih, sanitasi (khususnya jamban dan tangki septik

yang aman), yang sangat dibutuhkan untuk mendukung perilaku higienis pribadi

dan lingkungan.

Page 6: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

5

B. ENAM TANTANGAN PERUBAHAN PERILAKU UNTUK PENCEGAHAN STUNTING

B.1. Perilaku Konsumsi: porsi kurang, kurang protein hewani, sayur

dan buah, dan gizi mikro

Perilaku konsumsi yang menjadi sasaran perubahan meliputi: porsi kurang

gizi makro, kurang makanan sumber hewani, sangat kurang konsumsi sayur dan

buah, kurangnya gizi mikro yang dibutuhkan ibu hamil dan anak balita (Riskesdas

2013). Data Riskesdas (2013) menunjukkan secara nasional terdapat 24,2 persen

ibu hamil, dan 20,8 persen wanita usia subur yang tidak hamil (15-49 tahun)

mengalami kurang energi kronik (KEK). Perilaku konsumsi calon ibu dan ibu hamil

sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, budaya dan norma keluarga, yang

dalam jangka panjang membentuk kebiasaan atau pola makan keluarga. Kondisi

kurang gizi pada calon ibu adalah faktor utama penyebab dimulainya stunting

dalam kandungan (Barker DJP dan Clark PM 1997, Robert E Black dkk 2008) jika

calon ibu tidak mengubah pola makannya pada saat hamil.

Kecukupan gizi anak balita sangat ditentukan oleh pengetahuan praktis

tentang gizi yang dimiliki ibu, dan anggota keluarga lainnya yang turut mengasuh

(misalnya nenek dan bibi). Pengasuhan anak tidak sepenuhnya dilakukan oleh

ibu merupakan suatu kebiasan pada masyarakat Indonesia. Hal ini antara lain

terutama terjadi di daerah pedesaan yang masih kental dengan bentuk keluarga

batih dan rumah tinggal yang berdekatan. Pola seperti ini bisa terjadi pada ibu

yang bekerja maupun tidak bekerja. Pengasuhan yang dilakukan oleh pengasuh

biasanya kurang baik dalam hal konsumsi makan, misalnya sikap susah makan

pada anak balita sering direspon dengan pola “yang penting ada yang masuk ke

perut” tanpa mempermasalahkan kebutuhan gizi anak. (RISKESDAS 2013,

Amelinda Calida Rahma dan Siti Rahayu Nadhiroh 2016, Rahmawati 2015 ,

Istiono dkk 2009, Vonny Persulessy, Abidillah Mursyid, Agus Wijarnaka 2013).

Asupan gizi yang cukup dan seimbang dibutuhkan untuk mempertahankan

kesehatan dan proses tumbuh-kembang yang berlangsung dengan pesat pada ibu

hamil dan anak balita, salah satunya protein. Berbagai penelitian menunjukan

keragaman sumber protein diperlukan karena keduanya dibutuhkan dalam proses

metabolisme tubuh (Jim Mann and Stewart Trustwell 2014). Protein hewani

Page 7: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

6

dibutuhkan sebagai sumber zat besi yang berlimpah dan lebih mudah diserap

tubuh. Richard D Semba (2016) menunjukkan anak stunting ternyata mengalami

kekurangan 9 jenis asam amino esensial, asam amino bersyarat/conditional, dan

asam amino non esensial. Penelitian konsumsi energi protein pada anak balita

(Hermina dan Sri Prihatini 2011) menunjukkan konsumsi protein hewani anak

balita stunting (19,0 persen) lebih sedikit dari anak normal (23,2 persen).

Keluarga Suku Sasak sangat jarang memberi asupan protein hewani kepada anak

balita-nya, meski mereka mampu (penghasilannya cukup), kebiasaan ini menjadi

faktor predisposisi munculnya stunting pada anak-anak Suku Sasak di lokasi

penelitian (Lina Nurbaidi 2014).

SKMI (2014) mencatat proporsi anak balita mengonsumsi makanan sumber

hewani 18,1 persen (rerata 29,4 gram per orang per hari); 48 persen anak balita

mengonsumsi sayur dan olahannya dengan porsi 18,2 gram per orang per hari.

Proporsi anak balita mengonsumsi buah-buahan: pisang 9,2 persen, jeruk 4,5

persen, mangga 1,4 persen, pepaya 2,4 persen, semangka 1,7 persen, buah

lainna 5,2 persen, buah olahan 0,1 persen; dengan porsi rata-rata 18,9 gram per

orang per hari.

Sejalan dengan hasil-hasil penelitian tersebut, penelitian Rizka Febriana

(2014) menemukan kebiasaan anak balita/anak pra sekolah mengonsumsi

sayuran buah yang porsinya kurang, berkaitan dengan kurangnya dukungan ibu.

Status gizi anak balita secara nasional ditunjukkan oleh prevalensi (BB/U) berat-

kurang anak balita: 19,6 persen (5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi

kurang), diantara 33 provinsi di Indonesia, 18 provinsi memiliki prevalensi gizi

buruk-kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2 persen

sampai dengan 33,1 persen. (Riskesdas 2013).

Prevalensi kurang zat besi adalah yang tertinggi dari prevalensi

mikronutrien lainnya, dan dialami oleh seperempat populasi dunia (McLean 2009),

termasuk ibu hamil. Zat besi sangat dibutuhkan ibu hamil untuk mencegah

terjadinya anemia dan menjaga pertumbuhan janin tetap optimal. Kekurangan zat

besi pada ibu hamil akan berdampak pada pertumbuhan janin khususnya sel otak

yang nantinya akan mempengaruhi kemampuan memori dan belajar.

Kementerian Kesehatan menganjurkan agar ibu hamil mengonsumsi paling sedikit

Page 8: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

7

90 pil zat besi selama kehamilannya, namun Riskesdas 2013 menunjukkan hanya

33,3 persen mengonsumsi minimal 90 hari selama kehamilannya. Kurang zat besi

pada ibu hamil bukan hanya mempengaruhi tumbuh kembang janin dalam

kandungan yang berisiko stunting, juga risiko anemia zat besi pada bayi baru lahir

yang sangat membahayakan, apalagi jia tidak mendapatkan ASI secara eksklusif.

Asupan gizi mikro anak balita seharusnya terpenuhi dari konsumsi pangan

beragam dan bergizi seimbang, dan pemberian kapsul vitamin A. Pantauan

kecenderungan pemberian vitamin A pada anak balita secara nasional adalah

75,5 persen. Dari 33 provinsi terdapat 24 provinsi di bawah angka nasional

dengan terendah di Sumatera Utara (52,3%).

ASI sangat penting perannya dalam mendukung kualitas kelangsungan

hidup bayi, khususnya bayi dengan BBLR dan PBLP atau keduanya. IMD (Inisiasi

Menyusu Dini) diberikansecara berkualitas dengan cara: segera setelah lahir

(tunda menimbang dan membersihkan) bayi diletakkan di atas dada ibu, dan

dibiarkan secara alami menemukan puting ibu, dan menyesap ASI selama satu

jam. Data Riskesdas 2013 menunjukkan 50 persen ibu telah memberi bayinya

ASI secara eksklusif sejak kelahiran, namun kemudian terus menurun hingga

bulan keenam, hanya 30,2 persen yang masih memberikan ASI secara eksklusif.

Keberhasilan IMD sangat menentukan keberhasilan ASI Eksklusif 6 bulan, yang

sangat besar manfaatnya sebagai makanan paling lengkap dan sempurna bagi

bayi, khusus bayi yang mengalami kurang gizi sejak dalam kandungan (BBLR dan

PBLP) ASI adalah pertolongan pertama yang harus diberikan saat kelahirannya.

Salah satu alasan ibu tidak memberikan ASI eksklusif adalah karena ASI tidak

keluar yang dipicu oleh stress. Namun, sebenarnya ibu stress karena banyak

faktor, dan salah satunya justru adalah karena tidak bisa memberi ASI kepada

bayinya. Cakupan praktik IMD (Inisiasi Menyusu Dini) berkualitas dan ASI

eksklusif sangat perlu ditingkatkaan. Hampir 90 persen ibu hamil memilih bidan

sebagai tenaga kesehatan untuk pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya

(Riskesdas 2013), meski demikian hal ini tidak berdampak pada perilaku ibu untuk

IMD dan ASI Eksklusif 6 bulan, dan pemberian MP-ASI setelah usia 6 bulan.

Bimbingan praktis untuk sukses ASI kepada ibu sejak awal kehamilan, perlu

dimasukkan menjadi bagian dari komponen ANC.

Page 9: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

8

Dimulainya pemberian MP-ASI adalah sumber gizi utama bagi pertumbuhan

bayi yang sangat pesat saat bayi berumur 6 bulan, sebab ASI saja sudah tidak

cukup. Kegagalan pemberian MP-ASI meliputi pemberian terlalu cepat, atau

terlalu terlambat; diberikan terlalu jarang dengan kandungan gizi yang tidak cukup

memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak balita. (Brown dkk 1998) Anak

balita sering tidak menghabiskan MPASI yang diberikan, sehinga interaksi dengan

ibu atau pengasuh saat makan sangat berperan. (Dewey dan Brown 2003).

