makalah blok 16 digestivus ibd

28
Inflammatory Bowel Disease John travolta Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan 2 jenis kelainan idiopatik yang berkaitan dengan inflamasi traktus gastrointestinal , yaitu Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa. Kedua kelainan tersebut harus dibedakan dengan kelainan yang mirip seperti infeksi, alergi dan keganasan. Karena IBD sering berhubungan dengan gejala klinis ekstraintestinal yang beragam dan mencakup berbagai organ seperti kulit, muskuloskeletal, hepato-bilier, mata, ginjal hematokrit dan gangguan tumbuh kembang, maka klinisi harus memperhatikan kelainan tersebut sebagai bagian dari gejala klinis IBD. Penyakit Crohn pertama kali dikenal oleh Crohn, Ginzburg, dan Oppenheimer pada tahun 1932 sebagai ileitis regional. Saat ini, penyakit Crohn diketahui sebagai suatu proses inflamasi kronis transmural yang melibatkan traktus gastrointestinal dari mulut sampai rektum. Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa merupakan 2 kelainan yang berbeda, akan tetapi memiliki banyak kesamaan gejala klinis dan 1

Upload: enrico-esbianto-syahputra

Post on 18-Dec-2015

26 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

fczsfzf

TRANSCRIPT

Inflammatory Bowel Disease John travolta Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Inflammatory bowel disease (IBD) merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan 2 jenis kelainan idiopatik yang berkaitan dengan inflamasi traktus gastrointestinal , yaitu Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa. Kedua kelainan tersebut harus dibedakan dengan kelainan yang mirip seperti infeksi, alergi dan keganasan. Karena IBD sering berhubungan dengan gejala klinis ekstraintestinal yang beragam dan mencakup berbagai organ seperti kulit, muskuloskeletal, hepato-bilier, mata, ginjal hematokrit dan gangguan tumbuh kembang, maka klinisi harus memperhatikan kelainan tersebut sebagai bagian dari gejala klinis IBD.Penyakit Crohn pertama kali dikenal oleh Crohn, Ginzburg, dan Oppenheimer pada tahun 1932 sebagai ileitis regional. Saat ini, penyakit Crohn diketahui sebagai suatu proses inflamasi kronis transmural yang melibatkan traktus gastrointestinal dari mulut sampai rektum.Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa merupakan 2 kelainan yang berbeda, akan tetapi memiliki banyak kesamaan gejala klinis dan histopatologi. Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa telah dikenal selama satu setengah abad namun proses inflamasi kronis yang terjadi menimbulkan kerusakan usus dan sampai saat ini masih merupakan suatu misteri.Pada referat ini akan dibahas mengenai etiologi, patologi, epidemiologi, gejala klinis, komplikasi, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa.1

\Anamnesa Kondisi yang penting untuk diketahui praktisi klinis yang dapat diperoleh dari anamnesa, yaitu:1. Identitas pasien yang meliputi nama, usia, tempat lahir, perkejaan, alamat beserta riwayat perpindahan tempat tinggal.

2. Onset : kapan pertama kali muncul keluhan.

3. Frekuensi : berapa sering keluhan muncul.

4. Sifat munculnya keluhan: apakah keluhan muncul secara akut (mendadak), kronis (sudah lama) ,atau intermitten (hilang timbul), apakah feces yang dikeluarkan bercampur mucus.

5. Durasi : sudah berapa lama menderita keluhan.

6. Sifat sakit/keluhan utama: sakitnya seperti apa, merupakan penjelasan sifat darikeluhan utama, yang biasanya spesifik untuk setiap keluhan utama di atas.

7. Lokasi : di mana letak pasti keluhan, apakah tetap, atau berpindah-pindah/menjalar.

8. Hubungan dengan fungsi fisiologis lain: apakah ada gangguan sistem fisiologisyang diakibatkan oleh keluhan saat ini, misalnya gangguan tidur, kehilangan nafsumakan, dan sebagainya.