Praktek pemberian prelakteat kepada bayi baru lahir: susu formula (79,8 persen),

susu non formula (1,6 persen), madu/madu dan air (14,3 persen), air gula (4,15

persen), air tajin (1,6 persen), air kelapa (0,9 persen), kopi (0,9 persen), teh manis

(1,2 persen), air putih (13,2 persen), bubur tepung/bubur saring (2,7 persen),

pisang dihaluskan (4,1 persen), nasi dihaluskan (2,3 persen). (Riskesdas 2013)

Kegagalan pemberian MPASI dapat menjadi awal proses terjadinya stunting,

karenanya bimbingan dan pemberian MP-ASI yang bersih, aman dan kaya zat

gizi terbukti berhasil mengurangi risiko stunting pada bayi usia 6-24 bulan (Imdad

et al 2011).

B.2. Perilaku Pengasuhan Kesehatan dan Tumbuh Kembang: dari

dalam kandungan hingga usia balita

Kondisi kesehatan bayi sejak dalam kandungan sampai usia balita sangat

tergantung pada perilaku pengasuhan kesehatan ibu hamil. Pengasuhan

kesehatan ibu hamil (ANC) yang terjadwal akan menolong dan mendukung

kesehatan ibu hamil dan pertumbuhan janin yang optimal, menurunkan risiko

kematian bayi neonatal (Kuhnt J dan Vollmer S 2017), dan mencegah terjadinya

stunting (Nohora F Ramirez dkk 2012, Schmidt dkk 2002).

Meningkatkan pengetahuan praktis ibu tentang kesehatan ibu dan anak sangat

diperlukan, agar memeriksakan kehamilan lengkap dan terjadwal: K1 ideal dan

K4: minimal 1 kali pada trisemester pertama (K1 ideal), 1 trisemester 2, dan 2 kali

trisemester 3. Secara nasional cakupan K1 ideal: 81,6% dan K4: 70,4%. Berarti

ada 12% yang melakukan K1 ideal yang tidak melanjutkan sampai K4, dan sekitar

30 persen ibu hamil tidak terpantau kondisinya. (Riskesdas 2013). Proses

terjadinya stunting mulai dari dalam kandungan, di Indonesia ditunjukkan oleh

Page 10: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

9

data-data Riskesdas 2013 berikut ini: BBLR (2,5kg) 10,2 persen, PBLP (48 cm)

20,2 persen, dengan keduanya BBLR dan PBLP 4,3 persen, total 34,7 persen.

Pemantauan kondisi dan kesehatan bayi baru lahir atau Kunjungan

Neonatal (KN) dilakukan pada saat bayi berumur 6-48 jam (KN1), 3-7 hari (KN2),

dan 8-28 hari (KN3) sangatlah penting karena tiga perempat dari kematian

neonatal terjadi pada 4 minggu pertama kehidupannya (Lawn JE dkk 2005).

Tenaga kesehatan akan dapat menolong ibu untuk mendukung tumbuh kembang

bayi, baik bayi dengan masalah kesehatan (berbagai komplikasi pada ibu saat

melahirkan, infeksi, asphyxia, dll,) termasuk bayi lahir dengan BBLR, PBLP, atau

keduanya BBLR dan PBLP. Namun Riskesdas 2013 menunjukkan secara

nasional cakupan kunjungan neonatal lengkap masih sangat rendah: 39,3 persen,

tertinggi di Yogyakarta (58,3 persen) dan terendah di Papua Barat (6,8 persen).

Alasan tidak melakukan pemeriksaan neonatal (kelompok umur 0-5 bulan): bayi

tidak sakit (78,9 persen), bayi tidak boleh dibawa pergi (8,2 persen), tempat

pelayanan jauh 11,2 persen), tidak punya biaya 4,7 persen).

Imunisasi adalah upaya yang dilakukan agar anak baduta tetap sehat dan

terhindar dari berbagai penyakit infeksi (Olofin dkk 2013), sehingga proses tumbuh

kembangnya tidak terganggu. Perilaku pengasuhan kesehatan untuk imunisasi

dasar pada anak baduta, dapat dilihat dari data cakupannya (Riskesdas 2013):

Lengkap (59,2 persen), Tidak lengkap (32,1 persen), Tidak imunisasi (8,7 persen)

(Riskesdas 2013). Alasan tidak pernah imunisasi L/P (Riskesdas 2013): Keluarga

tidak mengijinkan (27,2 / 25,1 persen), Takut anak menjadi panas (28,2/29,7

persen), Anak sering sakit (7,5/5,7 persen), Tidak tahu tempat imunisasi (5,0/8,7

persen), Tempat imunisasi jauh (21,5/22 persen), Sibuk/repot (18,7/14,2 persen).

Sebagai tenaga kesehatan pilihan hampir 90 persen ibu hamil (Riskesdas 2013),

bidan mempunyai peluang besar untuk memotivasi dan mendukung ibu hamil,

dengan alasan ini bidan juga masuk kelompok sasaran perubahan perilaku untuk

pencegahan stunting.

Tumbuh kembang anak balita tidak dapat dipenuhi hanya oleh pengasuhan

konsumsi dan kesehatan saja. Anak balita membutuhkan dukungan ibu dan

lingkungan agar dapat bertumbuh dan berkembang optimal, baik dalam bentuk

stimuli atau ‘pengalaman-yang-diharapkan (‘experience-expectant’) atau

Page 11: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

10

‘pengalaman-yang-dialami’ (‘experience-dependent’). Stimuli yang diharapkan

bersifat universal, otak mengharapkan stimuli berupa input visual melalui syaraf

optik agar korteks visual dapat berkembang secara normal. Kecukupan asupan

gizi juga termasuk jenis ‘stimuli/pengalaman-yang-diharapkan’ otak dari

lingkungannya untuk pertumbuhannya yang normal. Sedangkan

stimuli/pengalaman-yang-dialami bersifat unik dan individu karena proses yang

terjadi adalah otak merespon apa yang dialaminya dari lingkungannya termasuk

dari ibu atau pengasuhnya (Greenough WT dan Black JE 1992).

Penelitian di Desa Rancamaya Kota Bogor (Meirita dkk 2000) menunjukkan

anak balita dengan status gizi baik memiliki ibu yang mengasuh dengan

afeksi/kasih sayang, rajin bercerita dan bercanda dengan anaknya, sebaliknya

anak balita KEP memiliki ibu yang hanya diam saja, tidak berkomunikasi, malah

sering berteriak dan memarahi. Pengetahuan tentang tumbuh kembang anak

akan membuat pola asuh/psikososial yang lebih baik (Meirita dkk 2000).

Meski penelitian tidak membuktikan hubungan ibu stres dengan kasus

stunting, namun penelitian di Jamaika menunjukkan anak balita yang

berpartisipasi dalam intervensi stimulasi psikososial mendapat manfaat dari

sumplemen zink yang diberikan, sedangkan yang tidak berpartisipasi dalam

intervensi stimulasi ini tidak mendapatkan manfaat dari sumplemen zink (Gardner

JM Powel dkk 2005). Karenanya intervensi komunikasi perubahan perilaku untuk

memperbaiki status gizi demi mencegah stunting, perlu dilaksanakan bersama

dengan intervensi peningkatan lingkungan rumah dan kualitas hubungan ibu

(pengasuh) dengan bayinya. (Prado E L dan Dewey G 2014).

B.3. Perilaku Higienis Pribadi: CTPS – Cuci Tangan Pakai Sabun

Perilaku higienitas diri tidak secara langsung menyebabkan stunting namun

prilaku pribadi yang tidak higienis bersama-sama dengan asupan gizi kurang

merupakan faktor tandem yang berdampak langsung kepada status infeksi

sebagai penyebab langsung stunting. Kondisi kurang gizi (malnutrition)

melemahkan sistem kekebalan tubuh (Savino W 2002, Peter Katona dan Judit

Katona 2008) sehingga infeksi akibat perilaku kurang higienis meningkatkan risiko

stunting dua kali lipat bagi anak balita yang kurang asupan gizinya (malnutrition).

Page 12: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

11

Cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan air mengalir merupakan perilaku

yang efektif mencegah sakit diare pada bayi atau anak balita. Dalam riset Curtis

dan Cairncross (2003), CTPS di waktu-waktu penting dapat mengurangi risiko

anak terkena diare sebesar 42 -44% atau bila diterjemahkan lebih lanjut, CTPS

dapat mencegah 1 juta kematian anak balita per tahunnya. Kurang lebih, temuan

Curtis dan Cairncross tidak berbeda dengan kesimpulan Fewtrell et.al. (2005).