9. Akibat yang timbul terhadap aktivitas sehari-hari, seperti tidak dapat bekerja, hanyabisa tiduran, dan sebagainya.6

PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisik tanda-tanda dehidrasi, status nutrisi dan gejala ekstraintestinal. Adanya hipotensi ortostatik, takikardia, distensi abdomen dan adanya massa merupakan indikasi parahnya penyakit dan memerlukan perawatan.6Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan LaboratoriumSampai saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk IBD. Pemeriksaan laboratorium dapat membantu dalam menilai keberhasilan pengobatan, petanda inflamasi, petanda gejala klinis ekstraintestinal dan status nutrisi. Pemeriksaan feses rutin dan biakan mikroorganisme feses dilakukan untuk eksklusi penyakit infeksiDua petanda antibodi spesifik IBD telah diketahui antibodi tersebut adalah perinuclear antineutrophil cytoplasmic antibody (pANCA) dan antibodi anti saccharomyces cervisiae (ASCA). Antibodi pANCA ditemukan pada 80% Kolitis Ulserativa dan 45% pada Penyakit Crohn. Sedangkan antibodi ASCA ditemukan pada 60-70% Penyakit Crohn dan 14% pada Kolitis Ulserativa. Pada 2 penelitian seroepidemiologi menunjukkan bahwa kombinasi pANCA positif dan ASCA negatif mempunyai prediksi positif Kolitis Ulserativa sebesar 88-92%. Sedangkan kombinasi pANCA negatif dan ASCA positif mempunyai nilai prediksi positif Penyakit Crohn 95-96%.6Pemeriksaan RadiologiPemeriksaan radiologi abdomen posisi tegak dan terlentang untuk mengevaluasi dilatasi kolon dan eksklusi obstruksi yang berhubungan dengan ileus, obstruksi, pneumoperitonium karena perforasi. Barium enema dapat menilai karakteristik dan luas kelainan kolon, akan tetapi tidak boleh dilakukan pada penyakit akut (active disease), yaitu kolitis aktif karena dapat menyebabkan dilatasi toksik. Pada kolitis ringan dan sedang tanpa distensi abdomen, barium enema dengan double contrast dapat mendeteksi kelainan mukosa berupa karakteristik lesi, deformitas sekum, kelainan segmental/seluruh kolon. Pemeriksaan barium enema dapat menentukan adanya pemendekan vili, hilangnya haustrae, pseudopoli, striktur dan spasme pada IBD. Pemeriksaan radiologi traktus gastrointestinal atas dengan follow trough sampai dengan usus halus dapat menentukan ada/tidaknya kelainan pada usus halus. Pada Penyakit Crohn, ileum terminal tampak rigid, konstriksi, dan nodular dengan deformitas akibat proses inflamasi transmural. Pada Kolitis Ulserativa dapat ditemukan backwash-ileitis, berupa gambaran mukosa yang menghilang dan ileum terminal dilatasi tanpa disertai penebalan dinding. Selain itu, tidak ditemukan kelainan lain dari usus halus pada Kolitis Ulserativa.Kelainan yang dapat dilihat pada pemeriksaan barium enema dengan double contrast kolon penderita IBD adalah. Gambaran stove-pipe Gambaran rectal sparing Gambaran thumbprinting Gambaran skip lesion Gambaran string sign Gambaran collar buttonPemeriksaan lain yang dapat membantu adalah ultrasonografi dan CT scan. Pemeriksaan tersebut terutama untuk menentukan adanya abses intra abdomen.6

WORKING DIAGNOSISBerdasarkan scenario, Nyonya R umur 35 tahun menderita penyakit Inflamatory Bowel Disease.1

DIFFERENT DIAGNOSISGejala klinis dan ektraintestinal yang beragam menyebabkan diagnosis Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa sulit ditegakkan. Beberapa kelainan yang menyerupai IBD adalah Chronic inflamatory-like intestinal disorder seperti enterokolitis karena infeksi (bakteri dan parasit), dan colorectal cancer.Enterokolitis NekrotisasiEnterokolitis Nekrotisasi adalah suatu keadaan dimana lapisan dalam usus mengalami cedera dan meradang. Jika penyakitnya berat, sebagian jaringan usus bisa mati (menjadi nekrotik) dan menyebabkanperforasi usus serta peritonitis. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diduga disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke usus sehingga usus tidak dapat menghasilkan lendir yang dalam keadaan normal melindungi lapisan usus. Faktor lain yang juga diduga berperan adalah bakteri di dalam usus. Bakteri bisa masuk ke dalam dinding usus yang rusak dan menghasilkan gas di dalam dinding usus.

Colorectal CancerColorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca. Colon atau Kanker Usus Besar adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu). Di negara maju, kanker ini menduduki peringkat ke tiga yang paling sering terjadi, dan menjadi penyebab kematian yang utama di dunia barat. Untuk menemukannya diperlukan suatu tindakan yang disebut sebagai kolonoskopi, sedangkan untuk terapinya adalah melalui pembedahan diikuti kemoterapi.2,3,4,5,6

ETIOLOGISampai saat ini etiologi Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa belum jelas. Namun diduga penyakit ini disebabkan oleh. multifaktor, yang meliputi genetik, pengaruh lingkungan, integritas mukosa, dan faktor imunologis Beberapa faktor pencetus seperti infeksi, toksin dapat memicu proses inflamasi dan akan menyebabkan disregulasi respon imunologi mukosa traktus gastrointestinal pada individu yang rentan.3

PATOFISOLOGIBeberapa faktor predisposisi terjadinya IBD adalah:A. Faktor Genetik Penderita IBD mempunyai faktor predisposisi genetik. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa 25% penderita IBD memiliki riwayat keluarga dengan IBD. (penulis lain 10-25%). Pada kembar monozigot peluang untuk Penyakit Crohn sekitar 42%-58% dan peluang untuk Kolitis Ulserativa sekitar 6%-17%.Sampai saat ini telah ditemukan beberapa kelainan kromosom yang berhubungan dengan Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa atau keduanya. Kromosom 16 (gen IBDI) atau gen CARD15 berhubungan dengan Penyakit Crohn. Perinuclear antinetrophil antibody (pANCA) ditemukan pada 70% penderita Kolitis Ulserativa. Kromosom 5 (5q31), 6 (6p21 dan 19p) sering ditemukan pada penderita IBD.B. Faktor Lingkungan Beberapa agen infeksius diduga sebagai penyebab IBD. Akan tetapi, isolasi agen infeksius dari jaringan IBD tidak dapat membuktikan hubungan antara agen infeksius sebagai etiologi IBD karena pada IBD sering disertai koloni bakteri oportunistik pada mukosa yang mengalami inflamasi. Selain itu pemberian antibiotika tidak mempengaruhi perjalanan penyakit IBD. Sampai ini belum ada data mengenai transmisi secara epidemik agen infeksius pada IBD.Faktor lingkungan lain yang diduga pencetus IBD adalah stres psikososial, faktor makanan, seperti pajanan susu sapi atau food additives, asupan serat kurang dan zat toksin lingkungan.C. Faktor Imunologi Kelainan respon kekebalan telah diduga mempunyai peranan dalam patogenesis IBD. Pada IBD, setelah pajanan primer oleh antigen, sistem kekebalan akan mengalami kelainan regulasi yang bersifat menetap dan bertindak sebagai lingkaran setan yang mengakibatkan proses inflamasi. Sel T helper/CD4+ mempunyai peran penting dalam kelainan regulasi sistem kekebalan pada IBD. Sel Th1 menghasilkan interleukin (IL)-2, interferon (INF)-, dan tumor necrosis factor (TNF)- yang merangsang reaksi hipersensitifitas tipe lambat. Sel Th1 dan sitokin yang dihasilkan akan merangsang aktivasi makrofag dan pembentukan granuloma, merupakan gambaran histologi yang sering ditemukan pada Penyakit Crohn.. Sebaliknya, sel Th2 menghasilkan sitokin seperti IL-4. IL-5, Il-6 dan Il-10, akan merangsang antibody-mediated immune respons. Hal ini akan mengakibatkan kerusakan jaringan oleh aktivasi antibodi dan komplemen lebih sering ditemukan pada Kolitis Ulserativa. Beberapa penelitian telah membuktikan kelainan autoimun dengan adanya antibodi, immune-complex complement atau aktifitas limfosit terhadap mukosa kolon, namun semua fenomena ini tidak berlangsung secara konsisten dan tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit. Selain itu, adanya kerusakan sel mukosa tanpa disertai adanya agen eksogen spesifik, dan respon terhadap pemberian kortikosteroid dan obat imunosupresif mendukung kemungkinan mekanisme kelainan kekebalan. Pada Kolitis Ulserativa ternyata berhubungan dengan prevalens atopi keluarga, dan umumnya disertai dengan kelainan ekstraintestinal seperti eritema nodusum, artritis, dan uveitis. Akan tetapi, sampai saat ini masih belum dapat dibuktikan apakah kelainan kekebalan tersebut mempunyai peranan primer atau sekunder pada patogenesis IBD. Diduga, kelainan kekebalan poligenik, yang menjelaskan manifestasi klinis yang beragam pada IBD.Sistem kekebalan humoral lokal saluran gastrointestinal pada IBD diduga mempunyai kelainan. Pada periode neonatus, defisiensi immunoglobulin A (IgA) sekretori atau fungsi barier mukosa yang imatur akan menyebabkan meningkatnya permeabilitas terhadap protein-protein di lumen usus yang bersifat antigenik, sehingga terjadi peningkatan pajanan terhadap makromolekul dan sensitasi sistem kekebalan saluran pencernaan terhadap antigen, bakteri atau alergen makanan dan perubahan sekresi dan komposisi mukus. Pendapat lain mengatakan bahwa local gut associated lymphoid tissue mengalami sensitasi terhadap antigen, kemudian membentuk tahapan/dasar yang kemudian hari teraktivasi oleh pajanan cross-reacting antigents melalui respon imun antibody-dependent cell-mediated.D. Integritas EpitelKelainan barier epitel mukosa akan menyebabkan peningkatan pajanan antigen terhadap sistem kekebalan traktus gastrointestinal diduga sebagai faktor inisial pada IBD. Pada Penyakit Crohn dijumpai adanya gangguan integritas mukosa yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas terhadap protein-protein dilumen usus yang bersifat antigenik, sehingga terjadi perubahan sekresi dan komposisi mukus. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan antibodi spesifik terhadap protein susu sapi, produk-produk bakteri enterik, dan protein luminal pada penderita Penyakit Crohn.3