Di Indonesia, kampanye CTPS berlangsung sejak dua dekade terakhir,

dimotori pemerintah, sektor swasta (produsen sabun mandi dan cuci tangan),

organisasi kemasyarakatan dan LSM. Strategi yang diterapkan beragam, baik

mengandalkan iklan TV, melalui kegiatan kemasyarakatan seperti Posyandu atau

kegiatan keagamaan yang menjadi ajang untuk menyelipkan pesan CTPS.

Setelah sekian lama kampanye, rumah tangga miskin yang CTPS di waktu-waktu

penting masih rendah.

Seperti yang ditunjukkan data Riskesdas 2013, ternyata secara nasional

masih 12,9 persen BAB di sembarang tempat, serta rendahnya cakupan praktek

cuci tangan yang benar (kurang dari setengah populasi), hal ini jelas akan

mempertinggi risiko infeksi dan juga stunting. Periode pemberian MPASI adalah

masa kritis yang bisa menjadi pintu masuk penyakit infeksi baik saat penyiapan,

maupun saat pemberian, dan sistem penyimpanan makanan yang tidak aman

yang tidak tertutup/terkontaminasi. Cakupan praktek cuci tangan pakai sabun

secara nasional adalah 47,0 persen (Riskesdas 2013) menempatkan perilaku ini

sebagai sasaran perubahan yang harus diintervensi.

Hasil survei Formative Research IUWASH PLUS USAID (2016) terhadap

3.458 rumah tangga dari kelompok 40% termiskin di 15 kabupaten/kota Indonesia,

responden yang sama sekali tidak mempraktikkan CTPS di 5 waktu penting masih

mayoritas (67%) dari total responden. Kelompok Ibu yang memiliki balita, atau

paling berisiko, prosentasenya hampir sama, yaitu 65% sama sekali tidak CTPS di

waktu penting. Sekitar 35% dari total ibu balita yang disurvei mempraktikkan

CTPS, setidaknya pada satu di antara 5 waktu penting. Hanya sekitar 5% yang

mencuci tangan pakai sabun di semua 5 waktu penting. Kebanyakan atau 30%

dari total ibu balita itu melakukan CTPS pada 1-4 waktu penting.

Page 13: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

12

Rendahnya praktik CTPS terkait dengan sejumlah faktor. Formative

Research IUWASH PLUS 2016 menemukan salah satu faktor yang menonjol,

yaitu persepsi tentang sabun. Sebagian besar (88%) dari total responden

memandang sabun sebagai bahan untuk membersihkan tangan (yang tidak bersih

atau kotor) yang bersifat tangible atau bisa ditangkap oleh panca indera. jika

tangan tidak terlihat, tercium atau teraba kotor, maka sabun tidak diperlukan dan

air saja dipandang telah memadai. Kesalahan persepsi ini cukup serius dan

memiliki konsekuensi terhadap isi pesan kampanye komunikasi yang perlu jadi

prioritas. Faktor kedua adalah sikap terhadap praktik CTPS itu sendiri. . Hasil

pengukuran dengan Likert-type scale,1 baru separuh atau 55% dari responden

yang bersikap positif dan mendukung praktik CTPS. Sisanya belum sepenuhnya

positif atau bahkan negatif. Ini berarti, pesan-pesan kampanye untuk perubahan

sikap perlu diprioritaskan untuk mendorong perubahan perilaku hidup sehat (aksi).

B.4. Budaya dan Kearifan Lokal

Tiap kebudayaan memiliki konsepsinya sendiri terkait dengan bahan-bahan

yang dianggap sebagai makanan dan bukan. Gizi memang terkandung dalam

makanan, namun makanan bagi manusia bukanlah sekedar sumber gizi. Makan,

makanan, dan selera makan berhubungan dengan organ dan fungsi tubuh. Rasa

adalah kemampuan dan kualitas fisik yang memunculkan reaksi emosional seperti

kenikmatan atau ketidaksukaan, namun citarasa makanan bukan sekedar

persoalan biologis terkait dengan indera pengecapan, tetapi juga diperoleh melalui

proses sosialisasi budaya.

Selera adalah produk budaya yang dibentuk melalui pengalaman dan

lingkungan sosial tertentu, dan budaya dishare dan dipelajari secara sosial

(Montanari 2004). Dengan demikian jelaslah manusia makan untuk berbagai

alasan. Meski rasa lapar pasti dialami oleh semua orang, namun apa yang akan

memuaskan rasa lapar berbeda antara satu orang dengan lainnya (Foster dan

Anderson 1984).

1 Likert-type scale disusun dengan 4 pernyataan, sbb: 1) Sebelum makan, cukup cuci tangan dengan air, tidak perlu pakai sabun, 2)

Mencuci tangan pakai sabun sebelum makan dapat mengurangi selera makan, 3) Sebelum menyuapi anak, kita harus mencuci tangan pakai sabun, dan 4) Sehabis BAB kita harus cuci tangan dengan air bersih, tapi tidak harus pakai sabun. Uji Alpha Cronbach menunjukkan tingkat iinternal konsistensi sebesar 0,587 dengan mengeluarkan pernyataan atau indikator no. 3.

Page 14: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

13

Konsepsi budaya tentang makanan sering gagal melihat hubungan antara

makanan dan kesehatan, dan sangat memungkinkan munculnya persoalan gizi,

termasuk gizi buruk/kurang. Penelitian di Rawa Bogo, Bekasi menunjukkan hampir

semua anak balita gizi kurang yang menjadi kasus penelitian ini menyukai makan

mie instant dan berbagai jajanan yang mengandung pemanis buatan, bahkan ada

anak balita yang hampir tiap hari minum kopi dan ikan teri yang juga menjadi

kesukaan orang dewasa yang mengasuhnya. (Soerachman, Sulistiawati, dan

Purwanto 2016).

Adat pantang makanan bagi ibu hamil dan ibu masa nifas dengan maksud

melindung ibu dan bayinya, banyak ditemui di masyarakat dunia, termasuk di

Indonesia. Budaya pantang makan tidak berpengaruh pada status gizi kelompok

kunci, jika makanan yang dipantang bukanlah pangan dengan kandungan gizi

tinggi. Namun, bila sebaliknya, maka pastilah akan berpengaruh pada status gizi

kelompok kunci khususnya ibu hamil dan janinnya, ibu nifas dan bayinya, juga jika

pangan sumber gizi penggantinya tidak tersedia. Program perubahan perilaku

juga perlu mempertimbangkan isu ini dalam rancangan kegiatannya. (Anggorodi

dan Sukandi 1998, Swasono dan Soselisa 1998, Soerachman, Sulistiawati, dan

Purwanto 2016).

Indonesia memiliki beragam pangan lokal. Karenanya, upaya untuk

meningkatkan penghargaan dan pemanfaatan pangan lokal menjadi penting untuk

dilakukan, terutama pangan lokal bergizi tinggi. Upaya ini dapat dilakukan di

daerah seperti Papua dan Maluku dengan sumber pokok karbohidratnya dari

pangan lokal yang tumbuh subur di daerahnya: sagu, umbi-umbian, sehingga

tidak harus berubah menjadi beras. Dengan demikian tidak mengancam

ketahanan pangan mereka yang pada pada akhirnya akan mempengaruhi status

gizi dan kesehatan masyarakat, jika persediaan dan suplai beras yang

didatangkan dari luar daerah tidak dapat memenuhi kebutuhan, baik karena

ketersediaannya maupun akses untuk mendapatkannya. Dengan demikian

masyarakat tidak perlu berhenti memproduksi/menanam sagu dan umbi-umbian.

Intervensi komunikasi perubahan perilaku untuk pencegahan stunting perlu

mempertimbangkan pendekatan yang memberi peluang bagi pemberdayaan

budaya yang berdampak positif untuk disebar luaskan, dan perekayasaan ulang

budaya yang berdampak negatif agar menjadi positif.

Page 15: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

14

B.5. Faktor Ekonomi Keluarga

Pekerjaan ayah yang menentukan pendapatan keluarga hampir selalu

memberi dampak signifikan pada status kesehatan dan gizi anggota keluarganya,

semakin tinggi pendapatan kemampuan pengeluaran keluarga, semakin baik

akses keluarga dalam menyediakan makanan yang beragam dan bergizi. Data

Susenas 2016 yang telah diolah dan dijustifikasi oleh Badan Ketahanan Pangan

berdasarkan golongan pengeluaran menunjukkan penduduk dengan golongan

pengeluaran diatas 500.000 rupiah/bulan memiliki konsumsi energi melebihi AKE

yang dianjurkan (>2000 kkal/kap/hari), sedangkan penduduk dengan golongan

pengeluaran 999.999 sampai dengan <150.000 rupiah per bulan memiliki

konsumsi energi dibawah AKE (1799–1374 kkal/kap/hari).

Beberapa penelitian sejalan dengan itu, penelitian Vonny dkk. (2013) di

daerah nelayan di Jayapura menunjukkan anak balita yang mempunyai orang tua

dengan tingkat pendapatan kurang memiliki risiko empat kali lebih besar

menderita status gizi kurang dibanding dengan anak balita yang memiliki orang

tua dengan tingkat pendapatan cukup. (Puti Sari 2014, Sihadi 2014, Hermina

2011, Noviati Fuada 2011, Supraptini 2006, Rahmawati 2015). Atas dasar

pemahaman ini, program perubahan perilaku perlu memasukkan upaya

meningkatkan ketersediaan pangan keluarga sebagai faktor pendukung

mandatoris, misalnya kegiatan ‘pekarangan sumber gizi keluarga’ dengan

dukungan bibit dari Kementan.

B.6. Pelayanan Tenaga Kesehatan: Bidan

Hampir 90 persen ibu hamil memilih bidan untuk memeriksakan

kehamilannya (Riskesdas 2013) namun hal ini tidak berdampak seperti yang

diharapkan pada perilaku ibu dalam mempraktekkan ASI Eksklusif 6 (enam) bulan

penuh, serta perilaku pengasuhan kesehatan setelah melahirkan bagi ibu dan

bayinya seperti yang telah disampaikan pada pembahasan di atas. Meningkatkan

peran bidan menjadi sangat penting untuk merespon perubahan perilaku yang

diharapkan pada calon ibu dan ibu hamil. Dengan alasan itu intervensi

komunikasi perubahan perilaku untuk pencegahan stunting memasukkan bidan

sebagai khalayak sasaran yang turut menentukan keberhasilannya.

Page 16: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

15

C. HIGIENIS LINGKUNGAN RUMAH TANGGA: Air bersih, jamban dengan

tangki septik aman, terstandar, rumah sehat cukup ventilasi udara, dan

cahaya alami, serta ada sistem drainase rumah tangga

Disamping asupan gizi, faktor lingkungan rumah tangga turut berperan

dalam tumbuh kembang anak balita. Tempat ibu berada menentukan lingkungan

fisik dan biologis bagi tumbuh kembang anaknya, tapi juga bisa merupakan

lingkungan yang tidak sehat yang akan menghambat laju pertumbuhan, bahkan

kelangsungan hidupnya (Kuzawa 2007). Data dari WHO 2012 memperkirakan

bahwa infeksi diare mengancam kehidupan 1,87 juta anak balita setiap tahun di

seluruh dunia. Untuk Indonesia, WHO memperkirakan setiap tahun sekitar 31.200

balita meninggal karena diare. Artinya, lebih dari 31.000 anak di Indonesia tidak

dapat merayakan ulang tahun yang ke-5. Dengan demikian, adalah mandatori

untuk memasukkan faktor kontekstual kedalam program perubahan perilaku untuk

pencegahan stunting: air bersih, jernih, tidak berasa, tidak berbau; jamban leher

angsa, berpintu, berdinding kuat, dan beratap; dengan tangki septik tidak bocor,

dikuras terjadwal, jarak minimal 10 meter dari sumber air; rumah sehat, cukup

ventilasi dan cahaya alami, ada tempat penyimpanan makanan yang tertutup; ada

sistem drainase rumah tangga sehingga air limbah rumah tangga tidak mengalir

ke permukaaan tanah.

C.1. Air Bersih

Data Susenas 2016 menunjukkan bahwa rumah tangga di Indonesia yang

memiliki Sumber Air Minum yang Layak sudah bagus, yakni mencapai 71%. Data

Susenas terkait penggunaan air minum dalam kemasan (AMDK) dan air isi ulang

meningkat signifikan dari 1,83 % pada 2003, 13,05% pada 2009, dan 31,3% tahun

2016. Angka ini sangat tinggi, karena berarti 1 dari 3 atau sepertiga dari rumah

tangga Indonesia menggunakan AMDK dan air isi ulang.

Untuk kelompok miskin, Riset Formatif IUWASH PLUS USAID (2016) pada

3.458 rumah tangga di 15 kabupaten/kota Indonesia menemukan 39% rumah

tangga menggunakan air isi ulang sebagai sumber air siap minum sehari-hari.

Namun, kualitas air isi ulang memprihatinkan. Studi Pakpahan dkk. (2015) di kota

Kupang, 33,3% dari DAMIU menjual air isi ulang yang tercemar E-coli. Di

Makassar, seperempat (25,3%) mengandung E-coli (Kasim dkk., 2014).

Page 17: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

16

Pengawasan DAMIU sangat longgar, mayoritas depot tidak memiliki ijin

usaha alias dikelola secara informal. Banyak Pemda tidak mengalokasikan dana

memadai untuk pemantauan dan pengawasan DAMIU, dana yang tersedia untuk

melakukan uji air pada sejumlah kecil depot isi ulang. Sosialisasi dan sanksi atas

pelanggaran kualitas air siap minum yang dijual tidak dilakukan. Riset IUWAS

PLUS USAID (2016) menemukan LCD (liter per capita per hari) atau konsumsi air

isi ulang di kalangan kelompok miskin 1,84 liter per kapita per hari. Belanja

mereka rata-rata per bulan 67.310 rupiah. Kebanyakan (79%) berpendapat

kualitas air isi ulang bagus, bahkan 17% menyatakan sangat bagus. Hanya 3,5%

menyatakan tidak bagus. Masalah ini sangat serius karena sepertiga DAMIU

tercemar ecoli, namun masyarakat memiliki persepsi positif!.

C.2. Sanitasi

Menurut Susenas 2017, capaian akses sanitasi di Indonesia sudah baik,

yakni 76,91% dengan 67,54% kategori layak, yakni memiliki fasilitas buang air

besar sendiri atau bersama, memakai kloset leher angsa, memiliki penampungan

tinja berupa tangki septik atau diolah di pengolahan air limbah terpusat. Riset

Formatif IUWASH Plus/USAID (2016) terhadap 3.458 rumah tangga kelompok

rumah tangga miskin di 15 kabupaten/kota di Indonesia, 77% memiliki jamban di

rumah. Rumah tangga miskin yang memiliki jamban, 65% dilengkapi tangki septik,

namun 12% menyalurkan tinja ke ruang terbuka (misal parit, sungai, dan kolam).

Padahal, kini telah terdapat aturan standar Nasional (SNI) tangki septik.

Rumah tangga yang memiliki tangki septik 65% tersebut tampak cukup

besar. Namun, kebanyakan jamban mereka dengan tangki septik tidak aman atau

cubluk. Usia tangki septik dan pengurasan (desludging) lebih dari 4 tahun atau tak

pernah menguras. Data survei IUWASH PLUS 2016, lebih dari separuh (52%)

memiliki tangki septik tidak aman atau bocor yang bisa mencemari sumber air,

hanya 13% memiliki tangki septik aman (namun, 12% memakai layanan sedot

tinja swasta dan hanya 1% menggunakan layanan pemerintah). Layanan swasta

belum tentu aman, karena kerap truk sedot tinja membuang ke sungai. Dari total

rumah tangga miskin yang disurvei, hanya 1% memiliki sarana sanitasi aman dan

memakai sarana yang aman untuk mengurasnya. Indonesia dalam standar SDG

bisa dikatakan sangat buruk karena angkanya baru 1%.

Page 18: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

17

Tangki septik tidak aman atau isinya dibuang secara tidak aman berisiko

mencemari lingkungan (badan/sumber air tanah) dengan bakteri Escherichia-coli

sebagai penyebab utama penyakit diare. Uji sampel air sumur warga, BPLHD

Jogjakarta (2010) menemukan 70% mengandung E-coli. Bahkan pada 2011,

Bidang Pengendalian Pencemaran BLH Provinsi DIY memeriksa 34 sumur di kota

Jogja, Sleman dan Bantul. Hasilnya 97,06% sampel tidak memenuhi baku mutu

parameter bakteri E-coli dan coli tinja pada April dan Juli 2011 88,24% sampel

tidak memenuhi baku mutu parameter total coli (jogjaprov.go.id: 2011). BPLHD

DKI (2016) menemukan 53,7% air sumur warga yang diuji mengandung E-coli.

Survei IUWASH PLUS (2016) mendapati hanya 10% dari total responden

tahu tangki septik berfungsi untuk melindungi sumber air dari cemaran tinja.

Persepsi masyarakat tentang tangki septik yang baik/aman masih keliru.

Sebagian besar menganggap tangki septik yang baik dan aman itu tidak pernah

penuh atau tidak perlu penyedotan. Tangki septik yang tidak penuh selama tiga

tahun adalah indikator kebocoran tangki septik, berpotensi mencemari sumber air.

Tingginya angka pencemaran sumber air karena kebocoran tangki septik yang

tidak pernah dikuras terjadwal adalah masalah sangat serius untuk pencegahan

stunting.