EPIDEMIOLOGIInsidens IBD lebih tinggi dinegara maju dibanding negara berkembang. Di Amerika Serikat diperkirakan 3,5 kasus baru Penyakit Crohn setiap 100.000 populasi/tahun dan 2,3 kasus baru Kolitis Ulserativa pada kelompok usia 10-19 tahun. Secara umum, prevalens IBD hampir sama angka kejadiannya pada laki-laki dan perempuan, lebih banyak diderita oleh ras berkulit putih, didaerah urban, dan terutama bangsa Yahudi, akan tetapi laki-laki mempunyai insidens 20% lebih tinggi pada Penyakit Crohn.Puncak onset usia IBD bersifat bimodal, dan kasus paling sering terjadi pada usia dekade ke-2 dan ke-3. Pada anak, Penyakit Crohn biasanya dijumpai saat usia 10-16 tahun, dan sekitar 25% kasus baru di populasi berusia Pada populasi anak, penelitian epidemiologi pospektif dan retrospektif telah dilakukan di beberapa negara dalam 10 tahun terakhir. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa insidens Penyakit Crohn 0,2-5,9 per 100.000 anak/tahun, dan insidens Kolitis Ulserativa 0,5-3,2 per 100.000 anak/tahun.6

GEJALA KLINISGejala klinis IBD pada anak berbeda dibanding dewasa. Pada anak, gejala klinis yang sering dikeluhkan adalah nyeri perut. Selain itu beberapa gejala klinis gastrointestinal yang sering ditemukan adalah diare, perdarahan rektum, massa abdomen dan kelainan perianal. Onset klinis IBD dapat terjadi perlahan (insidious), dengan gejala klinis tidak spesifik gastrointestinal atau gejala ekstraintestinal seperti gagal tumbuh. Hal ini sering menyebabkan terlambat diagnosis atau diagnosis yang tidak tepat. Gagal tumbuh terjadi pada 10-40% penderita IBD. Gambaran klinis IBD pada anak tegantung dari lokasi dan luasnsya proses inflamasi traktus gastrointestinal, gejala klinis ekstrainterstinal, dan akibat penyakit pada tumbuh kembang harus dipertimbangkan dalam evaluasi diagnosis. Gambaran gejala klinis IBD pada anak dan dewasa seperti tabel dibawah ini.Gejala KlinisKolitis UlserativaPenyakit Crohn