Hasil survei IUWASH PlLUS 2016, 30% rumah tangga mengeluarkan uang

di atas Rp 400.000 untuk sekali penyedotan. Pangsa pasar layanan pemerintah

masih sangat kecil (1%) dibanding swasta (12%). Padahal, layanan pemerintah

lebih murah, warga mengeluhkan mahalnya layanan swasta. Dari hasil survei,

65% responden mengatakan ongkos penyedotan mahal atau sangat mahal.

C.3. Rumah Sehat: cukup ventilasi, cahaya alami, dengan sistem

drainase rumah tangga

Kondisi lingkungan sangat menentukan kualitas dukungan fisik dan biologis

tumbuh kembang anak balita Meski belum ada data yang menunjukkan cakupan

rumah sehat dari aspek adanya ventilasi dan cahaya alami yang cukup, serta

sistem drainase rumah tangga,untuk dianalisis, namun karena ketiga aspek ini

sangat besar perannya untuk dapat menyediakan lingkungan yang sehat bagi

anak balita, termasuk tersedianya tempat penyimpanan makanan yang tertutup

agar terhindar dari kontaminasi penyebab penyakit infeksi (tikus, lalat), maka butir

Page 19: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

18

ini dimasukkan sebagai tambahan. Adanya sistem drainase rumah tangga

sehingga air limbah rumah tangga tidak mengalir begitu saja di atas permukaan

tanah akan membuat lingkungan sekitar rumah menjadi tempat yang sehat bagi

aktivitas bermain anak balita yang tentunya mendukung tumbuh kembangnya.

Sistem drainase rumah tangga tentunya harus didukung oleh sistem drainase

Desa yang dapat diintegrasi dengan sistem pengolahan limbah dengan berbagai

pilihan teknologi akrab lingkungan yang dapat diterapkan di Desa, ini pasti akan

sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak balita di Desa.

D. KOMUNIKASI KESEHATAN LINGKUNGAN

Untuk mencegah stunting, alur kontaminasi penyakit harus diputus

sebagaimana dijelaskan pada Model Komunikasi atau Kerangka Pikir Gambar

1 berikut sehingga akan tercipta manusia-manusia Indonesia yang sehat, cerdas,

dan mampu bersaing dengan mendorong dan membiasakan perilaku hidup sehat,

antara lain dengan akses dan pemanfaatan air yang sehat, sanitasi (tangki septik

atau jamban yang aman), dan perilaku higienis (kebiasaan cuci tangan pakai

sabun atau CTPS). Untuk mendorong perilaku atau gaya hidup sehat tersebut

tentu perlu dilakukan secara bertahap melalui strategi dan program komunikasi

berkesinambungan (Gambar 1) dengan tujuan berlapis (mulai dari memberikan

pemahaman atau pengetahuan yang memadai, mengubah persepsi dan sikap,

mengubah perilaku atau gaya hidup, hingga meraih dukungan dan aksi nyata

dengan melibatkan publik) melalui pengemasan pesan kreatif dan media

komunikasi untuk membidik tiga segmen utama di level rumah tangga, operator

(mereka yang menyediakan atau membangun fasilitas, aktivis, tokoh, tenaga

medis, dan lain-lain), serta regulator (pemerintah pusat dan daerah)

Page 20: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

19

Gambar 1. Kerangka Pikir Komunikasi Terkait Kesehatan Lingkungan

Kerangka konseptual yang dapat digunakan untuk penerapan komunikasi

perubahan perilaku sehat dari John Hopkins Center for Communication Programs

(John Hopkins CCP) seperti pada Lampiran 1. Model sebagai kerangka

konseptual dari Johns Hopkins CCP tersebut terdiri dari empat bagian, diawali

dengan (1) intervensi komunikasi melalui beragam media; dilanjutkan dengan (2)

unit perubahan; lalu (3) peningkatan perilaku sehat; dan 4) hasil atau outcomes

yang diharapkan terjadi dalam perilaku sehat.

E. STRATEGI KOMUNIKASI: Perubahan Perilaku Untuk Pencegahan Stunting

Dari pembahasan tantangan yang dihadapi program perubahan perilaku

untuk pencegahan stunting, disimpulkan bahwa perilaku konsumsi, pengasuhan

(khususnya ibu dan calon ibu), dan perilaku higienis pribadi dan lingkungan

masyarakat, masih jauh dari perilaku yang diharapkan, dan hal ini terjadi hampir

disemua tahap daur kehidupan (Gambar 2). Budaya, serta norma keluarga, bersama-

sama dengan kemampuan keluarga untuk menyediakan pangan bergizi yang cukup

Page 21: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

20

bagi anggota keluarganya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari faktor perilaku

penyebab terjadinya stunting.

Gambar 2. Penyebab Stunting di Indonesia

Untuk itu Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku untuk Pencegahan

Stunting yang diterapkan haruslah memperhatikan penguatan lingkungan (enabling

factor) meliputi pemahaman dan penyadaran individu, keluarga dan masyarakat yang

mempengaruhi pola asuh, pola konsumsi dan higienis pribadi dan lingkungan, dengan

kelompok sasaran: (1) Kelompok sasaran kunci: calon ibu/remaja putri, ibu hamil, ibu

dengan anak baduta dan balita; (2) Kelompok sasaran pendukung: suami, keluarga,

remaja putra/pemuda, tokoh masyarakat, tokoh agama, guru, komunitas peduli

kesehatan dan lingkungan, masyarakat Desa di mana kelompok kunci berada,

Operator DAMIU di Desa lokus; (3) Kelompok Tenaga Kesehatan: Bidan.

Positioning statement atau bagaimana kelompok sasaran menerima di benak

mereka intervensi komunikasi perubahan perilaku ini, ditulis dari sudut pandang

mereka: “Ooh ternyata begitu ya.., jadi kalau mau hamil tidak boleh kurus, selama

hamil makan yang banyak juga minum tablet tambah darah, kasih ASI langsung

waktu lahir, terus ASI Eksklusif 6 bulan penuh. Waktu bayiku tepat umur 6 bulan

kasih makanan pendamping ASI,. Ooh iya sama imunisasi musti lengkap ngak boleh

lupa. Nanti anakku jadi pinter, perawakannya tinggi cakep..” Memadukan statement

- KEBIJAKAN POLITIK, EKONOMI - KETAHANAN PANGAN

- PENDIDIKAN - PENDAPATAN KELUARGA

- KURANGNYA KETERSEDIAAN PANGAN KELUARGA - KURANGNYA PERILAKU HIGIENIS PRIBADI DAN LINGKUNGAN - KURANGNYA PERILAKU KONSUMSI DAN PENGASUHAN KESEHATAN DAN TUMBUH KEMBANG - KURANGNYA PENGETAHUAN PRAKTIS TENTANG KESEHATAN, GIZI, KEBERSIHAN

- BUDAYA DAN NORMA YANG KURANG MENDUKUNG - KURANGNYA KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN - LINGKUNGAN YANG KURANG MENDUKUNG

KURANGNYA

ASUPAN GIZI

BURUKNYA

STATUS INFEKSI

STUNTING

Adaptasi Unicef’s Framework For Stunting

Page 22: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

21

ini dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa anak balita Indonesia

seharusnya sama tinggi dan cerdasnya dengan anak seusianya baik di negara maju

maupun negara berkembang, minimum sampai usia lima tahun (WHO Multicenter

Growth Reference Study Group 2006, Papageorghiou et al. 2014), maka didapatkan

positioning statement yang merupakan pernyataan manfaat dari penerapan perilaku

yang diharapkan: “Anakku Hebat Bangsaku Kuat”, yang akan menjadi pesan

payung dari seluruh upaya pencegahan stunting yang dilaksanakan baik sensitif

maupun spesifik.

Kekuatan media khususnya media sosial untuk mengangkat isu penting

untuk dipikirkan masyarakat, akan digalang lewat kegiatan Media Advokasi, termasuk

pelatihan bagi jurnalis dan bloggers, sehingga mereka mendapatkan informasi dan

pengetahuan yang diperlukan melengkapi berita dan liputan mereka untuk

disampaikan kepada masyrakat. Sedangkan Kampanye Media ‘Anakku Hebat

Bangsaku Kuat’ melalui televisi dan bioskop akan diselingi dengan Kampanye Media

CTPS di 5 (lima) saat penting (sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan,

sebelum memegang binatang) yang dirancang terintegrasi/menjadi bagian dari

kampanye utama tentang pencegahan stunting, dan ditayangkan sebagai pendamping

kampanye utama (‘Anakku Hebat Bangsaku Kuat’). Sedangkan Ceramah tokoh

masyarakat dan tokoh agama, serta kunjungan rumah yang dilakukan oleh

Puskesmas (dan kader kesehatan) akan memberikan motivasi yang turut memperkuat

dorongan terjadinya perubahan perilaku yang diharapkan.

Memanfaatkan kekuatan dari pendekatan ekologi yang dimilikinya, Mobilisasi

Masyarakat dipilih sebagai saluran utama komunikasi perubahan perilaku untuk

pencegahan stunting (Gambar 3 dan 4).

Gambar 3. Mobilisasi Masyarakat Desa Sebagai Saluran Utama

Page 23: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

22

Mobilisasi Masyarakat Desa adalah suatu proses yang melibatkan seluruh

sektor masyarakat di Desa, yang digerakkan oleh Kepala Desanya untuk

bersama-sama menemukenali masalah ‘perilaku ideal’, menyepakati ‘perilaku

layak’, menemukenali hambatan yang dihadapi untuk mempraktekkan ‘perilaku

layak’ (enabling factors) dan solusinya, menyepakati mana yang dapat mereka

atasi dan mana yang tidak, yang memerlukan dukungan pemerintah (intervensi

sensitif). Diharapkan melalui Mobilisasi Masyarakat Desa ini seluruh sektor

masyarakat Desa akan terjangkau, dan intervensi komunikasi yang dijalankan

dapat memberi pengaruh positif mendukung perubahan perilaku individu. (Gambar

4)

Gambar 4. Analisis Konsep Ideation

Liputan Media Massa, Media Sosial

Toma, Toga

Kunjungan Rumah

oleh Puskesmas

MOBILISASI MASYARAKAT

DESA

Saluran Utama Intervensi

Komunikasi Perubahan

Perilaku

Kampanye Media

'Anakku Hebat

Bangsaku Kuat' dan

CTPS

ANALISIS KONSEP IDEATION Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ditingkat individu

Faktor umum

yang secara

simultan

mempengaruhi

perilaku

Intervensi

komunikasi dapat

mempengaruhi

seluruh faktor ini

Semakin banyak

faktor yang positif

semakin besar

kemungkinan

terjadinya perubahan

perilaku yang

diinginkan

PERILAKU

PERILAKU

Pengetahuan

Sikap

Citra Diri

Risiko yang

Dirasakan

Norma Kemampuan Diri

Emosi

Pengaruh Sosial

Advokasi

Personal

Media Cetak, Media

Sosial, Bioskop,Radio

TV, Bioskop, Radio

Page 24: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

23

Susan B Rifkin (2009) memandang penting partisipasi komunitas untuk

peningkatan kesehatan. Menurutnya, masyarakat akan berperilaku dan merespon

secara positif terhadap pelayanan kesehatan bila mereka ikut dilibatkan dalam proses

pengambilan keputusan tentang bagaimana layanan kesehatan itu digerakkan,

sehingga mereka membantu agar pelayanan kesehatan bisa berkesinambungan.

Bahkan mereka rela menghadapi risiko, karena mereka juga memiliki sumberdaya

secara individual dan kolektif seperti alokasi waktu, uang, material, dan energi yang

bisa disumbangkan untuk kegiatan peningkatan kesehatan masyarakat. Akhirnya,

masyarakat memperoleh informasi, keterampilan, dan pengalaman baru dalam

keterlibatan komunitas yang membantu mengendalikan kehidupan mereka sendiri

dan sistem sosial agar berkelanjutan (Gambar 5).

Gambar 5. Cycle Pelaksanaan Mobilisasi Masyarakat Desa Perubahan Perilaku Pencegahan Stunting

Dengan memperhatikan Kekuatan dan Tantangan Mobilisasi Masyrakat Desa

(Tabel 1.) sebagai saluran utama intervensi perubahan perilaku untuk pencegahan

© 2015 Johns Hopkins CCP All rights reserved

Page 25: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

24

stunting, maka dapat diantisipasi hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam

menyusun kegiatan maupun materi komunikasi, informasi dan edukasi yang akan

digunakan.

Tabel. 1.

F. INTERVENSI KOMUNIKASI: Perubahan Perilaku untuk Pencegahan Stunting Terintegrasi dengan Intervensi Spesifik dan Sensitif

Intervensi komunikasi perubahan perilaku untuk pencegahan stunting

dilaksanakan terintegrasi dengan Intervensi Spesifik dan Sensitif untuk

memastikan tersedianya faktor-faktor pemungkin (enabling factors) dibutuhkan

Page 26: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

25

warga Desa untuk dapat mempraktekan perilaku yang diharapkan: air, sanitasi,

sistem drainase rumah tangga dan desa, bibit untuk ‘Pekarangan Sebagai

Sumber Gizi Keluarga’ dan lain-lain sesuai kondisi tiap Desa lokus. Dengan

menggunakan kerangka konsep Johns Hopkins Center for Communication

Program (Lampiran 1), intervensi komunikasi ini akan dilaksanakan sebagaimana

ditunjukkan pada Gambar 6.

Tujuan Intervensi komunikasi:

Warga Desa Lokus berperilaku ‘Sadar Stunting’

Perilaku ‘Sadar Stunting’ menjadi norma keluarga

Warga Desa Lokus Bebas Intergenerasi Stunting

Intervensi komunikasi yang dilaksanakan:

Kampanye Media untuk membangun minat masyarakat lewat televisi,

bioskop, dan koran nasional

Mobilisasi Masyarakat Desa sebagai saluran utama intervensi perubahan

perilaku, dengan menggunakan materi komunikasi, informasi dan edukasi

efektif, yang dirancang untuk tujuan perubahan perilaku, dengan

mempertimbangkan tantangan-tantangan yang telah dibahas, termasuk

memberi peluang mempertemukan kearifan lokal (berdayakan yang positif

untuk disebar luaskan, perbaikan/rekayasa ulang yang negatif agar menjadi

positif).

Menyampaikan pesan-pesan pengingat (reminder) lewat radio, media

sosial, bioskop

Advokasi personal lewat kunjungan rumah oleh Puskesmas

Ceramah motivasi oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat di Desa

Peningkatan peran dan kompentensi bidan (bekerja sama dengan IBI)

sebagai tenaga kesehatan pilihan dari hampir 90 persen ibu hamil

(Riskesdas 2013)

Intervensi Spesifik, dan

Intervensi Sensitif

Sasaran Perubahan:

Faktor Psikologis Individu

Pengetahuan, keyakinan

Page 27: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

26

Keterampilan

Penyikapan terhadap perilaku yang diharapkan

Emosi

Citra diri

Pengaruh sosial

Kemampuan diri

Advokasi personal

Faktor Psikologis Keluarga

Dukungan anggota keluarga

Pembagian tugas keluarga

Penyikapan yang sama atas perilaku yang diharapkan

Faktor Psikologis Masyarakat Desa

Medukung dan mempioritaskan

Pembagian tanggung jawab untuk kepentingan bersama

Norma sosial

Kepemimpinan

Faktor Penunjang

Ketersediaan air bersih, termasuk terstandarnya air di DAMIU

Jamban sehat, leher angsa, alntai kering, berpintu, berdinding kuat, dan

beratap, tangki septik tidak bocor/terstandar

Pekarangan sumber gizi keluarga

Sistem drainase rumah tangga dan Desa

Pengolahan limbah Desa

Perubahan Perilaku:

Pengasuhan Kesehatan, Tumbuh Kembang dan Afeksi

Perawatan Kehamilan ANC Lengkap – K1 Ideal dan K4

Perawatan Neonatal Lengkap KN1, KN2, KN3

Perawatan Nifas Lengkap

Imunisasi Dasar Lengkap dan terjadwal

Timbang, Ukur terjadwal

Pengasuhan tumbuh kembang dengan afeksi/kasih sayang

Perilaku Konsumsi

Pola makan – Isi Piringku: Beragam Bergizi Seimbang

Page 28: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

27

Minum pil zat besi 90 hari tanpa absen selama kehamilan

IMD berkualitas, dan ASI Ekslusif 6 bulan penuh

MPASI bergizi diberikan tepat saat bayi berumur 6 bulan

Perilaku Higienis

CTPS dengan air mengalir di 5 saat penting

BAB di jamban, tidak di sungai atau sembarang tempat

Tidak merokok di dalam rumah, dan simpan makanan tertutup

Page 29: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

Ga

mb

ar

6.