AnakDewasaAnakDewasa

Nyeri perutDiare Perdarahan RektumPenurunan berat BadanDemam Gagal tumbuhArtritis71%67%52%39%12%6%16%33-53%37-80%80-90%43%27%-13%62-95%66-77%80-92%22-83%14-60%30-33%15-25%60%60-100%20%34%26-51%-4-7%

Tabel Gambaran klinis IBDPada Penyakit Crohn diare, nyeri perut (sering dirasakan setelah makan), kram periumbilikal, demam, dan penurunan berat badan adalah gejala klinis yang paling umum dan menandakan adanya inflamasi di usus halus. Perdarahan rektum terjadi jika mengenai kolon. Gejala klinis ekstraintestinal atau gagal tumbuh mungkin sebagai gejala awal dari Penyakit Crohn.Diare yang terjadi terutama disebabkan oleh malabsorbsi akibat inflamasi pada mukosa, obstruksi parsial yang menyebabkan stasis dan pertumbuhan berlebih dari bakteri, atau dengan adanya fistula enteroenteral atau enterokolika. Diduga prevalens malabsorbsi pada anak dengan penyakit Crohn sekitar 17% terhadap laktosa, 29% terhadap lemak, 70% terhadap protein. Diare berdarah yang menandakan keterlibatan kolon, biasanya disertai nyeri perut dan urgensi untuk defekasi karena terjadi peningkatan kecepatan transit di kolon dan distensi dari bagian kolon yang mengalami inflamasi.Pada umumnya gejala klinis Kolitis Ulserativa berupa diare, peradarahan rektum, nyeri perut, tenesmus ani dan tinja berdarah yang terjadi secara perlahan (insidious) tanpa disertai gejala sistemik, berat badan turun, atau hipoalbuminemia. Sekitar 30% anak dengan gejala sistemik dan disertai diare berdarah, kram, urgensi anoreksi, penurunan berat badan dan demam. Sebagian dari anak dengan derajat berat akan mengalami kolektomi karena tidak berespon terhadap terapi medikamentosa.Gejala ekstraintestinal pada IBD terjadi pada 25-35% penderita. Gejala Klinis ekstraintestinal yang sering terjadi berupa:Tempat Manifestasi

Kulit HatiTulangSendiMataGinjal/urologiHematologiVaskularPankreasLain-lainEritema nodusum, pioderma gangrenosumInfiltrasi lemak, sclerosing cholangitis, hepatitis kronis, kolelitiasisOsteopenia, aseptik nekrosisArtritis, ankylosing spondilitis, sakro-ilitisUveitis, episkleritis, kerastitisNefrolitiasis, hidronefrosis obstruktif, fistula enterovesikal, glomerulonefritisAnemia (defisiensi zat besi, folat, vitamin B12)Tromboflebitis, vaskulitis, trombosis vena portalPankreatitisGagal tumbuh, terlambat maturasi seksual