INT

ER

VE

NS

I K

OM

UN

IKA

SI

PE

RU

BA

HA

N P

ER

ILA

KU

UN

TU

K P

EN

CE

GA

HA

N S

TU

NT

ING

TE

RIN

TE

GR

AS

I D

EN

GA

N I

NT

ER

VE

NS

I S

PE

SIF

IK D

AN

SE

NS

ITIF

KA

MP

AN

YE

ME

DIA

ME

DIA

AD

VO

CA

CY

(M

ED

IA M

AS

SA

, &

S

OS

IAL

)

PE

NIN

GK

AT

AN

KO

MP

ET

EN

SI

BID

AN

KU

NJU

NG

AN

RU

MA

H

OL

EH

PU

SK

ES

MA

S

CE

RA

MA

H M

OT

IVA

SI

TO

MA

, T

OG

A

MO

BIL

ISA

SI

MA

SY

AR

AK

AT

DE

SA

+M

AT

ER

I K

IE y

an

g

efe

ktif

INT

ER

VE

NS

I

SP

ES

IFIK

DA

N

SE

NS

ITIF

SINKRON LOKUS DAN JADWAL

Ind

ivid

u

-P

eng

eta

hua

n, ke

ya

kin

an

-K

ete

ram

pila

n-

Pe

nyik

an te

rha

dap

perila

ku

ya

ng

dih

ara

pka

n-

Em

osi

-C

itra

diri

-K

end

ali

diri

-P

eng

aru

h s

osia

l-

Kem

am

pu

an d

iri

-A

dvo

ka

si p

ers

ona

lK

elu

arg

a-

Duku

ng

an a

ng

go

ta k

elu

arg

a-

Pem

bag

ian t

ug

as k

elu

arg

a-

Pe

nyik

apa

n y

ang

sam

a a

tas

perila

ku y

ang

dih

ara

pka

nM

asya

rak

at

De

sa

-

Duku

ng

& P

rio

rita

s-

Pem

bag

ian t

ang

gu

ng

ja

wa

b-

Norm

a s

osia

l-

Ke

pem

imp

inan

Mu

ltis

ekto

r/In

terv

en

si S

en

sit

if

-A

ir b

erih

da

n a

ma

n +

DA

MIU

ters

tand

ar

-Jam

ban

, T

ag

ki se

ptik a

ma

n-

Ru

ma

h s

ehat

-P

ekara

ng

an S

um

ber

Giz

i K

elu

arg

a-

Dra

inase r

um

ah ta

ng

ga &

De

sa

-P

eng

ola

ha

n lim

bah D

esa

Faktor Psikologis Faktor Penunjang

Pe

ng

asuh

an K

eseh

ata

n,

Tum

buh

Kem

bang

& A

feksi

-A

NC

– K

1 ide

al d

an

K4

-N

eon

ata

l- K

N1

, K

N2

, K

N3

-Im

unis

asi D

asar

leng

kap

dan t

erj

adw

al

-T

imb

ang

, U

kur

terja

dw

al

-R

ajin

berc

erita

dan

berc

and

a p

ad

a b

ayi se

jak

lahir s

am

pa

i re

ma

jaP

eri

laku

Ko

ns

um

si

-P

ola

maka

n ‘B

era

gam

,B

erg

izi S

eim

bang

, d

an

Cuku

p’

-M

inum

pil

za

t b

esi 9

0 h

ari

se

lam

a k

eham

ilan

-IM

D,

AS

I E

ksklu

sif 6

bula

n p

en

uh

-M

PA

SI

se

ha

t te

pat

sa

at

bayi b

eru

mu

r 6

bu

lan

-B

eri

bayi

Vit

A s

es

ua

ija

dw

al

Pe

rila

ku

Hig

ien

is

CT

PS

deng

an a

ir m

eng

alir

di

5 s

aa

t p

en

ting

B

AB

di ja

mb

an

Tid

ak m

ero

kok d

i d

ala

m

rum

ah

Sim

pan

maka

na

n te

rtu

tup

Ta

ha

p I

Warg

a

Desa

/Ke

l B

erp

erila

ku

‘Sa

da

r

Stu

ntin

g’

Ta

ha

p I

I

‘Sa

da

r Stunting’

me

nja

di

No

rma

Ke

lua

rga

Ta

ha

p I

II

De

sa

/Kel

Be

ba

s

Inte

rge

nera

si

Stu

nti

ng

INT

ER

VE

NS

I K

OM

UN

IKA

SI

(1)

SA

SA

RA

N P

ER

UB

AH

AN

(2

) P

eru

ba

ha

n P

erila

ku

(3

) H

AS

IL Y

AN

G

DIH

AR

AP

KA

N (

4)

Page 30: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

29

G. REKOMENDASI

Pencegahan stunting harus menjadi gerakan dan tanggung jawab bersama

multisektor untuk mewujudkan ‘Anakku Hebat Bangsaku Kuat’ agar Generasi yang hilang

(Lost Generation) menjadi Generasi Tangguh Menyongsong Bonus Demografi Indonesia.

Untuk mewujudkan hal tersebut perlu:

1. Bekerja sama dengan IBI menjalankan kegiatan yang meningkatkan

kompetensi dan peran bidan, khususnya untuk sukseskan IMD, ASI Eksklusif

6 bulan penuh, MPASI, cakupan kunjungan ANC dan NEONATAL Lengkap,

serta mengukur panjang/tinggi badan anak balita, dan komponen ANC

lainnya.

2. Memasukkan bimbingan praktis untuk sukses ASI kedalam komponen ANC.

3. Melengkapi Posyandu dengan alat ukur panjang/tinggi badan, dan

melaksanakan pelatihan penggunaannya untuk kader Posyandu.

4. Menetapkan Strategi Komunikasi pelaksanaan perubahan perilaku pola asuh, pola

konsumsi, lingkungan yang higienis (penggunan air, jamban dan sanitasi yang

sehat dan aman), serta cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan air mengalir,

untuk pencegahan stunting. Untuk konvergensi dan kesinambungan kegiatan

perlu ditunjuk lembaga koordinator.

5. Menetapkan 10 (sepuluh) Kunci Sukses untuk mewujudkan ‘Anakku Hebat

Bangsaku Kuat’ dengan sasaran utama calon ibu, ibu hamil, dan ibu dengan anak

balita:

1. Calon ibu merencanakan kapan keluarga, mengkonsumsi pangan

bergizi seimbang dan aman, lingkar lengan atas tidak kurang dari 23,5

cm.

2. Calon ibu secara rutin minum tablet besi dan asam folat tanpa absen,

mempersiapkan “SUKSES ASI” dengan mengikuti kelas ibu hamil.

3. Pemeriksaan kehamilan dan konseling di fasilitas kesehatan dilakukan

sesuai jadwal.

4. Ibu melahirkan di fasilitas kesehatan dan langsung melakukan Inisiasi

Menyusu Dini (IMD) berkualitas.

5. Ibu memberikan ASI Eksklusif enam bulan penuh, dan Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) pada saat bayi tepat berusia enam bulan

dengan menu makanan bervariasi.

6. Melakukan pemeriksaan kesehatan bayi, Ukur, Timbang, memberikan

imunisasi dan vitamin sesuai jadwal.

Page 31: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

30

7. Ibu rajin bercerita dan bercanda dengan bayi sejak baru lahir sampai

remaja.

8. Mengkonsumsi air minum yang sehat, aman, dan bebas dari cemaran.

9. Menggunakan jamban dan tangki septik yang aman sesuai Standar

Nasional Indonesia (SNI) dengan pengurasan tangki septik terjadwal.

10. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan air yang mengalir di lima

waktu penting (sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan,

sebelum memegang bayi, sesudah BAB, sesudah memegang

binatang).

6. Menyusun program intervensi perubahan perilaku yang memperhatikan kesamaan

lokus, fokus dan jadwal. Intervensi meliputi: kampanye media, advokasi media

massa dan media sosial, ceramah tokoh masyarakat dan tokoh agama, kunjungan

rumah oleh Puskesmas, dan mobilisasi masyarakat, didukung intervensi spesifik dan

sensitif, diikuti peningkatan kompetensi bidan.

7. Intervensi perubahan perilaku untuk pencegahan stunting harus memperhatikan

penguatan lingkungan (enabling factor) meliputi upaya peningkatan pendapatan,

pemahaman dan penyadaran individu, keluarga dan masyarakat yang mempengaruhi

pola asuh, pola konsumsi dan kesehatan lingkungan.

Page 32: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

31

Lampiran 1. Kerangka Konseptual untuk Mendorong Perilaku Sehat

Source: John Hopkins Center for Communication Programs (John Hopkins CCP)

Page 33: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

32

Daftar Referensi

Abd. Hakim Laenggeng1 & Yance Lumalang. (2015). “Hubungan pengetahuan gizi dan

sikap memilih makanan jajanan dengan status gizi siswa SMP Negeri 1 Palu”. Jurnal

Kesehatan Tadulako Vol. 1 (1):49–57

Abd.Kadir A. (2016) . “Kebiasaan Makan Dan Gangguan Pola Makan Serta Pengaruhnya

Terhadap Status Gizi Remaja”. Jurnal Publikasi Pendidikan Vol. 1

Amelinda Calinda Rahma, Siti Rahayu Nadhiroh. (2016). “Perbedaan sosial ekonomi dan

pengetahuan gizi ibu BALITA gizi kurang dan gizi normal”. Media Gizi Ind Vol.

11(1):55 – 60

Annisa Sophia Badan Litbangkes, Kemenkes. (2014). Laporan Survei Konsumsi

Makanan Individu

Benitez-Bribiesca et al. (1999). Dendritic spine pathology in infants with severe protein-

calorie malnutrition. Pediatrics 104 (2), 1–6. {PubMed}

Black et al (2008) Maternal and chils undernutrition: global and regional exposures and

health consequences. Lancet 382, 427-451. {PubMed}

BPLHD Jogjakarta (2011): http://blh.jogjaprov.go.id/detailpost/pemantauan-

kualitas-air-sumur.