Gambar. Gejala Klinis Ekstra intestinal pada IBDGejala ekstraintestinal tersebut terbagi menjadi 4 kelompok: Kelompok 1 : Secara langsung berhubungan dengan aktivitas kelainan traktus gastrointestinal, biasanya respon pada terapi kelainan gastrointestinal (seperti demam dan anemia) Kelompok 2 : Tidak berhubungan dengan aktivitas kelainan traktus gastrointestinal (seperti sclerosis cholangitis) Kelompok 3 : Akibat dari kelainan traktus gastrointestinal (seperti obstruksi uretra) Kelompok 4 : Timbul akibat dari terapi (seperti drug-induced pancreatitis)Terdapat 2 bentuk artritis yang terjadi pada IBD. Yang pertama adalah, peripheral form (10% penderita) umumnya mengenai sendi besar (lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, sendi siku) dan biasanya berhubungan dengan inflamasi kolon yang aktif. Yang kedua, adalah bentuk aksial berupa ankylosing spondilitis atau sakroilitis. Bentuk aksial jarang terjadi pada anak.Gambaran ekstraintestinal yang dapat timbul sebagai gejala awal dan petunjuk pada Penyakit Crohn adalah kelainan perianal, stomatitis, eritema nodusum, eritema sendi besar, uveitis, dan jari tabuh serta gagal tumbuh. Kelainan perianal lebih sering terjadi pada penyakit Crohn dibanding Kolitis Ulserativa berupa skin tags, abses perianal, atau fisura dan fistula yang tidak nyeri. Artritis dapat terjadi pada 11% kasus dan bersifat monoartikular terutama pada lutut dan pergelangan kaki atau poliartritis migran tanpa disertai kerusakan sendi atau deformitas. Artritis sering terjadi pada penderita dengan kelainan kolon dan cenderung berhubungan dengan aktifitas penyakit. Eritema nodusum terjadi pada 5% kasus dan berhubungan dengan aktivitas penyakit terutama inflamasi pada kolon. Uveitis yang terjadi berupa simtomatik pada 3% anak dan asimtomatik pada 30% anak. Gagal tumbuh terjadi pada 87% anak, dan disertai dengan osteoporosis serta gangguan maturasi seksual.Seperti halnya pada penyakit Crohn, pada Kolitis Ulserativa terjadi gejala klinis ekstraintestinal. Gejala ekstraintestinal yan sering dijumpai seperti artritis sendi besar, lesi kulit pioderma gangrenosum atau eritema nodusum (lebih sering pada Penyakit Crohn) dan gagal tumbuh. Selain itu, insidens kelainan hepatobilier pada Kolitis Ulserativa mencapai 5-10% dan kelainan yang sering ditemukan adalah sclerosing cholangitis.4Derajat berat gejala klinis Penyakit Crohn terbagi 3 kriteria yaitu:Ringan-sedangDapat mentoleransi diet secara oral tanpa dehidrasi, demam, nyeri perut, massa abdomen, obstruksi, atau penurunan berat badan >10%Sedang-beratTidak respon terhadap terapi derajat ringan-sedang atau gejala demam menetap, penurunan berat badan yang tidak signifikan, nyeri perut, mual dan muntah intermiten (tanpa adanya obstruksi), atau anemia yang signifikan.Berat-fulminanGejala klinis yang persisten meskipun telah mendapat kortikosteroid, atau penderita dengan demam tinggi, muntah persisten, obstruksi intestinal, kaheksia atau abses intra abdominal.

Pada Kolitis Ulserativa, setidaknya terdapat 4 bentuk gejala dan tanda klinis yang berhubungan dengan derajat peradangan mukosa dan gangguan sistemik.Prodromal (6x/hari, abdominal tenderness dengan atau tanpa distensi, takikardia, panas badan, penurunan berat badan, anemia yang signifikan, lekositosis dan hipoalbuminemia

KOMPLIKASIInflamasi transmural dari lapisan mukosa hingga serosa merupakan penyebab komplikasi intestinal tersering pada Penyakit Crohn, sehingga terjadi adhesi, striktur, dan abses, yang meningkatkan resiko obstruksi serta pertumbuhan bakteri yang berlebihan dan fistula. Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa keganasan, malnutrisi dan gagal tumbuh. Fistula dapat terjadi enterokutan, enteroenteral, enterokolika, perirektal, labial, enterovaginal, dan enterovesikal.Komplikasi Kolitis Ulserativa yang mengancam jiwa adalah megakolon toksik dan merupakan kasus kegawatan medis dan kegawatan bedah. Anak dengan megakolon toksik mempunyai risiko tinggi untuk perforasi kolon, sepsis akibat bakteri gram negatif dan perdarahan masif. Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi berupa striktur dan keganasan.4

PENATALAKSANAANTujuan terapi pada IBD adalah mengurangi proses inflamasi, mencegah komplikasi dan mencegah relaps atau perburukan penyakit, memeperbaiki status nutrisi dan kualitas hidup. Konsultasi ke bagian Gizi dilakukan karena gagal tumbuh sering terjadi pada penderita IBD. Tujuan dari dukungan nutrisi adalah pemulihan hemostasis metabolisme dengan koreksi defisit nutrien dan mengganti ongoing losses; kecukupan energi, protein dan mineral untuk keseimbangan positif nitrogen dan penyembuhan. Sampai saat belum diketahui zat makanan tertentu yang menyebabkan aktivasi IBD. Pemberian nutrisi enteral mungkin mempengaruhi proses inflamasi pada Penyakit Crohn, tetapi tidak mempunyai penranan dalam proses inflamasi pada Kolitis Ulserativa.A. Terapi MedikamentosaMedikamentosa yang digunakan untuk induksi remisi, mempertahankan remisi, mencegah dan mengurangi relaps adalah:1. Aminosalisilat (ASA), terutama untuk mempertahankan remisi. Dosis tinggi digunakan untuk induksi remisi. Sulfasalasin, dosis 30-50 mg/kg/hari dalam 2-4 dosis, dapat ditingkatkan sampai 75 mg/kg Mesalamin, dosis 30-50 mg/kg/hari dalam2-4 dosis (maksimal 3,2g/hari) Olsalazin, dosis 30 mg/kg/hari dalam 2 dosis2. Kortikosteroid, untuk induksi remisi. Tidak berperan dalam mempertahankan remisi. Prednison, dosis: 1-2 mg/kg/hari dosis tunggal atau dosis terbagi Metilprednisolon, dosis: 2 mg/kg/hari dalam 2-3 dosis3. Imunomodulator, digunakan untuk induksi dan mempertahankan remisi. Azathioprine, dosis: 2-2,5 mg/kg/hari dosis tunggal 6-Mercatopurin, dosis: 1,5 mg/kg/hari dosis tunggal4. Anti-tumor necrosis factor untuk induksi remisi infliximab merupakan antibodi monoklonal anti-TNF-alfa. Infliximab, dosis: 5 mg/kg dilarutkan dengan 250 ml NaCl fisiologis secara intravena. Infliximab dosis tunggal untuk Penyakit Crohn derajat moderat-berat atau pada fistula dengan dosis 5mg/kg dalam 2 jam 3 kali pada minggu 0, 2, dan 6, sering diikuti pemberian setiap 8 minggu. Data penggunaan infliximab pada Kolitis Ulserativa tidak sebaik pada Penyakit Crohn.5. Antibiotika Metronidazole, dosis: 30-50 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Metronidazole diberikan pada kelainan perianal Penyakit CrohnTerapi medikamentosa pada Kolitis Ulserativa tergantung dari derajat berat dan luasnya inflamasi. Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk mengendalikan proses inflamasi, menghilangkan gejala klinis, mencegah komplikasi, dan mencegah relaps, serta mempersiapkan untuk tindakan bedah karena 20% penderita akan mengalami tindakan bedah. Luasnya inflamasi terbagi menjadi 2 tipe yaitu: Tipe distal, inflamasi terbatas pada kolon dibawah fleksura llienalis dan dapat dicapai dengan terapi topikal Tipe ekstensif, inflamasi meluas kearah proksimal dari fleksura lienalis dan memerlukan terapi sistemikPada Penyakit Crohn sampai saat ini belum ada terapi definitif, penatalaksanaan umumnya terdiri dari terapi medikamentosa dan dukungan nutrisi. Sampai saat ini, belum ada regimen medikamentosa yang dapat mempengaruhi outcome jangka panjang Penyakit Crohn. Oleh karena itu, medika mentosa digunakan untuk serangan eksaserbasi dan mengurangi frekuensi serangan eksaserbasi.B.Terapi BedahPendekatan terapi bedah pada IBD tergantung dari jenis dan berat penyakit. Tujuan terapi bedah pada Kolitis Ulserativa dan Penyakit Crohn berbeda. Karena kelainan Kolitis Ulserativa terbatas pada kolon, maka total kolektomi merupakan terapi definitif. Akan tetapi, pada Penyakit Crohn dimana kelainan traktus gastrointestinal dapat terjadi mulai dari mulut sampai anus, saat ini belum ada terapi bedah definitif.Indikasi bedah Penyakit Crohn adalah: Obstruksi traktus gastrointestinal Fistula Abses Perdarahan yang tidak terkontrol Megakolon toksik Perforasi Penyakit fulminan yang tidak responsif terhadap terapi medikamentosa Gagal tumbuh dengan kelainan mukosa traktus gastrointestinal yang terbatas (localized disease)Indikasi bedah untuk Kolitis Ulserativa adalah: Megakolon toksik Perdarahan yang masif/tidak terkontrol Perforasi Prolonged corticostreoid dependent Komplikasi akibat kortikosteroid pada penyakit kronis aktif Gagal tumbuh setelah mendapat dukungan nutrisi Displasia epitel dan resiko tinggi keganasan Penyakit yang tidak respon terhadap terapi medikamentosa StrikturC.Peran Probiotik dan PrebiotikPeranan probiotik dan prebiotik pada IBD masih belum jelas. Akhir-akhir ini banyak penelitian pemberian probiotik dan prebiotik pada penderita IBD. Probiotik dapat mengubah flora traktus gastrointestinal dengan mekanisme kompetitif, menghasilkan zat antimikroba, atau mempengaruhi respon kekebalan lokal. Ada juga yang mengatakan bahwa interaksi probiotik dengan sel epitel dapat mempercepat penyembuhan proses inflamasi. Efek prebiotik dapat ditingkatkan dengan pemberian prebiotik yang dapat merangsang pertumbuhan probiotikPada anak, penelitian probiotik pada IBD menunjukkan bahwa pemberian Lactobacillus casei strain GG pada Penyakit Crohn meningkatkan respons kekebalan IgA traktus gastrointestinal. Penelitian lain menunjukkan bahwa probiotik dapat memperbaiki gejala kllinis dan permeabilitas traktus gastrointestinal pada pada penyakit Crohn. Penelitian pemberian prebiotik dan probiotik (sinbiotik) pada penderita Kolitis Ulserativa mempercepat perbaikan gejala klinis.4