Branca F, Ferrari M. (2002). Impact of micronutrient deficienccies on growth: The stunting

syndrome. Ann Nutr Metab. 46(Suppl 1): 8–17 .

Brown J. L. & Pollitt E. (1996). Malnutrition, poverty and intellectual development.

Scientific American 274, 38-43. {PubMed}

Cordero et al (1993). Dendritic development in neocortex of infants with early postnatal

life undernutrition. Pediatric Neurology 9 (6), 457–464. {PubMed}

Dangour AD et al. (2013). Intervention to Improve Water Quality and Supply, Sanitation

and Hygiene Practices, and Their Effects on the Nutritional Status of Children.

Cochrane Database of Systematic Review 2013. DO: 10.1002/ 14651858.

CD009382. pub2

Desti Sagita Putri1* Dan Dadang Sukandar. (2012). Keadaan rumah, kebiasaan makan,

status gizi, dan status kesehatan balita di kecamatan tamansari, Kabupaten

Bogor. Jgp, Vol 7(3)

Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Republik Indonesia.

(2017). Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Penjelasannya Tahun 2016.

Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat,

DKI, BPLHD (2016): http://www.koran-jakarta.com/masyarakat-dki-diimbau-sedot-limbah-

tinja/

Page 34: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

33

Elizabeth Prado and Kathryn G. Dewey. (2014). Nutrition and brain development in early

life. Nutriion Reviews Vol. 72(4):267–284

Engle P, Lhotska L, Armstrong H. (1997). The Care Initiative: Assessment, Analysis

And Action To Improve Care For Nutrition. United Nations Childrens Fund,

Nutrition Section, New York.

Engle P, Menon P, Haddad L. (1997b). Care and Nutrition: Concepts and

Measurement. International Food. Policy Research Institute, Washington DC,

USA.

Fewtrell et. al. (2005). Water, Sanitation, and Hygiene Interventions to Reduce Diarrhoea

in Less Developed Countries-a systematic review and meta-analysis. The lancet

infectious Diseases Vol.5 No.1 PP.42-52

Fitri Respati Ambarwati, SKM, M.Kes (2014). Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Foster, George M, and Barbara G. Anderson. (1986). Antropologi Kesehatan

(Penerjemah: Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F. Swasono). UI-PRESS

Guoyao Wu, Fuller W. Bazer, Timothy A. Cudd et al (2004). Maternal Nutrition and

Fetal Development American Society for Nutritional Sciences Downloaded

from https://academic.oup.co./jn/article-abstract/134/9/2169/4688801 on 20 April

2018

Hermina dan Sri Prihatini (2011). Gambaran keragaman makanan dan sumbangannya

terhadap konsumsi energi protein pada anak BALITA pendek di Indonesia.

Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 39(2):62–73

Intje Picauly dan Sarci Magdalena Toy. (2013). Analisis determinan dan pengaruh

stunting terhadap prestasi belajar anak sekolah di kupang dan sumba timur, ntt.

Jurnal Gizi dan Pangan Vol. 8(1): 55—62

Jim Mann and A. Stewart Trustwell (2014). Buku Ajar Ilmu Gizi

Kasim, K. Et al. (2014). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Cemaran Mikroba dalam

Air Minum Isi Ulang pada Depot Air Minum Kota Makassar Jurnal Kesehatan

Lingkungan Indonesia, Vol.13 No.2/Oktober 2014.

Lina Nurbaidi (2014). Kebiasaan Makan Balita Stunting Pada Masyarakat Suku

Sasak:Tinjauan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)

McLean E et al. (2009) Worldwide prevalence of anaemia, WHO vitamin and mineral

nutrition information system, 1993-2005. Public Health Nutr. 12, 444-454

10.1017/s1368980008002401 {PubMed}

Montanari, Massimo. (2004). Food is Culture New York: Columbia University Press

Melviana, M, et al. (2014), Hubungan Sanitasi Jamban dan Air Bersih dengan Kejadian

Diare pada Balita di Kecamatan Medan Marela, Kota Medan. (tidak dipublikasikan)

Page 35: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

34

Noviati Fuada, Sri Muljati dan Tjetjep S. Hidayat (2011). Karakteristik anak balita dengan

status gizi akut dan kronis di perkotaan dan perdesaan di indonesia (RISKESDAS

2010) Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10(3):168–179

Oliver Cumming and Sandy Cairncross. Maternal and Child Nutrition 2016, 12

(Suppl.1), pp. 91-105

Olofin et al. (2013). Association of suboptimal grorwth with all-causes and cause-specific

mortality in children under five years. PloS ONE 8(5): e64636.

O’Sullivan, G. A. Yonkler, J. A. Morgan, W., Merrit A. P. A. (2003). Field Guide to

Designing a Health Communication Strategy, Baltimore, MD: Johns Hopkins

Bloomberg School of Public Health/Center for Communication Programs

Ozek E. & Tuncer M. “Intrauterine growth retardation”. Marmara Medical Journal

Volume 4 No. 2 April 1991

Papageorghiou et al. (2014). International standart for fetal growth based on ultrasound

measurements: the Fetal Growth Longitudinal Study of the INTERGROWTH-21st

Project. the Lancet Volume 384, No. 9946, p869-879 2014

Pakpahan, R. S, et al.. (2015). Cemaran Mikroba Escherichia coli pada Air Minum Isi

Ulang, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol.9, No.4, Mei 2015

Puti Sari H., Dwi Hapsari, Ika Dharmayanti, Nunik Kusumawardani (2014). Faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap risiko kehamilan “4 Terlalu(4-T)” pada wanita usia 10-

59 tahun. Media Litbangkes Volume 24, No. 3

Rifkin B. S., and Pridmore P (2001). Partners in Planning. Oxford: Macmillan

Rifkin B. S. (2009). Lesson from community participation in health programes: a review of

post Alma-Ata experience. International Health 1, 31-36

Rifkin B. S. (1996). Paradigm Lost: Toward a new understanding of community

participation in health programmes. Acta Tropica 61(1996) 79-92

RISKESDAS 2013.

Rizka Febriana dan Ahmad Sulaeman 2014. “Kebiasaan makan sayur dan buah ibu saat

kehamilan kaitannya dengan konsumsi sayur dan buah anak usia prasekolah”

Jgp, Volume 9, Nomor 2, Juli 2014

Saleh, Muh et al. (2013), Hubungan Kondisi Sanitasi LingkungN DENGAN Kejadian Diare

pada anak Balita di wilayah kerja Puskesmas Baranti, Kabupaten Sidrap. (tidak

dipublikasikan)

Savino M (2002) The thymus gland is a target in malnutrition. European Journal of

Clinical Nutrition 56, Suppl 3, S46-S49

Semba R. D. (2016) Child stunting is associated with low circulating essential amino

acids. EbioMedicine (2016) 246-252

Page 36: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

35

Sihadi dan Poedji Hastoety Djaiman (2011). Peran kontekstual terhadap kejadian balita

pendek di indonesia PGM 34(1):29–38

Sjahmien Moehji (2009) Buku Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk

Soerachman, Sulistiawati, Purwanto (2016). Asal Perut Tidak Kosong Di Kalangan Balita

Di Rawa Bogo. Jakarta: Kanisius

Spears D (2013). “How much international variation in child height can sanitation

explain?” Policy Paper World Bank 2013

USAID (2017). Indonesia Urban Water, Sanitation and hygiene Penyehatan Lingkungan

Untuk Semua Formative Research (IUWASH PLUS) USAID.

(WHO (2014), Childhood Stunting: Challenges and opportunities, Report of Promotiong

Healthy Growth and Preventing Chilhood Stunting Colloguim. Ganeva : World

Health Organization, 2014

WHO. 2013. Childhood stunting: context, causes and consequences. WHO conceptual

framework

WHO Multicentre Growth Reference Study Group 2006

WHO (2008). Worldwide prevalence of anaemia 1993-2005 WHO Global Database on

Anaemia

Winick M. and Rosso P (1969). The effect of severe early malnutrition on cellular growth

of human brain Pedia Res 3:181–184

Page 37: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

...............................................................................................................................................................................................

Page 38: INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK … · Makalah Utama Bidang 4 WNPG XI 2018. 1 Tim Bidang 4 Perumus 1. Prof. Fasli Jalal ... Tim Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi XI 2018

Biro Kerja Sama Hukum dan Humas LIPISasana Widya Sarwono Lt.5 Jln. Jend Gatot Subroto Kav. 10 Jakarta 12710

Telp. 021-5225711 ext.1236, 1240, 1233Fax. 021-5251834

Sekretariat

PENINGKATAN GIZI MASYARAKAT

Draft Rumusan Rekomendasi Bidang 1 WNPG XI 2018