PROGNOSISPada IBD cenderung untuk terjadi keganasan pada kolorektal. Resiko keganasan kolorektal pada penyakit Crohn (kolitis) sama dengan Kolitis Ulserativa. Dalam 8-10 tahun setelah didiagnosis, risiko keganasan kolorektal meningkat 0,5-1% setiap tahun. Dua faktor resiko utama untuk adenokarsinoma adalah lama/durasi colitis (terutama lebih dari 10 tahun) dan luas colitis (pankolitis > left-sided colitis > proktitis).4

KESIMPULANInflammatory bowel disease (IBD) merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan 2 jenis kelainan idiopatik yang berkaitan dengan inflamasi traktus gastrointestinal , yaitu Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa. Kedua kelainan tersebut harus dibedakan dengan kelainan yang mirip seperti infeksi, alergi dan keganasan. Karena IBD sering berhubungan dengan gejala klinis ekstraintestinal yang beragam dan mencakup berbagai organ seperti kulit, muskuloskeletal, hepato-bilier, mata, ginjal hematokrit dan gangguan tumbuh kembang, maka klinisi harus memperhatikan kelainan tersebut sebagai bagian dari gejala klinis IBD.Sampai saat ini etiologi Penyakit Crohn dan Kolitis Ulserativa belum jelas. Beberapa faktor predisposisi terjadinya IBD adalah: Penderita IBD mempunyai faktor predisposisi genetik, faktor Lingkungan (stres psikososial, faktor makanan, seperti pajanan susu sapi atau pengawet makanan, asupan serat kurang dan zat toksin lingkungan), faktor imunologi, integritas epitel.6

DAFTAR PUSTAKA1. Kathleen a. Calendra, W.Daniel J, Richard JG. Inflammatory Bowel Disease. M.Gracey, Valerie B, editor Pediatric gastroenterology and hepatology. Edisi ke-3. Boston: Blackwell,2004. Hlm 859-879.2. Hyams J. Inflammatory Bowel Disease. Richard EB, Robert MK, Hal BJ, editor. Nelson Texbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. Hal 1248-12553. William A Rowe. Inflammatory Bowel Disease. Http://www.emedicine.com diunduh tanggal 09 May 20124. V.Alin Botoman, Gregory F. Bonner, Daniella A. Bootman. Management of Inflammatory Bowel Disease. http//www.aafp.org/ diunduh tanggal 09 may 20125. Mengenal kanker kolon.http://www.drarief.com/mengenal-kanker-kolon/ diunduh tanggal 09 may 20126. Rowe W. Inflammatory Bowel Disease. http://www.emedicine.com/. Diunduh tanggal 09 may 2012

1